Studi Deskriptif Mengenai Profile Psychological Well-Being Pada Mantan Pengguna Narkoba Usia Dewasa Awal Yang Berada Pada Tahap Aftercare di Panti Rehabilitasi "X" Kota Bandung.

(1)

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran profile psychological well-being pada mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahapan aftercare di panti rehabilitasi X Bandung. Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mendapatkan gambaran mengenai psychological well-being yang ditinjau dari dimensi-dimensinya yaitu self-acceptance, personal growth, positive relationship with other, environmental mastery, purpose in life, autonomy.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, dengan menggunakan kuesioner. Pemilihan sampel dilakukan dengan purposive random sampling. Jumlah sampel yang diambil adalah 36 orang. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang diadaptasi dan dimodifikasi oleh peneliti dari alat ukur psychological well-being dari Ryff (1989). Jumlah item kuesioner tersebut adalah 84 item, dengan hasil validasi terdiri dari 71 item dengan nilai validasi berkisar antara 0.309-0.803 dan nilai reliabilitas antara 0.729-0.792.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dimensi-dimensi PWB pada mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahapan aftercare di panti rehabilitasi X Bandung bila diurutkan dari persentase tertinggi sampai terendah adalah autonomy, environmental mastery, personal growth, positive relationship with other, self-acceptance dan purpose in life. Dimensi PWB yang tergolong tinggi yang terbanyak adalah autonomy (55.56% tinggi) dan terendah adalah purpose in life (50% tinggi). Dimensi-dimensi PWB cenderung terkait dengan tipe kepribadian (big five personality trait) menurut Ryff (2002).

Peneliti mengajukan saran bagi peneliti selanjutnya untuk melihat gambaran Psychological Well-Being yang ditinjau dari dimensi-dimensinya serta meneliti lebih lanjut hubungan antara Psychological Well-Being dengan trait personality agar lebih terlihat derajat keterkaitannya. Selain itu, bagi para konselor mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi untuk memperhatikan PWB setiap individu mantan pengguna narkoba dengan mengadakan support group, konseling ataupun pelatihan-pelatihan.


(2)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan... i

Kata Pengantar... ii

Pernyataan Orisinalitas Laporan……… iii

Pernyataan Publikasi Laporan……… iv

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... x

Daftar Bagan... xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...……….. 1

1.2 Identifikasi Masalah………... 15

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………... 15

1.4 Kegunaan Penelitian..………... 15

1.5 Kerangka Pemikiran...……….... 16


(3)

Universitas Kristen Maranatha BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Psychological Well-Being...……. 33

2.2 Sejarah dan Perkembangan Psychological Well-Being... 33

2.3 Dimensi-dimensi Psychological Well-Being...……….... 40

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi PWB... 46

2.5 Big Five Personality Trait... 48

2.6 Perkembangan Dewasa Awal... 64

2.7 Cognitive Behaviour Therapy………. 67

2.7.1 Prinsip CBT……….... 67

2.8 Narkoba... 67

2.8.1 Pengertian Narkoba... 67

2.8.2 Pengertian Penyalahgunaan Narkoba... 68

2.8.3 Pengertian Ketergantungan... 68

2.8.4 Faktor Penyalahgunaan... 68

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian... 69


(4)

Universitas Kristen Maranatha

3.3 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... 70

3.3.1 Variabel Penelitian... 70

3.3.2 Definisi Operasional... 70

3.4 Alat Ukur... 71

3.4.1 Psychological Well-Being Questionnaire... 71

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang... 73

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 74

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur... 74

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur... 75

3.5 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling... 76

3.5.1 Populasi Sasaran... 76

3.5.2 Karakteristik Populasi... 76

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel... 76

3.6 Teknik Analisis Data... 77

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden………. 78


(5)

Universitas Kristen Maranatha

4.3 Pembahasan……… 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……… 134

5.2 Saran………. 136

5.2.1 Saran Teoritis……… 136

5.2.2 Saran Praktis………. 136

Daftar Pustaka ... 137


(6)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Definitions of theory-guided dimensions of well-being... 45

Tabel 3.1 Tabel alat ukur……….. 72

Tabel 3.2 Kriteria penilaian………...73

Tabel 3.3 Alat ukur trait personality………..74

Table 3.4 Validasi alat ukur...74

Tabel 3.5 Reliabilitas alat ukur………..75

Tabel 4.1 Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin………78

Tabel 4.2 Gambaran subjek penelitian berdasarkan suku bangsa atau etnis….79 Tabel 4.3 Gambaran subjek berdasarkan trait dominan………....79

Tabel 4.4 Tingkat dimensi-dimensi PWB pada mantan pengguna narkoba….81 Tabel 4.5 Profile dimensi PWB responden………...83


(7)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Inti Dimensi PWB... ..39

Gambar 4.1 Diagram frekuensi gambaran subjek berdasarkan trait dominan…80 Gambar 4.2 Diagram persentase gambaran subjek berdasarkan trait dominan..80

Gambar 4.3 Diagram frekuensi tingkat-tingkat dimensi PWB pada mantan pengguna narkoba………...81

Gambar 4.4 Diagram persentase tingkat-tingkat dimensi PWB pada mantan pengguna narkoba………82

Gambar 4.5 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 1………..84

Gambar 4.6 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 2………..85

Gambar 4.7 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 3………..87

Gambar 4.8 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 4………..88

Gambar 4.9 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 5………..89

Gambar 4.10 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 6………91

Gambar 4.11 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 7………92

Gambar 4.12 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 8………93

Gambar 4.13 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 9………94

Gambar 4.14 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 10………..95

Gambar 4.15 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 11………..96

Gambar 4.16 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 12………..98


(8)

Universitas Kristen Maranatha

Gambar 4.18 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 14………..100

Gambar 4.19 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 15………..102

Gambar 4.20 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 16………..103

Gambar 4.21 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 17 & 31……….104

Gambar 4.22 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 18……….105

Gambar 4.23 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 19 & 23………106

Gambar 4.24 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 20……….107

Gambar 4.25 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 21……….108

Gambar 4.26 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 22……….109

Gambar 4.27 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 24………..110

Gambar 4.28 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 25………..111

Gambar 4.29 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 26………..112

Gambar 4.30 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 27………..114

Gambar 4.31 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 28………..115

Gambar 4.32 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 29………..116

Gambar 4.33 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 30………..117

Gambar 4.34 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 32………..118

Gambar 4.35 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 33………..119

Gambar 4.36 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 34………..121

Gambar 4.37 diagram gambaran tingkatan dimensi responden 35………..122


(9)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir... 32 Bagan 3.1 Bagan Rancangan Penelitian………. 70


(10)

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kata Pengantar Kuesioner

Lampiran 2 Angket Identitas dan Data Penunjang

Lampiran 3 Kuesioner Psychological Well-Being sebelum validasi Lampiran 4 Kuesioner Psychological Well-Being setelah validasi Lampiran 5 Big Five Personality Questionnaire

Lampiran 6 Validitas dan Reliabilitas Lampiran 7 Hasil Penelitian

Lampiran 8 Gambaran Responden Lampiran 9 Skor Mentah

Lampiran 10 Skor Standar yang telah dibobot Lampiran 11 Distribusi frekuensi

Lampiran 12 Frekuensi Gambaran Responden Lampiran 12.1 Distribusi Frekuensi jenis kelamin Lampiran 12.2 Distribusi Frekuensi Suku Bangsa

Lampiran 13 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

Lampiran 13.1 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan trait personality Lampiran 13.2 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan Jenis kelamin Lampiran 13.3 Crosstab dimensi-dimensi PWB dengan Suku bangsa


(11)

Universitas Kristen Maranatha Lampiran 14 Trait Personality


(12)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Narkoba telah menjadi masalah yang serius bagi Indonesia. Maraknya penggunaan narkoba pada saat ini telah menjadi trend atau gaya hidup sebagian masyarakat. Hingga tahun 2008 jumlah pengguna narkoba di Indonesia meningkat sebanyak 80% dibandingkan tahun 2007. Seriusnya permasalahan mengenai narkoba bagi Indonesia menjadi ketakutan tersendiri bagi masyarakat. Perubahan jaman yang semakin bergeser serta nilai dari norma-norma yang semakin melonggar membuat narkoba menjadi mudah beredar dan berkembang di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia (www.google.com//infonarkoba 2009).

Pengguna narkotika di Jawa Barat, dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2009, pengguna obat-obatan terlarang tersebut di Jawa Barat mencapai 1.9% dari jumlah penduduk nasional atau sekitar 800.000 orang. Hal tersebut diungkapkan Kepala Bidang Operasi (Kabid Dalops) pada Badan Narkotika Provinsi (BNP) Jawa Barat, Drs. Muhammad Nizar kepada “PR”, Rabu (16/6). Beliau menjelaskan, pemakai narkotika di Jawa Barat menduduki peringkat ke dua secara nasional. “Kalau situasi seperti ini terus dibiarkan, jelas akan mengancam masa depan generasi penerus,” ujarnya (http://bataviase.co.id/node/257647).


(13)

2

Universitas Kristen Maranatha Ilya, salah satu konselor di panti rehabilitasi “X” Bandung yang juga merupakan seorang mantan pengguna narkoba mengungkapkan bahwa stigma masyarakat pada pecandu narkoba yang sangat negatif membuat para pecandu kebanyakan mengalami masa yang sulit untuk menjadi individu yang baru, meskipun dirinya telah melalui masa rehabilitasi dan telah dinyatakan sehat serta dapat kembali dalam lingkungan masyarakat. Adanya diskriminasi dari masyarakat membuat mereka (individu mantan pengguna narkoba) merasa tidak berarti dan usahanya untuk sembuh hanyalah sia-sia dan pada akhirnya kembali terjerumus pada narkoba untuk mengalihkan perasaan sakitnya karena banyak diperbincangkan oleh lingkungan yang seharusnya mendukungnya.

Di panti rehabilitasi “X” kota Bandung, diterapkan empat tahapan program yang harus dijalani oleh pengguna narkoba atau dapat disebut sebagai residen, program tersebut disebut dengan reguler programme. Fase pertama adalah fase induction (-/+ selama 2 bulan) merupakan tahap adaptasi yang bertujuan untuk penyesuaian diri residen terhadap program pemulihannya yang akan dijalani. Pada fase ini para residen (pengguna narkoba) dilakukan pengenalan terhadap program therapeutic community serta pengenalan kultur dan peraturan-peraturan yang ada pada panti rehabilitasi “X” tersebut, selain itu pada fase ini pula para residen diberikan motivasi untuk melanjutkan program pemulihan selanjutnya. Selanjutnya fase ke dua adalah fase awal / primary (3 bulan) tahapan ini bertujuan untuk mengarahkan residen menerima dan menyadari bahwa dirinya adalah seorang pecandu yang membutuhkan pertolongan.Motivasi dari dalam diri, serta menyadari


(14)

3

Universitas Kristen Maranatha bahwasannya disamping masalah penyalahgunaan narkoba, ada masalah yang jauh lebih penting yaitu masalah perilaku, dan bagaimana cara merubahnya. Setelah fase primary dapat terselesaikan dilanjutkan pada fase ketiga yaitu menengah / pre re-entry (3-4 bulan) dimana dalam fase ini para residen diarahkan untuk stabilisasi sikap dan berperilaku hidup sehat. Pada fase ini juga dilakukan pemantauan kondisi emosi dan keseimbangan psikologi. Pemantauan sikap dan perilaku bertanggung jawab, serta proses interaksi sosial dengan keluarga sebagai basis utama. Selanjutnya fase akhir atau fase keempat yaitu fase lanjutan / re-entry (3-4 bulan) dalam fase ini para residen diarahkan untuk mengembangkan sikap dan perilaku bertanggung jawab dan proses pengenalan serta pemantapan sikap dan perilaku hidup sehat di dalam keluarga dan lingkungan sosial. Menambah wawasan untuk mempersiapkan diri untuk masa depan, mengendalikan reaksi emosi, serta mengerti tentang coping skill dan stress management.

Setelah para residen menjalankan serangkaian program rehabilitasi yang terdiri dari empat fase program rehabilitasi, barulah para residen memasuki after care programme dimana dalam program ini seorang pecandu kembali membangun hidup dengan keluarga di lingkungan masyarakat dan dapat kembali produktif (bekerja, sekolah, kursus). Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti permasalahan muncul ketika pada fase ini seorang mantan pengguna narkoba yang ingin kembali hidup dengan “normal” seperti bekerja dan beraktivitas dengan lingkungan sosialnya terbentur oleh masalah diskriminasi yang kental dari masyarakat sekitarnya. Adanya labelling dari masyarakat yang mencap pecandu negatif meskipun telah menjalankan


(15)

4

Universitas Kristen Maranatha rehabilitasi dan tidak lagi menggunakan narkoba, namun tetap dianggap „pecandu‟ yang meresahkan masyarakat dan dapat membawa dampak buruk bagi lingkungannya karena perilakunya yang dulu sebagai pengguna narkoba. Pada akhirnya mantan pengguna narkoba menjadi merasa terkucilkan kembali, hingga timbul kembali perasaan tidak berharga, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Akhirnya apa yang telah didapatkannya selama rehabilitasi menjadi tidak berguna dan hal ini menghambat potensi-potensi yang seharusnya dapat diolah dan dikeluarkan oleh mantan pengguna narkoba tersebut.

Terkait dengan permasalahan diskriminasi masyarakat terhadap pengguna maupun mantan pengguna narkoba, masalah tersebut menjadi dari sumber masalah yang sering ada atau terjadi pada para individu mantan pengguna narkoba. Ilya (konselor panti rehabilitasi “X” kota Bandung / mantan pengguna narkoba) mengungkapkan bahwa pada individu mantan pengguna narkoba meskipun telah lepas dari narkoba dan merasa diri sehat, mantan pengguna narkoba pada saat-saat tertentu (biasanya dalam rentang waktu 3-6 bulan sekali, tergantung pada telah lamanya berhenti memakai narkoba) akan ada masa yang dinamakan masa relapse atau disebut juga kembali pada fase dimana individu tersebut begitu menginginkan narkoba dan kembali pada masa dimana mereka menjadi seorang pengguna (seperti malas, sensitive, selfish, merasa terbuang, dan perasaan-perasaan negatif yang mereka rasakan). Faktor dari terjadinya relapse antara lain faktor dari individu sendiri yang terjadi karena adanya rasa “kangen” terhadap narkoba dan hal tersebut biasanya terjadi saat sugesti dari dirinya mengenai narkoba tersebut sedang tinggi. Faktor


(16)

5

Universitas Kristen Maranatha lainnya yang juga menjadi pengaruh sangat besar terhadap adanya relapse adalah faktor lingkungan, dimana saat individu tersebut tersugesti begitu besar oleh temannya yang sedang menggunakan narkoba, maka timbul perasaan yang sulit dicegah untuk kembali memakai narkoba meskipun hanya sekedar mencicipi.

Kentalnya stigma negatif dari masyarakat terhadap mantan pengguna narkoba yang dikenal dengan label “junkies” membuat mantan pengguna narkoba yang telah merasa dirinya “sembuh” menjadi minder menghadapi dunia luar setelah selesai di rehabilitasi. Pada akhirnya potensi-potensi yang telah di asah kembali semasa menjalani rehabilitasi menjadi sulit untuk dikeluarkan oleh mantan pengguna narkoba tersebut, padahal selama menjalani masa rehabilitasi mantan pengguna narkoba tersebut di tekankan untuk dapat membentuk kembali pribadinya secara positif dan menumbuhkan potensi-potensinya yang sempat terhambat.

Menurut filsuf Yunani Aristotle, seseorang yang dapat mengeluarkan potensi terbaiknya adalah orang-orang yang mencapai self realization, dimana seseorang hidup tidak hanya memenuhi kesenangan atau hasrat saja tetapi berusaha melakukan sesuatu dengan mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya (Ryff, 2006). Hal tersebut dapat terlihat dari bagaimana cara individu pengguna narkoba mencoba bangkit dan sembuh dari pengaruh narkoba dengan cara menjalankan rehabilitasi, karena dalam program rehabilitasi individu mantan pengguna narkoba tersebut diarahkan untuk dapat produktif kembali dan dibantu untuk mengeluarkan potensi-potensinya yang sebelumnya sempat terhambat karena narkoba. Seorang tokoh psikologi perkembangan bernama Carol Ryff berusaha menggabungkan berbagai ide


(17)

6

Universitas Kristen Maranatha tersebut dalam suatu konsep multidimensional yang disebut Psychological Well Being (PWB), dimana menurut Ryff, PWB adalah evaluasi hidup seseorang yang menggambarkan bagaimana cara dia mempersepsi dirinya dalam menghadapi tantangan hidupnya.

Bagi seorang individu mantan pengguna narkoba, PWB menjadi penting adanya sebab untuk dapat menjadi individu yang “baru” setelah melalui pengalaman yang kelam sebagai pengguna narkoba, penting adanya persepsi positif dari individu tersebut untuk dirinya karena dengan begitu, persepsi mengenai masa lalunya dan menjadikan masa lalu sebagai evaluasi hidupnya kedepan untuk menjadi orang yang “baru” serta menerima apa yang terjadi di masa lalunya, menjadi salah satu cara yang efektif bagi individu mantan pengguna narkoba untuk dapat kembali bangkit dari keterpurukan akibat narkoba, serta kembali menata psikologisnya dan mengasah kembali potensinya yang sempat terhambat sehingga menjadi produktif kembali. Hal tersebut juga akan menjadi satu kekuatan tersendiri bagi individu mantan pengguna narkoba untuk menghadapi tantangan-tantangan hidupnya.

Tantangan hidup yang seringkali dihadapi oleh para individu mantan pengguna narkoba yang berada di panti rehabilitasi “X” kota Bandung tersebut salah satunya adalah dalam bidang vocational, bagi mantan pengguna narkoba pekerjaan lebih sulit didapatkan dibandingkan dengan individu yang tidak menggunakan narkoba. Banyak alasan yang membuat para mantan pengguna narkoba menjadi kesulitan salah satunya adalah adanya rasa kurang percaya terhadap kompetensi yang dimiliki mantan pengguna narkoba, selain itu karena individu tersebut “junkies”


(18)

7

Universitas Kristen Maranatha maka perusahaan-perusahaan menjadi kurang percaya terhadap potensi mereka dan tidak ingin mengambil resiko tersebut. Selain tantangan pada bidang vocational tantangan lainnya adalah kehidupan berkeluarga dan aktif kembali di lingkungan masyarakat. Layaknya individu normal pada umumnya, individu mantan pengguna narkoba juga mempunyai keinginan untuk memiliki keluarga yang utuh, menjalankan rumah tangga dan memiliki keturunan.

Besarnya diskriminasi yang terlontar dari masyarakat terhadap mereka menjadi satu hambatan yang nyata bagi individu mantan pengguna narkoba untuk berelasi dengan lawan jenisnya. Adanya faktor tidak percaya diri serta cibiran-cibiran yang diberikan oleh orang lain karena mereka adalah seorang mantan pengguna narkoba sehingga membuat individu mantan pengguna narkoba merasa dirinya tidak layak untuk mendapatkan pendamping hidup meskipun hal tersebut sangat mereka inginkan. Berdasarkan data yang didapatkan dari sesi professional group yang dilakukan dengan 10 individu mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi X kota Bandung, 10 individu mantan pengguna narkoba menyatakan bahwa mereka menjadi merasa terhambat dan terbatasi haknya sebagai insan manusia, selain hal tersebut adapun 6 dari 10 individu mantan pengguna narkoba merasa mereka menjadi useless, dan 7 dari 10 individu mantan pengguna narkoba mengungkapkan bahwa hal tersebut membuat mereka menjadi tidak bisa mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki.

Dalam PWB terdapat enam dimensi, dimana dimensi-dimensi tersebut menjelaskan mengenai bagaimana seseorang berusaha berfungsi secara positif dalam


(19)

8

Universitas Kristen Maranatha menghadapi tantangan-tantangan hidupnya. Dimensi yang pertama adalah self-acceptance (penerimaan diri) adalah sikap positif individu terhadap diri sendiri, mengakui dan menerima berbagai aspek dalam dirinya baik yang positif maupun yang negatif, memandang positif kejadian dimasa lalu dalam hidupnya. Masa lalu yang dialami oleh individu mantan pengguna narkoba membuat penerimaan diri mereka menjadi cenderung terpengaruh. Adanya masa lalu yang “kelam” yang mereka miliki membuat para individu mantan pengguna narkoba harus memiliki sikap yang positif terhadap masa lalunya tersebuat agar dapat kembali melanjutkan tujuan yang sempat tertunda.

Dimensi yang kedua adalah purpose in life, yaitu tujuan hidup, memiliki tujuan dalam hidup dan terarah, merasakan ada makna dalam kehidupan masa lalu maupun masa kini, keyakinan-keyakinan yang memberikan perasaan bahwa terdapat tujuan hidup, mempunyai sasaran dan tujuan dalam hidup. Bagi individu mantan pengguna narkoba, saat dirinya masih sebagai pengguna narkoba banyak potensi yang terhambat dan karenanya banyak tujuan-tujuan hidup dari mereka yang tidak terealisasikan pada saat itu seperti dalam bidang vocational. Selain dampak dari narkoba sendiri adanya diskriminasi dari masyarakat menjadi salah satu hambatan yang besar bagi individu mantan pengguna narkoba tersebut untuk mencapai tujuan hidupnya tersebut.

Dimensi ketiga Autonomy terkait dengan kemandirian individu dalam menjalani kehidupannya. Maksudnya adalah individu mampu membuat keputusan sendiri dan mandiri, mampu melawan tekanan sosial untuk berpikir dan bertindak


(20)

9

Universitas Kristen Maranatha dalam cara-cara tertentu, mengatur tingkah laku dari dalam diri, mengevaluasi diri dengan menggunakan standar pribadi. Kemandirian sendiri menjadi penting adanya mengingat banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi individu mantan pengguna narkoba tersebut untuk kembali menjadi pengguna narkoba. Adanya masa relapse yang sering dihadapi oleh individu mantan pengguna narkoba tersebut menjadi salah satu hal yang harus dihadapi dan untuk itu mereka perlu memantapkan setiap keputusan atau tindakan untuk dapat menghindarinya.

Dimensi keempat adalah Personal growth (perkembangan individu) yaitu dapat merasakan perkembangan yang berkesinambungan, memandang diri sendiri seperti sedang tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman yang baru, menyadari potensi dirinya, melihat perbaikan di dalam diri sendiri dan perilaku dari waktu ke waktu, berubah dalam berbagai cara yang mencerminkan lebih banyak pengetahuan diri dan keberhasilan. Setelah mereka menyelesaikan masa rehabilitasi, potensi yang mereka miliki harus kembali diasah oleh individu mantan pengguna narkoba tersebut. Hal tersebut untuk perkembangan individu tersebut agar kembali menjalankan kehidupannya, seperti mengikuti pelatihan-pelatihan, terapi, ataupun kembali menjalankan aktivitasnya (sekolah, bekerja, dll).

Dimensi kelima adalah Positive relationship with other yaitu memiliki hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling mempercayai hubungan-hubungan dengan orang lain, memperhatikan kesejahteraan orang lain, kasih sayang dan keakraban, memahami istilah memberi dan menerima dalam hubungan antar manusia. Bagi individu mantan pengguna narkoba, untuk dapat menjalin kembali relationship


(21)

10

Universitas Kristen Maranatha cenderung sulit mereka jalankan. Hal tersebut dikarenakan adanya rasa tidak percaya yang cukup besar terhadap orang di luar komunitasnya. Salah satu penyebabnya adalah labeling negatif yang seringkali mereka dapatkan dari lingkungannya meskipun mereka sudah tidak lagi memakai narkoba.

Dimensi terakhir adalah Environmental mastery adalah penguasaan dan kemampuan di dalam mengatur lingkungan, menguasai susunan aktifitas eksternal yang kompleks, efektif dalam menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada disekitarnya, mampu memilih atau menciptakan keadaan-keadaan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Saat individu mantan pengguna narkoba menyelesaikan rehabilitasi, untuk dapat kembali kedalam lingkungan masyarakatnya mereka harus berusaha kerasa agar dapat merubah lingkungannya yang bereaksi negatif dan menilai negatif terhadap mereka menjadi percaya kembali dan dapat menerima mereka kembali dalam lingkungan sosial.

Dari hasil survey awal dan wawancara yang telah dilakukan pada 10 individu mantan pengguna narkoba, didapatkan data pada dimensi self acceptance (penerimaan diri) sebanyak 70 % (7 dari 10 individu mantan pengguna narkoba) pada saat share feeling atau ungkapan perasaan saat adanya sesi sharing bersama dengan komunitas mengungkapkan bahwa mereka merasa malu mengakui akan adanya masa lalu yang kelam sebagai pemakai narkoba, dan merasa apa yag terjadi di masa lalu tersebut menjadi hambatan untuk dapat mengembangkan diri saat ini dan merasa minder serta tidak percaya diri untuk kenal dan bergaul dengan orang lain. Sedangkan 30 % (3 individu mantan pengguna narkoba) mengakui bahwa apa yang terjadi pada


(22)

11

Universitas Kristen Maranatha mereka di masa lalu (sebagai pengguna narkoba) menjadi bahan renungan dan mereka menerima masa lalu tersebut dan berusaha untuk belajar dari kesalahan yang telah diperbuat sebelumnya untuk kembali bangkit dari masa kelam.

Selanjutnya pada dimensi Purpose in life yang diartikan tujuan hidup, keseluruhan dari individu mantan pengguna narkoba (10 individu mantan pengguna narkoba) mengakui bahwa salah satu tujuan hidup saat ini yang penting bagi mereka adalah berkeluarga dan bekerja. 60 % (6 individu mantan pengguna narkoba) mengatakan bahwa tujuan tersebut sepertinya sulit untuk terealisasikan, melihat dari banyaknya cibiran dan diskriminasi yang dilontarkan oleh masyarakat sehingga mereka merasa apa yang telah direncanakan setelah selesai rehabilitasi menjadi tidak berarti dan tidak ada rasa percaya diri untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut. Sedangkan 40 % (4 individu mantan pengguna narkoba) merasa bahwa mereka dapat membina keluarga dan mendapatkan pekerjaan yang layak asalkan mampu bersaing dan mengeluarkan potensi terbaik untuk membuktikan bahwa mereka mampu, sehingga tujuan tersebut yang telah direncanakan dapat dicapai meskipun harus mengeluarkan usaha lebih keras.

Dimensi selanjutnya Autonomy, sebanyak 70 % (7 orang individu mantan pengguna narkoba) sering merasa sulit untuk menolak tawaran teman-temannya tersebut yang berada di luar rehabilitasi, entah hanya sekedar minum minuman beralkohol hingga tawaran „barang‟ yang sangat mereka kenal dan sukai seperti jenis narkoba yang mereka gunakan. Meskipun tahu betul resiko yang dapat ditimbulkan saat kembali menggunakan narkoba, seringkali hal tersebut diabaikan dan akhirnya


(23)

12

Universitas Kristen Maranatha harus kembali ke panti rehabilitasi dan menjalani rehabilitasi kembali. Sedangkan 30 % (3 individu mantan pengguna narkoba) merasa apa yang telah mereka putuskan (berhenti memakai narkoba sampai menjalankan rehabilitasi) serta seringkali menghindari teman-teman yang mengajak untuk memakai narkoba atau minum minuman beralkohol merupakan suatu „janji‟ yang dijalankan untuk diri sendiri dan dapat menolak hal-hal yang negatif dari teman-temannya tersebut apabila hal tersebut bertentangan dengan dirinya.

Dimensi selanjutnya adalah Personal growth (perkembangan individu) sebanyak 60 % (6 individu mantan pengguna narkoba) menyatakan setelah menyelesaikan rehabilitasi hingga saat ini (setelah -/+ 1 tahun berada di panti rehabilitasi) belum pernah mengikuti kegiatan lain di luar seperti mencari pekerjaan, memulai kembali sekolah ataupun sekedar mengikuti seminar dan trainning untuk menjadi konselor pendamping seperti yang diperintahkan oleh konselor. Mereka merasa belum siap untuk seperti itu dan seringkali melontarkan banyak alasan pada konselor dan pendamping dengan alasan merasa belum mampu menjalankan hal-hal tersebut dan masih merasa minder untuk kembali bersosialisasi. Sedangkan 40 % (4 individu mantan pengguna narkoba) mengakui bahwa mereka seringkali mengikuti seminar dan meskipun belum dapat bekerja serta kembali bersosialisasi, namun mereka telah mencoba mencari-cari pekerjaan. Jalan lain yang dipilih untuk kembali aktif dan dapat produktif adalah ingin menjadi konselor dan pendamping di panti rehabilitasi meskipun syaratnya cukup berat seperti harus mengikuti trainning dan


(24)

13

Universitas Kristen Maranatha membuat makalah seperti mengerjakan skripsi saat kuliah seputar psikologi, terapi sampai mengenai bidang kedokteran.

Pada dimensi Positive relationship with other, pada dimensi ini 70 % (7 individu mantan pengguna narkoba) mengatakan bahwa mereka merasa lebih nyaman untuk hanya berelasi dan berhubungan dengan rekan satu komunitas ataupun teman-teman yang memiliki masa lalu yang serupa, karena menurut mereka sebagai mantan pengguna narkoba mereka telah banyak mendapatkan diskriminasi yang membuat mereka menjadi enggan dan kurang percaya terhadap orang lain diluar komunitas. Jangankan untuk dapat percaya, terkadang baru mengetahui bahwa mereka adalah seorang mantan pengguna meskipun telah rehabilitasi, cibiran dan gunjingan banyak dilontarkan dan menganggap mereka seperti tidak layak untuk bergabung bersama lingkungan sosialnya. Sedangkan 30 % (3 mantan pengguna narkoba) menganggap bahwa diskriminasi yang dilontarkan terhadap mereka yang membuat adanya hambatan untuk berelasi meskipun terasa menyakitkan, bagi mereka hal tersebut dianggap sebagai suatu pelajaran yang menguatkan dan memberikan motivasi bahwa mereka dapat berubah untuk menjadi manusia yang berguna dan dapat mencoba berelasi dengan individu diluar komunitas seperti masyarakat di sekitar lingkungan rumah dimulai dengan hanya sekedar menyapa dan obrolan ringan yang meskipun sulit, namun berusaha untuk tetap percaya diri dan mengerti bahwa hal tersebut akan berlalu dengan sendirinya seiring dengan perubahan yang mereka buktikan.

Terakhir adalah Environmental mastery, sebanyak 80 % (8 individu mantan pengguna narkoba) mengungkapkan bahwa seringkali mereka merasa kesulitan untuk


(25)

14

Universitas Kristen Maranatha menyesuaikan diri terhadap lingkungan, seperti saat berada di panti rehabilitasi mereka banyak mendapatkan peraturan yang kerasa yang harus dipatuhi, untuk melakukan hal tersebut mereka harus berusaha karena tidak terbiasa, bahkan saat selesai rehabilitasi dan kembali ke rumah, munculnya perasaan asing dengan suasana rumah dan lingkungan sekitarnya serta harus kembali beradaptasi dengan lingkungan baru beserta aturan-aturan yang baru yang pada akhirnya seringkali mereka langgar tanpa disadari. Namun 20 % (2 individu mantan pengguna narkoba) menungkapkan bahwa meskipun sulit untuk beradaptasi dari lingkungan rehabilitasi ke lingkungan masyarakat sosial, namun mereka masih mau berusaha untuk dapat masuk dalam lingkungan tersebut serta menyesuaikan diri dengan aturan-aturan setempat yang berlaku seperti apabila ada kerja bakti di lingkungan rumahnya, mereka ikut kerja bakti tersebut.

Berdasarkan fakta-fakta dan survey awal yang telah didapat dan telah di paparkan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai gambaran Psychological Well-Being pada mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap After Care di panti rehabilitasi X kota Bandung.


(26)

15

Universitas Kristen Maranatha Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui seperti apa gambaran Psychological Well-Being pada individu mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap aftercare di Panti Rehabilitasi “X” Kota Bandung yang ditinjau dari dimensi-dimensinya

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran mengenai Psychological Well-Being pada mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap aftercare di panti rehabilitasi X Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai self-acceptance, purpose in life, autonomy, personal growth, positive relationship with others, environmental mastery pada individu mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap aftercare di panti rehabilitasi X kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

 Memberikan tambahan referensi untuk ilmu Psikologi, khususnya pada Psikologi klinis, Psikologi sosial serta Psikologi perkembangan.


(27)

16

Universitas Kristen Maranatha  Memberikan informasi kepada peneliti lainnya yang tertarik untuk

meneliti lebih lanjut mengenai Psychological Well-Being.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi kepada konselor panti rehabilitasi, ataupun pihak-pihak yang terkait dalam program rehabilitasi mengenai pentingnya Psychological Well-Being bagi individu mantan pengguna narkoba dan memberikan gambaran mengenai dimensi PWB sehingga konselor serta pihak yang terkait dapat mengetahui dimensi mana yang perlu ditingkatkan dengan cara konseling ataupun pelatihan.

 Memberikan informasi kepada individu mantan pengguna narkoba mengenai pentingnya Psychological Well-Being dalam menjalankan proses pemulihan diri seperti mengikuti program rehabilitasi serta terapi.

1.5 Kerangka Pemikiran

Dalam menjalankan kehidupan sebagai insan manusia, individu pada umumnya menginginkan jalan hidup yang sejahtera dan bahagia. Layaknya individu normal lainnya yang menginginkan jalan hidup yang sesuai dengan harapan, begitu pula dengan individu mantan pengguna narkoba. Bagi individu mantan pengguna narkoba untuk dapat menjalankan kesehariannya sebagaimana individu normal lainnya (bukan mantan pengguna narkoba) cenderung sulit untuk dijalankannya.


(28)

17

Universitas Kristen Maranatha Adanya masa lalu yang kelam sebagai pengguna narkoba menjadikan satu hambatan yang besar bagi para mantan pengguna narkoba untuk dapat menjadi seperti individu normal pada umumnya. Adanya labeling serta diskriminasi yang seringkali didapatkan oleh individu mantan pengguna narkoba menjadikan mereka merasa terasing di lingkungannya sendiri, seperti di lingkungan rumah ataupun di lingkungan sosialnya. Stigma negatif yang masih kental terhadap mantan pengguna narkoba yang diberikan masyarakat menimbulkan satu hambatan tersendiri bagi mantan pengguna narkoba untuk dapat mengeluarkan potensi yang ada pada dirinya. Bagi sebagian besar masyarakat, seseorang yang telah menjadi pecandu narkoba meskipun telah berhenti tetap saja di pandang negatif.

Permasalahan tersebut menjadi hambatan besar bagi individu mantan pengguna narkoba untuk mengembangkan dirinya. Usaha yang telah dilakukannya untuk penyembuhan dirinya seperti mengikuti terapi ataupun program rehabilitasi menjadi terkesan sia-sia dan tidak ada manfaatnya bagi mereka. Hal tersebut pula yang membuat para mantan pengguna narkoba banyak mengalami relapse atau kembali menggunakan narkoba. Faktor-faktor yang menyebabkan mantan pengguna narkoba mengalami relapse yaitu faktor dalam dirinya sendiri, dimana mantan pengguna narkoba merasakan perasaan yang dinamakan “kangen” terhadap rasa dan efek dari narkoba tersebut, selain itu adapun faktor lingkungan dimana pada saat mantan pengguna narkoba tersebut terpengaruh oleh temannya ketika sedang memakai narkoba.


(29)

18

Universitas Kristen Maranatha Saat ini para individu mantan pengguna narkoba yang berada di Panti rehabilitasi “X” berada dalam tahap perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 20-35 tahun. Pada tahap ini mereka memiliki tugas perkembangan yang khas yaitu kemandirian dalam membuat keputusan dan kemandirian ekonomi. Kemandirian dalam membuat keputusan adalah membuat keputusan secara luas tentang karir, nilai-nilai, keluarga dan hubungan serta gaya hidup yang akan dipilih oleh individu tersebut. Sedangkan kemandirian ekonomi adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang cenderung menetap (John W.Santrock, 2004).

Berdasarkan teori CBT for substance disorder mengenai permasalahan adiksi, seorang individu pengguna narkoba biasanya akan terhambat untuk menyelesaikan tahap perkembangan yang sedang mereka jalani. Bagi individu pengguna narkoba, pada saat dirinya masuk rehabilitasi usianya dianggap kembali pada usia 0 tahun. Hal tersebut karena dampak dari narkoba sendiri adalah dapat mempengaruhi believe system mereka, dimana yang dimaksud believe system disini adalah pemikiran yang sudah tertanam dalam diri mereka mengenai „siapa mereka‟. Meskipun mereka telah lepas dari narkoba dan dikatakan bukan lagi seorang pecandu, namun dalam pemikiran mereka, mereka tetaplah seorang pecandu. Selain itu narkoba juga bisa menurunkan kemampuan problem solving yang mereka miliki, terlihat apabila sedang dihadapkan pada suatu masalah mereka cenderung lebih menghindari masalah daripada menghadapinya. Adanya penurunan dalam kemampuan coping skill tersebut tentu saja akan dapat menghambat seorang individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan yang ada. Dengan mengikuti program rehabilitasi di panti rehabilitasi


(30)

19

Universitas Kristen Maranatha “X” individu mantan pengguna narkoba tesebut akan diberikan beberapa tahapan rehabilitasi yang dapat membantu individu agar mampu melewati tugas perkembangan sesuai dengan rentang usianya.

Walaupun sudah mengikuti rehabilitasi bukan berarti individu yang bersangkutan bisa dapat dengan mudah menyelesaikan tahapan perkembangan. Hal yang menghambat individu dalam penyelesaian tugas perkembangan ini salah satunya adalah stigma negatif masyarakat terhadap para mantan pengguna narkoba. Situasi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi individu yang bersangkutan sehingga mereka dituntut untuk mengerahkan kemampuan secara optimal agar dapat melewatinya dengan baik. Selain itu adanya masa lalu mereka sebagai seorang pecandu narkoba, menjadi bahan evaluasi bagi mereka untuk memperbaiki diri dan kembali mengerahkan potensi-potensi yang sempat terhambat karena narkoba tersebut. Apabila mereka dapat melewatinya maka akan muncul suatu kepuasan tersendiri karena berhasil menyelesaikan tantangan dengan mengerahkan kemampuan terbaik, hal ini yang disebut Ryff sebagai Psychological Well-Being atau disingkat PWB.

Psychological Well-Being menurut Ryff adalah evaluasi hidup seseorang yang menggambarkan bagaimana cara dia mempersepsi dirinya dalam menghadapi tantangan hidupnya (Ryff, 2002). Ketika seorang mantan pengguna narkoba berhasil melewati dan menghadapi masa-masa sulitnya saat ingin melepaskan diri dari narkoba, seperti menjalankan program rehabilitasi dengan penuh perjuangan dan dengan motivasi diri serta keinginan dari dalam diri untuk sembuh yang tinggi,


(31)

20

Universitas Kristen Maranatha tentunya akan merasakan kepuasan tersendiri dan akan berbeda apabila dibandingkan dengan mantan pengguna narkoba yang mengeluarkan usaha untuk penyembuhan dirinya secara tidak optimal. Menurut Ryff seseorang yang berusaha untuk mencapai sesuatu dengan potensi terbaiknya untuk memperbaiki atau meningkatkan keadaan hidupnya akan memiliki psychological well-being yang tinggi (Ryff, 2005).

Untuk menggambarkan konsep PWB, Ryff mengajukan model multidimensi dengan enam dimensi yaitu self-acceptance, purpose in life, autonomy, personal growth, positive relationship with other serta environmental mastery dan setiap dimensi menggambarkan healthy, well, dan full functioning dalam kerangka human positive functioning (Ryff, 2006). Pada dimensi pertama self-acceptance yaitu penerimaan diri baik kekurangan ataupun kelebihan diri serta kejadian di masa lalu atau masa kini. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan mempunyai sikap yang positif terhadap dirinya pribadi, menerima dirinya baik kekurangannya ataupun kelebihan yang dimilikinya, serta memandang positif apa yang terjadi di masa lalunya sebagai pengguna narkoba. Sedangkan individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor rendah akan merasa tidak puas terhadap diri sendiri, merasa kecewa dan memandang negatif mengenai masa lalunya sebagai pengguna narkoba dan menyesal akan ketidakmampuan yang dimiliki oleh dirinya.

Dimensi kedua adalah purpose in life, yaitu menggambarkan mengenai tujuan hidup, merasakan adanya makna dalam kehidupan masa lalu maupun masa kini. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan


(32)

21

Universitas Kristen Maranatha merasa bahwa mereka dapat mewujudkan tujuan hidup mereka seperti membina keluarga dan mendapatkan pekerjaan. Membuat perencanaan untuk masa depannya setelah selesai menjalankan rehabilitasi dan berusaha untuk mecapai target-target hidupnya yang sempat terhambat meskipun untuk mencapai hal tersebut mereka harus berusaha cukup keras dan mau menghadapi dan menerima stigma masyarakat yang negatif terhadap mantan pengguna narkoba, memiliki tujuan dalam hidup dan terarah, keyakinan-keyakinan yang memberikan perasaan bahwa terdapat tujuan hidup, mempunyai sasaran dan tujuan dalam hidup. Sedangkan individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor rendah pada dimensi ini mereka akan cenderung memiliki tujuan hidup yang belum pasti, tidak tahu apa yang akan dilakukan setelah menyelesaikan rehabilitasi dan merasa usaha apapun yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidupnya akan sia-sia karena banyaknya hambatan salah satunya diskriminasi yang sering mereka dapatkan dari lingkungannya atau stigma masyarakat yang negatif terhadap para pecandu meskipun telah berhenti menjadi pengguna narkoba, tidak melihat tujuan hidup di masa lalu, tidak memiliki harapan atau kepercayaan yang memberikan arti hidup.

Dimensi selanjutnya adalah autonomy yaitu kemandirian seseorang, dimana pengambilan keputusan bukan karena tekanan lingkungan tetapi dengan internal locus of evaluation yaitu mengevaluasi diri sendiri sesuai dengan standar pribadinya sendiri tanpa melihat persetujuan orang lain. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini mampu mengambil keputusan seperti keputusan untuk berhenti menggunakan narkoba dan keputusan untuk menjalankan


(33)

22

Universitas Kristen Maranatha program rehabilitasi untuk penyembuhan dirinya berdasarkan keinginan sendiri dan tidak ada paksaan dari orang-orang sekitarnya. Hal tersebut memang karena keinginan pribadi individu tersebut sebagai satu upaya untuk penyembuhan dan pemulihan dirinya, mampu melawan tekanan sosial untuk berfikir dan bertindak dalam cara-cara tertentu, mengatur tingkah laku dari dalam diri, mengevaluasi diri dengan menggunakan standar pribadi. Apabila individu mantan pengguna narkoba tersebut memiliki skor rendah pada dimensi ini, ia cenderung mudah terpengaruh oleh orang sekitarnya, keputusannya mudah terpengaruh oleh lingkungan dan temannya, terfokus pada harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan yang penting.

Pada dimensi personal growth, yaitu dapat merasakan perkembangan yang berkesinambungan, memandang diri sendiri seperti sedang tumbuh dan berkembang. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri, mengembangkan dirinya, seperti mencoba mencari pekerjaan, mengikuti pelatihan serta seminar agar aktif kembali di masyarakat, menyadari potensi yang dimiliki, berubah dalam berbagai cara yang mencerminkan lebih banyak pengetahuan diri dan keberhasilan. Sedangkan individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor rendah pada dimensi ini, cenderung kurang suka mengembangkan diri, merasa dirinya tidak dapat berkembang sepanjang waktu, merasa tidak dapat mengembangkan sikap atau perilaku baru, tidak akan mengalami kemajuan dari dalam diri, kurang berkembang seiring berjalannya waktu,


(34)

23

Universitas Kristen Maranatha merasa bosan dan tidak tertarik dengan hidup, merasa tidak mampu mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baru.

Dimensi kelima adalah positive relationship with other, yaitu memiliki hubungan antar pribadi yang hangat, memuaskan, saling mempercayai serta terdapat hubungan saling member dan menerima. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini mempunyai sikap yang hangat, dapat mempercayai orang lain, memiliki empati, afeksi dan intimasi yang kuat, serta mengerti hubungan saling memberi dan menerima. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor rendah pada dimensi ini cenderung tertutup, sulit mempercayai orang lain, sulit untuk bersikap hangat, terbuka, peka terhadap orang lain, serta kadang merasa terisolasi dan frustasi dalam hubungan interpersonal.

Dimensi terakhir adalah environmental mastery yaitu kemampuan individu untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan nilai dan kebutuhannya. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini mampu membentuk lingkungannya sendiri seperti berusaha untuk kembali masuk dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru setelah dari panti rehabilitasi serta berusaha mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam lingkungan barunya tersebut, individu mantan pengguna narkoba tersebut juga dapat menggunakan segala kesempatan yang ada dengan efektif. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki skor rendah pada dimensi ini akan cenderung sulit untuk merubah lingkungan sekitar menjadi lebih baik dan tidak menyadari kesempatan yang ada disekitarnya serta merasa kesulitan menangani masalah-masalah sehari-harinya.


(35)

24

Universitas Kristen Maranatha Dilihat dari ke enam dimensi yang ada, untuk setiap individu mantan pengguna narkoba belum tentu setiap individunya memiliki ke enam dimensi yang berskor tinggi ataupun rendah, ada kemungkinan bahwa setiap individu tersebut hanya memiliki beberapa dimensi yang tinggi ataupun dimensi yang rendah, perbedaan skor pada setiap dimensi untuk setiap individunya dapat terjadi sehingga terlihat adanya dimensi yang tinggi atau rendah. Hal tersebut didukung oleh faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor-faktor yang mempengaruhi PWB pada individu mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung dapat berasal dari faktor personality trait dan sosiodemografik (Ryff, 2002). Ryff menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian trait extraversion, conscientiousness, agreeableness, openness to experience, dan neurotic dengan dimensi-dimensi dari psychological well-being (Ryff, 2002).

Seperti trait extraversion, trait berkaitan erat dengan purpose in life, self-acceptance, personal growth dan environmental mastery. Orang yang memiliki trait extraversion cenderung dipenuhi emosi yang positif, antusias, bergairah, bersemangat dan optimis. Mereka cenderung memiliki activity level yang tinggi, selalu sibuk dan mempunyai banyak aktivitas. Mereka juga dikenal asertif, terus terang,mengambil tanggung jawab dan mengarahkan orang lain ( McCrae & Costa,1992). Individu mantan pengguna narkoba yang dominan pada trait extravert cenderung merasa antusias dan optimis, mereka memandang hidup sebagai tantangan, mereka menghadapi tuntutan-tuntutan hidup dengan semangat dan optimis sehingga mereka dapat melihat adanya visi kedepan dan dengan begitu mereka dapat menetapkan


(36)

25

Universitas Kristen Maranatha sasaran dan tujuan dalam kehidupannya. Dalam pelaksanaannya mereka juga ditunjang oleh activity level yang tinggi yang memberikan semangat dalam melaksanakan setiap kegiatannya. Sifat optimis, kemampuan melihat visi kedepan serta menetapkan sasaran dan tujuan tersebut merupakan gambaran dari purpose in life yang tinggi. Individu mantan pengguna narkoba yang memiliki kepribadian ini juga cenderung dapat lebih mudah menyesuaikan diri dan merasakan emosi yang positif dan optimis sehingga ia dapat menerima dirinya apa adanya baik kelebihan maupun kekurangannya (self-acceptance).

Individu mantan pengguna narkoba yang dominan pada trait extraversion juga cenderung aktif, semangat dan antusias dalam menghadapi aktivitas maupun tuntutan hidupnya, sehingga mereka punya hasrat yang tinggi dan aktif dalam mengembangkan diri, mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar yang diadakan oleh panti rehabilitasi (personal growth). Individu mantan pengguna narkoba ini dikenal asertif, mereka mau mengarahkan orang lain ataupun ligkungan sesuai dengan kebutuhan atau nilai-nilai yang sesuai dengan dirinya (environmental mastery).

Selain itu trait conscientiousness berpengaruh pada dimensi purpose in life, self-acceptance, dan environmental mastery. Individu yang memiliki trait conscientiousness yang kuat cenderung untuk mengontrol, meregulasi, dan mengarahkan impuls atau dorongan-dorongannya. Individu tersebut juga mempunyai achievement-striving yaitu keinginan atau hasrat untuk berusaha keras mencapai prestasi yang baik atau tinggi. Dalam usaha mencapai prestasinya tersebut ditopang juga dengan self-dicipline, yaitu kemampuan untuk bertahan dalam menyelesaikan


(37)

26

Universitas Kristen Maranatha tugas-tugasnya hingga selesai, serta orderness yaitu keinginan untuk teratur dan teroganisir (McCrae & Costa,1992).

Pada individu mantan pengguna narkoba yang memiliki trait conscientiousness, mereka mempunyai keinginan untuk berusaha mencapai target-target dalam hidupnya, membuat target-target untuk mencapai tujuannya sehingga hal tersebut membuat mereka yakin dalam menjalani hidup dan menganggap hidup itu berharga dan penting (purpose in life). Individu mantan pengguna nrkoba yang dominan pada trait ini selalu memiliki hasrat untuk membuat goal dan perencanaan mencapai tujuannya, sehingga sifat seperti itu membuat individu mantan pengguna narkoba mempunyai pandangan positif pada dirinya, dimana hal ini menggambarkan self-acceptance yang tinggi. Dengan demikian individu mantan pengguna narkoba yang dominan pada trait ini akan berusaha mengatur lingkungan mereka agar dapat mencapai tujuan serta memilih lingkungan yang sesuai yang dapat menunjang ambisi mereka, mereka juga memaksimalkan segala kesempatan yang ada agar tujuan mereka tercapai (environmental mastery).

Trait lainnya adalah neurotic, sifat dari neurotic ini membuat seseorang cenderung mengalami emosi yang negatif seperti kecemasan, kemarahan dan agresi. Orang yang memiliki level neurotic tinggi cenderung reaktif secara emosional. Mereka merespon secara emosional pada situasi yang mungkin tidak berdampak apa-apa pada kebanyakan orang, reaksi mereka cenderung lebih intens dari kebanyakan orang. Reaksi emosi negative mereka cenderung bertahan dalam jangka waktu yang lama, dalam arti mereka sering mengalami bad mood. Masalah dalam meregulasi


(38)

27

Universitas Kristen Maranatha emosi ini dapat mengurangi kemampuan untuk berfikir jernih, membuat keputusan dan coping stress yang efektif (McCrae & Costa, 1992).

Kecenderungan yang tinggi pada trait ini berdampak pada dimensi self-acceptance yang berkaitan dengan penerimaan dirinya, baik aspek positif maupun negatif. Mereka cenderung menginterpretasikan situasi biasa sebagai hal yang mengancam, dan frustasi kecil sebagai hal yang menyulitkanatau tidak ada harapan, hal ini membuat mereka cenderung merasa tidak puas terhadap diri sendiri, kecewa dan menyesal akan ketidakmampuannya (self-acceptance yang rendah). Individu mantan pengguna narkoba yang dominan pada trait ini juga cenderung mudah merasa cemas, keadaan tersebut membuat individu mantan pengguna narkoba menjadi ragu dalam membuat keputusan, dengan begitu mereka menjadi sulit dalam mengatur lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya serta memilih lingkungan yang sesuai dengan dirinya (environmental mastery yang rendah).

Namun disisi lain, individu mantan pengguna narkoba yang dominan pada trait neurotic akan berusaha mengurangi kegelisahan, ketegangan serta keragu-raguan mereka dengan cara membuat perencanaan secara teliti dan matang untuk mencegah suatu hal yang tidak diharapkan, mereka juga akan berusaha menetapkan tujuan yang ideal yang dapat dicapai mereka serta sering mengevaluasi tujuan-tujuan yang mereka tetapkan. Membuat perencanaan yang teliti serta selalu mengevaluasi tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat digambarkan sebagai purposein life yang tinggi.

Sedangkan agreeableness berkaitan erat dengan dimensi autonomy dan positive relationship with other (Ryff,2002). Orang yang memiliki trait agreeableness


(39)

28

Universitas Kristen Maranatha tinggi lebih menekankan keharmonisan sosial, mudah untuk bekerja sama, menekankan pentingnya bersama dengan orang lain (McCrae & Costa,1992). Individu mantan pengguna narkoba yang agreeable dipandang sebagai orang yang penuh perhatian, friendly, penolong, murah hati, dan berbagi dengan orang lain. Mereka mempunyai pandangan yang optimis mengenai human nature (positive relationship with other). Disisi lain sifat agreeableness menjadi tidak dapat diandalkan pada situasi yang memerlukan pengambilan keputusan objektif yang berkaitan erat dengan dimensi autonomy.

Pada trait openness to experience berhubungan erat dengan dimensi personal growth. Sifat dari openness to experience adalah petualang, menghargai seni, imaginative, serta punya rasa ingin tahu. Sifat mereka yang cenderung membandingkan dirinya dengan orang terdekat, lebih kreatif dan lebih sadar mengenai perasaan dirinya berkaitan erat dengan sifat-sifat orang yang memiliki personal growth yang tinggi yaitu keinginan untuk mengembangkan diri, terbuka akan pengalaman baru dan menyadari potensi yang dimiliki (McCrae & Costa, 1992). Pada individu mantan pengguna narkoba, mereka akan berusaha mencari cara-cara yang efektif untuk mempersiapkan diri mereka menghadapi situasi setelah mereka menyelesaikan rehabilitasi. Mereka akan mempersiapkan diri untuk kembali produktif dan aktif dalam lingkungan sosialnya.

Selain itu faktor sosiodemografik seperti usia, status sosial ekonomi, etnis / suku, gender, dan status marital memiliki hubungan yang signifikan juga terhadap dimensi-dimensi PWB. Ryff menemukan hubungan yang kuat antara usia dengan


(40)

29

Universitas Kristen Maranatha dimensi PWB, menurutnya terjadi peningkatan pada dimensi autonomy dan environmental mastery pada dewasa awal hingga dewasa menengah. Hal tersebut mungkin disebabkan pada usia yang lebih tua, seseorang akan mempunyai peran yang lebih besar dalan status sosialnya, seperti income, pendidikan dan kesempatan pekerjaan (Ryff, 2002) namun dari masa dewasa tengah menuju dewasa akhir cenderung terjadi penurunan pada dimensi personal growth dan purpose in life.

Status sosiodemografik seperti etnis atau suku juga berpengaruh pada PWB karena terdapat keterkaitan antara nilai-nilai budaya yang dianut dengan dimensi PWB, seperti pada budaya sunda dan jawa masyarakatnya cenderung memiliki sikap yang nrimo dan legowo dimana ketika mereka dihadapkan pada satu masalah cenderung berdiam diri dan pasrah menerima keadaan. Pada status ekonomi dan sosial menunjukkan bahwa dalam psychological well-being yang tinggi, terdapat pada dimensi purpose in life dan personal growth, didapati pada individu yang memiliki status pekerjaan dan tingkat pendidikan tinggi karena perbedaan pendidikan memberikan akses yang berbeda pada sumber daya dan kesempatan pada kehidupan yang akhirnya berpengaruh pada kesehatan dan well-being. Gender juga berkaitan erta dengan PWB, kecenderungan wanita mudah terbuka dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya berkorelasi positif dengan dimensi positive relationship with other dibandingkan dengan pria yang lebih menekankan individualism dan autonomy (Gilligian, 1982 dalam Ryff, 2002). Status marital menikah juga menjadi prediktor terhadap dimensi self-acceptance dan purpose in life (Ryff, 1989).


(41)

30

Universitas Kristen Maranatha Dari uraian diatas dapat digambarkan melalui skema kerangka pikir sebagai berikut:


(42)

31

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Pshycological Well-Being

Trait Personality

Self Acceptence Purpose in life

Enviromental mastery Personal growth

Autonomy Positive relationship with other Mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap aftercare di panti rehabilitasi

“X” Bandung

usia Suku/etnis Gender

Extraversion Neurotic

Conscientiousnes Openess to Experience Agreeableness Status marital sosial ekonomi

Faktor sosiodemogafik

Profile PWB pada mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap aftercare di panti rehabilitasi “X” Bandung


(43)

32

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi

 Dalam mempersepsi dirinya menghadapi tantangan hidup, setiap mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung mempersepsi dan mengevaluasi dirinya dengan cara yang berbeda-beda.

 PWB pada mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung dapat dilihat dari enam dimensinya yaitu : self-acceptance, purpose in life, autonomy, personal growth, positive relationship with other, environmental mastery.

 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dimensi-dimensi PWB pada mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung dapat berasal dari personality trait dan sociodemografic factor.

Pada personality trait, extraversion, neurotic dan conscientiousness merupakan predictor yang kuat terhadap self-acceptance, purpose in life dan environmental mastery. Agreeableness berkaitan erat dengan dimensi autonomy danpositive relationship with other dan trai openness to experience bersama extraversion berhubungan erat dengan dimensi personal growth.


(44)

137

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hadiman, H., SH., 1999. Narkoba : Menguak Misteri Maraknya Narkoba di Indonesia. Jakarta. Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga Tama

McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1997). Personality trait structure as a human universal. American Psychologist. Vol. 52, 509-516.

McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1991). The NEO Personality Inventory: Using the five-factor model in counseling. Journal of Counseling and Development, 69, 367-372.

McCrae, R. R., & John, O.P. (1992). An introduction to the five-factor model and its application. Journal of Personality: 60, 175-215.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor

Ryff, C.D. 1989. Happiness is everything, or is it? Exploration on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069-1081.

Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M. 1995. The structure of psychological well-being revisited. Journal of personality and Social Psychology, 69, 719-727.

Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M., Shmotkin, D. 2002. Optimizing well-being : The empirical encounter of two tradition. Journal of Personality and Social psychology, 82. 1007-102.


(45)

138

Universitas Kristen Maranatha Ryff, C.D., & Singer, B. 2006. Know theyself and become what you are : Eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9, 13-39.


(46)

139

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Angela, Novena. 2006. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Pada

Dewasa Awal di Yayasan Rehabilitasi Narkoba “X”. Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha.

Gunawan, Ferdy. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being Pada Mahasiswa Angkatan 2005 Fakultas „X‟ Universitas „Y‟ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sunarjo, Jacqueline T. 2009. Menelusuri Keraton Ngayogyakarta Untuk Menilikik dan Belajar Makna Pengabdian yang Ditinjau dari Teori Well-Being. PKL Psikologi Sosial. Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Widyaningtyas, Natalia Ayu. 2007. Suatu Penelitian Tentang Hubungan Kecemasan dengan Orientasi Masa Depan Pada Orang dengan HIV AIDS

(ODHA) di Yayasan “X” Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha.

http://bataviase.co.id/node/257647


(1)

30

Universitas Kristen Maranatha Dari uraian diatas dapat digambarkan melalui skema kerangka pikir sebagai berikut:


(2)

31

Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Pshycological Well-Being

Trait Personality

Self Acceptence Purpose in life

Enviromental mastery Personal growth

Autonomy Positive relationship with other Mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap

aftercare di

panti rehabilitasi “X” Bandung

usia Suku/etnis Gender

Extraversion Neurotic

Conscientiousnes Openess to Experience Agreeableness

Status marital sosial ekonomi Faktor sosiodemogafik

Profile PWB pada mantan pengguna narkoba usia dewasa awal yang berada pada tahap

aftercare di panti rehabilitasi “X” Bandung


(3)

32

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi

 Dalam mempersepsi dirinya menghadapi tantangan hidup, setiap mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung mempersepsi dan mengevaluasi dirinya dengan cara yang berbeda-beda.

 PWB pada mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung dapat dilihat dari enam dimensinya yaitu : self-acceptance, purpose in life, autonomy,

personal growth, positive relationship with other, environmental mastery.

 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dimensi-dimensi PWB pada mantan pengguna narkoba di panti rehabilitasi “X” kota Bandung dapat berasal dari personality trait dan sociodemografic factor.

Pada personality trait, extraversion, neurotic dan conscientiousness merupakan predictor yang kuat terhadap self-acceptance, purpose in life dan environmental

mastery. Agreeableness berkaitan erat dengan dimensi autonomy danpositive relationship with other dan trai openness to experience bersama extraversion


(4)

137

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Hadiman, H., SH., 1999. Narkoba : Menguak Misteri Maraknya Narkoba di

Indonesia. Jakarta. Badan Kerjasama Sosial Usaha Pembinaan Warga

Tama

McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1997). Personality trait structure as a human universal. American Psychologist. Vol. 52, 509-516.

McCrae, R. R., & Costa, P. T., Jr. (1991). The NEO Personality Inventory: Using the five-factor model in counseling. Journal of Counseling and Development, 69, 367-372.

McCrae, R. R., & John, O.P. (1992). An introduction to the five-factor model and its application. Journal of Personality: 60, 175-215.

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor

Ryff, C.D. 1989. Happiness is everything, or is it? Exploration on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57, 1069-1081.

Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M. 1995. The structure of psychological well-being revisited. Journal of personality and Social Psychology, 69, 719-727.

Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M., Shmotkin, D. 2002. Optimizing well-being : The empirical encounter of two tradition. Journal of Personality and Social


(5)

138

Universitas Kristen Maranatha Ryff, C.D., & Singer, B. 2006. Know theyself and become what you are : Eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness

Studies, 9, 13-39.


(6)

139

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Angela, Novena. 2006. Studi Deskriptif Mengenai Orientasi Masa Depan Pada

Dewasa Awal di Yayasan Rehabilitasi Narkoba “X”. Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Maranatha.

Gunawan, Ferdy. 2010. Studi Deskriptif Mengenai Psychological Well-Being Pada Mahasiswa Angkatan 2005 Fakultas „X‟ Universitas „Y‟ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Sunarjo, Jacqueline T. 2009. Menelusuri Keraton Ngayogyakarta Untuk Menilikik

dan Belajar Makna Pengabdian yang Ditinjau dari Teori Well-Being. PKL

Psikologi Sosial. Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Widyaningtyas, Natalia Ayu. 2007. Suatu Penelitian Tentang Hubungan

Kecemasan dengan Orientasi Masa Depan Pada Orang dengan HIV AIDS

(ODHA) di Yayasan “X” Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Maranatha.

http://bataviase.co.id/node/257647