ASKEP KLIEN ANEMIA THALASEMIA DAN SICLE

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih
rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Diketahui bahwa
hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah
yang berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk
dibawah ke jaringan.
Thalassemia merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan perhatian serius. Selain
mematikan dan biaya pengobatan tiap bulannya yang sangat mahal, juga karena banyak
orang yang tidak sadar bahwa mereka merupakan carrier atau pembawa. Saat ini tercatat
penderita thalassemia mayor di Indonesia mencapai 5.000 orang dengan 200.000 orang
sebagai carrier.
Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin.
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah
(SDM) mengandung hemoglobin abnormal.Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin
S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran
menonjol dari hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua
hemoglobinopati menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana

tegangan oksigen dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi
berbentuk sabit. Saat jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan
terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama
hidup SDM juga menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991).
Perkembangan ini menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi aliran darah yang
menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit lanjut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

1

2. Bagaimana Manifestasi Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell
anemia?
3. Bagaimana etiologi dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell
anemia?
4. Bagiaman Patofisiologi Dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell
anemia?
5. Bagaimana

penatalalsanaan


penunjang

dari

Anemia,

Thalasemia, dan iiklle sell anemia?
6. Bagiamana penatalalsanaan

dari Anemia, Thalasemia, dan

iiklle sell anemia?
7. Bagaimana membuat asuhan leperawatan pada llien dengan
lelainan sel darah merah: Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell
anemia?
1.3

Tujuan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami dan meneraplan perannya sebagai
perawat dalam penkegahan dan penanganan masalah Anemia,
Thalasemia, dan iiklle sell anemia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami definisi dari Anemia, Thalasemia, dan
siklle sell anemia.
2. Mahasiswa

dapat

memahami

manifestasi

llinis

Anemia,

Thalasemia, dan iiklle sel anemia.

3. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi Anemia, Thalasemia, dan
iiklle sel anemia.
4. Mahasiswa mampu melalulan penatalalsanaan penunjang pada
masalah Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia.
5. Mahasiswa mampu melalulan penatalalsanaan pada masalah
Anemia, Thalasemia,dan siklle sell anemia.
6. Mahasiswa bisa membuat asuhan leperawatan dengan benar dan
tepat pada masalah Anemia, thalasemia, daan siklle sell anemia.

2

BAB II
Tinjauan pustaka
2.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih
rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Diketahui bahwa
hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah
yang berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk
dibawah ke jaringan. Disamping oksigen, hemoglobin juga membawa karbondioksida
membentuk ikatan karbonmonoksi haemoglobin yang juga berperan dalam

keseimbangan pH darah (WHO, 2002).
2.1.2 Klasifikasi anemia
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel
darah

merah,

sedangkan

kromik

menujukkan

warnanya.

Sudah dikenal klasifikasi besar yaitu:
1. Anemia normositik normokrom.
Dimana ukuran dan bertuk sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang normal. (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi
individu menderita anemia. Penyebab anemai jenis ini adalah kehilangan darah akut,

hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada susum tulang.
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini
diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat B12 dan/atau asam
folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan
mengganggu metabolisme sel.
3. Mikrositik hipokrom.
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang
kurang dari normal(MCV kurang; MCHC kurang). Hal ini umumnya menggambarkan
insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan

3

sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada
talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
2.1.2 Etiologi
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2009)
1. Penurunan produksi eritrosit disebabkan peningkatan sintesis hemoglobin seperti

defisiensi zat besi dan thalasemia, rusaknya sintesis DNA karena penurunan vitamin
B12 (cobalamin) dan defisiensi asam folat, dan pencetus terhadap penurunan jumlah
eritrosit seperti anemia aplastik, anemia dari leukimia, dan penyakit kronik.
2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan). Akut, bisa disebabkan karena trauma dan
rupturnya pembuluh darah. Kronik, seperti gastritis, menstruasi, dan hemoroid.
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Intrinsik,
hemoglobin yang tidak normal, defiensi enzim (G6PD). Ekstrinsik, trauma fisik,
antibodi, infeksi, dan toksik (malaria).
4. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang.
5. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.
6. Perubahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.
7. Kurangnya zat besi dalam makanan.
8. Kebutuhan zat besi meningkat.
2.1.3 Patofisiologi
Anemia mengacu pada kondisi penurunan konsentrasi Hb, jumlah SDM sirkulasi,
atau volume sel darah tanpa plasma (Hematokrit) dari nilai normal (Dr. Jan Tambayong,
2000). Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, 14anan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel

darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endotelial, terutama
dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang
terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muneul dalam plasma. Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi
dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine.
4

Anemia timbul bisa karena dua hal antara lain, anoksia organ target karena
berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap anemia.
WOC Anemia.

-Kekurangan nutrisi
-pajanan toksik
-invasi tumor

Anemia

Hemolisis


Eritrosit berkurang

Destruksi sel

Kegagalan sumsum tulang
-kekurangan bilirubin
-kekurangan Hb plasma
Eritropoesis

Perdarahan
Hemoglobinuria

2.1.4 Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan dari berbagai system dalam tubuh
antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologic (syaraf) yang di manifestasikan
dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), perkembangan kognitif
yang abnormal pada anak. Sering juga terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan
fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia
yaitu: lemah, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini bisa dipastikan seseorang

terkena anemia. Gejala lainnya adalah munculnya sclera ( warna pucat pada bagian
kelopak mata bagian bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga, dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
( Sjaifoellah, 1998).
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat

5

dilakukan antara lain:
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif
tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan
pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli,
yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi
semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis
disingkirkan. Dihitung dengan membagi matokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi
hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.
3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer
Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan
pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah
merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom
6

morfology flag. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas
distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merahyang masih relatif baru,
dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia.
RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis
yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal
dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun
serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan
dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap
menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.
5. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa
tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu
dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan
setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam
individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang
luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih
jarang.
6. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan
besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi
diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan
setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia,
rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain,
dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. Serum Transferin (Tf) Transferin
adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum
transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada
peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.
8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)
Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan
indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.Penurunan jenuh
7

transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan
terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit
peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan
indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin
sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.Jenuh transferin dapat diukur
dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC),
yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.
9. Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan
cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan
pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi,
yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik
untuk kekurangan zat besi.Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal
kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena
variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada
pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin.
Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan
cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua,
dan tetap stabil atau naiksecara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja
rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia
60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak.
Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II
dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.Serum feritin adalah
reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan,
penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay
immunoradiometris (IRMA),Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben
(Elisa).
B. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun
mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan
untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari
kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.Keterbatasan metode ini seperti sifat
8

subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang
memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik
invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi
umum.

2.1.6 Penatalaksanaan Anemia
Tindakan umum :
Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang.
1. Transpalasi sel darah merah.
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.

9

2.1.7 ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
A. PENGKAJIAN
1)

Aktivitas / istirahat
Gejala

:keletihan,

kelemahan,

malaise

umum.

Kehilangan

produktivitas;

penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda

: takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,

menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan
penurunan kekuatan. Tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat,
dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2)

Sirkulasi
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB).
Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring,
bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai
keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP).
Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan
aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk
seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban
secara premature (AP).

3)

Integritas ego
Gejala : Keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : Depresi.

4)

Eleminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.

5)

Makanan/cairan

10

Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk
sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/
muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas
mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan
sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12).
Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang
elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya
inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6)

Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan,
keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi
manjadi dingin.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis :
perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa
getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).

7)

Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)

8)

Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

9)

Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak
toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan,
penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan
ekimosis (aplastik).

B.

Diagnosa Keperawatan

11

1.

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

2.

Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.

3.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat.

4.

Kecemasan berhubungandengan perubahan status kesehatan

C. Intervensi/Implementasi keperawatan
1)

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan.
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
INTERVENSI
Mandiri

-

Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.

-

Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.

-

Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan
jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.

-

Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.

-

Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi
dengan thermometer.
Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Kolaborasi

-

awasi hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed
produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap
terapi.
12

-

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

2)

Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
(pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil :

-

Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)

-

Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal.
INTERVENSI
Mandiri



Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.



Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.



Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa
jumlah oksigen adekuat ke jaringan.



Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan
tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
menurunkan regangan jantung dan paru.



Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan
dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan
diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki
tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
3). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
13

Kriteria hasil :
– Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
- Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
INTERVENSI
Mandiri


Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan
anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.



Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.



Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.



Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam.
Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi
sekresi untuk mencegah pneumonia.



Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah
pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal



Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan
pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.



Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.



Amati eritema/cairan luka.
Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila
granulosit tertekan.
Kolaborasi



Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi.
Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan
mempengaruhi pilihan pengobatan.



Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik.
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau
untuk pengobatan proses infeksi local.
4)

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
14

Tujuan : Kecemasan berkurang
Kriteria hasil : Tampak rileks dan tidur / istirahat tidur
*Mandiri


Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional : Untuk mengetahui faktor predis-posisi yang menimbulkan kece-masan
sehingga memudahkan mengantisipasi rasa cemasnya.



Dorong klien dapat mengekspresikan pera-saannya.
Rasional dengan mengungkapkan perasaannya maka kecemasannya berkurang.



Beri informasi yang jelas proses penyakitnya.
Rasional : Memudahkan klien dalam memahami dan mengerti tentang proses
penyakitnya.



Beri dorongan spiritual
Rasional : Kesembuhan bukan hanya dipe-roleh dari pengobatan atau pera-watan tetapi
yang menentukan adalah Tuhan.

D. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan
melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito,
1999:28)
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1)

Infeksi tidak terjadi.

2)

Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

3)

Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.

4)

Peningkatan perfusi jaringan.

5)

Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.

2.2.1 Pengertian Thalasemia
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah laut tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah
laut tengah. Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang
bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita
anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini

15

dinamakan anemia splenic atau erittroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya (weatheral, 1965 dalam Ganie, 2005).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi
produk rantai

globulin

pada

hemoglobin

(Suriadi

2010). Hal ini

menyebabkan

ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia
akan mempengaruhi kegagalan eritropoeisis dan mempercepat pengrusakan eritrosit. Kelainan
ini diderita sepanjang hidup dan diklasifikasikan sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung
dari rantai globin yang mengalami kerusakan pada sintesis hemoglobin. Penyakit thalassemia
meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot)
yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait, hingga yang paling berat (bentuk
homozigot) yang disebut thalassemia mayor.
2.2.2 Klasifikasi Thalasemia
1.

Talasemia alpha

Anak-anak dengan sifat alfa-thalassemia tidak memiliki penyakit talasemia. Orangorang biasanya memiliki empat gen globin untuk alfa, dua diwariskan dari setiap orangtua.
Jika satu atau dua dari empat gen yang terpengaruh, anak dikatakan telah mendapatkan alfathalassemia. Sebuah tes darah tertentu yang disebut elektroforesis hemoglobin dapat
digunakan untuk melihat sifat alfa-thalassemia dan dapat dilakukan pada masa bayi. Kadangkadang, sifat alfa-thalassemia dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah rutin ketika baru
lahir. Penyakit ini kadang lebih sulit untuk dideteksi pada anak-anak yang lebih tua dan orang
dewasa.
Anak-anak yang memiliki sifat alfa-thalassemia biasanya tidak memiliki masalah kesehatan
yang signifikan, kecuali anemia ringan, yang dapat menyebabkan kelelahan sedikit.
Sifat Alfa-thalassemia sering terdiagnosis keliru untuk anemia defisiensi besi karena sel
darah merah akan terlihat kecil bila dilihat di bawah mikroskop. Kasus lain dapat
menyebabkan anemia berat di mana tiga gen yang terpengaruh. Orang dengan bentuk alfathalassemia memerlukan transfusi darah sesekali selama masa stres fisik, seperti demam atau
penyakit lain, atau bila anemia cukup parah untuk menyebabkan gejala seperti kelelahan.
Bentuk paling parah dari gangguan yang disebut alpha-talasemia mayor. Tipe ini sangat
langka, dan wanita yang membawa janin dengan bentuk thalassemia memiliki insiden yang
tinggi untuk keguguran karena janin tidak dapat bertahan hidup.
2.

Beta-Thalassemia

16

Beta-thalassemia, bentuk paling umum, dikelompokkan menjadi tiga kategori: betathalassemia minor (sifat), intermedia, dan utama (anemia Cooley). Seseorang yang membawa
gen beta-thalassemia memiliki kesempatan 25% (1 banding 4) memiliki anak dengan penyakit
jika pasangan nya juga membawa sifat tersebut.
 Beta-thalassemia minor (sifat)
Beta-thalassemia minor sering kali tidak terdiagnosis karena anak-anak dengan kondisi
ini tidak memiliki gejala yang nyata selain anemia ringan dan sel darah merah yang kecil. Hal
ini sering dicurigai berdasarkan pada tes darah rutin seperti hitung darah lengkap (CBC) dan
dapat dikonfirmasi dengan elektroforesis hemoglobin. Tidak ada perawatan yang
diperlukan.Seperti sifat alfa-thalassemia, anemia dengan kondisi ini mungkin salah didiagnosa
sebagai kekurangan zat besi.
 Beta-Thalassemia Intermedia
Anak-anak dengan beta-thalassemia intermedia memiliki berbagai efek dari penyakit
ini - anemia ringan mungkin satu-satunya gejala mereka atau mereka mungkin memerlukan
transfusi

darah

secara

teratur.

Keluhan yang paling umum adalah kelelahan atau sesak napas. Beberapa anak juga
mengalami palpitasi jantung, juga karena anemia, dan ikterus ringan, yang disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah yang abnormal yang dihasilkan dari penyakit. Hati dan limpa
dapat diperbesar, yang dapat membuat tidak nyaman bagi seorang anak. Anemia berat juga
dapat mempengaruhi pertumbuhan.
Gejala lain beta-thalassemia intermedia adalah kelainan tulang. Karena sumsum tulang
bekerja keras untuk membuat sel darah merah lebih banyak untuk melawan anemia, anak-anak
mengalami pembesaran tulang pipi mereka, dahi, dan tulang lainnya. Batu empedu adalah
komplikasi yang sering karena kelainan dalam produksi empedu yang melibatkan hati dan
kantong empedu.
Beberapa anak dengan beta thalassemia intermedia mungkin memerlukan transfusi
darah hanya sesekali. Mereka akan selalu memiliki anemia, tetapi tidak perlu transfusi darah
kecuali selama sakit, komplikasi medis, atau di kemudian hari selama kehamilan.
Anak-anak lain dengan bentuk penyakit yang memerlukan transfusi darah secara
teratur. Pada anak-anak, tingkat hemoglobin rendah atau jatuh sangat mengurangi kemampuan
darah untuk membawa oksigen ke tubuh, sehingga sangat lelah, pertumbuhan yang buruk, dan
kelainan

wajah.

Transfusi

teratur

dapat

membantu

meringankan

masalah

ini.

Beta-thalassemia intermedia sering didiagnosis pada tahun pertama kehidupan. Dokter akan
17

meminta untuk menguji ketika seorang anak mengalami anemia kronis atau kondisi riwayat
keluarga. Selama didiagnosis dengan baik dan belum mengalami komplikasi yang serius,
maka dapat diobati dan ditangani.
 Beta-Thalassemia Mayor
Beta-thalassemia mayor, juga disebut anemia Cooley, adalah kondisi yang parah di
mana transfusi darah secara teratur diperlukan bagi anak untuk bertahan hidup. Meskipun
transfusi seumur hidup beberapa dapat menyelamatkan nyawa mereka, tapi juga menimbulkan
efek samping yang serius: kelebihan beban besi dalam tubuh pasien talasemia. Seiring waktu,
orang-orang dengan talasemia mengumpulkan deposito dari besi, terutama di hati, jantung,
dan endokrin (hormon yang memproduksi) kelenjar. Deposito akhirnya dapat mempengaruhi
fungsi normal jantung, dan hati, di samping pertumbuhan dan menunda pematangan seksual.
Untuk meminimalkan deposito besi, anak-anak harus menjalani terapi khelasi (penghapusan
zat besi). Pengobatan dilakukan dengan meminum obat setiap hari melalui mulut atau
subkutan

atau

administrasi

intravena.

Terapi khelasi diberikan 5 sampai 7 hari seminggu dan telah terbukti dapat mencegah
kerusakan hati dan jantung dari kelebihan zat besi, memungkinkan untuk mengalami
pertumbuhan normal dan perkembangan seksual, dan meningkatkan rentang hidup.
Konsentrasi besi dipantau setiap beberapa bulan sekali. Kadang-kadang biopsi hati diperlukan
untuk

mendapatkan

gambaran

yang

lebih

akurat

dari

beban

besi

tubuh.

Anak-anak dengan transfusi yang teratur harus dipantau secara ketat untuk tingkat zat besi dan
komplikasi

kelebihan

zat

besi

pada

obat

khelasi.

Risiko lain yang terkait dengan transfusi darah kronis adalah anak-anak akan memiliki reaksi
alergi yang dapat mencegah transfusi lebih lanjut dan menyebabkan penyakit yang serius.
Baru-baru ini, beberapa anak telah berhasil menjalani transplantasi sumsum tulang
untuk mengobati thalassemia mayor. Namun, ini hanya dalam kasus-kasus penyakit talasemia
sangat melumpuhkan. Ada resiko yang cukup besar untuk transplantasi sumsum tulang:
prosedurnya melibatkan kehancuran dari semua sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan repopulating ruang sumsum dengan sel donor yang harus cocok sempurna (perbandingan
terdekat

biasanya

dari

saudara

kandung).

Prosedur ini biasanya dilakukan pada anak-anak muda berusia 16 tahun yang tidak memiliki
penyakit hati yang serius.

18

Darah membentuk sel-sel induk yang diambil dari darah tali pusat juga telah berhasil
ditransplantasikan, dan penelitian menggunakan teknik ini diharapkan meningkat. Saat ini
pengobatan sumsum tulang adalah satu-satunya obat yang diketahui untuk penyakit ini.
2.2.3 Etiologi
Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara
genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta
yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan.
Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk
hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa
sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih
mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang
pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi
pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah
gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat
thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari
ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan
pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan
ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah
gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan
lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan
yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.
Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia,
maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau
Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai
darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya
bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor.
Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat
19

menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui
bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia,
maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat
Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga
menderita Thalassaemia mayor.

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel
2.2.4 Patofisiologi Thalasemia
Terjadi gangguan pembentukan sel darah merah. Bentuk sel darah merah tidak
normal, cepat rusak, kemmapuan membawa oksigen menurun sehingga tubuh kekurangan
oksigen, menjadi pucat, lemah, letih, sesak dan butuh tranfusi darah. Sel darah merah
meiliki inti sel alfa globulin dan beta globulin (Citrakesumasari, 2012). Talasemia terjadi
akibat adanya ketidaknormalan pada saat pembentukan sel alfa atau sel beta. Sehingga
bisa menyebabkan anemia hemolitik. Dengan terjadinya anemia hemolitik maka terjadi
gangguan pembentukan Hemoglobin. Gangguan sintesis hemoglobin dapat menyebabkan
pengurangan rantai alfa atau rantai beta yang dapat menyebabkan eritrosit pecah.
20

Talasemia dapat menyebabkan beberapa komplikasi antara lain, gangguan tumbuh
kembang, gangguan endokrin, dan gangguan pada hati, limpa, jantung, paru serta tulang.

WOC THALASEMIA
Gangguan sintesis Hemoglobin

Talasemia Alfa

Pengurangan rantai alfa atau rantai beta

ayor, Minor, Intermedia
Talasemia Beta

Eritosit pecah
TALASEMIA

Transfusi darah rutin

Penimbunan besi

Absorbsi besi di usus menurun

Komplikasi

Gangguan tumbuh kembang Gangguan endokrin
Hati, limpa, ginjal, jantung, paru, tulang

2.2.5 Manifestasi Klinis
1. Letergi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anorexia
5. Diare
6. Sesak nafas
7. Pembesaran limfa dan hepar
21

8. Ikterik ringan
9. Penipisan kortex tulang panjang, tangan, dan kaki
10. Penebalan tulang krania

2.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah:
1. Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah :
- Darah rutin
Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah
lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi
penurunan dari jumlah trombosit.
- Hitung retikulosit
Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %.
- Gambaran darah tepi
Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran
sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel. Pada
pemeriksaan hapusan darah tepi (talasemia mayor): terdapat anemia mikrositik hipokrom berat
dengan presentase retikulosit yang tinggi disertai normoblas (eritrosit berinti), sel target, dan
titik basofilik (bashopilic stipling). Banyak ditemui Heinz bodies pada β-thalassemia.
- Serum Iron & Total Iron Binding Capacity
Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena
defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan
meningkat. Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfusi.
- Tes Fungsi Hepar

22

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah
terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan
cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan
hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan
darah.
2. Elektroforesis Hb
Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini
tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan
saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA 2.
Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β
kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak
melebihi 1%.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio
rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai
perbandingannya 10 : 3. Eritropoesis inefektif menyebabkan hiperplasia eritroid yang ditandai
dengan peningkatan cadangan Fe.
4. Pemeriksaan rontgen
Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi
dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki
dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi
ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran
mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan
“hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.
5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya.
Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.
6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
7. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan test darah rutin untuk memonitor efek
Pada rontgenogram tulang tengkorak memperlihatkan maksilla yang tumbuh-lebih dan
23

menunjukkan pelebaran nyata rongga diploe, dengan gambaran “hair-on-end” yang
disebabkan oleh trabekula vertikal.
8.Pemeriksaan pedigree untuk

mengetahui

apakah

orang

tua

atau

saudara

pasien

merupakan trait.
9. Pemeriksaan molekuler:
 Analisis DNA (Southern blot)
 Deteksi direct gen mutan
 Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik
 ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan)
 Analisis “globin chain synthesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta
menurun dengan rasio α/β meningkat.
2.2.7 Penatalaksanaan Thalasemia
A. Medikamentosa


Iron chelating agent (desferoxamine) : diberikan setelah kadar feritin serum mencapai
1000 µg/l atau 10-20 kali tranfusi (250 ml mengandung 200-250 mg besi).



Desferoxamine , dosis 25-50 mg/kgBB/hari SC melalui pompa infus dalam watu 8-12
jam minimal 5 hari berturut2 tiap tranfusi



Vitamin C 100-250mg/hari untuk meningkatkan efek pemberian kelasi



Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat



Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai anti oksidan

B. Bedah


Splenektomi : limpa menghambat pergerakan pasien. Limpa yang terlalu besar
sehingga membatasi gerak penderita,menimbulkan tekanan intraabdominal dan bahaya
terjadi rupture. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur
di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastic imunitas tubuuh akibat
spelektomi.

C. Suportif :

24



Tranfusi darah: Untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukan
perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit.
Transfuse PRC (packed red cell) dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1
g/dl.



Diberikan bila Hb < 6 g/dl dan anak tidak mau makan



Hb penderita dipertahankan 8-9,5 g/dl



Mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan pasien



PRC 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1g/dl



PRC diberikan 4-5 minggu sekali (umur SDM 10-39 hari)



Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi



Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh organism

2.2.8 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN THALASEMIA

Kasus:
Anak B laki-laki (10 tahun) MRS 5 Juni 2014, pasien datang dengan kondisi pucat dan lemah.
Diagnosa dokter Talasemia sejak 2 tahun yang lalu. Pernah dirawat di Rumah sakit terakhir
bulan oktober 2012. Orang tua mengaku anak telah mendapatkan imunisasi lengkap. TB : 125
cm, BB : 23 kg. Dokter menyarankan untuk transfusi.
I.

Identitas Klien

Nama

: An.B

TTL

: 10 Juni 2004

Usia

: 10 tahun

Nama Ayah

: Tn. S

Pekerjaan

: Guru

Pendidikan

: Sarjana

Nama ibu

: Ny. R

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMA

Agama

: Islam

Suku Bangsa : Jawa
25

Alamat

: Perumahan Miranti 53 Purworejo Jateng

Tanggal masuk : 5 Juni 2014
Tanggal pengkajian: 7 Juni 2014

II.

Keluhan Utama
Muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal

III.

Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit sekarang
Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat dan
badan terasa lemah. Klien adalah penderita Talasemia, terdiagnosis 2 tahun yang lalu.
Hasil

pemeriksaan

laboratorium

Hb

5,2

gr/dl,leuko

9200/mmk,Trombosit

284.000,segmen 49 %,Limfosit 49%,batang 1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien
dianjurkan rawat inap di Ruang B4 untuk mendapatkan tranfusi.
IV.

Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran
1. Prenatal

: Selama hamil ibu klien memeriksakan kehamilannya secara teratur di

RS Islam Jakarta sebanyak 15 kali,Ibu mendapat multivitamin dan zat besi,Imunisasi
TT 1x dan selama kehamilan tidak ada keluhan.
2. Intra natal

: Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan,lahir di puskesmas

setempat secara spontan, pervaginam letak sungsang,lahir langsung menangis BBL
2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat.
3. Post natal

: Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS Puskesmas

setempat. Kondisi klien pada masa itu sehat .
V.

Riwayat Masa Lampau.
1. Penyakit waktu kecil

: Pada waktu kecil klien jarang sakit dan setelah berumur

2 tahun ketahuan anak menderita Talasemia.
2. Pernah dirawat dirumah sakit : Anak sering dirawat di RS karena Talasemia
terakhir Bulan Oktober 2012
26

3. Obat-obatan yang digunakan

: Anak belum pernah diberikan obat sendiri selain

dari petugas kesehatan
4. Tindakan (operasi)

: Belum pernah pernah dilakukan operasi pada An. B

5. Alergi

: Tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat

6. Kecelakaan

: Anak belum pernah mengalami kecelakaan

7. Imunisasi

: Lengkap

Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan
BCG 1 Kali umur 1 bulan
DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan
Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan
Campak 1 kali umur 9 bulan
VII.

Kesehatan Fungsiolnal.

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan :
Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya pada
petugas kesehatan di Rumah Sakit.
2. Nutrisi :
Makanan yang disukai

: Anak suka makan nasi dengan daging ayam

Alat makan yang dipakai

: Sendok dan piring

Pola makan

: Selama di RS anak makan 3 kali sehari masing-masing

habis setengah porsi
Jenis makanan

: Nasi TKTP

Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan membaca buku di tempat
tidur.
3. Tidur dan istirahat
Pola tidur

: Anak tidur cukup 8-9 jam

Kebiasaan sebelum tidur

: Tidak ada kebiasaan khusus

Tidur siang

: Anak tidur siang 1-2 jam

4. Eliminasi

:

BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan
BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.
5. Kognitif dan persepsi
27

Pendengaran : Anak tidak mengalami gangguan pendengaran
Penglihatan : Penglihatan anak normal
Penciuman

: Penciuman anak baik

Taktil dan pengecapan : Anak dapat membedakan halus dan kasar.
VIII.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum

: KU lemah,kesadaran CM.

TB/ BB

: 125 Cm/23 Kg

Lingkar kepala

: 54 Cm

Mata

: Conjuctiva anemis,Sklera ikterus

Hidung

: Tidak ada kelainan,Discharge (-)

Mulut

: Mukosa mulut pucat ,mulut bersih.gigi caries (+)

Telinga

: Tidak ada kelainan,discharge (-)

Tengkuk

: Tidak ada kaku kuduk dan tidak ada pembesaran kel.limfe

Dada

: Bentuk simetris, Ictus cordis tak tampak

Jantung

: Bunyi Jantung I S1 tunggal, S2 split tak konstan,bising jantung (-)

Paru-paru

: Suara nafas vesikuler,Wheezing tidak ada

Perut

: Pembesaran Hepar tak teraba, Pembesaran Lien : (+)
Distensi abdomen(-),kembung(-), peristaltic usus (+)

Genetalia

: Genetalia tak ada kelainan

Ekstremitas

: Tangan kanan terpasang infus, gerakan ekstemitas bebas, tonus otot
normal, tidak ada edema,akral agak dingin

Kulit

: Kulit bersih,turgor kulit normal,hiperpigmentasi (-)

Tanda vital

: Suhu 36,4°C, Nadi 94x/mnt, Respirasi 24 x/mnt

IX.

Keadaan Kesehatan Saat Ini.
1. Diagnosa medis

: Talasemia

2. Tindakan operasi

:-

3. Aktivitas

: Berbaring dan duduk serta membaca buku di tempat tidur

4. Hasil laboratorium

:

HGB = 5,2 gr/dl AL = 9200/mmk Trombosit = 284.000 Segmen = 49%,Limfosit
49%,batang 1%, Normoblast 25/100 leuko.
XII .Analisa Data

28

DATA FOKUS

ETIOLOGI

NO

MASALAH
Data Subyektif

1

Proses penyakit

PK. Anemia

Ibu mengatakan badan
anaknya terasa lemah
Data Obyektif

 Conjunctiva anemis
 Mukosa bibir pucat
2

Data Subyektif

tidakseimbangan kebutuhan

Anak mengeluh badannya

pemakaian dan suplai

terasa lemah

oksigen/penurunan intake

Data Obyektif

nutrisi



Fatigue/Kelemahan

Aktivitas kebutuhan

sehari-hari dibantu/ADL
dibantu


Skala ADL : 2

3.

Tindakan invasive dan
Data Subyektif : -

Risiko Infeksi

penurunan daya tahan tubuh

Data Obyektif
 Terpasang infus
 Anak
anemis(conjuctiva dan
membran mukosa pucat)
 Hb : 5,2 gr/dl

XIII. Diagnosa Keperawatan yang muncul:
1. PK. Anemia b.d berkurangnya proses penyakit

29

2. Fatique/Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian
dan suplai oksigen/penurunan intake nutrisi
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur/tindakan invasive/penurunan status
imunitas klien
IX. Rencana Keperawatan
NO

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Keperawatan

(NOC)
Dapat

(NIC)
Monitor

meminimalkan atau



mengatasi

seminggu

komplikasi anemia



selama perawatan

retikulosit setiap minggu

3x24 jam ditandai



dengan :

Fe total dan nilai feritin



total

1.
PK. Anemia b.d
berkurangnya prose