PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA SMA NEGERI 1 WIROSARI.

PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA
SMA NEGERI 1 WIROSARI

Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam mencapai derajat S-1

Diajukan oleh :
DIAH MARTININGRUM
F 100 040 183

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perilaku menyontek adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering

muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar, tetapi kurang mendapat
perhatian dalam wacana pendidikan di indonesia. Kurangnya perhatian mengenai
perilaku menyontek disebabkan karena kebanyakan orang menganggap masalah
menyontek sebagai sesuatu yang sifatnya sepele, padahal masalah menyontek
merupakan sesuatu yang sangat mendasar. Seperti yang dikemukakan oleh Sudrajat
(http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com, 02/03/2008) bahwa banyak orang
menduga bahwa maraknya korupsi di Indonesia sekarang ini memiliki korelasi
dengan kebiasaan menyontek yang dilakukan oleh pelakunya pada saat dia
mengikuti pendidikan, dan yang lebih mengerikan justru tindakan nyontek dilakukan
secara terencana antara siswa dengan guru, tenaga kependidikan atau pihak-pihak
lainnya yang berkepentingan dengan pendidikan, seperti yang terjadi pada saat Ujian
Nasional. Sedangkan menurut Ceppy (http://www.pikiran-rakyat.com, 04/04/2007)
perilaku menyontek yang dilakukan siswa pada hakikatnya merupakan perbuatan
membohongi diri sendiri. Jika dibiarkan maka banyak pihak yang di rugikan, rekan
yang di contek tentunya telah terampas kemampuanya. Menyontek cenderung
serumpun dengan perbuatan korupsi, ketika masih belajar di sekolah sudah gemar
menyontek maka itu pertanda ketika sedang menjadi orang bekerja disuatu instansi
akan cenderung melakukan korupsi. “Karenanya, di sekolah Al Ma’ some, di larang

1


2
siswa menyontek yang menyontek akan meraih sangsi 100 poin yang bermakna di
keluarkan dari sekolah”.
Tindakan tersebut patut dicontoh karena perilaku menyontek adalah perilaku
yang berakibat buruk untuk waktu jangka pendek dan jangka panjang bagi diri
pelajar dan bangsa. Pelajar yang sering menyontek akan terbiasa mengambil jalan
pintas untuk mencapai tujuannya dan setelah terjun kedunia kerja maka akan
melakukan hal yang sama yaitu suka mencari jalan pintas untuk memenuhi
tujuannya. Jika seseorang di sekolah saja tidak jujur, maka pada saat bekerja dalam
bidang apapun apakah menjadi guru, anggota MPR/DPR, menteri, pengusaha,
wartawan, bahkan dosen sekalipun akan mudah dan ringan saja melakukan
ketidakjujuran, kecurangan, korupsi dan lain-lain. Tidaklah mengherankan apabila
Indonesia berada dalam urutan ke-3 negara paling korup diantara 2 negara yang
diteliti oleh lembaga penelitian Political and Economic Risk Contullancy Ltd yang
berbasis di Hongkong (dalam Iskandar& Harmaini, 1996). Masalah menyontek
sesungguhnya adalah isu lama yang aktual di bicarakan dalam sistem persekolahan
di seluruh dunia dalam konteks kehidupan bangsa saat ini, tidak jarang kita
mendengar asumsi dari masyarakat yang menyatakan bahwa koruptor-koruptor
besar, penipu-penipu ulung dan penjahat kerah putih yang marak di sorot saat ini

adalah penyontek-penyontek berat ketika masih berada di bangku sekolah atau
sebaliknya, mereka yang terbiasa menyontek di sekolah, memiliki potensi menjadi
koruptor, penipu, dan penjahat kerah putih dalam masyarakat nanti. Meskipun
asumsi seperti di atas sangat spekulatif dan masih jauh dari nalar ilmiah, namun
paling tidak pernyataan itu dapat menggelitik kepedulian mereka yang
berkecimpung di dunia pendidikan terhadap masalah menyontek di sekolah. Sekedar

3
ilustrasi, bahwa pada tahun 80-an di Amerika Serikat masalah cheating pernah
menjadi isu yang hangat dibahas oleh kalangan politisi di negara bagian California
karena ternyata dampak cheating telah merambah kepentingan publik secara serius
(Admin, http://www.asmi@kampus-ungu.ac.id, 11/11/2004).
Perilaku menyontek adalah salah satu wujud dari perilaku, bahkan salah satu
bentuk ekspresi dari kepribadian seseorang. Oleh Burt (dalam Alhadza,
http://www.depdiknas.co.id, 02/07/2004) ada tiga faktor yang berpengaruh pada
tingkah laku manusia, yaitu faktor G (General), yakni dasar yang dibawa sejak lahir,
faktor S (specific) yang dibentuk oleh pendidikan dan faktor C (Common/Group)
yang didapatkan dari pengaruh kelompok. Jika dihubungkan dengan perbuatan
cheating, maka aktivitas cheating itu adalah merupakan pengaruh dari faktor C.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Faktor C lebih luas atau lebih kuat daripada faktor S.

Dengan demikian, perilaku cheating banyak diakibatkan oleh pengaruh kelompok
dimana orang cenderung berani melakukan karena melihat orang lain di
kelompoknya juga melakukan.
Dikaitkan dengan teori Sigmund Freud (dalam Atkinson,1996) didapatkan
penjelasan bahwa perilaku cheating adalah tidak lain dari hasil pertarungan antara
Das Ich melawan Das Uber Ich, yaitu pertarungan antara dorongan-dorongan yang
realistis rasional dan logis melawan prinsip-prinsip moralitas dan pencarian
kesempurnaan. Lebih jauh ditegaskan bahwa dalam pertarungan antara Das Es, Das
Ich, dan Das Uber Ich akan timbul ketegangan. Ketegangan yang dihadapi akan
menuntut perlunya ada cara-cara untuk mengatasi, misalnya dengan cara
indentifikasi atau memindahkan objek (object displacement) atau dengan
mekanisme pertahanan diri (self mechanism).

4
Alasan menyontek menurut Darohim (dalam http://www.kalipaksi.files.
wordpress.com, 21/06/2007) berkaitan dengan budaya pelajar Indonesia yang masih
memandang nilai dan ijazah sebagai orientasi belajar mereka. Yang jelas,
menyontek adalah sebuah kecurangan yang jika dipelihara akan tumbuh menjadi
sebuah kejahatan. Seperti praktik menyontek yang terkadang dibuat secara
sistematis. Misalnya, pembocoran soal ujian Sipenmaru (UMPTN) atau EBTANAS

(Ujian Nasional) yang dilakukan oleh orang dalam atau bahkan oleh guru. Mereka
itu memanfaatkan peluang budaya curang yang melekat di kalangan para siswa kita.
Sedangkan penelitian Antion dan Michel (dalam Admin, http://www.asmi@kampusungu.ac.id, 11/11/2004) terhadap 148 orang maha- siswa di Los Angeles
menemukan bahwa kombinasi dari faktor kognitif, afektif, personal, dan demografi
lebih signifikan sebagai prediktor perbuatan cheating dari pada jika faktor tersebut
berdiri sendiri. Dengan kata lain perbuatan cheating lebih dipengaruhi oleh
kombinasi variabel-variabel dari pada variabel tunggal. Perilaku menyontek
dipengaruhi oleh banyak variabel seperti yang dikemukakan oleh Haryono dkk
(2001) bahwa pelajar menyontek karna berbagai alasan. Ada yang menyontek karna
malas belajar, ada yang takut karna mengalami kegagalan, ada pula yang dituntut
orang tuanya untuk memperoleh nilai yang baik. Oleh sebab itu para siswa hanya
memfokuskan pada nilai yang baik, seperti yang dikemukakan oleh Coleman (dalam
Sarwono, 2000) bahwa ada beberapa kelompok siswa yang menekankan pada
prestasi sekolah. Di kelompok ini ditemukan bahwa nilai yang dominan di antara
mereka adalah nilai-nilai ulangan semata. Terjadi persaingan untuk mendapat nilai
bagus dan hanya yang terbaik dalam angka ulangan yang mendapat penghargaan
dari kawan-kawannya.

5
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah

“Bagaimanakah gambaran perilaku menyontek yang terjadi pada siswa”. Dengan
rumusan masalah tersebut penulis akan meneliti lebih lanjut dengan melakukan
penelitian yang berjudul “ Perilaku Menyontek Pada Siswa SMA Negeri I
Wirosari”

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk memahami dan memberikan gambaran secara jelas mengenai perilaku
menyontek yang terjadi pada siswa.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin di peroleh dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Kepala sekolah. Dapat digunakan sebagai acuan untuk memberikan
pengarahan bagi para guru untuk lebih meningkatkan kualitas mengajar dan
meyakinkan siswa untuk meningkatkan belajarnya sehingga siswa percaya diri
dengan kemampuan yang dimilikinya.
2. Bagi Guru BK. Dapat digunakan sebagai motivasi untuk memberi perhatian yang
lebih kepada siswa dengan membimbing dan mengarahkan siswa agar
meningkatkan belajar dan memiliki rasa percaya diri dengan kemampuan yang
dimiliki.

3. Bagi Guru wali kelas. Dapat memotivasi untuk membimbing dan mengarahkan
siswa untuk rajin belajar.

6
4. Bagi Guru kelas. Dapat digunakan sebagai renungan untuk introspeksi diri,
sehingga termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, lebih
mengarahkan dan memotivasi siswa untuk lebih giat dalam belajar.
5. Bagi Siswa. Dapat memberikan informasi tentang pengertian menyontek, alasanalasan seseorang menyontek, dan dapat memahami menyontek dari tinjauan
moral dan tinjauan psikologis.
6. Bagi wali murid. Dapat digunakan sebagai motivasi untuk lebih memperhatikan
aktivitas anaknya pada saat diluar lingkungan sekolah, memberi dukungan untuk
lebih giat belajar dan membimbing anak untuk tidak berbuat curang dalam hal
apapun.
7. Ilmuwan Psikologi. Dapat digunakan sebagai referensi atau acuan untuk
membantu mencegah dan menghilangkan perilaku menyontek.
8. Fakultas Psikologi. Dapat memberikan informasi tentang perilaku menyontek
sehingga dapat ikut berpartisipasi untuk mencegah perilaku menyontek.
9. Bagi peneliti lain. Agar ada penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan dampak
menyontek terhadap kehidupan masyarakat, sehingga menyontek tidak hanya
menjadi perhatian dikalangan pendidik tetapi akan dapat pula melibatkan

komponen masyarakat secara lebih luas.