Tinjauan Yurudis terhadap Rencana Pengembang dalam Melakukan Perluasan Area Dihubungkan dengan Perlindungan Hukum bagi Konsumen Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia.

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP RENCANA PENGEMBANG DALAM MELAKUKAN PERLUASAN AREA DIHUBUNGKAN DENGAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Richand Prasalela 1287024 ABSTRAK

Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat luas menjadikan suatu negara wajib mengadakan tempat tinggal untuk masyarakat, hal itu pun menjadikan satu peluang tersendiri bagi pengembang untuk melaksanakan kegiatan bisnisnya dengan membangun sarana tempat tinggal untuk masyarakat, maka diperlukan pembangunan yang diutamakan pada pembangunan perumahan. Namun perkembangan pembangunan perumahan di Indonesia tidak selalu berjalan mulus tanpa hambatan didalamnya. Rencana perluasan area perumahan oleh pengembang pada pada kawasan yang sudah ada sebelumnya tidak dengan mudah dilaksanakan. Sehingga diperlukan langkah preventif atau pencegahan tekait kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dikemudian hari ketika diadakannya rencana perluasan area perumahan.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan konseptual sehingga dalam penulisan ini penulis merujuk kepada prinsip-prinsip hukum, prinsip ini dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum, meskipun tidak secara eksplisit, konsep dapat juga diketemukan di dalam undang-undang. yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, serta bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer antara lain Peraturan-Peraturan Pemerintah, Peraturan-Peraturan-Peraturan-Peraturan Daeran, maupun buku-buku yang berkaitan dengan perumahan, data-data yang digunakan dianalisis dengan cara analisis kualitatif dan dengan pola pikir logika deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.

Dengan dipenuhinya perizinan-perizinan oleh pengembang maka rencana perluasan dapat dilakukan asal tidak mengubah ataupun melanggar kondisi eksisting daripada unit perumahan yang dekat dengan area rencana perluasan area. Mengenai dokumen yang berpengaruh terhadap rencana perluasan area dapat menghambat jika memang ada janji yang diberikan pengembang untuk tidak dilakukan perluasan. Perlindungan hukum dapat diberikan baik kepada konsumen maupun kepada pemilik sertipikat dalam hal sebagai pihak ketiga yang tidak membeli unit rumah secara langsung kepada pengembang.


(2)

THE JURIDICAL REVIEW OVER DEVELOPER PLANS IN AREA EXPANSION PROJECT IN RELATION WITH CUSTOMER LEGAL

PROTECTION UNDER CONSTITUTION OF INDONESIA

Richand Prasalela 1287024

ABSTRACT

Fulfilling the needs of a place to stay for people required the country to provide public housing. This phenomenon also becomes a specific chance for developers to conduct their business activities to build public housing facilities as their priority. However, the development of housing construction in Indonesia not always runs well. Residential area expansion plan by developers on the pre-existing neighborhood is not easily implemented. Preventive actions related to the possibilities that will happen later during the implementation of residential area expansion plan.

This research used normative juridical method with conceptual approach, in which the researcher refers to the principles of law that can be found scholars’ statements or legal doctrines. And even though not explicitly, the concept can also be found in the legislation, including Constitution No. 1 year 2011 about Housing and Settlements Region, and Constitution No. 8 year 1999 about Costumer Protection, as well as secondary law in the form of legal materials that explain the primary legal materials include Government Regulations, Regional Regulations, and books related to housing. The data is analyzed by qualitative analysis and with the deductive logic mindset, which was to infer conclusion from individual case into general conclusions.

With the fulfillment of licenses by the developer, the expansion plans do not change or violate existing condition of the housing units near the site of the planned expansion area. Documents related to the area may hamper the expansion plans if the developer mentions a premise not to do any expansion. Legal protection can be provided either to consumers or to the certificate owner as the third party who did not purchase the house directly to the developer.


(3)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN………... i

PERSETUJUAN SKRIPSI... ii

LEMBAR PENGESAHAN..………... iii

PERSETUJUAN PANITIA SIDANG.………...... iv

PERSETUJUAN REVISI... v

ABSTRAK.………... vi

ABSTRACT……….………... vii

KATA PENGANTAR ………... viii

DAFTAR ISI ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN ………..... 1

A. Latar Belakang ………... 1

B. Identifikasi Masalah ………... 12

C. Tujuan Penulisan………... 13

D. Manfaat Penulisan ………... 14

E. Kerangka Pemikiran ……….... 14

F. Metode Penelitian ………... 20

G. Sistematika Penulisan……….. 23

BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM HAL PERIZINAN DAN PENGATURANNYA DI BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN... 25

A. TUGAS POKOK, SERTA KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN IZIN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN... 25

1. Tinjauan Umum Mengenai Kewenangan Atribusi, Delegasi Dan Mandat Serta Asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, Dan Tugas Pembantuan... 26

1.1 Kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat... 26

1.2 Asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan tugas Pembantuan... 30

2. Tugas dan wewenang Pemerintah dalam melakukan pembinaan terkait dengan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman... 32

2.1 Tugas dan wewenang Pemerintah Pusat... 33


(4)

2.3 Tugas dan wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota... 36

3. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di bidang pertanahan... 38

4. Tinjauan umum tentang perijinan di bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman... 42

4.1 Tinjauan Umum mengenai Izin... 43

4.2 Perizinan dibidang Perumahan dan Kawasan Permukiman... 47

4.2.1 Izin Prinsip... 49

4.2.2 Izin Lokasi... 50

4.2.3 Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)... 51

4.2.4 Izin Rencana Tapak (Siteplan)... 52

4.2.5 Izin analisa mengenai dampak lingkungan/ AMDAL... 53

4.2.6 UKL/UPL... 54

4.2.7 Izin Mendirikan Bangunan... 55

B. PENGATURAN TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN... 55

1. Asas, tujuan serta Ruang Lingkup penyelengaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman... 56

2. Perumahan dan kawasan permukiman... 57

2.1 Tinjauan Umum tentang perumahan dan kawasan permukiman... 58 2.2 Jenis Rumah dan Bentuk Rumah... 60

3. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.... 62

3.1 Perencanaan perumahan dan kawasan permukiman.... 62

3.2 Pemanfaatan perumahan dan kawasan permukiman.... 68

3.3 Pengendalian perumahan dan kawasan perumahan... 70

C. PENGEMBANG DAN PENYEDIAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN PERUMAHAN... 73

1. Pengembang dan kegiatannya... 74

1.1 Pengertian umum pengembang... 74

1.2 Pembangunan Perumahan, rumah dan kawasan permukiman... 76


(5)

1.4 Promosi dalam pemasaran Perumahan... 81 1.5 Hak dan kewajiban larangan serta tanggung jawab

Pengembang... 84

2. Pengadaan Tanah tanah untuk membangun perumahan... 86

2.1 Perolehan tanah melalui Peralihan atau pelepasan hak Atas tanah... 87 2.2 Pemanfaatan dan Pemindahtanganan tanah barang

milik negara atau milik daerah... 88 2.3 Pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar... 89 2.4 Proses Sertipikasi atas unit Perumahan... 89 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DAN/ATAU

PEMILIK SERTIPIKAT TERKAIT DENGAN PERLUASAN AREA... 96

A. Tinjauan Umum Tentang Perlidungan Hukum... 96

B. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen dan/atau

Pemilik Sertipikat Hak Atas Tanah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan... 98

1. Perlindungan Konsumen, Hak dan Kewajiban Konsumen

serta Pengembang... 98

1.1 Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen... 98 1.2 Hak dan Kewajiban Konsumen... 108 1.3 Hak dan Kewajiban Pengembang... 110 2. Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Sertipikat berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan...

112

2.1 Tinjauan Umum tentang pemilik Sertipikat... 112 2.2 Asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah... 113 2.3 Perlindungan Hukum bagi Pemilik Sertipikat Hak

atas Tanah... 116 2.3.1 Perlindungan Hukum Berdasarkan Hukum

Pertanahan... 116 2.3.2 Perlindungan Hukum Berdasarkan Hukum

Perdata... 121 2.3.3 Perlindungan Hukum Berdasarkan Hukum

Pidana... 124 2.3.4 Perlindungan Hukum Berdasarkan Tata


(6)

C. Penyelesaian Sengketa Konsumen dan/atau Pemilik Sertipikat

Hak Atas Tanah... 130

1. Penyelesaian sengketa bagi konsumen perumahan... 130

1.1 Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen... 130

1.2 Melalui Gugatan ke Pengadilan... 132

1.3 Melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa... 136

2. Penyelesaian Sengketa bagi Pemilik Sertipikat Hak Atas Tanah... 144

2.1 Secara Perdata... 145

2.2 Secara Pidana... 149

2.3 Secara Tata Usaha Negara... 150

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP RENCANA PERLUASAN AREA PERUMAHAN BERKENAAN DENGAN RENCANA TAPAK (SITEPLAN) YANG DIKELUARKAN OLEH PENGEMBANG DAN KETERKAITANNYA TERHADAP KONSUMEN PERUMAHAN... 155

A. Prosedur perizinan bagi Pengembang berkaitan dengan rencana perluasan area yang akan dilakukan... 155

B. Kekuatan mengikat terkait dokumen-dokumen hukum yang telah ada antara Pengembang dengan konsumen yang berpotensi menghambat rencana pengembang dalam melakukan perluasan area... 165

C. Perlindungan hukum bagi konsumen dan/atau pemilik sertipikat terkait dengan rencana perluasan area... 176

BAB V SIMPULAN DAN SARAN... 201

A. Simpulan ………... 201

B. Saran ……….... 204 Daftar Pustaka

Lampiran Matrix Revisi Curriculum Vitae


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia ditetapkan dalam alinea IV

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

selanjutnya disingkat dengan UUD 1945, yaitu:

a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia;

b. memajukan kesejahteraan umum;

c. mencerdaskan kehidupan bangsa;

d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Salah satu tujuan dibentuknya negara Republik Indonesia ialah memajukan

kesejahteraan umum. Untuk memajukan kesejahteraan umum dapat dengan

dilaksanakannya pembangunan, yang hakikatnya yaitu pembangunan manusia

Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia yang menekankan

pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah.

Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 hasil amandemennya yang kedua menegaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Heinhard Steiger dengan tulisan “The Fundamental Right to a Decent Environment” dalam “Trends in Environmental


(8)

Policy and Law” menyatakan bahwa “apa yang dinamakan hak-hak subjektif

(subjective right) adalah bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang”.1

Sehingga salah satu hak yang diatur dalam UUD 1945 ini yakni mengenai

kepentingannya akan suatu lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah salah

satunya tempat tinggal atau yang biasa kita sebut dengan rumah.

Rumah sebagai tempat tinggal mempunyai peran yang strategis dalam

pembentukan watak dan kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun

manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga

terpenuhinya tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang

akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan

manusia.2

Johnny Ibrahim dalam bukunya mengatakan bahwa sebagai mahkluk

ciptaan Tuhan yang memperoleh julukan homo-economicus, manusia dianggap

memiliki nalar yang memiliki kecenderungan yang berorientasi pada hal-hal yang

bersifat ekonomis. Berkaitan dengan itu, maka analisis ekonomi terhadap hukum

dibangun atas dasar beberapa konsep umum dalam ilmu ekonomi antara lain:

a) pemanfaatan secara maksimal (utility maximization);

b) rasional (rationality); dan

c) stabilitas pilihan dan biaya peluang (the stability of preferences and

opportunity cost).

d) Distribusi (distribution)

1 Rachmadi Usman. Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung: Citra Aditya Bakti,

2003, hlm.75.


(9)

Atas dasar konsep ekonomi tersebut, analisis ekonomi terhadap hukum

membangun asumsi baru: “manusia secara rasional akan berusaha mencapai kepuasan maksimum bagi dirinya”.3 Oleh karena itu ekonomi merupakan bagian

yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.

Dalam hal menjaga kestabilan kehidupan berbangsa dan bernegara yakni

salah satunya diperankan oleh aspek yang tidak kalah pentingnya yaitu ekonomi,

dimana tingkat pertumbuhan dan pembangunan suatu negara terlihat dari segi

ekonominya dan pergerakan ekonomi ini salah satunya ditandai adanya bisnis yang

bergerak di tengah masyarakat pada saat ini.

Bisnis merupakan suatu urusan atau kegiatan dagang, industri atau

keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa,

dengan menempatkan uang dari pada entrepreneur dalam risiko tertentu dengan

usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan.4 Dalam konteks

pembicaraan umum, bisnis (business) tidak terlepas dari aktivitas produksi,

pembelian, penjualan, maupun pertukaran barang dan jasa yang melibatkan orang

atau perusahaan. Aktivitas bisnis pada umumnya mempunyai tujuan menghasilkan

laba untuk kelangsungan hidup serta mengumpulkan cukup dana bagi pelaksanaan

kegiatan sipelaku bisnis (businessman) itu sendiri. Dalam konteks yang lebih

sempit, masyarakat awam seringkali menghubungkan bisnis dengan usaha,

perusahaan, atau suatu organisasi yang menghasilkan dan menjual barang dan jasa.5

3 Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara &

ITSPress Surabaya, 2009, hlm.50-51.

4 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: Citra

Aditya Bakti, 2008, hlm.2.


(10)

Bisnis merupakan salah satu kegiatan ekonomi dalam rangka mencari suatu

keuntungan bagi pelaku bisnis. Dalam proses bisnis terdapat aktivitas atau

pekerjaan terstruktur dan saling berkaitan baik dalam menyelesaikan suatu masalah

tertentu atau yang menghasilkan suatu produk tertentu atau layanan. Analisis proses

bisnis umumnya melibatkan pemetaan proses dan subproses di dalamnya hingga

tingkatan aktivitas atau kegiatan. Sehingga dengan bergeraknya bisnis ditengah

masyarakat, hal tersebut secara tidak langsung akan memenuhi kebutuhan dasar

manusia itu sendiri.

Pada kenyataannya dapat kita lihat bahwa tiap manusia dalam hubungan

timbal balik dengan manusia lainnya membutuhkan sesuatu yang dapat menopang

kehidupannya agar terus menerus dapat bertahan. Kegiatan manusia dalam bertahan

hidup dapat melakukan berbagai hal seperti melakukan transaksi jual-beli,

simpan-meminjam, sewa-menyewa, dan berbagai hal lainnya.

Demikian halnya dengan kebutuhan manusia, untuk dapat dikatakan hidup

layak, selain sandang dan pangan, rumah atau papan sudah menjadi kebutuhan

dasar yang tidak dapat ditunda dalam menjalani kelangsungan kehidupan

sehari-hari. Oleh karena itu, baik perseorangan maupun suatu badan hukum melihat

peluang kebutuhan masyarakat akan rumah sebagai suatu bisnis yang menjanjikan

dan dapat memberikan keuntungan bagi perseorangan ataupun badan hukum yang

bergerak dibidang Property yakni sebagai Pengembang atau yang biasa disebut

dengan Developer, dalam hal ini yaitu melakukan kegiatan bisnisnya dibidang

pembangunan perumahan, dimana Pengembang sebagai pihak yang


(11)

Pengertian dasar perumahan sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 1

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman yang selanjutnya disingkat dengan UU Perumahan, menyebutkan

bahwa:

“Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas hidup, perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.”

Perumahan merupakan kebutuhan dasar disamping pangan dan sandang.

Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan bersamaan dengan

pertambahan penduduk yang meningkat diperlukan penanganan dengan

perencanaan yang saksama disertai keikutsertaan dana dan daya yang ada dalam

masyarakat.6

Setiap manusia dihadapkan pada 3 (tiga) kebutuhan dasar, yaitu pangan

(makanan), sandang (pakaian), dan papan (rumah). Kebutuhan terhadap rumah

sebagai tempat tinggal atau hunian, baik di perkotaan maupun perdesaaan terus

meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pada dasarnya,

pemenuhan kebutuhan terhadap rumah sebagai tempat tinggal atau hunian

merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Namun demikian, pemerintah,

pemerintah daerah, dan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang

pembangunan perumahan didorong untuk dapat membantu masyarakat dalam

pemenuhan kebutuhan terhadap rumah sebagai tempat tinggal.7

6 Urip Santoso, Op.Cit.,seperti dikutip dari: C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Pokok, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986, hlm. 2.


(12)

Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan

yang sangat strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian bangsa, perlu

dibina dan dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan

penghidupan manusia.8 Sehingga Perumahan yang dimaksudkan tersebut tidak

semata-mata menjadi sarana pemenuhan kebutuhan dasar manusia saja, akan tetapi

lebih dari daripada itu juga dapat menjadi tempat dalam pembentukan watak dan

kepribadian bagi manusia, peningkatan kehidupan dan penghidupan manusia yang

tinggal ditempat tersebut.

Dalam pemenuhan kebutuhan tiap-tiap manusia tentunya akan berbeda satu

dengan yang lainnya sesuai dengan apa yang diinginkan dan dilakukannya, seperti

contoh sebagai Pengembang suatu perumahan yang akan membangun,

mengembangkan, menyelesaikan dan menghasilkan salah satu produknya dibidang

pengadaan suatu permukiman. Dalam beberapa tahun belakangan inipun dapat

terlihat jelas bahwa kebutuhan terhadap rumah terus meningkat dimana hal tersebut

ditandakan dengan pembangunan yang banyak terjadi dimana-mana baik itu mulai

dari rumah yang tingkatannya paling sederhana sampai rumah yang tingkatannya

paling tinggi atau elit sekalipun, yang mana masyarakat luas adalah target yang

menjadi pasar (market) mereka.

Data statistik kota Bandung menunjukkan kepadatan penduduk yang begitu

besar, yaitu sebesar 2.483.977 pada tahun 2013 yang membuat kebutuhan terhadap

rumah secara otomatis juga akan bertambah.9 Kebutuhan terhadap rumah tersebut

8 Ibid, seperti dikutip dari: A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan Dan Permukiman & Undang-Undang Rumah Susun, Bandung: Mandar Maju, 1997, hlm.30.

9 http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angka-tahun-2014 diakses pada:


(13)

akan terus bertambah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus

meningkat ditiap tahunnya, yakni laju pertumbuhan penduduk secara nasional

terjadi sebesar 1,49 % pertahun. Dimana jumlah penduduk Indonesia pada tahun

2010 adalah sebanyak 237.641.326 jiwa, mereka yang bertempat tinggal di daerah

perkotaan mencakup sebanyak 118.320.256 jiwa atau 49,79% dan di daerah

perdesaan sebanyak 119.321.070 jiwa atau 50,21%.10

Tabel Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Provinsi11

Provinsi

Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun

1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010 2010-2014 2

Aceh 2,93 2,72 1,46 2.36 1 2,06

Sumatera Utara 2,60 2,06 1,32 1,10 1,39

Sumatera Barat 2,21 1,62 0,63 1,34 1,34

Riau 3,11 4,30 4,35 3,58 2,64

Jambi 4,07 3,40 1,84 2,56 1,85

Sumatera Selatan 3,32 3,15 2,39 1,85 1,50

Bengkulu 4,39 4,38 2,97 1,67 1,74

Lampung 5,77 2,67 1,17 1,24 1,26

Kepulauan Bangka Belitung - - 0,97 3,14 2,23

Kepulauan Riau - - - 4,95 3,16

DKI Jakarta 3,93 2,42 0,17 1,41 1,11

Jawa Barat 2,66 2,57 2,03 1,90 1,58

Jawa Tengah 1,64 1,18 0,94 0,37 0,82

DI Yogyakarta 1,10 0,57 0,72 1,04 1,20

Jawa Timur 1,49 1,08 0,70 0,76 0,69

Banten - - 3,21 2,78 2,30

Bali 1,69 1,18 1,31 2,15 1,24

10 http://sp2010.bps.go.id/ diakses pada: Minggu, 06 September 2015, pkl 21.30

11 http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1268 diakses pada: Minggu, 06 September 2015,


(14)

Nusa Tenggara Barat 2,36 2,15 1,82 1,17 1,40

Nusa Tenggara Timur 1,95 1,79 1,64 2,07 1,71

Kalimantan Barat 2,31 2,65 2,29 0,91 1,68

Kalimantan Tengah 3,43 3,88 2,99 1,79 2,38

Kalimantan Selatan 2,16 2,32 1,45 1,99 1,87

Kalimantan Timur 5,73 4,42 2,81 3,81 2.64 3

Sulawesi Utara 2,31 1,60 1,33 1,28 1,17

Sulawesi Tengah 3,86 2,87 2,57 1,95 1,71

Sulawesi Selatan 1,74 1,42 1,49 1,17 1,13

Sulawesi Tenggara 3,09 3,66 3,15 2,08 2,20

Gorontalo - - 1,59 2,26 1,65

Sulawesi Barat - - - 2,68 1,95

Maluku 2,88 2,79 0,08 2,80 1,82

Maluku Utara - - 0,48 2,47 2,21

Papua Barat - - - 3,71 2,65

Papua 2,67 3,46 3,22 5,39 1,99

INDONESIA 2,31 1,98 1,49 1,49 1,40

Catatan:

Tidak Termasuk Timor Timur

1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per tahun 20002010 untuk Aceh dihitung dengan menggunakan data

Sensus Penduduk Aceh Nias (SPAN) 2005 dan SP2010

2 Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Pertengahan tahun/Juni)

3 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per tahun 20102014 untuk Kalimantan Timur merupakan gabungan

antara Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara

Sumber :

- Sensus Penduduk 1971, 1980 , 1990 , 2000 , 2010 dan Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995

- Data Dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia

Dari data yang diperoleh, penulis dapat melihat bahwa kebutuhan terhadap

rumah juga turut bertambah seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan

penduduk yang terjadi di Indonesia khususnya di kota Bandung. Hal tersebut juga


(15)

kesempatan untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat luas sekaligus juga

sebagai bisnis dibidang Property.

Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang meningkat dan kebutuhan

terhadap rumah juga makin banyak, sebagai Pengembang pada bidang perumahan

dalam menjalankan suatu kegiatan usahanya sewaktu-waktu bisa saja melakukan

ekspansi atau menciptakan pasar baru untuk memperbanyak ataupun memperluas

pembangunannya. Tetapi pada kenyataannya dalam melakukan perluasan tersebut

tidaklah mudah, hal tersebut bisa saja dikarenakan oleh perijinan yang mungkin

saja tidak keluar atau bahkan dari pihak konsumen perumahan yang tidak setuju

dengan diadakannya perluasan suatu perumahan dengan alasan-alasan tertentu.

Seperti contoh: Dalam suatu perumahan yang akan dibangun maupun telah

dibangun perumahan tersebut akan dipasarkan kepada calon pembeli dengan

terlebih dahulu pihak Pengembang akan memberikan brosur yakni pada brosur

tersebut terdapat gambar peta yang bersumber dari Rencana Tapak (siteplan)

mengenai perencanaan tata letak dan luas bangunan perumahan yang akan

dibangun maupun telah dibangun. Dengan adanya Rencana Tapak (siteplan) yang

disediakan tersebut maka akan memudahkan calon pembeli dalam memilih

bangunan dan diposisi mana calon pembeli tersebut akan membeli unit perumahan

tersebut.

Pada kenyataannya ketika pembeli unit tersebut telah cocok dengan posisi

rumah yang ia pilih yakni memilih unit yang berada dipaling sudut, dalam memilih

unit tersebut tentu saja pembeli telah menentukan pilihannya berdasarkan pada


(16)

memilih unit perumahan yang tertuang pada suatu brosur dan memilih unit yang

berposisi di sudut, hal tersebut dikarenakan selain unit yang dipilihnya berada

paling sudut juga karena didepan unitnya tersebut terdapat sedikit taman dan

beberapa pepohonan milik Pengembang yang dirasakannya membuat udara pagi

ketika ia bangun dapat menghirup udara segar sekaligus berolahraga didepan

rumahnya, juga karena unit yang dipilihnya tersebut tidak terlalu bising oleh

kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang dibandingkan jika ia memilih unit yang

posisinya berada di tengah selain didaerah sudut. Sehingga dengan berdasarkan

pada alasan kenyamanan tersebut maka pembeli pada waktu memilih unit rumah

yang hendak dibelinya ia memutuskan untuk memilih unit rumah yang berada di

sudut dibandingkan dengan posisi rumah yang lainnya.

Permasalahan mulai terjadi ketika suatu saat Pengembang tersebut akan

memperluas pembangunannya sehingga penghuni tersebut tidak akan lagi berada

di sudut karena nantinya rumah yang ia duduki akan dilewati oleh

kendaraan-kendaraan, hal tersebut membuat penghuni yang sebelumnya nyaman menjadi tidak

nayaman lagi karena merasa terganggu oleh kendaraan yang berlalu lalang dan

kondisi sekitar rumahnya juga tidak lagi seperti semula lagi karena hendak

dijadikan unit rumah yang baru seperti taman dan pepohonan yang semula berada

didepan rumahnya telah ditiadakan. Tidak setujunya penghuni yang terkena

dampak perluasan area dan merasa bahwa pada waktu awal pemesanan dia memilih

posisi rumah tersebut adalah karena dia berada di sudut dengan alasan-alasan

kenyamanan sehingga membuat pembeli merasa bahwa Pengembang telah serta


(17)

karena dirasa tidak sesuai lagi dengan gambar pada brosur seperti ketika diawal

pembeli memilih unit tersebut.

Hal yang menjadi poin terpenting yakni sejauh mana pihak Pengembang

yang melakukan perluasan sehingga dapat menyatukan perumahan yang lama

dengan pembangunan perumahan yang baru dan bagaimana dengan siteplan yang

tertuang dalam brosur tersebut yang diduga menjadi suatu masalah dan dirasakan

sebagai suatu ketidakjelasan sehingga dianggap dapat memberikan dampak dan

pandangan negatif terhadap pihak pengembang akibat dibongkarnya suatu

pembatas perumahan agar dapat disatukan dengan perumahan yang baru. Tidak

hanya terhadap pengembang semata, terkait dengan Siteplan tersebut pula akan

dikaji mengenai pihak yang berwenang dalam hal ini yaitu Pemerintah yang

berwenang untuk pemberian dan pengesahan izin-izin pembangunan perumahan.

Sejauh ini belum ada penelitian yang membahas atau meneliti mengenai

rencana ekspansi atau perluasan suatu perumahan oleh Pengembang yang diduga

membawa dampak negatif bagi penghuni perumahan. Adapun Penelitian yang

pernah ditulis mengenai perumahan yaitu penelitian mengenai Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen Perumahan Atas Kerugian Akibat Penerbitan Brosur

Perumahan Oleh Pengembang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, Yang Ditulis Oleh Lia Wahyu Lestari, Fakultas

Hukum Universitas Jember 2011. Ada juga penelitian lain mengenai perumahan

yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Perumahan Dan

Pemukiman Atas Iklan Yang Dijanjikan, yang ditulis oleh Edy Mayor, Fakultas


(18)

Penulis menyatakan bahwa penelitian-penelitian yang disebutkan tersebut

memiliki sudut pandang dan objek penelitian yang berbeda dengan yang dilakukan

penulis untuk penelitian ini.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji secara terperinci

dari segi rencana Pengembang yang akan melakukan ekspansi atau perluasan

terhadap suatu perumahan yang telah terlebih dahulu berdiri ditinjau dari

aturan-aturan hukum Indonesia yang akan dibahas dalam tulisan tugas akhir ini dengan

judul

TINJAUAN

YURIDIS

TERHADAP

RENCANA

PENGEMBANG DALAM MELAKUKAN PERLUASAN AREA

DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI

KONSUMEN BERDASARKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan

dibahas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur perizinan bagi Pengembang berkaitan dengan rencana

perluasan area yang akan dilakukannya?

2. Bagaimana kekuatan mengikat terkait dokumen-dokumen hukum yang

telah ada antara Pengembang dengan konsumen yang berpotensi


(19)

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen dan/atau pemilik sertipikat

terkait dengan rencana perluasan area?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan penulis menuangkan pembahasannya dalam

penulisan tugas akhir ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana prosedur perizinan bagi Pengembang

berkaitan dengan rencana perluasan area yang akan dilakukan oleh

Pengembang;

2. Untuk mengetahui bagaimana kekuatan mengikat terkait

dokumen-dokumen hukum yang telah ada antara Pengembang dengan konsumen yang

berpotensi untuk menghambat rencana pengembang dalam melakukan

perluasan area;

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen


(20)

D. Manfaat Penulisan

Kegunaan ini dibagi menjadi Manfaat Teroritis dan Manfaat Praktis,

yakni:

1. Manfaat Teoritis,

Secara Teoritis, sebagai pengetahuan untuk para Mahasiswa dan Mahasiswi

serta para Akademisi dalam bidang penyelenggaraan permukiman terkait

Rencana Pengembang dalam melakukan perluasan area, apa yang menjadi

perijinannya, bagaimana hak-hak konsumen, penulisan tugas akhir ini

diharapkan dapat berguna bagi dilingkungan Universitas Kristen Maranatha

secara khusus dan Indonesia secara umum.

2. Manfaat Praktis

Secara Praktis, yakni penulisan tugas akhir ini diharapkan mampu untuk

memberikan masukan terhadap penyelenggaraan permukiman terkait

dengan rencana Pengembang dalam melakukan perluasan area sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. Kerangka Pemikiran

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dasar teori hukum yang

dikemukakan oleh Mochtar Kusuma-atmadja yang mengemukakan teori hukum pembangunan yang menyebutkan: “hukum tidak hanya kompleks kaidah dan asas yang mengatur, tetapi juga meliputi lembaga-lembaga dan proses yang diperlukan


(21)

untuk mewujudkan berlakunya hukum itu dalam kenyataan.”12 Dalam teori ini

disebutkan tentang kaidah dan asas yang berarti menunjuk pada unsur idiil dalam

sistem hukum dimana nantinya akan tertuang pada suatu peraturan yang dibuat, sedangkan kata “lembaga” merujuk ke unsur operasional yakni dalam hal ini adalah lembaga-lembaga yang terkait dengan pelaksanaan peraturan-peraturan, dan kata “proses” merujuk ke unsur faktual atau proses penerapan aturan-aturan yang dibuat.

Selain itu juga “Peranan Hukum dalam pembangunan adalah untuk

menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur (tertib); hukum

berperan melalui bantuan perundang-undangan dan keputusan pengadilan, atau kombinasi keduanya.”13 Dalam hal melaksanakan peraturan-peraturan yang telah

dibuat maka tidak akan terlepas juga dari peran pemerintah sebagai pihak yang

memberikan izin-izin dalam suatu pendirian perumahan.

Pemerintahan (pangreh) adalah fungsi pemerintahan (het besturen,

hetregeren) dalam arti menjalankan tugas-tugas memerintah (bustuurs functie).

Arti pemerintahan ini secara negatif adalah fungsi negara yang bukan fungsi

peradilan (rechstpraak) dan bukan fungsi perundang-undangan (wetgeving).

Pengertian dalam arti luas (regering/government) adalah pelaksanaan tugas seluruh

badan-badan, lembaga-lembaga, dan petugas-petugas yang diserahi wewenang

mencapai tujuan negara. Pengertian dalam arti sempit (bestuur/government)

mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan.14

12 Shidarta, Mochtar Kusuma-Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan Eksistensi dan Implikasi,

Jakarta: Epistema Intitute, 2012, hlm. 19.

13 Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung:

Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi FH Unpad, 1975, hlm. 3-4.

14 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2004,


(22)

Pemerintahan adalah semua kegiatan yang bersifat eksekutif yang tidak merupakan

kegiatan pembuatan peraturan perundang-undangan (legislatif) dan bukan kegiatan

mengadilikan (yudikatif). Dapat dikatakan bahwa urusan pemerintahan adalah

kegiatan public service bila dirinci lebih jauh, maka urusan pemerintahan adalah:

a. Menciptakan/melahirkan;

b. Mengubah;

c. Menghapuskan.

Dilihat dari hubungan antara pemerintah dengan warga masyarakat, maka

hubungan tata usaha negara berisi:

a. Kewajiban untuk berbuat;

b. Membiarkan sesuatu;

c. Hak untuk menuntut seuatu;

d. Izin untuk berbuat sesuatu yang pada umumnya dilarang;

e. Hubungan hukum yang lahir dari suatu status yang diberikan suatu

tindakan hukum tata usaha negara.15

Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia tidak

akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah

Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi dan daerah-daerah yang bersifat

otonom (streek en locale rechtdgemeenschappen) atau bersifat administratif.16

15 Ibid, hlm.28.


(23)

Maka pengembang pada saat akan melakukan pembangunan harus selalu

memohonkan izin kepada pemerintah yang berwenang terkait dengan syarat-syarat

yang sudah ditetapkan oleh undang-undang perumahan dan peraturan lain yang

terkait dengan pembangunan perumahan.

Perumahan merupakan kebutuhan dasar disamping pangan dan sandang.

Pengembang adalah pelaku usaha yang bergerak dibidang penyediaan rumah

hunian menurut Gunawan Widjaja dalam bukunya menerangkan bahwa dunia

usaha adalah dunia yang terus berkembang dari waktu ke waktu dimana setiap

individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan selalu memperoleh

sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.17 Oleh karena itu untuk

memenuhi kebutuhan akan perumahan bersamaan dengan pertambahan penduduk

yang meningkat diperlukan penanganan dengan perencanaan yang saksama disertai

keikutsertaan dana dan daya yang ada dalam masyarakat.18 Namun demikian,

pemerintah, pemerintah daerah, dan perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang

pembangunan perumahan didorong untuk dapat membantu masyarakat dalam

pemenuhan kebutuhan terhadap rumah sebagai tempat tinggal.19 Sehingga pada

dasarnya seorang pengembang dalam hal ini adalah perusahaan swasta dapat

mengembangkan usahanya demi mendapatkan keuntungan bagi perusahaannya.

Pembangunan perumahan ini juga tidak tidak terlepas dari Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pada pasalnya yang ke 28H ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat

17 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: Prenada, 2004, hlm.1.

18 Urip Santoso, Op.Cit, seperti dikutip dari: C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Permukiman sebagai Kebutuhan Pokok, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986, hlm.2.


(24)

tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Dengan adanya dasar yang melandasi hal tersebut bahwa, dimana salah satunya adalah mengenai tempat tinggal.

Sebagaimana telah dikemukakan pada latar belakang bahwasannya ada

permasalahan yang telah terjadi pada saat Pengembang akan memperluas area

perumahan yang telah dibangun sebelumnya dengan membongkar pembatas

perumahan milik Pengembang akan tetapi konsumen perumahan tidak setuju akan

diperluasnya dengan mempermasalahkan kepastian hukum atas suatu rencana tapak

(Siteplan) yang dituangkan dalam bentuk gambar pada suatu brosur.

Sebagaimana telah diuraikan diatas, hal tersebut sangat berkaitan erat

dengan fungsi dan tujuan hukum yakni salah satunya adalah kepastian hukum.

Mochtar Kusumaatmadja menuliskan dalam bukunya dikatakan bahwa tujuan

hukum adalah terpelihara dan terjaminnya keteraturan (kepastian) dan ketertiban.20

Hal ini juga berkaitan dengan rencana tapak (Siteplan) yang dituangkan

dalam bentuk gambar pada suatu brosur yang dikeluarkan oleh Pengembang yang

mana masyarakat atau dalam hal ini adalah konsumen perumahan yang

menganggap bahwa brosur tersebut merupakan penggambaran akan perumahan

yang seharusnya sesuai dengan aslinya, akan tetapi dalam rangka melakukan

perluasan maka pembatas yang membatasi area perumahan tersebut dibuka dan

disatukan terhadap perumahan yang baru. Oleh karena itu maka akan sangat

berkaitan erat juga dengan hak-hak konsumen yang juga perlu diperhatikan oleh

berbagai pihak baik itu oleh Pengembang ataupun oleh Pemerintah.


(25)

Kepastian hukum sebagaimana diuraikan diatas, maka permasalahan

tersebut juga berkaitan dengan perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada

konsumen, yakni dalam hal ini terdapat dalam Undang-undang No 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen yang selanjutkan disingkat dengan UUPK.

Dalam undang-undang ini mengatur hal-hal tentang berbagai macam hak-hak

konsumen yang perlu dilindungi yang nantinya akan dibahas pada bab selanjutnya.

Sehingga pada intinya konsumen merasa bahwa dirinya telah dirugikan

karena alasan kenyamanan yang seharusnya didapatkan, akan tetapi dengan adanya

perluasan tersebut kenyamannnya menjadi terganggu. Selain daripada itu,

konsumen juga melihat bahwa sebelum unit rumah yang direncanakan akan dibeli,

konsumen telah terlebih dahulu untuk memilih berdasarkan brosur yang diberikan

oleh Pengembang, akan tetapi seiring berjalannya waktu dengan diperluasnya

perumahan tersebut maka konsumen merasa bahwa brosur yang diberikan kepada

konsumen tersebut tidak benar informasinya dan beranggapan seharusnya letak

mengenai perumahan tersebut sesuai dengan brosur seperti awal dijanjikan oleh

Pengembang dan tidak mengalami perubahan yang dianggap merugikan terhadap

konsumen.

Sebagaimana diuraikan pada kerangka pemikiran ini, penulis melihat bahwa

ada permasalahan hukum yang terjadi terkait dengan rencana Pengembang dalam

melakukan perluasan pada suatu perumahan yang akan menyatukan antara

perumahan lama dan perumahan yang baru, akan tetapi hal tersebut kurang disetujui

oleh konsumen perumahan lama karena alasan-alasan sebagaimana diuraikan


(26)

Sebagaimana telah diuraikan diatas, penulis mencoba berpandangan dan

menyelesaikan masalah yang terjadi dan melihat dari kedua belah pihak serta

mengkajinya menurut peraturan-peraturan yang relevan dengan pembahasan. Dari

sisi Pengembang, yakni penulis mencoba untuk meninjau sampai sejauh mana

perluasan dapat dilakukan oleh Pengembang serta menganalisis sampai sejauh

mana kekuatan mengikat terkait dengan rencana tapak (Siteplan) dan mencari jalan

keluar agar rencana perluasan tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang

yang berlaku. Sedangkan dari sisi konsumen yakni penulis akan meninjau sampai

sejauh mana hak-hak konsumen terlanggar dan apa yang mendasari pelanggaran

tersebut. Oleh karena itu penulis akan mencoba untuk mengkaji hal apa saja yang

dapat dilakukan oleh pengembang tanpa harus bertentangan dengan peraturan dan

tanpa harus melanggar hak-hak konsumen yang nantinya akan dibahas pada

bab-bab selanjutnya.

F. Metode Penelitian

1. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dan dengan pendekatan

penelitian konseptual (concepttual approach), yaitu dengan meneliti bahan

pustaka atau data sekunder, seperti: peraturan perundang-undangan,

teori-teori hukum, dan pendapat para sarjana hukum terkemuka21, dan merujuk

pada prinsip-prinsip hukum dengan memahami konsep hukum melalui

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin hukum. Sifat penelitian ini

21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat, Jakarta :


(27)

secara deskriptif analitis yang memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan

ketentuan yang harus dipenuhi pengembang dalam melakukan perluasan

dan juga yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

2. Sumber Data dan Jenis Data: penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan dalam upaya mencari data sekunder dengan menggunakan

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mengikat sifatnya,

yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

Perumahan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan

bahan hukum primer antara lain buku-buku yang berkaitan dengan

perumahan.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang digunakan untuk

memperjelas suatu persoalan atau suatu istilah yang ditemukan pada

bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus

hukum, kamus bahasa, dan dokumen tertulis lainnya

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Teknik pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan hukum utama,

dilakukan dengan cara menginventarisasi, mempelajari, dan mencatat


(28)

asas-asas penyelenggaraan perumahan, dan norma hukum yang

mengatur mengenai penyelenggaraan perumahan juga

menginventarisasi, mempelajari, dan mencatat kedalam penelitian

tentang nilai-nilai mengenai perlindungan konsumen terkait dengan

adanya perluasan area. Adapun bahan hukum utama ditemukan dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman juga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen.

b. Teknik pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan hukum

sekunder, dilakukan dengan cara menelusuri literature-literatur ilmu

hukum ataupun hasil-hasil penelitian hukum yang berkaitan dengan

pembangunan perumahan.

c. Teknik pengumpulan data sekunder berupa bahan-bahan hukum

tambahan, dilakukan dengan cara menelusuri kamus-kamus hukum,

kamus bahasa, dan dokumen tertulis lainnya yang dapat memperjelas

persoalan dan istilah mengenai perumahan.

4. Analisis data : dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan cara

analisis kualitatif tanpa menggunakan rumus matematis, yakni dengan studi


(29)

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang menguraikan tentang latar

balakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II: KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM HAL PERIZINAN DAN PENGATURANNYA DI BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

Bab ini menyajikan tinjauan umum mengenai kewenangan

pemerintah dalam memberikan izin-izin pembangunan maupun

perluasan serta membahas ewajiban hukum bagi Pengembang dalam

melakukan perluasan area perumahan seperti pengertian, proses

Perijinan suatu perumahan, asas-asas, mekanisme dan lain-lain yang

relevan dengan penelitian ini.

BAB III: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERKAIT DENGAN PERLUASAN AREA

Bab ini menyajikan tinjauan umum tentang perlindungan hukum

bagi konsumen perumahan terkait dengan rencana perluasan area


(30)

BAB IV: PEMBAHASAN DAN ANALISA

Bab ini merupakan pembahasan dan juga analisa terhadap rencana

perluasan area perumahan berkenaan dengan Tapak (Siteplan) yang

dikeluarkan oleh Pengembang dan keterkaitannya terhadap

konsumen perumahan.

Bab V: PENUTUP

Bab ini menyajikan simpulan dan saran dimana simpulan merupakan

jawaban atas identifikasi masalah, sedangkan saran merupakan

usulan yang oprasional, konkrit, dan praktis serta merupakan


(31)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dan saran ini merupakan hasil dari penelitian mengenai tinjauan

yuridis terhadap rencana perluasan area perumahan oleh pengembang pada suatu

kawasan perumahan dalam rangka melakukan pengembangan perumahan dan

dirumuskan sebagai berikut:

A. SIMPULAN

1. Prosedur yang dilakukan pengembang terkait dengan rencana perluasan area

perumahan adalah harus memperoleh izin-izin. Pembebasan atas tanah

hingga melaksanakan pembangunan sampai dengan memasarkan unit

perumahannya kepada konsumen perumahan yakni merujuk pada

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan

Permukiman dan merujuk pada peraturan-peraturan yang ada guna

mendukung terhadap pembangunan perumahan agar memperoleh izin yang

ditentukan oleh daerah masing-masing, dalam hal ini adalah terutama di

kota Bandung yakni pada Pemerintah Kota Bandung melalui Dinasnya

seperti dinas Tata Ruang dan Cipta Karya. Setelah izin-izin diperoleh maka

pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan.

Secara garis besar adapun izin-izin yang harus dipenuhi oleh pengembang


(32)

a. Izin Prinsip

b. Izin Lokasi

c. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)

d. Izin Rencana Tapak (Siteplan)

e. Izin analisa mengenai dampak lingkungan/ AMDAL

f. UKL/UPL

g. Izin Mendirikan Bangunan

Perizinan-perizinan di ajukan kepada instansi setempat yang terkait dengan

pembangunan perumahan, yakni di kota Bandung diajukan kepadan dinas

Tata Ruang dan Cipta Karya.

2. Kekuatan mengikatnya suatu dokumen yang dimiliki oleh konsumen

perumahan dapat menjadi menjadi penghambat bagi pelaksanaan

pembangunan perluasan area perumahan apabila terdapat suatu janji yang

diberikan oleh pengembang terhadap konsumen seperti brosur, surat

pemesanan ataupun PPJB. Namun hak tersebut bukan menjadi penghalang

yang begitu berarti, karena pada dasarnya pengembang cukup memenuhi

perizinannya saja dalam melakukan pengembangan area perumahan dan

dokumen yang menjadi penghambat seperti brosur perumahan bukan suatu

perjanjian antara pengembang dan konsumen terkait dengan perluasan area

perumahan akan tertapi hanya suatu hal diperjanjikan dan sebagai suatu

ilustrasi saja seperti dalam hal bentuk atau tipe bangunan, harga bangunan,


(33)

yang baik dimiliki oleh konsumen maupun pihak ketiga yang memiliki unit

perumahan tersebut tidak akan menghambat suatu perluasan area

perumahan selama kondisi unit perumahan tersebut dan batas tanah atas

bangunan tersebut tidak berubah, maka hal tersebut bukan menjadi suatu hal

yang dapat menghambat pembangunan yang akan dilakukan oleh

pengembang.

3. Perlindungan hukum tidak selalu hanya berdasarkan perlindungan bagi

konsumen saja, tetapi juga perlindungan hukum bagi pihak-pihak lainnya

yang diimplementasikan dalam peraturan perundang-undangan yang lain.

Berkaitan dengan rencana perluasan area perumahan terdapat pula

perlindungan hukum bagi pemilik sertipikat hak milik atas unit perumahan,

penulis mencoba memberi batasan yang memisahkan mana konsumen yang

berhubungan langsung dengan pengembang dan mana pemilik sertipikat

yang tidak berhubungan langsung dengan pengembang. Pemisahan tersebut

membatasi antara perlindungan hukum bagi konsumen yang melindungi

konsumen perumahan dan/atau perlindungan hukum terhadap pemilik

sertipikat hak milik atas unit perumahan dimana pemilik dalam hal ini

adalah pihak ketiga setelah konsumen perumahan tadi mengalihkan

kepemilikannya. Hal tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap tindakan

hukum yang dilakukan oleh konsumen dan/atau pemilik sertipikat hak milik


(34)

B. SARAN

Berkaitan dengan simpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran,

sebagai berikut:

1. Dengan adanya pemerintah dalam hal memberikan izin yang dibantu oleh

pemerintah setempat, penulis melihat bahwa dibutuhkannya suatu

mekanisme yang lebih sederhana terkait perizinan-perizinan terkait karena

begitu banyaknya izin-izin yang harus dipenuhi oleh pengembang sehingga

sering membuat pengembang lebih membutuhkan waktu yang tidak

sebentar dalam melakukan pembangunan karena begitu rumitnya

memperoleh izin-izin terlebih harus memohon pada beberapa instansi yang

berbeda-beda. Diharapkan dengan menyederhanakan suatu proses

perizinan, baik itu memangkas tahap-tahap yang melewati beberapa instansi

maupun memangkas prosedur perizinan-perizinan yang begitu banyak maka

tidak akan membuat pengembang mengalami kesulitan dan waktu yang

dipergunakan akan sangat efisien.

2. Saran bagi pengembang yakni sebagai pelaksana pembangunan perumahan

terkait dengan perluasan area. Ketika pengembang telah memenuhi semua

perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka dalam hal memasarkan

terkait dengan pembangunannya baik yang telah dibangun maupun yang

akan dibangun seyogiyanya pengembang memberikan penjelasan kepada

konsumen terutama yang terkait dengan siteplan sebagaimana yang tertuang

dalam sebuah brosur perumahan bahwasannya rencana pembangunan yang


(35)

pengembangan. Selain itu bagi pengembang dalam rangka melakukan

perluasan area hendaknya mensosialisasikan rencana tersebut kepada

masyarakat sekitar yang mungkin akan terkena dampak area perluasan area

perumahan tersebut sehingga tidak akan terjadi permasalahan dikemudian

hari.

3. Saran bagi konsumen perumahan yang berhubungan langsung terhadap

pengembang maupun pemilik sertipikat dalam hal ini pihak ketiga yang

tidak berurusan langsung terhadap pengembang perumahan. Saran yang

penulis coba berikan yakni sebagai konsumen perumahan atau pemilik

sertipikat tidak boleh menghambat rencana pengembang dalam melakukan

perluasan area perumahan selama pembangunan tersebut tidak melanggar

hak karena pengembang melakukan perluasan tersebut yakni pada posisi

tanah yang pengembang miliki, dan bukan mengambil batas tanah yang

konsumen miliki atau merampas tanah konsumen/pemilik sertipikat. Hal ini

terlihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

Pendaftaran Tanah dimana dalam peraturan tersebut telah dijelaskan

mengenai kepastian data yuridis maupun kepastian fisik pada sebuah


(36)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku

A.Z Nasution, (1) Tinjauan sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. (2) Hukum Perlindungan Konsumen suatu Pengantar, Jakarta,

Diadit Media, 2007

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana, 2011.

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2004.

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1998.

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikat dan keterikatannya dengan Perlindungan Konsumen, Bandung: Citra Aditia, 2003.

Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: Prenada, 2004. Hans Kelsen, General Theory Of Law And State: Teori Hukum Murni,

diterjemahkan oleh Somardi, Jakarta: Rimdi Press, 1995.

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yahng Lahir Dari Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara & ITSPress Surabaya, 2009.

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Pramita, 2004. M.Fuad, (et.al), Pengantar Bisnis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Mochtar Kusumaatmadja dan Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 2000.

Mochtar Kusumaatmadja, (1) Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi FH Unpad, 1975.

(2) Pengantar Ilmu Hukum, Buku I, Bandung: Alumni, 2000.


(37)

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008.

NM. Wahyu Kuncoro, 97 Risiko Transaksi Jual Beli Properti, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015.

Philipus M Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignyo, Syachran Basah, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction To The Indonesian Administrative Law, Surabaya: Gadjah Mada University Press, 2005. Phillip Kotler, Kevin L. Keller, Menajemen Pemasaran, Edisi 13, Jakarta: Erlangga,

2009.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1991.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1963.

Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006. Sahat HMT Sinaga, Jual Beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Bandung:

Pustaka Sutra, 2007.

Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2006. Shidarta, Mochtar Kusuma-Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan Eksistensi

dan Implikasi, Jakarta: Epistema Intitute, 2012.

Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia (edisi revisi), Bandung: Refika Aditama, 2007.

Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Surabaya: Makalah pada penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, 1995.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1985.

Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Sudarto dalam Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan, Bandung: Balai Citra Aditya Bakti, 1996.

Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Urip Santoso, (1) Hukum Perumahan, Surabaya: Kencana Prenada Group, 2014.

(2) Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2010.


(38)

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo, 2012.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia dahulu) tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-kota Kecil di Jawa.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha.

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.


(39)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/Pmk.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 04 Tahun 2002 Tentang Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (Ippt).

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993 Tentang Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 Tentang Pemberian Izin Lokasi PMA/PMDN.

Pranala

http://sp2010.bps.go.id/

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php.

http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angka-tahun-2014. http://bppt.bandung.go.id/izin/index.php/lovinformasi/persyaratan/008.

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/1299-legislasi-semu-pseudowetgeving.html


(1)

204

B. SARAN

Berkaitan dengan simpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran, sebagai berikut:

1. Dengan adanya pemerintah dalam hal memberikan izin yang dibantu oleh pemerintah setempat, penulis melihat bahwa dibutuhkannya suatu mekanisme yang lebih sederhana terkait perizinan-perizinan terkait karena begitu banyaknya izin-izin yang harus dipenuhi oleh pengembang sehingga sering membuat pengembang lebih membutuhkan waktu yang tidak sebentar dalam melakukan pembangunan karena begitu rumitnya memperoleh izin-izin terlebih harus memohon pada beberapa instansi yang berbeda-beda. Diharapkan dengan menyederhanakan suatu proses perizinan, baik itu memangkas tahap-tahap yang melewati beberapa instansi maupun memangkas prosedur perizinan-perizinan yang begitu banyak maka tidak akan membuat pengembang mengalami kesulitan dan waktu yang dipergunakan akan sangat efisien.

2. Saran bagi pengembang yakni sebagai pelaksana pembangunan perumahan terkait dengan perluasan area. Ketika pengembang telah memenuhi semua perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah, maka dalam hal memasarkan terkait dengan pembangunannya baik yang telah dibangun maupun yang akan dibangun seyogiyanya pengembang memberikan penjelasan kepada konsumen terutama yang terkait dengan siteplan sebagaimana yang tertuang dalam sebuah brosur perumahan bahwasannya rencana pembangunan yang tertuang dalam brosur tersebut tidak menutup kemungkinan akan terjadi


(2)

205

pengembangan. Selain itu bagi pengembang dalam rangka melakukan perluasan area hendaknya mensosialisasikan rencana tersebut kepada masyarakat sekitar yang mungkin akan terkena dampak area perluasan area perumahan tersebut sehingga tidak akan terjadi permasalahan dikemudian hari.

3. Saran bagi konsumen perumahan yang berhubungan langsung terhadap pengembang maupun pemilik sertipikat dalam hal ini pihak ketiga yang tidak berurusan langsung terhadap pengembang perumahan. Saran yang penulis coba berikan yakni sebagai konsumen perumahan atau pemilik sertipikat tidak boleh menghambat rencana pengembang dalam melakukan perluasan area perumahan selama pembangunan tersebut tidak melanggar hak karena pengembang melakukan perluasan tersebut yakni pada posisi tanah yang pengembang miliki, dan bukan mengambil batas tanah yang konsumen miliki atau merampas tanah konsumen/pemilik sertipikat. Hal ini terlihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dimana dalam peraturan tersebut telah dijelaskan mengenai kepastian data yuridis maupun kepastian fisik pada sebuah bidang tanah.


(3)

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku

A.Z Nasution, (1) Tinjauan sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. (2) Hukum Perlindungan Konsumen suatu Pengantar, Jakarta,

Diadit Media, 2007

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus, Jakarta: Kencana, 2011.

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Bojongkerta: Ghalia Indonesia, 2004.

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1998.

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikat dan keterikatannya dengan Perlindungan Konsumen, Bandung: Citra Aditia, 2003.

Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum dalam Bisnis, Jakarta: Prenada, 2004. Hans Kelsen, General Theory Of Law And State: Teori Hukum Murni,

diterjemahkan oleh Somardi, Jakarta: Rimdi Press, 1995.

Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yahng Lahir Dari Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995.

Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Johnny Ibrahim, Pendekatan Ekonomi terhadap Hukum, Surabaya: Putra Media Nusantara & ITSPress Surabaya, 2009.

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Pramita, 2004. M.Fuad, (et.al), Pengantar Bisnis, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Mochtar Kusumaatmadja dan Arif Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 2000.

Mochtar Kusumaatmadja, (1) Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi FH Unpad, 1975.

(2) Pengantar Ilmu Hukum, Buku I, Bandung: Alumni, 2000.


(4)

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008.

NM. Wahyu Kuncoro, 97 Risiko Transaksi Jual Beli Properti, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015.

Philipus M Hadjon, R. Sri Soemantri Martosoewignyo, Syachran Basah, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction To The Indonesian Administrative Law, Surabaya: Gadjah Mada University Press, 2005. Phillip Kotler, Kevin L. Keller, Menajemen Pemasaran, Edisi 13, Jakarta: Erlangga,

2009.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia, 1991.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1963.

Rachmadi Usman, Pembaharuan Hukum Lingkungan Nasional, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006. Sahat HMT Sinaga, Jual Beli Tanah Dan Pencatatan Peralihan Hak, Bandung:

Pustaka Sutra, 2007.

Satrio, Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1999. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2006. Shidarta, Mochtar Kusuma-Atmadja dan Teori Hukum Pembangunan Eksistensi

dan Implikasi, Jakarta: Epistema Intitute, 2012.

Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia (edisi revisi), Bandung: Refika Aditama, 2007.

Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Surabaya: Makalah pada penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, 1995.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RadjaGrafindo Persada, 1985.

Sophar Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Sudarto dalam Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan, Bandung: Balai Citra Aditya Bakti, 1996.

Taufik H. Simatupang, Aspek Hukum Periklanan dalam Perspektif Perlindungan Konsumen, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Urip Santoso, (1) Hukum Perumahan, Surabaya: Kencana Prenada Group, 2014.

(2) Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Cet. 2, Jakarta: Kencana, 2010.


(5)

Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo, 2012.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia dahulu) tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-kota Kecil di Jawa.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1977 Tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha.

Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.


(6)

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Keputusan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 09 Tahun 1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/Pmk.06/2014 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Dan Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 04 Tahun 2002 Tentang Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (Ippt).

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993 Tentang Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 Tentang Pemberian Izin Lokasi PMA/PMDN.

Pranala

http://sp2010.bps.go.id/

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php.

http://bandungkota.bps.go.id/publikasi/kota-bandung-dalam-angka-tahun-2014. http://bppt.bandung.go.id/izin/index.php/lovinformasi/persyaratan/008.

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/1299-legislasi-semu-pseudowetgeving.html