Pengaruh Akuntabilitas, Integritas Dan Skeptisisme Profesional Terhadap Kualitas Hasil Audit Pada Inspektorat Provinsi Sumatera Utara

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Audit

Pengertian audit menurut (Arens, 2008:4) adalah : ”Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/05/M.PAN/03/2008, audit adalah: “Proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah”.

Tujuan auditing pada umumnya adalah memberikan suatu pernyataan pendapat mengenai apakah laporan keuangan klien telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Sedangkan auditor bekerja dengan cara menarik sebuah kesimpulan dari suatu proses auditing. Berkualitas atau tidaknya hasil pekerjaan auditor akan mempengaruhi


(2)

10 kesimpulan akhir auditor dan secara tidak langsung juga akan mempengaruhi tepat atau tidaknya keputusan yang akan diambil oleh pihak perusahaan.

2.1.2 Jenis-jenis Audit

Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 serta SPKN, terdapat tiga jenis audit, yaitu:

2.1.2.1 Audit Keuangan

Merupakan audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) serta untuk mengeksperimen suatu opini yang jujur mengenai posisi keuangan, hasil operasi dan arus kas, apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

2.1.2.2 Audit Kinerja

Merupakan pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti meliputi audit ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, pada dasarnya merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan


(3)

kejadian-11 kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang diaudit.

2.1.2.3 Audit dengan Tujuan Tertentu

Merupakan audit khusus di luar audit keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat eksaminasi (examination), reviu (review), atau prosedur yang disepakati (agrees-upon procedures) yang diduga mengandung inefesiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang dengan hasil audit berupa rekomendasi. Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit atas hal-hal lain di bidang keuangan, audit investigatif, dan audit atas sistem pengendalian internal.

2.1.3 Jenis-Jenis Auditor

2.1.3.1 Auditor Independen atau akuntan publik

Auditor profesional yang menjual jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.

2.1.3.2 Auditor Pemerintah

Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau penanggungjawaban


(4)

12 keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Di Indonesia, auditor pemerintah dibagi menjadi dua yaitu: Auditor eksternal pemerintah dan Auditor internal Pemerintah.

2.1.3.2.1 Auditor Eksternal Pemerintah

Auditor eksternal pemerintah merupakan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan Pemeriksa Keuangan merupakan badan yang tidak tunduk kepada pemerintah sehingga diharapkan dapat independen.

2.1.3.2.2 Auditor Internal Pemerintah

Auditor internal pemerintah atau yang dikenal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden. Inspektorat Jenderal (Itjen)/Inspektorat Utama (Ittama)/Inspektorat yang bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur, dan Inspektorat Pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.

Menurut Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008 menyatakan bahwa: “Auditor intern adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan fungsional


(5)

13 auditor dan/atau pihak lain yang diberi tugas, wewenang, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang melaksanakan pengawasan pada instansi pemerintah untuk dan atas nama APIP.”

Penelitian ini berfokus kepada auditor internal pemerintahan, yaitu auditor Inspektorat. Inspektorat merupakan lembaga pengawasan di lingkungan pemerintah daerah, baik ditingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota. Inspektorat memainkan peran sangat penting dan signifikan dalam kemajuan dan keberhasilan pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan oleh Inspektorat adalah kegiatan audit, yang meliputi:

1. Pemeriksaan secara berkala dan komprehensif terhadap kelembagaan pegawai daerah, keuangan daerah, barang daerah dan urusan pemerintah,

2. Pemeriksaan dana desentralisasi, 3. Pemeriksaan dana dekonstralisasi, 4. Pemeriksaan tugas pembantuan,

5. Pemeriksaan terhadap kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri.

Selain pemeriksaan (audit), auditor Inspektorat dapat juga melakukan pemeriksaan tertentu dan audit terhadap laporan mengenai indikasi kemungkinan terjadinya tindakan penyimpangan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Auditor Inspektorat bertanggungjawab terhadap Gubernur, maka peran Auditor Inspektorat sangat penting serta hasil audit yang dihasilkan auditor inspektorat cukup disoroti oleh masyarakat.


(6)

14 Auditor Inspektorat melakukan proses audit terhadap pemerintah daerah, kemudian dari hasil tersebut diberikan pada Gubernur. Pihak BPK melakukan pemeriksaan atas laporan hasil audit yang telah dibuat oleh auditor inspektorat, agar BPK dapat mengeluarkan opini terhadap laporan hasil audit yang telah dibuat tersebut. Maka, hasil audit auditor inspektorat menjadi ‘second opinion’ bagi BPK dalam melakukan proses audit.

2.1.4 Tugas dan Fungsi Auditor Inspektorat

Inspektorat Provinsi Sumatera Utara adalah merupakan Unsur Pengawas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dipimpin oleh seorang Inspektur yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur serta secara teknis administratif mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah. Inspektorat Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan Pemerintahan di daerah Provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan Pemerintahan di Daerah Kabupaten/Kota serta tugas pembantuan.

Untuk melaksanakan tugas yang sebagaimana dimaksud, Inspektorat menyelenggarakan fungsi :

1. Perencanaan program pengawasan dibidang Perumusan Kebijakan teknis dibidang Inspektorat Pengawasan;

2. Perumusan kebijakan dan fasilitasi Pengawasan; 3. Pelaksanaan tugas pembantuan dibidang pengawasan;


(7)

15 4. Pelaksanaan Pelayanan Administrasi;

5. Pemeriksaan pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan; 6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Gubernur, sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

2.1.5 Kualitas Hasil Audit

De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas hasil audit sebagai “probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien.” Probabilitas auditor untuk melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien tergantung pada independensi auditor. Tetapi lebih lanjut dinyatakan bahwa tidak hanya bergantung pada klien saja, auditor merupakan pihak yang mempunyai kualifikasi untuk memeriksa dan menguji apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap, dan obyektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan.


(8)

16 Pemeriksaan harus memuat komentar tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya.

Menurut Irahandayani (2003) kualitas audit dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : “berkualitas (dapat dipertanggungjawabkan) dan tidak berkualitas (tidak dapat dipertanggung jawabkan)”. Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dikatakan berkualitas jika hasil pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan bobot pertanggungjawaban atau akuntabilitas, serta dapat memberikan informasi pembuktian ada tidaknya penyimpangan, kesalahan serta tindak pidana korupsi. Hal ini akan memberikan kontribusi bagi mutu akuntabilitas instansi pemerintah daerah yang bersih dan bebas korupsi.

Kualitas hasil audit bisa juga dilihat dari kualitas keputusan-keputusan yang diambil. Menurut Edwards et. al (1984) “ada dua pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi sebuah keputusan yaitu outcome oriented dan process oriented.” Pendekatan outcome oriented digunakan jika solusi dari sebuah permasalahan atau hasil dari sebuah pekerjaan sudah dapat dipastikan. Untuk menilai kualitas keputusan yang diambil dilakukan dengan cara membandingkan solusi atau hasil yang dicapai dengan standar hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pendekatan process oriented digunakan jika solusi sebuah permasalahan atau hasil dari sebuah pekerjaan sangat sulit dipastikan. Maka untuk menilai kualitas keputusan yang diambil auditor dilihat dari kualitas


(9)

17 tahapan / proses yang telah ditempuh auditor selama menyelesaikan pekerjaan dari awal hingga menghasilkan sebuah keputusan.

Terdapat empat hal yang dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu: (1) lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada cenderung klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar, dan (4) review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga (Alim dkk, 2007).

2.1.6 Akuntabilitas

Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggris accountability yang berarti pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban. Tetlock (1984) mendefinisikan akuntabilitas sebagai “bentuk dorongan psikologi yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan keputusan yang diambil kepada lingkungannya.” Dari definisi akuntabilitas tersebut, dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan melalui media pertanggungjawaban secara periodik. Sedangkan menurut


(10)

18 Mardiasmo (2005:20), “akuntabilitas adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban.”

Menurut standar akuntabilitas instansi pemerintah yang diterbitkan oleh BPKP, akuntabilitas merupakan kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang / badan hukum / pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mencakup akuntabilitas yang harus diterapkan semua entitas oleh pihak yang melakukan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Akuntabilitas menjelaskan peran dan tanggungjawab pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan dan kedisiplinan dalam melengkapi pekerjaan dan pelaporan. Kualitas dari hasil pekerjaan pemeriksa dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki pemeriksa dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Peran dan tanggung jawab auditor adalah sebagai berikut: (a)Tanggung jawab mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud), kekeliruan, dan ketidakberesan. (b) Tanggung jawab mempertahankan sikap independensi dan menghindari konflik. (c) Tanggung jawab mengkomunikasikan informasi yang berguna


(11)

19 tentang sifat dan hasil proses audit. (d) Tanggung jawab menemukan tindakan melanggar hukum dari klien. (Slamet Sugiri dan Nasuhi Hidayat 2003:305-306)

Akuntabilitas diperlukan untuk dapat mengetahui pelaksanaan program yang dibiayai dengan keuangan negara, tingkat kepatuhannya terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta untuk mengetahui tingkat kehematan, efisiensi, dan efektivitas dari program tersebut. Ada banyak penelitian yang membuktikan adanya hubungan dan pengaruh akuntabilitas seseorang terhadap kualitas audit, Penelitian mengenai akuntabilitas pernah dilakukan oleh Messier dan Quilliam (1992), meneliti tentang akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan, yang mengungkapkan bahwa akuntabilitas yang dimiliki oleh seorang auditor dapat meningkatkan proses kognitif auditor dalam pengambilan keputusan, dalam hal ini keputusan audit yang berpengaruh terhadap kualitas audit.

Selain itu, Cloyd (1997) melihat ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas individu. Pertama, seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Kedua, seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. dan ketiga, seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan.


(12)

20 2.1.7 Integritas

Integritas diatur dalam Kode Etik dan Standar Audit (2008) yang menyatakan integritas adalah “suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip”. Dalam menghadapi aturan, standar, panduan khusus atau menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan apakah angggota telah menjaga integritas dirinya. Dimana integritas mengharuskan anggotanya untuk menaati standar teknis dan etika. Selain itu juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan dimana auditor harus menaati bentuk standar teknis dan etika,bersikap jujur dan transparan, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit serta tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang berkualitas.

Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambil. “Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap


(13)

21 jujur dan transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit. Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal.” (Ayuningtias, 2012).

2.1.8 Skeptisisme Profesional

International Federation Of Accountants (IFAC) mendefinisikan professional skepticism dalam konteks evidence assessment atau penilaian atas bukti. Menurut IFAC : “skepticism means the auditor makes a critical assessment, with a questioning mind, of the validity of audit evidence obtained and is allert to audit evidence that contradicts or brings into the reliability of documents and responses to inquiries and other information obtained from management and those charged with governance” (ISA 200.16).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Skeptisisme yang berasal dari kata skeptis, berarti sikap meragukan, mencurigai, dan tidak memercayai kebenaran suatu hal, teori, ataupun pernyataan. Sedangkan profesional, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, yang membutuhkan keahlian khusus untuk menerapkannya. Skeptisisme profesional sendiri belum memiliki definisi yang pasti, namun dari definisi kata skeptisisme dan profesional tersebut, dapat disimpulkan bahwa skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang selalu meragukan dan mempertanyakan segala sesuatu, dan


(14)

22 menilai secara kritis bukti audit serta mengambil keputusan audit berlandaskan keahlian auditing yang dimilikinya. “Skeptisisme bukan berarti tidak percaya, tapi mencari pembuktian sebelum dapat memercayai suatu pernyataan.” (Center for Audit Quality, 2010).

“Untuk menerapkan skeptisisme profesional yang efektif, perlu dibentuk persepsi bahwa bahkan sistem pengendalian internal yang paling baik memiliki celah dan memungkinkan terjadinya fraud” (Center for Audit Quality, 2010). Hanya saja, dalam menerapkan skeptisisme profesional, auditor tidak boleh mengasumsikan bahwa manajemen klien melakukan praktik yang bersih, namun tidak juga berprasangka bahwa manajemen klien melakukan fraud. Dalam hal ini, auditor yang memiliki skeptisisme profesional akan menerapkan sikap skeptisnya hanya sebatas melaksanakan tugas profesinya saja, tanpa sepenuhnya menjadi skeptis. Oleh karena itu, dengan adanya skeptisisme profesional dalam diri auditor akan mengakibatkan, sebagai contoh, auditor memberikan pertanyaan lebih dari yang biasa yang bersifat investigatif, menganalisa jawaban-jawaban dengan kritis dan secara hati-hati membandingkan hasil analisisnya dengan bukti-bukti yang diperoleh.

“Skeptisme profesional seorang auditor dibutuhkan untuk mengambil keputusan-keputusan tentang seberapa banyak serta tipe bukti audit seperti apa yang harus dikumpulkan” (Arens 2008:48). Sementara, frase-frase dalam proses auditing dalam Arens (2008:15) yaitu “yang pertama, terdapat informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Kedua,


(15)

23 pengumpulan serta pengevaluasian bukti. Ketiga, ditangani oleh auditor yang kompeten dan independen. Terkahir, baru lah mempersiapkan laporan audit”. Dapat dijelaskan dari sini bahwa auditor yang skeptis akan terus mancari dan menggali bahan bukti yang ada sehingga cukup bagi auditor tersebut untuk melaksanakan pekerjaannya untuk mengaudit, tidak mudah percaya dan cepat puas dengan apa yang yang telah terlihat dan tersajikan secara kasat mata, sehingga dapat menemukan kesalahan-kesalahan atau kecurangan-kecurangan yang bersifat material, dan pada akhirnya dapat memberikan hasil opini audit yang tepat sesuai gambaran keadaan suatu perusahaan yang sebenarnya.

Setelah meneliti berbagai standar dan riset di berbagai bidang profesi dan akademis yang berkaitan dengan skeptisisme profesional, Hurtt (2003) mengembangkan sebuah model skeptisisme profesional dan memetakan karakteristik yang dimiliki seseorang yang memiliki skeptisisme profesional. Karakteristik tersebut terdiri dari enam, yakni “pola pikir yang selalu bertanyatanya (questioning mind), penundaan pengambilan keputusan (suspension of judgment), mencari pengetahuan (search for knowledge), kemampuan pemahaman interpersonal (interpersonal understanding), percaya diri (self-confidence), dan determinasi diri (self-determination)."

Karakteristik pertama, pola pikir yang selalu bertanya-tanya (questioning mind), mencerminkan sikap keragu-raguan seperti yang terdapat dalam definisi skeptisisme profesional secara umum maupun khusus dalam auditing. Karakteristik kedua, penundaan pengambilan


(16)

24 keputusan (suspension of judgment), mencerminkan sikap yang tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu hal. Orang yang skeptis tetap akan mengambil suatu keputusan, namun tidak segera, karena mereka membutuhkan informasi-informasi pendukung lainnya untuk mengambil keputusan tersebut (Hurtt, 2003). Karakteristik ketiga, mencari pengetahuan (search for knowledge), menunjukkan bahwa orang yang skeptis memiliki sikap keingintahuan akan suatu hal. Berbeda dengan sikap bertanya-tanya, yang didasari keraguan atau ketidakpercayaan, karakteristik ketiga ini didasari karena keinginan untuk menambah pengetahuan (Hurtt, 2003). Karakteristik keempat, pemahaman interpersonal (interpersonal understanding), memberikan pemahaman bahwa orang yang skeptis akan mempelajari dan memahami individu lain yang memiliki pandangan dan persepsi yang berbeda mengenai suatu hal (Hurtt, 2003). Dengan memahami persepsi orang lain, orang yang skeptis akan mengambil kesimpulan dan beragumentasi untuk mengoreksi pendapat orang lain. Karakteristik kelima, percaya diri (self-confidence), diperlukan oleh auditor untuk dapat menilai buktibukti audit, selain itu, percaya diri diperlukan oleh auditor untuk dapat berhadapan dengan berinteraksi dengan orang lain atau klien, termasuk juga beradu argumentasi dan mengambil tindakan audit yang diperlukan berdasarkan keraguan atau pertanyaan yang timbul dalam dirinya (Hurtt, 2003). Karakteristik keenam, determinasi diri (self-determination), diperlukan oleh auditor untuk mendukung pengambilan keputusan, yakni


(17)

25 menentukan tingkat kecukupan bukti-bukti audit yang sudah diperolehnya (Hurtt, 2003).

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu akan diuraikan mengenai hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh variabel-variabel yang mempengaruhi kualitas hasil audit.

Mardisar dan Sari (2007) meneliti pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Penelitian menunjukan: akuntabilitas memiliki hubungan positif dengan kualitas hasil kerja dengan komplekitas tugas yang rendah. Hasil pengujian kedua menunjukan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, akuntabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Hasil pengujian ketiga menunjukan bahwa pada tingkat kompleksitas pekerjaan yang rendah, interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Hasil pengujian keempat menunjukan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukriah, dkk (2009) menganalisis pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi


(18)

26 terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan populasi seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja pada Inspektorat sepulau Lombok dengan teknik penentuan sampel yaitu purposive sampling. Yang menjadi variabel bebas adalah pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi. Sedangkan variabel terikat adalah kualitas hasil pemeriksaan. Hasilnya menunjukkan semakin banyak pengalaman kerja, semakin objektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Namun untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas pemeriksaan.

Singgih dan Bawono (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Responden dalam penelitian ini adalah 4 KAP “Big Four” yang ada di Indonesia. Hasil penelitiannya adalah independensi, due professional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Supardi dan Mutakin (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor. Dengan mengambil sampel 10 KAP di kota Bandung. Hasil penelitiannya adalah akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil kerja auditor.


(19)

27 Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu Peneliti

Terdahulu

Judul

Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian Mardisar dan Sari (2007) pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor Variabel Independen : Akuntabilitas, Pengetahuan

Variabel Dependen : Kualitas Hasil Kerja Auditor

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk

Kompleksitas pekerjaan atau tugas yang rendah, baik Aspek akuntabilitas dan Interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan. Sukriah, dkk (2009) pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan Variabel independen : Pengalaman kerja, independensi, objektifitas, integritas, kompetensi

Variabel dependen : Kualitas hasil pemeriksaan

Pengalaman kerja, objektifitas, dan

kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan, independensi dan integritas tidak

berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Singgih dan Bawono (2010) pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit Variabel independen : Independensi, Pengalaman, Due Professional Care Dan Akuntabilitas.

Variabel dependen :

independensi, due professional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit


(20)

28 Akuntabilitas

(X1)

Kualitas Hasil Audit (Y)

Integritas (X2)

Skeptisisme Profesional (X3)

kualitas audit Supardi dan

Mutakin (2008)

pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor

Variabel independen : Akuntabilitas

Variabel dependen : Kualitas hasil kerja auditor

Ada hubungan positif antara akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, peneliti mengidentifikasi 3 variabel independen yaitu Akuntabilitas (X1), Integritas (X2), dan Skeptisisme Profesional (X3) yang diperkirakan mempengaruhi baik simultan maupun parsial terhadap kualitas hasil audit (variabel dependen = Y). Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:

H1 H2 H3


(21)

29 Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori, hasil penelitian terdahulu, serta kerangka pemikiran tentang pengaruh Akuntabilitas, Integritas dan Skeptisisme Profesional terhadap kualitas hasil audit maka dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.

H2 : Integritas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.

H3 : Skeptisisme Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.

H4 :Akuntabilitas, Integritas dan Skeptisisme Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.


(1)

24 keputusan (suspension of judgment), mencerminkan sikap yang tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu hal. Orang yang skeptis tetap akan mengambil suatu keputusan, namun tidak segera, karena mereka membutuhkan informasi-informasi pendukung lainnya untuk mengambil keputusan tersebut (Hurtt, 2003). Karakteristik ketiga, mencari pengetahuan (search for knowledge), menunjukkan bahwa orang yang skeptis memiliki sikap keingintahuan akan suatu hal. Berbeda dengan sikap bertanya-tanya, yang didasari keraguan atau ketidakpercayaan, karakteristik ketiga ini didasari karena keinginan untuk menambah pengetahuan (Hurtt, 2003). Karakteristik keempat, pemahaman interpersonal (interpersonal understanding), memberikan pemahaman bahwa orang yang skeptis akan mempelajari dan memahami individu lain yang memiliki pandangan dan persepsi yang berbeda mengenai suatu hal (Hurtt, 2003). Dengan memahami persepsi orang lain, orang yang skeptis akan mengambil kesimpulan dan beragumentasi untuk mengoreksi pendapat orang lain. Karakteristik kelima, percaya diri (self-confidence), diperlukan oleh auditor untuk dapat menilai buktibukti audit, selain itu, percaya diri diperlukan oleh auditor untuk dapat berhadapan dengan berinteraksi dengan orang lain atau klien, termasuk juga beradu argumentasi dan mengambil tindakan audit yang diperlukan berdasarkan keraguan atau pertanyaan yang timbul dalam dirinya (Hurtt, 2003). Karakteristik keenam, determinasi diri (self-determination), diperlukan oleh auditor untuk mendukung pengambilan keputusan, yakni


(2)

25 menentukan tingkat kecukupan bukti-bukti audit yang sudah diperolehnya (Hurtt, 2003).

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Pada penelitian terdahulu akan diuraikan mengenai hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menguji pengaruh variabel-variabel yang mempengaruhi kualitas hasil audit.

Mardisar dan Sari (2007) meneliti pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Penelitian menunjukan: akuntabilitas memiliki hubungan positif dengan kualitas hasil kerja dengan komplekitas tugas yang rendah. Hasil pengujian kedua menunjukan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, akuntabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Hasil pengujian ketiga menunjukan bahwa pada tingkat kompleksitas pekerjaan yang rendah, interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja. Hasil pengujian keempat menunjukan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan tinggi, interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk kompleksitas pekerjaan rendah, baik aspek akuntabilitas dan interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas hasil kerja auditor.

Penelitian yang dilakukan oleh Sukriah, dkk (2009) menganalisis pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi


(3)

26 terhadap kualitas hasil pemeriksaan dengan populasi seluruh pegawai negeri sipil (PNS) yang bekerja pada Inspektorat sepulau Lombok dengan teknik penentuan sampel yaitu purposive sampling. Yang menjadi variabel bebas adalah pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi. Sedangkan variabel terikat adalah kualitas hasil pemeriksaan. Hasilnya menunjukkan semakin banyak pengalaman kerja, semakin objektif auditor melakukan pemeriksaan dan semakin tinggi tingkat kompetensi yang dimiliki auditor, maka semakin meningkat atau semakin baik kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan. Namun untuk independensi dan integritas tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas pemeriksaan.

Singgih dan Bawono (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. Responden dalam penelitian ini adalah 4 KAP “Big Four” yang ada di Indonesia. Hasil penelitiannya adalah independensi, due professional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

Supardi dan Mutakin (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor. Dengan mengambil sampel 10 KAP di kota Bandung. Hasil penelitiannya adalah akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil kerja auditor.


(4)

27 Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu Peneliti

Terdahulu

Judul

Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Mardisar dan Sari (2007) pengaruh akuntabilitas dan pengetahuan terhadap kualitas hasil kerja auditor Variabel Independen : Akuntabilitas, Pengetahuan

Variabel Dependen : Kualitas Hasil Kerja Auditor

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa untuk

Kompleksitas pekerjaan atau tugas yang rendah, baik Aspek akuntabilitas dan Interaksi akuntabilitas dengan pengetahuan memiliki pengaruh signifikan. Sukriah, dkk (2009) pengaruh pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan Variabel independen : Pengalaman kerja, independensi, objektifitas, integritas, kompetensi

Variabel dependen : Kualitas hasil pemeriksaan

Pengalaman kerja, objektifitas, dan

kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Sedangkan, independensi dan integritas tidak

berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Singgih dan Bawono (2010) pengaruh independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit Variabel independen : Independensi, Pengalaman, Due Professional Care Dan Akuntabilitas.

Variabel dependen :

independensi, due professional care, dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit


(5)

28 Akuntabilitas

(X1)

Kualitas Hasil Audit (Y)

Integritas (X2)

Skeptisisme Profesional (X3)

kualitas audit Supardi dan

Mutakin (2008)

pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor

Variabel independen : Akuntabilitas

Variabel dependen : Kualitas hasil kerja auditor

Ada hubungan positif antara akuntabilitas terhadap kualitas hasil kerja auditor.

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah penelitian, peneliti mengidentifikasi 3 variabel independen yaitu Akuntabilitas (X1), Integritas (X2), dan Skeptisisme Profesional (X3) yang diperkirakan mempengaruhi baik simultan maupun parsial terhadap kualitas hasil audit (variabel dependen = Y). Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:

H1 H2 H3


(6)

29 Gambar 2.1

Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori, hasil penelitian terdahulu, serta kerangka pemikiran tentang pengaruh Akuntabilitas, Integritas dan Skeptisisme Profesional terhadap kualitas hasil audit maka dapat dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 : Akuntabilitas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.

H2 : Integritas berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.

H3 : Skeptisisme Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.

H4 :Akuntabilitas, Integritas dan Skeptisisme Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit.