TAP.COM - TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP BANTUAN ... - JURNAL NANGGROE 3 5 1 SM

Tanggung Jawab Negara terhadap Bantuan Hukum Masyarakat Miskin

Oleh
Ummi Kalsum

Abstract
For the benefit of the defense, suspect or the accused are entitled to legal assistance from the one or
more legal adviser during the time and at every level of examination according to the procedures
specified in the legislation. Therefore, the state must provide the same services to all citizens,
including obtaining legal recourse if they are entangled with legal issues. With the help of this law so
that citizens who are entitled with the legal issues can be involved of justice. Meanwhile, the people
who need legal aid costs for legal aid, so that the poor people will be constrained to legal aid because
it has no cost. Legal assistance at no cost (free) is regulated in Article 22 of Law No. 18/2003 which
said that lawyers are required to provide free legal aid to citizens who can’t afford. State has provided
guarantees to legal aid in the Constitution, Law, and its implementing regulations. Legal assistance
provided to the poor people is a form of state responsibility for the protection of society. Legal aid is
not mercy and given by the state, but rather the rights of every individual and is the state responsibility
to protect the poor people.
Keywords: Responsibility, State, Legal Aid, Poor People

A. PENDAHULUAN

Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah

negara

hukum(rechtstaat), konsekwensi yuridis dari penegasan tersebut maka negara mempunyai kewajiban
untuk melindungi secara hukum seluruh rakyat Indonesia dan menciptakan kesejahteraan sosial yang
merata bagi seluruh masyarakatnya. Pada Pasal 28 D (1) Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan
bahwa: setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil,
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Berkaitan dengan kewajiban negara melindungi warga negaranya secara hukum ditegaskan
dalam Pasal 54 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu guna kepentingan

Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum)
pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih
penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.
Oleh karena itu maka negara harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua warga
negaranya, termasuk untuk mendapatkan bantuan hukum apabila mereka tersangkut dengan
masalah hukum. Bantuan hukum merupakan upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu
dalam bidang hukum.1 Dengan adanya bantuan hukum ini maka warga negara yang tersangkut

dengan masalah hukum dapat memperoleh keadilan. Untuk memperoleh bantuan hukum memang
tidak mudah dan tidak semua sarjana hukum dapat memberikan bantuan hukum, hanya mereka yang
berprofesi sebagai advokat yang berhak untuk bertindak sebagai pemberi bantuan hukum.
Sementara itu masyarakat yang memerlukan bantuan hukum membutuhkan biaya untuk
mendapatkan bantuan hukum, sehingga masyarakat miskin akan terkendala untuk mendapatkan
bantuan hukum karena tidak mempunyai biaya. Memang selama ini layanan bantuan hukum masih
belum banyak menyentuh kelompok warga negara yang miskin, sehingga mereka kesulitan untuk
mengakses keadilan melalui pemberian bantuan hukum karena terbentur oleh katidakmampuan
mereka untuk menyadari akan hak-haknya secara konstitusional dan ketidakmampuan mereka dalam
bidang ekonomi. Oleh karena itu berarti negara telah mengabaikan hak masyarakat miskin untuk
mendapatkan keadilan, pada hal dalam Konstitusi negara berkewajiban memelihara semua
masyarakatnya.
Bantuan hukum tanpa biaya (gratis) diatur dalam Pasal 22, UU No. 18/2003. Isinya
menyebutkan bahwa advokat wajib memberikan bantuan hukum secara gratis kepada warga negara
yang tidak mampu. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ini merupakan bentuk pengabdian
advokat dalam menjalankan profesinya sebagai salah satu pilar dalam menegakkan supremasi
hukum dan hak asasi manusia. Perkara yang dapat dimintakan bantuan hukum cuma-cuma meliputi

1


Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia, (Bandung: Mandar Maju,
1994), hlm. 7.

59

Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

ISSN 2302-6219

perkara di bidang pidana, perdata, tata usaha negara, dan pidana militer, dalam keadaan tertentu
berlaku pula bagi perkara non-litigasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka dapatlah
dirumuskan permasalahannya: Sejauh manakah negara bertanggung jawab terhadap bantuan hukum
bagi masyarakat miskin?

C. PEMBAHASAN
1. Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Hukum Masyarakat Miskin
Negara telah memberikan jaminan untuk mendapatkan bantuan hukum dalam Konstitusi,

Undang-Undang, serta peraturan pelaksanaannya. Dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945 Pasal
27 (1): "setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Selanjutnya dalam Pasal 28
D (1) ditegaskan bahwa: Setiap orang; berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Sedangkan pada Pasal 28I (1) Undang Undang Dasar 1945: hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman, diatur dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37, bahwa setiap orang yang tersangkut
perkara berhak memperoleh bantuan hukum. Baik dalam perkara pidana maupun perdata. Dijelaskan
bahwa advokat membantu penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum, dan
keadilan.
60

Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum)
Jaminan perlindungan hukum juga diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasal 54 menegaskan bahwa: guna
kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum. Bantuan ini dilakukan oleh seorang atau lebih penasehat hukum, selama dalam waktu, dan pada setiap tingkat

pemeriksaan. Menurut Seoharto, hak untuk mendapatkan bantuan hukum merupakan akibat logis dari
praduga tak bersalah, sehingga apabila terjadi kesewenang-wenang maka yang bersangkutan akan
memperoleh kompensasi. Oleh karena itu maka ada jaminan hak untuk dibantu oleh penasehat
hukum sejak saat ditangkap dan pada semua tingkat pemeriksaan.2
Oleh karena itu program layanan bantuan hukum sebagai salah satu cara untuk meratakan
jalan menuju pemerataan keadilan, cara yang dapat dilakukan adalah memberi suplai informasiinformasi yang cukup kepada individu atau kelompok individu, sehingga mereka mengetahui hak-hak
apa sajakah yang diberikan kepadanya. Usaha memberikan informasi kadang-kadang dapat
memberikan ilham kepada masyarakat yang umumnya buta huruf, berpendidikan rendah, dan hidup
dalam keterbelakangan dan kehinaan, bahwa mereka sebenarnya adalah juga manusia yang samasama sebagai warga negara Republik Indonesia, dan karena itu tentu mempunyai hak-hak yang sama
di mata hukum dan kepada mereka harus diberikan kepercayaan kepada diri sendiri bahwa sekalipun
mereka ini adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa, namun mereka sama kedudukannya di mata
hukum dan karena itu berhak membela dirinya, membela hak-haknya maupun memperjuangkan
kepentingan-kepentingannya. Oleh karena itu mereka harus diyakini bahwa jalan hukum dan upaya
hukum itu terbuka untuk semua orang yang menghadapi dan menyelesaikan problematika hukum,
dan bahwa jalan hukum dan upaya hukum itu berhak dan dapat mereka jangkau dan pergunakan.
Hak untuk mendapatkan bantuan hukum merupakan hak asasi manusia yang harus dijamin
dalam rangka pencapaian keadilan sosial, Frans Hendra Winarta menegaskan bahwa: “Hak untuk
dibela advokat atau penasehat hukum adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka
pencapaian keadilan sosial, juga sebagai salah satu cara mengentaskan masyarakat dari kemiskinan,


2

Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, terdakwa dan Korban Tindak Pidana Terorisme, (Jakarta: Refika
Aditama, 2007), hlm. 77.
61

Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

ISSN 2302-6219

khususnya dalam bidang hukum. Dan bantuan hukum dapat menjamin dan mewujudkan persamaan
dihadapan hukum dengan membela hak-hak orang miskin”.3
Setiap orang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum dalam setiap hal yang berhubungan
dengan apa saja, tidak ada larangan bagi siapa saja meminta bantuan hukum kepada advokat. Orang
buta hukum atau orang miskinpun berhak memilih advokat yang cocok dan bersedia memberikan jasa
bantuan hukum baginya. Bantuan hukum dapat dimintakan kapan saja, sehingga tidak hanya ketika
menghadapi persoalan hukum dengan polisi, jaksa, hakim atau pengadilan, dan atau berhadapan
dengan sesama warga negara lainnya. dapat dimintakan untuk perkara pidana, perdata, administrasi
negara, perburuhan, dan sebagainya.
Tidak ada larangan sama sekali untuk mendapatkan bantuan hukum mengenai apa saja,

kapan saja, dan di mana saja. Menurut Bambang Sunggono, bantuan hukum adalah hak seorang
yang tersangkut dalam suatu perkara untuk mendapatkan bantuan hukum dari para ahli hukum atau
sarjana hukum, sesuai dengan sifat dan hakikat suatu negara hukum yang menempatkan supremasi
hukum di atas segalanya dan yang berfungsi sebagai pelindung dan pengayom terhadap suatu warga
masyarakat di samping adanya jaminan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.4
Bantuan hukum akan sangat bermanfaat apabila diberikan oleh orang yang memahami hukum
dan menjunjung tinggi rasa keadilan. Pilihlah pemberi bantuan hukum yang dapat dipercaya, jujur,
yang telah dikenal dengan baik perjalanan hidupnya atau perjuangannya dalam bidang hukum.
Advokat sebagai pengemban profesi hukum harus memiliki keahlian yang berkenan dengan ilmunya,
khususnya dalam bidangnya, sebab setiap profesional harus secara mandiri mampu memenuhi
kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan pelayanan di bidang hukum, serta para provesi
hukum ini memiliki kepribadian bertanggung jawab penuh terhadap pelayanan profesinya. Sehingga,
kualitas para professional hukum tercermin dalam sikap yang menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran,
dan keadilan, bersih dan beribawa dan bertanggung jawab dalam prilaku ketauladanan. Dengan

3

Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, (Jakarta: Elex
Media Komputindo, 2000), hlm. 110.


4

Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. Cit., hlm. 35.
62

Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum)
demikian profesi hukum dapat didefinisikan profesi yang memiliki kekuasaan yang dibenarkan untuk
bersikap dan berperilaku menurut hukum.5
Jauhkanlah advokat yang mentolerir segala jenis pemberian yang tidak ada dasar hukumnya
atau sogok atau suap atau "uang saku" atau "uang kopi”. Pemberi bantuan hukum juga harus
mempunyai sikap kemanusiaan, supaya ia jangan menanggapi hukum secara formal belaka, sikap
keadilan, untuk mencari apa yang layak bagi masyarakat, sikap kepatutan, sebab diperlukan
pertimbangan tentang apa yang sungguh-sungguh adil dalam suatu perkara konkrit
Advokat dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum memberikan bantuan hukum
guna mencari solusi hukum dapat menjadi fasilitator jika terjadi suatu perbuatan hukum yang
memerlukan pertanggungjawaban hukum. Solusi yang bisa diambil yang terbaik adalah perdamaian
atau mediasi, sehingga penyelesaiannya tidak saja dalam bentuk litigasi.
Mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang bersifat konsensus
(kooperatif/kerjasama). Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui perundingan yang
dipandu oleh seorang mediator yang bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang diterima oleh

pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri perkara. Dan dalam ketentuan umum Perma No. 1
Tahun 2008, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Pilihan penyelesaian sengketa
dalam bentuk mediasi merupakan teknik atau mekanisme penyelesaian sengketa yang mendapat
perhatian serta diminati dengan beberapa alasan yang melatarbelakanginya sebagai berikut:
1) Perlunya menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih fleksibel dan responsif
bagi kebutuhan para pihak yang bersengketa.
2) untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa.
Bagi advokat menyelesaikan perkara melalui jalur nonlitigasi mempunyai dasar pemikiran yang
logis. Dasar pemikiran penyelesaian perkara di luar pengadilan atau non litigasi adalah karena tidak

5

Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, (Jakarta: Refika Aditama, 2009), hlm. 9.

63

Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

ISSN 2302-6219


memerlukan biaya yang besar, tidak membutuhkan waktu yang lama bahkan tidak akan merugikan
kliennya ataupun tidak mencemarkan nama baik dari kliennya.
Sebaliknya hukum juga menempatkan kewajiban kepada profesi advokat untuk memberikan
bantuan hukum kepada pencari keadilan, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, pada Pasal 22 ditegaskan bahwa

advokat wajib memberikan bantuan hukum secara

cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Ketentuan di atas selanjutnya dijabarkan pula di dalam Kode Etik Advokat Indonesia, pada
Pasal 7(h), “advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma
(prodeo) bagi orang yang tidak mampu”.
Advokat diwajibkan memberikan bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu atau korban
ketidakadilan. Paling tidak sebagai upaya memberikan kesatuan atau tafsiran atas adanya pandangan
hukum yang selama ini disalah mengerti, "ada dua sarjana hukum maka ada tiga pendapat (dwie
ministeer tree miningen)". Penghindaran terhadap adanya pandangan bahwa hukum di atas kertas
(law in books) berbeda dengan hukum dalam praktik (law in practice).
Kewajiban bagi profesi advokat untuk secara khusus memberikan bantuan hukum kepada
orang miskin, dalam keadaan bagaimanapun tanpa boleh dibatasi untuk pembelaan nasib mereka

dalam bidang hukum. Sehingga orang miskin menjadi puas dan secara tidak langsung menciptakan
lapangan pekerjaan. Pembelaan terhadap orang miskin merupakan penjelmaan dari persamaan di
hadapan hukum dan hak untuk didampingi advokat yang didasari pada proses hukum yang adil,
dalam rangka mengurangi jurang perbedaan antara yang kaya dan yang miskin khususnya dalam
bidang hukum.
Oleh karena itu negara wajib memenuhi hak masyarakat miskin untuk mendapatkan bantuan
hukum sebagaimana telah diamanahkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hendra Winarta
menegaskan bahwa bantuan hukum adalah tanggung jawab negara, pemerintah, profesi hukum, dan
semua pihak dalam masyarakat”. 6
6

IbId.

64

Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum)
Oleh karena itu, maka negara mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum
kepada masyarakat miskin melalui ketersediaan advokat atau penasehat hukum bagi mereka. Dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 ditegaskan bahwa: Setiap orang yang tersangkut perkara
berhak mendapat bantuan hukum. Selanjutnya ditentukan bahwa Dalam perkara pidana seorang
tersangka sejak saat dilakukan penangkapan dan/atau penahanan berhak menghubungi dan meminta
bantuan advokat.
Bambang Sunggono menegaskan bahwa di negara-negara yang sedang berkembang
bantuan hukum bagi golongan miskin tidak semata-mata didasarkan pada dorongan kemanusiaan,
tetapi juga mengandung dorongan politis. Dorongan politis ini ditujukan kearah terwujudnya
masyarakat yang berkembang maju sehingga rakyat dapat memahimi hak-hak mereka, terutama hakhak hukum mereka. Di samping memahami hak-hak mereka, mereka juga harus didorong untuk
mengembangkan keberanian moral untuk mempertahankan dan menuntut dihormatinya hak-hak
tersebut.7
Dengan demikian bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat miskin merupakan
bentuk pertanggungjawaban negara terhadap perlindungan masyarakatnya, hal ini tegas ditentukan
dalam pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 : ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara”. Oleh karena itu, menurut Frans Hendra Winarta : ”Bantuan hukum bukanlah belas kasihan
dan diberi oleh negara, melainkan merupakan hak asasi setiap individu serta merupakan tanggung
jawab negara melindungi fakir miskin. Hak asasi manusia inheren dalam diri setiap manusia.
Masyarakat harus diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi bukan belas kasihan”.8
Oleh karena bantuan hukum merupakan hak asasi, maka sudah seharusnya masyarakat
miskin mendapatkan hak ini sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak dasarnya. Mereka harus
diberikan pemahaman yang mendalam dan terus-menerus tentang hak untuk mendapatkan bantuan
hukum ini, mengingat posisi masyarakat miskin masih dipahami sebagai warga kelas dua di negara
ini, walaupun sesungguhnya hanya ada satu warna negara di Indonesia yaitu warga negara

7
8

I b I d., hlm. 137.
Frans Hendra Winarta, Op. Cit., hlm. 101.

65

Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

ISSN 2302-6219

Indonesia, terlepas apakah mereka miskin atau kaya. Semuanya bersamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan dan semua wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tanpa adanya
pengecualian.
Keadilan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang senantiasa didambakan oleh
setiap orang, baik yang kaya maupun yang miskin. Akan tetapi kadangkala dapat terjadi dimana
mereka yang kaya dapat lebih mudah memperoleh keadilan itu, sehingga ia dapat menguasai
mekanisme berjalannya hukum. Sehingga dia dapat menindas kelompok yang miskin dan ini akan
menimbulkan kesan bahwa hukum itu hanya untuk orang kaya, bukan untuk orang miskin. Mulyana
W. Kusumah menegaskan bahwa:
“Dalam suatu masyarakat dengan struktur sosial yang mengadung konflik, suatu struktur sosial
yang dengan kesenjangan-kesenjangan seperti sering diungkapkan lewat studi-studi sosiologi
hukum, pelaksanaan hukum itu cendrung selektif, dan bahwa umumnya orang-orang yang
berpunya saja yang dapat menikmati pelayanan hukum dengan baik, atau dengan perkataan
lain, pengadilan tidak diperuntukkan semua lapisan masyarakat.”9
Kemiskinan yang diderita oleh seseorang mempunyai dampak yang besar sekali terhadap
penegakan hukum, terutama kaitannya dengan usaha mempertahankan apa yang telah menjadi
haknya. Hal ini menunjukkan keselarasan dengan kenyataan bahwa kemiskinan itu sendiri telah
membawa bencana bagi kemanusiaan, tidak saja dari segi ekonomis tetapi juga dari segi politik dan
hukum. Menurut Abdurrahman, mungkin sudah menyejarah dalam kehidupan manusia, dimana
kekuasaan selalu lebih dekat dengan kekayaan, dan ini dalam kenyataannya banyak menimbulkan
ketidakadilan, dan sebaliknya hukum juga harus dekat dengan kemiskinan. Karena itu, seorang yang
miskin dalam harta sekalipun, seharusnya tetap kaya dengan keadilan.10

9

10

Mulyana W. Kusumah, Hukum dan Hak Asasi Manusia Suatu Pengantar Kritis, (Bandung: Alumni, 1982),
hlm. 124.
Abdurrahman, Asapek-Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Cendana Press, 1983), hlm. 273.
66

Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum)
Oleh karena itu, menurut Bambang Sunggono:
“Keadilan yang merupakan kebutuhan utama dalam kehidupan manusia, dan karenanya
adalah wajar apabila kemudian dilakukan usaha-usaha untuk pemerataan keadilan. Jika
selama ini si kaya sudah cukup banyak merasakan atau mengenyam keadilan dan si miskin
sudah cukup terjauh daripada mendapat keadilan, maka sudah saatnya keadaan yang
demikian tidak terjadi lagi, artinya keadilan itu sudah terimplementasikan secara merata bagi
semua lapisan masyarakat. Dalam kaitannya dengan program bantuan hukum, khususnya
bagi si miskin dan tidak mampu, pada dasarnya merupakan salah satu jalan untuk meratakan
jalan menuju ke pemerataan keadilan itu.”11
Pemerataan keadilan bagi setiap orang hanya dapat dilakukan apabila semua warga negara
paham akan hukum dan mempunyai kedudukan ekonomi yang memadai, karena untuk paham
terhadap hukum tentu diperlukan waktu untuk mempelajarinya, namun dengan adanya kemampuan
ekonomi maka setiap orang dapat membayar penasehat hukum untuk mendampinginya bila
tersangkut dengan masalah hukum. Oleh karena itu maka diperlukan adanya pemerataan keadilan
melalui pelayanan bantuan bagi orang miskin.
2. Cara Mendapatkan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma
Memberikan bantuan hukum cuma-cuma tidak monopoli dari organisasi maupun individu
advokat semata. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) juga dikenal dengan pemberian bantuan hukum
secara cuma-cuma. Terlebih LBH yang berada di bawah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI), sejak tahun 1970 tetap konsisten memberikan bantuan hukum secara cumacuma. Bahkan YLBHI mengkhususkan lembaganya kepada pemberian bantuan hukum bagi orang
yang tidak mampu (miskin dan buta hukum) secara cuma-cuma. Sampai tahun 2005 YLBHI telah
didirikan sebanyak 15 kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia.
Lembaga Bantuan Hukum selain dari YLBHI, juga banyak sekali didirikan oleh perguruanperguruan tunggi, lembaga agama, pertai politik, pengadilan negeri, atau Lembaga Swadaya
11

Bambang Sunggono dan Aries Harianto, Op. Cit., hlm. 62-63.

67

Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

ISSN 2302-6219

Masyarakat (LSM), dan lain sebagainya. LBH itu memberikan bantuan hukum kepada siapa saja, baik
kepada orang yang tidak mampu, maupun kepada orang yang membutuhkan.
Ada pula Lembaga Bantuan Hukum yang memberikan fokus perhatian pada bidang-bidang
tertentu secara profesional. Misalnya dalam perlindungan dan penegakan hak-hak perempuan,
bidang konsumen, bidang lingkungan hidup, bidang perburuhan, dan sebagainya.
Anda perlu bantuan hukum? Atau ada orang yang perlu Anda bantu, keluarga Anda, rekan,
teman, tetangga, atau siapa saja untuk mendapatkan bantuan hukum? Datang saja ke alamat-alamat
kantor yang memberikan pelayanan hukum tersebut. Kemudian Anda mengisi formulir tentang datadata pribadi, dan atau orang yang Anda bantu tersebut, serta ceritakan permasalahan yang sedang
dihadapi. Atau jika Anda berada jauh dari kantor bantuan hukum tersebut, Anda dapat mengirimkan
surat yang ditandatangani dengan menguraikan identitas, uraian permasalahan dengan lengkap,
serta kebutuhan atau pertanyaan-pertanyaan Anda.
Kendala yang umum dialami oleh orang yang membutuhkan bantuan hukum adalah konsultasi
yang diberikan dalam jangka waktu yang lama. Kurangnya tenaga advokat pada kantor tersebut, atau
tidak ditanggapinya informasi yang diterima oleh kantor bantuan hukum itu. Untuk mengatasi kendalakendala itu, Anda dapat selalu menghubungi kantor pemberi bantuan hukum tersebut secara rutin,
baik melalui datang langsung, melalui telepon, atau melalui surat. Tetapi jika tidak mendapatkan
tanggapan dalam jangka waktu yang cukup lama, Anda dapat mengirimkan surat yang berikutnya
dengan memberikan surat tembusan kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan atau kepada
lembaga serupa dan atau kepada pimpinan organisasi advokat terdekat.
Bantuan hukum akan bermakna positif bagi masyarakat, advokat, dan negara jika pihak-pihak
yang terkait saling menjaga nilai-nilai keadilan, kejujuran, menjauhi suap, korupsi, dan nepotisme.
Lembaga Bantuan Hukum akan turut meningkatkan perasaan keadilan masyarakat dengan terus
menerus berpihak kepada mereka-mereka yang dirugikan, tertindas, hak-haknya dilanggar, orang
yang tidak mampu dan menyuarakan (kampanye) secara luas, serta timbulnya solidaritas. Buta
hukum, korupsi, kolusi, kemiskinan, penindasan, dan penganiayaan merupakan musuh bersama,
harus dilawan bersama-sama pula. Selayaknya kita pergunakan hak mendapatkan bantuan hukum,
dalam upaya menuju tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
68

Tanggung Jawab Negara Terhadap Bantuan Masyarakat Miskin (Ummi Kalsum)
D. PENUTUP
Bantuan

hukum

yang

diberikan

kepada

masyarakat

miskin

merupakan

bentuk

pertanggungjawaban negara terhadap perlindungan masyarakatnya. Bantuan hukum bukanlah belas
kasihan dan diberi oleh negara, melainkan merupakan hak asasi setiap individu serta merupakan
tanggung jawab negara melindungi fakir miskin. Hak asasi manusia inheren dalam diri setiap
manusia. Masyarakat harus diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah hak asasi bukan belas kasihan.
Dalam rangka pemenuhan hak masyarakat miskin terhadap pelayanan hukum, maka kepada advokat
diwajibkan untuk

memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang

tidak mampu.

69

Jurnal Nanggroë, Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

ISSN 2302-6219

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, 1983. “Asapek-Aspek Bantuan Hukum Di Indonesia”, Jakarta: Cendana Press.
Shidarta, 2009. “Moralitas Profesi Hukum”, Jakarta: Refika Aditama.
Soeharto, 2007. “Perlindungan Hak Tersangka, terdakwa dan Korban Tindak Pidana Terorisme”,
Jakarta: Refika Aditama.
Sunggono, Bambang dan Harianto, Aries, 1994. “Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Bandung:
Mandar Maju.
W. Kusumah, Mulyana, 1982. “Hukum dan Hak Asasi Manusia Suatu Pengantar Kritis”, Bandung:
Alumni.
Winarta, Frans Hendra, 2000. “Bantuan Hukum: Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan”,
Jakarta: Elex Media Komputindo.

70