KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA

(1)

HASIL PENELITIAN

KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN)

Oleh:

KASMAN SIBURIAN, SH., MH

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

MEDAN 2011


(2)

ABSTRAKSI

KAJIAN YURIDIS PEMBATALAN SERTIPIKAT GANDA : (Studi Kasus Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN)

Sertipikat adalah surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur, yang diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam penerbitan sertipikat sering kali terjadi sengketa tanah yang berakibat batalnya salah satu sertipikat hak atas tanah seperti halnya yang terdapat dalam kasus Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN. Berdasarkan uraian diatas adapun permasalahannya yaitu bagaimana faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat ganda, bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda.

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, dan pengumpulan data dilakukan secara kualitatif yakni dengan mengadakan analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya.

Faktor-faktor penyebab terbitnya sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam perkara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172. Sedangkan yang menjadi Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Pertimbangan Hukum Hakim berpendapat bahwa dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan telah mengandung cacat hukum, dan mengakibatkan sertipikat tersebut dibatalkan.

Untuk itu Sebaiknya ketentuan lembaga Rechtsverwerking (penglepasan hak) yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dicantumkan dalam bentuk Undang-Undang, Kepada Kantor Pertanahan agar dapat lebih efektif dalam penyelesaian sengketa pertanahan termasuk sertipikat ganda. Dalam hal pengumuman melalui media maupun terhadap oknum petugas pendaftaran tanah yang menyimpang agar dapat diberlakukan sanksi disiplin sesuai peraturan yang berlaku sehingga


(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul: " Tindak Pidana Penipuan Untuk Pencarian Bilyet Giro dan Cek Kontan ". Penelitian ini merupakan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Disamping itu pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan meneliti bagi kami terutama menyangkut perdagangan ataupun bisnis.

Mulai dari rencana pembuatan proposal penelitian hingga selesai penulisan laporan ini, kami memperoleh dorongan dan masukan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini patut diucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Jongkers Tampubolon, MSc. selaku Rektor Universitas HKBP Nommensen yang terus mendorong staf edukatif untuk melaksanakan penelitian, intern khusus dan luar biasa.

2. Bapak Dr. Haposan Siallagan, SH. MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen yang terus mendorong staf edukatif untuk melaksanakan penelitian, intern khusus dan luar biasa.

3. Bapak Dr. Ir. Hasan Sitorus, MS selaku Ketua Lembaga Penelitian Universitas HKBP Nommensen yang turut mendorong staf edukatif UHN melaksanakan penelitian.


(4)

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam laporan penelitian ini belumlah sempurna, masih mungkin terdapat kekurangan. Untuk itulah penulis menyambut baik saran-saran konstruktif dari pembaca demi perbaikan di kemudian hari.

Akhir kata kiranya laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca sebagai salah satu kontribusi kami dalam mewujudkan salah satu dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Universitas HKBP Nommensen.

Medan, Mei 2011 Peneliti,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI………i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I : PENDAHULUAN……….1

A. Latar Belakang... ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………..9

A. Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional…...9

B. Sertipikat Hak Atas Tanah………..12

C. Sengketa Sertipikat Ganda………...16

D. Hal-hal Penyebab Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda…...18

BAB III : METODE PENELITIAN………...24

A. Metode Penelitian ... 24

B. Sumber Pengumpulan Data...24

C. Metode Pengumpulan Data ... 25


(6)

BAB IV : PEMBAHASAN………...27 A. Kewenangan Peradilan Tata Usaha

Negara Dalam Pembatalan Sertipikat Ganda...27 1. Tinjauan Umum tentang Peradilan

Tata Usaha Negara…….…... 27 2. Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Yang

Diterbitkan Oleh BadanPertanahan Nasional……... 29 B. Pertimbangan Hukum Dalam Perkara

Peradilan Tata Usaha Negara

No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN………... 39 1. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan

Tata Usaha Negara Dalam Putusan

No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN………38 2. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan

Tinggi Tata Usaha Negara Dalam Putusan

No. 39/BDG/2006/PT.TUN-MDN……... 41 3. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung

Republik Indonesia Dalam Putusan

No. 61 K/TUN/2007………... 43

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 52 B. Saran ...53


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan kontitusi yang berlaku di Negara kita hingga saat ini yaitu Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dalam hal ini Pasal 33 ayat (3), yang menegaskan bahwa ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan tanah khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan penguasaan dan hak-hak atas tanah dan pengaturan dalam rangka membangun kehidupan masyarakat yang aman dan adil, diperlukan lembaga yang berhak memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah dan pelayanan untuk urusan-urusan yang berkaitan dengan tanah. Lembaga yang dimaksud adalah Badan Pertanahan Nasional (BPN). Badan Pertanahan Nasional dibentuk dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2006 Tanggal 11 April 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dimana dalam Perpres tersebut BPN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang merupakan instansi vertikal. Berdasarkan Perpres tersebut BPN diberikan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.


(8)

Salah satu tugas pemerintahan yang diemban oleh BPN adalah melaksanakan pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dalam rangka menjamin kepastian hukum mengenai letak, batas dan luas tanah, status tanah dan subyek yang berhak atas tanah dan pemberian surat berupa sertipikat yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar. Selain UUPA juga diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanahjo. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut, maka dapat diringkas bahwa Kepastian Hukum mengenai hak-hak atas tanah sebagaimana yang diamanatkan UUPA mengandung dua makna kepastian yaitu kepastian obyek hak atas tanah dan kepastian subyek hak atas tanah. Salah satu indikasi kepastian obyek hak atas tanah ditunjukkan oleh kepastian letak bidang tanah yang berkoordinat dalam suatu peta pendaftaran tanah, sedangkan kepastian subyek diindikasikan dari nama pemegang hak atas tanah tercantum dalam buku pendaftaran tanah pada instansi pertanahan. Secara ringkas, salinan dari peta dan buku pendaftaran tanah tersebut dikenal dengan sebutan ‘Sertipikat Tanah’. Namun demikian dalam prakteknya, kepastian hukum hak atas tanah ini kadangkala tidak terjamin sebagaimana yang diharapkan.


(9)

Pada beberapa daerah terdapat sejumlah kasus sertipikat ganda yaitu sebidang tanah terdaftar dalam 2 (dua) buah sertipikat yang secara resmi sama-sama diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Akibat dari terbitnya sertipikat ganda tersebut menimbulkan sengketa antara para pihak, dan untuk membuktikan jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan.

Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap, jelas, dan dilaksanakan secara konsisten, serta penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapapun yang berkepentingan akan dengan mudah mengetahui kemungkinan apa yang tersedia baginya untuk menguasai dan menggunakan tanah yang diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak, kewajiban, serta larangan-larangan apa yang ada dalam menguasai tanah dengan hak-hak tertentu, sanksi apa yang dihadapinya jika diabaikan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan penguasaan dan penggunaan tanah yang dipunyainya.

Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dalam Peraturan Pemerintah yang menyempurnakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakekatnya sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan dan sistem publikasinya adalah sistem negatif,


(10)

tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Sertipikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada diatasnya bila dianggap perlu) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan hak-hak pihak-hak lain, serta beban-beban yang ada diatasnya). Dengan memiliki sertipikat, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya, subyek hak dan obyek haknya menjadi nyata. Bagi pemegang hak atas tanah, memiliki sertipikat mempunyai nilai lebih. Sebab dibandingkan dengan alat bukti tertulis, sertipikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat bukti yang lain.

Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dengan terbitnya sertipikat, yang merupakanoutputpendaftaran tanah, terbuka kesempatan untuk memperoleh haknya kembali dengan menunjukkan bukti-bukti kepemilikan yang sah melalui pengajuan gugatan ke lembaga peradilan. Gugatan dapat diajukan ke peradilan umum atau ke peradilan Tata Usaha Negara sesuai dengan materi gugatan dan kompetensi masing-masing peradilan. Dalam kapasitasnya, peradilan mengeluarkan keputusan mengenai status hukum terhadap subyek maupun obyek bidang tanah yang digugat tersebut. Apabila pemberian hak atas tanah oleh pejabat yang berwenang dirasa merugikan maka dalam gugatan dapat diminta untuk dibatalkan, hal ini dimungkinkan karena


(11)

positif yang berarti pemegang hak yang sebenarnya dilindungi dari tindakan orang lain yang mengalihkan haknya tanpa diketahui oleh pemegang hak sebenarnya. Ciri pokok dari sistem negatif bertendensi positif ini adalah pendaftaran tanah tidak menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar adalah pemilik sebenarnya. Nama dari pemegang hak sebelumnya dari mana pemohon hak memperoleh tanah tersebut untuk kemudian didaftarkan merupakan mata rantai dari perbuatan hukum dalam pendaftaran hak atas tanah.

Indonesia sebagai negara hukum atau rechtstaat secara mendasar merupakan cita-cita hukum sekaligus sebagai landasan dasar bagi seluruh tindakan dan keputusan yang dilakukan oleh aparatur yang tersusun dalam setiap lembaga-lembaga negara. Menurut Friedrich Julius Stahl sebagaimana dikutip oleh A. Siti Soetami, di negara hukum pada dasarnya segala perbuatan dan keputusan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan dapat diawasi oleh lembaga peradilan. Peradilan Tata Usaha Negara dalam konteks penegakan negara hukum merupakan saranacontrol on the administration.

Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana tercantum pada Pasal 47 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 dan yang telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara atau PTUN) mengatur bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Tugas dan wewenang pengadilan yang diberikan oleh undang-undang itu


(12)

kewenangan untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan seluruh sengketa yang berkaitan dengan terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara.

Seperti halnya dapat kita lihat dalam Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/ PTUN-MDN, terdapat adanya 2 (dua) sertipikat dalam satu bidang tanah yaitu sertipikat Hak Milik nomor 672/Helvetia Timur tertanggal 01 Agustus 1998 terdaftar atas nama Firman Fantas Asalan Siregar dan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172/Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 terdaftar atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat. Dalam hal ini, Firman Fantas Asalan Siregar memperoleh tanah tersebut berdasarkan pelepasan hak yang dilakukan Salim Lumbanbatu dengan Firman Fantas Asalan Siregar didasarkan pada alas hak Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diketahui oleh Camat Kepala Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan No. 185/AKT/MS/1975 tertanggal 12 Desember 1975 serta Surat Keterangan No. 413/SKT/XI/M/1985 yang dikeluarkan oleh Lurah Helvetia Kecamatan Medan Sunggal tentang batas-batas penguasaan tanah dan Surat Keterangan Bebas dari Silang Sengketa tertanggal 14 Nopember 1985 (berdasarkan surat-surat keterangan diatas Penggugat Firman Fantas Asalan Siregar pada tahun 1998 mengajukan permohonan Sertipikat Hak Milik Nomor 672 atas obyek tanah dimaksud kepada Tergugat dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Medan). Sedangkan Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat memperoleh tanah tersebut berdasarkan alas hak yang diberikan Kepala Perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sumatera Utara kepada suaminya Salim Lumbanbatu (Alm) berdasarkan Akte Ganti Rugi


(13)

Helvetia, Kecamatan Sunggal dilampiri dengan Gambar Situasi pembagian tanah yang disalin sesuai aslinya tanggal 20 Juni 1974. Dalam kasus tersebut Majelis Hakim memutuskan bahwa Sertipikat Hak Milik Nomor 1172/Helvetia Timur atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat dinyatakan batal sesuai amar Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/ PTUN-MDN.

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda yang diterbitkan oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan? 2. Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda? C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda yang diterbitkan oleh Pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan. 2. Untuk mengkaji Pertimbangan Hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat

ganda.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum Tata Negara, khususnya mengenai kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam memutus


(14)

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada bagi Mahasiswa atau Akademisi, Masyarakat, Lembaga Penegak Hukum dan Praktisi Hukum.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendaftaran Tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Pendaftaran berasal dari kataCadastre (bahasa Belanda Kadaster) yaitu suatu istilah teknis untuk suaturecord(rekaman), yang menunjukan kepada luas, nilai dan kepemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Dengan demikian cadastre merupakan alat yang tepat untuk memberikan uraian dan identifikasi dari lahan dan juga sebagaicontinuous recording(rekaman yang berkesinambungan) dari pada hak atas tanah.

Kegiatan yang berupa pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah akan menghasilkan pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat ukur. Didalam peta pendaftaran tanah dan surat ukur akan diperoleh keterangan tentang letak, luas dan batas-batas tanah yang bersangkutan, sedangkan kegiatan yang berupa pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak akan diperoleh keterangan-keterangan tentang status dari tanahnya, beban-beban apa yang ada diatasnya dan subyek dari haknya. Kegiatan terakhir adalah pemberian tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut dengan sertipikat.

Pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah:


(16)

"Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pembukuan dan penyajian data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya."

Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yaitu sebagai berikut:

1. Obyek pendaftaran tanah meliputi:

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

b. Tanah Hak Pengelolaan. c. Tanah Wakaf.

d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. e. Hak Tanggungan.

f. Tanah Negara.

2. Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.


(17)

Obyek pendaftaran tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, kecuali tanah negara dibukukan dalam Buku Tanah dan diterbitkan sertipikat sebagai tanda bukti haknya.

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah yang oleh Pasal 19 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) ditentukan bertujuan tunggal yaitu untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari pemerintah bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.

Pendaftaran tanah mempunyai kegunaan ganda, artinya disamping berguna bagi pemegang hak, juga berguna bagi pemerintah yaitu :

a. Kegunaan bagi pemegang hak :

1. Dengan diperolehnya sertipikat hak atas tanah dapat memberikan rasa aman karena kepastian hukum hak atas tanah.

2. Apabila terjadi peralihan hak atas tanah dapat dengan mudah dilaksanakan. 3. Dengan adanya sertipikat, lazimnya taksiran harga tanah relatif lebih tinggi

dari pada tanah yang belum bersertipikat. 4. Sertipikat dapat dipakai sebagai jaminan kredit;


(18)

b. Kegunaan bagi pemerintah :

1. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah berarti akan menciptakan terselenggarakannya tertib administrasi di bidang pertanahan, sebab dengan terwujudnya tertib administrasi pertanahan akan memperlancar setiap kegiatan yang menyangkut tanah dalam pembangunan di Indonesia.

2. Dengan diselenggarakannya pendaftaran tanah, merupakan salah satu cara untuk mengatasi setiap keresahan yang menyangkut tanah sebagai sumbernya, seperti pendudukan tanah secara liar, sengketa tanda batas dan lain sebagainya.

B. Sertipikat Hak Atas Tanah.

Dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud sertipikat adalah :

“Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf cUUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.”

Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya (Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Menurut Ali Achmad Chomsah, yang dimaksud dengan sertipikat adalah :


(19)

“Surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan suratukur, diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.”

Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian (Pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Peta Pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah (pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sertipikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan Pengukuran Desa demi Desa, karenanya sertipikat merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek maupun obyek ilmu hak atas tanah.

Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa : 1. Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku, apabila data fisik dan data

yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

2. Dalam hal ada suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat menuntut pelaksanaan atas hak tersebut apabila dalam 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat telah mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang hak sertipikat dan kepala kantor pertanahan yang


(20)

bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan melakukan penguasaan atau penerbitan sertipikat tersebut.

Sedangkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA disebutkan bahwa: “pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.”

Jadi sertipikat dimaksud berlaku sebagai alat bukti yang kuat, bukan suatu alat bukti yang mutlak dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai keterangan yang benar.

Salah satu bentuk sertipikat cacat hukum yakni Sertipikat ganda. Sertipikat ganda atas tanah adalah sertipikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akibat adanya kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan pemetaan pada tanah, sehingga terbitlah sertipikat ganda yang berdampak pada pendudukan tanah secara keseluruhan ataupun sebagaian tanah milik orang lain.

Apabila ditinjau dari pengertian sertipikat itu sendiri maka sertipikat adalah tanda bukti hak atas tanah, yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut ketentuan peraturan dan perundang-undangan Sertipikat hak atas tanah membuktikan bahwa seseorang atau suatu badan hukum, mempunyai suatu hak atas bidang tanah tertentu.

Pada kenyataannya bahwa seseorang atau suatu badan hukum menguasai secara fisik dan menggunakan tanah yang bersangkutan tidak serta merta langsung


(21)

surat jual beli, belum tentu membuktikan bahwa yang membeli benar-benar mempunyai hak atas tanah yang dibelinya. Apalagi tidak ada bukti otentik bahwa yang menjual memang berhak atas tanah yang dijualnya. Dalam konteks inilah terjadi pendudukan tanah secara tidak sah melalui alat bukti berupa dokumen (sertipikat) yang belum dapat dijamin kepastian hukumnya. Maksud gambaran diatas adalah suatu peristiwa penerbitan sertipikat ganda atas tanah, yang mengakibatkan adanya pemilikan bidang tanah atau pendudukan hak yang saling bertindihan satu dengan yang lain. Sejalan dengan itu A.P. Parlindungan menyatakan :

“Yang dimaksud dengan sertipikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan (dokumen) dobel atau double yang diterbitkan oleh Badan Hukum yang mengakibatkan adanya pendudukan hak yang saling bertindihan antara satu bagian atas sebagianyang lain”.

Dari pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sertipikat ganda adalah surat keterangan kepemilikan yang diperoleh baik secara sah ataupun tidak sah yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan suatu akibat hukum (sengketa) bagi subyek hak maupun obyek hak.

Sertipikat ganda merupakan sertipikat-sertipikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama dengan berlainan datanya. Hal semacam ini disebut pula

“Sertipikat Tumpang Tindih (overlapping)”, baik tumpang tindih seluruh bidang


(22)

Sertipikat ganda dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :

a. Pada waktu dilakukan pengukuran ataupun penelitian di lapangan, pemohon dengan sengaja atau tidak sengaja menunjukkan letak tanah dan batas-batas yang salah.

b. Adanya surat bukti atau pengakuan hak di belakang hari terbukti mengandung ketidakbenaran, kepalsuan atau sudah tidak berlaku lagi.

c. Untuk wilayah yang bersangkutan belum tersedia Peta Pendaftaran Tanahnya. d. Kasus penerbitan lebih dari satu sertipikat atas sebidang tanah dapat pula terjadi

atas tanah warisan. Latar belakang kasus tersebut adalah sengketa harta warisan yaitu oleh pemilik sebelum meninggalnya telah dijual kepada pihak lain (tidak diketahui oleh anak-anaknya) dan telah diterbitkan sertipikat atas nama pembeli, dan kemudian para ahli warisnya mensertipikatkan tanah yang sama, sehingga mengakibatkan terjadi sertipikat ganda, karena sertipikat terdahulu ternyata belum dipetakan.

C. Sengketa Sertipikat Ganda.

Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek permasalahan.

Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN


(23)

“ Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut.”

Sengketa di bidang pertanahan dapat didefenisikan menurut Irawan Surojo yakni :

Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek hak atas tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum bagi keduanya.

Dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa tanah adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh karena kepentingan tersebut maka dapat menimbulkan akibat hukum.

Dalam bidang pertanahan ada dikenal sengketa sertipikat ganda dimana pada

satu obyek tanah diterbitkan dua sertipikat, dimana hal ini dapat menimbulkan ‘akibat hukum’. Sengketa sertipikat ganda adalah bentuk kesalahan administratif oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) dalam hal melakukan pendataan / pendaftaran tanah pada satu obyek tanah yang mengakibatkan terjadinya penerbitan sertipikat tanah yang bertindih sebagian atau keseluruhan tanah milik orang lain.


(24)

atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam: 1. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang

hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya. 2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar

pemberian hak.

3. Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar.

4. Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis).

Jadi dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan meliputi pokok persoalan yang berkaitan dengan :

1. Peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah. 2. Keabsahan suatu hak atas tanah.

3. Prosedur pemberian hak atas tanah.

4. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya. D. Hal-hal Penyebab Timbulnya Sengketa Sertifikat Ganda.

Jika dikaitkan dengan kasus Putusan No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN, maka hal-hal Penyebab Terbitnya Sertipikat Ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dapat dilihat :


(25)

Berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 31 serta Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah seseorang yang didalamnya memuat data fisik dan data yuridis yang telah di daftar dalam buku tanah, merupakan pegangan kepada pemiliknya akan bukti-bukti haknya yang tertulis. Oleh karenanya dalam penerbitan sertipikat hak atas tanah, setiap satu sertipikat hak atas tanah diterbitkan untuk satu bidang tanah.

Namun dalam perkara Nomor : 53/G/TUN/2005/PTUN.MDN, sebidang tanah seluas 435-M2 yang terletak di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan telah dilakukan dua kali penerbitan Sertipikat Hak Milik oleh Kantor Pertanahan Kota Medan, yaitu pada tanggal 01 Agustus 1998 diterbitkan Sertipikat Hak Milik No. 672 atas nama Firman Fantas Asalan Siregar, seluas 435-M2 terletak di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, dengan Register nomor AL.016169 0201.05.04.1.00672, yang tidak pernah dilakukan pencabutan atas haknya. Kemudian pada tanggal 19 April 2000 diterbitkan lagi sertipikat Hak Milik No. 1172 atas nama Damaris Sinta Taruli, data-datanya terlampir dalam putusan) seluruhnya seluas 435-M2, terletak di atas tanah yang sama. Dengan demikian, telah terjadi tumpang tindih atau penggandaan sertipikat terhadap seluruh bidang tanah yang secara yuridis bertentangan dengan Undang-undang Peraturan Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.


(26)

saat dilakukannya pemeriksaan persiapan oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sesuai prosedur yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 selanjutnya yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara sebelum dilakukan sidang pemeriksaan terhadap pokok Perkara, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan persiapan secara tertutup oleh Hakim dan Hakim dalam PTUN berperan sangat aktif yaitu sejak pemeriksaan persiapan hingga tahap pemeriksaan pokok perkara, berbeda dengan peradilan Perdata, hakim bersikap pasif.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 63 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986jo.Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004jo.Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa “Hakim wajib memberikan nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan hakim juga dapat meminta penjelasan kepada Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan”.

Dalam pemeriksaan persiapan ketika Hakim meminta penjelasan dari Kantor Pertanahan Kota Medan selaku Pejabat Tata Usaha Negara dalam perkara ini, Kantor Pertanahan Kota Medan menyerahkan data-data Sertipikat Hak Milik No 1172 yang di duga tumpang tindih / ganda dengan Sertipikat Hak Milik No. 672 atas nama Tuan Firman Fantas Asalan Siregar. Adapun kebenarannya baru dapat diketahui pada saat


(27)

dilakukannya pembuktian dan pemeriksaan di tempat pada saat persidangan berlangsung.

Dari hasil pemeriksaan persidangan yang berlangsung, dapat diketahui bahwa faktor penyebab terbitnya sertipikat ganda tersebut yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 19 April 2000 dengan penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172 di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan berdasarkan proses Ajudikasi, yaitu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (Pasal 1 angka 8 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah). Sedangkan alasan Kantor Pertanahan Kota Medan menerbitkan Sertipikat Hak Milik tersebut adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 30 ayat 1 dan Pasal 31 ayat 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, penerbitan sertipikat untuk kepentingan pemegang hak harus sesuai data fisik dan data yuridis.

Pengertian data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya, sedangkan pengertian data yuridis adalah keterangan mengenai status mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya (vide pasal 1 angka 6 dan 7 PP No. 24 Tahun 1997) letak, batas dan


(28)

luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya.

Pengertian data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya, atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan dalam hal ini dilakukan diwilayah Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997, kegiatan pendaftaran tanah secara sistematik dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran, sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa di dalam wilayah yang ditetapkan untuk dilaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik mungkin ada bidang tanah yang sudah terdaftar. Penyediaan peta dasar pendaftaran untuk pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik tersebut selain digunakan untuk pembuatan peta pendaftaran dalam pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik juga digunakan untuk memetakan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar.

Dalam PP No. 10 Tahun 1961 sebagaimana telah dirubah dengan PP No. 24 Tahun 1997, pengukuran dan pemetaan dari suatu desa secara lengkap belum pernah ada, sungguhpun sudah diperintahkan dalam Pasal 3 PP No. 10 Tahun 1961 jo. PP No. 24 Tahun 1997, sehingga sertipikatnya disebut sertipikat sementara karena belum diukur desa demi desa, dan berdasarkan Pasal 17 PP 10 Tahun 1961 jo. PP No. 24 Tahun 1997 tersebut sertipikat sementara mempunyai fungsi dan kekuatan sebagai


(29)

Milik Nomor 672 atas nama Firman Fantas Asalan Siregar tersebut bidang tanah seluas 435-M2 terletak di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan merupakan bidang tanah yang sudah terdaftar.

Dalam hal ini tampak adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Panitia Ajudikasi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk memetakan Hak Milik Nomor 672 atas nama Firman Fantas Asalan Siregar tersebut. Selain itu berdasarkan Register nomor AL.016169 0201.05.04.1.00672, yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan, Kantor Pertanahan Kota Medan mengakui adanya warkah yang memuat data yuridis sertipikat Hak Milik No. 672 tersebut, dengan demikian jelaslah bahwa terdapat pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172, yaitu ketidakcermatan dan ketidak telitiannya dalam memeriksa dan meneliti data-data fisik dan data yuridis baik secara langsung dilapangan maupun dalam hal penyelidikan riwayat tanah dan penilaian kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah melalui pengecekan warkah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Medan.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan Penelitian ini adalah metode penelitian normatif yang secara deduktif, dimulai analisis terhadap ketentuan peraturan perundangan yang mengatur tentang kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara beserta putusan perkara khususnya mengenai pembatalan sertipikat ganda, doktrin yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi kasus/dokumen yang relevan.

B. Sumber Pengumpulan Data

Penelitian ini dititikberatkan pada studi kasus atau kepustakaan, sehingga data sekunder atau bahan pustaka lebih diutamakan dari data primer. Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut diperoleh dari :

a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata


(31)

Usaha Negara, Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan dan sebagainya.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa bahan-bahan hukum primer tersebut, antara lain berupa Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/ PTUN-MDN, buku-buku rujukan yang relevan, hasil karya tulis ilmiah dan berbagai makalah yang berkaitan.

c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, kamus umum, kamus bahasa, majalah, surat kabar, artikel, internet, dan jurnal-jurnal hukum.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini untuk lebih mematangkan akurasi data maka dipergunakan Metode Pengumpulan Data yakni Studi Kasus atau Kepustakaan. Studi kasus atau kepustakaan dilakukan dengan mempelajari dokumen resmi berupa peraturan perundang-undangan yang terkait, dokumen resmi lain yang berlaku, Putusan PTUN No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN dan menelaah literatur-literatur yang berhubungan


(32)

D. Metode Analisis Data

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun data yang diperoleh di lapangan sebagai data primer, selanjutnya akan dianalisa dengan pendekatan kualitatif. Analisa kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya. Dalam menganalisis data yang diperoleh akan digunakan cara berpikir yang bersifat Deduktif yaitu data hasil penelitian dari hal yang bersifat khusus menjadi yang bersifat umum. Dengan metode deduktif diharapkan akan diperoleh jawaban permasalahan.


(33)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pembatalan Sertipikat. 1. Tinjauan Umum tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Sedangkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang No. 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, selanjutnya disebut UU-PTUN dinyatakan bahwa :

“Seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi.”

Sedangkan Keputusan Tata Usaha Negara menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU-PTUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat


(34)

Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Gugatan Tata Usaha Negara menurut Pasal 1 angka 5 UU-PTUN adalah : “Permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.”

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan menurut Pasal 53 ayat (2) UU-PTUN adalah :

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.

c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.

Dalam Pasal 48 ayat (1) UU-PTUN dijelaskan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal


(35)

tersedia. Sedangkan yang tidak termasuk wewenang pengadilan dalam memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara dalam hal:

1. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional.

Pengertian Pembatalan Hak Atas Tanah dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 yaitu pembatalan keputusan mengenai pemberian suatu hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum dalam penerbitannya atau melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999, pengertian pembatalan Hak atas Tanah yaitu pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah atau sertipikat hak atas tanah karena keputusan tersebut mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) PMNA/ Kepala BPN No. 9 tahun 1999, yang menjadi obyek pembatalan hak atas tanah meliputi :


(36)

2. Sertipikat hak atas tanah

3. Surat keputusan pemberian hak atas tanah dalam rangka pengaturan penguasaan tanah.

Dalam ketentuan Pasal 22 sampai dengan Pasal 27 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang Undang Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA, pembatalan hak atas tanah merupakan salah satu sebab hapusnya hak atas tanah tersebut. Apabila telah diterbitkan keputusan pembatalan hak atas tanah, baik karena adanya cacat hukum administrasi maupun untuk melaksanakan putusan pengadilan, maka haknya demi hukum hapus dan status tanahnya menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara.

Terhadap hapusnya hak atas tanah tersebut karena disebabkan pembatalan hak, maka pendaftaran hapusnya hak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 131 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999, dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atas permohonan yang berkepentingan dengan melampirkan :

a. Surat keputusan pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa hak yang bersangkutan telah batal atau dibatalkan.

b. Sertipikat hak atas tanah, apabila sertipikat tersebut tidak ada pada pemohon, keterangan mengenai keberadaan sertipikat tersebut.

Secara umum UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa sesuatu hak atas tanah akan hapus apabila:


(37)

2. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 3. Karena ditelantarkan.

4. Karena melanggar prinsip nasionalitas (haknya jatuh kepada warga negara asing). 5. Tanahnya musnah.

6. Jangka Waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi 7. Karena putusan pengadilan.

Pembatalan hak atas tanah melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap hanya dapat diterbitkan berdasarkan permohonan pemohon, hal ini ditegaskan dalam Pasal 124 ayat (1) PMNA/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999, selanjutnya dalam ayat (2), Putusan Pengadilan dimaksud bunyi amarnya meliputi dinyatakan batal atau tidak mempunyai kekuatan hukum atau intinya sama dengan itu.

Pengajuan permohonan pembatalan diajukan secara tertulis, dapat diajukan langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional atau melalui Kepala Kantor Pertanahan yang memuat :

a. Keterangan mengenai diri pemohon :

- Perorangan : Nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan disertai fotocopy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan.

- Badan Hukum : nama, tempat, kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya disertai fotocopynya.


(38)

- Memuat nomor dan jenis hak disertai fotocopy surat keputusan dan atau sertipikat.

- Letak, batas, dan luas tanah disertai fotocopy Surat Ukur atau Gambar Situasi. - Jenis penggunaan tanah ( pertanian atau perumahan ).

c. Alasan permohonan pembatalan disertai keterangan lain sebagai data pendukung, antara lain :

- Fotocopy putusan pengadilan dari tingkat pertama dan tingkat terakhir. - Berita acara eksekusi, apabila perkara perdata atau pidana.

- Surat-surat lain yang berkaitan dengan permohonan pembatalan.

- Atas permohonan dimaksud, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembatalan hak atau penolakan pembatalan hak.

Dengan adanya uraian diatas, maka pembatalan hak atas tanah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum lebih luas dari pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif. Hal ini dikarenakan mencakup keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangannya telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dan juga keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangannya berada pada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.

Permohonan pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap diawali dengan timbulnya sengketa tanah yang terdapat adanya benturan kepentingan yang melibatkan pemegang hak dengan pihak


(39)

administrasi biasanya hanya melibatkan pemegang hak atas tanah dengan Badan Pertanahan Nasional.

Dengan kata lain, jika terjadi adanya sengketa hak atas tanah maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional. Demikian pula dengan permohonan pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah yang didasarkan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap diajukan oleh yang bersangkutan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional atau melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dan diteruskan melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi yang bersangkutan.

Adapun mekanisme pembatalan hak milik atas tanah yang ditempuh dalam hal ini yakni dengan cara pengajuan gugatan hukum terhadap Pejabat Tata Usaha Negarai.c. Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan dan pihak yang terkait atas objek sengketa berupa Sertipikat yang ganda.

Pihak-pihak yang berperkara dimaksud sebagaimana dalam Perkara Tata Usaha Negara Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN yakni:

Tuan Firman Pantas Asalan Siregar, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Pensiunan, Tempat tinggal di Komplek Taman Setia Budi Indah Blok J Nomor 17-Medan, dalam perkara ini selaku PENGGUGAT diwakili oleh kuasa hukumnya BERNANDUS TAMBA, S.H. & REKAN selaku Advokat/Penasihat Hukum, berkantor di Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Agustus 2005. Yang


(40)

I. Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan, berkedudukan di Jl. Karya Jasa Pangkalan Mashur Medan, dalam hal ini selaku TERGUGAT I diwakili oleh kuasanya Pegawai Bidang Hukum pada Kantor Pertanahan Kota Medan.

II. Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat, Warga Negara Indonesia, Pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Alamat Jl. Perjuangan/Pecuk Ireng No. 24 Medan, dalam hal ini selaku TERGUGAT II INTERVENSI memberi kuasa kepada Advokat/Penasehat Hukum, berkantor di Medan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 03 Agustus 2005.

Adapun dasar Gugatan Penggugat yakni :

- Penggugat adalah pemilik atas sebidang tanah yang terletak di Jalan Guru Sinumba II, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia, Kota Medan, seluas kurang lebih 435 Meter Persegi (M2) seperti ternyata dalam Sertipikat Hak Milik No.672 yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 1 Agustus 1998, dengan batas-batas seperti diuraikan dalam Nomor Register AL 0161690201.05.04.1.00672 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan, hingga sengketa ini diajukan ke persidangan tidak pernah dilakukan, pencabutan terhadap Hak Milik No.672 oleh penggugat.

- Menurut informasi yang diperoleh penggugat, Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 19 April 2000 telah menerbitkan Sertipikat Hak Milik No.1172 yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tanggal 19 April 2000, dengan batas-batas seperti diuraikan dalam Surat Ukur Nomor 33/Helvetia


(41)

Taruli Br. Hutabarat, secara ganda menumpang pada Sertipikat Hak Milik No.672 milik Penggugat, dengan demikian Kantor Pertanahan Kota Medan secara melawan hukum telah memberikan hak baru dan/atau telah bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, sehingga pemberian hak dan penerbitan sertipikat tersebut tidak sah menurut hukum, oleh karena itu harus dibatalkan.

- Tindakan Kantor Pertanahan Kota Medan memutuskan memberikan hak baru dengan mengeluarkan sertipikat tersebut merupakan suatu keputusan Tata Usaha Negara yang merugikan kepentingan penggugat, dan secara nyata menunjukkan Kantor Pertanahan Kota Medan tidak melaksanakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 jo. Pasal 53 ayat (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

- Atas dasar hal tersebut Penggugat mengajukan tuntutan : a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

b. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Sertipikat Hak Milik No. 1172 tanggal 19 April 2000 atas tanah seluas 435 M2 (Panjang 29 Meter dan Lebar 15 Meter) yang terletak di Jl. Guru Sinumba II Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat.


(42)

c. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik No. 1172 tanggal 19 April 2000 atas tanah seluas 435 M2 (Panjang 29 Meter dan Lebar 15 Meter) yang terletak di Jl. Guru Sinumba II Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat.

d. Membebankan Tergugat untuk membayar biaya perkara.

Selanjutnya, setelah proses jawab-menjawab para pihak dalam persidangan maka dalam perkara ini bukti yang diajukan Penggugat ada 2 macam yaitu:

a. Bukti surat, terdiri dari:

1. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) atas nama Firman Pantas Asalan Siregar. 2. Fotocopy Sertipikat Hak Milik No. 672 dengan No. Register

AL.016169.0201.05.04.1.00672 tertanggal 1 Agustus 1998 atas nama Firman Pantas Asalan Siregar.

3. Fotocopy Surat Akte Pelepasan Hak/Ganti Rugi No.59383/774/AKTE/1005, dikeluarkan oleh Drs. Ahmad Raja Thamrin, Camat Medan Sunggal serta dihadiri saksi-saksi. Dimana Salim Lumbanbatu (Alm) melakukan pelepasan hak kepada Firman Pantas Asalan Siregar didasarkan pada alas hak Surat Keterangan Tanah (SKT) Camat Kepala Wilayah Kecamatan Medan Sunggal Kotamadya Medan No. 185/AKT/MS/1975 tertanggal 12 Desember 1975 serta Surat Keterangan No. 413/SKT/XI/M/1985 yang dikeluarkan oleh Lurah Helvetia Kecamatan Medan Sunggal tentang batas-batas penguasaan tanah dan Surat Keterangan Bebas dari


(43)

keterangan diatas Penggugat Firman Pantas Asalan Siregar pada tahun 1998 mengajukan permohonan pembuatan Sertipikat Hak Milik No. 672 atas obyek tanah dimaksud kepada Tergugat dalam hal ini Kantor Pertanahan Kota Medan). 4. Fotocopy Sertipikat Hak Milik No. 1172 tanggal 19 April 2000 atas nama

Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan.

b. Saksi yaitu :

1. Saksi Saut Maruli Simanungkalit.

- Pada tahun 1990 Pak Firman dan keluarganya datang ke lokasi persawahan yang berdekatan dengan rumah saksi Jl. Guru Sinumba II Kelurahan Helvetia Timur dan menyuruh saksi untuk diusahai/ditanami padi.

- Sejak saksi mengusahai tanah tersebut belum ada yang merasa keberatan atas tanah tersebut.

- Saksi tidak pernah melihat pihak Badan Pertanahan Nasional datang ke lokasi tanah tersebut.

- Saksi tidak pernah melihat Ibu Damaris membuat patok batas diatas tanah tersebut.

2. Saksi Rinnis Br. Nababan.

- Jarak rumah saksi dengan lokasi tanah tersebut lebih kurang 1 Km.

- Saksi tidak pernah melihat ada orang datang ke lokasi tanah tersebut untuk mengukur.


(44)

- Saksi tidak pernah melihat pamplet yang terpampang diatas tanah. II. Bukti yang diajukan Tergugat dan Tergugat II Intervensi.

Dalam perkara ini Tergugat mengajukan alat-alat bukti berupa foto copy surat-surat yang terdiri dari:

1. Fotocopy Surat Penyerahan tanggal 21 Oktober 1998.

2. Fotocopy Akte Ganti Rugi No. 144/1973 tanggal 26 Mei 1973. 3. Fotocopy Gambar Situasi.

4. Fotocopy Buku Tanah Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur terdaftar atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat.

Untuk mendukung dalil-dalilnya Tergugat II Intervensi telah mengajukan alat-alat bukti berupa foto copy surat-surat yang terdiri dari:

1. Fotocopy Sertipikat Hak Milik No.1172 tanggal 19 April 2000 atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat.

2. Fotocopy Surat Kematian No. 474.3/46/X/ST/92 a/n Salim Lumbanbatu, BA. 3. Fotocopy Peta Pembagian tanah untuk perwakilan Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Propinsi Sumatera Utara.

4. Fotocopy surat tanggal 3 Nopember 2004 yang ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional Medan.

5. Fotocopy surat tanda lapor polisi No.Pol.Lp/2975/K.3/X/04/OPS/TABES, tanggal 15 Oktober 2004,


(45)

7. Fotocopy Surat Tanda Terima Setoran (STTS) dari Kantor Pelayanan PBB Medan II.

B. Pertimbangan Hukum Dalam Perkara Tata Usaha Negara No. 53/G. TUN/2005/PTUN-MDN.

1. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Putusan No. 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN.

- Menimbang, bahwa yang dipermasalahkan oleh Penggugat dalam perkara ini adalah Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur yang diterbitkan oleh Tergugat, yang menurut Penggugat penerbitan surat keputusan aquo telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

- Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari bukti-bukti tertulis dari para pihak yang kemudian diikuti dengan pemeriksaan setempat maka didapat suatu kesimpulan bahwa dalam satu bidang tanah seluas 435 M2 ( Panjang 29 M dan Lebar 15 M) di lokasi yang sama terdapat dua sertipikat yaitu Sertipikat Hak Milik Nomor 672 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 1 Agustus 1998 atas nama Firman Pantas Asalan Siregar (bukti P-2) dan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 atas nama Damaris Sinta br. Hutabarat (bukti T.II.Int-1).

- Menimbang, bahwa dengan demikian menurut hemat Majelis Hakim berdasar ketentuan diatas sebelum menerbitkan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 Tergugat seharusnya


(46)

benar-akan diterbitkan sertipikat, benar-akan tetapi dalam hal ini Tergugat tidak meneliti dan memperhatikan terutama data yuridis yang ada, karena ternyata atas tanah tersebut secara yuridis telah terbit Sertipikat Hak Milik Nomor 672 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 1 Agustus 1998 atas nama orang lain yaitu Firman Pantas Asalan Siregar, seharusnya setelah diindikasikan adanya kepentingan orang lain atas tanah tersebut maka menjadi halangan bagi Tergugat untuk menerbitkan Sertipikat Hak Milik atas nama pemohon baru, meskipun tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan mengenai larangan dalam satu hamparan tanah dengan luas dan lokasi yang sama diterbitkan dua sertipikat, Tergugat sebagai Pejabat Tata Usaha Negara dalam melaksanakan tugas serta kewajibannya harus mematuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik. Oleh karena tindakan Tergugat tersebut bukan dikategorikan melanggar peraturan perundang-undangan, namun tindakan yang demikian termasuk bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas larangan bertindak sewenang-wenang dan asas kepastian hukum.

- Menimbang, bahwa berdasar uraian diatas dapat disimpulkan penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur oleh Tergugat adalah mengandung cacat hukum, dengan demikian tuntutan Penggugat agar Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur dibatalkan sesuai dengan Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, oleh karena itu tuntutan Penggugat


(47)

mengenai pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tersebut telah dikabulkan.

- Menimbang, bahwa dengan dikabulkannya tuntutan pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat, maka pengadilan memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut obyek gugatanin litis.

MENGADILI I. Dalam Eksepsi :

- Menolak eksepsi Tergugat dan Tergugat II Intervensi untuk seluruhnya. II. Dalam Pokok Perkara :

- Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.

- Menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat yang diterbitkan Tergugat.

- Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat.

- Membebankan Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 2.214.000,-(dua juta dua ratus empat belas ribu rupiah).


(48)

2. Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Dalam Putusan No. 39/BDG/2006/PT.TUN-MDN.

- Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan membaca dan mempelajari Memori Banding yang diajukan oleh Pihak Tergugat II Intervensi/Pembanding II serta Kontra Memori Banding yang diajukan oleh Penggugat/Terbanding pada pemeriksaan sengketa di tingkat banding tidak ada mengemukakan hal-hal yang baru dan semuanya telah dipertimbangkan secara cermat oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.

- Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan sebagai Judex Factie ditingkat banding berpendapat dan berkesimpulan bahwa pertimbangan hukum dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan tersebut telah tepat dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku, oleh karena itu pertimbangan hukum dimaksud diambil alih menjadi pertimbangan hukumJudex Factieditingkat banding dalam memutus sengketa.

- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan hukum tersebut diatas, maka putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor : 53/G.TUN/2005/ PTUN-MDN tanggal 30 Nopember 2005 harus dikuatkan.

- Menimbang, bahwa oleh karena putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor : 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN tanggal 30 Nopember 2005 tersebut yang dimohonkan banding dikuatkan dalam pemeriksaan tingkat banding dan Pihak


(49)

yang kalah dalam sengketa ini, maka terhadapnya dibebankan untuk membayar biaya perkara di 2 (dua) tingkat peradilan yang untuk tingkat banding akan ditetapkan dalam amar putusan sebagai tersebut dibawah ini.

- Mengingat serta memperhatikan segala ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan sengketa ini khususnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 serta peraturan lain yang terkait.

MENGADILI

- Menerima permohonan banding dari Tergugat/Pembanding I dan Tergugat II Intervensi/ Pembanding II tersebut.

- Menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor : 53/G.TUN/ 2005/PTUN-MDN tanggal 30 Nopember 2005 yang dimohonkan banding tersebut.

- Menghukum Tergugat/ Pembanding I dan Tergugat II Intervensi/Pembanding II untuk membayar biaya perkara dalam 2 (dua) tingkat peradilan yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupiah).

3. Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Putusan No. 61 K/TUN/2007.

- Bahwa Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan dapat mengambil alih pertimbangan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan yang dianggap sudah tepat dan benar sebagai pertimbangannya sendiri.


(50)

- Bahwa alasan Pemohon Kasasi/ Tergugat tentang judex factie tidak mempertimbangkan bukti-bukti sehingga mengakibatkan batalnya putusan tidak dapat dibenarkan, karena judex factie tidak salah menerapkan hukum dan hanya merupakan pengulangan fakta belaka, lagi pula alasan-alasan tersebut pada hakekatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004.

MENGADILI

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut.

- Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah).

Berdasarkan ketentuan dari Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan


(51)

(selanjutnya disebut UU-PTUN) dapat disimpulkan bahwa Penggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah individu atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan kepentingannya karena keputusan yang diterbitkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, untuk membatalkan keputusan tersebut dan tanpa disertai ganti rugi.

Dengan demikian subyek hukum dalam posisi sebagai penggugat dalam sengketa Tata Usaha Negara ada 2 (dua), yaitu individu (orang) dan badan hukum perdata. Dalam perkara ini penggugat adalah perorangan, yaitu Tuan Firman Fantas Asalan Siregar yang diwakili oleh kuasa hukumnya yaitu Bernandus Tamba, SH dan melalui Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Agustus 2005. Karena merasa kepentingannya dirugikan, Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai Pasal 1 angka 5 UU-PTUN yang menyatakan bahwa gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapat putusan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 UU-PTUN, yang dapat bertindak sebagai Tergugat dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau badan hukum perdata. Dalam perkara ini Tergugat adalah Kantor Pertanahan Kota Medan selaku Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melaksanakan tugas pemerintah dibidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral yang salah satunya


(52)

kepastian hukum (Pasal 2 jo. Pasal 3 Kepres No. 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasionaljo. Perpres No. 10 Tahun 2006 tentang BPN RI) dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara dikenal adanya 5 (lima) macam alat bukti yang dapat diajukan dalam persidangan, yaitu :

1. Surat atau tulisan. 2. Keterangan ahli. 3. Keterangan saksi. 4. Pengakuan para pihak. 5. Pengetahuan hakim .

Dalam perkara ini Penggugat mengajukan 2 (dua) macam alat bukti yaitu foto copy surat-surat dan keterangan saksi yang sebagaimana diuraikan diatas. Sedangkan Tergugat hanya mengajukan satu macam alat bukti yaitu foto copy surat-surat sebagaimana yang telah diuraikan diatas.

Pasal 1 angka 3 UU-PTUN menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Dikaji dari elemen-elemen Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU-PTUN dan dari segi muatan (isi), pejabat


(53)

ditetapkan di dalamnya, maka sertipikat tanah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Sertipikat tanah dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional selaku Badan Tata Usaha Negara, ditujukan kepada seseorang atau badan hukum (konkret, individual) yang menimbulkan akibat hukum pemilikan atas sebidang tanah yang tidak memerlukan persetujuan lebih lanjut dari instansi atasan atau instansi lain (final).

Dengan demikian sertipikat tanah memiliki sisi ganda, yaitu pada satu sisi sebagai Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dan pada sisi lain sebagai tanda bukti hak keperdataan (kepemilikan) seseorang atau badan hukum atas tanah, sehingga apabila terjadi sengketa mengenai sertipikat ganda, penyelesaiannya dapat ditempuh melalui dua jalur peradilan, yaitu mengenai masalah penerbitan sertipikat sebagai produk Badan Pertanahan Nasional dapat dimohonkan pembatalannya melalui PTUN, sedangkan mengenai masalah sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan seseorang/badan hukum atas tanah dapat dimohonkan sah atau tidaknya bukti kepemilikan tersebut melalui Pengadilan Negeri. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 16 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 jo.Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyebutkan bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.


(54)

Pertimbangan Hukum Menurut Ketentuan Hukum Tata Usaha Negara Dalam perkara ini, Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa baik dalam posita maupun petitum gugatan Penggugat tidak mempersoalkan masalah kepemilikan tanah, tetapi mengenai penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172 yang diterbitkan tumpang tindih dengan Sertipikat Hak Milik No. 672 atas nama Penggugat, selain itu petitum gugatan dalam perkara ini adalah permohonan pembatalan Sertipikat Hak Milik No.1172, dan ini merupakan karakteristik dari Hukum Tata Usaha Negara.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tidak terdapat adanya sanksi administrasi bagi pihak BPN apabila melakukan kesalahan dalam pembuatan sertipikat. akan tetapi didalam UUPA hanya mengatur ketentuan pidana yang sifatnya pelanggaran saja, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 52 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 yang menyatakan :

a. Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan/atau denda setinggi tingginya Rp.

10.000.-b. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Perundangan yang dimaksud dengan Pasal 19, 22, 24, 26 ayat (1), 46, 47, 48, 49 ayat (3) dan 50 ayat (2) dapat memberikan ancaman pidana dan pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp.


(55)

a. Pemeliharaan tanah dan kerusakannya (Pasal 15). b. Pendaftaran Tanah (Pasal 19).

c. Terjadinya hak milik menurut hukum adat (Pasal 22). d. Penggunaan tanah milik oleh bukan pemiliknya (Pasal 24).

e. Mengenai jual beli, penukaran, pengubahan pemberian dengan wasiat, pemberian menurut hukum adat (Pasal 26).

f. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan (Pasal 46). g. Hak Guna Air (Pasal 47).

h. Mengenai hak guna ruang angkasa (Pasal 48).

i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial (Pasal 49).

j. Mengenai Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai dan Hak Sewa (Pasal 50).

Sedangkan tindakan BPN yang telah menerbitkan 2 (dua) sertipikat dalam satu bidang tanah dengan letak, batas dan luas yang sama menurut putusan Majelis Hakim bukan dikategorikan melanggar peraturan perundang-undangan, tetapi hanya bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya asas larangan bertindak sewenang-wenang.

Dengan dikabulkannya permohonan pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dalam perkara ini yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini pengadilan hanya berwenang menyatakan batal sertipikat tersebut, putusan pengadilan tersebut hanya bersifatdeclaratoir, yaitu


(56)

Penggugat, dalam perkara ini Hakim hanya berwenang menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor 1172, sehingga pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi berada pada pihak yang kalah, maka seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng. Segala bukti yang tidak secara tegas dipertimbangkan, dipandang tidak relevan dengan pertimbangan putusan ini dikesampingkan namun guna keperluan kemungkinan perkara ini akan diperiksa di tingkat banding dan kasasi.

Pada pemeriksaan sengketa di tingkat banding tidak ada mengemukakan hal-hal yang baru dan semuanya telah dipertimbangkan secara cermat oleh Majelis Hakim Pengadilan TUN. Majelis Hakim Pengadilan TUN sebagai judex factie di tingkat banding berpendapat dan berkesimpulan bahwa pertimbangan hukum dan putusan pengadilan TUN Medan tersebut telah tepat dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku, oleh karena itu pertimbangan hukum dimaksud diambil alih menjadi pertimbangan hukumjudex factie, di tingkat Banding dalam memutus sengketa, maka putusan Pengadilan TUN Medan Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN tanggal 30 Nopember 2005 dikuatkan.

Pada pemeriksaan sengketa di tingkat kasasi hanya merupakan pengulangan fakta belaka, yang mana alasan tersebut pada hakekatnya mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam tingkat kasasi karena pemeriksaan dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum


(57)

peraturan peundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas kewenangannya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 30 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan putusanjudex factiedalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-undang maka kasasi Tergugat ditolak, sedangkan pelaksanaan pembatalan atas sertipikat tersebut merupakan kewenangan dari Badan Pertanahan Nasional. Dalam perkara ini, untuk pelaksanaan pembatalan sertipikat tersebut, penggugat yaitu Tuan Firman Fantas Asalan Siregar harus mengajukan permohonan pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut kepada Kantor Pertanahan Kota Medan sesuai dengan prosedur dan tata cara pembatalan hak atas tanah seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 124 ayat (2) PMNA/KBPN 9/1999, namun akan tetapi dari pihak BPN belum melaksanakan pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat hal ini disebabkan karena Tuan Firman belum menyerahkan data fisik atas tanah yang merupakan syarat untuk membatalkan sertipikat berdasarkan putusan pengadilan.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hal-hal penyebab terbitnya sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam perkara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172, yaitu ketidakcermatan dan ketidaktelitiannya dalam memeriksa dan meneliti data yuridis baik secara langsung di lapangan maupun dalam hal penyelidikan riwayat tanah dan penilaian kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah melalui pengecekan warkah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Medan.

2. Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama. Jika dalam putusan Tata Usaha Negara terdapat adanya kepentingan yang dirugikan dapat


(59)

mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi. 3. Pertimbangan Hukum Hakim PTUN berpendapat bahwa dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan telah mengandung cacat hukum dan/atau telah bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sehingga terhadap sertipikat tersebut dibatalkan.

B. Saran

1. Sebaiknya ketentuan lembaga Rechtsverwerking (penglepasan hak) yang ada di Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dicantumkan dalam bentuk undang-undang, hal ini sebabkan karena hakim tidak bisa menerapkan lembaga tersebut dalam menyelesaikan sengketa pertanahan karena lembaga tersebut masih berbentuk peraturan pemerintah.

2. Kepada Kantor Pertanahan agar dapat lebih efektif dalam penyelesaian sengketa pertanahan termasuk sertipikat ganda. Dalam hal pengumuman melalui media maupun terhadap oknum petugas pendaftaran tanah yang menyimpang agar dapat diberlakukan sanksi disiplin sesuai peraturan yang berlaku sehingga menimbulkan efek jera.

3. Hendaknya Kebijakan administrasi tersebut dapat diperketat dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab menghindari kerugian dan tuntutan hukum.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Chomzah, Ali Achmad,Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2003.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya , Jilid i, Jakarta : Djambatan, 2003. Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung :

Mandar Maju, 2010.

Murad, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung : Alumni, 1991.

Parlindungan, A.P, Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Bandung : Alumni, 1985.

---,Pendaftaran Tanah di Indonesia,Bandung : Mandar Maju, 1999. ---,Hilangnya Hak-hak Atas Tanah, Bandung : CV. Mandar Maju, 1999.

---, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung : Mandar Maju, 1996.

Soerodjo, Irawan, Kapasitas Hukum Atas Tanah di Indonesia, Surabaya : Arkola, 2003.

Soetami, A. Siti,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung : PT. Eresco, 1997.

Subekti, R dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2001.


(1)

Penggugat, dalam perkara ini Hakim hanya berwenang menyatakan batal Sertipikat Hak Milik Nomor 1172, sehingga pihak Tergugat dan Tergugat II Intervensi berada pada pihak yang kalah, maka seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng. Segala bukti yang tidak secara tegas dipertimbangkan, dipandang tidak relevan dengan pertimbangan putusan ini dikesampingkan namun guna keperluan kemungkinan perkara ini akan diperiksa di tingkat banding dan kasasi.

Pada pemeriksaan sengketa di tingkat banding tidak ada mengemukakan hal-hal yang baru dan semuanya telah dipertimbangkan secara cermat oleh Majelis Hakim Pengadilan TUN. Majelis Hakim Pengadilan TUN sebagai judex factie di tingkat banding berpendapat dan berkesimpulan bahwa pertimbangan hukum dan putusan pengadilan TUN Medan tersebut telah tepat dan benar sesuai dengan hukum yang berlaku, oleh karena itu pertimbangan hukum dimaksud diambil alih menjadi pertimbangan hukumjudex factie, di tingkat Banding dalam memutus sengketa, maka putusan Pengadilan TUN Medan Nomor 53/G.TUN/2005/PTUN-MDN tanggal 30 Nopember 2005 dikuatkan.

Pada pemeriksaan sengketa di tingkat kasasi hanya merupakan pengulangan fakta belaka, yang mana alasan tersebut pada hakekatnya mengenai penilaian hasil


(2)

51

peraturan peundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas kewenangannya sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 30 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 jo. Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan putusanjudex factiedalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-undang maka kasasi Tergugat ditolak, sedangkan pelaksanaan pembatalan atas sertipikat tersebut merupakan kewenangan dari Badan Pertanahan Nasional. Dalam perkara ini, untuk pelaksanaan pembatalan sertipikat tersebut, penggugat yaitu Tuan Firman Fantas Asalan Siregar harus mengajukan permohonan pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut kepada Kantor Pertanahan Kota Medan sesuai dengan prosedur dan tata cara pembatalan hak atas tanah seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 124 ayat (2) PMNA/KBPN 9/1999, namun akan tetapi dari pihak BPN belum melaksanakan pembatalan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 atas nama Damaris Sinta Taruli Br. Hutabarat hal ini disebabkan karena Tuan Firman belum menyerahkan data fisik atas tanah yang merupakan syarat untuk membatalkan sertipikat berdasarkan putusan pengadilan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hal-hal penyebab terbitnya sertipikat ganda oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam perkara No. 53/G.TUN/2005/PTUN.MDN yaitu karena adanya pemberian hak baru oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dengan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik yang dilaksanakan oleh Panitia Ajudikasi, yang dalam pelaksanaannya didapati adanya pelanggaran terhadap tugas dan wewenang Panitia Ajudikasi, dalam proses penerbitan Sertipikat Hak Milik No. 1172, yaitu ketidakcermatan dan ketidaktelitiannya dalam memeriksa dan meneliti data yuridis baik secara langsung di lapangan maupun dalam hal penyelidikan riwayat tanah dan penilaian kebenaran alat bukti pemilikan atau penguasaan tanah melalui pengecekan warkah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Medan.

2. Kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan Sertipikat Hak Atas Tanah dapat dilihat dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009


(4)

53

mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi. 3. Pertimbangan Hukum Hakim PTUN berpendapat bahwa dalam penerbitan Sertipikat Hak Milik Nomor 1172 Kelurahan Helvetia Timur tertanggal 19 April 2000 oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Medan telah mengandung cacat hukum dan/atau telah bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sehingga terhadap sertipikat tersebut dibatalkan.

B. Saran

1. Sebaiknya ketentuan lembaga Rechtsverwerking (penglepasan hak) yang ada di Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dicantumkan dalam bentuk undang-undang, hal ini sebabkan karena hakim tidak bisa menerapkan lembaga tersebut dalam menyelesaikan sengketa pertanahan karena lembaga tersebut masih berbentuk peraturan pemerintah.

2. Kepada Kantor Pertanahan agar dapat lebih efektif dalam penyelesaian sengketa pertanahan termasuk sertipikat ganda. Dalam hal pengumuman melalui media maupun terhadap oknum petugas pendaftaran tanah yang menyimpang agar dapat diberlakukan sanksi disiplin sesuai peraturan yang berlaku sehingga menimbulkan efek jera.

3. Hendaknya Kebijakan administrasi tersebut dapat diperketat dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab menghindari kerugian dan tuntutan hukum.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Chomzah, Ali Achmad,Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2003.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya , Jilid i, Jakarta : Djambatan, 2003. Lubis, Mhd. Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung :

Mandar Maju, 2010.

Murad, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung : Alumni, 1991.

Parlindungan, A.P, Pendaftaran Tanah dan Konversi Hak-Hak Atas Tanah Menurut UUPA, Bandung : Alumni, 1985.

---,Pendaftaran Tanah di Indonesia,Bandung : Mandar Maju, 1999. ---,Hilangnya Hak-hak Atas Tanah, Bandung : CV. Mandar Maju, 1999.

---, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung : Mandar Maju, 1996.

Soerodjo, Irawan, Kapasitas Hukum Atas Tanah di Indonesia, Surabaya : Arkola, 2003.

Soetami, A. Siti,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung : PT. Eresco, 1997.


(6)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 01 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan.

Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.