Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa reformasi telah memberikan kewajiban kepada Pemerintah daerah (daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota) untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan atau Otonomi daerah (UUD 1945 Pasal 18). Otonomi daerah berimplikasi luas terhadap tata pemerintahan didaerah. Penerapan otonomi daerah telah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahan berdasarkan kemampuan lokal yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan kepada publik dapat dilakukan secara optimal. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah mulai berlangsung.

Secara umum konsep desentralisasi terdiri atas desentralisasi politik, desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal dan desentralisasi ekonomi (Kunarjo, 2003). Dalam rangka mendorong demokratisasi dan pembangunan daerah, implementasi desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari keempat bentuk desentralisasi tersebut dan tidak dapat membatasi pada satu bentuk desentralisasi.

Penerapan otonomi daerah tidak saja berkonsekuensi terhadap penyerahan sebagian kewenangan (desentralization of authority) yang selama ini berada di tangan pemerintahan pusat kepada pemerintahan di daerah dan juga tidak hanya berkonsekuensi pelimpahan tugas-tugas administratif yang sebelumnya ditangan oleh pemerintah pusat. Namun juga membawa implikasi terhadap tata hubungan


(2)

hirarki kelembagaan antar pemerintahan : pusat dan daerah. Lebih dari perubahan tatahubungan, yang sangat krusial adalah pola pelimpahan kewenangan dalam pengelolaan keuangan: alokasi, distribusi, pengganggaran, evaluasi dan penggalian pendapatan asli daerah.

Variabel keuangan merupakan faktor yang sangat penting dan menjadi determinasi terhadap berhasil tidaknya implementasi otonomi. Desentralisasi kewenangan pengelolaan pemerintahan berarti beban pembiayaan harus ditanggung sepenuhnya oleh pemerintahan daerah. Pemerintah pusat tidak lagi mencampuri urusan pembiayaan (tidak sebatas pembiayaan rutin tapi juga pembiayaan pembangunan).

Sejak di berlakukannya Undang-undang Pemerintahan Daerah, maka sejak itu juga telah di limpahkannya secara luas, nyata dan bertanggung jawab kewenangan kepada daerah. Hal ini merupakan perwujudan komitmen pemerintahan pusat agar lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Dengan adanya kebijakan tentang Otonomi Daerah, maka daerah akan mampu mengalami proses pemberdayaan dan mampu membangun daerahnya secara mandiri. Kemampuan, prakarsa dan kreatifitas daerah akan terpacu sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai permasalahan daerah akan semakin kuat.

Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal), merupakan perbedaan penting antara


(3)

konsep desentralisasi dan sentralisasi. Konsep desentralisasi merupakan suatu keadaan dimana setiap daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan sendiri sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Asas desentralisasi tersebut membuat terbentuknya sebuah daerah otonom. Oleh karena itu setiap daerah memiliki kewenangan sendiri dalam mengatur daerahnya yang bisa dikatakan pemberian wewenang otonomi daerah.

Namun, Kehadiran Undang-undang otonomi daerah ini juga menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dari daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnyamenanggapinya dengan rasa khawatir dan was – was. Kekhawatiran beberapa daerah tersebut dapat dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebihmandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerahsesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat di daerah (Nasrun Mappa,2010).

Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan tersebut diperlukan biaya yang wajib ditanggung oleh Pemerintah Daerah, antara lain biaya pembangunan, pengelolaan, dan perawatan sarana dan prasarana yang merupakan keharusan Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Kebutuhan pengeluaran menjadi tanggung jawab daerah tersebut dibiayai sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang sah (pasal 2 ayat 5 UU 33/2004tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah).


(4)

Dalam rangka terwujudnya ekonomi yang nyata dan bertanggung jawab, maka Pemerintah daerah harus sekuat tenaga berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). Karena pada kenyataannya, PAD ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total APBD-nya. Hampir seluruh pemerintahan Kabupaten/Kota se Indonesia masih sangat tergantung kepada kucuran dana dari Pemerintah Pusat. Hal ini berarti otonomi daerah belum terwujud secara nyata dan bertanggung jawab (Harun, 2004).

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah (APBD Nasional 2007-2012)

Jenis pendapatan

Tahun Anggaran (dalam miliyar rupiah)

Rata-rata % 2007 2008 2009 2010 2011 2012

PAD 35,546 64,746 67,457 71,852 87,674 112,720 73,332 18 DAPER 208,674 276,101 281,285 292,281 302,264 380,601 290,201 72 Lain-lain

pendapatan

23,649 24,028 44,374 38,908 52,297 58,262 40,253 10

Total 267,869 364,875 393,089 403,041 442,235 551,583 403,786 100 Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)

Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk tahun 2007-2012, rata-rata jumlah

PAD hanya sekitar 18% dan Lain-lain pendapatan hanya 10% dari total pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper) mencapai 72%. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa adanya peningkatan PAD dari tahun ke tahun, meskipun masih belum begitu signifikan.Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk lebih agresif lagi dalam upaya meningkatkan PAD-nya.

Pada dasarnya pemerintah daerah di Indonesia, memperoleh 5 sumber pendapatan atau keuangan yang dimungkinkan oleh perundang-undangan yaitu :


(5)

1. Sumber pendapatan asli daerah, yang diperoleh dari berbagai sumber perpajakan daerah dan juga pemungutan dari retribusi

2. Penerimaan dari opsen pajak atau bagi hasil pajak

3. Sumber penerimaan daerah yang berupa subsidi dari pemerintah pusat 4. Sumber penerimaan dari perusahaan daerah

5. Sumber penerimaan dari pinjaman daerah

Sehubungan dengan pendapatan asli daerah diatas menurut Josef Riwu Kaho (1998:128) bahwa pendapatan asli daerah dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :

1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Perusahaan daerah 4. Dinas Daerah

5. Pendapatan Daerah lainnya

Memberdayakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bisa menjadi alternatif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD-nya (Haposan Bancin, 2012). Badan usaha milik daerah (BUMD) atau bisa juga dikenal sebagai perusahaan daerah merupakan perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Secara etimologi hasil laba perusahaan daerah tidak ada disebut-sebut baik dalam UU No.32 Tahun 2004 maupun UU No.33 Tahun 2004, namun dalam kedua undang-undang tersebut, disebut-sebut salah satu sumber PAD itu adalah berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut penjelasan pasal 157 huruf a angka (3) UU No.32/2004 bahwa yang


(6)

dimaksud dengan “hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hasil kerjasama dengan pihak ketiga”. Jadi dengan demikian sumber pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan itu salah satunya adalah berasal dari laba Perusahaan Daerah (BUMD). (Nasution, 2009:171)

Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Perusahaan daerah tersebut didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda), dimana modalnya baik seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Salah satu BUMD yang sukses dan berhasil meningkatkan PADnya adalah Bank SUMUT terbukti dengan diterimanya Penghargaan khusus yakni telah berhasil meraih penghargaan BUMD Terbaik Indonesia, selama 3 kali berturut-turut, yakni BUMD & CEO BUMD Award 2008, 2010 dan 2012 (Medan Bisnis Online, 4 Februari 2013).Namun disisi lain, masih banyak BUMD yang gagal bertahan bahkan merugi dan bangkrut. Hal ini bertolak belakang dengan anggapan bahwa BUMD merupakan salah satu cara untuk meningkatkan PAD menjadi salah satu sumber keuangan daerah.

Kabupaten Nias yang juga merupakan daerah otonom memberdayakan BUMD-nya sebagai sumber dari pendapatan daerahnya (PAD).Salah satu BUMD yang dimilikinya adalah pasar Ya’ahowu.Bangunan Pasar Ya’ahowuadalah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Nias sehingga


(7)

perlu dikelola secara sosial dan professional.Agar pengelolaan Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli tersebut dapat dikelola secara sosial dan profesional, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli sebagai payung hukum pengelolaan perusahaan dimaksud. Hal ini tercantum pada Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang pendirian perusahaan daerah pasar Yaahowu. Adanya pasar yaahowu yang merupakan perusahaan daerah diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah Kabupaten Nias.

Tabel 2 . APBD Kabupaten Nias tahun anggaran 2009-2013

Jenis pendapatan

Tahun Anggaran (dalam miliyar rupiah)

Rata-rata % 2009 2010 2011 2012 2013

PAD 20.178 7.850 10.092 24.008 30.533 18.532 4,78

DAPER 501.227 213.578 315.030 346.873 394.298 354.201 91,26

Lain-lain pendapatan

39.396 22.084 6.369 4.500 4.500 15.369 3,96

Total 560.801 243.513 331.491 375.382 429.330 388.103 100 Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)

Tabel 3. Persentase PAD terhadap APBD (2009-2013)

Tahun Anggaran

2009 2010 2011 2012 2013

PAD 20.178 7.850 10.092 24.008 30.533

APBD 560.801 243.513 331.491 375.382 429.330

Persentase (%)

3,59 3,22 3,04 6,39 7,11

Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)


(8)

Berdasarkan tabel 2 dapat kita lihat bahwa pendapatan daerah Kabupaten Nias masih didominasi oleh Dana Perimbangan yakni sekitar 91,26% dan sisanya diisi oleh PAD dan Lain-lain pendapatan yang sah. Jadi masih bisa dikatakan Kabupaten Nias harus lebih berupaya untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki agar bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar lagi. Sehingga Kabupaten Nias tidak tergantung sepenuhnya kepada bantuan dari pemerintah pusat. Sedangkan pada tabel 3 sangat jelas terlihat bahwa PAD Kabupaten Nias masih belum mencapai 10% dari total pendapatan yang diterima oleh daerahnya (APBD). Namun dalam tabel 3 juga terlihat bahwa ada peningkatan dari tahun ketahun jumlah PADnya. Mungkin itu merupakan tanda bahwa pemerintah Kabupaten Nias memang masih peduli dan mau berupaya untuk meningkatkan PADnya, tapi masih belum optimal.

Oleh karena itu patut dipertanyakan apakah dengan adanya Pasar Yaahowu pendapatan daerah Kabupaten Nias dapat meningkat atau tidak? Pertanyaan ini semakin meningkat tatkala penulis melihat bahwa Pasar Yaahowu ini masih belum beroperasi semua, dan pengunjungnya masih terlihat sedikit yang datang untuk berbelanja. Pemerintah daerah juga perlu berkaca pada daerah lain yang memiliki BUMD namun gagal untuk memberikan sumbangan terhadap pendapatan daerah, justru malah membuat rugi daerah. Menurut Wihana Kirana Jaya (2004) dalam Shohibul, fakta peran BUMD sebagai penyumbang bagi PAD itu sangat rendah, misalnya di NAD tercatat hanya 1,50%, sedangkan di SUMUT lebih kecil lagi yakni 0,73%. Angka tertinggi didapatkan di SUMBAR yakni 9,63% dan NTB sebesar 9,02% sumbangannya terhadap PAD.


(9)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah:“Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah?”

1.3 Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas didalam melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat proses implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias nomor 2 tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.


(10)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara ilmiah, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan informasi serta bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias tentang perusahaan daerah pasar yaahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah

1.6 Kerangka Teori

Teori adalah rangkain asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian (Singarimbun, 1995: 37).


(11)

1.6.1 Kebijakan Publik

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris "Public

Policy". Kata "policy" ada yang menerjemahkan menjadi "kebijakan" (Samodra

Wibawa, 1994) dan ada juga yang menerjemahkan menjadi "kebijaksanaan" (Islamy, 2000). Meskipun belum ada "kesepakatan", apakah policy diterjemahkan menjadi "kebijakan" ataukah "kebijaksanaan", akan tetapi tampaknya kecenderungan yang akan datang untuk policy digunakan istilah kebijakan maka dalam hal ini penulis menerjemahkan public policy menjadi "kebijakan publik".

Pada dasarnya terdapat bayak batasan dan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy). Masing-masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan itu timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.

Menurut Chandler dan Plano (Tangkisilan, 2003) kebijakan publik pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini


(12)

pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

Menurut James E. Anderson (Tangkisilan, 2003 : 2) kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses manajemen, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan dimasyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif ( tindakan pemerintah


(13)

mengenai segal sesuatu masalah ) atau negatif ( keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut bahwa dapat diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi dimasyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan (Nugroho, 2012:123).

1.6.1.2 Mekanisme Kebijakan Publik

Gambar 1.1 Pemahaman dasar proses kebijakan public (Nugroho, 2012) Gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi berikut:

Perumusan Kebijakan

Implementasi Kebijakan Isu kebijakan

Evaluasi Kebijakan


(14)

1. Isu kebijakan. Disebut isu apabila strategis, yakni bersifat mendasar, yang menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, (biasanya) berjangka panjang, tidak bias diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan. Isu kebijakan terdiri atas dua jenis, yaitu problem dan goal. Artinya, kebijakan publik dapat berorientasi pada permasalahan yang muncul pada kehidupan publik, dan dapat pula berorientasi pada goal atau tujuan yang hendak dicapai pada publik. Pada saat itu, sebagian besar kebijakan publik mengacu pada permasalahan daripada antisipasi ke depan, dalam bentuk goal oriented policy, sehingga dalam banyak hal kita melihat kebijakan publik yang berjalan tertatih-tatih di belakang masalah publik yang terus bermunculan dan akhirnya semakin tak tertangani.

2. Isu kebijakan ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya termasuk pimpinan negara.

3. Setelah dirumuskan, kebijakan publik ini kemudian dilaksanakan baik oleh pemerintah atau masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.

4. Namun, dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca-pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru untuk dinilai apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula.


(15)

5. Implementasi kebijakan bermuara pada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri ataupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat. 6. Dalam jangka panjang, kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam

bentuk impak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.

1.6.2 Implementasi Kebijakan

1.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2004:64) yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah perintah atau keputusan keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan/ mengatur proses implementasinya.

Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil keputusan dan akhirnya perbaikan perbaikan penting (atau upaya untuk


(16)

melakukan perbaikan perbaikan ) terhadap undang- undang/ peraturan yang bersangkutan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan menurut Tangkilisan (2003:18) adalah :

a) Penafsiran, yaitu : merupakan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan

b) Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.

c) Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain- lainnya.

Meter dan Horn (Wibawa, 1994:15), mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.

Menurut Wibawa, Implementasi kebijakan merupakan pengejahwartakan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam undangundang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang pentingatau keputusan keputusan perundangan. Idealnya keputusan keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara menggambarkan struktur proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk


(17)

menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah (Wibawa, 1994).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses yang dinamis yang melibatkan upaya pembuat kebijakan untuk mempengaruhi perilaku pelaksanaan kebijakan, dimana pelaksana kebijakan melakukan aktifitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Jadi, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan atau kebijakan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk

output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian, tugas implementasi

kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktifitas atau kegiatan dari program pemerintah.

1.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.

Sekalipun banyak dikembangkan model model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa


(18)

model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :

a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi (Subarsono, 2005:99), yakni :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human

resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resource).

Dalam berbagai kasus Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanaan.

3. Hubungan antar Organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.


(19)

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :

a) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan

c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.


(20)

Gambar 1.2 Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Sumber:Subarsono 2005:99

b. Model Edward

George Edward III (Subarsono, 2005:90), menegaskan bahwa ada empat variabel yang mempenagruhi implementasi kebijakan publik :

1) Komunikasi (Communication)

Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasikebijakan, yakni:

a) Transmisi

Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukannya


(21)

keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.

Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga, persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.

b) Konsistensi

Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsure kejelasan,tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah akan memudahkan para pelaksana kebijakna menjalankan tugasnya dengan baik.

c) Kejelasan

Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan-keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.


(22)

2) Sumber Daya (Resources)

Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif,tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial.

3) Disposisi (Dispositions)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka dia akan dapat menjalankan kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.

4) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)

Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasaan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.


(23)

Gambar 1.3 Model Teori George Edward III

Sumber: Subarsono, 2005 : 90 c. Model Implementasi Matland

Richard Matland (Abdiprojo, 2010) mengembangkan sebuah model yang disebut dengan Model Matriks Ambiguitas-Konflik yang menjelaskan bahwa implementasi secara admiministratif adalah implementasi yang dilakukan dalam keseharian operasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini memiliki ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara politik adalah implementasi yang perlu dipaksakan secara politik, karena, walaupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi. Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua, namun tingkat konfilknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai


(24)

ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi. Pemikiran Matland dikembangkan lebih rinci sebagai berikut:

Gambar 1.4 Ambiguitas Matland

Sumber: Nugroho, 2012:703

Pada prinsispnya matrik matland memiliki “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implemenatasi kebijakan, yaitu:

1. Ketepatan Kebijakan

Ketepatan kebijakan ini dinilai dari:

1. Sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Pertanyaannya adalah how excelent is the policy.

2. Apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan.


(25)

3. Apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakan.

2. Ketepatan Pelaksanaan

Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang bisa menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan (privatization atau contracting out).

Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, seperti kartu identitas penduduk, atau mempunyai derajat politik keamanan yang tinggi, seperti pertahanan dan keamanan, sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti penanggulangan kemiskinan, sebaiknya diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan kegiatan masyarakat, seperti bagaimana perusahaan harus dikelola, atau di mana pemerintah tidak efektif menyelenggarakannya sendiri, seperti pembangunan industri-industri berskala menengah dan kecil yang tidak strategis, sebaiknya diserahkan kepada masyarakat

3. Ketepatan Target


(26)

1. Apakah target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain.

2. Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk dintervensi ataukah tidak. Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target ada dalam kondisi mendukung atau menolak.

3. Apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan yang lama dengan hasil yang sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.

4. Ketepatan Lingkungan

Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu:

1. Lingkungan Kebijakan

Yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan dengan lembaga yang terkait. Donald J. Calista menyebutnya sebagai sebagai variabel endogen, yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, implementation setting yang


(27)

berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan.

2. Lingkungan Eksternal Kebijakan

Lingkungan ini oleh Calista disebut sebagai variabel eksogen, yang terdiri dari atas public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive instutions yang berkenaan dengan interprestasi lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan, dan individuals, yakni individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.

Riant Nugroho (2012) mengemukakan bahwa secara umum Model Matland membantu dalam menentukan model implementasi yang efektif. Nugroho cenderung mengembangkan model dari Matland menjadi empat pilah model implementasi sebagai berikut:


(28)

Directed (political approach) Guided

(Pilot project)

Delegated (Management) Self

implemented (administative)

Gambar 1. 5 Model Implementasi Kebijakan Nugroho

Sumber: Nugroho, 2012:705

Kebijakan yang bersifat kritikal bagi kehidupan bersama, atau berkenaan dengan hidup-mati atau eksistensi suatu negara, termasuk dalam hal ini pemerintahan yang sah, dapat dilaksanakan dengan dipaksakan, sehingga masuk dalam kelompok Directed. Kebijakan yang berkenaan dengan pencapaian misi negara-bangsa disarankan untuk dilaksanakan dengan pendekatan delegated (manajemen), dalam arti didelegasikan kepada berbagai aktor kelembagaan yang ada pada negara bersangkutan, mulai dari lembaga negara dan pemerintahan hingga lembaga masyarakat, baik nirlaba maupun pelaba. Kebijakan yang bersifat spesifik atau khusus, atau kebijakan yang mempunyai tingkat resiko yang tinggi jika gagal, disarankan untuk diimplementasikan dengan model Guided dengan

pilot project. Kebijakan yang bersifat administratif dilaksanakan dengan


(29)

kedalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan publik yang bersifat mendasar.

1.6.3 Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan (implementasi) dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti diatas. Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel dalam model pendekatan tersebut.

Berdasarkan model implementasi yang dikemukakan oleh Riant Nugroho yang berdasar pada model implementasi Matland maka peneliti menggunakan model implementasi yang berbentuk delegasi (manajemen). Hal ini disebabkan karena dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, pelaksanaan kebijakannya diserahkan kepada pihak swasta (aktor kelembagaan pelaba). Dimana pelaksana kebijakannya adalah direksi perusahaan dan karyawan PD. Pasar Ya’ahowu.

Oleh karena itu, model yang dipakai dalam penelitian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu adalah dengan melihat variabel:


(30)

a. Kemampuan Direksi

Kemampuan direksi pada dasarnya merupakan bagaimana sikap direksi perusahaan dalam mengelola Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Kemampuan direksi tercermin pada perwujudan tujuan yakni sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah.

b. Keuangan Perusahaan

Keuangan perusahaan merupakan kecukupan modal investasi yang diberikan oleh pemerintah serta berapa hasil dari pengelolaan sumber daya keuangan yang dimiliki oleh perusahaan.

c. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah semua pihak yang berperan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu. Sumber daya manusia menunjuk pada kecukupan secara kualitas maupun kuantitas dari direksi serta staf Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu.

1.6.4 Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Perusahaan Daerah

Indonesia merupakan negara hukum. Segala kebijakan yang menyangkut kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat kebijakan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka dalam pengimplementasiannya juga akan sangat mudah dilakukan pengawasan. Pengawasan dilakukan dengan melihat apakah pengimplementasiannya sudah


(31)

sesuai atau tidak dengan peraturan yang telah disusun. Untuk itu, diperlukan juga suatu peraturan pemerintah disusun dengan hukum yang jelas.

Jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut (Indrarti, 2011) :

a. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat

(1) Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang: (2) Peraturan Pemerintah; (3) Peraturan Presiden; (4) Peraturan Menteri; (5) Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen; (6) Peraturan Direktur Jenderal Non-Departemen; dan (7) Peraturan Badan Hukum Negara.

b. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah

(1) Peraturan Daerah Provinsi; (2) Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi; (3) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (4) Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah jenis peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu.

1.6.4.1Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 13 UUD 1945 disebutkan bahwa adanya pembagian wilayah Indonesia atas daerah otonom dan wilayah yang bersifat adminstratif belaka. Atas dasar ketentuan tersebut didirikanlah Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah


(32)

dalam usaha menggali pendapatan daerah dapat membentuk perusahaan daerah sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 55 Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan dinyatakan secara tegas dalam pasal 79(a) tentang keberadaan Perusahaan Daerah (BUMD).

Pasal 33 UUD 1945 mengenai penguasaan sumber-sumber perekonomian penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dilakukan oleh negara. Implikasi dari ketentuan tersebut bisa dijadikan landasan hukum bagi didirikannya Perusahaan Negara ataupun Perusahaan Daerah.

1.6.4.2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah

Dasar hukum Perusahaan Daerah (BUMD) adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan yang dipisahkan kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 ini merupakan landasan operasional bagi didirikannya Perusahaan Daerah. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 memberikan pengaturan sebagai berikut:

Pasal 2

Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan UU ini yang modalnya untuk seluruhnya


(33)

atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.

Pasal 4

1. Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa undang-undang ini:

2. Perusahaan Daerah termaksud pada ayat (1) adalah badan hukum yang kedudukannya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya Peraturan Daerah tersebut.

3. Peraturan Daerah termaksud pada ayat (1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.

1.6.4.3 Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu

Setiap perusahaan daerah diatur dengan peraturan daerah berdasarkan ketentuan perundangan diatas. Karena pendirian perusahaan daerah menyangkut kepentingan yang luas, maka sesuai dengan ketentuan perundangan, setiap perusahaan daerah yang mengatur pendirian perusahaan daerah baru bisa berlaku setelah mendapatkan pengesahan dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri Dalam Negeri.

Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, berisi tentang ketentuan umum PD Pasar Ya’ahowu, tempat kedudukan dan wilayah kerja, pendirian, tugas pokok dan fungsi, modal, struktur organisasi serta hal-hal yang lain yang berkaitan tentang


(34)

pengaturan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu. Tujuan pendirian perusahaan daerah ini adalah melakukan pengurusan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya di Pasar Ya’ahowu dalam rangka pengembangan perekonomian daerah serta menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

1.6.5 Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah, atau sering pula disebut badan usaha milik daerah (BUMD), didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda), dimana modalnya baik seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah yang bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: Perusahaan Air Minum Daerah ( PDAM ),Perusahaan Daerah Pasar ( PD Pasar ), Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan lain-lain. Perusahaan daerah dipimpin oleh suatu direksi. Sementara itu anggota direksi diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah setelah mendengar pertimbangan DPRD untuk waku maksimal empat tahun.

Berdasarkan kategori sasarannya BUMD dapat dibedakan dua golongan, yaitu perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum dan perusahaan daerah untuk tujuan peningkatan penerimaan daerah dalam Pendapatan Asli Daerahnya. BUMD dapat bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu jasa keuangan dan perbankan (Bank Pembangunan Daerah atau Bank Nagari dan Bank


(35)

Pasar), jasa air bersih (PDAM) dan berbagai jasa dan usaha produktif lainnya pada industri, perdagangan dan perhotelan, pertanian-perkebunan, perparkiran, percetakan, dan lain-lain.

1.6.4.1 Manajemen Perusahaan Daerah

Manajemen yang baik merupakan hal sangat perlu dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan daerah. Mencapai tujuan-tujuan tersebut maka perlu adanya langkah-langkah yang patut diperhatikan oleh manajemen Perusahaan Daerah yaitu (Siswadi, 2012):

1. Potensi

Manajemen BUMD harus mampu mengenal potensi yang ingin dikembangkan oleh perusahaan daerah yang bersangkutan. Pengenalan potensi tersebut mencakup identifikasi inter dan juga ekstern.

Identifikasi internal mencakup pengenalan atas potensi yang ada didalam perusahaan daerah itu sendiri seperti aspek keuangan, sumber daya manusia, kemampuan manajemen, sarana dan prasarana yang dimiliki, dan unsur-unsur lainnya yang ada diperusahaan daerah tersebut. Sedangkan faktor ekstern mencakup analisis pasar, persaingan, kemungkinan kemitraan, misi yang ditugaskan oleh pemerintah.

Poin-poin pada identifikasi potensi internal merupakan hal yang akan diteliti oleh peneliti nantinya. Yakni berupa kemampuan manajemen, aspek keuangan dan sumber daya manusia. Dimana menurut peneliti, ketiga hal tersebut


(36)

dapat berpotensi untuk meningkatkan kemampuan sebuah perusahaan daerah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Sasaran

Perusahaan derah harus menetapkan sasaran untuk mencapai tujuannya. Sasaran perusahaan Daerah adalah:

a) Terhimpunnya dana untuk pembangunan daerah (kas daerah) b) Pengembangan Perusahaan Daerah tersebut

3. Adanya Rencana yang Mengarah pada Sasaran

Perusahaan daerah harus mempunyai perencanaan-perencanaan yang terarah untuk mencapai sasaran-sasaran kerja dan organisasi yang telah dibuat dan ditentukan tersebut.

1.6.6 Pendapatan Asli Daerah

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan biaya-biaya bagi seluruh kegiatannya. Dalam hal ini pemerintah sebagai hak penguasa dan juga publik sevis telsh berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat biaya-biaya tersebut dari semua sektor. Untuk menentukan biaya-biaya, macam dan nilainya itu adalah semata-mata menjadi kekuasaan Negara, yaitu pemerintah kita. pengelolaan peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu semakin diintensifkan, agar tercapai keseimbangan antara pelaksana tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan serta dapat mendukung terciptanya aparat yang bersih dan bertanggung jawab.


(37)

Menurut Marhayudi (2002:285) menyatakan bahwa : ”untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah diperlukan penyediaan sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai”

Manajemen Pendapatan Daerah harus dikelola secara cermat, tepat dan hati-hati. Pemerintah daerah hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi pendapatan daerah telah terkumpul dan dicatat ke dalam sistem akuntansi pemerintah daerah melalui sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen pendapatan daerah yang telah ditetapkan ( Mardiasmo, 2002:144)

Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan terhadap pendapatan masyarakat, untuk itu perlu adanya kiat-kiat bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan potensi masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, untuk selanjutnya dapat memberikan masukan terhadap daerah.

Berdasarkan pandangan tersebut, menurut penulis bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan keseluruhan modal dan aset yang dimiliki oleh setiap daerah yang dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan pemerintah baik dalam kegiatan


(38)

pemerintahan maupun pembangunan yang kesemuanya itu berguna untuk kepentingan masyarakat.

Pemerintah daerah dapat berjalan dikarenakan adanya dukungan berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakkan roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Otonomi daerah membawa konsekuensi bagi daerah, bahwa daerah harus mampu menggali dan mengembangkan potensi ekonomi secara optimal sebagai prioritas utama. Masalah kemampuan keuangan daerah merupakan masalah utama bagi banyak daerah-daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, karena luasnya kewenangan yang diemban oleh pemerintah daerah. Dan perwujudannya sangat tergantung kepada Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang diuraikan sebelumnya tentang sumber-sumber keuangan daerah.

Untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan sebaik-baiknya, ada beberapa faktor/syarat yang perlu mendapat perhatian. Iglesias (1976) dalam

1. Sumber daya. Termasuk manusia (seperti program personil) dan juga bukan manusia (misalnya pendanaan, peralatan dan perlengkapan fisik, serta material lainnya)

tesis Ahmad Raja Nasution menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah:

2. Struktur. Mengetahui secara pasti peran dan hubungan organisasi secara seimbang dalam program relevan dan juga resep formal atau informal melalui kesepakatan yang dibuat.


(39)

3. Teknologi. Pada umumnya menunjukkan pentingnya pengetahuan dan perilaku untuk menjalankan organisasi secara lebih khusus untuk kewajiban pengetahuan dan pela tihan-pelatihan untuk pentingnya program tersebut.

4. Dukungan. Menunjukkan keseluruhan jarak pasti atau peran dan perilaku potensial dari individu atau kelompok-kelompok yang cenderung mempromosikan pencapaian tujuan organisasi secara pasti. 5. Kepemimpinan. Merupakan faktor yang dominan dalam pengertian

kemampuan untuk merubah dan memodifikasi kritikan.

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama dengan lainnya (Singarimbun, 1995: 33).

Untuk dapat menentukan bahasan yang lebih jelas agar penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang akan penulis teliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Hal yang menjadi perhatian peneliti dalam implementasi kebijakan tersebut adalah:


(40)

a) Kemampuan Direksi b) Keuangan Perusahaan c) Sumber Daya Manusia

2. Perusahaan Daerah adalah suatu badan usaha milik daerah yang dibuat berdasarkan peraturan daerah dan laba yang dihasilkan nantinya akan menjadi sumber pendapatan daerah.

3. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.8 Definisi Operasional

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah pengumpulan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan Direksi

- Sistem Rekrutmen direksi dan staf perusahaan - Pengambilan keputusan oleh direksi

- Bentuk inovasi dan kreatifitas direksi 2. Keuangan Perusahaan

- Modal yang diberikan pemerintah - Penerimaan dan pengeluaran perusahaan 3. Sumber Daya Manusia

- Struktur Organisasi


(41)

1.9 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi secara sistematis

Bab V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan data yang telah disajikan dianalisis sesuai analisis yang digunakan

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.


(1)

dapat berpotensi untuk meningkatkan kemampuan sebuah perusahaan daerah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Sasaran

Perusahaan derah harus menetapkan sasaran untuk mencapai tujuannya. Sasaran perusahaan Daerah adalah:

a) Terhimpunnya dana untuk pembangunan daerah (kas daerah) b) Pengembangan Perusahaan Daerah tersebut

3. Adanya Rencana yang Mengarah pada Sasaran

Perusahaan daerah harus mempunyai perencanaan-perencanaan yang terarah untuk mencapai sasaran-sasaran kerja dan organisasi yang telah dibuat dan ditentukan tersebut.

1.6.6 Pendapatan Asli Daerah

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan biaya-biaya bagi seluruh kegiatannya. Dalam hal ini pemerintah sebagai hak penguasa dan juga publik sevis telsh berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat biaya-biaya tersebut dari semua sektor. Untuk menentukan biaya-biaya, macam dan nilainya itu adalah semata-mata menjadi kekuasaan Negara, yaitu pemerintah kita. pengelolaan peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu semakin diintensifkan, agar tercapai keseimbangan antara pelaksana tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan serta dapat mendukung terciptanya aparat yang bersih dan bertanggung jawab.


(2)

Menurut Marhayudi (2002:285) menyatakan bahwa : ”untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah diperlukan penyediaan sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai”

Manajemen Pendapatan Daerah harus dikelola secara cermat, tepat dan hati-hati. Pemerintah daerah hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi pendapatan daerah telah terkumpul dan dicatat ke dalam sistem akuntansi pemerintah daerah melalui sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen pendapatan daerah yang telah ditetapkan ( Mardiasmo, 2002:144)

Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan terhadap pendapatan masyarakat, untuk itu perlu adanya kiat-kiat bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan potensi masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, untuk selanjutnya dapat memberikan masukan terhadap daerah.

Berdasarkan pandangan tersebut, menurut penulis bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan keseluruhan modal dan aset yang dimiliki oleh setiap daerah yang dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan pemerintah baik dalam kegiatan


(3)

pemerintahan maupun pembangunan yang kesemuanya itu berguna untuk kepentingan masyarakat.

Pemerintah daerah dapat berjalan dikarenakan adanya dukungan berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakkan roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Otonomi daerah membawa konsekuensi bagi daerah, bahwa daerah harus mampu menggali dan mengembangkan potensi ekonomi secara optimal sebagai prioritas utama. Masalah kemampuan keuangan daerah merupakan masalah utama bagi banyak daerah-daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, karena luasnya kewenangan yang diemban oleh pemerintah daerah. Dan perwujudannya sangat tergantung kepada Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang diuraikan sebelumnya tentang sumber-sumber keuangan daerah.

Untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan sebaik-baiknya, ada beberapa faktor/syarat yang perlu mendapat perhatian. Iglesias (1976) dalam

1. Sumber daya. Termasuk manusia (seperti program personil) dan juga bukan manusia (misalnya pendanaan, peralatan dan perlengkapan fisik, serta material lainnya)

tesis Ahmad Raja Nasution menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah:

2. Struktur. Mengetahui secara pasti peran dan hubungan organisasi secara seimbang dalam program relevan dan juga resep formal atau informal melalui kesepakatan yang dibuat.


(4)

3. Teknologi. Pada umumnya menunjukkan pentingnya pengetahuan dan perilaku untuk menjalankan organisasi secara lebih khusus untuk kewajiban pengetahuan dan pela tihan-pelatihan untuk pentingnya program tersebut.

4. Dukungan. Menunjukkan keseluruhan jarak pasti atau peran dan perilaku potensial dari individu atau kelompok-kelompok yang cenderung mempromosikan pencapaian tujuan organisasi secara pasti. 5. Kepemimpinan. Merupakan faktor yang dominan dalam pengertian

kemampuan untuk merubah dan memodifikasi kritikan.

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama dengan lainnya (Singarimbun, 1995: 33).

Untuk dapat menentukan bahasan yang lebih jelas agar penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang akan penulis teliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Hal yang menjadi perhatian peneliti dalam implementasi kebijakan tersebut adalah:


(5)

a) Kemampuan Direksi b) Keuangan Perusahaan c) Sumber Daya Manusia

2. Perusahaan Daerah adalah suatu badan usaha milik daerah yang dibuat berdasarkan peraturan daerah dan laba yang dihasilkan nantinya akan menjadi sumber pendapatan daerah.

3. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.8 Definisi Operasional

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah pengumpulan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan Direksi

- Sistem Rekrutmen direksi dan staf perusahaan - Pengambilan keputusan oleh direksi

- Bentuk inovasi dan kreatifitas direksi 2. Keuangan Perusahaan

- Modal yang diberikan pemerintah - Penerimaan dan pengeluaran perusahaan 3. Sumber Daya Manusia

- Struktur Organisasi


(6)

1.9 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi secara sistematis

Bab V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan data yang telah disajikan dianalisis sesuai analisis yang digunakan

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.