PEMETAAN STRUKTUR PERILAKU DAN KINERJA P

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA
INDUSTRI SEMEN INDONESIA
Risris Rismayani Suwarma 1
Email: risrisrismayani@yahoo.co.id dan risrisrismayani@gmail.com

ABSTRAK
Semen merupakan salah satu kebutuhan pokok atau bahan utama dalam pembangunan
infrastruktur suatu negara seperti pelabuhan, jalan, jembatan, bendungan, rumah, sekolah,
rumah sakit dan lainnya. Secara global, semen merupakan bahan yang paling banyak
dikonsumsi setelah air. Oleh karena itu, konsumsi semen suatu negara menjadi salah satu tolok
ukur tingkat kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang sosio-ekonomi. Karakteristik dan
permasalahan industri semen secara keseluruhan dapat dipahami dengan melakukan pemetaan
terhadap faktor-faktor yang terlibat. Pemetaan Struktur, Perilaku dan Kinerja merupakan
pendekatan yang umumnya dilakukan dalam menganalisis industri. Pendekatan tersebut lebih
dikenal dengan istilah Structure-Conduct-Performance Paradigm. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian campuran ( mixed method research). Data

sekunder berupa kualitatif dan kuantitatif dikumpulkan melalui studi literatur. Teknik analisis
data untuk data kualitatif adalah evaluasi berdasarkan karakteristik normatif, sedangkan data
kuantitatif menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi berganda ( multiple regression
analysis) untuk menguji konsistensi ketiga variabel penelitian. Hasil analisis menunjukkan
bahwa: (1) struktur industri semen Indonesia adalah oligopoli ketat ( tight oligopoly) dengan
nilai rata-rata rasio konsentrasi pasar (CR3) 2005-2011 adalah 89,94% dan nilai rata-rata MES
2005-2011 adalah 77,74%, (2) Perilaku industri semen Indonesia dengan karakteristik memiliki
kecenderungan kompetisi “middle aggresive”, (3) Kinerja industri 'agak berlebih' dengan nilai
rata-rata ROA industri semen Indonesia dalam kurun waktu 2005-2011 adalah 18,42%, dan (4)
Terdapat konsistensi antara ketiga variabel penelitian yaitu struktur, perilaku dan kinerja. Hal
tersebut telah dibuktikan secara kualitatif (33%-50%) dan kuantitatif (0,4055 atau 40,55%).
Kata Kunci: Struktur, Perilaku, Kinerja, Penelitian Campuran (Mixed Method Research).
1. Pendahuluan
Semen merupakan salah satu kebutuhan pokok atau bahan utama dalam pembangunan
infrastruktur suatu negara seperti pelabuhan, jalan, jembatan, bendungan, rumah, sekolah,
rumah sakit dan lainnya. Secara global, semen merupakan bahan yang paling banyak
dikonsumsi setelah air. Oleh karena itu, konsumsi semen suatu negara menjadi salah satu tolok
ukur tingkat kesejahteraan masyarakat terutama dalam bidang sosio-ekonomi. Hal ini senada
dengan kesimpulan penelitian Bernard L Weinstein dan pernyataan Cement Industry Federation
(CIF) sebagai berikut:

Cement is the essential ingredient in concrete, a ubiquitous building material that is the
second most consumed product globally after water. Concrete is the foundation of the
nation’s infrastructure and is utilized in the construction of roads, homes, commercial
buildings, dams and levees (Weinstein, 2010:19).

1

Lulusan S2 Sekolah Pasca Sarjana Institut Manajemen Telkom
1

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

Cement is the glue that binds aggregates together to form concrete, one of the key
construction materials available today. Twice as much concrete is used in construction as all
other building materials combined (CIF, 2009:1).

Sampai saat ini, konsumsi semen Indonesia masih berada pada peringkat rendah dibandingkan

negara-negara lain didunia. Meskipun demikian, hal ini merupakan sinyal bahwa potensi
peningkatan konsumsi semen nasional masih sangat besar. Gambar 1 memperlihatkan
perbandingan konsumsi semen per kapita secara global 2009 dan 2010. Pada 2009 konsumsi
Indonesia sebesar 167 kg per kapita. Angka tersebut masih berada dibawah China, Saudi
Arabia, Singapura, Italia, Malaysia, Vietnam, Amerika, Thailand, Jepang, Jerman dan India.
Meskipun demikian, tingkat konsumsi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina. Pada
2010, konsumsi semen Indonesia meningkat sebesar 2,99% dari 2009 menjadi 172 kg per
kapita.
Gambar 1. Perbandingan Konsumsi Semen
Global 2009-2010

Gambar 2. Key Driver Permintaan Semen
Domestik

Laporan presentasi tahunan Semen Gresik 2010 pada Gambar 2 menyebutkan bahwa faktor
pendorong (key driver ) pertumbuhan konsumsi semen Indonesia adalah: (1) pertumbuhan
ekonomi nasional yang masih cukup baik; (2) tingkat bunga yang menarik; (3) pembangunan
infrastruktur secara besar-besaran; dan (4) tingkat konsumsi per kapita yang masih sangat
rendah. Keempat faktor tersebut berpotensi untuk meningkatkan kebutuhan semen karena
meningkatnya daya beli konsumen. Pertama , pertumbuhan ekonomi nasional yang masih cukup

baik. Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan konsumsi semen domestik 2002-2011. Fluktuasi
tingkat pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Product/GDP Growth) sebagian besar sejalan
dengan fluktuasi pertumbuhan konsumsi semen (Cement Consumption Growth). Pertumbuhan
konsumsi semen Indonesia yang berjalan paralel dengan pertumbuhan ekonomi akan terus
berlanjut mengingat target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,40–7,50 % pada periode 2011–2014
dan 8-9% pada periode 2015–2025 sesuai dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan
2

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Kedua, tingkat bunga yang menarik.
Selain elemen pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga yang relatif stabil turut mendorong
pertumbuhan konsumsi semen domestik. Hal ini disebutkan dalam Warta Semen dan Beton
Indonesia (WSBI) (2012 Vol.10: 41) bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun 2011, pertumbuhan di sektor konstruksi dan perumahan, serta tingkat suku bunga yang
relatif stabil, telah ikut memberi andil dalam peningkatan pertumbuhan permintaan semen
nasional dari 6% pada tahun 2010 menjadi 17,70% pada tahun 2011 (Gambar 3). Ketiga,

pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Pemerintah telah merencanakan proyek
pembangunan 2011-2025 yang dituangkan dalam MP3EI. Pemerintah berencana menyelesaikan
berbagai proyek MP3EI Pembangunan jalan tol tahun 2010-2014 sepanjang 1.334 km yang
membutuhkan anggaran US$ 15,20 juta akan membutuhkan semen 4 juta ton selama
periode tersebut (Tabel 1). Keempat, tingkat konsumsi semen per kapita Indonesia saat ini
masih rendah (Gambar 2). Gambar 4 memperlihatkan konsumsi semen per kapita Indonesia
terus tumbuh dari tahun 2001-2011. Konsumsi semen Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh
hingga 2025 berdasarkan proyeksi target pencapaian PDB Indonesia dari sebesar US$ 3,000
pada 2011 menjadi lebih dari US$ 14,000 pada 2025 yang tertuang dalam MP3EI.
Gambar 3. Konsumsi Semen Domestik vs
Pertumbuhan GDP 2002-2011

Tabel 1. Anggaran Proyek Jalan Tol
2010-2014 dan Kebutuhan Semen

Pertumbuhan konsumsi semen domestik akan mendorong perusahaan-perusahaan untuk
meningkatkan kapasitas produksi. Laporan PT Nusa Prima Persada International Consulting
(2010:4) mengemukakan bahwa Industri semen memerlukan tambahan kapasitas sebesar 2,50
militon per annum (mtpa) dalam 10 tahun kedepan dalam rangka memenuhi kenaikan
permintaan semen. Gambar 5 menunjukkan kondisi kapasitas industri semen saat ini. Selama

kurun waktu 2005-2010 kapasitas industri semen tidak mengalami peningkatan yang berarti
karena penambahan kapasitas belum terealisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari utilitas sebesar
60%. Faktor lain yang mendorong perlunya peningkatan kapasitas produksi adalah terjadinya
penutupan pabrik tua pada unit-unit Semen Padang, Semen Gresik, Semen Tonasa dan Holcim
selama 2006. Lebih lanjut, faktor kritikal yang menghambat realisasi peningkatan kapasitas
diantaranya ketersediaan dan harga batu bara domestik; bahan baku; teknologi; distribusi
(kesiapan pelabuhan) dan logistik (pengepakan); listrik; dan limbah ( waste).
Permasalahan konsumsi semen Indonesia yang masih rendah akan memberikan peluang
terhadap pertumbuhan konsumsi semen. Dalam rangka memenuhi peningkatan demand tersebut
maka produsen dituntut untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kondisi nyata di lapangan
menunjukkan terdapat faktor-faktor lain yang mendorong dan menghambat realisasi
3

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

peningkatan kapasitas produksi. Karakteristik dan permasalahan industri semen secara
keseluruhan dapat dipahami dengan melakukan pemetaan terhadap faktor-faktor yang terlibat,

sehingga keterkaitan setiap faktor dapat digambarkan secara jelas.
Gambar 4. Konsumsi Semen per Kapita
Indonesia 2001-2011

Gambar 5. Kapasitas Produksi Semen
Domestik

Tujuan penelitian adalah memperoleh struktur, perilaku, dan kinerja industri semen serta
mengetaui konsistensi atau hubungan ketiga variabel tersebut. Analisis struktur, perilaku dan
kinerja dikenal dengan istilah Structure-Conduct-Performance (SCP) Paradigm. Kelebihan
pendekatan dengan paradigma SCP adalah pendekatan mampu mengorganisasikan prinsipprinsip atau konsep-konsep yang sangat diperlukan dalam berbagai bidang yang kompleks.
Metode ini diperkenalkan oleh Edward Mason dan Joe.S Bain (1940) dan penelitian ini
menggunakan model paradigma SCP dengan pendekatan perspektif yang diperkenalkan oleh
Panigotou (2006).
2. Metode Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang didapatkan dari
berbagai sumber, seperti annual report perusahaan industri semen (PT Semen Gresik
Tbk/SMGR, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk/INTP, dan PT Holcim Indonesia
Tbk/SMCB), lembaga penelitian lokal Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi terkait baik lokal
maupun internasional (Asosiasi Semen Indonesia/ASI), departemen pemerintah terkait, website

resmi perusahaan serta berbagai literatur seperti artikel surat kabar, jurnal lokal dan
internasional, majalah, televisi maupun internet. Batasan yang digunakan adalah data observasi
yang digunakan mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2011 dan data hanya mencakup identifikasi
terhadap tiga perusahaan telekomunikasi seluler terbesar di Indonesia, yaitu: SMGR, INTP, dan
SMCB. Setiap variabel dalam penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Combs
dan Onwuegbuzie (2010:4) mengemukakan bahwa analisis metode campuran dapat melibatkan
data kualitatif dan kuantitatif atau dengan menggunakan satu jenis data saja. Selain itu, analisis
kualitatif dan kuantitatif dilakukan tanpa menggunakan urutan kronologis atau disebut
concurrent mixed analysis.
a. Struktur
1) Kualitatif
Struktur industri dianalisis secara deskriptif dengan tujuan untuk memperoleh informasi
mengenai struktur yang diwakili oleh empat indikator yaitu jumlah pembeli, jumlah
penjual, diferensiasi produk dan hambatan masuk ( barrier to entry).
2) Kuantitatif
a) Pangsa Pasar
4

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA


November 1,
2012

Pangsa pasar dari penelitian ini dihitung menggunakan rasio konsentrasi tiga
perusahaan terbesar.

Keterangan:
CRx
: rasio konsentrasi X perusahaan terbesar
i
: 1,2,3,...,n
Sx
: persentase pangsa pasar dari perusahaan
yang ke-i
b) Hambatan Masuk / Barrier to Entry.
Barrier to entry merupakan hambatan masuk pasar untuk sebuah industri baru untuk
terus bergelut dalam bidang yang sama. Penghitungan dilakukan dengan
menggunakan MES (Minimum Efficiency of Scale ).

b. Perilaku

Empat indikator variabel perilaku meliputi visi, misi, strategic objective dan corporate
strategy, memiliki kesulitan untuk dikuantifikasi (quantitizing). Indikator perilaku yang
dapat dianalisis secara kuantitatif adalah investasi yang dikeluarkan perusahaan baik berupa
CAPEX dan OPEX.
1) Visi
Visi akan dijabarkan untuk setiap perusahaan. Evaluasi penilaian visi didasari oleh
penjabaran dimensi visi pada. Matriks evaluasi visi pada Tabel 2 dibuat untuk
mencocokkan pernyataan visi perusahaan dengan kriteria normatif.
Tabel 2. Matriks Evaluasi Visi
P ERUSAHAAN

DIM ENSI

VISI
2011
1. Graphic

2. Directional

3. Focused


4. Flexible

%
5. Feasible

6. Desirable

7. Easy to
Communicate

SEMEN GRESIK
(SMGR)

INDOCEMENT
(INTP)
HOLCIM (SMCB)

%

Tahapan Evaluasi Visi adalah: (a) visi dari perusahaan dicocokkan dengan lima kriteria
normatif; (b) bila pernyataan visi sesuai dengan kriteria maka beri checklist atau tanda
centang (√) yang mengindikasikan pola kecenderungan tinggi; dan (c) bila pernyataan
visi tidak sesuai beri tanda strip (-) yang mengindikasikan pola kecenderungan rendah.
2) Misi
Misi akan dijabarkan untuk setiap perusahaan. Evaluasi penilaian misi didasari oleh
penjabaran dimensi misi. Tahapan Evaluasi Misi adalah: (a) misi dari perusahaan
dicocokkan dengan sembilan kriteria normatif; (b) bila pernyataan misi sesuai dengan
kriteria maka beri checklist atau tanda centang (√) yang mengindikasikan pola
5

November 1,
2012

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

kecenderungan tinggi; dan (c) bila pernyataan misi tidak sesuai beri tanda strip (-) yang
mengindikasikan pola kecenderungan rendah.
3) Strategic Objective ..
Strategic objective akan dijabarkan untuk setiap perusahaan. Matriks evaluasi strategic
objective pada Tabel 4 dibuat untuk mencocokkan pernyataan strategic objective
perusahaan dengan kriteria normatif. Evaluasi dilakukan dalam rangka mengevaluasi
apakah strategic objective perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai pernyataan
yang baik.
Tabel 3. Matriks Evaluasi Misi
DIMENSI
PERUSAHA MISI
AN
2011
Pelanggan

Produk/
Jasa

Pasar

Teknologi

Fokus pada
kelangsungan
hidup,
pertumbuhan
dan
profitabilitas

Filosofi

Konsep
diri

Fokus
Citra
Publik

Fokus
Karyawan

%

SEMEN
GRESIK
(SMGR)
INDOCEM
ENT (INTP)
HOLCIM
(SMCB)

%

Tabel 4. Matriks Evaluasi Strategic Objective
PERUSAHAAN

SRATEGIC
OBJECTIVE
2011

Tabel 5. Matriks Evaluasi Strategic
Objective

DIMENSI
Specific Measurable Attainable Realistic

Time
Frame

%

SEMEN GRESIK
(SMGR)
INDOCEMENT
(INTP)
HOLCIM (SMCB)

%

Tahapan Identifikasi strategic objective adalah: (a) strategic objective dari perusahaan
dicocokkan dengan lima kriteria normatif; (b) bila pernyataan strategic objective sesuai
dengan kriteria maka beri checklist atau tanda centang (√) yang mengindikasikan pola
kecenderungan tinggi; dan (c) bila pernyataan strategic objective tidak sesuai beri tanda
strip (-) yang mengindikasikan pola kecenderungan rendah.
4) Strategi Korporasi (Corporate Strategy).
a) Evaluasi Strategi Pertumbuhan Perusahaan
Evaluasi strategi pertumbuhan dilakukan melalui masing-masing anak perusahaan
semen berdasarkan jenis usaha yang dijalankan, tahun berdiri serta cara bergabung
dengan perusahaan induk. Pengembangan internal (i nternal developmentI), akuisisi
dan joint venture merupakan tiga jenis klasifikasi untuk mengevaluasi cara bergabung
anak perusahaan dengan perusahaan induk.
(1) Evaluasi Strategi Pertumbuhan Perusahaan X
Tahapan evaluasi strategi pertumbuhan Perusahaan X pada Tabel 5 adalah: (a)
identifikasi nama anak perusahaan dan jenis usaha; (b) identifikasi tahun berdiri
anak perusahaan; dan (c) identifikasi cara penggabungan anak perusahaan
dengan perusahaan induk. Setelah melakukan tabulasi evaluasi strategi
6

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

pertumbuhan perusahaan, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi
pola pertumbuhan perusahaan berdasarkan:
(a) Pola Kepemilikan Saham Atas Anak Perusahaan.
Evaluasi jumlah kepemilikan saham pada masing-masing anak perusahaan
akan memberikan gambaran pola kepemilikan saham perusahaan induk.
Diagram pie pada Gambar 6 digunakan sebagai alat evaluasi pola
kepemilikan saham.
Gambar 6. Pola Kepemilikan
Saham Perusahaan X

Gambar 7. Cara Bergabung dengan Perusahaan
Induk

Tahapan identifikasi pola kepemilikan saham Perusahaan X adalah: (a)
identifikasi jumlah anak perusahaan serta besaran kepemilikan saham atas
anak perusahaan; (b) buat diagram pie berdasarkan data setiap anak
perusahaan; dan (c) identifikasi jenis pemegang saham.
(b) Evaluasi Pola Pertumbuhan Anak Perusahaan
Penelitian ini melihat pola pertumbuhan anak perusahaan berdasarkan lini
bisnis yang dijalankan seperti pada Gambar 7 dengan membuat pola anak
perusahaan berdasarkan industri yang dijalankan dan tahun berdiri anak
perusahaan.
(c) Peta Pertumbuhan Ansoff Matrix
Ansoff Matrix dapat menunjukkan posisi perusahaan dalam bisnis serta
membantu menentukan strategi apa yang diterapkan perusahaan berdasarkan
lini bisnis yang dijalankan anak perusahaan seperti pada Gambar 8.
Tahapan pemetaan pola pertumbuhan adalah: (a) identifikasi nama anak
perusahaan dan tahun berdiri; (b) memetakan pertumbuhan perusahaan
berdasarkan jenis usaha yang dijalankan apakah sama dengan bisnis saat ini
(existing business) atau merupakan bisnis baru (new business); dan (c)
memetakan pertumbuhan perusahaan berdasarkan sasaran pasar ( market)
7

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

apakah untuk pasar eksisting (existing market) atau dalam rangka mejangkau
pasar baru (new market).

New Market

Existing Market

Gambar 8. Evaluasi Ansoff Matrix
Perusahaan X
Existing Business

New Business

Market Penetration

Product
Development

Strategi pertumbuhan
dimana bisnis memfokuskan
diri untuk menjual produk
eksisting terhadap pasar
eksisting
- Nama Anak Perusahaan (Tahun
Bergabung)

Market
Development
Strategi pertumbuhan
dimana bisnis memfokuskan
diri untuk menjual produk
eksisting terhadap pasar
baru
- Nama Anak Perusahaan (Tahun

Gambar 9. Grafik Pertumbuhan Aset
Perusahaan

Strategi pertumbuhan
dimana bisnis memfokuskan
diri untuk menjual produk
baru terhadap pasar
eksisting
- Nama Anak Perusahaan (Tahun
Bergabung)

Diversification
Strategi pertumbuhan
dimana bisnis memfokuskan
diri untuk menjual produk
baru terhadap pasar baru
- Nama Anak Perusahaan (Tahun
Bergabung)

Bergabung)
Sumber: Diadaptasi dari www.tuter2u.net yang diakses pada 30 September 2012

(d) Strategi Pertumbuhan yang Diterapkan Perusahaan.
Strategi pertumbuhan yang diterapkan perusahaan dapat diambil
kesimpulannya berdasarkan jumlah kepemilikan saham atas anak perusahaan,
jenis bisnis yang dijalankan anak perusahaan serta kejadian penting yang
dialami perusahaan induk sejak didirikan hingga saat ini.
(e) Grafik Pertumbuhan Perusahaan
Dalam penelitian ini, keberhasilan strategi pertumbuhan diukur berdasarkan
jumlah total aset perusahaan dari tahun 2002 sampai 2011 seperti pada
Gambar 9. Tahap identifikasi pertumbuhan aset perusahaan adalah: (a)
identifikasi nilai total aset perusahaan per tahun dan (b) buat grafik
pertumbuhan berdasarkan nilai total aset perusahaan.
Tabel 6. Resume Pola Strategi Pertumbuhan Perusahaan pada Industri Semen
Concentric

Diversification

Vertical Growth

Nama Perusahaan
Backward
Integration

Forward
Integration

Horizontal
Growth

Related

Unrelated

International

b) Resume Strategi Pertumbuhan pada Industri Semen
Tabulasi pada Tabel 6 memaparkan jenis-jenis strategi pertumbuhan perusahaan
guna mengetahui gambaran strategi pertumbuhan ( growth strategy) yang diterapkan
oleh perusahaan dalam industri semen Indonesia. Tahapan evaluasi strategi
pertumbuhan perusahaan adalah: (a) identifikasi strategi perusahaan sesuai dengan
kriterianya; (b) beri checklist pada strategi pertumbuhan yang sesuai dengan strategi
pertumbuhan perusahaan; dan (c) kosongkan bila tidak sesuai dengan strategi
pertumbuhan.
8

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

c. Konsistensi Struktur, Perilaku dan Kinerja
1) Kualitatif
Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri semen nasional dianalisis secara
kualitatif dengan memperhatikan fluktuasi (naik/turun) nilai setiap indikator (ROA,
CR3, MES, OPEX dan CAPEX) dibandingkan tahun sebelumnya. Selanjutnya,
dibandingkan hubungan setiap variabel berdasarkan indikator masing-masing apakah
memiliki kesamaan fluktuasi (naik/turun) yang mengindikasikan adanya hubungan
positif (+) atau memiliki ketidaksamaan fluktuasi (naik/turun) yang mengindikasikan
hubungan negatif (-) seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji Konsistensi Kualitatif
Variabel

Tahun

Indikator
2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

%

Struktur
CR3
MES
Perilaku
OPEX
CAPEX
Kinerja
ROA
Uji Konsistensi Kualitatif Antar Variabel
Struktur-Perilaku
CR3-OPEX
CR3-CAPEX
MES-OPEX
MES-CAPEX
Struktur-Kinerja
CR3-ROA
MES-ROA
Perilaku-Kinerja
OPEX-ROA
CAPEX-ROA
Struktur-Perilaku-Kinerja
CR3-CAPEX-ROA
CR3-OPEX-ROA
MES-CAPEX-ROA
MES-OPEX-ROA

2) Kuantitatif
Hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja industri semen nasional dianalisis secara
kuantitatif menggunakan regresi berganda (multiple analysis regression ). Model yang
akan diuji dalam penelitian ini menggambarkan suatu hubungan antara struktur dan
perilaku (variabel bebas) suatu industri terhadap kinerja (variabel terikat) industri itu
sendiri. Variabel struktur dihitung berdasarkan CR3 dan MES. Variabel perilaku
dihitung berdasarkan OPEX dan CAPEX. Variabel kinerja sebagai variabel terikat
dihitung berdasarkan ROA. Bentuk persamaanya yaitu:

Keterangan :
ROA
: Return on Total Assets
CR3
: Concentration Ratio 3 Perusahaan Utama
OPEX
: Operational Expenditures
CAPEX
: Capital Expenditures
Pengolahan data dalam rangka menguji model diatas dilakukan menggunakan software
Megastat. Hipotesis konsistensi hubungan struktur, perilaku dan kinerja secara
kuantitatif adalah sebagai berikut:
H0 : p-value (significance F ) = 0, berarti CR3=MES=OPEX=CAPEX secara simultan
tidak berpengaruh terhadap ROA
9

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

H1 : p-value (significance F ) ≠ 0, berarti CR3=MES=OPEX=CAPEX secara simultan
berpengaruh terhadap ROA
Semakin tinggi tingkat konsentrasi pasar (CR3), keuntungan perusahaan akan
meningkat. Hambatan masuk (MES) yang dilakukan perusahaan juga akan
menghasilkan peningkatan keuntungan industri. Dengan semakin meningkatnya biaya
operasional (OPEX) dan biaya investasi aset (CAPEX) yang dikeluarkan perusahaan
maka akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh perusahaan.
3. Hasil dan Pembahasan
a) Struktur
1) Penjual
Hasil penelitian terhadap CR3 menunjukkan bahwa industri semen memiliki rata-rata
CR3 dalam kurun waktu 2005-2011 adalah 89,94%. Hal tersebut mengindikasikan
konsentrasi tinggi atau terjadi oligopoli karena nilai rasio yang mendekati 100,00%.
Dapat dikategorikan juga sebagai struktur pasar very high concentrated oligopoly
menurut Bain (1956). Berikut beberapa informasi lain yang perlu diperhatikan untuk
melihat karakteristik penjual dalam industri: (a) informasi pesaing baru; (b) distribusi
perusahaan secara menyeluruh; (c) kondisi ekspor dan impor semen Indonesia; dan (d)
informasi perubahan posisi dan rangking perusahaan. Dampak fenomena yang terjadi
terhadap kondisi industri semen Indonesia secara umum adalah: (a) monopoli di wilayah
masing-masing; (b) harga semen Indonesia paling tinggi diantara negara-negara lain; (c)
disparitas harga secara geografis, (d) impor Semen menurun, dan (e) indikasi kartel
dalam industri. Prediksi fenomena yang akan terjadi di masa yang akan datang (2030)
adalah masih tetap terjadi oligopoli, monopoli di setiap wilayah kekuasaan, sedikit
berkurangnya disparitas harga semen domestik, potensi impor meningkat serta masih
adanya indikasi kartel dalam industri semen domestik.
2) Pembeli
Pendistribusian semen paralel dengan komposisi sebaran penduduk Indonesia.
Konsumsi rata-rata semen pulau Jawa berada di bawah rata-rata meskipun mayoritas
konsumsi berada disana. Industri semen dengan tujuh pemain menghasilkan dua jenis
produk utama yaitu klinker dan semen. Konsumsi semen domestik dapat dibagi dua
yaitu bulk dan bag. Fenomena yang terjadi saat ini dalam hal konsumsi semen adalah
terjadinya trend pergeseran penggunaan jenis semen OPC menjadi PCC di Indonesia.
Selain dilihat dari klasifikasi konsumen dan sebaran pembeli, indikator pembeli juga
harus melihat bagaimana perusahaan menjual produk. Perkiraan dimasa yang akan
datang (2025-2030), konsumsi semen curah akan meningkat seiring dengan peningkatan
target pembangungan yang bergeser ke kawasan luar pulau Jawa. Pola sebaran konsumsi
juga akan tetap paralel mengikuti sebaran populasi penduduk.
3) Diferensiasi produk
Terdapat 11 jenis semen yang diproduksi di Indonesia, namun tidak dapat dikatakan
produk semen termasuk dalam kategori diferensiasi produk heterogen. Karena
berdasarkan tingkat konsumsi semen yang lebih didominasi oleh semen bag atau ritel
sebesar 80,00%, maka jenis semen yang banyak beredar di pasar adalah PCC sebesar
64,00% dari total output industri per tahun pada kurun waktu 2004-2011 dan
diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karena itu, diferensiasi produk semen secara
industri dapat dikategorikan sebagai homogen. Meskipun semen termasuk produk yang
tidak terdiferensiasi (homogen), tetapi pembeli atau konsumen tidak memiliki banyak
alternatif pilihan untuk berbelanja. Dengan demikian, pasar cenderung tidak kompetitif
10

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

dan produsen dapat mengendalikan keadaan pasar guna menentukan harga dan output
dalam pasar dengan sendirinya.
4) Hambatan Masuk
Hambatan masuk kedalam industri semen dapat dibagi menjadi hambatan endogen dan
hambatan eksogen. Hambatan yang ada antara lain: (a) modal (capital requirement); (b)
skala ekonomi; (c) penguasaan sumber daya strategis; dan (d) struktur biaya. Angka
MES yang jauh diatas 10,00% pada industri semen menunjukan hambatan masuk pasar
yang tinggi. Nilai MES yang tinggi tersebut dapat menjadi penghalang bagi masuknya
perusahaan baru ke dalam pasar industri semen Indonesia. Meskipun demikian, sesuai
dengan proyeksi penambahan kapasitas terpasang semen domestik diperkirakan hanya
pemain eksisting yang akan menambah kapasitas dan lima pemain potensial asing dan
domestik yang akan ikut bermain dalam industri semen domestik hingga 2017.
b) Perilaku
Persaingan yang sangat ketat menuntut setiap perusahaan melakukan strategi agar tetap
menjadi yang terbaik. Dari segi strategic management terdapat empat hal yang dapat
diperhatikan terutama oleh pemain dalam industri semen, yaitu visi, misi, strategic
objectives dan corporate strategy.
1) Visi
Berdasarkan hasil evaluasi normatif visi dapat disimpulkan bahwa dua dari tiga
(66,67%) perusahaan pada industri semen telah mengikuti enam sampai tujuh dari tujuh
dimensi normatif visi (85,71%-100,00%). Dua dari tiga objek penelitian memiliki visi
efektif mengindikasikan visi dalam industri semen Indonesia sudah efektif.
2) Misi
Berdasarkan hasil evaluasi normatif misi dapat disimpulkan bahwa perusahaanperusahaan pada industri semen telah mengikuti tiga sampai tujuh dari sembilan dimensi
normatif misi (33,33%-77.76%) karakteristik normatif misi yang ada. Dua dari tiga
objek penelitian memiliki misi tidak efektif mengindikasikan misi dalam industri semen
Indonesia belum efektif.
c) Strategic Objectives .
Hasil evaluasi normatif strategic objective (Tabel ) menyimpulkan bahwa perusahaanperusahaan pada industri semen telah mengikuti dua sampai tiga dari lima dimensi
normatif strategic objective (40,00%-60,00%). Dua dari tiga objek penelitian memiliki
strategic objectives tidak efektif mengindikasikan misi dalam industri semen Indonesia
belum efektif.
d) Corporate Strategy.
Evaluasi mengenai jenis strategi pertumbuhan yang diterapkan oleh tiga perusahaan
yang berada pada sektor semen menunjukkan bahwa dari tiga perusahaan tersebut,
ketiganya melakukan concentric strategies baik vertical growth, backward integration
maupun forward integration dan horizontal growth (Tabel 8).
e) OPEX dan CAPEX
Berdasarkan Gambar 10 nilai OPEX dan CAPEX industri secara keseluruhan
cenderung meningkat dari 2005-2011. Angka OPEX dan CAPEX industri yang
cenderung meningkat mengindikasikan adanya aktifitas atau perilaku industri. Ekspansi
11

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

yang dilakukan industri yang tercermin dalam corporate strategy tiga perusahaan utama
dalam industri semen domestik dapat dikategorikan sebagai perilaku middle aggresive.
Tabel 8. Resume Pola Strategi Pertumbuhan Perusahaan Pada Industri Semen Indonesia

Gambar 10. OPEX dan CAPEX Industri
Semen Indonesia 2005 vs 2011

Gambar 11. Perbandingan Indikator Rasio
Keuangan Industri Semen Indonesia 2005
vs 2011

c) Kinerja
Gambar 11 memperlihatkan perbedaan rata-rata empat indikator rasio keuangan industri
semen 2005 dan 2011. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat pergerakan angka keempat
rasio dari 2005 ke 2011 mengalami peningkatan. Peningkatan current ratio
mengindikasikan kemampuan industri untuk memenuhi kewajiban jangka pendek
meningkat. Peningkatan debt to total asset ratio mengindikasikan industri semen Indonesia
pada 2011 banyak melakukan pendaanaan aset yang berasal dari hutang untuk membiayai
penambahan kapasitas terpasang industri dalam rangka mengantisipasi shortage dan under
capacity. Peningkatan ROA mengindikasikan industri semen semakin efisien dilihat dari
rasio aset yang menghasilkan laba. Peningkatan ROE mengindikasikan tingkat keuntungan
industri yang dikembalikan kepada stakeholders meningkat. Hal ini memberikan nilai
tambah positif bagi industri untuk meningkatkan minat pemegang saham dalam
berinvestasi.
d) Konsistensi Struktur, Perilaku dan Kinerja
Berdasarkan uji kualitatif (Tabel 9) hasil menunjukkan terdapat hubungan antara CR3OPEX-ROA serta CR3-CAPEX-ROA sebesar 50% sedangkan hubungan MES-OPEX-ROA
dan MES-CAPEX-ROA sebesar 33%. Berdasarkan teknik analisis data secara kuantitatif
(Tabel 10) menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression analysis)
12

PEMETAAN STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PADA INDUSTRI SEMEN INDONESIA

November 1,
2012

menunjukkan secara simultan variabel bebas (CR3, MES, OPEX dan CAPEX) berpengaruh
terhadap variabel terikat (ROA) dengan kecocokan model sebesar 77,1%.
Tabel 9. Hasil Uji Konsistensi Kualitatif

Tabel 10. Hasil Uji
Konsistensi Kuantitatif

Tabel 4. Kriteria Normatif Struktur, Perilaku dan Kinerja
Struktur
Jenis Pasar
Penjual

Persaingan Sempurna

Pangsa pasar tiap
perusahaan < 1%

Monopolistik

Banyak (1000)

Pembeli

Perilaku
Entry
Condition

Diferensiasi
Produk

Kompetisi

Penentuan Harga

Kinerja
Inovasi

Sangat
mudah

Homogen

Fierce /Highly
aggressive /Sangat
ketat

None

Pangsa pasar tiap Banyak (50-100)
perusahaan < 10%

Banyak

Rendah

Heterogen

Fierce /Highly
aggressive /Sangat
ketat

Some/ Moderate Inovasi tidak dituntut Normal
karena biaya diambil
dari keuntungan

Oligopoli Longgar

CR4 < 40%

Banyak (>10)

Banyak

Rendah

Heterogen

Oligopoli Ketat

CR4 < 60%

Beberapa (