PENGARUH PEMBELAJARAN PKN MELALUI PROJECT CITIZEN TERHADAP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI ANTIKORUPSI :Penelitian Quasi-Eksperimental Di Kelas VIII SMP Negeri 3 Majalengka.
i DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiiI DAFTAR GRAFIK ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Hipotesis ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Tinjauan Pustaka ... 10
G. Metode Penelitian... 19
H. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
I. Paradigma Penelitian ... 21
BAB II LANDASAN TEORI ... 22
A. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ... 22
(2)
ii
C. Model Project Citizen ... 67
BAB III METODE PENELITIAN... 81
A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 81
B. Definisi Opersaional Variabel Penelitian ... 83
C. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 91
D. Reliabilitas Instrumen ... 93
E. Prosedur Penelitian... 95
F. Metode dan Desain Penelitian ... 97
G. Teknik Analisis Data ... 98
H. Uji Hipotesis ... 99
I. Langkah-langkah Penelitian ... 99
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 100
A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 100
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 105
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 126
1. Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 128
2. Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 131
(3)
iii
3. Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition) Dalam
Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 133
4. Pengaruh Pengethaun Kewarganegaraan, Keterampilan Kewarganegaraan dan Watak Kewarganegaraan Secara Bersama-sama Terhadap Pengembangan Nilai-nilai Antikorupsi . 136 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 142
A. Kesimpulan ... 142
B. Rekomendasi ... 145
DAFTAR PUSTAKA ... 146
(4)
iv DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 20
Tabel 2.1 Jenis/Praktek Kosupsi di Indonesia ... 53
Tabel 2.2 Definisi Radikan dari Tindakan Kriminal ... 54
Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 87
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Analisis Validitas Instrumen ... 92
Tabel 3.3 Tabel Uji Reliabilitas Instrumen ... 94
Tabel 3.4 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 94
Tabel 4.1 Keberadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan... 104
Tabel 4.2 Profesionalisme Guru Bilingual ... 104
Tabel 4.3 Keberadaan Siswa ... 105
Tabel 4.4 Kondisi Awal Anrikoruspsi pada kompetensi Kewarganegaraan di Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 105
Tabel 4.5 Pembelajaran Di Kelas Kontrol... 106
Tabel 4.6 Kompetensi Kewargenegaraan ... 107
Tabel 4.7 Keterlibatan Siswa Mengidentifikasi Masalah ... 109
Tabel 4.8 Keterlibatan Siswa Dalam memilih Masalah ... 111
Tabel 4.9 Keterlibatan Siswa Mengumpulkan Masalah ... 112
Tabel 4.10 Keterlibatan Siswa Mengembangkan Portofolio... 113
Tabel 4.11 Keterlibatan Siswa Menyajikan Portopolio... 114
Tabel 4.12 Siswa Melakukan refleksi Pengelaman Belajar ... 116
(5)
v
Tabel 4.14 Kemampuan Komptensi Kewarganegaraan ... 118 Tabel 4.15 Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap
Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) Dalam
Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 120 Tabel 4.16 Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap
Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skills) Dalam
Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 121 Tabel 4.17 Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap
Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition) Dalam
Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 122 Tabel 4.18 Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen Terhadap
Pengetahuan Kewarganegaraan, Keterampilan Kewarganegaraan dan Watak Kewargenagraan Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 123 Tabel 4.19 Perbedaan Nilai-nilai Antikorupsi Siswa Antara Siswa Yang
Mendapatkan Model Pembelajaran Project Citizen dengan
Siswa Yang Mendapatkan Model Pembelajaran konvensional .... 124 Tabel 4.20 Hasil Korelasi Antara Project Citizen dengan Nilai-nilai
Antikorupsi ... 125 Tabel 4.21 Hasil Uji Beda Project Citizen Dengan Nilai-nilai Antikorupsi .... 125 Tabel 4.22 Korelasi Variabel X Terhadap Variabel Y ... 127
(6)
vi DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Kecenderungan Terhadap Nilai Antikorupsi... 107
Grafik 4.2 Kompetensi Kewarganegaraan Kelas Kontrol ... 102
Grafik 4.3 Identifikasi Masalah ... 110
Grafik 4.4 Memilih Masalah... 111
Grafik 4.5 Mengumpulkan Masalah ... 113
Grafik 4.6 Mengembangkan Portofolio ... 114
Grafik 4.7 Menyajikan Portofolio... 115
Grafik 4.8 Refleksi Pengalaman Belajar ... 116
Grafik 4.9 Nilai Antikoruspi Seteleh Menggunakan Project Citizen ... 117
Grafik 4.10 Kegiatan Pembelajaran Dengan project Citizen Meningkatkan Kemampuan Nilai Antikorupsi ... 118
Grafik 4.11 Korelasi Project Citizen Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Dalam Mengembangkan Nilai-nilai Antikorupsi ... 128
(7)
vii
DAFTAR GAMBAR
(8)
242
RIWAYAT HIDUP PENULIS
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang mempunyai misi mewujudkan good and smart citizen sudah semestinya dapat mengembangkan kompetensi siswa secara terintegrasi baik itu knowledge, skills maupun disposition (Branson, 1999). Namun, setelah sekian lama pembelajaran PKn maupun dengan nama lain yang berbeda dimasukan menjadi pelajaran wajib di persekolahan, pembelajaran PKn masih kurang mengembangkan aspek skills dan disposition. Hal tersebut dapat dilihat dari kendala-kendala dan keterbatasan yang dihadapi pembelajaran PKn seperti yang dikemukakan oleh Budimansyah (2009: 21) seperti: (1) masukan instrumental (instrumental input) terutama yang berkaitan dengan kualitas guru/dosen serta keterbatasan fasilitas dan sumber belajar, dan (2) masukan lingkungan (environmental input) terutama yang berkaitan dengan kondisi dan situasi kehidupan politik negara yang kurang demokratis. Dengan demikian, pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan tidak mengarah pada misi yang ideal. Argumentasi di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Kerr (1999:5-7), bahwa pembelajaran PKn di Indonesia mencerminkan kategori minimal yang hanya mewadahi aspirasi tertentu, berbentuk pengajaran kewarganegaraan, bersifat formal, terikat oleh isi, berorientasi pada pengetahuan, menitikberatkan pada proses pengajaran dan hasilnya mudah diukur.
(10)
Apabila keadaan dilapangan seperti itu, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan telah gagal mengembangkan kompetensi siswa secara terintegrasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Djahiri (2002:93) mengemukakan bahwa:
salah satu pembaharuan dalam Pendidikan Kewarganegaraan ialah pola/strategi pembelajarannya, dimana siswa bukan hanya belajar tentang hal ihwal (materi pembelajaran) Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga belajar ber-Pendidikan Kewarganegaraan atau praktek, dilatih uji coba dan mahir serta mampu membakukan diri, bersikap perilaku sebagaimana isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan.
Dari pemaparan tersebut, dapat kita ketahui bahwa selama ini proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan lebih menekankan aspek kognitif dibandingkan dengan aspek afektif. Seharusnya pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Jauhnya perilaku siswa dari isi pesan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Wahab (1999:2) menunjukkan kurang efektifnya pembinaan nilai-nilai moral di sekolah. Bahkan dalam kasus yang lebih besar, yakni berbagai krisis yang dialami Indonesia dewasa ini disebabkan adanya degradasi moral nampaknya bersumber pada kesalahan pendidikan di masa lalu. Banyak faktor penyebab pelajar melakukan pelanggaran dan tindak kejahatan, sehingga tidak dapat disebutkan karena lemahnya salah satu aspek saja yaitu aspek pendidikan (pendidikan formal). Secara terperinci krisis moral yang melanda bangsa Indonesia diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007: 166) sebagai berikut:
Kekerasan, pelanggaran lalu lintas, kebohongan publik, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif, kolusi dengan baju profesionalisme, nepotisme lokal dan institusional, penyalahgunaan wewenang, konflik
(11)
antar pemeluk agama, pemalsuan ijazah, konflik buruh dengan majikan, konflik antara rakyat dengan penguasa, demonstrasi yang cenderung merusak, koalisi antar partai secara kontekstual dan musiman, politik yang kecurangan dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada, otonomi daerah yang berdampak tumbuhnya etnosentrisme dan lain-lain.
Dari berbagai macam krisis yang melanda bangsa Indonesia yang paling sulit untuk diberantas yaitu korupsi. Korupsi menurut Senturia (Pope, 2003) “adalah penyalahgunaan kekuasaan, kepercayaan untuk keuntungan pribadi”. Korupsi bukan hanya korupsi yang dilakukan oleh satu orang melainkan berjamaah yang notabene dilakukan orang-orang terdidik. Kendati korupsi merusak dan menghancurkan kehidupan, yang oleh Lickona (Masduki, 2010) bisa dikatakan salah satu bentuk demoralisasi terparah karena bukan saja merusak individu, melainkan juga lingkungan sosial, melawan nilai, norma dan hukum bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi bangsa ini. Pencuri ayam sering dikutuk masyarakat meski seganas-ganasnya paling banyak hanya membobol satu kandang ayam, tetapi korupsi di Kementerian Pertanian bisa menghancurkan industri peternakan nasional.
Semua itu merupakan tantangan besar dari dunia pendidikan nasional, yaitu mengubah cara ajar konvensional yang sekadar memperkenalkan konsep nilai baik dan buruk menjadi menanamkan kebiasaan (habituasi) tentang hal yang baik. Lembaga sekolah harus jadi model aplikasi nilai baik dan buruk (Masduki, 2010). Dalam hal ini PKn sebagai inti dari ilmu pengetahuan sosial dan muara dari mata pelajaran yang dipelajari di sekolah mendapatkan amanah besar untuk mewujudkan hal tersebut.
(12)
menanamkan nilai-nilai antikorupsi dalam mata pelajaran PKn meskipun sebelumnya secara kurikuler sudah ada dalam kurikulum SMP kelas VIII yang berisi pengenalan dan pengidentifikasian kasus-kasus korupsi dalam pembelajaran PKn. Namun demikian, dirasa sangat perlu untuk dipertegas dan dibelajarkan nilai-nilai antikorupsi tersebut dalam kehidupan keseharian siswa/pembelajaran di kelas.
Dengan demikian guru memegang peranan yang sangat penting terutama dalam pemilihan metode yang akan digunakan dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi ini dalam pembelajaran PKn. Wahab (2001: 26) bahwa ruru PKn harus profesional dalam memilih metode yang bervariasi sehingga anggapan siswa selama ini tentang pelajaran PKn yang tidak menarik dan membosankan sedikit demi sedikit menjadi hilang. Kesan tersebut tentunya bukan tanpa alasan, jika dipandang dari proses pembelajaran hal ini timbul mungkin diakibatkan secara substansif mata pelajaran PKn kurang menyentuh kebutuhan siswa atau cara penyajiannya tidak membangkitkan minat belajar siswa.
Kenyataan yang ditemui sehari-hari di kelas ialah bahwa seringkali guru melaksanakan pembelajaran secara tidak efektif. Guru menyajikan pembelajaran yang bertopang pada konsep yang abstrak yang sulit diterima siswa secara utuh dan mendalam. Pemahaman siswa hanya terbatas pada konsep yang diajarkan dan lebih banyak sebagai sesuatu yang diingat dan tidak terapresiasi secara mendalam, serta kurang mampu mengkomunikasikannya.
Agar tidak terjadi kejenuhan dan dapat membangkitkan minat siswa serta menyentuh kebutuhan siswa, maka peneliti mengambil model pembelajaran
(13)
projec citizen yang kini secara internasional diterapkan secara adaptif adalah model “We the People…Project Citizen” (CCE:1992-2000). Model ini dikenal sebagai “A portfolio-based civic education project” yang dirancang untuk mempraktekkan salah satu hak warganegara, yakni “…the right to try to influence the decision people in his/her government make about all of those problems” (CCE:1998), dengan cara melibatkan siswa melalui suatu proyek belajar yang secara prosedural menerapkan langkah-langkah sebagai berikut: identitfy a problem to study, gather information,examine solutions; develop students’ own public policy and develop an action plan.
Dipertegas Budimansyah (2009: 23), bahwa fokus perhatian dari model Project Citizen ini adalah pengembangan “civic knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), civic dispositions (kebajikan kewarganegaraan, civic skills (keterampilan kewarganegaraan), civic confidence (kepercayaan diri kewarganegaraan), civic commitment (komitmen kewarganegaraan), civic competence (kompetensi kewarganegaraan)” yang bermuara pada berkembangnya “well-informed, reasoned, and responsible decision making (kemampuan mengambil keputusan berwawasan, bernalar, dan bertanggung jawab”. Dengan demikian, penggunaan model project citizen, dapat lebih memotivasi belajar siswa.
Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat diasumsikan bahwa pengembangan nilai-nilai antikorupsi melalui Project Citizen dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang tepat sangat efektif membantu siswa dalam pengenalan sekaligus penanaman kebiasaan yang baik untuk meminimalisir bahkan
(14)
memberantas korupsi. Dasar pemikiran inilah yang menjadikan motivasi peneliti untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul Pengaruh Pembelajaran PKn Melalui Project Citizen terhadap Pengembangan Nilai-nilai Antikorupsi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengajukan rumusan masalah pokok penelitian ini, yaitu : “Bagaimanakah pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap pengembangan nilai-nilai antikorupsi?” Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok permasalahan, maka masalah pokok tersebut penulis jabarkan dalam beberapa masalah berikut:
1. Apakah ada pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi?
2. Apakah ada pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi?
3. Apakah ada pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap watak kewarganegaraan (civic disposition) dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi?
4. Apakah ada pengaruh pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan watak kewarganegaraan secara bersama-sama dalam
(15)
pembelajaran PKn dengan menggunakan model project citizen terhadap pengembangan nilai-nilai antikorupsi?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian berisi uraian tentang rumusan hasil yang akan dicapai oleh mahasiswa selaku peneliti yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan “mengapa penelitian dilakukan”. Tujuan berkaitan erat dengan pokok permasalahan penelitian. Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai “Pengaruh PKn melalui project citizen terhadap pengembangan nilai-nilai antikorupsi“.
2. Tujuan Khusus.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah menggali, mengkaji, dan mengorganisasikan informasi-argumentatif dan menguji hipotesis serta mengungkap:
a. Pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi.
b. Pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi. c. Pengaruh pembelajaran PKn melalui project citizen terhadap watak
kewarganegaraan (civic disposition) dalam pengembangan nilai-nilai antikorupsi.
(16)
d. Pengaruh pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan watak kewarganegaraan dalam pembelajaran PKn melalui project citizen secara bersama-sama terhadap pengembangan nilai-nilai antikorupsi.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat pengaruh signifikan berkaitan dengan kompetensi kewarganegaraan antara kelas yang menggunakan model project citizen dengan yang tanpa perlakuan”. Untuk lebih spesifik dan jelasnya, hipotesis tersebut dapat dikembangkan menjadi beberapa hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh signifikan berkaitan dengan nilai antikorupsi melalui pembelajaran dengan model project citizen terhadap pengembangan civic knowledge.
2. Terdapat pengaruh signifikan berkaitan dengan nilai antikorupsi melalui pembelajaran dengan model project citizen terhadap pengembangan civic skills.
3. Terdapat pengaruh signifikan berkaitan dengan nilai antikorupsi melalui pembelajaran dengan model project citizen terhadap pengembangan civic disposition.
4. Terdapat pengaruh signifikan berkaitan dengan nilai antikorupsi melalui pembelajaran dengan model project citizen terhadap pengembangan civic knowledge, civic skills dan civic disposition.
(17)
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoretik) maupun secara empirik (praktis).
1. Secara Teoretik
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik secara keilmuan (teoritik) maupun secara empirik (praktis). Secara teoritik, peneitian ini akan menggali, mengkaji dan mengorganisasikan pengembangan nilai-nilai antikorupsi melalui project citizen dalam meningkatkan kompetensi kewarganegaraan.
2. Secara Praktis
Dari temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam menerapkan pembelajaran PKn dengan model project citizen yang dapat meningkatkan kompetensi kewarganegaraan.
b. Bagi siswa, diharapkan dapat memberikan masukan dan motivasi mengenai model pembelajaran project citizen dalam meningkatkan kompetensi kewarganegaraan (civic skills).
c. Bagi penulis, dapat menambah wawasan penelitian dalam memahami model pembelajaran project citizen serta sebagai masukan dalam kegiatan peran mengajar.
(18)
F. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) a. Pengertian Pembelajaran
Komponen-komponen pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk mencapai tujuan. Melalui hal tersebut, segala usaha baik guru maupun siswa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Melalui pembelajaran, guru dapat memahami tujuan dan arah pembelajaran itu sendiri. Melalui tujuan yang jelas, bukan saja dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pengembangan komponen lainnya. Akan tetapi juga dapat dijadikan kriteria efektivitas proses pembelajaran.
Gagne (dalam Sanjaya, 2008: 27) mengatakan bahwa
“Why do we speak of instruction rather than teaching?It is because we wish to describe all of the events that may have a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Instruction may include events that are generated by a page of print, by a picture, by a television program, or by combination of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arrangement of any of these events.”
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses belajar yang dialami siswa. Pengalaman belajar siswa juga bisa didapatkan dari berbagai informasi seperti tulisan-tulisan, gambar-gambar yang berkaitan dengan materi belajar, dan juga bisa didapatkan dari siaran televisi atau gambaran atas gabungan beberapa objek secara fisik ketika guru akan memberikan arahan atau aturan untuk memandu siswa tersebut.
Sugiartini (dalam Ristina, 2009: 15) mengemukakan mengenai pembelajaran sebagai berikut.
(19)
Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistemik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar membelajarkan. Dalam kegiatan itu terjadi interaksi antara kedua belah pihak, yaitu peserta didik (warga belajar) yang melakukan kegiatan belajar, dengan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran itu merupakan proses interaksi belajar mengajar antara kedua belah pihak, yaitu antara siswa dan guru guna terjadinya perubahan, pembentukan dan diharapkan nantinya memiliki pola perilaku yang lebih baik ke depan. Pembelajaran juga merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan yang merupakan keberhasilan guru dan siswa.
b. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Budimansyah (2007: 34) menjelaskan bahwa Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan dikembangkan sebagai central goal (pusat tujuan) dari sistem pendidikan, dipersyaratkan untuk seluruh tingkatan sekolah yang menerapkan pembelajaran yang “of high quality and sufficient quantity,” menggunakan pendekatan yang bersifat “interdisciplinary” dan metode pembelajaran yang bersifat “interactive”.
Desain kurikulum yang menitikberatkan pada “how to think rather than what to think” merefleksikan “community realities” yang mencakup materi “historical” dan contemporary, memperlakukan kelas sebagai “democratic laboratory.” Kontribusi masyarakat dalam “civic education” dan perlibatan siswa dalam masyarakat untuk mendapatkan “civic experiences in the community. Paradigma ini tampaknya merupakan pengembangan secara sinergistik dari tradisi
(20)
“citizenship transmission, social science dan reflective inquiry dalam social studies.
Citizenship transmission yang dikembangkan adalah pemahaman, penghayatan, dan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam proses demokrasi konstitusional negaranya. Sedangkan dimensi social science yang dikembangkan adalah cara berpikir “interdisciplinary dan inquiry” yang bertolak dari ilmu politik. Dimensi “reflective inquiry” yang dikembangkan adalah kemampuan dalam “decision making process” mengenai dan dalam praksis demokrasi konstitusional negaranya.
Diharapkan melalui konsep-konsep tersebut agar nantinya pembelajaran pendidikan kewarganegaraan pada masa mendatang akan lebih baik sehingga dapat menghasilkan warga negara yang baik dan cerdas untuk membangun bangsa ini dan memiliki daya saing atau kompetisi secara global.
Somantri (2001: 299) mengemukakan rumusan pendidikan kewarganegaraan yang cocok dengan Indonesia sebagai berikut
Pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa atas dasar batasan itulah maka Pendidikan Kewarganegaraan harus mengenai sasaran kebutuhan para siswa. Mereka jangan terlalu banyak diberi hal yang terlalu abstrak, tetapi
(21)
hal-hal yang nyata dan berguna bagi kehidupan sehari-hari, tanpa mengurangi tujuan idiilnya.
Budimansyah (2008: 14) mengemukakan bahwa pada saat Kurikulum 2006 disosialisasikan di sekolah-sekolah, yang dikenal dengan sebutan kegiatan floating, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP) diterbitkan, PP tersebut mengamatkan bahwa yang berwenang menyusun kurikulum adalah satuan pendidikan yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sementara dalam kurikulum 2006, kurikulum masih disusun oleh pemerintah. Jika hal ini dibiarkan berarti kita melanggar aturan. Dilakukanlah perubahan berkelanjutan (kontinyu) yang dilakukan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dengan menggunakan bahan dasar Kurikulum 2004 BSNP mengembangkan Standar Isi (Permen Nomor 22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Permen Nomor 23 Tahun 2006).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam praktiknya saat ini hendaknya lebih ditekankan pada pembentukan proses pemberdayaan warga negara, sehingga mereka mampu berperan sebagai partner pemerintah dalam menjalankan tugas kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan, diarahkan pada upaya pemberdayaan peserta didik menjadi manusia yang bermartabat, mampu bersaing dan unggul di jamannya, serta dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan di lingkungannya. Dalam posisi inilah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan diarahkan pada proses pembebasan peserta didik dari ketidakbenaran, ketidakadilan, dan ketidakjujuran.
(22)
c. Kompetensi Kewarganegaraan
Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) merupakan materi substansi yang harus diketahui oleh warga negara. Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui warga negara berkaitan dengan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pengetahuan ini bersifat mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintah dan sistem sosial yang ideal sebagaimanan terdokumentasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokrasi serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat global.
Komponen esensial kedua adalah kecakapan kewarganegaraan (civic skills). Jika warganegara mempraktekkan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai angota masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan, namun mereka pun perlu memiliki kecakapan-kecakapan intelektual dan partisipasi yang relevan.
Dimensi Civic Skills ini dikembangkan dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berperan serta secara efektif dalam masyarakat, pengalaman berperan serta yang dirancang untuk memperkuat kesadaran berkemampuan dan berprestasi unggul dari siswa, dan mengembangkan pengertian tentang pentingnya peran serta partisipasi aktif warga negara. Untuk dapat berperan secara aktif tersebut diperlukan pengetahuan tentang konsep fundamental, sejarah, isu dan peristiwa aktual dan faktual yang berkaitan dengan substansi dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan itu
(23)
secara konstenktual dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan watak warga negara (Quigley, dkk, 1991:39).
Branson (1992: 23) menegaskan bahwa Civic Disposition mengisyaratkan pada karakter publik dan privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak-watak kewarganegaraan sebagaimanan kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas dan organisasi-organisasi civil society. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan pengahrgaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan dengan sukses.
2. Pembelajaran Model Project Citizen
Project Citizen merupakan satu instructional treatment yang berbasis masalah untuk mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan watak kewarganegaraan demokratis yang memungkinkan dan mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat sipil (Civil Society) (Budimansyah,2009:2). Selain itu, Model Project Citizen memberikan kesempatan kepada para siswa untuk ambil bagian dalam pemerintahan dan masyarakat sipil sambil mempraktikkan kebiasaan berpikir kritis, dialog, debat, negosiasi, kerja sama,
(24)
kesantunan, toleransi, membuat keputusan, dan aksi warganegra (civic action). Hal itu dilakukan dengan cara melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara untuk kepentingan bersama (CCE,1981 yang dikutif Budimansyah, 2009:2). Misi model ini adalah mendidik para peserta didik agar mampu menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik. Kemudian dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warga negara yang “cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab”, agar mampu memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya.
3. Konsep Korupsi dan Pendidikan Antikorupsi a. Konsep Korupsi
Dari segi semantik istilah, korupsi berasal dar bahasa Latin corruption atau corruptus, dan corrptio sendiri memiliki kata asal corrumpere. Dari bahasa Latin kemudian diturunkan ke bahasa Inggris corruption; corrupt dan bahasa Belanda corruptive yang artinya kurang lebih perilaku tidak bermoral (immoral); tidak jujur (dishonest). Sedangkan istilah yang kita gunakan tampaknya lebih cenderung kepada bentuk tutunan dari bahasa Belanda. Kata korupsi dalam pendekatan atau perspektif orang awam adalah suatu perbuatan yang sangat buruk, busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan lain sebagainya untuk kepentingan pribadi (Sujana dalam Wiyanarti, 2009: 21).
Menurut pendapat lain korupsi didefinisikan sebagai penyelahgunaan jabatan publik demi keuntungan pribadi (abuse of public official for private profit) (Eigen, 1997; Bardhan dalam Mills 1997). Definisi ini tertuju pada korupsi
(25)
yang terjadi di kalangan birokrasi pemerintahan atau jabatan-jabatan publik. Terdapat juga definisi yang mencoba membidik sektor swasta, yaitu penyalahgunaan tanggung jawab yang diterima demi keuntungan pribadi (abuse of entrusted power for private profit) (Eigen, 1997). Berdasarkan kedua definisi tersebut, dapat dilihat bahwa tanggung jawab sebagai salah satu esensi terbangunnya masyarakat yang sehat telah dilecehkan. Korupsi adalah suatu penghianatan terhadap masyarakat, kelompok sosial, atau orang lain (Kesuma, Darmawan dan Permana, 2008: 13). Sedangkan menurut Budimansyah (2008: 13) secara sederhana korupsi didefinsikan sebagai perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dilakukan secara melawan hukum.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang tidak bermoral untuk memperkaya, menarik keuntungan yang dilakukan oleh perseorangan atau kelompok untuk diri sendiri dan kelompok yang menyalahi aturan.
b. Pendidikan Antikorupsi
Antikorupsi adalah perilaku menjauhi dan memberantas korupsi, karena korupsi adalah penyimpangan dan penyalahgunaan yang dapat merugikan bangsa dan negara (Budimansyah, 2008: 16). Di Indonesia istilah pendidikan antikorupsi relatif baru karena belum banyak yang mengenalnya. Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pada bagian kurikulum nasional mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Secara eksplisit
(26)
istilah pendidikan antikorupsi tidak disebutkan. Oleh karena itu, pendidikan antikorupsi dapat dipandang sebagai inovasi pendidikan. Hal ini sesuai dengan dinamika masyarakat. Masyarakat kita sedang berubah dari masyarakat yang otoritarian dengan ciri ketertutupan menuju masyarakat demokratis yang menjunjung tinggi keterbukaan dan kejujuran.
Menurut Dharma (Harmanto, 2008) secara umum tujuan pendidikan antikorupsi adalah : (1) pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk korupsi dan aspek-aspeknya; (2) pengubahan persepsi dan sikap terhadap korupsi; dan (3) pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang dituduhkan untuk melawan korupsi. Manfaat jangka panjangnya adalah menyumbang pada keberlangsungan Sistem Integrasi Nasional dan program antikorupsi. Dalam jangka pendek adalah pembangunan kemauan politik bangsa Indonesia untuk memerangi korupsi (Kesuma, 2004). Dalam pandangan Harmanto dan Suyanto (2005) materi pendidikan antikorupsi di sekolah antara lain adalah: (1) apa dan di mana korupsi itu (2) isu moral, (3) korupsi dan hak asasi manusia, (4) memerangi korupsi, (5) korupsi dan ekonomi pasar, (6) korupsi dan hukum, (7) korupsi dan masyarakat demokrasi.
Pendidikan antikorupsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program pendidikan antikorupsi yang rencananya akan (1) jika memungkinkan disisipkan pada mata pelajaran yang sudah ada di sekolah dalam bentuk perluasan tema yang sudah ada dalam kurikulum dengan menggunakan pendekatan antikorupsi. Pilihan ini digunakan dengan pertimbangan agar tidak menambah beban kurikulum dan jam belajar siswa. Namun dapat juga diimplementasikan
(27)
dalam bentuk (2) mata pelajaran untuk kegiatan ekstrakurikuler siswa (Harmanto, 2008).
G. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan metode eksperimen dengan rancangan quasi eksperiment, yang merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit untuk dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain quasi eksperiment digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. (Sugiyono, 2009:77).
Dalam penggunaannya peneliti mengambil salah satu bentuk quasi eksperiment yaitu nonequivalent control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih tidak secara random, kemudian diberi tes awal untuk mengetahui keadaan awal dengan maksud adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (Sugiyono, 2008: 77-78). Selanjutnya Creswell (1994: 132) menegaskan bahwa nonequivalent control group design :
In this design, a popular approach to quasi-experiments, the experimental Group A and the control Group B are selected without random assignment. Both groups take a pretest and a posttest, and only the experimental group received the treatment.
Hal itu sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Creswell (1994:130) : In quasi-experimental designs, control and experimental groups are used in the study, but subject design are not randomly assigned to the groups. A single subject design or N of 1 design involves observing the behavior of a
(28)
single individual (or individuals) over time. In a pure experiment the subjects are assigned randomly to the treatment groups.
bahwa dalam merancang desain quasi eksperiment harus membentuk kelompok kontrol dan dan kelompok eksperimen yang dilakukan tanpa acak atau random. Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 1.1.
Tabel Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
O1
X
O2
O3
O4
Sumber : Sugiyono (2008:116)
Teknik analisis data yaitu dilakukan dengan: menyeleksi data, menentukan bobot nilai, melakukan analisis secara deskriptif, dan pemeriksaan distribusi populasi data sampel.
Uji hipotesis dilakukan dengan uji korelasi sederhana (zero order, bivariat) dengan teknik Pearson Correlations. Interpretasi terhadap hubungan antar variabel dilakukan dengan mengkaji hubungan antar variabel serta di telaah kuat atau lemahnya korelasi. Koefisien korelasi adalah suatu alat statistik yang digunakan untuk menentukan derajat hubungan antar variabel.
H. Populasi Dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Negeri 3 Majalengka, yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah siswa 351 orang. Sampel penelitian diambil dua kelas yang tidak dipilih secara random. Hasil pemilihan secara purposive sampling didapatkan kelas VIII 1 sebagai kelompok eksperimen
(29)
dan kelas VIII 2 sebagai kelompok kontrol.
Alasan pemilihan SMP Negeri 3 Majalengka sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini telah terakreditasi A tetapi masih terdapat keragaman kemampuan belajar dan perilaku siswa. Selain itu adanya tantangan yang kompleks dengan ditetapkannya SMP Negeri 3 Majalengka sebagai salah satu rintisan sekolah bertaraf internasional.
I. Paradigma Penelitian
Pembelajaran PKn yang dapat mengembangkan nilai-nilai antikorupsi
Project Citizen
1. Mengidentifikasi masalah 2. Merumuskan masalah 3. Mengumpulkan informasi
4. Menyusun fortopolio dan pembagian kelompok
Prinsip Pembelajaran
1. Cooperative group learning 2. Student based
3. Demokratis-humanistik dan tranfarans 4. Factual based (materi belajar dikaitkan
dengan kehidupan 5. Multi dimensional
6. Fungsi guru sebagai fasilitator
7. Tempat :kelas; sekolah dan luar sekolah 8. Empat Pilar Pendidikan
9. Pandangan Konstruktivisme 10.Democratic Teaching
11.Prinsip Belajar Siswa Aktif 12.Reactive Teaching
Nilai-nilai anti koruspsi
Pembelajaran PKn melalui Project Citizen yang dapat mengembangkan nilai-nilai antikorupsi
(30)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi
Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Majalengka provinsi Jawa Barat yaitu di SMP Negeri 3 Majalengka. Alasan pemilihan SMP Negeri 3 Majalengka sebagai lokasi penelitian karena sekolah ini telah terakreditasi A tetapi masih terdapat keragaman kemampuan belajar dan perilaku pada siswa. Selain itu adanya tantangan yang kompleks dengan ditetapkannya SMP Negeri 3 Majalengka sebagai salah satu rintisan sekolah bertaraf internasional.
2. Populasi
Populasi adalah suatu kesatuan manusia, obyek, gejala, nilai-nilai, ukuran-ukuran ataupun kesatuan lainnya yang ada dalam ruang lingkup yang lebih luas dan memiliki karakteristik umum yang dapat diobservasi. (Heriati,2005:2). Sedangkan menurut Sugiyono (2005:55) populasi bukan hanya orang tetapi juga benda-benda yang lain populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari tetapi meliputi keseluruhan karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh suatu subjek atau objek. Secara umum Rochman N (Ristina, 2009) mengemukakan bahwa populasi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah riset, yang berupa manusia ialah suatu ruang lingkup yang akan dikenai kesimpulan dalam riset yang bersangkutan. Sedangkan sampel diartikan sebagai satu kesatuan yang langsung dijadikan sumber data. Sejalan dengan
(31)
pengertian populasi diatas, maka yang akan peneliti jadikan populasi dalam penelitian ini adalah Siswa-siswi SMP Negeri 3 Majalengka.
3. Sampel
Berdasarkan gambaran populasi di atas, maka subjek penelitian ini sangat besar jumlahnya, oleh karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel. Supaya penelitian ini tidak meluas lebih terfokus pada objek penelitian maka diperlukan sampel adapun pengertian sampel adalah sebagai berikut. Sampel adalah satu kesatuan sebagai bagian dari populasi yang mewakili karakteristik populasi dan dijadikan sumber data untuk analisis statistik (Heriati, 2005 : 2). Menurut Sugiyono (2005 : 56), sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dialami oleh populasi tersebut.
Sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi, yang dilakukan peneliti dengan cara melakukan pre-test, untuk menentukan kesetaraan atau kesejajaran untuk dijadikan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dalam membuat perbandingan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol akan dilakukan tes hasil belajar yang dilakukan melalui pre-test dan post-test dan hasilnya akan dibandingkan antara kelompok yang mendapat perlakuan (treatment) dengan yang tidak untuk dicari perbedaan atau daya beda antara kedua kelompok tersebut sampel yang dapat ditentukan setelah dilakukan pre-test maka sampel yang diambil adalah VIII B dengan jumlah siswa 26 orang sebagai kelas kontrol dan VIII A dengan jumlah siswa 28 orang sebagai kelas eksperimen.
(32)
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian.
Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan dalam lapangan studi yang berbeda. Oleh sebab itu, untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti sehingga tidak mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi operasional atas variabel penelitian sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Project Citizen (Variabel X)
Model Project Citizen merupakan pembelajaran sebagai proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang berintikan pada aktivitas belajar siswa kadar tinggi dan multi domain serta multi dimensional, proses ajar utuh terpadu, interdisipliner, akan memberdayakan kesempatan pelatihan pelakonan berbagai kegiatan dan kemahiran siswa menjadi warga masyarakat serta anak bangsa yang baik, demokratis, cerdas,berbudaya Indonesia (Budimansyah, 2009).
2. Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Winataputra dan Budimansyah (2007:126) pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Menurut Branson (1999: 8) terdapat komponen utama yang harus dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan yaitu: civic knowledge, civic skills, dan civic disposition. Selanjutnya Barnson (1999: 8-26) menguraikan ketiga kompetensi yang disesuaikan dengan keadaan negara Indonesia oleh Budimansyah dan Suryadi (2008: 55) dengan rangkumannya sebagai berikut:
(33)
a. Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge)
Pengetahuan kewarganegaraan diwujudkan dalam lima pertanyaan: (1) Apa kehidupan kewarganegaraan, politik dan pemerintahan?; (2) Apa dasar-dasar sistem politik Indonesia?; (3) Bagaimana pemerintahan yang dibentuk oleh konstitusi mengejawantahkan tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi Indonesia?; (4) Bagaimana hubungan antara Indonesia dan negara-negara lain di dunia?: (5) Apa peran warga negara-negara dalam demokrasi Indonesia?. b. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills)
Komponen esensial kedua Civic Education dalam masyarakat demokratis adalah kecakapan kewarganegaraan yang diwujudkan dalam:
1) Kecakapan berpikir kritis tentang isu politik.
2) Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warga negara. 3) Memberdayakan seseorang untuk mengidentifikasi atau memberi makna yang
berarti pada suatu yang berwujud seperti bendera, lambang negara, lagu kebangsaan, monumen nasional, atau peristiwa-peristiwa politik dan kenegaraan seperti hari kemerdekaan.
4) Memberdayakan seseorang untuk memberi makna arti penting pada sesuatu yang tidak berwujud seperti nilai-nilai ideal bangsa, cita-cita dan tujuan negara, hak-hak mayoritas dan minoritas, civil society dan simbol-simbol emosional.
5) Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem check and balances atau judicial review.
(34)
6) Melihat dengan jelas mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan, imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang dalam pola jangka waktu lama.
7) Mengembangkan kompetensi dalam menjelaskan dan menganalisis sistem pemerintahan, sistem checks and balances, sistem hukum.
8) Kemampuan mengevaluasi, mengambil dan mempertahankan pendapat. 9) Kecakapan-kecakapan warganegara dalam berkomunikasi dan bekerja sama
dengan orang lain (interacting).
10)Kemampuan warga negara unttuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan (monitoring).
11)Kecakapan partisipatoris dalam hal mempengaruh, mengisyaratkan pada kemampuan proses-proses politik dan pemerintah baik proses-proses formal maupun informal dalam masyarakat.
c. Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)
Watak kewarganegaraan yang berkaitan dengan karakter publik dan karakter privat sebagai berikut:
1) Menjadi anggota masyarakat yang independen.
2) Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang ekonomi dan politik.
3) Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu.
4) Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana.
(35)
5) Mengembankan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.
3. Nilai-nilai Antikorupsi (Variabel Y)
Menurut Franz Magnis Suseno (Djabbar, 2008:1) ada tiga sikap moral fundamental yang akan membuat orang menjadi kebal terhadap godaan korupsi: kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab.
a. Jujur berarti berani menyatakan keyakinan pribadi. Menunjukkan siapa dirinya. Kejujuran adalah modal dasar dalam kehidupan bersama. Ketidakjujuran jelas akan menghancurkan komunitas bersama. Siswa perlu belajar bahwa berlaku tidak jujur adalah sesuatu yang amat buruk.
b. Adil berarti memenuhi hak orang lain dan mematuhi segala kewajiban yang mengikat diri sendiri. Magnis mengatakan, bersikap baik tetapi melanggar keadilan, tidak pernah baik. Keadilan adalah tiket menuju kebaikan.
c. Tanggung jawab berarti teguh hingga terlaksananya tugas. Tekun melaksanakan kewajiban sampai tuntas. Misalnya, siswa diberi tanggung jawab mengelola dana kegiatan olahraga di sekolahnya. Rasa tanggung jawab siswa terlihat ketika dana dipakai seoptimal mungkin menyukseskan kegiatan olahraga. Menurut Magnis, pengembangan rasa tanggung jawab adalah bagian terpenting dalam pendidikan anak menuju kedewasaan menjadi orang yang bermutu sebagai manusia.
Yang dimaksud Nilai Antikorupsi dalam penelitian ini adalah nilai-nilai tanggungjawab; disiplin; jujur; sederhana; kerja keras; mandiri; adil; berani dan peduli. Adapun nilai-nilai yang diharapkan tertanam pada diri para siswa adalah sebagai berikut (Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, 2008: 2-42):
a. Tanggungjawab
Berarti siswa memiliki sikap melaksanakan kewajiban, siap menanggung risiko, amanah, berani menghadapi tantangan, tidak mengelak dari kesalahan, menyadari adanya konsekuensi dari setiap perbuatan dan selalu berbuat yang terbaik.
(36)
Bermakna bahwa setiap siswa diharapkan memiliki karakter tekun, taat, tepat waktu, memiliki komitmen dan konsisten, memiliki prioritas, selalu fokus dan segala sesuatu direncanakan dengan baik. c. Jujur
Bermakna bahwa setiap siswa diharapkan dapat berkata benar, bertindak benar, terbuka, dan menghargai diri sendiri.
d. Sederhana
Bermakna bahwa setiap siswa diharapkan memiliki karakter bersahaja, tidak berlebihan, berpenampilan dan belanja secukupnya, merencanakan sesuatu sesuai kebutuhan, apa adanya dan rendah hati. e. Kerja keras
Bermakna bahwa setiap siswa diharapkan memiliki karakter kuat, gigih, selalu berusaha, memiliki obsesi, selalu tabah, memiliki impian, pendirian yang keras, pantang menyerah, terus berharap dan sungguh-sungguh.
f. Mandiri
Bermakna bahwa setiap siswa diharapkan memiliki karakter percaya diri, tidak bergantung pada orang lain, tegar dan berani.
g. Adil
Setiap siswa diharapkan memiliki karakter penuh pertimbangan, proporsional, tidak memihak, objektif dan selalu sesuai.
h. Berani
Memiliki arti bahwa setiap siswa diharapkan memiliki karakter pantang mundur, percaya diri, apapun dihadapi, tegar, mantap, tak gentar, tidak takut.
i. Peduli
Setiap siswa diharapkan memiliki karakter senasib sepenanggungan, satu rasa, membela rasa persaudaraan, tolerasi, empati, setia kawan.
Rincian indikator setiap dimensi/variabel dapat dilihat pada tabel 3.1. sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Operasionalisasi Variabel Penelitian. Variabel
Penelitian Indikator Alat Ukur
Pembelajaran PKn melalui Project Citizen pada Konsep Kaedaulatan Rakyat Dalam Sistem Pemerintahan Mengidentifikasi Masalah 1. Mengidentifikasi masalah
yang dianggap penting oleh masyarakat
2. Menentukan badan pemerintahan yang bertanggung jawab
Semantik Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
(37)
Indonesia (X)
menangani masalah tersebut dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan sangat negatif diberi bobot 1
Memilih Masalah
1. Mendiskusikan informasi yang didapat
2. Memilih masalah untuk bahan kajian kelas
Semantic Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
Jawaban sangat positif dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan sangat negatif diberi bobot 1
Mengumpulkan Informasi 1. Memutuskan tempat atau
sumber infirmasi tambahan 2. Mengumpulkan informasi
yang berhubungan dengan masalah tersebut dari berbagai sumber
Semantic Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
Jawaban sangat positif dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan sangat negatif diberi bobot 1
Mengembangkan Portofolio Kelas
1.Mengembangkan rencana kerja
2.Menyusun kegiatan siswa yang dapat mempengaruhi pemerintah
Semantic Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
Jawaban sangat positif dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan sangat negatif diberi bobot 1
Menyajikan Portofolio
1.Mempresentasikan ide-ide dan pemikiran
2.Menunjukkan cara untuk meyakinkan orang lain terhadap rencana kerja
Semantic Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
Jawaban sangat positif dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan
(38)
sangat negatif diberi bobot 1
Merefleksikan Pengalaman Belajar
1.Refleksi pengalaman belajar
2.Meningkatkan kemampuan yang siswa miliki
Semantic Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
Jawaban sangat positif dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan sangat negatif diberi bobot 1 Kompetensi Kewarganegaraan 1. Pengetahuan Kewarganegara an (Civic Knowledge) (Z1)
1. Pengertian korupsi 2. Penyebab korupsi 3. Dampak korupsi
4. Upaya pemberantasan korupsi
5. Nilai-nilai anti korupsi
Skala Likert dengan alternatif jawaban: Sangat Mengetahui, Mengetahui, Ragu-ragu, Tidak Mengetahui dan
Sangat Tidak
Mengatahui. 2. Keterampilan
Kewarganegara an (Civic Skills) (Z2)
1. Mendapatkan dan menilai informasi
2. Mengklarifikasi dan prioritas
3. Mengindentifikasi dan menilai akibat
4. Mengevaluasi 5. Merefleksikan
Skala Likert dengan alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
3. Watak Kewarganegara an (Civis Disposition) (Z3) 1. Kesopanan
2. Menghormati hak orang lain
3. Menghormati hukum 4. Membuka pikiran 5. Kritis
6. Negosisasi dan kompromi 7. Ketekunan
8. Patriotis 9. Rasa Kasihan 10.Keberanian 11.Toleransi
Semantic Diferensial Osgood
Pola Skala terdiri dari 5,4,3,2,1
Jawaban sangat positif dariberi bobot 5, netral diberi bobot 3, dan sangat negatif diberi bobot 1
Penanaman Nilai-nilai Antikorupsi
(Y)
a. Tanggung jawab Skala Likert dengan alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju,
(39)
Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
b. Disiplin Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
c. Jujur Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
d. Sederhana Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
e. Kerja keras Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
f. Mandiri Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
g. Adil Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
h. Berani Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
i. Peduli Skala Likert dengan
alternatif jawaban: Sangat Setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju.
(40)
C. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Dalam penelitian ini data diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai-nilai antikorupsi. Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba ‘trial’ lapangan. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 1998:160).
Menurut Sugiyono, validitas instrument diuji dengan menggunakan korelasi skor butir dengan skor total “Product Moment (Pearson)” Analisis dilakukan terhadap semua butir instrument. Rumus Product Moment dari Karl’s Pearson menurut Arikunto (1998:160) :
2 2 2 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) )( ( Y Y n X X n Y X XY n rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dengan : soal nilai al jumlah tot soal butir tiap nilai jumlah (subyek) testi banyaknya korelasi koefisien = ∑ = ∑ = = Y X n rxy
Nilai r yang diperoleh dengan menggunakan rumus Product Moment dari Karl’s Pearson, harus diuji keberartiannya. Uji keberartian nilai r dilakukan dengan menggunakan statistik uji-t, sebagai berikut :
(41)
r n r t − − = 1 2 Dengan, hitung t harga subyek banyak korelasi koefisien = = = t n r
Menurut Sudjana (1986: 377), jika t-hitung > t-tabel, maka item dianggap berarti atau dalam hal ini soal tersebut dapat dikatakan valid. Dan sebaliknya apabila hitung < tabel maka butir item tersebut dianggap tidak valid. Dimana t-tabel, adalah nilai peluang distribusi t dengan taraf signifikansi 1-α dan dk = n-2.
Nilai tabel dengan derajat kebebasan 45-2 = 43 dan taraf signifikan 5% adalah t-tabel = 1,68107
Validitas butir soal variabel Y (nilai-nilai antikorupsi) dari 45 butir soal terdapat 8 butir yang tidak valid. Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 3.2
Hasil Perhitungan Analisis Validitas Instrumen No
Butir Koefisien Nilai t-hitung Nilai t-tabel Keterangan
1 0,326 2,862 1,681 Valid
2 0,239 1,979 1,681 Valid
3 0,076 0,574 1,681 Tidak Valid
4 0,246 2,045 1,681 Valid
5 0,474 4,710 1,681 Valid
6 0,322 2,821 1,681 Valid
7 0,366 3,310 1,681 Valid
8 0,156 1,223 1,681 Tidak Valid
9 0,409 3,835 1,681 Valid
10 0,228 1,875 1,681 Valid
11 0,186 1,490 1,681 Tidak Valid
12 0,200 1,612 1,681 Tidak Valid
(42)
14 0,439 4,231 1,681 Valid
15 0,458 4,489 1,681 Valid
16 0,535 5,664 1,681 Valid
17 0,564 6,166 1,681 Valid
18 0,370 3,357 1,681 Valid
19 0,455 4,438 1,681 Valid
20 0,241 1,995 1,681 Valid
21 0,395 3,666 1,681 Valid
22 0,204 1,647 1,681 Tidak Valid
23 0,494 5,012 1,681 Valid
24 0,304 2,630 1,681 Valid
25 0,447 4,331 1,681 Valid
26 0,267 2,248 1,681 Valid
27 0,209 1,698 1,681 Valid
28 0,134 1,037 1,681 Tidak Valid
29 0,402 3,748 1,681 Valid
30 0,512 5,280 1,681 Valid
31 0,409 3,832 1,681 Valid
32 0,306 2,648 1,681 Valid
33 0,437 4,203 1,681 Valid
34 0,489 4,939 1,681 Valid
35 0,250 2,080 1,681 Valid
36 0,355 3,183 1,681 Valid
37 0,338 3,000 1,681 Valid
38 0,367 3,325 1,681 Valid
39 0,300 2,585 1,681 Valid
40 0,354 3,178 1,681 Valid
41 0,321 2,809 1,681 Valid
42 0,160 1,255 1,681 Tidak Valid
43 0,483 4,841 1,681 Valid
44 0,462 4,546 1,681 Valid
45 0,191 1,530 1,681 Tidak Valid
Dari tabel di atas untuk keperluan penelitian dipakai sebanyak 37 butir soal, sedangkan 8 yang tidak valid tidak dipakai.
D. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas menunjukkan pada pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument
(43)
tersebut sudah baik (Arikunto, 1999:170). Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus Alpha.
Untuk mempermudah perhitungan penulis menggunakan software SPSS versi 17. Hasil perhitungan tersebut terlihat dari tabel berikut :
Tabel 3.3
Tabel Uji Reliabilitas Instumen Reliability Statistika
Dari hasil perhitungan, nilai r11 diperoleh 0,808. Nilai tersebut menurut tabel 4.2 termasuk dalam reliabilitas tinggi. Selanjutnya hasil tersebut di interpretasikan dengan menggunakan criteria yang dibuat oleh Guilford (Ruseffendi, 1994, h.144) dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 3.4
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Nilai r Interpretasi
0,00 – 0,20 0,20 – 0,40 0,40 – 0,70 0,70 – 0,90 0,90 – 1,00
Kecil Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien reliabilitas tes sebesar 0,808 tergolong pada reliabilitas yang tinggi.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
(44)
E. Prosedur Penelitian
Berdasarkan kebutuhan data yang ingin diperoleh dalam penelitian ini, maka prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap utama, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan di kelas dan tahap analisis data dengan uraian sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini melakukan beberapa kegiatan, yaitu : (1) pengembangan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pembelajaran, penyusunan angket mengenai nilai-nilai antikorupsi dan angket mengenai Project Citizen; (2) melaksanakan uji coba intrumen untuk angket nilai-nilai antikorupsi sedangkan angket mengenai Project Citizen validasinya dilakukan dengan cara dikonsultasikan kepada pembimbing.; (3) merevisi perangkat pembelajaran dan menguji validitas instrumen (4) memperbanyak perangkat pembelajaran dan instrument sesuai dengan kebutuhan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan di Kelas
a. Pemberian tes awal dengan angket nilai-nilai antikorupsi untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
Setelah tes diujicobakan dan diseleksi, selanjutnya soal terpilih tersebut diberikan kepada siswa sebagai tes awal. Soal tes awal terdiri dari 45 butir pertanyaan mengenai nilai-nilai antikorupsi. Waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal adalah 60 menit. Jumlah siswa pada kelompok kontrol 26 orang dan kelompok eksperimen sebanyak 28 orang. Tes awal ini diberikan dengan tujuan untuk mengetahui sikap awal siswa mengenai nilai-nilai antikorupsi.
(45)
b. Melaksanakan pembelajaran di kelas kontrol dan kelas eksperimen
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian materi dengan model Project Citizen untuk kelompok eksperimen dan dengan pembelajaran biasa untuk kelompok kontrol. Dalam penelitian ini penulis tidak berperan sebagai guru pengajar, dengan pertimbangan untuk mengurangi bias karena perbedaan perlakuan pada masing-masing kelompok.
Materi yang disampaikan pada penelitian ini adalah sama baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol yaitu mengenai Kedaulatan Rakyat Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Kelas VIII SMP Negeri 3 Majalengka dengan sub bab Peran Lembaga Negara sebagai Pelaksana Kedaulatan Rakyat dengan jumlah 2 Jam pelajaran untuk 2 kali pertemuan. Perlakuan dengan menggunakan Project Citizen di kelas eksperimen dilakukan sesuai langkah pembelajaran yaitu 6 kali pertemuan sedangkan untuk kelas kontrol hanya dengan 2 kali pertemuan.
c. Memberikan tes akhir dengan angket nilai-nilai antikorupsi
Tes akhir ini diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dengan angket yang sama dengan angket pada tes awal. Tujuan pemberian tes akhir untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Selain angket mengenai nilai-nilai antikorupsi, kelas eksperimen diberi angket mengenai pembelajaran Project Citizen diberikan pada hari yang sama dengan pelaksanaan tes akhir.
(46)
F. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan metode eksperimen dengan rancangan quasi eksperimen, yang merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit untuk dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Desain quasi eksperimen digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. (Sugiyono, 2009:77).
Dalam penggunaannya peneliti mengambil salah satu bentuk quasi eksperimen yaitu nonequivalent control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih tidak secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal dengan maksud adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. (Sugiyono, 2008: 77-78). Selanjutnya Creswell (1994 : 132) menegaskan bahwa Nonequivalent control group design :
In this design, a popular approach to quasi-experiments, the experimental Group A and the control Group B are selected without random assignment. Both groups take a pretest and a posttest, and only the experimental group received the treatment.
Hal itu sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Creswell (1994:130) :
In quasi-experimental designs, control and experimental groups are used in the study, but subject design are not randomly assigned to the groups. A single subject design or N of 1 design involves observing the behavior of a single individual (or individuals) over time. In a pure experiment the subjects are assigned randomly to the treatment groups.
(47)
bahwa dalam membuat desain quasi eksperimen harus membentuk kelompok kontrol dan dan kelompok eksperimen yang dilakukan tanpa acak atau random. Hal tersebut dapat digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.5
Tabel Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
O1
X
O2
O3
O4
Sumber : Sugiyono (2008:116)
G. Teknik Analisis Data 1. Menyeleksi data
Menyeleksi data agar dapat diolah lebih lanjut, yaitu dengan memeriksa jawaban responden sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
2. Menentukan bobot nilai
Penentuan bobot nilai untuk setiap kemungkinan jawaban pada setiap item variabel penelitian dengan menggunakan skala penilaian yang telah ditentukan kemudian menentukan skornya.
3. Melakukan analisis secara deskriptif
Untuk mengetahui kecenderungan data. Dari analisis ini dapat diketahui rata-rata median, standar deviasi dan varians dari masing-masing variabel.
4. Pemeriksaan distribusi populasi data sampel
Pengujian distribusi dari data sampel bertujuan untuk mengetahui sebaran dari populasi data sampel yang diperoleh, apakah sample berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Ini berpengaruh terhadap pemilihan uji
(48)
statistik yang digunakan apakah parametric atau nonparametric. Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan uji kolmogorov-smirnop melalui bantuan software SPSS versi 17 for windows.
H. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan uji korelasi sederhana (zero order, bivariat) dengan teknik Pearson Correlations. Interpretasi terhadap hubungan antar variabel dilakukan dengan mengkaji hubungan antar variabel serta di telaah kuat atau lemahnya korelasi. Koefisien korelasi adalah suatu alat statistik yang digunakan untuk menentukan derajat hubungan antar variabel.
I. Langkah-langkah Penelitian
No. Agenda DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL
1 Pemantapan
Proposal
2 Pengajuan
Nama Pembimbing
3 Seminar
Proposal
4 Ujian
Komprehensif
5 Pemantapan
Instrumen
6 Penelitian
Lapangan
7 Sidang Tahap
I
8 Sidang Tahap
(49)
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Umum
Berdasarkan analisis dan pengujian terhadap hipotesis yang dilakukan oleh peneliti serta hasil pembahasan yang didapat, secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan model project citizen berpengaruh terhadap kompetensi kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai antikorupsi di kelas VIII SMP Negeri 3 Majalengka.
Model project citizen dalam pembelajaran PKn dipandang mampu meningkatkan kompetensi kewarganegaraan dalam mengembangkan nilai-nilai antikorupsi baik pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan watak kewarganegaraan secara terintegrasi. Apabila secara parsial, maka kompetensi kewarganegaraan yang paling dipengaruhi oleh penggunaan model project citizen dari yang terbesar hingga terkecil berturut-turut yaitu: watak kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan pengetahuan kewarganegaraan.
Berdasarkan analisis data dan temuan yang diperoleh dari lapangan tentang pengaruh pembelajaran PKn melalui Project Citizen terhadap pengembangan nilai-nilai korupsi, dapat ditarik kesimpulan umum sebagai berikut:
(50)
a. Penggunaan model project citizen (X) berpengaruh terhadap pengetahuan kewarganegaraan (Z1) dalam mengembangkan nilai-nilia antikorupsi (Y). Hal ini karena model project citizen menerapkan teori belajar konstruktivisme dimana siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi yang berkesinambungan dengan objek, fenomena dan pengalaman serta lingkungan untuk mendapatkan informasi yang utuh dari masalah yang menjadi kajiannya. b. Penggunaan model project citizen (X) berpengaruh terhadap keterampilan kewarganegaraan (Z2) dalam mengembangkan nilai-nilia antikorupsi (Y). Hal tersebut dikarenakan siswa dipicu untuk mengamati, bertanya dan menganalisis dari berbagai sumber informasi untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang diplihnya.
c. Penggunaan model project citizen (X) berpengaruh terhadap watak kewarganegaraan (Z3) dalam mengembangkan nilai-nilia antikorupsi (Y). karena dengan mengkaji nilai-nilai antikorupsi dengan langsung mencari informasi kepada narasumber yang tepat siswa akan mengetahui betapa bahayanya perbuatan korupsi bagi bangsa dan negara.
d. Penggunaan model project citizen (X) berpengaruh terhadap pengetahuan kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan dan watak kewargenagaraan dalam mengembangkan nilai-nilia antikorupsi (Y). Hal ini disebabkan pencarian informasi untuk mendapatkan jawaban dari masalah kelasnya telah membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman yang secara tidak langusng melatih keterampilan mendapatkan informasi, bertanya dan menganalisis informasi tersebut yang berpengaruh terhadap watak siswa untuk
(51)
tidak melakukan perbuatan korupsi berdasarkan informasi yang didapatkannya karena begitu bahaya tindakan korupsi bagi keberadaan suatu bangsa dan negara.
2. Kesimpulan Khusus
a. Keberhasilan pengembangan nilai-nilai antikorupsi dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan metode project citizen dapat dicapai apabila tenaga pengajar telah memahami dengan baik dan benar tahap-tahap dalam menggunakan motode tersebut, sehingga dapat mengarahkan siswa untuk mengetahui, terampil dan mempunyai watak yang baik dalam menyikapi phenomena-penomena korupsi di negara ini.
b. Tingkat partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran PKn yang didorong dengan kesenangan terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode yang memberi peluang lebih kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, memberi peluang terhadap pengembangan nilai-nilai antikorupsi agar supaya ditanamkan dalam kehidupan keseharian siswa.
c. Semakin sempurna internalisasi nilai-nilai antikorupsi maka semakin tercipta warga negara muda yang jauh dari perbuatan-perbuatan yang mengandung nilai-nilai korupsi yang akan membawa negara Indonesia kepada suatu keadaan yang lebih baik.
(52)
B. Rekomendasi 1. Untuk guru
Project citizen memiliki pengaruh terhadap kompetensi kewarganegaraan. Oleh sebab itu, kepada guru-guru pendidikan kewarganegaraan hendaknya model ini dapat dikembangkan di sekolahnya masing-masing.
2. Untuk siswa
Project citizen sebagai inovasi pembelajaran yang dapat mengembangkan potensi dan kebutuhan belajar mereka, melatih keberanian berbicara, kepercayaan diri, sosialisasi dengan banyak orang khusus bagi para pejabat yang mungkin jarang dapat ditemui, serta melatih kreatifitas. Selain itu siswa dapat berpartisipasi aktif untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
3. Untuk Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka
Project citizen dapat dikembangkan sebagai suatu model pembelajaran, tidak hanya untuk guru PKn tapi juga guru-guru lain yang berkaitan dengan pengembangan potensi siswa, selain itu dapat pula project citizen dijadikan ciri khas pembelajaran di Kabupaten Majalengka dengan sosialisasi lebih intensif kepada guru dan pejabat publik lainnya dengan mengadakan pelatihan-pelatihan model pembelajaran.
4. Untuk Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia
Project Citizen dapat dikembangkan sebagai suatu model Sosialisasi, kampanye dan Pendidikan Antikorupsi Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK dalam rangka pencegahan perilaku korupsi mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
(53)
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, (1987). Korupsi, sifat, sebab dan fungsi.LP3ES :Jakarta.
Anam, S. (2005). INDRA DJATI SIDI Dari ITB Untuk Pembaruan Pendidikan. Jakarta: Teraju.
Arianto, I. (2006).”Kebangsaan Indonesia dulu, kini dan di masa depan”, Pendidikan Nilai Moral dalam dimensi PKn. Bandung: Laboratorium PKn FPIPS –UPI.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Atmasasmita, R. 2002. Korupsi, Good Governance dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia.Jakarta; Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI.
Branson, M.S. (1998). The Role of Civic Education. Calabasas: CCE.
Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008) PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan-Sekolah Pascasarjana-Universitas Pendidikan Indonesia.
Budimansyah, D. (2008). Pembelajaran Pendidikan Kesadaran Hukum. Bandung: PT. Genesindo.
Budimansyah, D. (2009). “Inovasi Pembelajaran Project Citizen”, Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.
Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Chaniago, J (2010). Titik Persentasi Distribusi t dan Tabel r tersedia di http.//junaidichaniago.wordpress.com.
Cholisin, dkk. (2007). Ilmu Kewarganegaraan. Jakarta: Universitas Terbuka. Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative and Quantitative
Approaches. Thousand Oaks,London, New Delhi :Sage Publications. ___________. (1994). Qualitative Design: Qualitative & Quantitative
Approaches. London: Sage Publications.
Cogan, J.J. dan Derricot, R. (1998). Citizenship for the 21st Century: An International Perspective on Education. London: Kogan Page.
(1)
Kerri, L K, Sandra B & Sue D. (1998). Educational Psychology for Learning and Teaching. England.
Kesuma, D, Cecep Darmawan dan Johar Permana. (2008). Korupsi dan Pendidikan Antikoruspi. Bandung: Pustaka Aulia Press.Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (2007).Optimalisasi Pelayanan Publik Laporan Tahunan 2008 Jakarta : KPK RI.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (2007).Pahami Dulu Baru Lawan Jakarta : KPK RI.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (2008). Buku Panduan Guru, Modul Pendidikan Anti Korupsi tingkat SLTA/MA. Jakarta : KPK RI. Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (2008).Pendidikan Anti
Korupsi: Aku Calon Pemimpin Bertanggungjawab, Disiplin, Jujur. Jakarta : KPK RI.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (2008).Pendidikan Anti Korupsi: Aku Calon Pemimpin Sederhana, Kerja keras, Mandiri. Jakarta : KPK RI.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (2008).Pendidikan Anti Korupsi: Aku Calon Pemimpin Adil, Berani, Peduli. Jakarta : KPK RI. Lincoln, Y.S. & Guba, E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills:
SagePublications.
Maheka, A. (2007).Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia.
Moeljatno. (1959). Kitab Undang-undang Hukum Pidana (edisi baru).Yogyakarta: Bumi Aksara.
Patrick, J.J. (2002). Improving civic education in school. New York: ERIC Digest. Pope, J. 2003. Strategi Memberantas Korupsi Elemen Sistem Integritas Nasional. Jakarta; Kerjasama antara Transparency Internastional Indonesia dan Yayasan Obor Indonesia.
Pusat Kurikulum. (2007). Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional
Quigley, C.N, Buchanan, Jr. J.H., Bahmuellerf, C.F (1991). Civitas: A Framework for Civic Education. Calabasa:CCE.
(2)
Risbiyantoro, M. (2005). Peranan Mahasiswa Dalam Memerangi Korupsi, Jakarta: Pembekalan Mahasiswa Anti Korupsi (Makalah).
Riyanto, A. (2003). Filsafat Hukum, Bandung
Sagala, S (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sapriya dan Winataputra, U.S. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: Lab PKn UPI Bandung.
Soebhan, S.R. (2000). Model Reformasi Birokrasi Indonesia.Jakarta : PPW LIPI Soewardi, H. (2004). Roda berputar Dunia bergulir.Bandung : Bakti Mandiri Solihatin, E dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning: Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Somantri, N, M. (2001), Menggagas pembaharuan Pendidikan IPS, Remaja Rosdakarya- SPS UPI, Bandung
Subandy, I. dan Iriantara, Y. (2003). Melawan Korupsi di Sektor publk. Bandung : SPI Press.
Sugiyono. (2005). Statistika Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta
Sudjana, D. (2005). Dasar-dasar Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Handout;Program Pascasarjana UPI, Bandung.
Sudjana, N. (1986). Dasar-dasar Statisika, Bandung : Tarsito
Sumantri, E. (2008). An Outline Citizenship And Moral Education In Major Countries Of Southeast Asia. Bandung : CV. Bintang Warli Artika.
Makmun, SA. (2009). Psikologi Kependidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya. Taylor, N. (2011). Sociology of Deviance 2011. Australia: School of Social and
Policy Studies Faculty of Social and Behavioral Studies Flinders University.
Tilaar, H.A.R. (1999).Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam perspektif Abad 21. Magelang : Penerbit Tera Indonesia.
(3)
Universitas Pendidikan Indonesia.(2008).Pedoman penulisan Karya Ilmiah.
Vontz, M dan Patrick (2000). Project Citizen And The Civic Development Of Adolescent Students In Indiana, Latvia And Lithuania. US Development:ERIC Indiana University.
Wahab, AA (2007). Metode dan Model-model Mengajar IPS. Alfabeta : Bandung. Wahab, AA dan Sapriya (2005) Teori dan Landasan Pendidikan
Kewarganegaraan. UPI Press Bandung
Wahyudin, (2009).Metodologi Penelitian Pendidikan.Bahan ajar mata kuliah SPs UPI.
Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi: Suatu Kajian Konseptual Dalam Konteks Pendidikan IPS. Disertasi PPS UPI: tidak diterbitkan.
Winataputra, U.S. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pencerdasan Kehidupan Bangsa. Disampaikan pada Temu Sambut Guru Besar FKIP UT. Jakarta: FKIP UT.
Winataputra, U.S (2005). Pengembangan Civic Culture dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: PPs Universitas Terbuka.
Winataputra, U.S. (2005) Landasan filosofis dan pedagogis pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahanapendidikkan demokrasi konstitusional Republik Indonesia, Semarang : Panitia SEMILOKA Nasional PKn, Makalah.
Winataputra, U.S 2007). Inovasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan: Menjawab Problema Realitas, dan Tantangan Instrumental serta Praksis PKn di Sekolah dan Luar Sekolah. Jakarta: PPs Universitas Terbuka. Winataputra, U.S. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education: Konteks,
Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPs UPI.
Wragg, Ec. (1997). Keterampilan Mengajar Di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Grasindo
Wuryan, S dan Syaifullah, 2006. Ilmu Kewarganegaraan (Civics), Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.
(4)
Zamroni (2001) Civic Education di Perguruan Tinggi: Urgensi dan Metodologi, Makalah seminar Nasional Pendidikan Kewargaan (Civic Education) di perguruan tinggi, Jakarta, 28-29 Mei.
Darmawan. C. (2010). Kebijakan Pendidikan: Catatan Kritis Sebuah Bunga rampai. Bandung: Pustaka Aulia Press.
Djaja, E. (2010). Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Disertasi, Tesis, Jurnal dan Karya Ilmiah
Arif, D.B. (2009), Kompetensi Kewarganegaraan Untuk Pengembangan nMasyarakat Multikultural Indonesia, Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2 (1), 98-112.
Budimansyah, D (2001). Apa dan Mengapa Model Pembelajaran Berbasis Portofolio?. Makalah disampaikan pada Diklat Guru-guru PKN SLTP Jawa Barat di Lembang.
Budimansyah, D. (2008). Revitalisasi Pembelajaran PKn melalui Praktik Belajar Kewarganegaraan (Project Citizen), Acta Civicus, Vol 1 No. 2, April 2008, 179-198.
Komalasari, K. (2008). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dalam PKn
Terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP. Disertasi Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Komalasari, K. (2009), Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Dalam Pendidikan Kewarganegaraan terhadap Kompetensi Kewarganegaraan Siswa SMP, Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2 (1), 76-97.
Komalasari, K dan Budimansyah, Dasim. (2009). Pengaruh pembelajaran kontekstual dalam PKn terhadap kompetensi kewarganegaraan siswa SMP, Jurnal Acta Civicus , 2 ( 1 ). Hlm. 76 – 97.
Ristina. (2009). Pengaruh Project Citizen (Pembelajaran Berbasis Portofolio) Dalam PKn Terhadap Pengetahuan Warga Negara (Civic Knowledge). Tesis Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.
Samsuri. (2009). Objektivitas pancasila sebagai modal sosial warga negara demokratis dalam pendidikan kewarganegaraan, Acta Civicus Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan. 2 (2), 169-180.
(5)
Sapriya. (2006). Warganegara dan Teori Kewarganegaraan. Dalam Budimansyah, Dasim dan Syaifullah Syam (Ed). Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan: Menyambut 70 Tahun Prof. Drs. H. A. Kosasih Djahiri. Bandung: Lab. PKn FPIPS UPI
Sapriya. (2008). Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual Filosofis PKn dalam konteks Pendidikan IPS), Acta civicus, Vol 1 No. 2, April 2008, 199-214).
Sopiah, P. (2009). Pengaruh Aplikasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Portofolio Terhadap Pengembangan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture). Acta Civicus, Vol. 2, No. 2, April 2009, 198-199.
Suharno. (2004). Membangun Birokrasi Yang berpihak kepada rakyat, Jurnal Civics Media Kajian Kewarganegaraan, Vol 1 No. 1, Juni 2004,70-76). Sumantri, E (2008).Globalisasi, reformasi dan Pendidikan Demokrasi, UNSUR
Cianjur(Makalah).
Wahab, A.A. (1999). Budi pekerti Education: A Model of Teaching Code of Conduct for Good Indonesia Citizenship, Makalah pada Conference on Civic Education for Civil Society. Bandung, 16 – 17 Maret 1999.
Internet
Arif, D. B. (2009). Kompetensi Kewarganegaraan untuk Pengembangan Masyarakat Multikultural Indonesia. [Online]. Tersedia:
http://baehaqiarif.wordpress.com/2009/10/08/kompetensi-kewarganegaraan- untuk-
pengembangan-masyarakat-multikultural-indonesia/ [15 November 2009]
Djabbar ,F. Fungsional Deputi Pencegahan KPK Dikutip dari Harian Media Indonesia, 11 September 2007, 2 halaman. Tersedia: http://www.kpk.go.id. (29 Oktober 2008).
Hart- NH (2001) Anti-Corruption Strategies In Indonesia, Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37, No. 1, 2001: 65–82(Online) tersedia di : Anticorruption.org
Noor, Idris HM.. (2007). Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Inovasi Pendidikan di Indonesia. [Online]. Tersedia: http://www.depdiknas.go.id. Html [27 November 2007]
(6)
UN Global Compact (2005) Tranparency And Anti Corruption (Online) tersedia di : http://www.unglobalcompact.org/aboutthegc/thetenprinciples/anti-corruption.html
Wiley, Jennifer. Multimedia Learning of History, http://arsip.pontianakpost.com/b erita/index.aspBerita=Opini&id=126704
Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi