PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL.

(1)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Dasar Konsentrasi Matematika

Oleh

ELI NUGRAHA NIM 1308122

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Oleh

Eli Nugraha

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Dasar

SPs UPI

© Eli Nugraha 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

ELI NUGRAHA

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN

MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL

Disetujui Dan Disahkan Oleh: Pembimbing

Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed. NIP 195802011984031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dasar

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Hj. Ernawulan Syaodih, M.Pd. NIP 196510011998022001


(4)

Eli Nugraha , 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Eli Nugraha NIM. 1308122

ABSTRAK

Kemampuan berpikir matematis pada pelajaran matematika merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam membangun daya kreatif dan inovatif siswa. Oleh karena itu untuk membangun kemampuan di atas, guru sebagai aktor di kelas harus dapat menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa, salah satunya adalah mencari strategi atau metode yang tepat sehingga kemampuan berpikir matematis siswa dapat tereksplorasi dengan baik. Penelitian ini bermaksud memperoleh sebuah bukti empiris tentang peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa SD kelas III melalui pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD kelas III di SDN Girimukti II Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut dengan sampel kelas IIIA sebagai kelas eksperimen dan kelas IIIB sebagai kelas kontrol pada tahun pelajaran 2014-2015. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen, dengan desain penelitian non equivalent control group desingn. Pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui pretes dan postes sebelum dan sesudah perlakuan. Analisis data dilakukan mulai dari penyekoran, uji normalitas, uji homogenitas serta menguji setiap hipotesis yang telah dirumuskan dengan uji t. Berdasarkan analisis data dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa: 1) Kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik daripada kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 2) Peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik daripada peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Kata Kunci : Kemampuan berpikir matematis, pembelajaran matematika realistik, dan permainan tradisional.


(5)

Eli Nugraha , 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu INCREASED ABILITY TO THINK MATHEMATICALLY

THIRD GRADE OF ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS THROUGH REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION BASED TRADITIONAL GAME

Eli Nugraha NIM. 1308122

ABSTRACT

The mathematical thinking ability in math is a component that has an important role in building creative and innovative power of students. Therefore, to build this ability, teacher as an actor in the class must be able to create meanin gful learning for students, one of which is to find the right strategy or method the mathematical thinking ability of student can be explored properly. The purpose of doing this research was to get an empirical prove about the increasing of third grade students' mathematical thinking ability through realistic mathematics education by using traditional games. The participants of this research were the third grader students of Girimukti II elementary school Cibatu region in Garut city. With third B class as a control third A class as an experiment class in the 2014-2015 academic year. The research experiment which has been used was quasi experiment with nonequivalent control group research design. The data was taken by using pretest and postest system befo re and after the treatment. The data analysis was done started from scoring, normality test, homogenical test, and tested every formulated hyphotheses with T test. Based on data analysis in this research we can conclude that : 1) the mathematical thinking ability of the students who got the realistic mathematics education method using traditional games were better than students' mathematical thinking capability who used conventional learning method, 2) the increase of students' mathematical thinking ability through traditional games with realistic mathematics education - based are better than those students who learned using conventional learning method.

Keywords : mathematical thinking ability, realistic mathematics education, and traditional games.


(6)

Eli Nugraha , 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL


(7)

Eli Nugraha , 2015

Hlm

PERNYATAAN……….………...

ABSTRAK………

KATA PENGANTAR ……….……….

UCAPAN TERIMA KASIH …..……….

DAFTAR ISI……….

DAFTAR TABEL ………

DAFTAR GAMBAR ………

DAFTAR GRAFIK …...………

i ii iv v vii ix x xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...………..……. B. Rumusan Masalah ……...……..

C. Tujuan Penelitian ………...…….

D. Manfaat Penelitian ………..……

E. Struktur Organisasi Tesis ………...…….

1 7 7 8 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Berpikir Matematis ………... B. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik/Realistic

Mathematics Education (RME) ………... 1. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik .... 2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik ... C. Teori-teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran

Matematika Realistik ... D. Permainan Tradisional ... E. Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional ... F. Penelitian yang Relevan ...

G. Hipotesis Penelitian ……….………

10 14 15 17 18 20 26 32 33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ……...….………… B. Desain Penelitian ...

C. Metode Penelitian …...………

1. Prosedur Penelitian ... D. Definisi Operasional ………...………

1. Kemampuan Berpikir Matematis ... 2. Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis

Permainan Tradisional ... 34 34 35 35 38 38 38


(8)

Eli Nugraha , 2015

2. Reliabilitas Tes ....…...……….. 3. Daya Pembeda ... 4. Indeks Kesukaran ... G. Analisis Data ... H. Pengolahan Data ... 1. Pretes ... 2. Postes ...

42 43 44 45 48 48 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ………….………..

1. Pengujian Hipotesis ………... B. Pembahasan …...……….….

1. Kemampuan Berpikir Matematis Siswa SD Kelas III .. 2. Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa SD Kelas III ... 3. Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional ...

58 58 65 65

68

77

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan ………...

B. Rekomendasi ………..

84 84

DAFTAR PUSTAKA ……….………..

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………..………

RIWAYAT HIDUP ………...

87 91 181


(9)

Eli Nugraha , 2015

DAFTAR TABEL

Tabel Hlm 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 3.16 3.17 3.18 3.19 3.20 3.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26

Desain eksperimen semu ... Kriteria penskoran tes kemampuan berpikir matematis ... Kisi-kisi untuk mengukur kemampuan berpikir matematis ... Klasifikasi koefisien validitas ... Analisis validitas uji coba tes kemampuan berpikir matematis ... Klasifikasi koefisien reliabilitas ... Klasifikasi daya pembeda ... Hasil perhitungan nilai daya pembeda tiap butir soal ... Klasifikasi indeks kesukaran ... Hasil perhitungan nilai indeks kesukaran tiap butir soal ... Kategori indeks gain (g) ... Statistik deskriftif pretes kemampuan berpikir matematis ... Uji normalitas pretes kemampuan berpikir matematis ... Uji homogenitas pretes kemampuan berpikir matematis ... Uji rerata pretes kemampuan berpikir matematis ... Statistik deskriftif postes kemampuan berpikir matematis ... Uji normalitas postes kemampuan berpikir matematis ... Uji homogenitas postes kemampuan berpikir matematis ... Statistik deskriftif skor N-Gain ... Uji normalitas N-Gain kemampuan berpikir matematis ... Uji homogenitas N-Gain kemampuan berpikir matematis ... Statistik deskriftif skor kemampuan berpikir matematis ... Hasil uji normalitas kemampuan berpikir matematis ... Hasil uji homogenitas kemampuan berpikir matematis ... Hasil pengujian rerata (uji t) kemampuan berpikir matematis ... Klasifikasi kemampuan berpikir matematis ...

34 39 40 41 42 43 44 44 45 45 46 48 49 50 51 52 53 54 55 55 56 58 59 60 62 65


(10)

Eli Nugraha , 2015

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Hlm

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 3.9 3.10

Matematisasi konseptual (Lange, 1996) ... Permainan bebencaran ... Permainan gatrik ... Permainan congklak ... Permainan bebentengan ... Permainan oray-orayan ... Permainan pecle/engkle ... Permainan galah asin ... Bagan alur penelitian ... Alur pengolahan data ...

15 23 24 25 26 28 29 31 37 47


(11)

Eli Nugraha , 2015

DAFTAR GRAFIK

Grafik Hlm

4.1 4.2

4.3

4.4

4.5 4.6

Perbedaan rata-rata skor kemampuan berpikir matematis siswa .. Peningkatan skor tiap soal kemampuan berpikir matematis siswa kelas eksperimen ... Peningkatan skor per-indikator kemampuan berpikir matematis siswa kelas eksperimen ... Pengelompokkan kelas eksperimen berdasarkan peningkatan N-Gain ... Pengelompokkan kelas kontrol berdasarkan peningkata n N-Gain Rerata N-Gain kemampuan berpikir matematis ...

66

69

70

71 72 73


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar matematika bukan hanya merupakan akumulasi pengetahuan tetapi bagaimana proses dalam berpikir untuk menerjemahkan fakta-fakta yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan standar isi mata pelajaran matematika SD, Kurikulum 2006 (KTSP) mengisyaratkan bahwa penalaran (reasoning), pemecahan masalah (problem solving) dan komunikasi (communication) merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa setelah belajar matematika. Sehingga pembelajaran matematika di sekolah dapat memberikan bekal bagi siswa dalam kehidupannya.

Berdasarkan penelitian Utari et al. (dalam Sumarmo, 2013), Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya yang dilakukan di kelas 3, 5, dan 6 Sekolah Dasar diperoleh gambaran umum bahwa proses pembelajaran matematika di Sekolah Dasar pada umumnya adalah penjelasan materi atau konsep oleh guru lalu siswa diberi beberapa soal rutin untuk dikerjakan. Turmudi (dalam Nurjannah, 2013) menjelaskan bahwa pembelajaran selama ini masih berpusat kepada guru. Menurut Armanto yang dikutip oleh Herman (2007) tradisi mengajar seperti ini merupakan karakteristik umum bagaimana guru melaksanakan pembelajaran di Indonesia. Pembelajaran matematika konvensional bercirikan berpusat pada guru, guru menjelaskan matematika melalui rnetode ceramah (chalk-and-talk), siswa pasif, pertanyaan dari siswa jarang muncul, berorientasi pada satu jawaban yang benar, dan aktivitas kelas yang sering dilakukan hanyalah mencatat atau menyalin.

Dalam pembelajaran tersebut, esensi matematika yaitu adanya proses berpikir tidaklah tampak. Siswa hanya mengerjakan soal-soal latihan berdasarkan contoh. Maka ketika ada soal baru yang menuntut siswa berpikir kreatif dan inovatif, mereka tidak bisa menyelesaikannya karena terbiasa mengerjakan soal matematika hanya dengan panduan contoh. Tidak heran jika pelajaran matematika dianggap pelajaran yang tidak menyenangkan dan sulit. Noyes (2007) dalam


(13)

bukunya yang berjudul “Rethinking School Mathematics” menyatakan bahwa

Many children are trained to do mathematical calculations rather than being educated to think mathematically”. Dalam pembelajaran matematika, banyak siswa dilatih untuk melakukan perhitungan matematika dibandingkan dengan dididik untuk berpikir matematis.

Terdapat perbedaan antara “melakukan matematika” dengan “berpikir

matematis”. Melakukan matematika (do mathematics) sebagai fokus utama

pembelajaran berbeda dengan penempatan matematika yang tidak hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai alat. Matematika bukanlah sekedar “objek belajar” atau

“ilmu tentang (a science of)”, tetapi juga sebagai “ilmu untuk” atau “a science

for” (Wijaya, 2012, hlm. 12). Dalam pembelajaran matematika dituntut bukan

hanya bisa menjawab pertanyaan atau mengerjakan soal matematika tetapi adanya proses berpikir dan pemahaman bagaimana menggunakannya untuk menyelesaikan masalah dengan berbagai bentuk penyelesaian.

Menurut Schoenfeld dalam Sabri (2009, hlm. 2) berpikir matematis adalah: ... the development of a mathematical point of view-valuing the process of mathematization and abstraction and having the predilection to apply them; and the development of competence with the tools of the trade, and using those tools in the service of the goal of understanding structure. Mengembangkan sudut pandang matematis menghargai proses matematisasi serta memiliki keinginan kuat untuk menerapkannya, dan mengembangkan kompetensi dan melengkapi diri dengan segenap perangkat, yang kemudian menggunakannya dalam waktu yang sama untuk memahami struktur pemahaman matematika. Dalam berpikir matematis terdapat dua hal penting yaitu kaitannya matematik secara horizontal yang diajarkan melalui contoh-contoh kongkrit sehingga siswa dapat membuat hubungan fakta yang ada dengan matematik. Serta kaitannya secara vertikal, dimana siswa harus dapat menarik kesimpulan atau pemahaman dari proses matematisasi dalam bentuk bahasa matematika serta dapat mengaplikasikan baik untuk pelajaran matematika itu sendiri maupun pelajaran lainnya. Hal ini selaras dengan pendapat Bruner bahwa belajar matematika memiliki tiga fase yaitu enaktif, ekonik, dan simbolik. Mulai dari pengenalan benda secara kongkrit hingga penggunaan simbol dalam pembelajaran


(14)

matematika.

Fakta lain yang berkembang di Sekolah Dasar dalam pembelajaran matematika kebanyakan menggunakan aspek produk matematika (rumus) bukan aspek sifat dan prinsip matematika. Fokus pada produk matematika saja tanpa memperhatikan aspek sifat dan prinsip matematika akan menyulitkan guru sebagai pendidik untuk membangun kemampuan berpikir matematis. Kemampuan berpikir matematis akan mudah dibangun jika memberikan penekanan pada sifat dan prinsip matematika, misalnya pola dan hubungan.

Menurut Saenz (dalam Wijaya, 2012, hlm. 12), ada tiga macam pengetahuan dalam matematika, yaitu pengetahuan prosedural, pengetahuan konseptual, dan pengetahuan kontekstual. Pengetahuan konseptual terkait dengan konsep matematika. Pengetahuan ini harus dikuasai siswa secara bermakna. Pengetahuan konseptual membangun suatu sistem kognitif yang dibutuhkan untuk mengeksekusi algoritma secara benar. Sementara pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan tentang bagaimana melakukan suatu prosedur matematika atau algoritma. Pengetahuan prosedural memiliki kontribusi dalam memahami objek matematika.

Berbeda dengan kedua pengetahuan tersebut, pengetahuan kontekstual berkaitan dengan kemampuan dalam memahami masalah kontekstual yang mencakup kemampuan dalam mengidentifikasi konsep matematika dalam masalah kontekstual, melakukan pemodelan masalah, menyelesaikan masalah secara matematis, sampai mampu menerjemahkan solusi matematis ke dalam solusi real sesuai dengan konteks masalah nyata. Pengembangan kemampuan berpikir matematis memerlukan penekanan pada pengetahuan konseptual dan kontekstual.

Pengetahuan konseptual dan kontekstual inilah yang jarang ditemukan dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar, dimana pembelajaran diawali dengan penjelasan guru atau pemaparan rumus dan diikuti dengan pengerjaan soal-soal latihan. Hal tersebut memang dapat memenuhi pengetahuan prosedural siswa, tetapi kemampuan mencari dan mengeksplorasi pola, kemampuan menggunakan fakta-fakta yang tersedia, kemampuan membuat ide-ide matematik


(15)

secara bermakna, kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan matematika lainnya tidaklah terpenuhi.

Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila hasil penilaian dari TIMSS yang mengkaji literasi siswa Indonesia dalam matematika seperti dinyatakan oleh Herman (2007) kurang dapat dibanggakan. Hasil Trends in International Mathematics and Science Studies (TIMSS) 2011, menernpatkan nilai rata-rata matematika siswa kelas VIII hanya 386 dan menempati urutan ke-38 dari 42 negara. Di bawah Indonesia ada Suriah, Maroko, Oman dan Ghana. Negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura, berada di atas Indonesia. Singapura bahkan di urutan kedua dengan nilai rata-rata 611. Nilai ini secara statistik tidak berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata Korea, 613 di urutan pertama dan nilai rata-rata Taiwan, 609, di urutan ketiga. Rendahnya kemampuan siswa-siswa Indonesia pada mata pelajaran matematika tercermin juga dalam Program for International Student Assessment (PISA) yang mengukur kecakapan anak-anak berusia 15 tahun dalam mengimplementasikan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalah- masalah dunia nyata.

Menurut Mullis et al. (Suryadi, 2012, hlm. 3) ranah kognitif dalam soal-soal yang dikembangkan TIMSS yakni pengetahuan tentang fakta dan prosedur, penerapan konsep, panyelesaian masalah rutin, dan penalaran. Dan hal ini merupakan tujuan pembelajaran di Indonesia yaitu “membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.” (KTSP, 2006).

Mengingat pentingnya tujuan pembelajaran matematika dalam pembentukan kemampuan berpikir matematika tersebut, prestasi siswa Indonesia di tingkat internasional yang kurang membanggakan dan proses pembelajaran matematika di Sekolah Dasar serta esensi matematika itu sendiri, sangat diperlukan adanya perubahan dalam proses pembelajaran matematika di Sekolah Dasar. Kemampuan berpikir matematis yang sering kali terlupakan padahal hal itulah yang menjadi inti tujuan pembelajaran matematika hendaknya menjadi fokus utama dalam


(16)

pembelajaran matematika. Sehingga matematika tidak menjadi pelajaran yang menakutkan dan sulit karena dalam proses berpikir matematis potensi-potensi siswa dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Sesuai pernyataan Suryadi dalam Strategi Pengembangan Berpikir Matematik yaitu strategi dalam mengungkap metoda penyelesaian yang digunakan siswa (mengungkap), strategi guru dalam upaya mendorong peningkatan pemahaman konsep atau masalah yang dihadapi (mendorong), dan strategi dalam mengembangkan daya berpikir matematik siswa (mengembangkan).

Mengingat tujuan pendidikan nasional serta tujuan pembelajaran yang kurang sesuai dengan kenyataan praktek pembelajaran di sekolah, perlu adanya sebuah pembelajaran langsung dan alamiah. Siswa belajar secara langsung dan dalam lingkungan alamiah, sehingga siswa lebih berpikir aktif, kritis dan kreatif dengan berbekal pengetahuan yang telah dimilikinya. Pembelajaran pada abad 21 hendaknya terdapat unsur learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.

Salah satu pembelajaran yang dapat menjembatani pengolahan potensi siswa dengan tujuan pembelajaran matematika untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif adalah pembelajaran matematika realistik. Teori pembelajaran matematika realistik sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual. Namun, baik pendekatan konstruktivis maupun pembelajaran kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sementara teori pembelajaran matematika realistik adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.

Pembelajaran matematika realistik merupakan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui kegiatan matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Pembelajaran matematika realistik ini merupakan pembelajaran yang menyenangkan karena bersumber dari kehidupan nyata sekitar siswa.

Berdasarkan hal tersebut, adanya proses pembelajaran matematika yang bisa mengembangkan proses berpikir matematis serta pembelajaran yang


(17)

menyenangkan bagi siswa adalah faktor yang sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah. Sebuah pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Hal yang paling dekat dengan dunia siswa adalah dunia bermain. Menurut Christie (dalam Musthafa, 2008) bermain merupakan prasyarat bagi berkembangnya berpikir logis, abstrak, kemampuan unik manusia yang memampukannya melakukan pemikiran tingkat tinggi seperti operasi kognitif untuk belajar ilmu pengetahuan alam, matematika dan pembentukan konsep lainnya dalam semua bidang pengetahuan. Mereka akan senang bila mendapat pengalaman belajar dari hal yang mereka ketahui yaitu permainan anak-anak. Permainan anak-anak yang edukatif dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna sampai akhir hayatnya. Musthafa (2008) mengutip Bruner (1983) bahwa bermain adalah bagian tak terpisahkan dari masa kanak-kanak dan menurut Daiute (dalam Musthafa, 2008) dalam bermain merupakan alat bagi anak-anak untuk memahami dan mempelajari dunia mereka, mengenal dunia di dalam dan di luar dirinya. Bermain sangat penting untuk perkembangan anak. Dengan bermain mereka dapat mengembangkan emosi, fisik, dan pertumbuhan kognitifnya. Bermain adalah cara bagi anak untuk belajar mengenai tubuh mereka dan dunia ini, dan pada saat itulah mereka akan menggunakan kelima indra yang dimilikinya. Dengan mengeksplorasi hal-hal yang ada disekitarnya inilah otak anak akan berkembang. Dengan bermain mereka mengembangkan imajinasi, skill, kemandirian, kreativitas, dan kemampuan bersosialisasi.

Banyak permainan yang berkembang saat ini, mulai dari permainan di dalam ruangan sampai permainan di luar ruangan. Mengingat banyaknya permainan yang berkembang saat ini, perlu adanya pemilihan permainan anak yang tepat. Permainan yang berasal dari lingkungannya sendiri merupakan permainan yang mudah dikenal serta bermanfaat dalam pembelajaran matematika. Permainan yang berasal dari lingkungan sendiri dan bersumber dari budaya setempat dikenal dengan permainan tradisional. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakanlah permainan tradisional dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematika siswa. Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan maka judul


(18)

penelitian ini adalah “Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa SD Kelas III melalui Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional”.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari permasalahan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa SD Kelas III Melalui Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional adalah

“Bagaimana peningkatan hasil kemampuan berpikir matematis antara siswa kelas III yang menerapkan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan yang tidak menerapkan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional”.

Secara rinci permasalahan di atas dapat dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan berpikir matematis antara siswa yang belajar dengan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan membuktikan keefektifan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa kelas III SD Negeri Girimukti Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut. Secara khusus penelitian bertujuan untuk:


(19)

pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi semua pihak, temtama guru, siswa dan para peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Manfaat penelitian tentang Peningkatan Kemampuan Berpikir Matematis Siswa SD Kelas III Melalui Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Permainan Tradisional, adalah sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi positif pada pengembangan pembelajaran matematika yang sesuai untuk siswa kelas rendah.

2. Sebagai salah satu solusi peningkatan kualitas pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru untuk mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran matematika.

3. Memberikan pembelajaran secara langsung bagi guru tentang pembelajaran matematika berbasis permainan tradisional serta memberikan dorongan untuk melaksanakan penelitian lagi dengan pembelajaran-pembelajaran matematika yang lain.

4. Meningkatkan kemampuan matematis siswa serta meningkatkan pengetahuan siswa tentang penggunaan permainan tradisional dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat berperan aktif dan kreatif serta logis dalam pembelajaran matematika.

5. Sebagai rujukan untuk pembelajaran matematika yang berbasis permainan tradisional dalam rangka melestarikan budaya bangsa.

E. Struktur Organisasi Tesis


(20)

membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis.

BAB II terdiri dari kajian pustaka yang membahas tentang kemampuan berpikir matematis, pembelajaran matematika realistik/Realistic Mathematics Education (RME), teori-teori belajar yang mendukung pembelajaran matematika realistik, permainan tradisional, pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional, penelitian yang relevan, dan hipotesis penelitian.

BAB III terdiri dari metode penelitian yang membahas lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen, teknik analisis data, analisis data dan juga pengolahan data tentang hasil pretes serta hasil postes.

BAB IV terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Hasil penelitian memaparkan secara rinci tentang pengujian hipotesis. Sedangkan pembahasan memaparkan secara rinci tentang kemampuan berpikir matematis siswa SD kelas III, peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa SD kelas III, dan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Lokasi penelitian adalah di SD Negeri Girimukti II Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut dan subjek penelitian adalah siswa kelas III. Berdasarkan diskusi dengan guru wali kelas masing-masing maka ditarik kesimpulan bahwa kelas yang akan dijadikan subjek penelitian adalah kelas IIIA sebagai kelas eksperimen dan kelas IIIB sebagai kelas kontrol. Adapun pertimbangan memilih SD Negeri Girimukti II sebagai tempat penelitian karena merupakan tempat peneliti bertugas.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent control group desingn. Rancangan ini terdiri dan dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberikan pretes terlebih dahulu, selanjumya dua kelas tersebut diberikan dua perlakuan yang berbeda, pada kelas eksperimen siswa mendapatkan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional, sedangkan kelas kontrol siswa tidak mendapatkan model pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional, yaitu dimana guru cenderung menggunakan metode ceramah disertai tanya jawab, pemberian tugas tertulis, dan memberikan contoh-contoh penyelesaian soal serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa. Setelah kelompok eksperimen diberi perlakuan maka kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) diberikan postest untuk melihat efek dari perlakuan (memberikan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional) pada kelompok eksperimen.

Table 3.1

Desain Eksperimen Semu

Kelompok Pretest Treatment Posttest

Eksperimen O1 X O2


(22)

Keterangan:

O = Pretest-Posttest kemampuan berpikir matematik

X = Perlakuan pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional

C. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono, 2011, hlm. 2). Tujuan dalam penelitian ini seperti tertuang pada Bab I adalah untuk menjaring data tentang kemampuan berpikir matematis siswa kelas III Sekolah Dasar dengan adanya perlakuan berupa pembelajaran matematika realistik berbasis pembelajaran tradisional.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu atau kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. Pertimbangan penggunaan desain ini adalah karena dalam penelitian ini kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2011, hlm. 79), selain itu sulit sekali menemukan kelas yang memiliki karakteristik yang sama persis.

Penelitian kuasi eksperimen dilaksanakan dengan maksud untuk mempelajari sesuatu dengan mengubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lain, selain itu karena penelitian ini akan menjelaskan apakah suatu intervensi atau perlakuan mempengaruhi suatu kelompok sebagai lawan ke kelompok lain. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan berpikir matematis siswa kelas III Sekolah Dasar yang menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional.

1. Prosedur Penelitian a. Tahap Persiapan

1) Melakukan kajian kurikulum, mengidentifikasi kompetensi dasar dan konsep yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional.


(23)

2) Mendesain pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional yang dilengkapi dengan rencana pembelajaran dan sumber belajar.

3) Menyusun instrumen berupa tes yang akan digunakan sebagai pretes dan postes, untuk menguji kemampuan berpikir matematis keterampilan menggunakan tes tertulis, kemudian diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran serta daya pembedanya.

4) Instrumen yang telah dibuat dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pembimbing sebagai validitas eksternal instrumen penelitian.

5) Peneliti melakukan persiapan pembelajaran bersama guru dengan berdiskusi, simulasi, untuk memperlancar pelaksanaan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Melakukan pretes untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.

2) Pemberian pretes untuk mengetahui kemampuan berpikir matematis yang dimiliki siswa sebelum perlakuan dilaksanakan.

3) Melaksanakan penelitian, yakni penerapan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional pada kelas eksperimen. Pada kelas kontrol pembelajaran dilaksanakan tanpa menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional/pembelajaran konvensional.

4) Melaksanakan tes akhir untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir matematis pada kedua kelas.


(24)

Alur penelitian yang dilaksanakan, digambarkan seperti di bawah ini,

Gambar 3.9 Bagan Alur Penelitian

Studi pendahuluan

Identifikasi Masalah

Kajian Literatur

Menyusun Hipotesis

Pembuatan Instrumen RPP/test/observasi

Diskusi dengan Guru Uji Coba Instrumen

Pretest

Kelas Eksperimen (Penerapan Pembelajaran M atematika Realistik Berbasis

Permainan Tradisional)

Kelas Kontrol (Penerapan Pembelajaran

Konvensional)

Posttest

Analisis data dan pembahasan

Kesimpulan Menentukan Desain


(25)

D. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran maka istilah-istilah operasional dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemampuan Berpikir Matematis

Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir matematika didefinisikan sebagai berbagai potensi yang telah ada maupun baru yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam konteks matematika itu sendiri maupun konteks umum/kehidupan nyata.

Indikator kemampuan berpikir matematis yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika realistik adalah memahami masalah kontekstual yang mencakup kemampuan dalam mengidentifikasi konsep matematika dalam masalah kontekstual, melakukan pemodelan masalah, menyelesaikan masalah secara matematis, sampai mampu menerjemahkan solusi matematis ke dalam solusi real sesuai dengan konteks masalah nyata.

Indikator berpikir matematik menurut Henningsen dan Stein (dalam Suryadi, 2012, hlm. 21) :

a. Kemampuan mencari dan mengeksplorasi pola untuk memahami struktur matematik serta hubungan yang mendasarinya;

b. Kemampuan menggunakan fakta-fakta yang tersedia secara efektif dan tepat untuk memformulasikan serta menyelesaikan masalah;

c. Kemampuan membuat ide-ide matematik secara bermakna;

d. Kemampuan berpikir dan bernalar secara fleksibel melalui penyusunan konjektur, generalisasi, dan jastifikasi; serta

e. Kemampuan menetapkan bahwa suatu hasil pemecahan masalah bersifat masuk akal atau logis.

2. Pembelajaran Matematika Realistik Berbasis Pe rmainan Tradisional

Pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang nyata bagi siswa, menekankan pada keterampilan procces of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri strategi atau cara penyelesaian masalah dan pada akhirnya mengunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah secara individu maupun kelompok.

Sedangkan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran dalam


(26)

permainan tradisional edukatif yang telah dimodifikasi agar sesuai untuk dijadikan proses pembelajaran, sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan melalui langkah-langkah pembelajaran matematika realistik.

E. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Instrumen merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011, hlm. 102). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berupa instrumen kemampuan berpikir matematis. Instrumen tes kemampuan berpikir matematis terlebih dahulu dikonsultasikan kemudian dijuggement oleh ahli. Soal tes yang digunakan adalah tes kemampuan berpikir matematis yang bermuatan indikator untuk mengukur kemampuan berpikir matematis yang diberikan pada awal dan akhir penelitian bagi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Soal tes dapat dilihat selengkapnya pada lampiran.

Menurut Arikunto (2010, hlm. 14) tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian, jawaban yang diperoleh selalu beragam dari siswa, oleh karena itu penentuan skor tiap butir soal sangat menentukan dalam pengolahan analisis data.

Tabel 3.2

Kriteria Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Matematis

Kemampuan Berpikir Matematis Keterangan Rendah Sedang Tinggi Soal terdiri dari 5

kemampuan berpikir matematis dengan bobot nilai 6 1 – 10 11 – 20 21 – 30


(27)

Tabel 3.3

Kisi-kisi Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Matematis

Menurut Henningsen dan Stein (dalam Suryadi, 2012, hlm. 21):

No Kemampuan Berpikir Matematis Indikator yang diukur Siswa dapat:

1

Kemampuan mencari dan

mengeksplorasi pola untuk memahami struktur matematik

serta hubungan yang

mendasarinya;

Mengidentifikasi

matematika dalam konteks umum.

2

Kemampuan menggunakan fakta-fakta yang tersedia secara efektif dan tepat untuk memformulasikan serta menyelesaikan masalah;

Menemukan aspek-aspek serupa dalam masalah yang berbeda.

3 Kemampuan menggunakan ide-ide matematik secara bermakna;

Mempresentasikan konteks dalam aturan atau rumus.

4

Kemampuan berpikir dan bernalar secara fleksibel melalui

penyusunan konjektur,

generalisasai, dan jastifikasi;

Mencari keteraturan dalam hubungan.

5

Kemampuan menetapkan bahwa suatu hasil pemecahan masalah bersifat masuk akal atau logis.

Merumuskan masalah nyata dalam bahasa matematika.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Langkah pertama dalam pengembangan instumen adalah penyusunan soal berdasarkan kisi-kisi dan membuat kunci jawabannya, kemudian mengkonsultasikannya kepada dosen pembimbing. Soal-soal kemampuan berpikir matematik dikonsultasikan terlebih dahulu kemudian dijudgement oleh ahli. Kemudian instrumen ini diujicobakan kepada siswa. Instrumen ini diujicobakan terlebih dahulu agar diperoleh instrumen yang reliabel dan valid.

1. Validitas Tes

Mutu penelitian terutama dinilai dari validitas hasil yang diperoleh. Validitas penelitian berada pada suatu garis kontinum yang terbentang dari mulai yang tidak valid sampai yang sangat valid (shahih). Validitas suatu alat evaluasi adalah ketepatan alat evaluasi tersebut sebagai alat ukur kemampuan siswa. Suatu alat evaluasi disebut valid (absyah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Ujicoba instrumen kemampuan


(28)

berpikir matematis siswa dilakukan pada kelas IV sebanyak 30 siswa yang dilakukan pada hari Senin tanggal 23 Maret 2015. Ujicoba dilakukan untuk melihat validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda dan indeks kesukaran. Data hasil ujicoba diolah dengan menggunakan program Anates Versi 4.

Penentuan tingkat validitas isi soal dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara alat evaluasi yang digunakan dengan alat ukur lain yang telah dilaksanakan dan diasumsikan meiniliki validitas yang tinggi.

Untuk menguji validitas setiap butir soal digunakan rumus korelasi produk moment memakai angka kasar (raw-score) (Suherman dan Sukjaya, 1990, hlm. 154)

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan :

: koofisien korelasi antara variable X dan Y �X : jumlah skor uji coba

�Y : jumlah skor ulangan harian N : banyaknya siswa uji coba

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien validitas

( ) Interpretasi

0,80 < ≤ 1,00 validitas sangat baik (sangat tinggi) 0,60 < ≤ 0,80 validitas baik (tinggi) 0,40 < ≤ 0,60 validitas cukup (sedang) 0,20 < ≤ 0,40 validitas rendah (jelek) 0,00 < ≤ 0,20 validitas sangat rendah

≤ 0,00 tidak valid

Setelah melakukan uji coba soal terhadap kelas IV, hasil uji coba tersebut diolah dengan program Anates V4. Berdasarkan perhitungan program Anates V4 tersebut, diperoleh koefisien validitas untuk masing-masing butir soal kemampuan berpikir matematis seperti dapat dilihat selengkapnya pada lampiran, dan kesimpulannya dapat dilihat pada tabel berikut:


(29)

Tabel 3.5

Analisis Validitas Uji Coba Tes Kemampuan Berpikir Matematis

No Korelasi Sign Korelasi Interpretasi Keterangan 1 0,558 Sangat mudah Signifikan Digunakan 2 0,648 Sedang Sangat signifikan Digunakan 3 0,517 Sedang Signifikan Digunakan 4 0,499 Sedang Signifikan Digunakan 5 0,526 Sedang Signifikan Digunakan 6 0,550 Mudah Signifikan Digunakan 7 0,512 Mudah Signifikan Digunakan 8 0,536 Mudah Signifikan Digunakan 9 0,538 Sedang Signifikan Digunakan 10 0,677 Mudah Sangat signifikan Digunakan 11 0,622 Sedang Sangat signifikan Digunakan 12 0,816 Sedang Sangat signifikan Digunakan 13 0,680 Sedang Sangat signifikan Digunakan

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas suatu instrumen adalah ketetapan (ajeg) atau kekonsistenan instrumen tersebut. Apabila instrumen tersebut diberikan kepada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, pada waktu yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang sama atau relatif sama. Menurut Arikunto (2013, hlm. 35), untuk menentukan koefisien reliabilitas tes yang berbentuk uraian digunakan rumus Alpha-Cronbach sebagai berikut:

r11 =

Keterangan:

r11 : Koefisien reliabilitas

n : Banyak butir soal (item)

� : Jumlah varians skor setiap item : Varians skor total

Untuk mencari varians digunakan rumus:

=

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang dibuat oleh J.P Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990, hlm. 177) sebagai berikut:


(30)

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas ( ) Interpretasi 0,80 < ≤ 1,00 reliabilitas sangat tinggi 0,60 < ≤ 0,80 reliabilitas tinggi 0,40 < ≤ 0,60 reliabilitas sedang 0,20 < ≤ 0,40 reliabilitas rendah

≤ 0,20 reliabilitas sangat rendah

Dari hasil perhitungan dan hasil analisis soal kemampuan berpikir matematis dengan menggunakan Anates V4, diperoleh rata-rata = 20,23, simpangan baku = 5,72, korelasi XY = 0,87 dan hasil reliabilitas tes = 0,93. Berdasarkan klasifikasi pada tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa soal tipe uraian dalam instrumen penelitian ini diinterpretasikan sebagai soal yang reliabilitasnya sangat tinggi.

3. Daya Pembeda

Daya pembeda (DP) dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan testi yang tidak bisa menjawab soal tersebut (testi yang menjawab salah). Pengertian tersebut didasarkan pada asumsi Galton bahwa suatu perangkat alat tes yang baik harus bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata, dan yang kurang pandai, karena dalam suatu kelas biasanya terdiri dari tiga kelompok tersebut. Sehingga hasil evaluasinya tidak baik semua atau sebaliknya. Rumus untuk menentukan daya pembeda menurut Suherman (2003, hlm. 43) adalah:

DP = ̅̅̅̅ ̅̅̅̅ Keterangan :

DP : Indeks Kesukaran

̅ : Rata-rata skor siswa kelas atas ̅ : Rata-rata skor siswa kelas bawah b : Skor maksimum tiap butir soal


(31)

Suherman (2003, hlm. 161) adalah:

Tabel 3.7

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda (DP) Interpretasi DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

Dari hasil perhitungan, diperoleh daya pembeda tiap butir soal yang disajikan dalam berikut:

Tabel 3.8

Hasil Perhitungan Nilai Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No Butir Soal Daya Pembeda Tafsiran

1 0,700 Baik

2 0,571 Baik

3 0,500 Baik

4 0,906 Sangat Baik

5 0,428 Baik

6 0,943 Sangat Baik

7 0,850 Sangat Baik

8 0,575 Baik

9 0,428 Baik

10 0,642 Baik

11 0,785 Sangat Baik

12 0,785 Sangat Baik

13 0,392 Cukup

4. Indeks Kesukaran

Soal yang baik adalah yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, juga soal yang baik akan menghasilkan skor yang berdistribusi normal. Untuk menghitung indeks kesukaran menggunakan rumus indeks kesukaran menurut Suherman (2003, hlm.43) sebagai berikut:

IK = ̅ Keterangan :

IK : Indeks Kesukaran

̅ : Skor rata-rata kelompok atas dan kelompok bawah : Bobot


(32)

Untuk menetukan kriteria dari indeks kesukaran soal maka dilihat dari nilai klasifikasi soal tersebut. Klasifikasi indeks kesukaran butir soal menurut Suherman (2003, hlm. 170) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Koefisien Reliabilitas ( ) Interpretasi IK = 1,00 Soal terlalu mudah 0,70 < IK ≤ 1,00 Soal mudah 0,30 < IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

Dari hasil perhitungan, diperoleh indeks kesukaran tiap butir soal yang disajikan sebagai berikut:

Tabel 3.10

Hasil Perhitungan Nilai Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No Butir Soal Indeks Kesukaran Tafsiran

1 0,875 Mudah

2 0,500 Sedang

3 0,438 Sedang

4 0,625 Sedang

5 0,667 Sedang

6 0,828 Mudah

7 0,813 Mudah

8 0,781 Mudah

9 0,563 Sedang

10 0,719 Mudah

11 0,688 Sedang

12 0,531 Sedang

13 0,625 Sedang

G. Analisis Data

Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa, sehingga data primer hasil tes sebelum dan sesudah penerapan perlakuan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dianalisa dengan cara membandingkan skor pretes dan postest. Perbandingan ini dinyatakan dengan nilai gain-nya.

Meltzer (dalam Saadah, 2012) mengembangkan sebuah alternatif untuk menjelaskan gain yang ternormalisasi. Menghitung gain yang ternormalisasi


(33)

dengan rumus:

Indeks gain (g) =

Tabel 3.11

Kategori Indeks Gain (g)

Interval Kategori

g ≥ 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ˂ 0,7 Sedang

g ˂ 0,3 Rendah

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H0 : µ1 (eksperimen) = µ2 (kontrol)

H1 : µ1 (eksperimen) µ2 (kontrol)

Hipotesis 1:

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir matematis siswa yang

belajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir matematis siswa yang belajar

dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Hipotesis 2:

H0 : Tidak terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir matematis

siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

H1 : Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa

yang belajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Untuk menguji hipotesis 1 dan 2 digunakan uji perbedaan dua rata-rata (uji-t) dengan taraf signifikansi α = 0,05 dan H0 diterima jika thitung ttabel.


(34)

1. Menghitung rata-rata hasil skor pretes dan postes. 2. Membuat deskripsi statistik hasil pretes dan postes. 3. Menguji normalitas data skor pretes dan postes.

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : sebaran data berdistribusi normal,

H1 : sebaran data tidak berdistribusi normal.

4. Menguji homogenitas varian.

Uji homogenitas varian digunakan untuk menguji kesamaan varian dari skor pretes, postes, dan gain pada kedua kelompok (kelompok kontrol dan kelompok eksperimen) untuk kemampuan berpikir matematis. Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah:

Hipotesis:

H0: σ = σ varian kelompok eksperimen sama dengan varian

kelompok kontrol.

H0: σ ≠σ varian kelompok eksperimen tidak sama dengan varian

kelompok kontrol. Kriteria uji homogenitas adalah:

Hipotesis nol diterima jika p-value ≥ 0,05 Hipotesis nol ditolak jika p-value 0,05 5. Menghitung hipotesis dengan uji-t.

Prosedur pengolahan data tersebut dapat dilihat dalam bentuk bagan sebagai berikut:


(35)

Gambar 3.10 Alur Pengolahan Data

Penganalisaan data dilakukan mulai dari penyekoran data, kemudian skor data diuji normalitasnya menggunakan analisis SPSS V18.0 dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian terima H0 jika Asymp

(2-tailed) α, sedangkan yang lainnya tolak H0 pada taraf signifikansi α = 0,05.

Analisis data dilanjutkan dengan pengujian homogenitas menggunakan uji Levene. Kriteria pengujian terima H0 jika Asymp (2-tailed) α, pada taraf

signifikansi α = 0,05. Jika data tidak berdistribusi normal maka pengujian

selanjutnya adalah menggunakan uji non-parametrik dengan Mann-Whitney pada SPSS V18.0.

Skor data yang dinyatakan homogen (α 0,05) dapat dilanjutkan dengan uji kesamaan rata-rata yaitu uji t, dengan kriteria pengujian terima H0 jika

Asymp (2-tailed) α, sedangkan yang lainnya tolak H0 pada taraf signifikansi

α=0,05 tetapi bila data tidak homogen maka uji perbedaan skor dilakukan pada

t’.

H. Pengolahan Data 1. Pretes

Dalam pelaksanaan pretes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh jawaban pretes atas tes kemampuan berpikir matematis, dengan soal yang memuat indikator-indikator kemampuan berpikir matematis menurut

Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov / K-S

Uji Homogenitas Uji Levene

Uji t Uji t'

Uji Non-parametrik Mann Whitney

T idak

T idak Ya


(36)

Henningsen dan Stein dalam Suryadi (2012, hlm. 21).

Pretes dilaksanakan pada hari Sabtu 4 April 2015 di kelas IIIA dan IIIB di SDN Girimukti II Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut. Hasil pretes dari kedua kelas kemudian diolah dengan menggunakan sistem penyekoran kemampuan berpikir matematis siswa yang telah ditentukan oleh peneliti menggunakan SPSS

Version 18.0 dengan hasil seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3.12

Statistik Deskriftif Pretes Kemampuan Berpikir Matematis

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PretesKE 21 6,00 24,00 16,0476 4,94445

PretesKK 20 4,00 23,00 16,1000 4,32739

Valid N (listwise) 20

Berdasarkan pengolahan data tersebut, dapat diketahui bahwa hasil pretes kelas eksperimen dengan kelas kontrol hampir sama. Hasil kelas kontrol memiliki rata-rata 0,018 lebih besar dari kelas eksperimen, dimana kelas eksperimen mendapatkan rata-rata nilai akhir sebesar 5,35 sedangkan rata-rata nilai akhir kelas kontrol 5,37 (terlampir). Rata-rata skor pretes kemampuan berpikir matematis siswa di kelas eksperimen yaitu 16,0476, sedangkan rata-rata skor pretes siswa di kelas kontrol yaitu 16,1000. Perbedaan rata-rata skor siswa kelas eksperimen adalah 0,0524 lebih besar rata-rata siswa kelas kontrol.

Untuk penyebaran, rata-rata yang diperoleh kelas eksperimen lebih menyebar daripada kelas kontrol karena simpangan baku (standar deviasi) kelas eksperimen lebih besar 0,61711 daripada kelompok kontrol. Simpangan baku yang diperoleh kelompok eksperimen adalah 4,94445, sedangkan kelompok kontrol 4,32739.

Sebelum melakukan analisis data mengenai kemampuan berpikir matematis siswa kelas III, data yang diperoleh harus dinyatakan berdistribusi normal dan homogen. Maka dilakukan pengujian prasyarat analisis dalam penelitian yaitu uji normalitas, uji homogenitas data dan uji hipotesis dengan menggunakan prosedur statistik. Pengolahan data ini menggunakan SPSS Version 18.0 for Windows. Hasil pengujian normalitas disajikan pada tabel berikut:


(37)

Uji Normalitas Pretes Kemampuan Berpikir Matematis

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

PretesKE ,127 20 ,885 ,961 20 ,561

PretesKK ,232 20 ,230 ,920 20 ,097

a. Lilliefors Significance Correction

Keterangan:

H0 = data atau sampel berdistribusi normal

H1 = data atau sampel berdistribusi tidak normal

Berdasarkan tabel 3.13 dapat dilihat nilai signifikansi (p-value) untuk kelas eksperimen dengan taraf signifikansi α = 0,05 menunjukkan signifikansi sebesar 0,885. Karena (p-value) ≥ 0,05 maka H0 diterima. Artinya, skor pretes

kemampuan berpikir matematis siswa kelas III Sekolah Dasar untuk kelompok eksperimen berdistribusi normal. Begitu pula nilai signifikansi (p-value) untuk kelas kontrol sebesar 0,230 ≥ 0,05 maka H0 diterima. Artinya, skor pretes

kemampuan berpikir matematis siswa kelas III sekolah dasar untuk kelompok kontrol berdistribusi normal. Sehingga skor pretes kemampuan berpikir matematis siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama berdistribusi normal.

Langkah selanjutnya dalam uji prasyarat data adalah menentukan kehomogenan data tersebut. Homogen maksudnya kesamaan beberapa bagian sampel, yakni seragam tidaknya variansi sampel-sampel yang diambil dan siswa kelas III (Arikunto, 2010, hlm. 364).

Dengan langkah-langkah Analyze-Descriptive Statistics-Explore pada SPSS 18 maka dihasilkan uji homogenitas pretes kemampuan berpikir matematis siswa sebagai berikut:

Tabel 3.14

Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Berpikir Matematis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Pretes 1.343 1 39 .254

Keterangan:


(38)

H1 = data atau sampel tidak memiliki kesamaan varians/ tidak homogen

Berdasarkan tabel 3.14 nilai signifikansi (p-value) hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,254 ≥ 0,05 maka H0 diterima. Berdasarkan

hal tersebut, skor pretes kemampuan berpikir matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

Berdasarkan pengolahan data pretes melalui SPSS Version 18.0 for Windows diperoleh data hasil pretes kemampuan berpikir matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol yang berdistribusi normal dan homogen., maka pengolahan data dilanjutkan dengan uji perbedaan rata-rata pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan uji t.

H0 : Tidak terdapat perbedaan rerata skor prestes kemampuan berpikir

matematis siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

H1 : Terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan berpikir matematis

siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

Kriteria pengujian antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan taraf signifikansi α = 0,05,

a. Jika nilai signifikansi (P-value) ≥α maka maka H0 diterima atau H1 ditolak

b. Jika nilai signifikansi (P-value) maka maka H0 ditolak atau H1 diterima

Hasil pengolahan data uji perbedaan dua rata-rata (uji t) menggunakan program SPSS 18.0 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.15

Uji Rerata Pretes Kemampuan Berpikir Matematis

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper


(39)

Pretest Kelas Eksperimen dengan Kontrol

Equal variances assumed

1,336 ,255 -,037 39 ,971 -,01798 ,48469 -,99836 ,96241

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa nilai uji homogenitas Levene’s test diperoleh nilai Signifikansi (p-value) 0,255 > 0,05 artinya data homogen. Dengan demikian digunakan hasil uji t untuk data homogen (Equal Variances Assumed). Hasil uji t pretes kelas eksperimen dan kontrol diperoleh nilai thitung sebesar -0,037

dengan nilai Signifikansi (p-value) yaitu 0,971 > 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir matematis siswa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa tidak berbeda, sehingga pemilihan kelas ekperimen dan kelas kontrol layak untuk dibandingkan.

2. Postes

Postes dilaksanakan pada hari Senin 27 April 2015 di kelas IIIA dan IIIB di SDN Girimukti II Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut setelah pertemuan keempat perlakuan (treatment) di kelas eksperimen selesai dilaksanakan. Hasil pelaksanaan postes diolah dengan menggunakan sistem penyekoran kemampuan berpikir matematis yang telah ditentukan oleh peneliti sebelumnya dengan menggunakan SPSS 18.0.

Berikut merupakan statistik deskriftif postes kemampuan berpikir matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Tabel 3.16

Statistik Deskriptif Skor Postes Kemampuan Berpikir Matematis

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PostesKE 21 11,00 29,00 22,0476 4,71674

PostesKK 20 7,00 26,00 19,0500 4,64644

Valid N (listwise) 20

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 6,00 dari skor rata-rata pretes 16,0475 menjadi 22,0476 pada saat postes. Kelompok kontrol hanya


(40)

mengalami peningkatan sebesar 2,95 dengan rata-rata skor pada saat pretes kemampuan berpikir matematis sebesar 16,10 dan rata-rata skor postes sebesar 19,05. Hasil postes kelas eksperimen mengalami peningkatan sebesar 2,00. Hal tersebut dilihat dan perbandingan tes kemampuan awal siswa sebesar 5,35 dengan postes sebesar 7,35. Sedangkan nilai rata-rata kemampuan berpikir matematis kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 0,98, dimana pretes memperoleh nilai rata-rata sebesar 5,37 dan nilai rata-rata postes sebesar 6,35. (terlampir).

Dalam hal penyebaran soal, kelas eksperimen lebih menyebar di bandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat terlihat dari simpangan baku yang diperoleh kelompok eksperimen lebih besar 0,07 daripada kelompok kontrol. Simpangan baku yang diperoleh kelompok eksperimen adalah 4,71674, sedangkan kelompok kontrol 4,64644.

Langkah selanjutnya dalam pengolahan data adalah menguji normalitas data postes dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada SPSS 18.0 for windows. Adapun hasil pengujian normalitas postes kemampuan berpikir matematis kelompok eksperimen dan kontrol secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Berikut disajikan rangkuman hasil pengujian normalitas postes kemampuan berpikir matematis:

Tabel 3.17

Uji Normalitas Postes Kemampuan Berpikir Matematis

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

PostesKE ,174 20 ,548 ,926 20 ,128

PostesKK ,146 20 ,789 ,928 20 ,139

a. Lilliefors Significance Correction

Keterangan:

H0 = data atau sampel berdistribusi normal

H1 = data atau sampel berdistribusi tidak normal

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat nilai signifikansi (p-value) untuk kelas

eksperimen dengan taraf signifikansi α = 0,05 menunjukkan signifikansi sebesar 0,548. Karena (p-value) ≥ 0,05 maka H0 diterima. Artinya, skor postes


(41)

eksperimen berdistribusi normal. Begitu pula nilai signifikansi (p-value) untuk kelas kontrol sebesar 0,789 ≥ 0,05 maka H0 diterima. Artinya, skor postes

kemampuan berpikir matematis siswa kelas III Sekolah Dasar untuk kelompok kontrol berdistribusi normal. Sehingga skor postes kemampuan berpikir matematis siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol sama-sama berdistribusi normal.

Sesuai dengan langkah-langkah pengujian data statistik, setelah data dinyatakan berdistribusi normal, data tersebut diuji dalam kesamaan variannya dengan uji homogenitas data. Uji homogenitas data ini diproses dengan menggunakan langkah-langkah Analyze-Descriftive Statistics-Explore pada SPSS 18.0 maka dihasilkan uji homogenitas postes kemampuan berpikir matematis siswa sebagai berikut:

Tabel 3.18

Uji Homogenitas Postes Kemampuan Berpikir Matematis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Postes ,007 1 39 ,934

Keterangan:

H0 = data atau sampel memiliki kesamaan varians (homogen)

H1 = data atau sampel tidak memiliki kesamaan varians/ tidak homogen

Berdasarkan tabel 3.18 nilai signifikansi (p-value) hasil postes kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,934 ≥ 0,05 maka H0 diterima. Berdasarkan

hal tersebut, skor postes kemampuan berpikir matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

Berdasarkan hasil pretes dan postes yang memiliki data normal dan homogen, untuk melihat peningkatan dan perbandingan kemampuan berpikir matematis siswa, Meltzer seperti dikutip Saadah (2012) mengemukakan perlu adanya penghitungan perbandingan nilai pretes dan postes yang dinyatakan dalam nilai gainnya. Oleh sebab itu, perlu adanya pengolahan data lebih lanjut yang dilakukan dengan mengukur peningkatan kemampuan berpikir matematis masing- masing kelas. Peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa dapat terlihat


(42)

dari analisis skor N-Gain.

Langkah pertama yang dilakukan dalam analisis skor N-Gain adalah menghitung Gain dari masing-masing siswa dengan cara skor postes dikurangi skor pretes. Selanjutnya Gain tersebut dijadikan pembagi terhadap skor hasil dari pengurangan skor maksimal dikurangi skor pretes. Menurut Meltzer yang dikutip Saadah (2012) mencari indeks gain dapat dilakukan dengan aturan sebagai berikut:

Indeks gain (g) =

Hasil analisis lengkap skor N-Gain dapat dilihat pada lampiran dan rangkumannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.19

Statistik Deskriftif Skor N-Gain

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

N_GainKE 21 ,11 ,92 ,4390 ,22748

N_GainKK 20 ,06 ,58 ,2325 ,15169

Valid N (listwise) 20

Untuk uji normalitas sebaran populasi skor N-Gain kemampuan berpikir matematis siswa, digunakan perhitungan uji normalitas menggunakan SPSS 18.0

pada taraf signifikansi α = 0,05

Kriteria pengujian adalah:

Tolak H0 jika nilai signifikansi α

Hasil uji normalitas N-Gain disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.20

Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Berikir Matematis


(43)

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

N_GainKE ,109 20 ,965 ,961 20 ,556

N_GainKK ,235 20 ,218 ,859 20 ,070

a. Lilliefors Significance Correction

Keterangan:

H0 = data atau sampel berdistribusi normal

H1 = data atau sampel berdistribusi tidak normal

Tabel 3.20, mengenai perhitungan uji normalitas dapat diketahui bahwa kenormalan distribusi pada kelas eksperimen ditunjukkan oleh hasil dari perhitungan N-Gain kemampuan berpikir matematis dengan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,965 > 0,05 maka H0 diterima. Sedangkan pada kelas kontrol nilai

signifikansi (p-value) sebesar 0,218 > 0,05, ini berarti H0 diterima juga. Artinya

bahwa populasi skor N-Gain kemampuan berpikir matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.

Setelah data dinyatakan berdistribusi normal, kemudian data dilakukan uji homogenitas (Uji Levene) terhadap data N-Gain kemampuan berpikir matematis untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan langkah-langkah Analyze-Descriftive Statistics-Explore pada SPSS 18.0 dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hipotesis nol dan tandingannya yang akan diuji adalah:

H0 : σ = σ varian kelompok eksperimen sama dengan varian kelompok

kontrol.

H0 : σ ≠σ varian kelompok eksperimen tidak sama dengan varian

kelompok kontrol.

Kriteria uji homogenitas adalah: Tolak H0 jika nilai signifikasi α Tabel 3.21

Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Berpikir Matematis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

N-Gain 2,434 1 39 ,127

Hasil pengujian homogenitas N-Gain kemampuan berpikir matematis siswa dengan menggunakan prosedur statistik yaitu SPSS version 18.0 for windows menunjukkan nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,127 > 0,05 maka H0 diterima.


(44)

Berdasarkan hal tersebut, skor N-Gain kemampuan berpikir matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap N-Gain kemampuan berpikir matematis siswa, diperoleh keterangan bahwa kelas eksperimen dan kontrol berdistribusi normal dan homogen, dengan demikian dapat dilanjutkan dengan pengujian kesamaan rata-rata (rerata) menggunakan uji t dengan taraf signifikansi α = 0,05 pada pengujian hipotesis.


(45)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil temuan studi empirik diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan pengaruh pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional terhadap kemampuan berpikir matematis siswa SD kelas III sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dalam pembelajaran keliling dan luas persegi dan persegi panjang lebih baik dibanding kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan berpikir matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa kelas III Sekolah Dasar. Simpulan tersebut dapat pula digeneralisasi untuk populasi yang memiliki karakteristik seperti siswa kelas IIIA di SD Negeri Girimukti II Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut tahun pelajaran 2014-2015.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan-temuan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis menyampaikan beberapa saran yang mungkin dapat berguna bagi pembaca, di antaranya adalah tentang penggunaan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional yang sesuai dengan daerah masing-masing. Penggunaan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dapat dijadikan


(46)

sebagai salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa Sekolah Dasar terutama siswa kelas III.

Dalam pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional berbagai kebutuhan siswa yang sesuai dengan tahapan perkembangnya dapat terpenuhi dengan baik. Aspek kognitif, afeksi serta psikomotor menjadi tujuan yang terwujudkan dalam pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional. Selain hal tersebut suasana yang menyenangkan dalam permainan tradisional memudahkan siswa memahami materi pelajaran matematika dan dapat tersimpan dengan baik dalam benak siswa karena proses pemerolehan konsep matematika tersebut dialami siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga pencapaian belajar bermakna yang memberikan pengetahuan yang dapat diingat sepanjang hayat dapat membekali siswa untuk kehidupan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Oleh karena itu, para guru Sekolah Dasar dapat menggunakan pembelajaran bermakna dengan menerapkan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dalam menyampaikan materi ajar matematika ataupun materi ajar pelajaran lainnya. Permainan tradisional dapat disesuaikan dengan daerah masing- masing.

Selain meningkatkan kemampuan berpikir siswa Sekolah Dasar kelas III, pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dapat melestarikan budaya daerah sendiri, sehingga siswa dapat berperan dalam dunia internasional tanpa kehilangan identitas bangsa dan daerah. Pemilihan permainan tradisional yang edukatif patut diperhatikan supaya materi ajar yang menjadi tujuan pembelajaran dapat diperoleh dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dapat berjalan dengan optimal, apabila guru merencanakan pembelajaran sebaik mungkin sesuai dengan tahapan-tahapan atau langkah-langkah pembelajaran matematika realistik.

Akan tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional untuk mengukur kemampuan berpikir matematis siswa, ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan, di antaranya:


(47)

1. Pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional perlu perencanaan yang matang dan sikap yang tegas dalam pelaksanaannya, karena jika tidak ada sikap yang tegas dan arahan yang tepat, pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dapat berlangsung tanpa arah. Ketika siswa bermain, tujuan pembelajaran yang telah ditentukan mungkin saja tidak tercapai karena asyiknya siswa bermain. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penelitian ini, guru selalu mengingatkan waktu yang digunakan setiap tahapan.

2. Permainan tradisional yang dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas atau di luar kelas tidak harus dari jenis permainan edukatif, kompetitif atau rekreatif tetapi permainan yang bisa dengan tepat menyampaikan tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan. Seperti halnya pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan dua permainan yang berbeda kategori. Permainan oray-orayan termasuk permainan rekreatif yang hanya bertujuan untuk mengisi waktu luang. Namun permainan ini dapat mengajak siswa untuk memahami apa yang dimaksud dengan keliling sebuah bangun datar serta bagaimana mencari keliling persegi dan persegi panjang yang dimulai dalam konteks kehidupan nyata dengan aktifitas yang secara langsung dijalani siswa yaitu bermain sambil bernyanyi oray-orayan sehingga dapat membawa konteks tersebut ke dalam sebuah kalimat matematika dan dapat menerapkan pemahaman tentang keliling persegi dan persegi panjang dalam penyelesaian soal. Permainan kedua, ketiga dan keempat yang menjadi basis permainan tradisional dalam penelitian ini adalah permainan galahasin dan pecle/engkle. Permainan ini termasuk kategori permainan kompetitif yang bertujuan berkompetisi untuk sebuah kemenangan, selain itu melalui permainan ini materi luas persegi dan persegi panjang sebagai tujuan pembelajaran dapat terpenuhi.

3. Penggunaan bahasa dalam soal yang memuat indikator-indikator untuk mengukur kemampuan berpikir matematis siswa haruslah bahasa yang mudah


(48)

dicerna atau mudah dimengerti siswa, sehingga kesalahan penafsiran soal dapat terhindarkan dan hasil yang diharapkan dapat tercapai maksimal.


(1)

Eli Nugraha , 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional perlu perencanaan yang matang dan sikap yang tegas dalam pelaksanaannya, karena jika tidak ada sikap yang tegas dan arahan yang tepat, pembelajaran matematika realistik berbasis permainan tradisional dapat berlangsung tanpa arah. Ketika siswa bermain, tujuan pembelajaran yang telah ditentukan mungkin saja tidak tercapai karena asyiknya siswa bermain. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penelitian ini, guru selalu mengingatkan waktu yang digunakan setiap tahapan.

2. Permainan tradisional yang dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas atau di luar kelas tidak harus dari jenis permainan edukatif, kompetitif atau rekreatif tetapi permainan yang bisa dengan tepat menyampaikan tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan. Seperti halnya pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan dua permainan yang berbeda kategori. Permainan oray-orayan termasuk permainan rekreatif yang hanya bertujuan untuk mengisi waktu luang. Namun permainan ini dapat mengajak siswa untuk memahami apa yang dimaksud dengan keliling sebuah bangun datar serta bagaimana mencari keliling persegi dan persegi panjang yang dimulai dalam konteks kehidupan nyata dengan aktifitas yang secara langsung dijalani siswa yaitu bermain sambil bernyanyi oray-orayan sehingga dapat membawa konteks tersebut ke dalam sebuah kalimat matematika dan dapat menerapkan pemahaman tentang keliling persegi dan persegi panjang dalam penyelesaian soal. Permainan kedua, ketiga dan keempat yang menjadi basis permainan tradisional dalam penelitian ini adalah permainan galahasin dan pecle/engkle. Permainan ini termasuk kategori

permainan kompetitif yang bertujuan berkompetisi untuk sebuah

kemenangan, selain itu melalui permainan ini materi luas persegi dan persegi panjang sebagai tujuan pembelajaran dapat terpenuhi.

3. Penggunaan bahasa dalam soal yang memuat indikator-indikator untuk mengukur kemampuan berpikir matematis siswa haruslah bahasa yang mudah


(2)

dicerna atau mudah dimengerti siswa, sehingga kesalahan penafsiran soal dapat terhindarkan dan hasil yang diharapkan dapat tercapai maksimal.


(3)

Eli Nugraha , 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Andriani, M. (2011). Hakikat Pembelajaran Matematika. Diakses dari: http://repository.upi.edu

Alif, M., Z. (2010). Makna di Balik Permainan Rakyat. Diakses dari: http://bali.forumotion.net/t2880- makna-di-balik-permainan-rakyat

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Armanto, D. (2002). Teaching Multiplication and Division Realistically in Indonesia Primary School, a Prototype oj Ixtcal Instructional Theory.

Tesis University of Twente. Enschede: Print Partner Ipskamp.

Asih, K. (2012). Kaulinan Barudak. Diakses dari:

http://www.mekarasih.org/sd/berita/berita-mekar-asih/193-kaulinan- barudak- f2 Agustus 2012

Bell, G. (1991). Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: Rajawali.

BSNP. (2006). Panduan Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI). Jakarta:

Depdiknas.

Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics education. Utrecht: Freudental Institute.

Hadi, S., & Fauzan, A. (2003). Mengapa PMRP Buletin PMRJ (Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia). Bandung: IP-PMR1ITB.

Hamalik, O. (2007). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hariyanto. (2010). Macam-macam Teori Belajar. Diakses dari:

http://belajarpsikologi.cora/macam-macam-teori-belajar/

. (2010). Faktor Penyebab Anak Berprilaku Agresif. Diakses dari: http://belajarpsikologi.com/fakto-penyebab-anak-berprilaku-agresif// Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam


(4)

Juntika, A. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Refika Aditama.

Kresno. (2012). Desain Pembelajaran Pengurangan Bilangan Bulat Melalui Permainan Tradisional Congklak Berbasis Pendidikan Matematika

Realistik Indonesia. Semarang: FMIPA UNNES.

Kusumawati, N. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Pemecahan

masalah dan Disposisi matematis siswa SMP melalui Pendidikan

Matematika Realistik. Desertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung:

Tidak diterbitkan.

Lange, J., D. (1996). International Handbook of Mathematics Education. Part One: Using and Applying Mathematics in Education. Netherlands. Kluwer Academic Publishers.

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematika serta Persepsi terhadap Kreativitas.

Desertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Marisa, R. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik untuk

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis

Siswa. Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak

diterbitkan.

Marpaung, Y. (2001). Implementasi Matematika Realistik di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Sehari: Depag Medan.

Maryanti, W. (2010). Penerapan Pembelajaran Matematika Realistik Dalam Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Komunikasi Matematika Pada

Siswa Madrasah Ibtidaiyah Kota Cimahi. Tesis Magister pada Sekolah

Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Musthafa, B. (2008). Dari Literasi Dini ke Literasi Teknologi. Jakarta: PT. Cahaya Insan Sejahtera.

Nisbah, F. (2013) Komponen Matematisasi dalam Pembelajaran Matematika. Diakses dari: http://faizalnisbah.blogsporLcom/2013/05/komponen-matematisasi- dalam.html

Noyes, A. (2007). Rethinking School Mathematics, Diakses dari:

http://www.ebooks.google.com

Nurjannah, W. (2013). Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan


(5)

Eli Nugraha , 2015

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA SD KELAS III MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK BERBASIS PERMAINAN TRAD ISIONAL

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Dasar. Tesis Magister pada

Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Nurihsan, A. J., & Agustin. M. (2011). Dinamika Perkembangan Anak dan

Remaja. Bandung: Aditama.

Panhuizen, M. (1985). Assesment and Realistic Mathematics Education.

Freudenthal Institute: Untrecht University.

Romli. (2013). Penerapan Permainan Tradisional Gatrik dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar Guna Memperkokoh Pendidikan Karakter (Konferensi

Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar). Bandung: Prodi

Pendas SPs UPI.

Saadah, A. (2012). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman matematis dan Berpikir Kritis matematis Siswa.

Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sabri. (2009). Berpikir Matematis untuk Pemahaman pada Tingkat Kesadaran. Diakses dari: http://digilib.unm.ac.id

Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to Think Mathematically: Problem Solving,

Metacognition and Sense of mathematics., dalam Handbook of Research

on Mathematics Teaching and Learning (pp. 334-370). D. A. Grouws (Ed). New York: Macmillan.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

Suherman. E., & Sukjaya. (1990). Petunjuk Evaluasi untuk Melaksanakan

Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.

Suherman. E., Turmudi, Suryadi. D., Herman. T., Prabawanto, S., Nurjanah., Rohayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Metematika Kontemporer.

Edisi Revisi. Bandung: UPI Press.

__________________________________________________________________ ___________. (2001). Strategi Pembelajaran Metematika Kontemporer. Bandung: UPI Press.


(6)

Bandung: UPI Press.

Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius.

Suryadi, D. (2012). Membangun Budaya Baru dalam Berpikir Matematika. Bandung: Rizqi Press.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya llmiah. Bandung: UPI Press.

Wahyudin. (2012). Filsafat dan Model-Model Pembelajaran Matematika. Bandung: Mandiri.

Wijaya, A. (2012). Pendidikan Matematika Realistik, Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha llmu.

Yuwono, I. (2001). Pembelajaran Matematika Secara Membumi. Malang: Balai Pustaka.