SURAT TEGURAN SURAT PAKSA DAN SURAT PERI
SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN SURAT
PERINTAH PENAGIHAN SEKETIKA DAN
SEKALIGUS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Laboratorium Pajak III
Oleh:
Zunita Mahira M.
135030400111019
Ribka Rosanna
135030407111004
Hafidhah Fachrina
135030407111016
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tahun anggaran 2015, pemerintah Indonesia kembali meningkatkan
target dan sampai pada tahun 2016 Direktorat Jendral Pajak belum mampu
utnuk mencapai target penerimaan pajak yang dicanangkan pada APBN awal
tahun 2015. Padahal 2015 telah menjadi tahun pengampunan pajak, dimana
Wajib Pajak yang masih belum melaporkan kewajiban perpajakannya akan
dihapuskan sanksinya. Sehingga diharapkan akan meningkatkan Wajib Pajak
yang patuh dan melaporkan perpajakannya. Namun, hal tersebut harus
didukung melalui bebrbagai faktor juga untuk dapat mencapai taget yang
telah direncanakan. Kepatuhan Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya juga menjadi masalah klasik yang sampai saat ini masih
banyak dilakukan oleh Wajib Pajak.
Berbicara tentang kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar utang pajaknya,
kita akan menemukan yang dinamakan penagihan pajak. Penagihan pajak
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral
Pajak yang berkaitan dengan utang pajak yang kurang atau yang seharusnya
dibayarkan oleh Wajib Pajak sesuai dengan perturan perundang-undangan
perpajakan. Tindakan tersebut bisa dimulai dari terbitnya Surat Ketetapan
apabila terjadi kurang atau belum dibayar atau dipungut dan dipotong
terhadap Wajib Pajak. Selain itu Direkotrat Jendral Pajak dapat juga
mnerbitkan surat keputusan pembetulan atau surat keputusan keberatan atas
permohonan keberatan Wajib Pajak atas surat ketetapan yang diterbitkan oleh
Direktorat Jendral Pajak atau jika terdapat putusan banding yang
menyenbabkan pajak yang kurang bayar.
Peran serta Wajib Pajak dalam ketaatan mebayar pajak sangat diperlukan
dalam peningkatan penerimaan pajak. Tentu hal tersebut dibutuhkan
pengetahuan dan kesadaran terkait kewajiban perajakan. Kenyataannya
sampai saat ini Wajib Pajak belum memiliki kesadaran penuh tentang
kewajiban perpajakannya sehingga mmenyebabkan banyaknya tunggakan
pajak atas utang pajak. Dalam hal ini tindakan penagihan pajak perlu
dilaksanaka tindakan penagihan yang mempunyai kekutan hukum yang
memaksa. Sehingga dapat tercapainya kepatuhan Wajib Pajak yang
meningkat. Banyak hal yang perlu diketahui dan dipahami terkait bagaimana
penagihan pajak menggunakan surat paksa dan proses penagihan pajak yang
sebenarnya. Maka dari itu kami sebagai tim penulis membuat makalah ini
selain untuk pemenuhan kewajiban dalam proses belajar mengajar namun
juga dapat membantu terkait penagihan pajak yang lebih mendetail.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses penyampaian surat teguran dalam penagihan
pajak?
2.
Bagaimana proses penyampaian surat paksa dalam penagihan
pajak?
3. Bagaiamana penggantian atau pembetulan surat teguran, surat paksa, dan
surat perintah penagihan seketika dan sekaligus
1.3. Tujuan
1. Untuk memahami proses penyampaian surat teguran dalam penagihan
pajak.
2. Untuk memahami proses penyampaian surat paksa dalam penagihan pajak.
3. Untuk memahami penggantian atau pembetulan surat teguran, surat paksa,
dan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum
Dalam hal yang berkaitan dengan Penagihan Pajak yang menjadi Dasar
Hukum Penagihan Pajak yaitu:
a) Undang- Undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penaguhan Pajak
dengan Surat Paksa)
b) Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah melalui
perubahan keempat dengan Undang- Undnag No. 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Peprajakan
c) PMK No.24/PMK.03/2008 yang telah dirubah menjadi PMK No.
85/PMK.03/2010
2.2 Pengertian Surat Teguran dan Surat Paksa
Surat Teguran adalah langkah awal dalam tindakan penagihan adalah
penerbitan Surat Teguran. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat Teguran,
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan
oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya. Dapat disimpukan bahwa Surat Teguran atau dapat
juga disebut Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang
diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib
Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat Paksa adalah Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak. (Pasal 1 Ayat 9 UU PPSP). Sedangkan menurut
Diaz Priantara surat paksa juga dapat diterbitkan dalam hal:
a. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus; atau
b. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan perpajakan sebagaiaman
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan
pembayaran pajak.
2.3 Penerbitan dan Cara Penyampaian Surat Teguran
Penerbitan Surat Teguran dilakukan pada Seksi Penagihan, dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti Surat Ketetapan Pajak
(SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP)/ Surat Tagihan Bea (STB) yang harus
diterbitkan Surat Teguran dalam Sistem Administrasi Perpajakan dan
meminta persetujuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi DJP;
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan Surat
Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan melalui Sistem Informasi
DJP;
c. Pelaksana melihat Sistem Informasi DJP dan memeriksa persetujuan
penerbitan Surat Teguran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak, mencetak
Surat Teguran dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan;
d. Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran, dan
menugaskan kepada Pelaksana untuk menyampaikannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak;
e. Kepala kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat Teguran,
dan meneruskan kepada pelaksana untuk disampaikan kepada Wajib Pajak;
f. Pelaksana meneliti Surat Teguran yang telah ditandatangani Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, menatausahakan, dan menyampaikannya kepada Wajib
Pajak melalui Subbag Umum.
Penyampaian Surat Teguran tidak harus dilakukan oleh Jurusita Pajak, namun
dapat dilakukan melalui:
a. secara langsung dapat dilakukan oleh petugas pada seksi penagihan atau
melalui AR yang melayani WP yang bersangkutan,
b. melalui pos; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat.
Keputusan Wajib Pajak atas Surat Penyampaian Surat Teguran
Ketetapan Pajak
WP tidak menyetujui sebagian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh
jumlah
pajak
yang
harus tempo pengajuan keberatan terlampaui
dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemmeriksaan atau verifikasi dan WP
tidak mengajukan keberatan
atas
SKPKB atau SKPKBT
WP tidak menyetuji sebagaian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh jumlah pajak yang masih harus tempo pengajuan banding terlampaui
dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau verifikasi pajak dan
WP mengajukan keberatan atas SKPKB
atau SKPKBT, namun keberatan WP
dikalahkan
pada
surat
Keputusan
Keberatan tetapi WP tidak mengajukan
permohonan banding atas keputusan
keberatan tersebut
WP tidak menyetuji sebagaian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh jumlah pajak yang masih harus tempo pelunsan pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil dibayar berdasarkan putusan banding
pemeriksaan atau verifikasi pajak dan
WP mengajukan permohonan banding
atas keputusan keberatan sehubungan
dengan SKPKB atau SKPKBT. Namun
banding WP dikalahkan pada putusan
banding
WP tidak menyetuji sebagaian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh jumlah pajak yang masih harus tempo pelunasan surat ketetapan pajak
dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan
atau
verifikasi
pajak,
namun belum melakukan pembayaran
atas surat ketetapan pajak.
WP mencabut pemgajuan keberatan Setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal
atas SKPKB atau SKPKBT setelah pencabutan pengajuan keberatan
tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi
sebelum
tanggal
terima
Surat
Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH)
oleh WP
2.4 Penerbitan dan Pemberitahuan surat Paksa
Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis;
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus; atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetuluan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
(Pasal 8 Ayat 1 UU PPSP)
Pemberitahuan Surat Paksa menurut pasal 10 UU PPSP dalam ayat (3):
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Juru sita Pajak kepada:
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan;
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi; atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Menurut pasal 10 UU PPSP dalam ayat (4):
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tampat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud dalam huruf
Dalam hal terdapat pengajuan pembetulan dari Penanggung Pajak, Pejabat
dalam jangka 7 hari sejak tanggal diterimanya permohonan harus memberi
keputusan atas permohonan tersebut, apabila dalam jangka tersebut tidak
diterbitkan pembetulan maka permohonan Penanggung Pajak dianggap
dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu.
2.5 Waktu Pelaksanaan Pemberitahuan Surat Paksa
Mengacu pada UU KUP penagihan pajak dilakukan apabila WP tidak
membayar atau kurang membayar dasar penagihan pajak sampai dengan saat
jatuh tempomya. Waktu pelaksannaan pemberitahuan Surat Paksa yaitu
apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah
lewat wati 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggak disampaikannya surat
Teguran maka Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan secara
langsung oleh Jurusita pajak Penanggung Pajak.
2.6 Isi Surat Paksa
Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b. dasar penagihan;
c. besarnya utang pajak; dan
d. perintah untuk membayar.
2.7 Tata cara pemberitahuan surat paksa
a. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan
penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
b. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan;
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi; atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud diatas.
2.8 Surat Paksa Pengganti
Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan
pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding (Pasal 7 ayat (1) Undangundang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
yang telah diubah ke Undang-undang No. 19 Tahun 2000)
Oleh karena itu terhadap Surat Paksa tidak dapat dilakukan penerbitan ulang,
kecuali dalam hal terjadi di luar kekuasaan Pejabat, misalnya kecurian,
kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan asli Surat Paksa
rusak, tidak terbaca, atau tidak dapat ditemukan lagi. Dalam hal ini Pejabat
karena jabatan dapat menerbitkan Surat Paksa Pengganti sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa beserta penjelasannya. Surat Paksa Pengganti
mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Penerbitan Surat Paksa Pengganti dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Konfirmasi kepada Wajib Pajak apakah pernah atau belum terima SP.
b. Dalam hal sudah menerima kemudian dibuat Berita Acara mengenai
hilang, rusak dan tidak terbacanya Surat Paksa dengan menyebutkan antara
lain sebab-sebab tidak dapat diketemukannya Surat Paksa yang
bersangkutan.
c. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang menandatangani Surat Paksa yang hilang telah
meninggal dunia, pensiun atau sudah alih tugas, harus dicantumkan dalam
Berita Acara, dan merupakan alasan untuk ditandatanganinya Surat Paksa
Pengganti oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang baru. Berita Acara tersebut dibuat rangkap
2 (dua), yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang bersangkutan, Kepala
Seksi Penagihan/Kepala Seksi Penerimaan dan Penagihan PBB dan
Kasubsi Penagihan/Kasubsi Penagihan PBB sebagai saksi. Satu lembar
asli Berita Acara dimasukkan dalam berkas Penagihan sedangkan
tindasannya direkatkan pada STP/SKPKB/SKPKBT/Surat Keputusan
Pembetulan/Surat
Keputusan
Keberatan/Putusan
Banding
yang
bersangkutan.
d. Selanjutnya dibuat Surat Paksa Pengganti berikut salinannya dengan
nomor, tanggal, bulan dan tahun yang sama, sebagaimana tercantum dalam
Buku Register Surat Paksa, Surat Paksa Pengganti yang harus
ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang baru, "Asli" Surat Paksa
Pengganti dimasukkan dalam berkas Penagihan dan "salinannya"
diberitahukan kepada Wajib Pajak bila hasil konfirmasi menyatakan bahwa
Wajib Pajak belum terima.
e. Apabila nomor, tanggal, bulan dan tahun Surat Paksa yang hilang tidak
diketemukan lagi baik kepada Wajib Pajak maupun pada administrasi KPP,
maka dianggap bahwa Surat Paksa tersebut belum pernah diterbitkan,
sehingga dapat diterbitkan Surat Paksa baru.
2.9. Pembetulan atau Penggantian Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah
Penagihan Seketika dan Sekaligus
Pembentulan berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan AYAT (2) UU
PPSP:
Pembetulan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa,
Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, dan
Pengumuman Lelang dilakukan dalam hal ada kesalahan atau kekeliruan
dalam penulisan nama, alamat, NPWP, jumlah utang pajak, atau keterangan
lain. Pembetulan dapat dilakukan karena permohonan Penanggung Pajak atau
secara jabatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Surat-surat dimaksud dibuat baru, dengan menggunakan nomor dan
tanggal surat yang lama. Pada buku register yang berkaitan unsur yang
salah atau keliru dicoret dan diganti dengan yang seharusnya. Surat-surat
yang salah atau keliru dibubuhi cap "BATAL," karena....... (diisi alasan
pembatalan tersebut)".
b. 1 (satu) lembar surat yang dibetulkan disampaikan kepada yang
bersangkutan, sedangkan arsip surat-surat yang telah dibetulkan, suratsurat yang salah atau keliru, dan surat permohonan Penanggung Pajak
apabila pembetulan didasarkan pada permohonan Penaggung Pajak
dimasukkan dalam berkas penagihan.
Penggantian berdasarkan ketentuan Pasal 39 AYAT (1) UU PPSP
Penggantian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa,
Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, dan
Pengumuman Lelang dilakukan dalam hal ada permohonan Penanggung
Pajak karena hilang, rusak, atau karena alasan lain. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Dibuatkan salinannya dan dikirimkan kepada Penanggung Pajak.
b. Surat permohonan penggantian digabung dengan arsip/berkas penagihan
yang bersangkutan. Tidak berlebihan kiranya dikemukakan bahwa untuk
mencegah terjadinya Surat Teguran atau Surat Paksa tidak dapat
diketemukan lagi, diinstruksikan kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan untuk senantiasa melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketertiban administrasi penagihan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Surat Teguran adalah langkah awal dalam tindakan penagihan adalah
penerbitan Surat Teguran. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat Teguran,
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan
oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya. Dapat disimpukan bahwa Surat Teguran atau dapat
juga disebut Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang
diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib
Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat Paksa adalah Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan
Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah dilakukan perubahan
keempat dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/Pmk.03/2010 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/Pmk.03/2008 Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Pelaksanaan
Penagihan Seketika Dan Sekaligus.
Ilyas, Wirawan B. dan Burton, Richard. 2013. Hukum Pajak: Teori, Analisis, dan
Perkembangannya, Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia, Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat
PERINTAH PENAGIHAN SEKETIKA DAN
SEKALIGUS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Laboratorium Pajak III
Oleh:
Zunita Mahira M.
135030400111019
Ribka Rosanna
135030407111004
Hafidhah Fachrina
135030407111016
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tahun anggaran 2015, pemerintah Indonesia kembali meningkatkan
target dan sampai pada tahun 2016 Direktorat Jendral Pajak belum mampu
utnuk mencapai target penerimaan pajak yang dicanangkan pada APBN awal
tahun 2015. Padahal 2015 telah menjadi tahun pengampunan pajak, dimana
Wajib Pajak yang masih belum melaporkan kewajiban perpajakannya akan
dihapuskan sanksinya. Sehingga diharapkan akan meningkatkan Wajib Pajak
yang patuh dan melaporkan perpajakannya. Namun, hal tersebut harus
didukung melalui bebrbagai faktor juga untuk dapat mencapai taget yang
telah direncanakan. Kepatuhan Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban
perpajakannya juga menjadi masalah klasik yang sampai saat ini masih
banyak dilakukan oleh Wajib Pajak.
Berbicara tentang kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar utang pajaknya,
kita akan menemukan yang dinamakan penagihan pajak. Penagihan pajak
merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral
Pajak yang berkaitan dengan utang pajak yang kurang atau yang seharusnya
dibayarkan oleh Wajib Pajak sesuai dengan perturan perundang-undangan
perpajakan. Tindakan tersebut bisa dimulai dari terbitnya Surat Ketetapan
apabila terjadi kurang atau belum dibayar atau dipungut dan dipotong
terhadap Wajib Pajak. Selain itu Direkotrat Jendral Pajak dapat juga
mnerbitkan surat keputusan pembetulan atau surat keputusan keberatan atas
permohonan keberatan Wajib Pajak atas surat ketetapan yang diterbitkan oleh
Direktorat Jendral Pajak atau jika terdapat putusan banding yang
menyenbabkan pajak yang kurang bayar.
Peran serta Wajib Pajak dalam ketaatan mebayar pajak sangat diperlukan
dalam peningkatan penerimaan pajak. Tentu hal tersebut dibutuhkan
pengetahuan dan kesadaran terkait kewajiban perajakan. Kenyataannya
sampai saat ini Wajib Pajak belum memiliki kesadaran penuh tentang
kewajiban perpajakannya sehingga mmenyebabkan banyaknya tunggakan
pajak atas utang pajak. Dalam hal ini tindakan penagihan pajak perlu
dilaksanaka tindakan penagihan yang mempunyai kekutan hukum yang
memaksa. Sehingga dapat tercapainya kepatuhan Wajib Pajak yang
meningkat. Banyak hal yang perlu diketahui dan dipahami terkait bagaimana
penagihan pajak menggunakan surat paksa dan proses penagihan pajak yang
sebenarnya. Maka dari itu kami sebagai tim penulis membuat makalah ini
selain untuk pemenuhan kewajiban dalam proses belajar mengajar namun
juga dapat membantu terkait penagihan pajak yang lebih mendetail.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses penyampaian surat teguran dalam penagihan
pajak?
2.
Bagaimana proses penyampaian surat paksa dalam penagihan
pajak?
3. Bagaiamana penggantian atau pembetulan surat teguran, surat paksa, dan
surat perintah penagihan seketika dan sekaligus
1.3. Tujuan
1. Untuk memahami proses penyampaian surat teguran dalam penagihan
pajak.
2. Untuk memahami proses penyampaian surat paksa dalam penagihan pajak.
3. Untuk memahami penggantian atau pembetulan surat teguran, surat paksa,
dan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Hukum
Dalam hal yang berkaitan dengan Penagihan Pajak yang menjadi Dasar
Hukum Penagihan Pajak yaitu:
a) Undang- Undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang- Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penaguhan Pajak
dengan Surat Paksa)
b) Undang- Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana yang telah melalui
perubahan keempat dengan Undang- Undnag No. 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Peprajakan
c) PMK No.24/PMK.03/2008 yang telah dirubah menjadi PMK No.
85/PMK.03/2010
2.2 Pengertian Surat Teguran dan Surat Paksa
Surat Teguran adalah langkah awal dalam tindakan penagihan adalah
penerbitan Surat Teguran. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat Teguran,
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan
oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya. Dapat disimpukan bahwa Surat Teguran atau dapat
juga disebut Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang
diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib
Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat Paksa adalah Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak. (Pasal 1 Ayat 9 UU PPSP). Sedangkan menurut
Diaz Priantara surat paksa juga dapat diterbitkan dalam hal:
a. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan
Sekaligus; atau
b. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan perpajakan sebagaiaman
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan
pembayaran pajak.
2.3 Penerbitan dan Cara Penyampaian Surat Teguran
Penerbitan Surat Teguran dilakukan pada Seksi Penagihan, dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti Surat Ketetapan Pajak
(SKP)/Surat Tagihan Pajak (STP)/ Surat Tagihan Bea (STB) yang harus
diterbitkan Surat Teguran dalam Sistem Administrasi Perpajakan dan
meminta persetujuan Kepala Seksi dan kemudian diteruskan kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Sistem Informasi DJP;
b. Kepala Kantor Pelayanan Pajak memeriksa usulan penerbitan Surat
Teguran dan memberikan persetujuan penerbitan melalui Sistem Informasi
DJP;
c. Pelaksana melihat Sistem Informasi DJP dan memeriksa persetujuan
penerbitan Surat Teguran dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak, mencetak
Surat Teguran dan menyampaikannya kepada Kepala Seksi Penagihan;
d. Kepala Seksi Penagihan meneliti, memaraf Surat Teguran, dan
menugaskan kepada Pelaksana untuk menyampaikannya kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak;
e. Kepala kantor Pelayanan Pajak meneliti, menandatangani Surat Teguran,
dan meneruskan kepada pelaksana untuk disampaikan kepada Wajib Pajak;
f. Pelaksana meneliti Surat Teguran yang telah ditandatangani Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, menatausahakan, dan menyampaikannya kepada Wajib
Pajak melalui Subbag Umum.
Penyampaian Surat Teguran tidak harus dilakukan oleh Jurusita Pajak, namun
dapat dilakukan melalui:
a. secara langsung dapat dilakukan oleh petugas pada seksi penagihan atau
melalui AR yang melayani WP yang bersangkutan,
b. melalui pos; atau
c. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat.
Keputusan Wajib Pajak atas Surat Penyampaian Surat Teguran
Ketetapan Pajak
WP tidak menyetujui sebagian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh
jumlah
pajak
yang
harus tempo pengajuan keberatan terlampaui
dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemmeriksaan atau verifikasi dan WP
tidak mengajukan keberatan
atas
SKPKB atau SKPKBT
WP tidak menyetuji sebagaian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh jumlah pajak yang masih harus tempo pengajuan banding terlampaui
dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau verifikasi pajak dan
WP mengajukan keberatan atas SKPKB
atau SKPKBT, namun keberatan WP
dikalahkan
pada
surat
Keputusan
Keberatan tetapi WP tidak mengajukan
permohonan banding atas keputusan
keberatan tersebut
WP tidak menyetuji sebagaian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh jumlah pajak yang masih harus tempo pelunsan pajak yang masih harus
dibayar dalam pembahasan akhir hasil dibayar berdasarkan putusan banding
pemeriksaan atau verifikasi pajak dan
WP mengajukan permohonan banding
atas keputusan keberatan sehubungan
dengan SKPKB atau SKPKBT. Namun
banding WP dikalahkan pada putusan
banding
WP tidak menyetuji sebagaian atau Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh
seluruh jumlah pajak yang masih harus tempo pelunasan surat ketetapan pajak
dibayar dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan
atau
verifikasi
pajak,
namun belum melakukan pembayaran
atas surat ketetapan pajak.
WP mencabut pemgajuan keberatan Setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal
atas SKPKB atau SKPKBT setelah pencabutan pengajuan keberatan
tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi
sebelum
tanggal
terima
Surat
Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH)
oleh WP
2.4 Penerbitan dan Pemberitahuan surat Paksa
Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis;
b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus; atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum
dalam keputusan persetuluan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
(Pasal 8 Ayat 1 UU PPSP)
Pemberitahuan Surat Paksa menurut pasal 10 UU PPSP dalam ayat (3):
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Juru sita Pajak kepada:
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan;
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi; atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Menurut pasal 10 UU PPSP dalam ayat (4):
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tampat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud dalam huruf
Dalam hal terdapat pengajuan pembetulan dari Penanggung Pajak, Pejabat
dalam jangka 7 hari sejak tanggal diterimanya permohonan harus memberi
keputusan atas permohonan tersebut, apabila dalam jangka tersebut tidak
diterbitkan pembetulan maka permohonan Penanggung Pajak dianggap
dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu.
2.5 Waktu Pelaksanaan Pemberitahuan Surat Paksa
Mengacu pada UU KUP penagihan pajak dilakukan apabila WP tidak
membayar atau kurang membayar dasar penagihan pajak sampai dengan saat
jatuh tempomya. Waktu pelaksannaan pemberitahuan Surat Paksa yaitu
apabila jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah
lewat wati 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggak disampaikannya surat
Teguran maka Surat Paksa diterbitkan oleh Pejabat dan diberitahukan secara
langsung oleh Jurusita pajak Penanggung Pajak.
2.6 Isi Surat Paksa
Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat :
a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak;
b. dasar penagihan;
c. besarnya utang pajak; dan
d. perintah untuk membayar.
2.7 Tata cara pemberitahuan surat paksa
a. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan
penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak.
b. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan
tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Jurusita Pajak, nama yang
menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang
memungkinkan;
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di
tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang
bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta
peninggalannya, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan belum dibagi; atau
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta
warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan; atau
b. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud diatas.
2.8 Surat Paksa Pengganti
Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekorial dan kedudukan hukum yang
sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dan langsung dapat dilaksanakan tanpa bantuan putusan
pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding (Pasal 7 ayat (1) Undangundang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
yang telah diubah ke Undang-undang No. 19 Tahun 2000)
Oleh karena itu terhadap Surat Paksa tidak dapat dilakukan penerbitan ulang,
kecuali dalam hal terjadi di luar kekuasaan Pejabat, misalnya kecurian,
kebanjiran, kebakaran, atau gempa bumi yang menyebabkan asli Surat Paksa
rusak, tidak terbaca, atau tidak dapat ditemukan lagi. Dalam hal ini Pejabat
karena jabatan dapat menerbitkan Surat Paksa Pengganti sebagaimana diatur
dalam Pasal 9 Undang-undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa beserta penjelasannya. Surat Paksa Pengganti
mempunyai kekuatan dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa.
Penerbitan Surat Paksa Pengganti dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Konfirmasi kepada Wajib Pajak apakah pernah atau belum terima SP.
b. Dalam hal sudah menerima kemudian dibuat Berita Acara mengenai
hilang, rusak dan tidak terbacanya Surat Paksa dengan menyebutkan antara
lain sebab-sebab tidak dapat diketemukannya Surat Paksa yang
bersangkutan.
c. Dalam hal Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang menandatangani Surat Paksa yang hilang telah
meninggal dunia, pensiun atau sudah alih tugas, harus dicantumkan dalam
Berita Acara, dan merupakan alasan untuk ditandatanganinya Surat Paksa
Pengganti oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan yang baru. Berita Acara tersebut dibuat rangkap
2 (dua), yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang bersangkutan, Kepala
Seksi Penagihan/Kepala Seksi Penerimaan dan Penagihan PBB dan
Kasubsi Penagihan/Kasubsi Penagihan PBB sebagai saksi. Satu lembar
asli Berita Acara dimasukkan dalam berkas Penagihan sedangkan
tindasannya direkatkan pada STP/SKPKB/SKPKBT/Surat Keputusan
Pembetulan/Surat
Keputusan
Keberatan/Putusan
Banding
yang
bersangkutan.
d. Selanjutnya dibuat Surat Paksa Pengganti berikut salinannya dengan
nomor, tanggal, bulan dan tahun yang sama, sebagaimana tercantum dalam
Buku Register Surat Paksa, Surat Paksa Pengganti yang harus
ditandatangani oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang baru, "Asli" Surat Paksa
Pengganti dimasukkan dalam berkas Penagihan dan "salinannya"
diberitahukan kepada Wajib Pajak bila hasil konfirmasi menyatakan bahwa
Wajib Pajak belum terima.
e. Apabila nomor, tanggal, bulan dan tahun Surat Paksa yang hilang tidak
diketemukan lagi baik kepada Wajib Pajak maupun pada administrasi KPP,
maka dianggap bahwa Surat Paksa tersebut belum pernah diterbitkan,
sehingga dapat diterbitkan Surat Paksa baru.
2.9. Pembetulan atau Penggantian Surat Teguran, Surat Paksa, dan Surat Perintah
Penagihan Seketika dan Sekaligus
Pembentulan berdasarkan ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan AYAT (2) UU
PPSP:
Pembetulan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa,
Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, dan
Pengumuman Lelang dilakukan dalam hal ada kesalahan atau kekeliruan
dalam penulisan nama, alamat, NPWP, jumlah utang pajak, atau keterangan
lain. Pembetulan dapat dilakukan karena permohonan Penanggung Pajak atau
secara jabatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Surat-surat dimaksud dibuat baru, dengan menggunakan nomor dan
tanggal surat yang lama. Pada buku register yang berkaitan unsur yang
salah atau keliru dicoret dan diganti dengan yang seharusnya. Surat-surat
yang salah atau keliru dibubuhi cap "BATAL," karena....... (diisi alasan
pembatalan tersebut)".
b. 1 (satu) lembar surat yang dibetulkan disampaikan kepada yang
bersangkutan, sedangkan arsip surat-surat yang telah dibetulkan, suratsurat yang salah atau keliru, dan surat permohonan Penanggung Pajak
apabila pembetulan didasarkan pada permohonan Penaggung Pajak
dimasukkan dalam berkas penagihan.
Penggantian berdasarkan ketentuan Pasal 39 AYAT (1) UU PPSP
Penggantian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa,
Surat Perintah Melakukan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, dan
Pengumuman Lelang dilakukan dalam hal ada permohonan Penanggung
Pajak karena hilang, rusak, atau karena alasan lain. Hal-hal yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Dibuatkan salinannya dan dikirimkan kepada Penanggung Pajak.
b. Surat permohonan penggantian digabung dengan arsip/berkas penagihan
yang bersangkutan. Tidak berlebihan kiranya dikemukakan bahwa untuk
mencegah terjadinya Surat Teguran atau Surat Paksa tidak dapat
diketemukan lagi, diinstruksikan kepada Kepala Kantor Wilayah, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan untuk senantiasa melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
ketertiban administrasi penagihan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Surat Teguran adalah langkah awal dalam tindakan penagihan adalah
penerbitan Surat Teguran. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor
19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Surat Teguran,
Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan
oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk
melunasi utang pajaknya. Dapat disimpukan bahwa Surat Teguran atau dapat
juga disebut Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang
diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib
Pajak untuk melunasi utang pajaknya.
Surat Paksa adalah Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak
dan biaya penagihan pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan
Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa
Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah dilakukan perubahan
keempat dengan Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 85/Pmk.03/2010 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/Pmk.03/2008 Tentang
Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa Dan Pelaksanaan
Penagihan Seketika Dan Sekaligus.
Ilyas, Wirawan B. dan Burton, Richard. 2013. Hukum Pajak: Teori, Analisis, dan
Perkembangannya, Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia, Edisi 10 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat