KONFLIK POSO (Kajian Historis Tahun 1998-2001).

(1)

Igneus Alganih, 2014

KONFLIK POSO

(KAJIAN HISTORIS TAHUN 1998-2001)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Jurusan Pendidikan Sejarah

oleh:

Igneus Alganih NIM 0808393

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Igneus Alganih, 2014

Halaman Hak Cipta untuk Mahasiswa S1

KONFLIK POSO

(KAJIAN HISTORIS TAHUN 1998-2001)

Oleh Igneus Alganih

0808393

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

© Igneus Alganih 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Igneus Alganih, 2014

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

IGNEUS ALGANIH 0808393

KONFLIK POSO (KAJIAN HISTORIS TAHUN 1998-2001).

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I,

Dra. Murdiyah Winarti, M.Hum NIP: 19600529 198703 2 002

Pembimbing II,

Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum NIP. 19710101 199903 1 003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah

Prof. Dr. H. Dadang Supardan, M. Pd NIP. 19570408 198403 1 003


(4)

Igneus Alganih, 2014

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Konflik Poso (Kajian Historis Tahun 1998-2001)”. Dalam skripsi ini terdapat permasalahan utama yang menjadi keresahan peneliti, yaitu mengapa terjadi konflik berkepanjangan antara penduduk agama Islam dengan Kristen di Poso? Permasalahan tersebut dikembangkan menjadi empat pertanyaan rumusan masalah yaitu (1) Apa yang menjadi penyebab akar masalah terjadinya konflik di Poso? (2) Bagaimana dinamika terjadinya konflik di Poso tahun 1998-2001? (3) Bagaimana peranan pemerintah dan tokoh masyarakat dalam penyelesaian konflik di Poso? (4) Bagaimana dampak konflik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Poso? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis yakni sebuah cara bagaimana mengetahui sejarah dengan tahapan-tahapan yaitu pemilihan topik penelitian, heuristik, kritik sumber, interpertasi dan historiografi. Berdasarkan dari hasil temuan penelitian didapatkan bahwa, konflik Poso ini terjadi bersamaan dengan jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 1998 yang menyebabkan terjadinya perubahan pola pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi kekuasaan. Adanya desentralisasi sebenarnya bertujuan memberikan kewenangan yang lebih luas terhadap pemerintahan daerah dalam pengelolaan potensi-potensi sumber ekonomi untuk kepentingan mensejahterakan rakyat. Akan tetapi karena kurangnya pemahaman mengenai penerapan desentralisasi menimbulkan konsekuensi timbulnya persaingan serta benturan politik ditingkat elit lokal Poso yang saling memperebutkan kekuasaan di Poso. Penyebab awalnya konflik adalah pertikaian antar elit politik yang sedang memperebutkan jabatan kekuasaan di Poso. Ketika terjadi perkelahian antar pemuda yang kebetulan berbeda agama, kemudian hal itu dipolitisasi oleh elit lokal melalui isu sensitif agama. Agama dijadikan alat atau kendaraan politik karena dapat dengan mudah memobilisasi dan memprovokasi massa dalam memperoleh kekuasaan. Ketika konflik menyentuh ranah agama membuat kerusuhan tereskalasi semakin meluas melibatkan jumlah massa yang lebih besar beserta cakupan wilayah area konflik yang lebih luas berlandaskan perang agama antara Islam dan Kristen di Poso berlangsung dari tahun 1998-2001. Dalam upaya penyelesaian konflik diperlukan kerja sama dari pemerintah pusat, daerah dan semua golongan masyarakat seperti tokoh agama serta tokoh adat, sehingga upaya damai akan berlangsung efektif bagi penyelesaian konflik secara lebih mengakar. Konflik Poso ini berdampak sangat merugikan ditatanan bidang, politik, ekonomi dan sosial budaya serta meninggalkan beban trauma psikologis terutama pada anak-anak dan perempuan yang mengalami trauma kekerasaan atau pelecehan ketika kerusuhan terjadi. Konflik yang terjadi di Poso mengingatkan bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika, sesungguhnya masih suatu cita-cita yang harus diperjuangkan untuk menjaga persatuan nasional. Adanya keberagaman terdiri dari berbagai macam suku budaya, etnis, agama dan golongan bukan berarti memperlemah persatuan indonesia, akan tetapi dapat dijadikan alat dan keuntungan untuk mempersatukan keberagaman tersebut dalam konsep persatuan dan kesatuan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.


(5)

Igneus Alganih, 2014

ABSTRACT

This study originated from the main problem which became the researcher’s concern that is, why is there prolonged conflict among Islam and Christian residents in Poso? The issue is developed into four problem formulation questions that are, (1) What are the causes and the root problem of conflict in Poso? (2) How is the dynamics of conflict in Poso during 1998-2001? (3) How are the roles of government and community leaders in conflict resolution in Poso? (4) How is the impact of the conflict on the socio-economic condition of the people in Poso? The method used in this study is the historical method, that is a way to know how to figure out the history with several steps, that are the selection of research topic, heuristic, source criticism, interpretation and historiography. Poso conflict occurred simultaneously with the fall of President Soeharto regime in 1998 which led to changing patterns of governance from centralized to decentralized power. The presence of decentralization is actually aimed to provide a greater authority to local government in managing the economic source potentials for the benefit of the people’s welfare. However, due to the lack of understanding of the decentralization implementation inflicted consequences of the emergence of political competition and collision in the level of local elites in Poso. The initial cause of the conflict was the clash among the political elites who are fighting over the chair of sovereignty in Poso. When there was a fight between youths who coincidentally in different religions, then it was politicized by local elites through the religion sensitive issue. Religion is used as an political instrument or conveyance because it can easily mobilize and provoke the masses in gaining power. When the conflict touches the realm of religion, it created the rioting escalated more widespread, involved a greater amount of masses and its coverage of a wider area of conflict based on religious war between Muslims and Christians in Poso which lasted from 1998-2001. In an attempt to resolve the conflict required the cooperation of central and local government and all segments of society so that the peacemaking efforts will be effective for the conflict resolution more deeply. Poso conflict is affected very detrimental on the fields structure of politics, economic and socio-cultural, also leave the burden of psychological trauma, especially among children and women who are experiencing the trauma of violence or abuse when the riots occurred. The conflict in Poso reminds us that the motto of Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity) actually still an ideal to strive for maintaining national unity.


(6)

Igneus Alganih, 2014

DAFTAR ISI

PERNYATAAN………..

ABSTRAK………...

i ii

KATA PENGANTAR……….... iii

UCAPAN TERIMA KASIH……….. iv

DAFTAR ISI………... vi

DAFTAR GAMBAR……….. viii

DAFTAR TABEL………... DAFTAR LAMPIRAN………... ix x BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1. Latar Belakang Masalah………... 1

1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah………. 6

1.3. Tujuan Penelitian……….... 7

1.4. Manfaat Penelitian………... 7

1.5. Metode Penelitian………... 8

1.6. Struktur Organisasi Skripsi………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS………….... 11 2.1. Kajian Pustaka………... 2.1.1. Penelitian Terdahulu yang Relevan………... 2.1.2. Buku-buku yang Membahas Konflik Poso…... 2.2. Landasan Teoritis………... 2.2.1. Teori Konflik……….. 2.2.2. Teori Elit Kekuasaan…………..………...

11 11 14 22 23 33

BAB III METODE PENELITIAN………....

3.1. Metode dan Teknik Penelitian…... 3.2. Persiapan Penelitian………... 3.2.1. Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian... 3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian…... 3.2.3. Konsultasi (Bimbingan)………... 3.3. Pelaksanaan Penelitian………... 3.3.1. Heuristik………... 3.3.2. Kritik Sumber………... 3.3.2.1. Kritik Eksternal………... 3.3.2.2. Kritik Internal... 3.3.3. Interpretasi………... 3.4. Historiografi (Penulisan Laporan Penelitian)…...

36 36 37 37 38 38 39 39 42 42 42 44 46


(7)

Igneus Alganih, 2014

BAB IV POSO DALAM KONFLIK TAHUN 1998-2001……... 48

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Poso………... 48

4.1.1. Kondisi Geografi Wilayah Kabupaten Poso…... 48

4.1.2. Kondisi Sosial Ekonomi Kabupaten Poso Sebelum Terjadinya Konflik 1998………... 4.1.3. Kondisi Sosial Politik Kabupaten Poso Sebelum Terjadinya Konflik 1998……... 51 59 4.2. Konflik Poso Tahun 1998-2001... 62

4.2.1. Latar Belakang Konflik………... 62

4.2.2. Persaingan Elit Politik di Poso…... 4.2.2.1. Rivalitas Perebutan Jabatan Bupati…... 4.2.1.2. Persaingan Partai Politik……... 65 66 70 4.2.3. Jalannya Konflik Poso…... 74

4.3. Berakhirnya Konflik Poso………... 84

4.3.1. Peranan Pemerintah dalam Penyelesaian Konflik... 85

4.3.2. Peranan Tokoh Masyarakat Poso dalam Penyelesaian Konflik…………... 4.4. Dampak Konflik Poso………... 93 96 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI………... 104

5.1. Kesimpulan... 104

5.2. Rekomendasi………... 107

DAFTAR PUSTAKA………. 109


(8)

Igneus Alganih, 2014

DAFTAR GAMBAR

4.1. Peta Kabupaten Poso Berdasarkan Komposisi Agama Tahun

2000……….. 49

4.2. Peta Lokasi Terjadinya Konflik dan Pengungsian di Poso……...... 4.3. Pertemuan Pada Deklarasi Malino………... 4.4. Hasil Sitaan Senjata dan Amunisi Pada Konflik Poso………... 4.5. Kondisi Pengungsi di Pegunungan Sangiora, Poso Pesisir, 14

Desember 2001……….

4.6. Reruntuhan dari Kampumng yang dibakar di Poso, 8 Desember

2001………...

75 89 92

98


(9)

Igneus Alganih, 2014

DAFTAR TABEL

4.1. Komposisi Penduduk Kabupaten Poso tahun 2000………... 54 4.2. Bupati yang Menjabat di Kabupaten Poso Periode 1967-2004…... 4.3. Jumlah Pasukan dan Polri di Poso Periode 2000-2002……….. 4.4. Korban Manusia dan Materi dalam Konflik Poso Tahun

1998-2001………...

67 90


(10)

Igneus Alganih, 2014

DAFTAR LAMPIRAN

1. Penunjukan Pembimbing Skripsi 2 .Frekuensi Bimbingan Skripsi 3. Peta Sulawesi

4. Gambar Masyarakat yang Membawa berbagai Macam Senjata Tradisional pada kerusuhan Poso 1998 lalu

5. Gambar Mobil yang Hancur pada Kerusuhan di Poso 6. Gambar Rumah yang Terbakar pada Kerusuhan di Poso

7. Gambar Aparat Keamanan yang Sedang Tugas Berjaga di Poso

8. Gambar berbagai Senjata Tradisonal Senjata Api yang Berhasil disita oleh Aparat Keamanan

9. Gambar Senjata Api yang Berhasil disita oleh Aparat Keamanan di Poso 10. Gambar Yusuf Kalla ketika memimpin Upaya Perdamaian di Malino,

Sulawesi Selatan


(11)

Igneus Alganih, 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam suku budaya, etnis, agama dan golongan. Keanekaragaman ini disatukan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan ini dapat dikatakan bahwa Indonesia adalah suatu bangsa yang mencermikan jati diri bangsa yang besar dan kaya akan sumber daya budaya yang berbeda-beda dari berbagai macam etnis suku bangsa, agama, ras dan antar golongan masyarakat namun tetap bersatu dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Akan tetapi di satu sisi lain dari keberagaman suku bangsa, agama, ras dan antar golongan ini sebenarnya menyimpan satu potensi konflik yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia. Karena dari keberagaman ini dapat memicu suatu konflik yang melibatkan perpecahan atau kerusuhan massal antar etnis suku bangsa, antar agama, ras dan antar golongan (SARA). Sesuai seperti apa yang dikatakan oleh Najwan (2009: 196) dari keanekaragaman budaya, etnis, agama dan multi golongan ini dari satu sisi secara teori multi budaya merupakan potensi budaya yang dapat mencerminkan jati diri bangsa yang besar, akan tetapi dari sisi lain juga berpotensi menimbulkan konflik yang dapat mengancam integrasi bangsa karena konflik antar budaya dapat menimbulkan pertikaian antar etnis, antar agama, ras dan antar golongan (SARA) yang bersifat sensitive dan rapuh yang menjurus kearah disintegrasi bangsa Indonesia.

Konflik pertikaian berlatar belakang SARA dan menjurus ke arah disintegrasi bangsa ini banyak sekali terjadi setelah pada tahun 1998 yaitu, ketika Indonesia memasuki era Reformasi dengan ditandai jatuhnya rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto melalui gerakan mahasiswa. Jatuhnya pemerintahan Soeharto ini membuat rakyat Indonesia mengalami euforia kebebasan dalam berpolitik, pola pemerintahan yang lebih demokratis dan perubahan pola pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi kekuasaan (otonomi daerah).


(12)

2

Igneus Alganih, 2014

Adanya efek euforia yang berlebihan akan kebebasan politik, demokrasi dan otonomi daerah tersebut sebenarnya menimbulkan permasalahan baru karena jadi menimbulkan datangnya hasrat persaingan di tingkat elit politik lokal daerah, untuk saling bersaing dan berkonflik mendapatkan jabatan guna mencapai kepentingan politik di daerahnya. Di sini para elit politik dalam mencapai kepentingan politiknya tersebut melakukannya dengan cara memobilisasi massa melalui isu sensitif yaitu isu etnis dan agama. Sehingga konflik komunal pun dapat dengan mudah terjadi melalui peran elit politik yang ikut membawa dan melibatkan perseteruan konflik antar etnis dan agama sehingga membahayakan integrasi bangsa Indonesia.

Menurut Hasrullah (2009: 5), fakta politik menunjukkan bahwa pada saat nuansa dan euforia demokrasi ketika awal reformasi terbuka lebar di Indonesia, maka konflik di beberapa belahan daerah di Indonesia bermunculan. Konflik tersebut diantaranya, konflik komunal yang terjadi di Poso tahun 1998 dan di Maluku tahun 1999 yang melibatkan konflik agama antara agama Islam dengan Kristen. Konflik antar etnis di Kalimantan pada tahun 1998 antara etnis dayak dengan etnis Madura. Munculnya kembali gerakan separatis di Aceh melalui Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan di wilayah Papua melalui Organisasi Papua Merdeka (OPM) tahun 1998 yang ingin memisahkan diri dari wilayah Indonesia. Kemudian disintegrasi di wilayah Timor Timur yang akhirnya memisahkan diri dari wilayah Indonesia melalui referendum pada tahun 1999.

Konflik dan permasalahan pada era akhir Orde Baru seperti apa yang di katakan Hasrullah (2009:5) itu, pada umumnya dilatarbelakangi karena faktor struktural yaitu, dari adanya marjinalisasi dan kesenjangan dibidang sosial, politik dan ekonomi antara pemerintah pusat atau orang-orang terdekat Presiden Soeharto dengan pemerintah daerah dan rakyat biasa Indonesia. Sehingga dari hal itu rakyat mengalami ketidakpuasaan sosial dan menyebabkan konflik pertikaan yang mengarah pada disintegrasi bangsa Indonesia. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan pengkajian yang lebih dalam terhadap salah satu konflik yang terjadi setelah berakhirnya Orde Baru. Adapun konflik yang dijadikan penelitian oleh peneliti adalah konflik Poso yang terjadi pada tahun 1998-2001.


(13)

Igneus Alganih, 2014

Poso merupakan suatu wilayah Kabupaten dari Provinsi Sulawesi Tengah, nama Poso ini pun menjadi sekaligus ibu kota kabupaten ini. Kabupaten Poso secara administratif terbagi menjadi 19 kecamatan, yang terdiri dari 23 kelurahan dan 133 desa, dengan total jumlah penduduk 209.228 jiwa (BPS Sulawesi Tengah 2011: 94, 96). Data Sulawesi Tengah dalam angka tahun 2006 yang dikutip Hendrajaya et al. (2010: 19), untuk penganut agama di Poso relatif seimbang dalam hal penganut agama dengan 45 persen penduduk beragama Islam, 35 persen beragama Kristen, sedangkan sisanya penganut Buddha, Hindu dan lainnya. Umumnya agama Islam dipeluk warga pendatang dari Jawa, Lombok, Gorontalo, Sulawesi Selatan (Bugis dan Makassar), serta penduduk asli Tojo, Bungku dan Togian. Sedangkan Penduduk beragama Kristen berjumlah umumnya penduduk asli dari suku Pamona, Mori, serta pendatang dari Manado, Toraja dan Nusa Tenggara Timur (Karnavian, 2008: 5).

Berdasarkan data penduduk wilayah Poso itu dapat dikatakan wilayah ini sebagai miniatur Indonesia yang memiliki keberagaman multikultural terdiri dari berbagai macam etnis dan agama. Kemudian dari keberagaman multikultural ini tentu menyimpan potensi konflik dan perpecahan yang dapat merusak persatuan dan kesatuan di wilayah Poso antara berbagai macam etnis dan agama yang ada di Poso.

Konflik yang dikhawatirkan benar-benar terjadi di Poso pada tahun 1998. Poso yang awalnya damai dan dapat dikatakan sebagai miniatur Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika ini, kemudian berubah menjadi tempat pertikaian dan terjadinya konflik sosial berdarah melibatkan unsur etnis dan agama di dalamnya. Konflik di Poso yang melibatkan konflik antara agama Islam dan Kristen ini, mengakibatkan kerusuhan massal hingga jatuhnya banyak korban meninggal, korban luka, dan tempat peribadatan dan rumah yang dibakar oleh oknum yang tidak bertanggung jawab pada tahun 1998-2001. Konflik ini pun telah membuat para perempuan, laki-laki dewasa, orang tua, remaja, anak-anak, lanjut usia, segala usia dari segala lapisan dan latar belakang, tanpa terkecuali, terseret, dipaksa masuk dalam tepian dan pusaran konflik kekerasaan berdarah yang berkepanjangan (Gogali, 2009: 21). Perlu diingat bahwa posisi rakyat di sini


(14)

4

Igneus Alganih, 2014

hanyalah korban dan tidak tahu apa-apa mengenai konflik yang terjadi, sebagian pun terpaksa terlibat untuk sekedar bertahan atau untuk menyerang demi mempertahankan kehidupan mereka. Berdasarkan pernyataan dari Gogali (2009) inilah membuat peneliti menjadi tertarik untuk mengkaji permasalahan di Poso kenapa sampai terjadi dan kenapa rakyat menjadi mudah terlibat dalam konflik sosial ini.

Konflik horizontal memang menjadi wacana utama jika dilihat dan didengar melalui berita di media massa sekilas, hal ini dikatakan bila dilihat dari pertikaian yang melibatkan antar etnis dan agama di Poso yaitu antara agama Islam dan Kristen. Namun faktanya ada beberapa hal yang masih menjadi misteri dan ada banyak hal-hal lain yang belum terungkap dari peristiwa ini, diantaranya mengenai faktor apakah sebenarnya penyebab konflik di Poso dan kenapa konflik Poso ini bisa terjadi secara berlarut-larut dan berkepanjangan.

Beberapa penelitian tentang Konflik Poso menunjukkan (Hasrullah; 2009, Klinken; 2007, Aragon; 2007) bahwa, konflik yang terjadi di wilayah Poso karena konflik antar elit politik yang dimana para elit politik daerah ini memanfaatkan agama sebagai tameng dan kendaraan politiknya yang bertujuan mengamankan dan mencapai kepentingan politik dan ekonomi di wilayah Poso dengan cara memobilisasi massa melalui hasutan isu sensitif agama dan etnis. Berdasarkan pernyataan dari hasil penelitian yang diungkapkan di atas membuat peneliti ingin mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di Poso, apakah benar latar belakangnya karena konflik antar elit politik atau apakah ada faktor-faktor lainnya yang menjadi akar konflik permasalahan di Poso. Menurut peneliti konflik di Poso ini masih menyimpan berbagai macam kejanggalan dan misteri untuk diungkapkan, salah satunya mengenai kenapa konflik agamalah yang dijadikan isu utama dalam konflik Poso .

Untuk proses penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pemerintah, di sini ada hal yang membuat peneliti bertanda tanya besar karena proses penyelesaian konflik di Poso kenapa sampai terjadi secara berlarut-larut dan berkepanjangan. Terhitung awal konflik di Poso terjadi pada tahun 1998 kemudian berakhir pada tahun 2001. Hal ini terjadi apakah karena ada pengaruhnya dari cara perbedaan


(15)

Igneus Alganih, 2014

pengelolaan konflik antara pada masa Orde Baru dan Reformasi. Menurut Hasrullah (2009) dan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2011), selama Orde Baru yang otoriter pengelolaan konflik ditekan secara sistematis melalui kontrol militer dapat berperan meredam ketidakpuasan sosial dan konflik pun tidak dipublikasikan karena ditakutkan akan memicu sentiment etnis, agama dan ras. Kemudian berbeda pada masa Reformasi yang dimana peran militer dikurangi dan lebih meningkatkan peran masyarakat sipil dalam proses penciptaan perdamaian.

Adanya perbedaan cara penanganan dan pengelolaan konflik antara Orde Baru dan Reformasi di sini jelas sekali berbeda dan tentunya akan berdampak sesuatu yang berbeda pula ketika konflik berakhir. Melihat hal ini maka peneliti di sini merasa perlu dilakukannya penelitian lebih dalam untuk mengungkapkan tentang konflik komunal yang terjadi di Poso ini dan diharapkan melalui penelitian ini bisa menganalisis peranan pemerintah maupun militer dalam proses penanganan konflik tersebut. Sehingga bisa ditemukan jawaban kenapa konflik di Poso bisa terjadi secara berkepanjangan dan dapat mengungkapkan dampak konflik Poso terhadap keutuhan Negara kesatuan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.

Konflik yang terjadi di Poso mengingatkan bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini, sesungguhnya masih merupakan suatu cita-cita yang masih harus diperjuangkan oleh segenap bangsa Indonesia untuk menjaga persatuan nasional. Kemudian menurut peneliti peristiwa konflik poso yang terjadi pada tahun 1998-2001 adalah peristiwa berskala nasional yang penting untuk jadi fokus perhatian, agar peristiwa konflik perpecahan yang melibatkan unsur suku bangsa, ras, agama dan antar golongan (SARA) tidak terjadi dan terulang lagi di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Apalagi hal yang berbau SARA ini jangan sampai di manfaatkan oleh segolongan elit politik tertentu untuk mencapai kepentingannya. Kemudian melalui penelitian ini peneliti ingin sekaligus menganalisis dan memberikan solusi terhadap masalah konflik sosial dan integrasi nasional bangsa Indonesia yang pada hakikatnya permasalahan perpecahan ini akan terus


(16)

6

Igneus Alganih, 2014

senantiasa melekat pada kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.

Untuk pengkajian skripsi ini tidak pada sudut pandang perspektif sejarah saja akan tetapi dengan pendekatan dan sudut pandang ilmu sosial lainnya guna pengkajian secara tajam dan komprehensif, diantaranya yaitu ilmu sosiologi dengan pendekatan melalui teori konflik menurut Coser (Paloma, 1994: 108), yang mengemukakan bahwa konflik dapat bersifat positif dengan membantu mempertahankan struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat. Salah satu fungsi tersebut adalah Konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang terstruktur secara longgar. Maksudnya adalah masyarakat yang sedang mengalami disintegrasi ataupun berkonflik dengan masyarakat lain atau lawan konfliknya, di sini konflik dapat berperan sebagai agen untuk mempersatukan masyarakat atau memperbaiki kepaduan dan integrasi. Contohnya di Poso ketika konflik agama berlangsung konflik membantu kepaduan masyarakat yang beragama Islam ataupun Kristen yang masing-masing masyarakat agamanya menjadi ikut berperan dan menjadi bersatu dengan dalih isu sensitive persaudaraan agama.

Merujuk dari beberapa hal yang telah di paparkan diatas menjadi ketertarikan peneliti sehingga dijadikanlah ide dasar dari penelitian skripsi ini. Dalam skripsi ini peneliti mencoba untuk mengkaji lebih dalam tentang konflik Poso pada tahun 1998-2001 sebagai bahan penelitian skripsi peneliti di Universitas Pendidikan Indonesia khususnya di Jurusan Pendidikan Sejarah dengan mengkaji permasalahan secara historis dan mengakat permasalahan dari periode masa akhir Orde Baru sampai dengan era Reformasi. Maka diangkatlah penulisan skripsi ini dengan judul “ Konflik Poso (Kajian Historis Tahun 1998-2001)”.

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan pokok-pokok pikiran diatas, dalam skripsi ini terdapat permasalahan utama yang menjadi keresahan peneliti yaitu, mengapa terjadi konflik berkepanjangan antara penduduk agama Islam dengan Kristen di Poso?


(17)

Igneus Alganih, 2014

Permasalahan tersebut dikembangkan menjadi empat pertanyaan rumusan masalah yaitu:

1. Apa yang menjadi penyebab akar masalah terjadinya konflik di Poso? 2. Bagaimana dinamika terjadinya konflik di Poso tahun 1998-2001?

3. Bagaimana peranan pemerintah dan tokoh masyarakat dalam penyelesaian konflik di Poso?

4. Bagaimana dampak konflik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Poso?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan dan pembatasan masalah yang telah dibahas pada poin sebelumnya, maka tujuan dari penulisan proposal skirpsi ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab akar masalah terjadinya konflik di poso.

2. Memaparkan dinamika terjadinya konflik Poso tahun 1998-2001.

3. Menganalisis peranan pemerintah dan tokoh masyarakat dalam penyelesaian konflik Poso.

4. Mengungkapkan dampak konflik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Poso.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diberikan oleh penelitian ini diantaranya yaitu: 1. Memperkaya penulisan di Jurusan Pendidikan Sejarah, terutama sejarah

Indonesia.

2. Untuk menambah pengetahuan peneliti serta para pembaca mengenai kondisi daerah di Poso tahun 1998-2001 ditinjau dalam kondisi politik, sosial, ekonomi dan Agama.

3. Menambah pengayaan materi dalam KIKD di kelas XII semester dua dengan Kompetensi Dasar: 4.7. Mengolah informasi kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa awal Reformasi dan menyajikanya dalam bentuk tulisan , juga di kelas XII semester dua pada mata pelajaran


(18)

8

Igneus Alganih, 2014

peminatan IPS bidang studi sejarah dengan Kompetensi Dasar: 4.5. Merekonstruksi perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi dan menyajikan dalam bentuk tulisan.

1.5. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode historis digunakan menurut Abdurahman (2007: 63), karena dilihat dari tujuan penelitian sejarah sendiri adalah mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau. Metode historis menurut Abdurahman (2007: 53), adalah “penyelidikan atas suatu masalah dalam mengaplikasikan jalan pemecahannya dari perspektif historis”. Oleh karena itu dalam penelitian ini untuk memperjelas penelitian ini perlu didukung oleh metode sejarah yang merupakan suatu metode yang lazim digunakan dalam penelitian sejarah.

Adapun langkah-langkah yang akan penulis gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana yang dijelaskan dalam buku karya Abduhrahman (2007: 54-80) adalah sebagai berikut:

1. Teknik pemilihan topik dan penyusunan rencana penelitian

2. Heuristik yaitu teknik mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sumber Sejarah tersebut dapat berupa buku-buku, koran, majalah, arsip, dokumen dan juga wawancara terhadap pelaku peristiwa atau saksi mata.

3. Kritik yaitu teknik untuk menguji keabsahan tentang keaslian sumber (autensitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kreadibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. 4. Interpretasi bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang

diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh menurut Berkhofer, dikutip Alfian, 1994 dalam (Abdurahman 2007: 73).


(19)

Igneus Alganih, 2014

5. Historiografi merupakan fase terakhir dalam metode sejarah. Dalam Historiografi ini dilakukan penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.

Penjelasan lebih lanjut mengenai metode serta teknik yang digunakan dalam peneltian ini dijelaskan dalam bab tersendiri yaitu, di Bab III.

1.6. Struktur Organisasi Skripsi

Adapun struktur organisasi penulisan skripsi sesuai dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI (2013: 18-34) yang akan dilakukan oleh peneliti adalah:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah yang menguraikan tentang konflik sosial dan agama di Poso sehingga menarik untuk dikaji dan dilakukan penelitiannya. Untuk memperinci dan membatasi permasalahan agar tidak melebar maka dicantumkan identifikasi dan perumusan masalah sehingga permasalah dapat dikaji dalam penulisan skripsi. Akan dipaparkan pula tentang tujuan penelitian ini dan juga akan dipaparkan mengenai manfaat penelitian skripsi ini, selanjutnya dari bab ini akan dimuat tentang metode dan teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis dan terakhir mengenai struktur organisasi skripsi yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan skripsi.

Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoritis, memaparkan mengenai teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan tema penelitian peneliti. Akan dijelaskan pula tentang penelitian-penelitian atau kajian-kajian yang sebelumnya pada buku yang telah membahas tentang konflik di Poso ini.

Bab III Metode Penelitian, merupakan bab mengenai kegiatan-kegiatan dan cara-cara yang dilakukan dalam penelitian skripsi. Metode yang digunakan tentu adalah metode penelitian sejarah, di mana langkah-langkahnya terbagi menjadi heuristik atau pengumpulan sumber, kritik terhadap sumber yang telah dikumpulkan, interpretasi sumber, hingga ke tahap penulisan atau historiografi dan didukung pula dengan teknik penelitian dengan studi literatur.

Bab IV Pembahasan, di dalamnya penulis akan mendeskripsikan mengenai Poso dalam konflik tahun 1998-2001. Dalam bab ini pembahasan dibagi ke dalam


(20)

10

Igneus Alganih, 2014

beberapa sub-bab yang pertama mendeskripsikan situasi kondisi di Poso sebelum tejadinya konflik pada tahun 1998, menganalisis faktor-faktor yang menjadi latar belakang terjadinya konflik di poso, memaparkan jalan terjadinya konflik Poso tahun 1998-2001, menganalisis peranan pemerintah dan tokoh masyarakat dalam proses penyelesaian konflik dan terakhir mengungkapkan dampak konflik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Poso pasca konflik.

Bab V Kesimpulan, dalam bab ini akan dipaparkan beberapa kesimpulan sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan serta sebagai inti dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan menguraikan hasil-hasil temuan peneliti tentang permasalahan yang dikaji pada penulisan skripsi ini. Serta rekomendasi apa yang bisa diterapkan dari hasil penelitian ini terhadap pengembangan materi ajar sejarah di sekolah sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).


(21)

Igneus Alganih, 2014

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Teknik Penelitian

Dalam bab ini akan membahas mengenai metode serta teknik penelitian yang digunakan untuk proses penyusunan skripsi ini. Metode yang digunakan untuk menyusun penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah menurut

Abdurahman (2007: 53), adalah “penyelidikan atas suatu masalah dalam

mengaplikasikan jalan pemecahannya dari perspektif historis”. Oleh karena itu dalam penelitian ini untuk memperjelas penelitian ini perlu didukung oleh metode sejarah yang merupakan suatu metode yang lazim digunakan dalam penelitian sejarah. Studi literatur digunakan untuk mendapatkan sumber informasi mengenai permasalahan yang hendak dikaji oleh peneliti, melalui sumber tertulis berupa buku yang relevan, makalah, sumber internet, arsip, dokumen dan surat kabar.

Adapun langkah-langkah yang akan peneliti gunakan dalam melakukan penelitian sejarah ini sebagaimana yang dijelaskan Abduhrahman (2007, 54-80) adalah sebagai berikut:

1. Teknik pemilihan topik dan penyusunan rencana penelitian

2. Heuristik yaitu, teknik mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Sumber sejarah tersebut dapat berupa buku-buku, koran, majalah , arsip, dokumen dan juga wawancara terhadap pelaku peristiwa atau saksi mata.

3. Kritik sumber yaitu, teknik untuk menguji keabsahan tentang keaslian sumber (autensitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kreadibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern.

4. Interpretasi bertujuan melakukan sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama-sama dengan teori-teori disusunlah fakta itu dalam suatu interpretasi yang menyeluruh menurut Berkhofer, dikutip Alfian, 1994 dalam (Abdurahman 2007: 73).


(22)

37

Igneus Alganih, 2014

5. Historiografi merupakan fase terakhir dalam metode sejarah. Dalam Historiografi ini dilakukan penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti membagi metode sejarah yang digunakan ke dalam tiga tahapan penelitian, yaitu persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian dan laporan penelitian.

3.2. Persiapan Penelitian

3.2.1. Penentuan dan Pengajuan Topik Penelitian

Hal pertama yang dilakukan peneliti sebelum ketahapan penelitian yang lebih

lanjut adalah pemilihan topik penelitian. Proses penentuan topik penelitian ini berawal pada saat perkuliahaan Seminar Penulisan Karya Ilmiah. Pada perkuliahan ini mewajibkan para mahasiswanya memilih topik untuk dijadikan sebagai bahasan proposal penelitian yang menjadi syarat dalam perkuliahan ini. Pada awal perkuliahan peneliti tertarik untuk membahas seorang tokoh yang memiliki peran yang besar dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia pada zaman Orde Baru, pilihan pertama peneliti adalah seorang tokoh panglima militer pada zaman Orde Baru yaitu Jenderal Leonardus Benyamin Moerdani. Setelah dikonsultasikan dengan dosen, ternyata pembahasan mengenai Jenderal L.B. Moerdani memiliki kontroversi dalam pembahasannya, maka dari itu peneliti mencari topik penelitian yang lain untuk dibahas dalam seminar proposal pengajuan skripsi. Setelah itu penulis mencoba mencari pemilihan topik lainnya dengan pencarian referensi dan akhirnya membaca salah satu buku yaitu tentang konflik Poso karangan dari Gogali, dalam buku tersebut dijelaskan memberikan penjelasan penelusuran aspek tragis konflik Poso melalui ingatan-ingatan dan kisah-kisah yang ada dalam kelompok perempuan dan anak-anak yang menjadi korban pada konflik ini. Dari buku inilah membuat peneliti menjadi tertarik untuk mengangkatnya kedalam penelitian skripsi.

Setelah yakin akan membahas mengenai konflik Poso, peneliti berkonsultasi dengan dosen Seminar Penulisan Karya Ilmiah yaitu, Dra. Murdiyah Winarti M.Hum, selanjutnya peneliti mengajukan judul skripsi serta proposal kepada


(23)

Igneus Alganih, 2014

TPPS pada awal Maret 2013 dengan judul, Konflik Poso: Kajian Historis 1998-2001. Adapun isi dari proposal tersebut antara lain : Judul, Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode dan Teknik Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan, Daftar Pustaka

3.2.2. Penyusunan Rancangan Penelitian

Setelah mendaftarkan judul serta proposal penelitian kepada TPPS dengan judul Konflik Poso: Kajian Historis 1998-2001, peneliti diizinkan untuk melakukan presentasi proposal tersebut di dalam seminar Pra-rancangan Penelitian yang diadakan TPPS pada tangal 20 Maret 2013.

Dalam seminar tersebut peneliti mendapat calon pembimbing yaitu Dra. Murdiyah Winarti M.Hum sebagai calon pembimbing 1 dan Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum sebagai pembimbing 2. Setelah mempresentasikan proposal yang berjudul Konflik Poso: Kajian Historis 1998-2001, para calon pembimbing satu maupun dua menyetujui mengenai pembahasan tentang konflik Poso ini, kemudian memberikan masukan mengenai kajian yang akan di teliti, akan tetapi mengenai latar belakang penelitian harus direvisi.

Setelah mengajukan revisi proposal dengan judul tersebut, Penetapan penulisan skripsi dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) TPPS nomor 007/TPPS/JPS/PEM/2013 dengan judul skripsi Konflik Poso: Kajian Historis 1998-2001 yang ditandatangani oleh Ketua Jurusan serta Ketua TPPS, dengan menunjuk Dra. Murdiyah Winarti. M.Hum sebagai calon pembimbing 1 dan Wawan Darmawan, S.Pd, M.Hum sebagai pembimbing 2.

3.2.3. Konsultasi (Bimbingan)

Konsultasi merupakan proses bimbingan penulisan laporan penelitian yang dilakukan dengan Pembimbing I dan II. Konsultasi ini sangat diperlukan bagi peneliti dalam penyusunan skripsi ini. karena dalam proses konsultasi inilah peneliti mendapat masukan dan arahan yang tepat dalam proses penyusunan laporan penelitian skripsi ini.


(24)

39

Igneus Alganih, 2014

Konsultasi dilakukan dengan menentukan waktu pelaksanaan bimbingan yang dilakukan secara kontinu setelah peneliti sebelumnya menyerahkan hasil penyusunan penelitian kepada pembimbing I maupun pembimbing II, selanjutnya setelah dikoreksi peneliti mendapatkan masukan dan arahan untuk memperbaiki hal-hal yang kurang dalam penyusunan penelitian ini. Dari konsultasi ini, penulis mendapatkan arahan dan masukan yang dapat membantu dalam penelitian ini hingga dapat terbuat laporan penelitian yang benar dan tepat dalam penyusunannya. Adapun beberapa hal yang menjadi masukan dalam proses konsultasi ini adalah mengenai latar belakang masalah, mengenai fokus rumusan masalah beserta fokus penelitiannya dan tata cara penulisan skripsi ini.

3.3. Pelaksanaan Penelitian

Pada tahapan ini peneliti melakukan penelitian sesuai dengan kaidah metodologi sejarah yang berlaku. Seperti yang dijelaskan oleh Abdurahman (2007: 54) peneltian sejarah meliputi, pemilihan topik dan perencanaan penelitian, heuristik, kritik sumber (kritik internal dan eksternal), interpretasi, serta historiografi (penulisan sejarah). Setelah melakukan poin yang pertama yaitu pemilihan topik dan perencanaan penelitian, hal berikutnya dalam pelaksanaan penelitian ini meliputi tiga hal yang dilakukan, yaitu heuristik, kritik sumber, dan juga interpretasi. Sedangkan untuk penulisan atau historiografi akan dibahas dalam tahapan selanjutnya yaitu tahapan laporan penelitian.

3.3.1 Heuristik

Pada tahap ini dilakukan pencarian terhadap berbagai macam sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian. Sumber sejarah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber tertulis berupa buku-buku, artikel, dokumen dan sumber tertulis lainnya yang dapat membantu memecahkan persoalan yang dikaji. Dalam mencari sumber tertulis tersebut, penulis mengunjungi beberapa perpustakaan. Adapun tempat-tempat yang penulis kunjungi dalam rangka pencarian dan pengumpulan sumber-sumber tertulis ialah sebagai berikut:


(25)

Igneus Alganih, 2014

1. Perpustakaan Batu Api di Jatinangor Sumedang, dari sana penulis mendapatkan buku Politik Lokal di Indonesia (2007) editor Nordholt, Klinken dan Hoogenboom.

2. Perpustakaan UPI di Setiabudi Bandung. Dari sana Penulis mendapatkan buku karya Poloma berjudul Sosiologi Kontemporer (1994). Dan Buku Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II karya dari Doyle, Paul Johnson dengan alih bahasa dari Robert M.Z. Lawang.

3. Perpustakaan Pasca Sarjana UNPAD di jalan Dipatiukur Bandung. Dari sana penulis mendapatkan disertasi karya Surahman yang berjudul Konflik Horisontal dalam Penguasaan Sumber Daya Sosial: Studi Kasus di Poso Sulawesi Tengah (2007).

4. Perpustakaan ITB di jalan Ganesha Bandung. Di sana peneliti mendapatkan tesis karya Muin, Harli Abdul yang berjudul Sumber Konflik Poso dan Penangananya dalam Konflik Komunal: Studi Kasus Poso 1998-2007 (2008).

5. Perpustakaan UNPAR di jalan Cimbuleuit Bandung. Di sana peneliti mendapatkan Jurnal Perempuan No. 24 tahun 2002 yang di dalamnya terdapat bahasan berjudul Perempuan Tulang Punggung Ekonomi Keluarga Pasca Konflik (kerusuhan) Poso karya Mangun, H.N dan bahasan berjudul Reruntuhan Jiwa: Trauma Perempuan Poso karya dari Wijaksana.

6. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jalan Salemba Raya No 24 A Jakarta. di sana peneliti mendapatkan buku karya Hasan et.al berjudul Sejarah Poso (2004). Buku berjudul Rusuh Poso, Rujuk Malino (2002) karya Ecip, Darwis dan Kunandar. Buku Menggapai Damai di Poso (2007) karya Purwanto, W. H. Buku Konflik Poso dan impilikasinya Terhadap Interaksi Sosial Budaya Pasca Konflik (Uji Ketahanan Wilayah Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah) karya dari Bruharja.

7. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jalan Merdeka Selatan Jakarta. Di sana peneliti mendapatkan buku karya dari Hasrullah berjudul Dendam Konflik Poso (2009). Karya dari Wahid dan Ihsan (2004) yang


(26)

41

Igneus Alganih, 2014

berjudul SBY dan Resolusi Konflik: Langkah-langkah Penyelesaian konflik di Aceh, Atambua, Papua, Poso dan Sampit.

8. Perpustakaan KONTRAS di jalan Borobudur no. 14 Jakarta Pusat. Di sana peneliti mendapatkan buku berjudul Poso, Kekerasaan yang Tak kunjung Usai (Refleksi 7 tahun Konflik Poso) karya dari Amidhan, et al (2005). 9. Perpustakaan Freedom Istitut di jalan Proklamasi no.41 Jakarta Pusat. Dari

sana peneliti mendapatkan buku berjudul Tragedi Kemanusian Poso karya Damanik, R (2003).

Ada juga sumber-sumber koleksi pribadi penulis diantaranya adalah buku karangan Gogali (2009) yang berjudul Konflik Poso Suara Perempuan dan Anak Menuju Rekonsiliasi Ingatan, Awaludin (2009) yang berjudul Perdamaian Ala JK: Poso Tenang, ambon Damai, Karnavian (2008) dengan judul Indonesian Top Secret Membongkar Konflik Poso. Karya dari Klinken (2007) dengan judul Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokrasi di Indonesia.

Selain buku, ada juga buku, dokumen dan jurnal berasal dari intenet. Adapun sumber internet yang penulis dapatkan tersebut adalah hasil penelitian dari Hendrajaya, et al. berjudul Ragam Konflik di Indonesia: Corak Dasar dan Resolusinya tersedia di http://www.km.ristek.go.id. Buku diterbitkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Current Asia dan the Centre for Humanitarian Dialogue (2011) yang memaparkan tentang buku berjudul, Tiga Studi Kasus tentang Peristiwa Konflik dan Pengelolaannya di Indonesia tersedia di http://www.hdcentre.org. Hasil Penelitian dari Aditjondro (2004) yang berjudul Kerusuhan Poso dan Morowali, Akar Permasalahan dan Jalan Keluarnya tersedia di http:/www.propatria.co.id. Hasil penelitian dari Pamuji, Nanang et.al (2008) yang berjudul Success Story Mekanisme Komunitas dalam Penanganan dan Pencegahan Konflik: Studi Kasus di Desa Wayame (Ambon) dan Desa Tangkura (Poso) tersedia di http://www.fes.or.id/.../download/laporan%20penelitian%2. Berupa jurnal dari Najwan berjudul Konflik antar Budaya dan antar Etnis di Indonesia serta Alternatid Alternatif penyelesaian tersedia di


(27)

Igneus Alganih, 2014

Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah dalam angka tahun 2010, tersedia di http://www.BPS.go.id/download_file/.../72%20sulteng.PDF.

3.3.2. Kritik Sumber

Setelah melakukan heuristik atau pengumpulan sumber, langkah selanjutnya

yang peneliti lakukan adalah proses kritik sumber yaitu suatu teknik untuk menguji keabsahan tentang keaslian sumber (autensitas) yang dilakukan melalui kritik ekstern dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kreadibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern (Abduhrahman, 2007: 68).

Informasi yang telah terhimpun berupa data atau fakta dari sumber tertulis dan sumber lisan dipilah-pilah sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dilakukan kritik sumber untuk menguji keaslian sumber melalui kritik ektern dan kesahihan sumber melalui kritik intern.

3.3.2.1. Kritik Eksternal

Temuan sumber yang ditemukan oleh peneliti dalam proses penyusunan penelitian ini berupa sumber sekunder yaitu berupa buku dan hasil dari penelitian terdahulu yang temanya sama dengan yang sedang dikaji oleh peneliti. Sehingga proses kritik ekstern dalam penelitian ini tidak dilakukan. Mengingat karena kritik ekstern dilakukan hanya untuk kritik sumber dari segi fisik sumber primer atau pertama. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang telah dijelaskan oleh Sjamsuddin (2007), bahwa kritik ekstern lebih banyak digunakan untuk kritik sumber primer atau pertama.

3.3.2.2. Kritik Internal

Kritik internal dilakukan untuk menguji kesahihan atau kredibilitas dari isi atau kesaksiaan sumber sejarah (Abduhrahman: 2007: 68). Peneliti melakukan kritik internal dengan cara mengkomparasikan dan membandingkan diantara sumber tulisan satu dengan sumber tulisan lainnya sehingga dapat teruji kreadibilitas dan reliabilitas mengenai layak tidaknya isi dari sumber-sumber sejarah tersebut.


(28)

43

Igneus Alganih, 2014

Kritik internal yang dilakukan peneliti diawali ketika penulis memperoleh sumber kemudian setelah peneliti membaca keseluruhan isi sumber tersebut dilakukan kaji perbandingan dengan sumber-sumber lain yang dibaca juga oleh peneliti. Hasil perbandingan sumber tersebut, maka akan diperoleh kepastian bahwa sumber-sumber tersebut bisa digunakan karena sesuai dengan topik kajian. Misalnya untuk mengetahui latar belakang terjadinya konflik di Poso, peneliti melakukan kritik internal dengan mengkaji banding terhadap isi buku yang ditulis oleh Hasrullah (2009) yang berjudul Dendam Konflik Poso sedangkan untuk pembandingnya menggunakan isi buku yang ditulis oleh Damanik (2003) berjudul Tragedi Kemanusian Poso.

Dalam buku Hasrullah (2009), dijelaskan bahwa latar belakang terjadinya peristiwa tersebut tidak lain karena faktor politik saat awal Reformasi yang dimana keadaan pada saat itu di Poso mengalami transisi demokrasi dan perubahan politik dari sentralisasi kekuasaan menjadi desentralisasi kekeuasaan. Dari hal ini tentu memunculkan persaingan Politik di tingkat elit lokal daerah untuk saling bersaing dan berkonflik dalam mencapai kekuasaan politik di daerahnya. Hal ini terjadi karena melalui demokrasi, Proses pemilihan kepimpinan daerah seperti gubernur, bupati dan wakil bupatinya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum di daerahnya. Maka dari faktor inilah para elit politik lokal agar mendapatkan dukungan dari rakyat menggunakan sentiment etnis dan agama sebagai kendaraan politik untuk memobilisasi rakyat. Latar belakang ini pula yang dijelaskan dalam buku Amidhan, et al berjudul Poso, Kekerasaan yang Tak Kunjung Usai yang menyebutkan bahwa konflik antar elit politik lokal yang menjadi penyulut konflik (Amidhan. et al, 2005: 32).

Sebagai Pembandingnya, dalam buku Damanik (2003), pada buku ini dijelaskan bahwa latar belakang terjadinya konflik Poso tersebut bukan hanya karena faktor politik, namun ada pemicu lain yang menyebabkan konflik Poso terjadi berlarut-larut dan berkepanjangan yaitu adanya kecemburuan sosial, ekonomi dan politik penduduk pribumi yang terdiri dari etnis Pamona, Mori dan Lore (etnis mayoritas beragama Kristen) terhadap penduduk pendatang yang terdiri dari etnis Jawa, Makassar dan Bugis (etnis mayoritas beragama Islam),


(29)

Igneus Alganih, 2014

lebih mapannya penduduk pendatang dibidang ekonomi dan banyaknya penduduk pendatang beragama Islam yang mendominasi di Pemerintahan Kabupaten Poso membuat penduduk pribumi termarjinalkan ditanahnya sendiri, oleh karena itu dari hal ini jadi memunculkan sentiment etnis dan agama di Poso. Adanya isu sosial dan ekonomi antara penduduk pribumi dengan penduduk pendatang inilah yang kemudian di manfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk memperkeruh konflik Poso sehingga menjadi konflik bernuansa SARA.

Berdasarkan kaji banding buku di atas, terdapat persamaan, yaitu mengenai masalah politik yang muncul di Kabupaten Poso setelah diterapkannya Reformasi pada tahun 1998. Perbedaan terletak pada latar belakang bahwa peristiwa konflik Poso bukan hanya sekedar masalah isu politik akan tetapi permasalahan sosial-ekonomi antara penduduk pribumi (mayoritas beragama Kristen) terhadap penduduk pendatang (mayoritas beragama Islam) yang akhirnya oleh elit politik dijadikan kendaraan politik dengan membawa sentiment etnis dan agama, sehingga konflik yang terjadi sangat kental dengan nuansa SARA. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa dalam masalah ini terdapat satu kesimpulan bahwa permasalahan konflik Poso awalnya adalah konflik antar elit politik yang sedang memperebutkan jabatan di Poso, kemudian ada juga permasalahan historis yang membuat konflik Poso terjadi secara berlarut-larut dan berkepanjangan melibatkan konflik bernuasa SARA di Poso, yaitu masalah sosial-ekonomi antara penduduk pribumi dengan penduduk pendatang yang berbeda agama dan etnisnya, sehingga rakyat yang sedang ditimpa permasalahan kecemburuan sosial-ekonomi ini dimanfaatkan oleh elit politik yang sedang berkonflik untuk dimobilisasi dan dihasut dengan isu konflik bernuansa SARA, agar yang muncul kepermukaan adalah masalah agama dan etnis.

3.3.3. Interpretasi

Setelah sumber-sumber sejarah diuji melalui kritik eksternal dan internal maka selanjutnya dilakukan upaya pengumpulan dan penyusunan fakta. Setelah data-data fakta sejarah terkumpul dan tersusun kemudian fakta tersebut diinterpertasikan atau ditafsirkan melalui analisis dan sintesis sehingga fakta-fakta


(30)

45

Igneus Alganih, 2014

tersebut memiliki keterhubungan satu dengan yang lainnya dan menjadi satu rangkaian peristiwa sejarah yang logis dan kronologis yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat menjelaskan permasalahan penelitian. Pada proses interpretasi disini peneliti menggunakan ilmu bantu (interdispliner) dari ilmu sosiologi dan antropologi untuk memahami dan menganalisis kajian yang sedang diteliti guna pengkajian lebih mendalam dan komprehensif.

Satu proses interpretasi yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. Dari sumber yang ditemukan dan melalui proses kritik, peneliti menafsirkan beberapa hal yang menjadi faktor latar belakang terjadinya konflik Poso. Peristiwa konflik Poso pemicu awalnya dilatar belakangi karena adanya kecemburuan sosial, ekonomi dan politik antar etnis kesukuan beserta identitas agama yang dianutnya di wilayah Poso. Penduduk asli merasa termarjinalisasi dengan adanya penduduk pendatang yang datang melalui program transmigrasi pada tahun 1980-an. Para penduduk pendatang ini lebih mapan dalam perekonomian dibandingkan dengan penduduk pribumi dan kebetulan etnis orang-orang yang beragama islam mendapat keuntungan politik melalui basis ikatan patron yang berbasis kekeluargaan dengan garis politik yang beridentitaskan Islam melalui ICMI dan Partai GOLKAR.

Melalui beberapa hal inilah yang menjadi pemicu awalnya konflik dan tinggal menunggu waktu konflik komunal muncul dan pecah di Poso. Pada perkembangannya selanjutnya pada saat nuansa dan euforia demokrasi pada awal reformasi terbuka lebar di Indonesia pada Mei tahun 1998, menimbulkan datangnya hasrat persaingan di tingkat elit politik lokal daerah, untuk saling bersaing dan berkonflik mendapatkan jabatan, guna melanggengkan kepentingan politik di daerahnya. Dari konflik inilah memicu konflik sosial yang memanfaatkan label identitas etnis dan agama sebagai tameng dan kendaraan politiknya untuk mencapai kepentingan politiknya. Hal inilah yang terjadi di Poso pada Desember tahun 1998 yaitu, ketika konflik berawal dari pertikaian kriminal biasa antar pemuda agama Islam dengan agama Kristen, kemudian setelah ditunggangi oleh kepentingan elit lokal tertentu melalui isu-isu etnis, agama yang sensitif dan ditambah adanya faktor kecemburuan sosial, ekonomi dan politik


(31)

Igneus Alganih, 2014

maka konflik yang terjadi semakin meluas dan besar sehingga melibatkan konflik agama dan antar etnis.

3.4. Historiografi (Penulisan Laporan Penelitian)

Langkah ini merupakan fase terakhir dalam metode sejarah. Dalam metode sejarah langkah ini dikenal dengan historiografi yang merupakan tahapan penulisan, pemaparan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abduhrahman, 2007: 76). Pada tahap ini, peneliti melakukan penulisan akhir dengan cara menyusun hasil dari ketiga tahapan sebelumnya, yaitu heuristik, kritik, dan interpretasi kedalam bentuk tulisan dengan menggunakan tata bahasa baku serta sesuai dengan kaidah kalimat EYD yang baik dan benar.

Laporan hasil penelitian ini ditulis dengan sistematika yang terdapat dalam buku pedoman penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan oleh UPI Bandung. Adapun Struktur Organisasi penulisan skripsi sesuai dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI (2013: 18-34) yang akan dilakukan oleh peneliti adalah:

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah yang menguraikan tentang konflik sosial dan agama di Poso sehingga menarik untuk dikaji dan dilakukan penelitiannya. Untuk memperinci dan membatasi permasalahan agar tidak melebar maka dicantumkan identifikasi dan perumusan masalah sehingga permasalah dapat dikaji dalam penulisan skripsi. Akan dipaparkan pula tentang tujuan penelitian ini dan juga akan dipaparkan mengenai manfaat penelitian skripsi ini, selanjutnya dari bab ini akan dimuat tentang metode dan teknik penelitian yang dilakukan oleh penulis dan terakhir mengenai struktur organisasi skripsi yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan skripsi.

Bab II Kajian Pustaka dan Landasan Teoritis, memaparkan mengenai teori dan konsep-konsep yang berkaitan dengan tema penelitian peneliti. Akan dijelaskan pula tentang penelitian-penelitian atau kajian-kajian yang sebelumnya pada buku yang telah membahas tentang konflik di Poso ini.

Bab III Metode Penelitian, merupakan bab mengenai kegiatan-kegiatan dan cara-cara yang dilakukan dalam penelitian skripsi. Metode yang digunakan tentu adalah metode penelitian sejarah, di mana langkah-langkahnya terbagi menjadi


(32)

47

Igneus Alganih, 2014

heuristik atau pengumpulan sumber, kritik terhadap sumber yang telah dikumpulkan, interpretasi sumber, hingga ke tahap penulisan atau historiografi dan didukung pula dengan teknik penelitian dengan studi literatur.

Bab IV Pembahasan, di dalamnya penulis akan mendeskripsikan mengenai Poso dalam konflik tahun 1998-2001. Dalam bab ini pembahasan dibagi ke dalam beberapa sub-bab yang pertama mendeskripsikan situasi kondisi di Poso sebelum tejadinya konflik pada tahun 1998, menganalisis faktor-faktor yang menjadi latar belakang terjadinya konflik di poso, memaparkan jalan terjadinya konflik Poso tahun 1998-2001, menganalisis peranan pemerintah dan tokoh masyarakat dalam proses penyelesaian konflik Poso dan terakhir mengungkapkan dampak konflik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Poso pasca konflik.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi, dalam bab ini akan dipaparkan beberapa kesimpulan sebagai jawaban pertanyaan yang diajukan serta sebagai inti dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan menguraikan hasil-hasil temuan penulis tentang permasalahan yang dikaji pada penulisan skripsi ini. Serta rekomendasi apa yang bisa diterapkan dari hasil penelitian ini terhadap pengembangan materi ajar sejarah di sekolah sesuai dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).


(33)

Igneus Alganih, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian adalah sebagai berikut:

Konflik Poso sebenarnya adalah konflik realistik yaitu, perebutan kekuasaan politik antar elit politik lokal di Poso yang kemudian massa dilibatkan dengan identitas agama dan etnis dengan tujuan untuk memobilisasi massa dalam memperoleh kekuasaan. Ketika konflik menyentuh ranah agama membuat pertikaian menjadi konflik non realistik bernuansa SARA dan menjadikan konflik terjadi berkepanjangan. Mudahnya massa termobilisasi dalam konflik komunal di Poso, dipengaruhi juga oleh permasalahan historis yang dimanfaatkan oleh elit politik lokal melalui isu berupa kecemburuan sosial-ekonomi dan sosial-politik antara penduduk pribumi yaitu etnis Pamona, Mori dan Lore (mayoritas beragama Kristen) yang merasa termarjinalkan terhadap kehadiran dari etnis Jawa, Bugis dan Makkasar (mayoritas beragama Islam). Penduduk pendatang ini yang menguasai perekonomian di Poso dan mendomininasi jabatan-jabatan politik di Pemerintahan Kabupaten Poso. Ketika ideologis agama dijadikan isu utama sebagai perekat kelompok membuat konflik yang awalnya berupa tawuran antar pemuda kemudian berubah menjadi perang saudara bernuasa SARA.

Pada peristiwa awal konflik kerusuhan pertama yang terjadi di bulan Desember 1998 dan kerusuhan kedua pada bulan April 2000 bisa disebut sebagai tawuran, karena penyebabnya bermula pada bentrokan antar pemuda berbeda agama dan wilayah konflik kerusuhan terjadi sebatas hanya di Kecamatan Kota Poso. Kemudian karena momentumnya bertepatan dengan pemilihan umum dan pemilihan Bupati Poso membuat persoalan ini akhirnya dipolitisasi oleh elit politik lokal untuk dijadikan alat untuk menghimpun dan memobilisasi massa berdasarkan identitas agama dan etnis, sehingga isu yang muncul adalah konflik bernuansa SARA. Selanjutnya ketika konflik yang berlangsung dari bulan Mei


(34)

105

Igneus Alganih, 2014

2000 – Desember 2001, fenomena konflik telah mengarah pada perang saudara yang membuat eskalasi konflik semakin meluas ke wilayah lain di luar Kota Poso. Masing-masing kelompok yang bertikai semakin memperkuat struktur in group dan solidaritas kelompoknya melalui konflik berdasarkan isu agama dan etnisitas. Ketika sudah jelas mengenai siapa kawan dan lawan kedua komunitas agama saling berupaya untuk menghilangkan eksistensi lawannya dengan melakukan kekerasaan langsu terhadap siapa pun yang dianggap sebagi lawan. Bahkan pada perkembangan selanjutnya konflik menjadi semakin rumit setelah adanya keterlibatan dari pihak luar Poso yang memberikan dukungan bantuan dana, persenjataan dan dukungan milisi dari berbagai jaringan keagamaan dari luar Poso.

Dalam konflik Poso sebenarnya telah diupayakan usaha untuk mengakhiri pertikaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah Poso pada awal konflik 1998, salah satunya dengan menjatuhi hukuman kepada salah satu aktor utama kerusuhan, yaitu Herman Parimo dan Afgar Patanga. Namun aktor-aktor lain yang terlibat dibelakang layar belum ditindak tegas dengan aturan hukum yang berlaku, ditambah isu-isu persoalan konflik yang sebenarnya tidak ditangani secara tuntas oleh pemerintahan daerah, seperti permasalahan seputar perekonomian dan perimbangan jabatan kekuasaan politik antara kelompok Islam dan Kristen tetap diabaikan. Kemudian upaya perdamaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah ini dilakukan hanya bersifat elitis dan serimonial terjadi di antara tokoh adat dan pemerintah, sedangkan para tokoh elit sosial yaitu pemimpin tokoh agama yang bertikai tidak dilibatkan. hal itu tentu membuat upaya perdamaian tidak berpengaruh dalam menghentikan konflik, karena dianggap tidak mewakili basis kelompok massa yang berkonflik. Akibatnya berbagai penanganan yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya sebatas memadamkan api konflik pada permukaannya saja, sedangkan bara konflik yang jadi akar penyebab utama konflik tidak tersentuh dan terpadamkan. Untuk peranan aparat keamanan di Poso pada awalnya tidak efektif karena pendekatan yang dilakukan adalah bersifat kekuasaan yang militeristik, ditambah citra militer bertambah buruk dengan penembakkan secara langsung yang memakan korban jiwa beserta beredarnya


(35)

Igneus Alganih, 2014

senjata api dan amunisi di wilayah konflik yang tidak dapat dikontrol oleh aparat keamanan. Mencermati hal itu aparat keamanan harus lebih bertindak secara profesional dengan selalu menjaga komitmen dan netralitasnya untuk mewujudkan Poso yang aman dan damai.

Adapun upaya perdamaian yang sangat berpengaruh hasilnya dalam menghentikan konflik Poso adalah setelah turun tangannya pemerintah pusat melalui Menko Kesra Jusuf Kalla yang ditunjuk menjadi pemimpin mediator dalam upaya damai di Poso. Dalam upaya perdamaian di Poso ini pemerintah pusat berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi upaya perdamaian di Poso dan bukan penentu penyelesaian konflik, karena yang memegang kendali penyelesaian adalah masyarakat yang bertikai itu sendiri. peran dari tokoh masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemimpin masyarakat setempat sangatlah penting dalam menjalin perdamaian dan penyelesaian konflik. Karena berdasarkan inisiatif perdamaian yang berasal dari masyarakat sendirilah akan membuat upaya damai akan berlangsung efektif bagi penyelesaian konflik secara lebih mengakar. Kemudian para pemimpin elit sosial ini mempunyai kapasitas yang lebih besar untuk memainkan peran dalam upaya menjaga perdamaian setelah Deklarasi Malino I, karena diharapkan melalui para tokoh elit sosial ini dapat memberikan pengarahan dan sosialisasi kepada komunitas kelompoknya agar selalu menjunjung tinggi perdamaian sesuai hasil kesepakatan damai dalam Deklarasi Malino I.

Terjadinya konflik Poso ini berdampak sangat merugikan tatanan bidang ekonomi, politik dan sosial budaya serta meninggalkan beban trauma psikologis karena hilang atau meninggalnya salah satu anggota keluarganya. Mereka juga harus kehilangan harta benda dan mata pencariannya yang berakibat memunculkan pengangguran dan bertambahnya jumlah penduduk miskin yang semakin banyak di Poso. Untuk itu diperlukan dukungan dari berbagai pihak baik dari pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat yang diharapkan memberikan bantuan berupa program-program ataupun penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat Poso agar membangkitkan dan berkembangnya kembali usaha sektor ekonomi yang sempat terhenti akibat adanya konflik. Masyarakat Poso yang dulu


(36)

107

Igneus Alganih, 2014

dapat hidup damai berdampingan dengan antar etnis dan agama, kini yang membekas dalam kehidupan masyarakat hanyalah rasa kepedihan dan ketakutan. Beban trauma psikis ini membuat kerukunan dan toleransi antar umat beragama yang sempat terjalin kini telah hilang, masyarakat hidup dalam prasangka saling tidak percaya satu sama lain, padahal posisi mereka adalah sama sebagai korban akibat konflik. Oleh karena itu untuk memulihkan kerukunan antar masyarakat Poso diperlukan kerja sama dari pemerintah pusat, daerah dan segenap tokoh masyarakat untuk mengembalikkan kerukunan dan kedamaian di Poso. Selain itu diperlukan kesadaran dari berbagai pihak masyarakat Poso untuk berbesar hati saling menyadari kesalahannya dan saling memaafkan untuk menghapus luka lama, karena pada dasarnya mereka dapat hidup berdampingan dengan berbagai perbedaan agama dan etnis di Poso melalui semboyan Sintuwu Maroso yang berarti hidup bersama-sama dalam susah dan senang.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian, peneliti merekemomendasikan untuk di bidang pendidikan, yaitu Peristiwa konflik Poso ini dapat dijadikan untuk tujuan mengembangkan materi ajar di sekolah. Tema penelitian ini berhubungan dengan materi pelajaran sejarah wajib sejarah Indonesia di kelas XII semester dua dengan Kompetensi Dasar: 4.7. Mengolah informasi kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Awal Reformasi dan menyajikanya dalam bentuk tulisan , juga di kelas XII semester dua pada mata pelajaran peminatan IPS bidang studi sejarah dengan Kompetensi Dasar: 4.5. Merekonstruksi perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya dan pendidikan pada masa Orde Baru dan Reformasi dan menyajikan dalam bentuk tulisan. Peristiwa konflik Poso dapat dijadikan sebagai salah satu contoh untuk membahas dan mengembangkan materi tentang situasi politik dan ekonomi setelah diterapkannya kebijakan Reformasi yang lebih demokrasi dan desentralisasi pada sistem pemerintahannya. Kemudian melalui kajian tentang konflik Poso ini dapat memberikan pembelajaran bahwa konflik atau peperangan sebenarnya hanya akan merugikan bangsa Indonesia yang merusak nilai-nilai persatuan dan perdamaian. Perang yang terjadi antara agama


(37)

Igneus Alganih, 2014

Islam dan Kristen di Poso sebenarnya tidak dibenarkan karena masing-masing agama yang sesungguhnya mengajarkan untuk saling bertoleransi antar umat beragama. Hikmah adanya konflik Poso dapat dijadikan landasan untuk lebih menanamkan nilai-nilai nasionalisme,dan kebangsaan kepada para siswa untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan dari keanekaragaman bangsa serta agama yang di Indonesia, sehingga konflik perpecahan dapat dihindari dari awal. Adanya kebergaman yang terdiri dari suku bangsa dan agama bukan berarti memperlemah persatuan indonesia, akan tetapi dapat dijadikan alat dan keuntungan untuk mempersatukan keberagaman tersebut dalam konsep persatuan dan kesatuan Indonesia yang ber- Bhineka Tunggal Ika.


(38)

Igneus Alganih, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. ( 2007). Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: AR- RUZZ Media.

Amidhan. et al. (2005). Poso, Kekerasaan yang Tak Kunjung Usai: Refleksi 7 Tahun Konflik Poso. Jakarta: Komnas HAM.

Aragon, L.V. (2007). “Persaingan Elit di Sulawesi Tengah”, dalam Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Awaludin, H. (2009). Perdamaian Ala JK: Poso Tenang, Ambon Damai. Jakarta: Grasindo.

Bruaharja, I. (2008). Konflik Poso dan Implikasinya Terhadap Interaksi Sosial Budaya Pasca Konflik (Uji Kaji Ketahanan Wilayah Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah). Palu: Lembaga Pengkajian dan Kebijakan Hukum Publik.

Damanik, R. (2003). Tragedi Kemanusiaan Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui Kegegelapan. Poso: PBHI LPSHAM.

Ecip, S. S. Waru, D. dan Kunandar, A. Y. (2002). Rusuh Poso Rujuk Malino. Jakarta: Cahaya Timur.

Gogali, L. (2009). Konflik Poso Suara Perempuan dan Anak Menuju Rekonsiliasi Ingatan. Yogyakarta: Galangpress.

Hasan. et al. (2004). Sejarah Poso. Yogya: Tiara Wacana.

Hasrullah. (2009). Dendam Konflik Poso. Jakarta: Gramedia.


(39)

110

Igneus Alganih, 2014

Karnavian, M.T. (2008). Indonesian Top Secret Membongkar Konflik Poso. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Klinken, G.v. (2007). Perang Kota Kecil: Kekerasaan Komunal dan Demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mangun, N. H. (2002). “Perempuan Tulang Punggung Ekonomi Keluarga Pasca Konflik (Kerusuhan) Poso”. Jurnal Perempuan. 24, 35-47.

Muin, H. A. (2008). Sumber-sumber Konflik di Poso dan Penanganannya Dalam Konflik Komunal: Studi Kasus Poso 1998-2007. Tesis Magister pada Program Magister Studi Pembangunan Alur Studi Pertahanan Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Intitut Teknologi Bandung: tidak diterbitkan.

Nasikun. (2012). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Poloma, M. M. (1994). Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali Pers.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwanto, W. (2007). Menggapai Damai di Poso. Jakarta: CBM Press.

Sangiaji, A. (2003). “Pasukan terlatih dan perubahan Pola Kekerasaan di Poso”. Kompas (17 Oktober 2003).

Sangiaji, A. (2007). “Aparat Keamanan dan Kekerasaan Regional Poso”, dalam Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sarwono, S. R. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.


(40)

111

Igneus Alganih, 2014

Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Penghantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Surahman. (2007). Konflik Horisontal Dalam Penguasaan Sumber Daya Sosial: Studi Kasus di Poso Sulawesi Tengah. Disertasi Doktor pada FPS UNPAD Bandung: tidak diterbitkan.

Susan, N. (2010). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Varma, S. P. (2001). Teori Politik Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wahid, A.Y. dan Ihsan, B. (2004). SBY dan Resolusi Konflik: Langkah-langkah penyelesaian Konflik di Aceh, Atambua, Papua, Poso dan Sampit. Jakarta: Relawan Bangsa.

Wijaksana, M. B. (2002). “Reruntuhan Jiwa: Trauma Perempuan Poso”. Jurnal Perempuan. 24, 49-62.

Winarti, M. dan Puspitasari, R. (2012). “Pelajaran dari Kasus Konflik di Poso Sulawesi Tengah”, dalam Prosiding International Seminar Social Movement Historical Perpective. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI.

Sumber Internet:

Aditjondro, G. J. (2004). Kerusuhan Poso dan Morowali, Akar Permasalahan dan Jalan Keluarnya. [Online]. Tersedia: http://www.propatria.or.id. [Akses: 13 Mei 2013].


(41)

112

Igneus Alganih, 2014

BPS Kabupaten Poso.(2011). Kabupaten Poso dalam Angka 2011. [Online] Tersedia:

http://www.bapedda.posokab.go.id/data/Kabupaten%20Poso%20Dalam Angka%202011 DDA%202011.pdf. [Akses: 4 Oktober 2013].

BPS Sulawesi Tengah. (2011). Sulawesi Tengah dalam Angka 2010. [online]. Tersedia: http://www.BPS.go.id/download_file/.../72%20sulteng.PDF. [Akses: 28 April 2013].

Hendrajaya, L. et al. (2010). Ragam Konflik di Indonesia: Corak Dasar dan Resolusinya. [Online]. Tersedia: http://www.km.ristek.go.id. [Akses: 31 Mei 2013].

Http;//www.id.m.wikipedia.org/wiki/pemilihan-umum-legislatif-indonesia-1999. [Akses: 22 November 2013].

Http://www.indonesiamatters.com/images/poso-map.jpg&imgrefurl. [Akses: 20 Oktober 2013].

Http://www.indonesiapoint.com/gifs/sulawesi-island-map.jpg&imgrefurl. [Akses: 20 Oktober 2013].

Http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&dn=20070127203122. [Akses: 20 Januari 2014].

Http://www.klecam-klecem.blogspot.com/2010/10/hut-tni-di-palu- diramaikan atraksi.html. [Akses: 20 Januari 2014].

Http://www.mualaf-center.blogspot.com/2013/02/jangan-lupakan- tragedi- poso.html. [Akses 20 Januari 2014].

Http://www.news.liputan6.com/read/25397/ribuan-pengungsi- poso-bertahan-di-hutan. [Akses: 20 Januari 2014]

Http://www.news.liputan6.com/read/25764/jusuf-kalla-mereka-tak- akan mencederai-kesepakatan. [Akses 20 Januari 2014].


(42)

113

Igneus Alganih, 2014

Http://www.news.liputan6.com/read/25839/hasil-pertemuan-malino- diminta-ditindaklanjuti. [Akses: 20 Januari 2014]

Http://www.news.liputan6.com/read/98892/razia-senjata-api-di-poso. [Akses 20 Januari 2014]

Http://www.pemilu.asia/?opt=1&s=21&id=24. [Akses: 22 November 2013]

Http://www.rifansyah12.blogspot.com/2012/12/konflik-poso.html. [Akses: 20 Januari 2014]

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Current Asia and the Centre for Humanitarian Dialogue. (2011 ). Pengelolaan Konflik di Indonesia Sebuah Analisis Konflik di Maluku, Papua dan Poso. [Online]. Tersedia: http://www.hdcentre.org. [Akses: 28 Januari 2013].

Mashad, D. dan Yustiningrum. E. (2006). Negara dan Masyarakat Dalam Resolusi Konflik Poso. [Online]. Tersedian: http: www//pustaka2.ristek.go.id//catalog…/6785.pdf. [Akses: 27 Desember 2013].

Najwan, J. (2009). Konflik antar Budaya dan antar Etnis di Indonesia serta Alternatif Penyelesainnya. Dalam Jurnal Hukum [Online], Vol Edisi

Khusus, 195-208. Tersedia:

http://www.law.uii.ac.id/…/5%20johni%20najwan.PDF. [Akses: 31 Mei 2013].

Obershall, A. 1978. Theories of Social Conflict. Dalam Annual Reviews Of Sosiology [Online]. Vol.4, 291-315. Tersedia: http://www.annualreviews.org. [Akses: 28 Januari 2013].

Pamuji, N. et al. (2008). Success Story Mekanisme Komunitas dalam Penanganan dan Pencegahan Konflik: Studi Kasus di Desa Wayame (Ambon) dan Desa

Tangkura (Poso). [Online]. Tersedia:

http://www.fes.or.id/.../download/laporan%20penelitian%2 [Akses: 20 Agustus 2013].


(1)

108

Islam dan Kristen di Poso sebenarnya tidak dibenarkan karena masing-masing agama yang sesungguhnya mengajarkan untuk saling bertoleransi antar umat beragama. Hikmah adanya konflik Poso dapat dijadikan landasan untuk lebih menanamkan nilai-nilai nasionalisme,dan kebangsaan kepada para siswa untuk saling menghargai dan menghormati perbedaan dari keanekaragaman bangsa serta agama yang di Indonesia, sehingga konflik perpecahan dapat dihindari dari awal. Adanya kebergaman yang terdiri dari suku bangsa dan agama bukan berarti memperlemah persatuan indonesia, akan tetapi dapat dijadikan alat dan keuntungan untuk mempersatukan keberagaman tersebut dalam konsep persatuan dan kesatuan Indonesia yang ber- Bhineka Tunggal Ika.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, D. ( 2007). Metodologi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: AR- RUZZ Media.

Amidhan. et al. (2005). Poso, Kekerasaan yang Tak Kunjung Usai: Refleksi 7

Tahun Konflik Poso. Jakarta: Komnas HAM.

Aragon, L.V. (2007). “Persaingan Elit di Sulawesi Tengah”, dalam Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Awaludin, H. (2009). Perdamaian Ala JK: Poso Tenang, Ambon Damai. Jakarta: Grasindo.

Bruaharja, I. (2008). Konflik Poso dan Implikasinya Terhadap Interaksi Sosial

Budaya Pasca Konflik (Uji Kaji Ketahanan Wilayah Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah). Palu: Lembaga Pengkajian dan Kebijakan

Hukum Publik.

Damanik, R. (2003). Tragedi Kemanusiaan Poso, Menggapai Surya Pagi Melalui

Kegegelapan. Poso: PBHI LPSHAM.

Ecip, S. S. Waru, D. dan Kunandar, A. Y. (2002). Rusuh Poso Rujuk Malino. Jakarta: Cahaya Timur.

Gogali, L. (2009). Konflik Poso Suara Perempuan dan Anak Menuju Rekonsiliasi

Ingatan. Yogyakarta: Galangpress.

Hasan. et al. (2004). Sejarah Poso. Yogya: Tiara Wacana.

Hasrullah. (2009). Dendam Konflik Poso. Jakarta: Gramedia.


(3)

Karnavian, M.T. (2008). Indonesian Top Secret Membongkar Konflik Poso. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Klinken, G.v. (2007). Perang Kota Kecil: Kekerasaan Komunal dan

Demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mangun, N. H. (2002). “Perempuan Tulang Punggung Ekonomi Keluarga Pasca Konflik (Kerusuhan) Poso”. Jurnal Perempuan. 24, 35-47.

Muin, H. A. (2008). Sumber-sumber Konflik di Poso dan Penanganannya Dalam

Konflik Komunal: Studi Kasus Poso 1998-2007. Tesis Magister pada

Program Magister Studi Pembangunan Alur Studi Pertahanan Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Intitut Teknologi Bandung: tidak diterbitkan.

Nasikun. (2012). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Poloma, M. M. (1994). Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawali Pers.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Purwanto, W. (2007). Menggapai Damai di Poso. Jakarta: CBM Press.

Sangiaji, A. (2003). “Pasukan terlatih dan perubahan Pola Kekerasaan di Poso”. Kompas (17 Oktober 2003).

Sangiaji, A. (2007). “Aparat Keamanan dan Kekerasaan Regional Poso”, dalam

Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Sarwono, S. R. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi


(4)

Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Penghantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Supardan, D. (2008). Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan

Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Surahman. (2007). Konflik Horisontal Dalam Penguasaan Sumber Daya Sosial:

Studi Kasus di Poso Sulawesi Tengah. Disertasi Doktor pada FPS UNPAD

Bandung: tidak diterbitkan.

Susan, N. (2010). Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

UPI. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Varma, S. P. (2001). Teori Politik Modern. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Wahid, A.Y. dan Ihsan, B. (2004). SBY dan Resolusi Konflik: Langkah-langkah

penyelesaian Konflik di Aceh, Atambua, Papua, Poso dan Sampit. Jakarta:

Relawan Bangsa.

Wijaksana, M. B. (2002). “Reruntuhan Jiwa: Trauma Perempuan Poso”. Jurnal Perempuan. 24, 49-62.

Winarti, M. dan Puspitasari, R. (2012). “Pelajaran dari Kasus Konflik di Poso

Sulawesi Tengah”, dalam Prosiding International Seminar Social Movement Historical Perpective. Bandung: Jurusan Pendidikan Sejarah

FPIPS UPI.

Sumber Internet:

Aditjondro, G. J. (2004). Kerusuhan Poso dan Morowali, Akar Permasalahan dan

Jalan Keluarnya. [Online]. Tersedia: http://www.propatria.or.id. [Akses:


(5)

BPS Kabupaten Poso.(2011). Kabupaten Poso dalam Angka 2011. [Online] Tersedia:

http://www.bapedda.posokab.go.id/data/Kabupaten%20Poso%20Dalam Angka%202011 DDA%202011.pdf. [Akses: 4 Oktober 2013].

BPS Sulawesi Tengah. (2011). Sulawesi Tengah dalam Angka 2010. [online]. Tersedia: http://www.BPS.go.id/download_file/.../72%20sulteng.PDF. [Akses: 28 April 2013].

Hendrajaya, L. et al. (2010). Ragam Konflik di Indonesia: Corak Dasar dan

Resolusinya. [Online]. Tersedia: http://www.km.ristek.go.id. [Akses: 31

Mei 2013].

Http;//www.id.m.wikipedia.org/wiki/pemilihan-umum-legislatif-indonesia-1999. [Akses: 22 November 2013].

Http://www.indonesiamatters.com/images/poso-map.jpg&imgrefurl. [Akses: 20 Oktober 2013].

Http://www.indonesiapoint.com/gifs/sulawesi-island-map.jpg&imgrefurl. [Akses: 20 Oktober 2013].

Http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=8&dn=20070127203122. [Akses: 20 Januari 2014].

Http://www.klecam-klecem.blogspot.com/2010/10/hut-tni-di-palu- diramaikan atraksi.html. [Akses: 20 Januari 2014].

Http://www.mualaf-center.blogspot.com/2013/02/jangan-lupakan- tragedi- poso.html. [Akses 20 Januari 2014].

Http://www.news.liputan6.com/read/25397/ribuan-pengungsi- poso-bertahan-di-hutan. [Akses: 20 Januari 2014]


(6)

Http://www.news.liputan6.com/read/25839/hasil-pertemuan-malino- diminta-ditindaklanjuti. [Akses: 20 Januari 2014]

Http://www.news.liputan6.com/read/98892/razia-senjata-api-di-poso. [Akses 20 Januari 2014]

Http://www.pemilu.asia/?opt=1&s=21&id=24. [Akses: 22 November 2013]

Http://www.rifansyah12.blogspot.com/2012/12/konflik-poso.html. [Akses: 20 Januari 2014]

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Current Asia and the Centre for Humanitarian Dialogue. (2011 ). Pengelolaan Konflik di Indonesia Sebuah

Analisis Konflik di Maluku, Papua dan Poso. [Online]. Tersedia:

http://www.hdcentre.org. [Akses: 28 Januari 2013].

Mashad, D. dan Yustiningrum. E. (2006). Negara dan Masyarakat Dalam

Resolusi Konflik Poso. [Online]. Tersedian: http:

www//pustaka2.ristek.go.id//catalog…/6785.pdf. [Akses: 27 Desember 2013].

Najwan, J. (2009). Konflik antar Budaya dan antar Etnis di Indonesia serta Alternatif Penyelesainnya. Dalam Jurnal Hukum [Online], Vol Edisi

Khusus, 195-208. Tersedia:

http://www.law.uii.ac.id/…/5%20johni%20najwan.PDF. [Akses: 31 Mei 2013].

Obershall, A. 1978. Theories of Social Conflict. Dalam Annual Reviews Of

Sosiology [Online]. Vol.4, 291-315. Tersedia: http://www.annualreviews.org. [Akses: 28 Januari 2013].

Pamuji, N. et al. (2008). Success Story Mekanisme Komunitas dalam Penanganan

dan Pencegahan Konflik: Studi Kasus di Desa Wayame (Ambon) dan Desa

Tangkura (Poso). [Online]. Tersedia:

http://www.fes.or.id/.../download/laporan%20penelitian%2 [Akses: 20 Agustus 2013].