Aplikasi wet letter Fermentasi Terhadap Produktivitas Pastura Campuran

TINJAUAN PUSTAKA
Wet Litter (Feses basah)
Wet litter atau disebut juga dengan feses basah biasa terjadi pada plasma
peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu litter
basah yang terjadi akibat litter bercampur dengan feses, air minum yang tumpah
sehingga mengeluarkan bau yang mengganggu lingkungan (Yuwanta, 2000).
Sumber pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam
yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran
tersebut. Pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses
dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat dan
nitrit

serta

gas

sulfida.

Gas-gas

tersebutlah


yang

menyebabkan

bau

(Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam
kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan
atau protein berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen
diabsorbsi sebagai amonia, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran
(Pauzenga, 1991).
Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata-rata
per ekor ayam 0,15 kg. Fontenot et al. (1983). (Charles dan Hariono, 1991)
melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak pada pemeliharaan
ayam pedaging menghasilkan kotoran sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan
bahan keringnya 25%. Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa
yang tidak dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan
senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen
selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam


Universitas Sumatera Utara

sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan
makanan (Foot et al. 1976).
Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi rata-rata kotoran ayam pedaging
berdasarkan bobot basah.
Tabel 1. Kandungan rata-rata unsur pada kotoran ayam pedaging
Nama Unsur
Kandungan unsur pada kotoran/bobot basah
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Total padatan (%)
38,00
92,00
75,80
Total N (%)
0,89
5,80

2,94
NH4-N (0/6)
0,08
1,48
0,75
P205 (0/0)
1,09
6,14
3,22
K20 (%)
0,63
4,26
2,03
Ca (Kalsium) (ppm)
0,51
6,22
1,79
Mg (Magnesium) (ppm)
0,12
1,37

0,52
Sulfida (ppm)
0,07
1,05
0,52
Mn (Mangnan) (ppm)
66,00
579,00
266,00
Zn (Seng) (ppm)
48,00
583,00
256,00
Cu (Tembaga) (ppm)
16,00
634,00
283,00
Sumber : Malone (1992)
Wet Litter (Feses Basah) sebagai pupuk organik
Anggorodi (1985) menjelaskan, feses merupakan bahan yang terdiri dari

bahan pakan tidak tercerna, bakteri usus, getah pencernaan, cairan empedu,
jaringan lapisan usus yang aus dan zat-zat mineral berasal dari metabolisme
tubuh. Sebagian dari zat-zat yang tidak dapat diserap dan tidak tercerna dari usus
halus berkumpul di dalam usus buntu dan di bagian ini terjadi sedikit penyerapan.
Berkontraksinya usus buntu untuk mendorong isinya keluar ke dalam usus besar,
berlangsung lebih kurang sehari. Bahan yang tidak tercerna dikeluarkan dari usus
besar ke dalam kloaka, dari sini keluar tubuh sebagai feses. Cairan antara feses
dan urine yang dikeluarkan unggas disebut manure. Seekor ayam menghasilkan
sekitar dua puluh kilogram manure setahun.

Universitas Sumatera Utara

Wet litter atau disebut juga dengan feses basah biasa terjadi pada plasma
peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu litter
basah yang terjadi akibat litter bercampur dengan feses, air minum yang tumpah
(Yuwanta, 2000).
Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, cair dari hewan
ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah
(Soepardi, 1983). Pupuk kandang yang berasal dari feses ayam, kandungan N, P
dan Ca relatif


lebih tinggi dari hewan lainnya, mudah terpecah-pecah atau

terbagi-bagi dan pelapukan organik sangat bermanfaat dalam memperbaiki
kemampuan dalam menahan air ( Nasution, 1985).
Lubis (1986), menyatakan bahwa manfaat kotoran ayam telah diteliti dan
ternyata memberikan efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman
bahkan lebih besar dari pada kotoran ternak besar. Dari segi hara tiap ton kotoran
unggas terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan 12,8 kg K sedangkan hewan ternak
besar dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N, 2,8 kg P dan 13,7
kg K. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemakaian kotoran unggas jauh
lebih baik daripada hewan ternak jika diberikan dalam jumlah besar.
Pengomposan
Pengkomposan merupakan suatu teknik pengolahan limbah padat yang
mengandung bahan organik biodegradable (dapat diuraikan mikroorganisme).
Selain menjadi pupuk organik maka kompos juga dapat memperbaiki struktur
tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air dan menahan air serta
zat-zat hara lain. Pengkomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama,
yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan. Pengkomposan dapat berlangsung


Universitas Sumatera Utara

dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikro organism (Syarif,
1986). MOD-71 merupakan salah satu aktivator yang dapat membantu
mempercepat proses pengkomposan dan bermanfaat meningkatkan unsur hara
kompos.
Pemupukan
Pupuk adalah semua bahan yang mengandung unsur-unsur yang berfungsi
sebagai hara tanaman serta tidak mengandung unsur-unsur toksik yang dapat
memperburuk keadaan tanaman. Pengaruh kesuburan tanah berkaitan erat dengan
pemberian pupuk pada tanah tersebut, baik pupuk organik maupun pupuk
anorganik ( Leiwekabessy dan Sutandi , 1988).
Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan
kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk
menggantikan

unsur

yang


habis

terhisap

tanaman.

Memupuk

berarti

menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah
(pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau
buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk
menambah

unsur

hara


esensial

tertentu

bagi

pertumbuhan

tanaman

(Pitojo, 1995).
Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk
memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun
dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Terdapat dua
kelompok pupuk anorganik berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu
pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal terdapat

Universitas Sumatera Utara

tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang

berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K)
(Lingga dan Marsono 2002).
Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis
unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali
penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga
pupuk ini lebih mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium fospat
(DAP) yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor, pupuk NP artinya pupuk
yang mengandung dua unsur utama nitrogen dan fospat, amafos, supertikfos (SS),
leunafos pupuk ini dikenal dengan diamonium fospat sulfat, pupuk NK adalah
gabungan anatara pupuk nitrogen dan kalium, pupuk PK merupakan gabungan
pupuk fospat dan kalium, dan pupuk NPK (Novizan. 1999).
Variasi analisis pupuk mejemuk sangat banyak. Meskipun demikian,
perbedaan variasinya bisa jadi sangat kecil, misalnya antara NPK 15.15.15 dan
NPK 16.16.16. Variasi analisis pupuk, seperti 15.15.15, 16.16.16, dan 20.20.20
menunjukkan ketersediaan unsur hara yang seimbang. Fungsi pupuk majemuk
dengan variasi analisis seperti ini antara lain untuk mempercepat perkembangan
bibit sebagai pupuk pada awal penanaman dan sebagai pupuk susulan saat
tanaman memasuki fase generatif, seperti saat mulai berbunga.
Menurut Jones et al. (1987), pemupukan di pastura biasanya akan mengakibatkan
tiga perubahan penting yaitu: (1) perubahan produksi hijauan, (2) perubahan

komposisi botani, dan (3) perubahan kandungan nutrisi hijauan. Humphreys
(1980), menyatakan bahwa pemupukan yang lebih besar pada pastura yang baru
dikelola mempunyai empat keuntungan yaitu: (1) memperbaiki pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

leguminosa yang akan memberikan sumbangan nitrogen lebih banyak, (2)
menekan pertumbuhan gulma, (3) mempercepat dilakukan penggembalaan, dan
(4) menghemat biaya pemupukan per unit.
Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum
Brachiaria humidicola
Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan,
kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama
Koronivia grass. Rumput ini merupakan rumput berumur panjang yang
berkembang secara vegetatif dengan stolon. Stolon tumbuh pada jarak 1-2 m dan
cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan.
Rumput ini memiliki tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet
3,5-4 mm (Skerman dan Rivers, 1990).
Tanaman rumput tahunan yang mempunyai banyak stolon dan rizoma
serta membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang
gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma.
Rumput dapat digunakan sebagai hay dan untuk menekan nematoda pada sistem
tanaman pangan dimana dapat tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah
sangat asam tidak subur (pH 3,5), tanah liat berat merekah, sampai tanah pasir
berbatu dengan pH tinggi. Kebutuhan Ca rendah, tahan terhadap penggembalan
berat. Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman
dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah
ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat
berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak
disukai ternak (Hardjowigono,1995).

Universitas Sumatera Utara

Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan
dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini mempunyai
ketahanan yang tinggi terhadap invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan
penanaman dengan campuran leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria
humidicola cepat sekali menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan
leguminosa. Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam
di bawah pohon kelapa untuk mendukung produktivitas peternakan rakyat.
Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991).
Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan
persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar
(SK) 37,4%; abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%, sedangkan yang sudah
berbunga atau dewasa mengandung protein kasar 7,6%; serat kasar 35,5%; abu
14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Gohl, 1975 Dalam Skerman dan Rivers, 1990).
Rumput Signal (Brachiaria Decumbens)
Rumput Signal (Brachiaria decumbens) tumbuh baik pada daerah sub
humid tropis dan dapat tumbuh pada musim kering kurang dari 6 bulan. Tumbuh
baik pada jenis tanah apapun termasuk tanah berpasir atau tanah asam, seperti
dilaporkan oleh Mannetje dan Jones (1992) yang melaporkan bahwa Brachiaria
decumbens sangat toleran terhadap tanah-tanah yang asam dan respon terhadap
pemupukan yang mengandung unsur N, P, K, walaupun tidak tahan terhadap
tanah berdrainase rendah.
Cook et al (2009) menyatakan bahwa rumput Brachiaria decumbens
mempunyai produksi bahan kering tinggi dengan pemupukan berat, dengan
produksi sekitar 10 ton/ha/tahun dan sampai 30 ton/ha di bawah kondisi ideal.

Universitas Sumatera Utara

Produksi

Brachiaria,

selain

dipengaruhi

oleh

pemupukan,

juga

dipengaruhi oleh tinggi pemotongan. Semakin tinggi tingkat pemotongan
produksi yang dihasilkan semakin tinggi (Siregar dan Djajanegara, 1972).
Tabel 2. Kandungan nutrisi Brachiaria decumbens
Spesies

PK%

N%

Ca%

P%

Mg%

K%

Na%

KCB%

Brachiaria
Decumbens

10,6

1,69

0,30

0,15

0,19

1,35

0,02

59,8

Sumber : Ciat (1983)
Brachiaria Ruziziensis
Tanaman berumpun tahunan yang merambat dengan rizoma yang pendek,
batang berongga tumbuh dari pucuk buku-buku dan daun panjang sampai 25 cm
dan lebar 15 mm serta memiliki bunga terdiri dari 3-9 tandan yang relatif panjang
(4-10 cm). Rumput ruzi adalah rumput daerah dataran rendah sampai ketinggian
2000 dpl pada daerah tropis yang basah, dengan rata-rata curah hujan minimum
1200 mm (Hare, M.D. and Chaisang Phaikew,1997). Dapat bertahan musim
kering selama 4 bulan tetapi akan mati pada kekeringan yang panjang serta tidak
tahan terhadap genangan dan tumbuh subur pada tanah berpengairan baik.
Rumput ruzi tahan naungan sedang, bisa ditanam di bawah perkebunan
kelapa, juga dapat bertahan pada penggembalaan berat dan memerlukan tingkat
pemupukan tinggi untuk bertahan pada frekuensi pemotongan tinggi. Produksi
lebih sedikit dibanding B. decumbens di Australia dan Amerika Selatan meskipun
panen dapat menghasilkan lebih dari 20 ton/ha/tahun dengan pemberian nitrogen
yang tinggi (Miles, J.W., Maass, B.L. and do Valle, C.B. (eds), 1996).
Tabel 3. Kandungan nutrisi Brachiaria ruziziensis
Spesies

PK%

N%

Ca%

P%

Mg%

K%

Na%

KCB%

Universitas Sumatera Utara

Brachiaria
Ruziziensis

11,6

1,86

0,31

0,16

0,20

1,80

0,02

60,7

Sumber : Ciat (1983)
Arachis glabarata
Arachis glabarata merupakan tanaman perennial dengan rhizome yang
bercabang dan tanaman ini tumbuh tegak di atas tanah. Mempunyai dua pasang
daun yang berbentuk ellips, panjangnya 6–20 mm dan lebarnya 5–14 mm. Bunga
berbentuk bukat dengan diameter 10–12 mm, berwarna kuning sampai dengan
orange dan panjang kelopak bunganya 6–7 mm. Polongnya kecil dengan panjang
10 mm dan tebal 5–6 mm. Mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan
dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak
lambat (Bogdan 1977).
Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi
tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan
CPI29986 daya tahan naungan rendah dan biasanya dapat tumbuh pada naungan
sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan
beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat,
lebih menyukai tanah masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau
sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropis
(Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang
baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.
Arachis glabrata merupakan jenis leguminosa yang mempunyai prospek
untuk dikembangkan karena menunjukkan adaptasi yang cukup baik pada
berbagai tipe tanah dan tahan terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan,

Universitas Sumatera Utara

serta produksi berat kering 13,0 ton/ha/th dengan kandungan protein rata-rata
15,9% (Yuhaeni, 1989). Arachis sangat bermanfaat untuk campuran hay atau
untuk padang pengembalaan. Di daerah iklim kering seperti Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat, Arachis termasuk tanaman yang tumbuh baik pada musim hujan
maupun kemarau sehingga jenis tanaman ini diharapkan untuk peningkatan
pastura alam (Nulik et al., 1986). Valentine et al., (1986) melaporkan bahwa
penanaman campuran Arachis glabrata dengan Paspalum notatum dapat
meningkatkan 100 sampai 300% produksi berat kering rumput Paspalum
dibandingkan dengan penanaman rumput secara tunggal.
Chamaecrista Rotundifolia
Jenis-jenis tumbuhan

penutup tanah

yang banyak digunakan adalah

kelompok Legume Cover Crop karena secara alami memiliki bintil-bintil pada
akarnya yang memiliki fungsi sebagai penangkap nitrogen dari udara dan
mensuplai kebutuhan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman, meliputi jenis-jenis:
Bermuda (Cynodon dactilon) , WF millet (Panicum miliaceum), Burgundy
(Macroptilium

bracteatum),

Wynn

cassia

(Chamaecrista rotundifolia),

Centrosema (Centrosema SP), Orok-Orok (C/ota/aria SP) (Bahar, 1992).
Chamaecrista rotundifolia merupakan tanaman tahunan berumur pendek,
tanaman semusim yang beregenerasi sendiri tinggi sekitar 1 m. Helai daun
setengah lingkaran sampai bulat lebar dengan panjang 12-38 mm, lebar 5-25 mm.
Bunga 1-2 (-3) axillary, kecil kuning. Buah polong linear, panjang 20-45 mm.
Spesies pasangan rumput yang cocok ditanam dengan Chamaecrista
rotundifolia antara lain Bothriochloa pertusa, Chloris gayana , Digitaria eriantha
, Urochloa mosambicensis dan beberapa rumput lainnya. Spesies legume yang

Universitas Sumatera Utara

cocok ditanam adalah Stylosanthes guianensis varitas intermedia, Lotononis
bainesii , Aeschynomene falcata (Jones, 1992).
Palatabilitas ternak terhadap Chamaecrista rotundifolia yaitu biasanya
kurang disukai oleh ternak pada musim tumbuh dibawah curah hujan yang lebih
tinggi, tetapi menjadi lebih diterima ketika rumput yang tumbuh bersama menjadi
lebih tua di akhir musim. Dapat mencapai sekitar 20% dari ransum pada akhir
musim gugur. Keunggulan dari legume chamaecrista rotundifolia antara lain
penanaman dan penyebaran cukup cepat, kebutuhan pupuk rendah, dapat
beradaptasi pada tanah asam dan produksi biji tinggi (Tarawali, 1995).
Stylosantes Guianensis
Stylosanthes guianensis lebih dikenal dengan nama stylo, digunakan sebagai
tanaman penutup tanah, sebagai pupuk hijau, dan sebagai tanaman pengganti pada
penanaman berpindah tapi Stylo lebih dikenal sebagai tanaman pastura.
Konsentrasi nitrogennya 15–30%. Legum berumur panjang, membentuk rumpun,
batang berbulu, tinggi mencapai 1.5 m dan bertekstur kasar. Stylo merupakan jenis
legum yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia.
Toleransinya terhadap jenis tanah sangat luas bahkan tanah-tanah yang miskin
unsur hara, dapat hidup pada tanah yang tergenang, dari berpasir sampai dengan
tanah liat, toleransi pada tanah yang memiliki kandungan Al dan Mn yang tinggi
tetapi tidak pada salinitas tanah yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992).
Stylosanthes guianensis dapat tumbuh pada pH tanah di kisaran 4,0-8,3
Stylo toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada
salinitas yang tinggi. Stylo dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P
yang rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu

Universitas Sumatera Utara

pada taraf yang rendah (FAO, 2009). Stylosanthes guianensis merupakan tanaman
legum perenial, daunnya trifoliat dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm,
bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi
dari kuning sampai agak kehitaman). stylo dapat digunakan untuk tanaman pakan
pada lahan pastura (penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah
(mencegah erosi), pupuk hijau, dan diolah menjadi hay atau pellet.
Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa
Pertanaman campuran merupakan sistem penanaman dua atau lebih jenis
tanaman dalam sebidang lahan pada musim tanam yang sama. Dengan demikian
penanaman secara campuran dimungkinkan terjadi persaingan atau saling
mempengaruhi antara komponen pertanaman yang berlangsung selama periode
pertumbuhan tanaman dan mampu mempengaruhi hasil kedua atau lebih tanaman
tersebut (Gardner et al., 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa pada pertanaman
campuran

leguminosa

memberi

sumbangan

N

pada

rumput

selama

pertumbuhannya. Beberapa syarat perlu diperhatikan sebagai tanaman campuran,
yaitu dapat menimbun N, tanaman tahunan yang berumur pendek, spesies-spesies
yang permanen, tanaman yang tumbuh rapat, rendah dan lambat berbunga.
Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar
biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau
seperti

yang

dinyatakan oleh Kismono (1979) dengan menyisipkan jenis

leguminosa unggul yang disesuaikan dengan daerah setempat, atau dengan cara
lain yaitu pertanaman campuran dengan pola lajur yang mempunyai potensi untuk
memanipulasi imbangan rumput-leguminosa dalam hijauan dan memberikan cara
untuk pasokan pupuk nitrogen optimal terhadap rumput, tanpa melepaskan

Universitas Sumatera Utara

sumbangan fiksasi nitrogen dari leguminosa. Chrowder dan Chheda (1982) juga
mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi
penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput.
Menurut Sanchez (1993) bahwa peranan legum pada pertanaman
campuran legum-rumput adalah untuk memberikan tambahan nitrogen kepada
rumput dan memperbaiki kandungan hara secara menyeluruh pada padang
pengembalaan, terutama protein, fosfor, dan kalsium. Kecocokan antara spesies
rumput dan legum dikaitkan dengan tumbuh dan menyesuaikan diri yang serupa
antara kedua spesies itu terhadap pola iklim, kelengasan tanah, dan kesuburan
tanah yang khas. Spesies rumput yang tumbuh dan menutup tanah dengan lapisan
yang tebal dan pertumbuhannya diatur dengan pengelolaan misalnya Brachiaria
decumbens cocok hidup bersama dengan legum yang rendah atau menjalar.
Penanaman campuran antara leguminosa dengan rumput memberikan
produksi bahan kering dan kualitas rumput yang lebih baik dibanding penanaman
rumput secara tunggal (murni) (Bahar et al., 1992). Bila dibandingkan dengan
pertanaman tunggal maka pada pertanaman campuran dapat meningkatkan
kandungan protein sebagaimana diperlihatkan pada tanaman campuran antara
rumput

P.Maximum

dengan

Neonaotonia

wightii

dan

Macroptilium

atropurpureum Smitt (1977). Lebih lanjut Manidool (1974) menyatakan bahwa
spesies rumput yang kandungan proteinnya rendah dapat diupayakan agar lebih
tinggi melalui pertanaman campuran dengan legum.
Kapasitas Tampung Ternak
Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk
menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang

Universitas Sumatera Utara

digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan
untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994). Kapasitas tampung
juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung
ternak (Susetyo, 1980) atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas
padang (Subagio dan Kusmartono, 1988). Dengan demikian kapasitas tampung
tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor
klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak/satwa yang digembalakan atau terdapat
di suatu padangan. Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan
tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman
berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan.
Taksiran daya tampung menurut Halls et al., (1964) didasarkan pada
jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan
dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan
penggembalaan

terhadap

produksi

ternak.

Pengertian

tentang

tekanan

penggembalaan

optimum

penting

artinya

dalam

pengelolaan

padang

penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai
dengan daya tampung padang rumput bersangkutan.
Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa,
kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat
digembalakan di luasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan
tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya.
Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor
seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak
yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000),
kapasitas

tampung

(Carrying

Capacity)

adalah

kemampuan

padang

penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan
oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau
kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar.
Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung
adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan
makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan
dalam satuan ternak (ST) per hektar.
Kapasitas tampung identik dengan tekanan penggembalaan (stocking rate)
yaitu jumlah ternak atau unit ternak per satuan luas padang penggembalaan.
Tekanan penggembalaan optimum merupakan pencerminan dari kapasitas
tampung yang sebenarnya dari padang penggembalaan, karena baik pertumbuhan
ternak maupun hijauan dalam keadaan optimum atau merupakan pencerminan
keseimbangan antara padang rumput dengan jumlah unit ternak yang
digembalakan (Susetyo, 1980).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Universitas Sumatera Utara