STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 181 K/PID.SUS/2008 DAN PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 126 K/PID.SUS/2008 TENTANG PENERAPAN PIDANA DENDA SECARA TANGGUNG RENTENG (JOINT AND SEVERAL LIABILITY) DALAM P.
ABSTRAK
Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh H.M Warsit selaku Ketua
DPRD Kabupaten Blora dengan Haryono SD, Rofi’i Hasan dan Abdul Ghoni SH
selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora (ketiganya diperiksa sebagai
terdakwa dalam berkas perkara yang terpisah) berawal dari penyusunan
perubahan anggaran APBD. Dimana dalam putusan Mahkamah Agung No. 126
K/Pid.Sus/2008 dengan terdakwa Haryono SD, terdakwa Rofi’i Hasan dan
terdakwa Abdul Ghoni SH, terdapat pidana tambahan uang pengganti yang
dibayarkan secara tanggung renteng dengan terdakwa H.M Warsit yang diputus
lepas dari segala tuntutan hukum oleh Mahkamah Agung dalam putusan No. 181
K/Pid.Sus/2008. Tujuan dari Studi Kasus ini adalah untuk mengetahui penerapan
sanksi pidana tambahan uang pengganti yang dibayarkan secara tanggung
renteng dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama dan untuk
mengetahui Putusan Mahakamah Agung RI No. 126 K/Pid.Sus/2008 dan
Putusan Mahkamah Agung RI No. 181 K/Pid.Sus/2008 telah sesuai dengan
Pasal 197 ayat (1) KUHAP atau tidak
Metode yang dipakai penulisan ini adalah deskriptif analitis melalui
pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan merupakan bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder yaitu berupa peraturan perundang-undangan
serta dokumen lainnya yang terkait dengan penerapan konsep pidana tambahan
dan bentuk pembebanan tanggung renteng dalam tindak pidana korupsi.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Penerapan putusan pemidanaan
mengenai pidana tambahan uang pengganti yang dibayarkan secara tanggung
renteng dalam Tindak Pidana Korupsi tidak diatur mengenai jumlah limitatif dari
pidana tambahan uang pengganti tersebut sehingga akan menyulitkan bagi
Majelis Hakim untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan oleh para
terdakwa guna mengganti kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana
korupsi. Undang-undang hanya menyatakan bahwa jumlahnya sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh para terdakwa dari tindak
pidana korupsi yang dilakukan (Pasal 18 ayat (1b) Undang-undang No. 31 tahun
1999 Jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001). Sedangkan pembayaran secara
tanggung renteng lebih dikenal dalam hukum perdata dan tidak diatur di dalam
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Putusan Mahkamah Agung No. 126
K/Pid.Sus/2008 telah sesuai dengan hal-hal yang harus dimuat dalam putusan
sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Sedangkan Putusan No.
181 K/Pid.Sus/2008 bukan merupakan putusan pemidanaan sehingga sesuai
dengan Pasal 199 KUHAP. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 126
K/Pid.Sus/2008, Mahkamah Agung tidak tepat membebani terdakwa H.M Wasit
(terdakwa dalam putusan No. 181 K/Pid.Sus/2008 yang diputus lepas dari segala
tuntutan hukum) untuk secara tanggung renteng bersama terdakwa lain
membayar uang pengganti sebesar Rp. 1.535.696.150,- (satu milyar lima ratus
tiga puluh lima juta enam ratus sembilan puluh enam ribu seratus lima puluh
rupiah).
iv
Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh H.M Warsit selaku Ketua
DPRD Kabupaten Blora dengan Haryono SD, Rofi’i Hasan dan Abdul Ghoni SH
selaku Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora (ketiganya diperiksa sebagai
terdakwa dalam berkas perkara yang terpisah) berawal dari penyusunan
perubahan anggaran APBD. Dimana dalam putusan Mahkamah Agung No. 126
K/Pid.Sus/2008 dengan terdakwa Haryono SD, terdakwa Rofi’i Hasan dan
terdakwa Abdul Ghoni SH, terdapat pidana tambahan uang pengganti yang
dibayarkan secara tanggung renteng dengan terdakwa H.M Warsit yang diputus
lepas dari segala tuntutan hukum oleh Mahkamah Agung dalam putusan No. 181
K/Pid.Sus/2008. Tujuan dari Studi Kasus ini adalah untuk mengetahui penerapan
sanksi pidana tambahan uang pengganti yang dibayarkan secara tanggung
renteng dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama dan untuk
mengetahui Putusan Mahakamah Agung RI No. 126 K/Pid.Sus/2008 dan
Putusan Mahkamah Agung RI No. 181 K/Pid.Sus/2008 telah sesuai dengan
Pasal 197 ayat (1) KUHAP atau tidak
Metode yang dipakai penulisan ini adalah deskriptif analitis melalui
pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan merupakan bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder yaitu berupa peraturan perundang-undangan
serta dokumen lainnya yang terkait dengan penerapan konsep pidana tambahan
dan bentuk pembebanan tanggung renteng dalam tindak pidana korupsi.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa Penerapan putusan pemidanaan
mengenai pidana tambahan uang pengganti yang dibayarkan secara tanggung
renteng dalam Tindak Pidana Korupsi tidak diatur mengenai jumlah limitatif dari
pidana tambahan uang pengganti tersebut sehingga akan menyulitkan bagi
Majelis Hakim untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan oleh para
terdakwa guna mengganti kerugian negara yang disebabkan oleh tindak pidana
korupsi. Undang-undang hanya menyatakan bahwa jumlahnya sebanyakbanyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh para terdakwa dari tindak
pidana korupsi yang dilakukan (Pasal 18 ayat (1b) Undang-undang No. 31 tahun
1999 Jo. Undang-undang No. 20 tahun 2001). Sedangkan pembayaran secara
tanggung renteng lebih dikenal dalam hukum perdata dan tidak diatur di dalam
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Putusan Mahkamah Agung No. 126
K/Pid.Sus/2008 telah sesuai dengan hal-hal yang harus dimuat dalam putusan
sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP. Sedangkan Putusan No.
181 K/Pid.Sus/2008 bukan merupakan putusan pemidanaan sehingga sesuai
dengan Pasal 199 KUHAP. Dalam Putusan Mahkamah Agung No. 126
K/Pid.Sus/2008, Mahkamah Agung tidak tepat membebani terdakwa H.M Wasit
(terdakwa dalam putusan No. 181 K/Pid.Sus/2008 yang diputus lepas dari segala
tuntutan hukum) untuk secara tanggung renteng bersama terdakwa lain
membayar uang pengganti sebesar Rp. 1.535.696.150,- (satu milyar lima ratus
tiga puluh lima juta enam ratus sembilan puluh enam ribu seratus lima puluh
rupiah).
iv