Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Garam di Kelurahan Talise Kota Palu | Adnan | GeoTadulako 2624 7889 1 PB

(1)

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI GARAM DI KELURAHAN

TALISE KOTA PALU

FITRIA ADNAN A 351 08 031

JURNAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Geografi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

TAHUN, 2013


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Talise Kota Palu. pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Garam Di Kelurahan Talise Kota Palu?”. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti ditemukan masalah tentang kehidupan sosial ekonomi khususnya pada masyarakat yang bertani garam.

Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan survei dengan tipe penelitian deskriptif yaitu berusaha menggambarkan secara khusus, hal-hal yang berhubungan dengan masalah Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Garam di Kelurahan Talise Kecamatan Mantikolore. Populasi dalam penelitian ini yaitu masyarakat Kelurahan Talise yang terdiri dari 16 kelompok dengan jumlah sampel 34 informan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Aktifitas produksi garam yang dilakukan sebagaian masyarakat di Kelurahan Talise sesungguhnya telah lama ditekuni, bahkan beberapa di antaranya telah menekuni bekerja ini sejak kecil yang diwariskan secara turun temurun. Untuk lebih terperinci dapat dilihat dari pernyataan berikut ini:

Dari wawancara yang kami dapat ksusnya masyarakat petani garam di Kelurahan Talise, sejak turun temurun yaitu dari penggaraman atau dari lahan orang tua terus kami anaknya mengolah kembali. Karena orang tua sudah tidak mampu melanjutkan oleh karena itu anak-anaknya yang diberi tuk melanjutkan olahan penggaraman tersebut.

Dilihat dari sisi kehidupann sosial bahwa konteks kesosialan dalam acuan ini menekankan kepada satau perilaku dan interaksi yang bertimbal balik antara individu maupun kelompok sesama petani garam. Sisi sosial dari petani garam juga sudah terlihat dari tata ruang tempat tinggal mereka yang menyatu dan menurut profesi sebagai petani garam yang dimiliki. Hal ini dapat menyebabkan, pola interaksi sosial yang begitu kuat terjadi sesama petani garam.


(3)

ABSTRACT

Thist research was carried out in Talise, Palu. The problem was “what is the social economic life if the salt farmers in Talise, Palu?”Based on the researcher’s observation, it was found a problem relating to the social economic life of the salt farmers

The method used was a qualitative study employing a survey of descriptive research, that is, attempting to describe specifically all the things related to the social econimic life of the salt farmers in Talise, Mantikulore Sub-district. The population was the farmers in Talise, which consisted of 16 groups and the sample was 34 informants.The techniq of data collection were observation, interview, and documentation.

The research indicate that the activities for salt production have been run for a long time. Many of them rely on this job since their childhood, handad down from their parents as we see in their details: We live in Talise and keep this living from our parents. Because our parent are not able to work any longer, we as their children are handed down this job.

Taken into consideration the social side, it means thet the social contex puts the emphasis on a set of attitude and mutual interacio both betwen induviduls and groups as salf farmerst. Another social side is also viewed from their living area that seems to be a community as salt farmers. This enebles to make a strong sociol interaction pattern among the farmers.

From the economi side, the salt fermers’life refest to how this job could support their oun needs. In addition ,the economic life includes a unit of famly consumption, distribution, and better future profesion.


(4)

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masyarakat yang bertempat tinggal di perkotaan adalah masyarakat yang berdesak dengan kondisi dimana upaya untuk melakukan pemenuhan terhadap kebutuhan kehidupan keseharian. Demikian halnya dengan masyarakat kota Palu yang terdiri atas beragamnya tingkat mata pencaharian dimulai dari para pegawai negeri, swasta bahkan para petani. Betapa tidak, negara ini di kenal sebagai negara agraris sehingga petani telah menjadi bagian dari kehidupan warga masyarakatnya yang sangat diandalakan dan ikut memicu penduduk didalam menekuni aktivitas sebagai petani garam.

Salah satu karakteristik masyarakat Talise yang ksusnya masyarakat petani garam adalah kehidupan sangat tergantung dari petani garam sebagai sumber penghasilan utama. Itulah sebabnya sehingga masyarakat petani garam tidak bisa di pisahkan dengan pekerjaan mereka yaitu sebagai petani garam karna dari sanalah mereka bisa hidup dan dari sanalah mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup.

Melakukan aktifitas perekonomian sektor lain juga tingkat kesulitan yang lumayan berat dan terkadang dianggap kurang mampuh untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebut saja untuk bekerja swasta. Untuk menjadi pegawai swasta, pegawai toko dan sektor swasta lainya, terkadang masih banyak usaha atau sektor swasta yang tidang menggunakan UMP (Upah Minimum Regional) dalam pelaksanaan aktifitasnya. Sehingga itu dilihat sebagai sebuah eksploitasi (usaha) yang merugikan. Betapa tidak gaji sebesar 200 sampai 300 ribu rupiah untuk konteks kehidupan di dalam Kota yang harga kebutuhan pokoknya begitu sangat tinggi, terkadang tidak mencukupi. Sehingga tidak banyak orang-orang di wilayah perkotaan mengambil alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Talise sangat menanggapi besarnya tuntutan untuk memenuhi kehidupan. Yang mana dalam upaya penemuan kebutuhan hidup tersebut mereka menggunakan areal wilayah pesisir pantai untuk dijadikan suatu areal pertanian yang saat ini dikenal dengan areal petani garam.

Sebagaimana masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Talise sangat menanggapi besarnya tuntutan untuk memenuhi kehidupan. Yang mana dalam upaya penemuan kebutuhan hidup tersebut mereka menggunakan areal wilayah pesisir pantai untuk dijadikan suatu areal pertanian yang saat ini dikenal dengan areal petani garam.


(5)

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kehidupan petani garam di Kelurahan Talise Kota Palu.

2. Bagaimana keadaan sosial ekonomi petani garam di Kelurahan Talise Kota Palu. 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan kehidupan petani garam di Kelurahan Talise

Dapat mengidentifiikasi keadaan sosial ekonomi petani garam di Kelurahan Talise Kota Palu 1.2. METODE PENELITIAN

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat di kelurahan talise yang bermata pencaharian petani garam. Berdasarkan pada observasi awal dari penelitian dapat diketahui bahwa jumlah individu yang bermata pencaharian sebagai petani garam yang telah diukur berdasarkan Kepala Keluarga yaitu sebesar 16 kelompok petani garam. Masing-masing dalam 1 kelompok terdiri atas 11 orang. Jadi jumlah keseluruhan petani garam yaitu sebanyak 176 orang. Jenis penelitian yang digunakan dalam ini adalah penelitian kualitatif melalui pendekatan deskriptif. Menurut West dalam Sukardi (2003:157). “Penelitian kualitatif melalui pendekatan deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya“. Dalam hal ini peneliti ingin manggambarkan tentang keadaan sosial ekonomi petani garang di Kelurahan Talise Kecamatan Palu Timur. Teknik observasi merupakan metode mengumpulkan data dengan mengamati langsung di lapangan. Dengan kata lain, observasi adalah dasar dari sebuah penelitian yang memberi fakta mengenai kenyataan yang diperoleh langsung serta memahaminya. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. Penemuan ilmu pengetahuan selalu dimulai dengan observasi dan kembali kepada observasi untuk membuktikan kebenaran ilmu pengetahuan tersebut.

b. Sampel

Menurut Sugiyono (2007:81), mengatakan sampel adalah bagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel


(6)

berdasarkan atas kelompok tani. Berdasarkan bentuk penelitian Deskriptif, maka penetapan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling adalah memilih sampel dengan dasar bertujuan. Hal ini berdasar pada pendapat, Suharsimi Arikunto (1992:117), bahwa bila populasinya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Tetapi jumlah subjeknya besar dapat diambil 10-15 % atau 20-25 %. Dengan demikian sampel dipilih berdasarkan pertimbangan dari peneliti dengan kriteria dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti atau memilih orang-orang tertentu yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti. Adapun sampel yang dipilih sebanyak 32 orang (masing-masing dalam 1 kelompok terdiri dari 2 orang). Selain dari 32 orang ini yang dijadikan informan tersebut penulis juga menambahkan beberapa informan untuk melengkapi data yaitu salah satunya Kepala kelurahan Talise Kecamatan Mantikolore dan ketua RT/RW setempat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.3 Hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh di lapangan mengenai masyarakat petani garam ahwa aktifitas produksi garam yang dilakukan sebagaian masyarakat di Kelurahan Talise sesungguhnya telah lama ditekuni, bahkan beberapa di antaranya telah menekuni bekerja ini sejak kecil yang diwariskan secara turun temurun. Untuk lebih terperinci dapat dilihat dari pernyataan berikut ini:

Menurut Usman 66 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013)

Bahwa kami yang berada di Kelurahan Talise, sejak turun temurun yaitu dari penggaraman atau dari lahan orang tua terus kami anaknya mengolah kembali. Karena orang tua sudah tidak mampu melanjutkan oleh karena itu anak-anaknya yang diberi untuk melanjutkan olahan penggaraman tersebut.

Menurut Abdul, 73 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Mengatakan bahwa, kami menggeluti pekerjaan sebagai petani garam berawal dari tahun 1978, dan ada juga yang menggeluti pekerjaan sebagai petani garam berawal dari tahun 1983.

Lahan usaha yang digarap oleh petani garam tentang kepemilikan lahan usaha dapat dilihat dari pernyatan informan sebagai berikut:


(7)

Kebanyakan masyarakat, Kelurahan Talise yaitu ± berkisar 31 informan atau 91% dan selebihnya itu, warga yang bukan atau tidak memiliki lahan sendiri atau sebagai tenaga buruh saja dan hasilnya di bagi 1/3.

Hasil produksi yang dicapai oleh masyarakat petani garam dari usaha yang ditekuni sangat berpengaruh pada luas lahannya. Karena jika luas lahan yang dimiliki hanya sedikit atau dalam jumlah kecil maka hasil yang diperoleh juga tidak sama dengan hasil prodsuksi lahan yang luasnya berukuran lebih besar.

Adapun motivasi warga sehingga memilih pekerjaan sebagai petani garam dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut:

Menurut Hasanuddin, 63 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Kami memilih pekerjaan sebagai petani garam, bukan semata-mata hanya bertani garam saja. Tetapi kami bertani garam Cuma sebagai sampingan. Karena kami hanya meneruskan lahan yang kami peroleh dari orang tua. Dan pekerjaan ini juga merupakan pekerjaan yang memberi banyak motivasi agar lebih giat dalam mengolah bertani garam, sehingga hasilnya lebih maksimal lagi.

Menurut Nur, 65 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Adapun motivasi sehingga kami memilih pekerjaan sebagai petani garam yaitu bahwa lokasi perdagangan hasil panen garam dapat dilakukan di dekat dari lahan pertanian garam yakni terletak disekitar pantai Kelurahan Talise, harga dari hasil produksi garam dalam ranting penjualanya selalu menunjukkan kenaikan harga, pengolahan garam talise sudah begitu dikenal oleh sebagian besar penduduk di Kota Palu khususnya dan Sulawesi Tengah pada umumnya dan adanya dukungan yang baik dari unsur pemerintah terhadap usaha petani garam.

Adapun faktor penghambat yang dialami oleh informan dalam bertani garam dapat dilihat dari pernyataan sebagai berikut:

Menurut Anwar, 39 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Belum adanya tempat pendistribusian yang jelas karena sampai saat ini para petani garam hanya menjual hasil panennya dengan cara biasa (menjual langsung di dekat lokasi garam mereka). Masih adanya permainan harga, ini dikarenakan belum adanya standarisasi harga tetap dari penjual bahan baku garam. Serta faktor cuaca yang tidak mendukung kegiatan usaha seperti hujan dan rumput atau daun-daun yang berterbangan yang membuat usaha bertani garam menjadi gagal panen.

Luas lahan yang dimiliki oleh petani garam dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut:


(8)

Menurut Haeria, 67 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Rata-rata warga yang ada disini memiliki luas areal lahan penggaraman yaitu 2 Ha dan adapula yang memiliki luas lahan penggaraman yaitu seluas 3 Ha.

Menurut Sagaf 55, Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Hanya ada satu orang saja yang memiliki luas lahan penggaraman yang besar. Namun itu telah mewakili kepala keluarga lainnya yang memiliki luas lahan terbesar di Kelurahan Talise. Bahwa menurut keterangan masyarakat sekitar bahwa luas lahan penggaramannya yaitu mencapai 3,5 Ha.

Adapun pekerjaan sampingan yang digeluti informan dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut:

Menurut Amrun, 60 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Pekerjaan sampingan yang kami geluti itu bermacam-macam tergantung dari adanya peluang (panggilan dari masyarakat lain) misalnya, jadi kuli bangunan, tukang kayu dan ada juga yang berkebun.

Dalam pola hubungan sosial berdasarkan kepemilikan lahan ini, telah menimbulkan adanya nilai sosial diantara petani garam yang berbeda-beda. Para petani garam yang memiliki lahan sendiri tentu saja akan merasa memiliki nilai sosial yang lebih baik dari petani garam yang bekerja di lahan milik orang lain. Hal ini menyangkut efesiensi kerja yang berkesinambungan dengan pendapatan dan jaminan masa depan.

Hubungan sosial petani garam njuga mencangkup sumber informan atau pengetahuan mereka dalam mengolah lahan secara efektif dan efisien. Dari data yang dihimpun penulis. Bahwa dari keseluruhan petani garam mengaku telah menganal dan memahami lebih baik metode atau cara pengolahan produksi garam yang baik sumber-sumber pengetahuan ini sebagai berikut:;

Menurut Abd. Arif, 40 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013). 4.1 Pembahasan

Penelitian yang di laksanakan di Kelurahan Talise Kecamatana Mantikulore tentang kehidupan sosial ekonomi petani garam, maka dapat diketahui faktor pendukung dan faktor penghambat dari para petani garam.

Setiap aktifitas manusia dalam kehidupan ini, akan ditemukan hal-hal atau faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor-faktor-faktor penghambat. Adapun demikian al-hal atau faktor-faktor-faktor-faktor tersebut adalah keadaan yang mutlak adanya, demikian pula pada sebagaian masyarakat


(9)

1. Faktor Pendukung

a. Sebagian masyarakat Kelurahan Talise yang berprofesi sebagai petani garam sudah memiliki lahan pertanian garam sendiri.

b. Lokasi perdagangan hasil pann garam mereka langsung dilakukan di dekat dari lahan pertanian yakni terletak disekitar pantai Kelurahan Talise dan ada sebagian masyarakat langsung membawanya ke pasar-pasar.

c. Harga dar hasil produksi garam dalam ranting penjualannya selalu menunjukkan kenaikkan harga.

d. Pengolahan garam Kelurahan Talise sudah begitu dikenal oleh sebagian besar penduduk di Kota palu khususnya dan Sulawesi Tengah pada umumnya.

e. Adanya dukungan yang baik dari unsur pemerintah terhadap usaha petani garam, meskipun biasanya tidak selamanya diperhatikan.

2. Faktor Penghambat

a. Belum adanya tempat pendistribusian yang jelas, karena sampai pada saat ini para petani garam hanya menjual hasil panennya dengan cara biasa (menjual langsung dekat lokasi garam mereka).

b. Diantaranya mereka yang berprofesi sebagai petani garam terkadang memainkan harga, ini dikarenakan belum adanya standarisasi harga tetap dari penjualan bahan baku garam.

c. Faktor cuaca yang tidak mendukung kegiatan usaha seperti hujan yang terkadang terus-menerus.

d. Rumput-rumput yang berterbangan, yang dapat mengotori dan menggagalkan aktifitas panen.

Dalam aspek ekonomi, distribusi merupakan salah satu elemen penting. Tak terkecuali distribusi hasil panenan garam, petani garam di Keluran Talise. Distribusi ini terkait dengan kegiatan penjualan hasil panenan garam. Dari data yang dihimpun di lokasi penelitian, penulis menemukan bahwa kegiatan distribusi hasil garam tidak memerlukan proses yang rumit dan panjang. Seluruh informan mengaku bahwa hasil garam cukup ditempatkan di lokasi dan pembeli akan datang sendiri menemui petani untuk membelinya, entah perkilo bahkan berkarung-karung sesuai dengan jumlah panenan dan jumlah kebutuhan si Pembeli.

Petani garam dalam hal ini tidak perlu memasoknya ke agen-agen ataupun ke pasar untuk menjualnya yang digunakan petani garam dalam memasarkan hasil garam mereka. Dari gambaran ini petani garam sangat memanfaatkan lokasi tambak olahan garam Talise yang


(10)

sudah cukkup dikenal oleh sebagian besar masyarakat Kota Palu dan Sulawesi Tengah secara keseluruhan.

Aspek ekonomi sebagian elemen pemenuhan kebutuhan telah menjadi indikator penting mengapa para petani garam bertahan dengan usaha mereka. Keuntungan yang diterima telah sepadan dengan kerja keras (meskipun Cuma sebagian masyarakat) yang dihabiskan dalam tiap panenan. Pekerjaan pengolahan garam ini oleh petani garam dianggap mudah dan sederhana tanpa perlu bahan-bahan yang membutuhkan biaya besar. Seluruh informan yang merupakan petani garam di Keluran Talise megakui bahwa profesi sebagai petani garam merupakan usaha yang berpotensi cukup baik bagi masa depan mereka (meskipun hanya sebagian dari mereka).

BAB V

5.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang penulis kemukakan sebagai kesimpulan atas jawaban akhir permasalahan yang telah peneliti lakukan dan dibahas berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebagai berikut:

1. Sebagian masyarakat Kelurahan Talise adalah masyarakat yang menjadikan bahan baku pengadaan bahan baku garam (petani garam) sebagai mata pencaharian yang mampu meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Sebagian besar petani garam telah menggeluti pekerjaanya sejak kecil atau turn temurun. Profesi sebagai petani garam di Kelurahan Talise merupakan warisan profesi yang bergenerasi.

2. Keuntungan yang dihasilkan dari pengolahan garam dinilai telah cukup mampu memenuhi kebutuhan petani garam itu sendiri. Terkait kebutuhan pendidikan, petani garam sangat mengandalkan keuntungan melalui kegiatan olah garam mereka. Sekalipun para petani tidak mengenyam pendidikan dengan baik dan tuntas namun perhatian mereka untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak mereka begitu tinggi. 5.2 Saran

1. Untuk dapat mendukung prospek terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Kelurahan Talise yang berprofesi sebagai petani garam, pemerintah dalam hal ini dinas terkait untuk dapat memberikan perhatian yang khusus demi terciptanya hal-hal yang diinginkan. Mengingat petani garam yang ada di Kelurahan Talise memiliki potensi dalam partisipasinya dalam proses pembangunan kota palu dan Sulawesi Tengah pada umumnya. Diperlukan kegiatan penyuluhan yang lebih guna peningkatan wawasan


(11)

2. Untuk mengikatkan pendapatan bagi para petani garam yang ada di Kelurahan Talise, sebaiknya pemasaran komoditas nbahan baku garamnya membuat sistem pemasaran yang mampu memberikan hasil yang maksimal. Misalnya penetapan standar harga. Akhirnya demikian kesimpulan dan saran ini penulis kemukakan, semoga bermanfaat sebagai informasi dan bagi peningkatan kualitas sosial ekonomi dan tingkat pendidikan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Astrid S. Susanto.2003.Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.Jakarta: Bina Cipta.

Aswandi. 2008.Karakteristik Sosial Ekonomi Petani.Makassar: Bina Cipta. Moehar. Daniel. 2002.Pengantar Ekonomi Pertanian.Jakarta: Bumi Aksara. Friedman. 2004.Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Mubyarto, dkk. 1984.Nelayan dan Kemiskinan Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai.Jakarta: Pustaka Antara.

Mubyarto. 1987.Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan.Jakarta: Sinar Harapan.

Shadily Hassan. 1983.Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Angkasa. Soerjono Soekanto. 1990.Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.Jakarta: Bina

Cipta.

Soerjono Soekanto.1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali. Soerjono Soekanto. 1988.Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers. Soetomo. 1995.Masalah Sosial dan Pembangunan.Jakarta: Pustaka Jaya. Sudjana. 2000.Dasar-Dasar proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.


(1)

berdasarkan atas kelompok tani. Berdasarkan bentuk penelitian Deskriptif, maka penetapan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling adalah memilih sampel dengan dasar bertujuan. Hal ini berdasar pada pendapat, Suharsimi Arikunto (1992:117), bahwa bila populasinya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian merupakan penelitian populasi. Tetapi jumlah subjeknya besar dapat diambil 10-15 % atau 20-25 %. Dengan demikian sampel dipilih berdasarkan pertimbangan dari peneliti dengan kriteria dan karakteristik yang ditetapkan oleh peneliti atau memilih orang-orang tertentu yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti. Adapun sampel yang dipilih sebanyak 32 orang (masing-masing dalam 1 kelompok terdiri dari 2 orang). Selain dari 32 orang ini yang dijadikan informan tersebut penulis juga menambahkan beberapa informan untuk melengkapi data yaitu salah satunya Kepala kelurahan Talise Kecamatan Mantikolore dan ketua RT/RW setempat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.3 Hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang di peroleh di lapangan mengenai masyarakat petani garam ahwa aktifitas produksi garam yang dilakukan sebagaian masyarakat di Kelurahan Talise sesungguhnya telah lama ditekuni, bahkan beberapa di antaranya telah menekuni bekerja ini sejak kecil yang diwariskan secara turun temurun. Untuk lebih terperinci dapat dilihat dari pernyataan berikut ini:

Menurut Usman 66 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013)

Bahwa kami yang berada di Kelurahan Talise, sejak turun temurun yaitu dari penggaraman atau dari lahan orang tua terus kami anaknya mengolah kembali. Karena orang tua sudah tidak mampu melanjutkan oleh karena itu anak-anaknya yang diberi untuk melanjutkan olahan penggaraman tersebut.

Menurut Abdul, 73 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Mengatakan bahwa, kami menggeluti pekerjaan sebagai petani garam berawal dari tahun 1978, dan ada juga yang menggeluti pekerjaan sebagai petani garam berawal dari tahun 1983.

Lahan usaha yang digarap oleh petani garam tentang kepemilikan lahan usaha dapat dilihat dari pernyatan informan sebagai berikut:


(2)

Kebanyakan masyarakat, Kelurahan Talise yaitu ± berkisar 31 informan atau 91% dan selebihnya itu, warga yang bukan atau tidak memiliki lahan sendiri atau sebagai tenaga buruh saja dan hasilnya di bagi 1/3.

Hasil produksi yang dicapai oleh masyarakat petani garam dari usaha yang ditekuni sangat berpengaruh pada luas lahannya. Karena jika luas lahan yang dimiliki hanya sedikit atau dalam jumlah kecil maka hasil yang diperoleh juga tidak sama dengan hasil prodsuksi lahan yang luasnya berukuran lebih besar.

Adapun motivasi warga sehingga memilih pekerjaan sebagai petani garam dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut:

Menurut Hasanuddin, 63 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Kami memilih pekerjaan sebagai petani garam, bukan semata-mata hanya bertani garam saja. Tetapi kami bertani garam Cuma sebagai sampingan. Karena kami hanya meneruskan lahan yang kami peroleh dari orang tua. Dan pekerjaan ini juga merupakan pekerjaan yang memberi banyak motivasi agar lebih giat dalam mengolah bertani garam, sehingga hasilnya lebih maksimal lagi.

Menurut Nur, 65 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Adapun motivasi sehingga kami memilih pekerjaan sebagai petani garam yaitu bahwa lokasi perdagangan hasil panen garam dapat dilakukan di dekat dari lahan pertanian garam yakni terletak disekitar pantai Kelurahan Talise, harga dari hasil produksi garam dalam ranting penjualanya selalu menunjukkan kenaikan harga, pengolahan garam talise sudah begitu dikenal oleh sebagian besar penduduk di Kota Palu khususnya dan Sulawesi Tengah pada umumnya dan adanya dukungan yang baik dari unsur pemerintah terhadap usaha petani garam.

Adapun faktor penghambat yang dialami oleh informan dalam bertani garam dapat dilihat dari pernyataan sebagai berikut:

Menurut Anwar, 39 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Belum adanya tempat pendistribusian yang jelas karena sampai saat ini para petani garam hanya menjual hasil panennya dengan cara biasa (menjual langsung di dekat lokasi garam mereka). Masih adanya permainan harga, ini dikarenakan belum adanya standarisasi harga tetap dari penjual bahan baku garam. Serta faktor cuaca yang tidak mendukung kegiatan usaha seperti hujan dan rumput atau daun-daun yang berterbangan yang membuat usaha bertani garam menjadi gagal panen.

Luas lahan yang dimiliki oleh petani garam dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut:


(3)

Menurut Haeria, 67 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Rata-rata warga yang ada disini memiliki luas areal lahan penggaraman yaitu 2 Ha dan adapula yang memiliki luas lahan penggaraman yaitu seluas 3 Ha.

Menurut Sagaf 55, Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Hanya ada satu orang saja yang memiliki luas lahan penggaraman yang besar. Namun itu telah mewakili kepala keluarga lainnya yang memiliki luas lahan terbesar di Kelurahan Talise. Bahwa menurut keterangan masyarakat sekitar bahwa luas lahan penggaramannya yaitu mencapai 3,5 Ha.

Adapun pekerjaan sampingan yang digeluti informan dapat dilihat dari pernyataan informan sebagai berikut:

Menurut Amrun, 60 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013).

Pekerjaan sampingan yang kami geluti itu bermacam-macam tergantung dari adanya peluang (panggilan dari masyarakat lain) misalnya, jadi kuli bangunan, tukang kayu dan ada juga yang berkebun.

Dalam pola hubungan sosial berdasarkan kepemilikan lahan ini, telah menimbulkan adanya nilai sosial diantara petani garam yang berbeda-beda. Para petani garam yang memiliki lahan sendiri tentu saja akan merasa memiliki nilai sosial yang lebih baik dari petani garam yang bekerja di lahan milik orang lain. Hal ini menyangkut efesiensi kerja yang berkesinambungan dengan pendapatan dan jaminan masa depan.

Hubungan sosial petani garam njuga mencangkup sumber informan atau pengetahuan mereka dalam mengolah lahan secara efektif dan efisien. Dari data yang dihimpun penulis. Bahwa dari keseluruhan petani garam mengaku telah menganal dan memahami lebih baik metode atau cara pengolahan produksi garam yang baik sumber-sumber pengetahuan ini sebagai berikut:;

Menurut Abd. Arif, 40 Tahun (Hari Senin, 15 April 2013). 4.1 Pembahasan

Penelitian yang di laksanakan di Kelurahan Talise Kecamatana Mantikulore tentang kehidupan sosial ekonomi petani garam, maka dapat diketahui faktor pendukung dan faktor penghambat dari para petani garam.

Setiap aktifitas manusia dalam kehidupan ini, akan ditemukan hal-hal atau faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor-faktor-faktor penghambat. Adapun demikian al-hal atau faktor-faktor-faktor-faktor tersebut adalah keadaan yang mutlak adanya, demikian pula pada sebagaian masyarakat Kelurahan talise yang berprofesi sebagai petani garam, juga mengalami atau dihadapkan pada faktor-faktor pendukung dan penghambat aktifitas mereka, antara lain adalah:


(4)

1. Faktor Pendukung

a. Sebagian masyarakat Kelurahan Talise yang berprofesi sebagai petani garam sudah memiliki lahan pertanian garam sendiri.

b. Lokasi perdagangan hasil pann garam mereka langsung dilakukan di dekat dari lahan pertanian yakni terletak disekitar pantai Kelurahan Talise dan ada sebagian masyarakat langsung membawanya ke pasar-pasar.

c. Harga dar hasil produksi garam dalam ranting penjualannya selalu menunjukkan kenaikkan harga.

d. Pengolahan garam Kelurahan Talise sudah begitu dikenal oleh sebagian besar penduduk di Kota palu khususnya dan Sulawesi Tengah pada umumnya.

e. Adanya dukungan yang baik dari unsur pemerintah terhadap usaha petani garam, meskipun biasanya tidak selamanya diperhatikan.

2. Faktor Penghambat

a. Belum adanya tempat pendistribusian yang jelas, karena sampai pada saat ini para petani garam hanya menjual hasil panennya dengan cara biasa (menjual langsung dekat lokasi garam mereka).

b. Diantaranya mereka yang berprofesi sebagai petani garam terkadang memainkan harga, ini dikarenakan belum adanya standarisasi harga tetap dari penjualan bahan baku garam.

c. Faktor cuaca yang tidak mendukung kegiatan usaha seperti hujan yang terkadang terus-menerus.

d. Rumput-rumput yang berterbangan, yang dapat mengotori dan menggagalkan aktifitas panen.

Dalam aspek ekonomi, distribusi merupakan salah satu elemen penting. Tak terkecuali distribusi hasil panenan garam, petani garam di Keluran Talise. Distribusi ini terkait dengan kegiatan penjualan hasil panenan garam. Dari data yang dihimpun di lokasi penelitian, penulis menemukan bahwa kegiatan distribusi hasil garam tidak memerlukan proses yang rumit dan panjang. Seluruh informan mengaku bahwa hasil garam cukup ditempatkan di lokasi dan pembeli akan datang sendiri menemui petani untuk membelinya, entah perkilo bahkan berkarung-karung sesuai dengan jumlah panenan dan jumlah kebutuhan si Pembeli.

Petani garam dalam hal ini tidak perlu memasoknya ke agen-agen ataupun ke pasar untuk menjualnya yang digunakan petani garam dalam memasarkan hasil garam mereka. Dari gambaran ini petani garam sangat memanfaatkan lokasi tambak olahan garam Talise yang


(5)

sudah cukkup dikenal oleh sebagian besar masyarakat Kota Palu dan Sulawesi Tengah secara keseluruhan.

Aspek ekonomi sebagian elemen pemenuhan kebutuhan telah menjadi indikator penting mengapa para petani garam bertahan dengan usaha mereka. Keuntungan yang diterima telah sepadan dengan kerja keras (meskipun Cuma sebagian masyarakat) yang dihabiskan dalam tiap panenan. Pekerjaan pengolahan garam ini oleh petani garam dianggap mudah dan sederhana tanpa perlu bahan-bahan yang membutuhkan biaya besar. Seluruh informan yang merupakan petani garam di Keluran Talise megakui bahwa profesi sebagai petani garam merupakan usaha yang berpotensi cukup baik bagi masa depan mereka (meskipun hanya sebagian dari mereka).

BAB V

5.1 Kesimpulan

Beberapa hal yang penulis kemukakan sebagai kesimpulan atas jawaban akhir permasalahan yang telah peneliti lakukan dan dibahas berdasarkan data yang telah dikumpulkan sebagai berikut:

1. Sebagian masyarakat Kelurahan Talise adalah masyarakat yang menjadikan bahan baku pengadaan bahan baku garam (petani garam) sebagai mata pencaharian yang mampu meningkatkan kehidupan sosial ekonomi. Sebagian besar petani garam telah menggeluti pekerjaanya sejak kecil atau turn temurun. Profesi sebagai petani garam di Kelurahan Talise merupakan warisan profesi yang bergenerasi.

2. Keuntungan yang dihasilkan dari pengolahan garam dinilai telah cukup mampu memenuhi kebutuhan petani garam itu sendiri. Terkait kebutuhan pendidikan, petani garam sangat mengandalkan keuntungan melalui kegiatan olah garam mereka. Sekalipun para petani tidak mengenyam pendidikan dengan baik dan tuntas namun perhatian mereka untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak mereka begitu tinggi. 5.2 Saran

1. Untuk dapat mendukung prospek terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Kelurahan Talise yang berprofesi sebagai petani garam, pemerintah dalam hal ini dinas terkait untuk dapat memberikan perhatian yang khusus demi terciptanya hal-hal yang diinginkan. Mengingat petani garam yang ada di Kelurahan Talise memiliki potensi dalam partisipasinya dalam proses pembangunan kota palu dan Sulawesi Tengah pada umumnya. Diperlukan kegiatan penyuluhan yang lebih guna peningkatan wawasan petani garam dalam mengolah garam.


(6)

2. Untuk mengikatkan pendapatan bagi para petani garam yang ada di Kelurahan Talise, sebaiknya pemasaran komoditas nbahan baku garamnya membuat sistem pemasaran yang mampu memberikan hasil yang maksimal. Misalnya penetapan standar harga. Akhirnya demikian kesimpulan dan saran ini penulis kemukakan, semoga bermanfaat sebagai informasi dan bagi peningkatan kualitas sosial ekonomi dan tingkat pendidikan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Astrid S. Susanto.2003.Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.Jakarta: Bina Cipta.

Aswandi. 2008.Karakteristik Sosial Ekonomi Petani.Makassar: Bina Cipta. Moehar. Daniel. 2002.Pengantar Ekonomi Pertanian.Jakarta: Bumi Aksara. Friedman. 2004.Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Mubyarto, dkk. 1984.Nelayan dan Kemiskinan Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai.Jakarta: Pustaka Antara.

Mubyarto. 1987.Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan.Jakarta: Sinar Harapan.

Shadily Hassan. 1983.Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Angkasa. Soerjono Soekanto. 1990.Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial.Jakarta: Bina

Cipta.

Soerjono Soekanto.1982.Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali. Soerjono Soekanto. 1988.Memperkenalkan Sosiologi. Jakarta: Rajawali Pers. Soetomo. 1995.Masalah Sosial dan Pembangunan.Jakarta: Pustaka Jaya. Sudjana. 2000.Dasar-Dasar proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.