Konflik Pertanahan di Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore Kota Palu | Pertiwi | GeoTadulako 2612 7848 1 PB

(1)

KONFLIK PERTANAHAN DI KELURAHAN TONDO

KECAMATAN MANTIKULORE KOTA PALU

DIAN PRATIWI A 351 09 018

JURNAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

TAHUN 2014


(2)

ABSTRAK

Masalah pokok penelitian ini adalah: terdapatnya konflik pertanahan di Kelurahan Tondo. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui intensitas lahan yang berkonflik, sebaran lahan yang berkonflik, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik serta pengaruh kaum migran di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu selama tahun 2009 2013 (5 tahun terakhir); dan dampak apa saja yang menyebabkan kaum migran tinggal di Kelurahan Tondo. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus (case study).

Variabel penelitian ialah lahan di Kelurahan Tondo dan penduduk yang mengalami konflik di Kelurahan Tondo. Sumber data penelitian meliputi penduduk Kelurahan Tondo yang mengalami konflik, dengan mewawancarai narasumber yang telah di pilih berdasarkan informasi staf Kelurahan yang mengetahui proses terjadinya konflik, yaitu sebanyak 4 informan diantaranya 2 orang penduduk migrasi dan 2 orang penduduk asli. Metode pengumpulan data meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah lahan yang mengalami konflik selama tahun 2009-2013 mencapai luasan 28.275 m2 atau sekitar 2,8 Ha diantaranya terdapat di Jl. Padat Karya, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Tadulako, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. Untad I, yang melibatkan 15 orang penduduk migrasi dan 16 orang penduduk asli. Sumber konflik pertanahan di Kelurahan Tondo pada umumnya karena adanya pihak ketiga, pengaruh kaum migran terhadap lahan yang mengalami konflik diantaranya memanfaatkan lahan kosong yang di klaim oleh masyarakat asli (pemilik) dengan menyewanya pertahun untuk kebutuhan ekonomi. Dampak yang ada terhadap konflik petanahan secara positif salah satunya masyarakat migrasi memberikan inisiatif untuk berwirausaha bagi masyarakat asli pada penggunaan/pemanfaatan lahan kosong, membuka lapangan pekerjaan baik bagi masyarakat asli maupun masyarakat migrasi dan salah satu dampak negatifnya ialah terjadinya persaingan ekonomi antara penduduk asli dengan penduduk migrasi (kaum migran). Kata Kunci: Migrasi Penduduk, Konflik Pertanahan, Kelurahan Tondo


(3)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kota Palu merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, sekaligus sebagai kota administrasi. Kota Palu dibagi menjadi 8 (delapan) kecamatan dan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Kecamatan-kecamatan di Kota Palu: Palu Barat, Palu Selatan, Palu Timur, Palu Utara, Mantikulore, Ulujadi, Tatanga, dan Tawaili. Etnis yang terdapat di Kota Palu meliputi Kaili (38,71%), diikuti oleh etnis Bugis (22,47%), Jawa (9,38%), Gorontalo (2,86%), Buol (1,21%), Bali (1,08%), Banggai (0,72%), Saluan (0,71%), dan lainnya (22,86) (Leo Suryadinata, dkk, 2003:176).

Pentingnya lahan bagi kehidupan manusia disebabkan lahan digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat melakukan kegiatan antara lain: sebagai tempat tumbuhnya vegetasi, lahan juga mengandung barang tambang atau bahan galian, serta sebagai tempat berkembangnya hewan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, pengunaan lahanpun semakin banyak digunakan atau semakin intensif. baik untuk tempat tinggal maupun tempat untuk kegiatan ekonomi.

Kelurahan Tondo adalah salah satu bagian wilayah administrasi Kecamatan Mantikulore yang berjumlah penduduk 10.073 jiwa dengan luas wilayah 5.516 ha. Status tanah yang bersertifikat di wilayah Kelurahan Tondo adalah 3.267 (46%) buah, sedangkan tanah yang belum bersertifikat ialah 4.128 (54%) buah. Banyaknya status tanah yang belum bersertifikat menyebabkan tanah/lahan terbengkalai. Terbengkalainya lahan tersebut, menyebabkan masyarakat asli ataupun pendatang dapat mencantumkan nama hak milik (atas nama) terhadap lahan kosong tersebut dengan mudah. Adanya banyak hak milik yang dicantumkan di berbagai lahan kosong, dapat menyebabkan terjadinya konflik. Baik konflik sesama penduduk asli, ataupun konflik antara penduduk asli dan penduduk pendatang.

Jumlah konflik/persengketaan lahan di wilayah Kelurahan Tondo sejak tahun 2009-2013 (5 tahun terakhir) terdapat 16 kasus persengketaan lahan, yang melibatkan 16 orang penduduk asli dan 15 orang penduduk pendatang (migrasi) dengan luasan kurang lebih 28.275m². Adapun objek tanah yang berkonflik antara lain berada di: Jl. Padat Karya, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Untad, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, Jl. Soekarno Hatta dan Jl. Untad I.


(4)

Akibat dari banyaknya penduduk pendatang yang membeli tanah untuk tinggal di wilayah Kelurahan Tondo khususnya di Perumahan Dosen, tanah diklaim oleh penduduk asli bahwa tanah yang dimiliki oleh masyarakat Perumahan Dosen dan Perumahan Roviga adalah tanah mereka. Masalah persengketaan tanah muncul karena berubahnya fungsi lahan/tanah yang semula berfungsi sosial menjadi lebih bersifat ekonomi.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik meneliti kondisi bertambahnya penduduk yang diakibatkan terjadinya migrasi dan perubahan status kepemilikan lahan pada Wilayah Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikolore selama tahun 2009-2013 (5 tahun terakhir) denganjudul: “Konflik Pertanahan di Wilayah Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore Kota Palu”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka dapat di rumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Berapa intensitas/jumlah lahan yang berkonflik dan dimana saja letak lahan yang berkonflik;

2. Apa saja sumber konflik pertanahan yang ada di Kelurahan Tondo;

3. Apa saja pengaruh kaum migran terhadap lahan yang mengalami konflik di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu selama tahun 2009–2013 (5 tahun terakhir);

4. Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh keberadaan kaum migran di Kelurahan Tondo. 1.3. Tujuan, Sasaran dan Kegunaan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui berapa intensitas/jumlah masyarakat yang mengalami konflik dan mengetahui dimana letak lahan yang mengalami konflik;

2. Mengetahui darimana sumber konflik pertanahan yang terjadi di Kelurahan Tondo; 3. Mengetahui bagaimana pengaruh migrasi masuk (in-migration) ke wilayah Kelurahan

Tondo Kecamatan Mantikulore terhadap jumlah/intensitas timbulnya kasus konflik kepemilikan tanah selama tahun 2009–2013 (5 tahun terakhir);

4. Faktor dan dampak apa saja yang menyebabkan kaum migran bermigrasi di Kelurahan Tondo.


(5)

Sasaran penelitian ini terpusat pada masyarakat Kelurahan Tondo yang terdaftar dalam konflik lahan di administrasi Kelurahan Tondo pada tahun 2009-2013. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1) Bagi masyarakat, dapat memberikan pengetahuan tentang pentingnya pemahaman terhadap Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA) terkait dengan kepemilikan dan penguasaan tanah, jual-beli tanah, hak guna usaha, hak kepemilikan, hak guna bangunan, dan hak pakai;

2) Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai masalah persengketaan tanah;

3) Bagi pemerintah dan instansi yang terkait, menyangkut penunjukkan lokasi dan penetapan luasnya, pelepasan atau pembebasan, pengosongan tanah, ganti rugi atau imbalannya lainnya, pembatalan haknya dan pencabutan haknya;

4) Bagi UniversitasTadulako, sebagai sumbangsih dalam melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi yang disesuaikan dengan Pola Ilmiah Pokok (PIP) yakni Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Kepada Masyarakat.

II. METODOLOGI

2.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian Studi Kasus (case study). Menurut Kusmarni,Y. (2013; 2-3) Studi kasus adalah sebuah eksplorasi dari “suatu sistem yang terikat” atau “suatu kasus/beragam kasus” yang dari waktu ke waktu melalui pengumpulan data yang

mendalam serta melibatkan berbagai sumber informasi yang “kaya” dalam suatu konteks.

Sistem terikat ini diikat oleh waktu dan tempat sedangkan kasus dapat dikaji dari suatu program, peristiwa, aktivitas atau suatu individu.

2.2. Lokasi Penelitian

Secara geografis dan demografis Kelurahan Tondo berada pada wilayah Kecamatan Palu Timur dengan luas wilayah 5.516 Ha, dengan titik koordinat 0°48'20,5"LS-0°51'154,8"LS dan 119°52'43"BT-119°58'26,6"BT. Terdiri dari 41 RT dan 15 RW, adapun batas-batas geografis Kelurahan Tondo yakni Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Layana, sebelah Timur


(6)

Utara berbatasan dengan Kab. Parigi Moutong, Kebun kopi, sebelah Barat Utara berbatasan dengan Kelurahan Talise, dan sebelah Selatan Utara berbatasan dengan Teluk Palu.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian 2.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil dari sumber pertama (informan) yaitu berupa hasil wawancara mendalam (indepth interview). Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari instansi yang terkait. Data sekunder dalam penelitian ini adalah peta administrasi Kelurahan Tondo, peta kepemilikan lahan/persil, peta penggunaan lahan, dan data–data konflik tanah yang bersengketa beserta nama–nama konflik tanah baik warga asli Tondo maupun pendatang, beserta dokumentasi tersimpan yang ada di lembaga Pusat Penelitian Perdamaian dan Pengelolaan Konflik (P4K) Universitas Tadulako.

2.4. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Tondo yang memiliki lahan bersengketa, yang telah terdaftar di Kantor Kelurahan Tondo dari tahun 2009-2013, sebanyak 16 kasus konflik pertanahan. Informan ditentukan dengan cara di pilih oleh staf Kelurahan


(7)

Tondo. Masyarakat Kelurahan Tondo yang mengalami konflik pertanahan dari tahun 2009–

2013 berjumlah 31 orang, terdiri dari 16 orang penduduk asli dan 15 orang penduduk pendatang, yang dimana informan tersebut hanya 4 (empat) warga yang dipilih oleh Kantor Kelurahan Tondo untuk dijadikan variabel penelitian.

2.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (1) Observasi, langkah awal yang ditempuh oleh setiap peneliti guna memperoleh data di lokasi penelitian. (2) wawancara mendalam Wawancara dengan sistem ini memberikan kebebasan yang terbatas pada para penanya untuk menanyakan hal lain di luar pedoman, namun kebebasan tersebut tetap terbatas sepanjang tidak menyimpang dengan rencana penelitian yang telah dirumuskan (Subagyo,P. 2004:39), pengumpulan data dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan dengan mewawancarai informan yang dipilih oleh staf kelurahan dengan menggunakan pedoman wawancar. (3) Dokumentasi, Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi, dimana data diperoleh dari arsip atau dokumen kelurahan mengenai jumlah penduduk yang bersengketa serta data lainnya yang berkaitan dengan penelitian.

2.6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian menggunakan Analisis deskriptif kualitatif, Analisis deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian pada saat-saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimananya keadaan (Nawawi,H: 63). Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran tentang konflik pertanahan dengan adanya masyarakat yang bermigrasi. Jumlah pertanyaan dalam panduan wawancara sebanyak 4 (empat) item pertanyaan dan kemudian dikembangkan pada saat wawancara berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menganalisis secara deskriptif mengenai studi kasus pengaruh migrasi terhadap konflik pertanahan di Kelurahan Tondo sesuai dengan fakta yang ada di lapangan.


(8)

3.1. Lokasi Konflik Lahan

Tahap penelitian lapangan menunjukkan bahwa, lahan yang mengalami konflik terdapat 2 (dua) versi yaitu menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kelurahan Tondo. Adapun beberapa lokasi lahan yang mengalami konflik menurut Kelurahan Tondo dari tahun 2009-2013 (5 tahun terakhir) diantaranya terdapat di Jl. Padat Karya, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Tadulako, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. Untad I.

Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) lahan yang mengalami konflik hingga saat ini ialah lahan yang di tempati oleh Universitas Tadulako dan di Jl. Vatutela yaitu lahan yang berada di sebelah Selatan komplek kampus. Lahan yang sekarang ditempati oleh Universitas Tadulako berkonflik karena lahan mengalami pergesaran dari batas pagar tembok UNTAD yang telah di tentukan, sedangkan lahan yang mengalami konflik di Jl. Vatutela ialah lahan yang di klaim oleh masyarakat asli, yang digunakan untuk usaha baik usaha warung makan, usaha fotokopi, bengkel dan lainnya.

Gambaran lokasi dan penggunaan lahan pada lahan yang berkonflik sebagaiman tercantum dalam rangkaian Gambar 1-6.

Gambar 1. Bangunan Usaha Penjual Pisang Goreng.

Gambar 2. Bangunan Usaha Penjual Warung Makan

Gambar 1 dan 2 adalah Gambar Kondisi Bangunan Usaha dan Merupakan Batasan Lahan yang di Miliki oleh Pemilik Lahan yang Dimulai dari Penjual Pisang Goreng Hingga Warung Makan Palopo.


(9)

Gambar 3. Bangunan Kios dan Bengkel

Gambar 4. Bangunan Warung Makan

Gambar 5. Bangunan Warung Makan

Gambar 6. Bangunan Warung Makan

Gambar 3-6 adalah Gambar Kondisi Bangunan yang Mengontrak Tanah untuk Berwirausaha yang Dimiliki oleh Bapak Ahmad.

3.2. Intensitas dan Letak Konflik Lahan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara jumlah konflik pertanahan yang tercatat di Kelurahan Tondo dari tahun 2009-2013 (5 tahun terakhir) terdapat 16 kasus yang melibatkan di dalamnya 31 orang, diantaranya terdapat 16 masyarakat asli dan 15 masyarakat pendatang dimana lahan yang mengalami konflik dengan mencapai luasan 28.275 m2 atau sekitar 2,8 Ha diantaranya terdapat di Jl. Padat Karya, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Tadulako, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. Untad I. Jumlah konflik lahan di Kelurahan Tondo setiap tahunnya mengalami peningkatan karena banyak masyarakat pendatang yang datang untuk tinggal sehingga kebutuhan akan lahan semakin meningkat dan ketersediaan lahan semakin berkurang.


(10)

Daftar Jumlah Konflik Pertanahan Tahun 2009-2013 Tahun Jumlah

Konflik

Jenis Sengketa Jumlah

Luasan 2009 2 Saling mengklaim hak milik dan tumpang

tindih lahan (overlap).

± 2003 m2 2010 4 Saling mengklaim hak milik, menjual tanah

orang lain, dan tumpang tindih lahan (overlap).

± 15.823 m2

2011 5 Tumpang tindih lahan (overlap), menjual tanah milik orang lain, pemisahan sertifikat, dan saling mengklaim hak milik.

± 8642 m2

2012 5 Saling mengklaim hak milik, tumpang tindih lahan (overlap), dan tanah terambil jalan.

± 1.807 m2

Jumlah Luasan ± 28.275 m2

3.3. Sumber dan Penyebab Konflik

Sumber konflik pertanahan di Kelurahan Tondo ini bukanlah sepenuhnya terjadi karena adanya masyarakat yang bermigrasi ke Kelurahan Tondo, tetapi melainkan adanya pihak lain yang dipercaya oleh salah satu pihak yang ikut berperan dalam kepengurusan sertifikat tanah, namun kepercayaan yang telah diberikan disalahgunakan dalam arti pihak tersebut mencari pembeli lain dengan harga yang lebih tinggi sehingga menyebabkan terjadinya konflik

Masyarakat migrasi (kaum migran) mengalami konflik apabila lahan yang mereka beli atau tempati terjadi tumpang tindih batas lahan, karena dalam sumber kepemilikan di Kelurahan Tondo ini belum jelas asal kepemilikannya yang menyebabkan dalam satu lahan terdapat beberapa sertifikat tanah. Banyaknya masyarakat yang bermigrasi (kaum migran) ke Kelurahan Tondo menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan penggunaan lahan yang digunakan untuk tempat tinggal, sehingga nilai suatu lahan akan menjadi tinggi

Penyebab konflik antara masyarakat asli dan masyarakat pendatang dalam konflik pertanahan ialah masyarakat asli didasarkan atas kepemilikan lahan karena sudah lama menempati lahan kosong dan membukanya untuk berkebun maupun bergembala ternaknya, sedangkan masyarakat migrasi memiliki hak atas kepemilikan tanah yang didasarkan pada sertifikat sebagai bukti kepemilikan.


(11)

Masyarakat yang bermigrasi ke Kelurahan Tondo kebanyakan memilih untuk tinggal di perumahan-perumahan. Perumahan-perumahan yang dibangun pada umumnya dilengkapi prasarana dan sarana yang lengkap disekitarnya antaralain berdekatan dengan sekolah, universitas, rumah sakit serta tempat hiburan.

Pengaruh masyarakat migrasi yang bertempat tinggal di Kelurahan Tondo menyebabkan timbulnya konflik secara langsung memang tidak ada, akan tetapi dilihat dari kronologinya migrasi menyebabkan wilayah di Kelurahan Tondo semakin ramai sehingga kebutuhan akan lahan semakin meningkat dan lahan kosong yang tersedia semakin berkurang. Besarnya kebutuhan akan lahan, dapat menimbulkan persaingan dalam hak kepemilikan lahan antara masyarakat migrasi dengan masyarakat asli maupun berkonflik sesama masayarakat asli

3.5. Dampak Konflik Tanah

Berdasarkan peta kepemilikan lahan yang mengalami konflik dari Badan Pertanahan Nasional yang ada di sebelah Selatan kampus Universitas Tadulako tentu memiliki dapak positif dan dampak negatif bagi masyarakat. Dampak positifnya ialah masyarakat migrasi memberikan inisiatif untuk berwirausaha bagi masyarakat asli pada penggunaan/pemanfaatan lahan kosong, membuka lapangan pekerjaan baik bagi masyarakat asli maupun masyarakat migrasi, memberikan pengahasilan kepada pemilik lahan dengan cara menyewa lahannya yang belum digunakan serta memudahkan mahasiswa dan masyarakat sekitar PERDOS dalam memenuhi kebutuhannya, sedangkan dampak negatifnya antara lain terjadinya persaingan ekonomi antara penduduk asli dengan penduduk migrasi (kaum migran), kerusakan tanah maupun lahan yang terjadi pada usaha bengkel yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang dibuang ke dalam tanah, serta penataan bangunan yang tidak teratur.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Intensitas/jumlah konflik pertanahan yang tercatat di Kelurahan Tondo dari 2009-2013 (5 tahun terakhir) terdapat 16 kasus persengketaan lahan, yang melibatkan 16 orang penduduk asli dan 15 orang penduduk pendatang (migrasi) dengan jumlah luasan lahan


(12)

± 28.275 m2. Objek tanah yang mengalami konflik antara lain berada di: Jl. Padat Karya, Jl. Soekarna Hatta, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Untad, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, dan Jl. Untad I. Beberapa jenis konflik pertanahan yang terjadi selama 5 (lima) tahun terakhir ialah saling mengklaim hak milik, menjual tanah milik orang lain, pemisahan sertifikat, tanah terambil jalan, serta tumpang tindih lahan (overlap).

2. Masyarakat yang melakukan migrasi memiliki tujuan mengubah kehidupannya menjadi yang lebih baik dari daerah asalnya. Masyarakat migrasi memiliki pengaruh cukup besar terhadap masyarakat asli, antara lain berkembangnya suatu lahan kosong yang kini berubah menjadi tempat usaha bagi masyarakat pendatang yang mungkin masyarakat penduduk asli sulit untuk bersaingan dalam hal perekonomian. Masyarakat migrasi (kaum migran) pada umumnya melakukan migrasi ke Kelurahan Tondo karena lokasi yang strategis (dekat dengan Universitas Tadulako), serta prasarana dan sarananya yang ada hampir lengkap;

3. Penyebab terjadinya konflik secara umum ialah karena pihak ke tiga yang di berikepercayaan dalam pengurusan tanah, akan tetapi kepercayaan tersebut disalahgunakan. Penanganan konflik pertanahan antara sesama masyarakat asli lebih sama-sama memaklumi dan menghargai karena mereka masih terdapat solidaritas sesama di bandingkan konflik dengan masyarakat migrasi, sehingga konflik tersebut tidak ada pihak yang kalah (sama-sama menang);

4. Lahan kosong yang ada di Kelurahan Tondo ini masih belum jelas asal kepemilikan tanahnya sehingga dalam suatu lahan kosong terdapat beberapa sertifikat yg tidak jelas diketahui kebenarannya.

5.2. Saran

Beberapa saran yang perlu dikemukakan sehubungan dengan hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut:

1. Apabila ingin membeli suatu lahan, sebaiknya cari tahu asal kepemilikan lahan yang akan di beli dan pastikan bahwa sertifikat tanahnya hanya ada satu tidak lebih, pengecekkan bisa dilakukan melalui Notaris/Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT);


(13)

2. Para pemilik lahan baik masyarakat asli maupun pendatang harus mempunyai bukti yang kuat baik dimata adat maupun di mata hukum atas status tanah yang dimiliki dan atau dikuasai;

3. Terhadap sengketa pertanahan yang diajukan ke pengadilan ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, pengadilan seringkali dianggap tidak efektif dan efisien dan kedua, kualitas keputusannya masih diragukan. Dari pengalaman berperkara di pengadilan sungguh tidak sederhana dan memakan waktu. Selain kendala yang bersifat organisatoris, adanya campur tangan yang bersifat non yuridis membuat putusan pengadilan sering diragukan;

4. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan, dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi: pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi, pencatatan dalam sertifikat atau buku tanah serta daftar umum lainnya, dan penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

V. DAFTAR PUSTAKA

Kusmarni, Y. (2013). Laporan Studi Kasus. (online). Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196601131990012-YANI_KUSMARNI/Laporan_Studi_Kasus.pdf. 4 Maret 2014, jam 23.30 WITA. Nawawi, Hadari. (1990). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Subagyo, Joko P. (2004).Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Suryadinata Leo, dkk. (2003).Penduduk Indonesia. Jakarta: LP3ES.


(1)

3.1. Lokasi Konflik Lahan

Tahap penelitian lapangan menunjukkan bahwa, lahan yang mengalami konflik terdapat 2 (dua) versi yaitu menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kelurahan Tondo. Adapun beberapa lokasi lahan yang mengalami konflik menurut Kelurahan Tondo dari tahun 2009-2013 (5 tahun terakhir) diantaranya terdapat di Jl. Padat Karya, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Tadulako, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. Untad I.

Menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) lahan yang mengalami konflik hingga saat ini ialah lahan yang di tempati oleh Universitas Tadulako dan di Jl. Vatutela yaitu lahan yang berada di sebelah Selatan komplek kampus. Lahan yang sekarang ditempati oleh Universitas Tadulako berkonflik karena lahan mengalami pergesaran dari batas pagar tembok UNTAD yang telah di tentukan, sedangkan lahan yang mengalami konflik di Jl. Vatutela ialah lahan yang di klaim oleh masyarakat asli, yang digunakan untuk usaha baik usaha warung makan, usaha fotokopi, bengkel dan lainnya.

Gambaran lokasi dan penggunaan lahan pada lahan yang berkonflik sebagaiman tercantum dalam rangkaian Gambar 1-6.

Gambar 1. Bangunan Usaha Penjual Pisang Goreng.

Gambar 2. Bangunan Usaha Penjual Warung Makan

Gambar 1 dan 2 adalah Gambar Kondisi Bangunan Usaha dan Merupakan Batasan Lahan yang di Miliki oleh Pemilik Lahan yang Dimulai dari Penjual Pisang Goreng Hingga Warung Makan Palopo.


(2)

9 Gambar 3. Bangunan Kios dan

Bengkel

Gambar 4. Bangunan Warung Makan

Gambar 5. Bangunan Warung Makan

Gambar 6. Bangunan Warung Makan

Gambar 3-6 adalah Gambar Kondisi Bangunan yang Mengontrak Tanah untuk Berwirausaha yang Dimiliki oleh Bapak Ahmad.

3.2. Intensitas dan Letak Konflik Lahan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara jumlah konflik pertanahan yang tercatat di Kelurahan Tondo dari tahun 2009-2013 (5 tahun terakhir) terdapat 16 kasus yang melibatkan di dalamnya 31 orang, diantaranya terdapat 16 masyarakat asli dan 15 masyarakat pendatang dimana lahan yang mengalami konflik dengan mencapai luasan 28.275 m2 atau sekitar 2,8 Ha diantaranya terdapat di Jl. Padat Karya, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Tadulako, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, Jl. Soekarno Hatta, dan Jl. Untad I. Jumlah konflik lahan di Kelurahan Tondo setiap tahunnya mengalami peningkatan karena banyak masyarakat pendatang yang datang untuk tinggal sehingga kebutuhan akan lahan semakin meningkat dan ketersediaan lahan semakin berkurang.


(3)

Daftar Jumlah Konflik Pertanahan Tahun 2009-2013 Tahun Jumlah

Konflik

Jenis Sengketa Jumlah

Luasan 2009 2 Saling mengklaim hak milik dan tumpang

tindih lahan (overlap).

± 2003 m2 2010 4 Saling mengklaim hak milik, menjual tanah

orang lain, dan tumpang tindih lahan (overlap).

± 15.823 m2

2011 5 Tumpang tindih lahan (overlap), menjual tanah milik orang lain, pemisahan sertifikat, dan saling mengklaim hak milik.

± 8642 m2

2012 5 Saling mengklaim hak milik, tumpang tindih lahan (overlap), dan tanah terambil jalan.

± 1.807 m2

Jumlah Luasan ± 28.275 m2

3.3. Sumber dan Penyebab Konflik

Sumber konflik pertanahan di Kelurahan Tondo ini bukanlah sepenuhnya terjadi karena adanya masyarakat yang bermigrasi ke Kelurahan Tondo, tetapi melainkan adanya pihak lain yang dipercaya oleh salah satu pihak yang ikut berperan dalam kepengurusan sertifikat tanah, namun kepercayaan yang telah diberikan disalahgunakan dalam arti pihak tersebut mencari pembeli lain dengan harga yang lebih tinggi sehingga menyebabkan terjadinya konflik

Masyarakat migrasi (kaum migran) mengalami konflik apabila lahan yang mereka beli atau tempati terjadi tumpang tindih batas lahan, karena dalam sumber kepemilikan di Kelurahan Tondo ini belum jelas asal kepemilikannya yang menyebabkan dalam satu lahan terdapat beberapa sertifikat tanah. Banyaknya masyarakat yang bermigrasi (kaum migran) ke Kelurahan Tondo menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan penggunaan lahan yang digunakan untuk tempat tinggal, sehingga nilai suatu lahan akan menjadi tinggi

Penyebab konflik antara masyarakat asli dan masyarakat pendatang dalam konflik pertanahan ialah masyarakat asli didasarkan atas kepemilikan lahan karena sudah lama menempati lahan kosong dan membukanya untuk berkebun maupun bergembala ternaknya, sedangkan masyarakat migrasi memiliki hak atas kepemilikan tanah yang didasarkan pada sertifikat sebagai bukti kepemilikan.


(4)

11 Masyarakat yang bermigrasi ke Kelurahan Tondo kebanyakan memilih untuk tinggal di perumahan-perumahan. Perumahan-perumahan yang dibangun pada umumnya dilengkapi prasarana dan sarana yang lengkap disekitarnya antaralain berdekatan dengan sekolah, universitas, rumah sakit serta tempat hiburan.

Pengaruh masyarakat migrasi yang bertempat tinggal di Kelurahan Tondo menyebabkan timbulnya konflik secara langsung memang tidak ada, akan tetapi dilihat dari kronologinya migrasi menyebabkan wilayah di Kelurahan Tondo semakin ramai sehingga kebutuhan akan lahan semakin meningkat dan lahan kosong yang tersedia semakin berkurang. Besarnya kebutuhan akan lahan, dapat menimbulkan persaingan dalam hak kepemilikan lahan antara masyarakat migrasi dengan masyarakat asli maupun berkonflik sesama masayarakat asli

3.5. Dampak Konflik Tanah

Berdasarkan peta kepemilikan lahan yang mengalami konflik dari Badan Pertanahan Nasional yang ada di sebelah Selatan kampus Universitas Tadulako tentu memiliki dapak positif dan dampak negatif bagi masyarakat. Dampak positifnya ialah masyarakat migrasi memberikan inisiatif untuk berwirausaha bagi masyarakat asli pada penggunaan/pemanfaatan lahan kosong, membuka lapangan pekerjaan baik bagi masyarakat asli maupun masyarakat migrasi, memberikan pengahasilan kepada pemilik lahan dengan cara menyewa lahannya yang belum digunakan serta memudahkan mahasiswa dan masyarakat sekitar PERDOS dalam memenuhi kebutuhannya, sedangkan dampak negatifnya antara lain terjadinya persaingan ekonomi antara penduduk asli dengan penduduk migrasi (kaum migran), kerusakan tanah maupun lahan yang terjadi pada usaha bengkel yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang dibuang ke dalam tanah, serta penataan bangunan yang tidak teratur.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Intensitas/jumlah konflik pertanahan yang tercatat di Kelurahan Tondo dari 2009-2013 (5 tahun terakhir) terdapat 16 kasus persengketaan lahan, yang melibatkan 16 orang penduduk asli dan 15 orang penduduk pendatang (migrasi) dengan jumlah luasan lahan


(5)

± 28.275 m2. Objek tanah yang mengalami konflik antara lain berada di: Jl. Padat Karya, Jl. Soekarna Hatta, Jl. Roviga, Jl. BTN Bumi Untad, Jl. Vatutela, Jl. Dayo Dara, dan Jl. Untad I. Beberapa jenis konflik pertanahan yang terjadi selama 5 (lima) tahun terakhir ialah saling mengklaim hak milik, menjual tanah milik orang lain, pemisahan sertifikat, tanah terambil jalan, serta tumpang tindih lahan (overlap).

2. Masyarakat yang melakukan migrasi memiliki tujuan mengubah kehidupannya menjadi yang lebih baik dari daerah asalnya. Masyarakat migrasi memiliki pengaruh cukup besar terhadap masyarakat asli, antara lain berkembangnya suatu lahan kosong yang kini berubah menjadi tempat usaha bagi masyarakat pendatang yang mungkin masyarakat penduduk asli sulit untuk bersaingan dalam hal perekonomian. Masyarakat migrasi (kaum migran) pada umumnya melakukan migrasi ke Kelurahan Tondo karena lokasi yang strategis (dekat dengan Universitas Tadulako), serta prasarana dan sarananya yang ada hampir lengkap;

3. Penyebab terjadinya konflik secara umum ialah karena pihak ke tiga yang di berikepercayaan dalam pengurusan tanah, akan tetapi kepercayaan tersebut disalahgunakan. Penanganan konflik pertanahan antara sesama masyarakat asli lebih sama-sama memaklumi dan menghargai karena mereka masih terdapat solidaritas sesama di bandingkan konflik dengan masyarakat migrasi, sehingga konflik tersebut tidak ada pihak yang kalah (sama-sama menang);

4. Lahan kosong yang ada di Kelurahan Tondo ini masih belum jelas asal kepemilikan tanahnya sehingga dalam suatu lahan kosong terdapat beberapa sertifikat yg tidak jelas diketahui kebenarannya.

5.2. Saran

Beberapa saran yang perlu dikemukakan sehubungan dengan hasil penelitian dan pembahasan sebagai berikut:

1. Apabila ingin membeli suatu lahan, sebaiknya cari tahu asal kepemilikan lahan yang akan di beli dan pastikan bahwa sertifikat tanahnya hanya ada satu tidak lebih, pengecekkan bisa dilakukan melalui Notaris/Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT);


(6)

13 2. Para pemilik lahan baik masyarakat asli maupun pendatang harus mempunyai bukti yang kuat baik dimata adat maupun di mata hukum atas status tanah yang dimiliki dan atau dikuasai;

3. Terhadap sengketa pertanahan yang diajukan ke pengadilan ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, pengadilan seringkali dianggap tidak efektif dan efisien dan kedua, kualitas keputusannya masih diragukan. Dari pengalaman berperkara di pengadilan sungguh tidak sederhana dan memakan waktu. Selain kendala yang bersifat organisatoris, adanya campur tangan yang bersifat non yuridis membuat putusan pengadilan sering diragukan;

4. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan, dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi: pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi, pencatatan dalam sertifikat atau buku tanah serta daftar umum lainnya, dan penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya.

V. DAFTAR PUSTAKA

Kusmarni, Y. (2013). Laporan Studi Kasus. (online). Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/196601131990012-YANI_KUSMARNI/Laporan_Studi_Kasus.pdf. 4 Maret 2014, jam 23.30 WITA. Nawawi, Hadari. (1990). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Subagyo, Joko P. (2004).Metode Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Suryadinata Leo, dkk. (2003).Penduduk Indonesia. Jakarta: LP3ES.