BAB II KAJIAN PUSTAKA - ANALISIS PROSES BERPIKIR REFLEKTIF BERDASARKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MATERI LINGKARAN KELAS VIII DI MTSN 2 BLITAR TAHUN AJARAN 2017/2018 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.

Deskripsi Teori
1. Tinjauan Tentang Berpikir Reflektif
a. Pengertian Berpikir
Berpikir kata dasarnya adalah “pikir” yang artinya menurut
Kamus Bahasa Indonesia adalah akal budi, ingatan, angan-angan.
Berpikir artinya menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang dalam ingatan18.
Sementara itu, pengertian berpikir menurut Gilhooly mengacu pada
serentetan proses-proses kegiatan merakit, menggunakan, dan
memperbaiki model-model simbolik internal. Keterampilan berpikir
diarahkan untuk memecahkan masalah, dapat dilukiskan sebagai
upaya mengeksplorasi model-model tugas pelajaran di sekolah agar
model-model itu menjadi lebih baik dan memuaskan19. Berpikir secara
umum dilandasi oleh asumsi aktivitas mental atau intelektual yang
melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu20.
Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi

secara alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang,

18

Wowo Sunaryo, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 1
Cece Wijaya, Pendidikan Remidial, (Bandung: Rosdakarya, 2010), hal. 71
20
Wowo Sunaryo, Taksonomi Berpikir, hal. 2
19

16

17

waktu, dan media yang digunakan, serta menghasilkan suatu
perubahan terhadap objek yang mempengaruhinya. Proses berpikir
merupakan peristiwa mencampur, mencocokkan, menggabungkan,
menukar, dan mengurutkan konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan
pengalaman sebelumnya21.
Dengan demikian, berpikir merupakan suatu istilah yang

digunakan dalam menggambarkan aktivitas mental, baik yang berupa
tindakan yang disadari maupun tidak sepenuhnya dalam kejadian
sehari-hari sebagai tindakan rutin, tetapi memerlukan perhatian
langsung untuk bertindak ke arah lebih sadar secara sengaja dan
refleksi

atau

membawa

ke

aspek-aspek

tertentu

atas

dasar


pengalaman22.
b. Pengertian Berpikir Reflektif
Berpikir reflektif menurut King dan Kitcher menyangkut
memahami dan mempromosikan pertumbuhan intelektual dan berpikir
kritis pada remaja dan orang dewasa. Model ini dilandasi oleh teori
John Dewey mengenai konsep berpikir reflektif dan isu-isu
epistimologis
terstruktur23.
pngetahuan

dihasilkan
Proses
siswa

dari

berpikir
semata,

upaya


menyelesaikan

reflektif
tetapi

tidak

masalah

tergantung

bagaimana

pada

memanfaatkan

pengetahuan yang telah dimilikinya untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Jika siswa dapat menemukan menemukan cara untuk

21

Ibid., hal. 3
Ibid., hal. 8
23
Ibid., hal. 188
22

18

memecahkan masalah yang dihadapi sehingga dapat mencapai
tujuannya maka siswa tersebut telah melakukan proses berpikir
reflektif.24 Artinya, pada dasarnya berpikir reflektif merupakan sebuah
kemampuan siswa dalam menyeleksi pengetahuan yang telah di miliki
dan tersimpan dalam memorinya untuk menyelesaikan setiap masalah
yang dihadapinya untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Menurut Santrock siswa yang memiliki gaya reflektif
cenderung menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons dan
merenungkan akurasi jawaban. Individu reflektif sangat lamban dan
berhati-hati dalam memberikan respons, tetapi cenderung memberikan

jawaban secara benar. Siswa yang reflektif lebih mungkin melakukan
tugas-tugas seperti mengingat informasi yang terstruktur, membaca
dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan
masalah dan membuat keputusan. Selain itu, siswa yang reflektif juga
lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan
berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Dan biasanya memiliki
standar kerja yang tinggi.25
John Dewey mengemukakan suatu bagian dari metode
penelitiannya yang dikenal dengan berpikir reflektif (reflective
thinking). Dewey berpendapat bahwa pendidikan merupakan proses
sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama

24
Muhammad Irham & Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media,2013), hal. 46.
25
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2012), hal. 147

19


anak-anak) diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Sedangkan
tujuan dari pendidikan adalah memberikan kontribusi dalam
perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman dan
pemecahan masalah yang berlangsung secara reflektif26.
Menurut Dewey, definisi mengenai berpikir reflektif adalah:
“active, persistent, and careful consideration of any belief or supposed
from of knowledge in the light of the grounds that support it and the
conclusion to which it tends”. Jadi, berpikir reflektif adalah aktif, terus
menerus, gigih, dan mempertimbangkan dengan seksama tentang
segala sesuatu yang dipercaya kebenarannya atau format tentang
pengetahuan dengan alasan yang mendukungnya dan menuju pada
suatu kesimpulan27.
Sezer menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan
kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang dibutuhkan.
Dalam hal ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan situasi
belajar. Sedangkan menurut Gurol definisi dari berpikir reflektif
adalah proses terarah dan tepat dimana individu menganalisis,
mengevaluasi,


memotivasi,

mendapatkan

makna

mendalam,

menggunakan strategi pembelajaran yang tepat28.

26

Maya Kusumaningrum, Abdul Aziz Saefudin, Mengoptimalkan Kemampuan
Berpikir..., hal. 575
27
Phan, H. P, “Achievment Goals, The Classroom Environtment, and Reflective Thinking:
A Conceptual Framework”, dalam Electronic Jurnal of Reserch in Education Psychology, Vol 6
No. 3, hal. 578.
28


Hery Suharna, dkk.,Berpikir Reflektif Mahasiswa ...”, hal. 281 .

20

Dewey juga mengemukakan bahwa berpikir reflektif adalah
suatu proses mental tertentu yang memfokuskan dan mengendalikan
pola pikiran. Dia juga menjelaskan bahwa dalam hal proses yang
dilakukan tidak hanya berupa urutan dari gagasan-gagasan, tetapi
suatu proses sedemikian sehingga masing-masing ide mengacu pada
ide terdahulu untuk menentukan langkah berikutnya. Dengan
demikian, semua langkah yang berurutan saling terhubung dan saling
mendukung satu sama lain, untuk menuju suatu perubahan yang
berkelanjutan yang bersifat umum. Berpikir reflektif sebagai mata
rantai

pemikiran

intelektual,

melalui


penyelidikan

untuk

menyimpulkan29.
Kesimpulan peneliti mengenai pengertian berpikir reflektif
dari beberapa pendapat ahli di atas adalah siswa harus aktif dan hatihati dalam memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan
dengan

pengetahuan

mempertimbangkan

yang

dengan

pernah
seksama


diperolehnya
dalam

dan

menyelesaikan

permasalahannya.
c. Karakteristik Berfikir Reflektif
Proses berpikir reflektif tidak tergantung pada pengetahuan
siswa semata, tapi proses bagaimana memanfaatkan pengetahuan yang
telah dimilikinya untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Jika
siswa dapat menemukan cara untuk memecahkan masalah yang

29

Sri Hastuti Noer, “Problem-Based Learning...”, hal. 267 .

21

dihadapi sehingga dapat mencapai tujuannya maka siswa tersebut
telah melakukan proses berpikir reflektif.
Pada dasarnya berpikir reflektif merupakan sebuah kemampuan
siswa dalam menyeleksi pengetahuan yang telah dimiliki dan
tersimpan dalam dirinya. Pada dasarnya berpikir reflektif merupakan
sebuah kemampuan siswa dalam menyeleksi pengetahuan yang telah
dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Menurut
John Dewey proses berpikir reflektif yang dilakukan oleh individu
akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
a. Individu merasakan problem.
b. Individu melokalisasi dan membatasi pemahaman terhadap
masalahnya.
c. Individu

menemukan

hubungan-hubungan

masalahnya

dan

merumuskan hipotesis pemecahan atas dasar pengetahuan yang
telah dimilikinya.
d. Individu mengevaluasi hipotesis yang ditentukan, apakah akan
menerima atau menolaknya.
e. Individu menerapkan cara pemecahan masalah yang sudah
ditentukan dan dipilih, kemudian hasilnya apakah ia menerima atau
menolak hasil kesimpulannya30.

30

Muhammad Imam, dkk, Psikologi Pendidikan, hal. 46

22

Dewey mengemukakan bahwa komponen berpikir reflektif
adalah

kebingungan

(perplexity)

dan

penyelidikan

(inquiry).

Kebingungan adalah ketidakpastian tentang sesuatu yang sulit untuk
dipahami, kemudian menantang pikiran dan sinyal perubahan dalam
pikiran dan keyakinan. Penyelidikan adalah mencari informasi yang
mengarah pikiran terarah. Dengan membiarkan kebingungan dan
penyelidikan terjadi pada saat yang sama, perubahan perilaku
seseorang dapat terlihat, demikian juga sebaliknya31. Dewey membagi
pemikiran reflektif menjadi tiga situasi sebagai berikut:
“... Dewey divides reflective thinking into three situations as follows:
The pre-reflective situation, a situations experiencing perplexity,
confusion, or doubts; the post-reflective situation, situation in which
such perplexity, confusion, or doubts are dispelled; and the reflective
situation, a transitive situations from the pre-reflective situation to the
post-reflective situation ...”
Situasi pre-reflektif yaitu suatu situasi seseorang mengalami
kebingungan atau keraguan; situasi reflektif yaitu situasi transitif dari
situasi pra-reflektif dengan situasi pasca-reflektif atau terjadinya
proses reflektif; dan situasi pasca-reflektif yaitu situasi dimana
kebingungan atau keraguan tersebut dapat terjawab32.
Surbeck, Han, dan Moyer mengidentifikasi tiga fase reflektif
yaitu: 1) Reacting: bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap
31
32

Ibid., hal. 286
Hery Suharna, dkk., Berpikir Reflektif Mahasiswa, hal. 286

23

peristiwa/situasi/masalah, 2)Elaborating/Comparing: membandingkan
reaksi dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu pada prinsip
umum, suatu teori, 3) Contemplating: mengutamakan pengertian
pribadi

yang

mendalam

yang bersifat

membangun

terhadap

permasalahan atau berbagai kesulitan33.
Roger mengungkapkan kembali pendapat Dewey tentang
kriteria berpikir reflektif sebagai berikut34:
a. Refleksi adalah proses bermakna yang memindahkan pembelajar
dari suatu pengalaman ke pengalaman selanjutnya dengan
pemahaman yang lebih mendalam tentang hubungannya dengan
pengalaman dan ide yang lain.

b. Refleksi adalah cara berpikir yang sistematik, tepat disiplin dengan
akar-akarnya dalam penyelidikan ilmiah.

c. Refleksi pasti terjadi dalam masyarakat, dalam interaksi dengan
yang lain.

d. Refleksi memerlukan sikap yang menilai pribadi dan pertumbuhan
intelektual dari seseorang dan orang lain.
Dewey juga mengungkapkan tiga sumber asli yang wajib untuk
berpikir reflektif, yaitu35:

33

Sri Hastuti Noer, Problem-Based Learning..., hal. 275
Lia Kurniawati, Developing Mathematical Reflektif Thing Skills Through Problem
Based Learning (Jurnal), Departement of Mathematics Education Yogyakarta State University,
hal. 337
34

24

1. Curiosity (Keingintahuan)
Hal ini lebih kepada cara-cara siswa merespon masalah. Curiosity
merupakan keingintahuan seseorang akan penjelasan fenomenafenomena yang memerlukan jawaban fakta secara jelas serta
keinginan untuk mencari jawaban sendiri terhadap soal yang
diangkat.
2. Suggestion (Saran)
Suggestion merupakan ide-ide yang dirancang oleh siswa akibat
pengalamannya. Saran haruslah beraneka ragam (agar siswa
mempunyai pilihan yang banyak dan luas) serta mendalam (agar
siswa dapat memahami inti masalahnya).
3. Orderlinnes (Keteraturan)
Dalam hal ini siswa harus mampu merangkum ide-idenya untuk
membentuk satu kesatuan.
Terdapat lima komponen yang berkenaan dengan kemampuan
berpikir reflektif, diantaranya adalah36:
a. Recognize

or

felt

difficulty

problem,

merasakan

dan

mengidentifikasi masalah. Masalah mungkin dirasakan siswa
setelah siswa membaca data pada soal. Kemudian siswa mencari
cara untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Pada langkah

35
Choy,PemikiranReflektif oleh Dewey, diakses dari
http://www.teachersrock.net/Dewey%20Pemikiran%20Refleksi.htm (19 Maret 2017, 08:49)
36
Maya Kusumaningrum, Abdul Aziz Saefudin, Mengoptimalkan Kemampuan
Berpikir...”, hal. 575

25

ini,

siswa

merasakan

adanya

permasalahan

dan

mengidentifikasinya.
b. Location and definition of the problem, membatasi dan
merumuskan masalah. Langkah ini menuntun siswa untuk berpikir
kritis. Berdasarkan pengalaman pada langkah pertama tersebut,
siswa mempunyai masalah khusus yang merangsang pikirannya,
dalam langkah ini siswa mencermati permasalahan tersebut dan
timbul upaya mempertajam masalah.
c. Suggestion

of

possible

solution,

mengajukan

beberapa

kemungkinan alternatif solusi pemecahan masalah. Pada langkah
ini, siswa mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi untuk
memecahkan masalah yang telah dibatasi dan dirumuskan tersebut,
siswa berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalah.
d. Rational elaboration of an idea, mengembangkan ide untuk
memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan. Siswa mencari informasi yang diperlukan untuk
memecahkan

masalah

tersebut,

dalam

langkah

ini

siswa

memikirkan dan merumuskan penyelesaian masalah dengan
mengumpulkan data-data pendukung.
e. Test and formation of conclusion, melakukan tes untuk menguji
solusi pemecahan masalah dan menggunakannya sebagai bahan
pertimbangan membuat kesimpulan. Siswa menguji kemungkinan

26

dengan jalan menerapkannya untuk memecahkan masalah sehingga
siswa menemukan sendiri keabsahan temuannya.
Indikator kemampuan berpikir reflektif yang digunakan
peneliti dalam menganalisis proses berpikir reflektif siswa adalah hasil
identifikasi oleh Surbeck, Han dan Moyer yang terdiri dari 3 fase/
tingkatan, yaitu:
1. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi)
Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap peristiwa /
situasi / masalah. Yang dimaksud perhatian pribadi disini
adalah cara setiap siswa dalam merespon dan mengerti hal-hal
penting pada suatu masalah akan berbeda antara satu siswa
dengan siswa yang lain. Dan dengan adanya suatu peristiwa /
situasi / masalah tersebut maka akan muncul rasa ingin tahu
siswa untuk mengidentifikasikannya.
2. Comparing / Elaborating (berpikir reflektif untuk evaluasi)
Membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain,
seperti mengacu pada prinsip umum, suatu teori. Yang
dimaksud membandingkan reaksi disini adalah ketika suatu ide
/ saran muncul saat siswa menghadapi suatu masalah kemudian
dalam memahami inti permasalahan tersebut siswa dapat
membedakan dan mengaitkannya dengan pengalaman yang
pernah didapatkan untuk dapat dievaluasi.
3. Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis)

27

Mengutamakan pengertian pribadi yang mendalam yang
bersifat membangun terhadap permasalahan atau berbagai
kesulitan. Siswa mengerti hal-hal penting untuk menemukan
ide yang akan dirangkum secara teratur sebagai penyelesaian
suatu masalah dan membuat kesimpulannya dengan benar.
2. Pemecahan Masalah
Sebagaimana diterangkan di atas, berpikir selalu berhubungan
dengan masalah-masalah. Baik itu masalah yang timbul dari situasi
masa kini, masa lampau atau bahkan masalah yang belum terjadi.
Proses pemecahan masalah itu disebut proses berpikir. Dalam
memecahkan tiap masalah timbullah dalam jiwa kita berbagai
kegiatan, antara lain:37


Kita menghadapi suatu situasi yang mengandung masalah.
Pertama-tama kita mengetahui lebih dulu apa masalahnya,
atau apakah yang kita hadapi itu suatu masalah.



Bagaimana masalah itu dapat dipecahkan.



Hal-hal manakah yang sekira dapat membantu pemecahan
masalah tersebut.



37

Apakah tujuan masalah itu dipecahkan.

Drs. H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), hal.112

28

Dengan kata lain setiap menghadapi masalah terdapat
bermacam-macam faktor yang kesemuanya merupakan rangkaian
pemecahan masalah-masalah itu sendiri.
Dari kegiatan jiwa yang disebutkan di atas ada beberapa faktor
yang biasanya tidak dapat ditinggalkan dalam berpikir. Apa
masalahnya, bagaimana memecahkannya, apa tujuannya, faktor-faktor
apa yang membantu.38 Maka dalam berpikir sering timbul pertanyaan
apa, mengapa, bagaimana, untuk apa dan sebagainya.
Diantara

faktor-faktor

yang

disebutkan,

tujuan

adalah

menentukan. Karena kalau orang memandang situasi itu tidak
mengandung masalah, dengan sendirinya tidak memahami tujuan
memecahkan masalah tersebut, kemungkinan besar situasi yang
dihadapi tidak perlu dihadapi dengan berpikir.
Proses berpikir dalam kaitannya untuk memecahkan suatu
masalah, yaitu:39
1. Ada minat untuk memecahkan masalah.
2. Memahami tujuan pemecahan masalah itu.
3. Mencari kemungkinan-kemungkinan pemecahan.
4. Menentukan kemungkinan mana yang digunakan.
5. Melaksanakan kemungkinan yang dipilih untuk memecahkan
masalah.
38
39

Ibid., hal. 112
Ibid., hal. 113

29

Setelah seseorang menemukan sebuah masalah, seseorang
akan memutuskan untuk memecahkan masalah tersebut atau hanya
akan membiarkannya saja. Ketika dia memutuskan untuk memecahkan
masalah tersebut dapat dikatakan bahwa ada minat untuk memecahkan
masalah. Selanjutnya dia akan memahami masalah tersebut dan
mencari kemungkinan-kemungkinan dalam pemecahan masalah.
Setelah menentukan kemungkinan mana yang digunakan selanjutnya
adalah melaksanakan kemungkinan tersebut untuk memecahkan
masalahnya.
Menurut peneliti pemecahan masalah adalah menyelesaikan
suatu persoalan dengan sungguh-sungguh dengan cara yang diyakini
berdasarkan pengetahuan yang diperolehnya.
3. Hakekat Matematika
a. Pengertian Matematika
Istilah matematika (Indonesia), methematics (Inggris),
matematik (Jerman), mathemetique (Prancis), matematica (Italia),
matematiceski (Rusia) atau mathematick/wiskude (Belanda) berasal
dari perkataan mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan
Yunani matematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan
ini mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau
ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematika berhubungan

30

sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa yaitu
mathenein yang berarti belajar (berpikir).40
Matematika memiliki pengertian yang beragam. Setiap
tokoh memberikan definisi tentang matematika sesuai dengan sudut
pandang mereka. Di bawah ini disajikan beberapa definisi atau
pengertian tentang matematika.41
a) Menurut Ruseffendi matematika terbentuk sebagai hasil
pemikiran manusia berhubungan dengan ide, proses, dan
penalaran.

b) Menurut James & James dalam kamus matematikanya
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang
berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis
dan geometri.42

c) Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,
pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,
40

Erman Suherman, et. all., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (t.t.p.:
Common Textbook, edisi revisi, Universitas Pendidikan Indonesia, t.t.), hal.15-16
41
Soejadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jendral DIKTI,
DEPDIKNAS, 2000), hal. 11
42
Erman Suherman, et. al, Stategi Pembelajaran Matematika…, hal. 16

31

dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
d) Sementara Herman Hudojo dalam bukunya mengatakan bahwa:
Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubunganhubungannya, simbol-simbol diperlukan. Simbol-simbol itu
penting untuk memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang
ditetapkan. Simbolisasi menjamin adanya komunikasi dan
mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep
baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman
terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsepkonsepnya tersusun secara hirearkis. Simbolisasi itu barulah
berarti bila suatu simbol itu dilandasi suatu ide. Jadi kita harus
memahami ide yang terkandung dalam simbol tersebut. Dengan
perkataan lain, ide harus dipahami terlebih dahulu sebelum ide
tersebut disimbolkan.
Dari definisi-definisi di atas akan mampu membuka
cakrawala

pengertian

kita

tentang

matematika,

sehingga

pengetahuan kita tentang matematika akan bertambah luas dengan
tidak hanya memandang dari satu segi saja. Tetapi secara singkat
dapat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide/konsep-

32

konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya
deduktif.43

b. Pengertian Matematika Sekolah
Matematika

sebagai

ilmu

dasar,

dewasa

ini

telah

berkembang dengan pesat baik materi maupun kegunaannya
sehingga dalam perkembangannya atau pembelajarannya di
sekolah kita harus memperhatikan perkembangan-perkembangan
tersebut.Dalam kurikulum pendidikan dasar dan pendidikan
menengah yang dimaksud dengan metematika adalah matematika
sekolah. Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di
sekolah, yaitu matematika pada jenjang pendidikan dasar ( SD dan
SLTP) dan pendidikan menengah (SLTA dan SMK).44
Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika
yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemapuan
dan membentuk pribadi serta berpadu pada perkembangan IPTEK.
Fungsi mata pelajaran metematika adalah sebagai alat, pola pikir
dan ilmu pengetahuan. Tujuan pembelajaran matematika pada
setiap jenjang pendidikan berbeda, berikut ini tujuan pembelajaran
matematika pada jenjang SLTP adalah sebagai berikut :
a) Siswa memiliki kemapuan yang dapat dialihgunakan melalui
kegiatan matematika.
43
Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Dirjen Dikti PPLPTK, 1988), hal. 6
44
Erman Suherman et. al, Stategi Pembelajaran Matematika…, hal. 56

33

b) Siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk
melanjutkan ke pendidikan yang menengah.
c) Siswa memilki ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari metematika sekolah dasar untuk dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
d) Siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap
logis, kritis dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
Sedangkan tujuan pembelajaran matematika yang dilakukan
pada jenjang SMA adalah sebagai berikut :
a) Siswa memiliki pengetahuna tentang matematika sebagai bekal
untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
b) Siswa memilki ketrampilan matematika sebagai peningkatan dan
perluasan dari metematika sekolah dasar untuk dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
c) Siswa memiliki pandangan yang lebih luas serta memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika, sikap kritis, logis, objektif,
terbuka, kreatif dan inovatif.
d) Siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihkan (transferable)
melalui kegiatan matematika SMA.45
Proses berpikir reflektif dalam penelitian ini adalah sebuah
kemampuan siswa dalam menyeleksi pengetahuan yang telah

45

Erman Suherman et. al, Strategi Pembelajaran Matematika…, hal. 59

34

dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk menyelesaikan
setiap masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuannya.

4. Materi
a. Luas dan Keliling Lingkaran
Pada pembahasan Lingkaran kali ini kita akan lanjutkan
pada pembahasan Keliling dan Luas Lingkaran. Di sini kita akan
melihat penjelasan lengkap tentag Keliling Lingkaran dan Luas
Lingkarang. Penjelasana Keliling dan Luas Lingkaran berikut ini:
1) Luas Lingkaran
Luas lingkaran merupakan luas daerah yang dibatasi oleh
keliling lingkaran. Coba kamu perhatikan Gambar berikut.

Gambar 2.1 Daerah Lingkaran
Daerah
lingkaran.Sekarang,

yang

diarsir

bagaimana

merupakan

menghitung

luas

daerah
sebuah

lingkaran? Luas lingkaran dapat dihitung menggunakan rumus
umum luas lingkaran. Perhatikan uraian berikut. Misalkan,
diketahui sebuah lingkaran yang dibagi menjadi 16 buah juring
yang sama bentuk dan ukurannya. Kemudian, salah satu juringnya
dibagi dua lagi sama besar. Potongan-potongan tersebut disusun

35

sedemikian sehingga membentuk persegipanjang. Coba kamu
amati Gambar berikut ini.

Gambar 2.2 Lingkaran dan Juring
Jika kamu amati dengan teliti, susunan potongan-potongan
juring tersebut menyerupai persegipanjang dengan ukuran panjang
mendekati setengah keliling lingkaran dan lebar r sehingga luas
bangun tersebut adalah

Jadi, luas daerah lingkaran tersebut dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut.

Jadi, diperoleh luas persegipanjang tersebut :

36

Dengan demikian, luas daerah lingkaran tersebut dapat dirumuskan:

Untuk lebih jelasnya, coba kamu perhatikan contoh-contoh
soal berikut:
Contoh Soal
Sebuah lingkaran memiliki diameter 14 cm. Tentukan jari-jari
lingkaran dan luas lingkaran.!
Penyelesaian
Diketahui d = 14 cm.
a. Panjang jari-jari lingkaran adalah setengah kali panjang
diameternya. d = 2.r
1

maka r = × d
2

1

= × (14 cm)
2
= 7 cm Jadi, jari-jari lingkarn tersebut adalah 7 cm.
b. Untuk mencari luas lingkaran: L= π.𝑟 2 maka:
L=

22
7

.72

37

22

L= .49
7

L= 22.7
L = 154
Jadi, luas lingkaran tersebut adalah 154 cm2.
2) Keliling Lingkaran
Amati dengan seksama gambar berikut ini.

Gambar 2.3 Lingakaran dan Garis Lurus
Gambar (a) menunjukkan sebuah lingkaran dengan titik
Aterletak di sebarang lengkungan lingkaran. Jika lingkaran
tersebut dipotong di titik A, kemudian direbahkan, hasilnya
adalah sebuah garis lurus AA’ seperti pada gambar Gambar (b) .
Panjang garis lurus tersebut merupakan keliling lingkaran. Jadi,
keliling lingkaran adalah panjang lengkungan pembentuk
lingkaran tersebut. Bagaimana menghitung keliling lingkaran?
Misalkan, diketahui sebuah lingkaran yang terbuat dari kawat.
Keliling tersebut dapat dihitung dengan mengukur panjang
kawat yang membentuk lingkaran tersebut. Selain dengan cara di

38

atas,

keliling

sebuah

lingkaran

dapat

juga

ditentukan

menggunakan rumus. Akan tetapi, rumus ini bergabung pada
sebuah nilai, yaitu π (dibaca phi).
Nilai yang sama untuk perbandingan keliling dan
diameter

pada

setiap

lingkaran.

Nilai

tersebut

adalah

3,141592…. Inilah yang dimaksud dengan nilai π (phi). Jika
dibulatkan dengan pendekatan, diperoleh π= 3,14. Oleh
karena22/7 = 3,14 maka nilai juga dapat dinyatakan dengan π=
22/7. Dari hasil kegiatan tersebut, diketahui bahwa π= K/d
sehingga keliling lingkaran dapat dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut:

K=πd
K=keliling lingkaran π = 3,14 atau

22
7

,

d= diameter lingkaran.
Oleh karena panjang diameter adalah dua kali panjang
jari-jari maka K= π.d= π (2 . r) sehingga

K=2πr
Contoh soal
Sebuah lingkaran memiliki panjang diameter 35 cm.
Tentukanlah panjang jari-jari dan keliling lingkaran.
Penyelesaian

39

Diketahui d= 35 cm
a.

d= 2 .r maka 35 cm =2.r
r=

35
2

r= 17,5
Jadi, panjang jari-jarinya adalah 17,5 cm.
b.

K= π. d maka K=

22
7

× 35 cm = 22 × 5 cm = 110 cm

Jadi, panjang diameternya adalah 110 cm.
Menyelesaikan soal matematika materi lingkaran dalam
penelitian ini adalah proses pengerjaan dalam menyelesaikan soal
dengan

pengetahuan

yang

pernah

diperolehnya

dan

mempertimbangkan dengan seksama dalam menyelesaikan
permasalahannya.
5. Kemampuan Berpikir Reflektif dalam Memecahan Masalah
Matematika
Pada penelitian ini akan mengadaptasi dari tingkat berpikir
reflektif menurut Surbeck, Han, dan Moyer yang meliputi tiga fase
yaitu Reacting, Comparing, dan Contemplating.
Indikator dari kemampuan berpikir reflektif dalam
memecahkan masalah akan dijabarkan pada tabel di bawah ini:46

46

Millatul Fadhilah, Analisis Berpikir…(Skripsi), hal. 59

40

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif
Fase/ Tingkatan
1. Reacting (berpikir reflektif untuk aksi), dalam tingkatan ini hal-hal yang harus
dilakukan oleh siswa adalah:
a. Menyebutkan apa saja yang ditanyakan dalam soal.
b. Menyebutkan apa yang diketahui.
c. Menyebutkan hubungan antara yang ditanya dengan yang diketahui.
d. Mampu menjelaskan apa yang diketahui sudah cukup untuk menjawab
yang ditanyakan.
2. Comparing (berpikir reflektif untuk evaluasi), pada tingkat ini siswa
melakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Menjelaskan jawaban pada permasalahan yang pernah didapatkan.
b. Mengaitkan masalah yang ditanyakan dengan masalah yang pernah
dihadapi
3. Contemplating (berpikir reflektif untuk inkuiri kritis), pada fase ini siswa
melakukan beberapa hal berikut:
a. Menentukan maksud dari permasalahan.
b. Mendeteksi kesalahan pada penentuan jawaban.
c. Memperbaiki dan menjelaskan jika terjadi kesalahan dari jawaban.
d. Membuat kesimpulan dengan benar

Kemampuan berpikir reflektif dikatakan melalui tingkatan
reacting jika memenuhi minimal tiga indikator, termasuk indikator 1a
dan 1b. Dikatakan melalui tingkatan Comparing jika memenuhi
minimal satu indikator yaitu 2a. Dikatakan melalui tingkatan
Contemplating jika memenuhi minimal dua indikator yaitu 3a dan 3b.
Tingkatan kemampuan berpikir reflektif siswa dapat diketahui
sebagai berikut :47
1. T1 : Kurang reflektif

Immas Metika Alfa Lutfiananda, dkk, “Analisis Proses Berpikir…”, dalam Jurnal
Elektronik Pembelajaran Matematika, Vol. 4 No. 9, hal. 816-819
47

41

Pada tingkatan ini siswa dikatakan kurang reflektif karena hanya
melalui fase reacting yaitu bisa melakukan pemahaman terhadap
masalah yang dihadapi melalui beberapa indikator di atas.
2. T2 : Cukup reflektif
Pada tingakatan ini siswa dikatakan cukup reflektif karena dapat
melalui fase reacting dan Comparing yaitu bisa memahami masalah
sekaligus menjelaskan jawaban dari permasalahan yang pernah
didapatkan, mengaitkan masalah yang ada dengan permasalahan lain
yang hampir sama dan pernah dihadapi.
3. T3 : reflektif
Pada tingkat ini siswa dikatakan reflektif karena dapat melalui fase
Reacting, Comparing, dan Contemplating yaitu bisa membuat
kesimpulan berdasarkan pemahaman terhadap apa yang ditanyakan,
pengaitannya dengan permasalahan yang pernah dihadapi, menentukan
maksud dari permasalahan, dapat memperbaiki dan menjelaskan jika
jawaban yang diutarakan salah.
Karena pada tingkat

ini

siswa menyusun

kesimpulan

berdasarkan hal-hal yang diketahui sebelumnya.

B.

Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubungan dengan berpikir reflektif siswa dalam
memecahkan masalah matematika, dilaporkan peneliti sebagai berikut:

42

1.

Penelitian dalam jurnal yang dilakukan oleh Hery Suharna, Toto
Nusantara, Subanji dan Santi Irawati pada tahun 2013. Penelitian ini
bertujuan mendiskripsikan kemampuan berpikir reflektif mahasiswa
dalam menyelesaikan matematika. Dimana pada penelitian ini, lebih
banyak menjelaskan tentang pengertian dari berpikir reflektif
termasuk macam dari berpikir reflektif, kelebihan dan manfaatnya jika
diterapkan dalam bidang pendidikan. Selain itu, penelitian ini
mendiskripsikan jawaban siswa mulai dari tahap perencanaan dalam
mengerjakan hingga kesimpulan yang benar dan sudah diteliti
berulang kali oleh subjek penelitian. Penelitian ini dilakukan pada
mahasiswa Universitas Malang. Subjek yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 1 orang, namun dalam menjelaskannya secara
terperinci. Masalah yang diberikan berkaitan dengan materi aljabar.
Hasil penelitian menujukkan bahwa subjek sangat berhati-hati dalam
menyelesaikan masalah dan menujukkan bahwa dia memiliki
kemampuan berpikir reflektif.

2.

Penelitian dalam jurnal yang dilakukan oleh Sri Hastuti Noer pada
tahun 2008. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan tentang berpikir
reflektif dari berpikir matematis tingkat tinggi yang melibatkan proses
kognitif. Dimana pada penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan berpikir matematis dengan suatu strategi, dimana strategi
yang digunakan oleh peneliti adalah Problem Based Learning (PBL).
Penelitian ini berisikan tentang konsep-konsep berpikir reflektif

43

dengan strategi Problem Based Learning yang akan diterapkan di
sekolah.
3.

Penelitian dalam skripsi yang dilakukan oleh

Millatul Fadhilah

jurusan tadris matematika IAIN Tulungagung pada tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan tentang berpikir reflektif dari
dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Garis Singgung
Lingkaran Kelas VIII A (Unggulan) MTs Negeri Pagu Tahun Ajaran
2014/2015. Dalam penelitian ini penulis mendeskripsikan tingkat
berfikir reflektif siswa dalam memecahkan masalah matematika
dilihat dari hasil tes dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

C.

Berpikir Reflektif dalam Perspektif Islam atau Al-Qur’an
Berpikir reflektif adalah siswa harus aktif dan hati-hati dalam
memahami permasalahan, mengaitkan permasalahan dengan pengetahuan
yang pernah diperolehnya dan mempertimbangkan dengan seksama dalam
menyelesaikan permasalahannya.
Berikut ini ayat Al-Qur’an yang mengarah pada proses berpikir
reflektif , seperti terdapat dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Baqarah ayat : 31.

َ‫صا ِدقِين‬
ِ ُ‫اء هَؤ‬
ِ ‫علَى ْال َمالئِ َك ِة فَقَا َل أ َ ْنبِئُونِي بِأ َ ْس َم‬
َ ‫ض ُه ْم‬
َ ‫ع َر‬
َ ‫علَّ َم آدَ َم األ ْس َما َء ُكلَّ َها ث ُ َّم‬
َ ‫َو‬
َ ‫الء ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم‬
)٣١(
Artinya :

44

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!"” (Q.S. Al-Baqarah ayat : 31)48
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Adam harus menyebutkan
nama benda-benda yang pernah diajarkan oleh-Nya kepada para Malaikat.
Sesuai dengan istilah berpikir reflektif dalam memahami suatu
permasalahan yang kemudian akan dikaitkan dengan pengalaman yang
pernah dialami sehingga dapat mempertimbangkan dengan seksama dalam
menyelesaikan permasalahannya.

D.

Pemecahan Masalah dalam Perspektif Islam atau Al-Qur’an
Pemecahan masalah adalah menyelesaikan suatu persoalan dengan
sungguh-sungguh dengan cara yang diyakini berdasarkan pengetahuan
yang diperolehnya. Berikut ini adalah ayat Al-Qur’an tentang pemecahan
masalah matematika, seperti terdapat dalam Al-Qur’an Q.S. Al-Insyirah
ayat 1-8:

َ ‫ض‬
َ‫) َو َرفَ ْعنَا لَك‬٣( َ‫ظ ْه َرك‬
َ ‫ض ْعنَا‬
َ ‫) َو َو‬١( َ‫صد َْرك‬
َ َ‫) الَّذِي أ َ ْنق‬٢( َ‫ع ْنكَ ِو ْز َرك‬
َ َ‫أَلَ ْم نَ ْش َرحْ لَك‬
)٤( َ‫ِذ ْك َرك‬
ْ‫ارغَب‬
ْ َ‫)و ِإلَى َر ِبِّكَ ف‬
َ ‫) فَإِذَا فَ َر ْغتَ فَا ْن‬٦( ‫) ِإ َّن َم َع ْالعُس ِْر يُس ًْرا‬٥( ‫فَإ ِ َّن َم َع ْالعُس ِْر يُس ًْرا‬
َ ٧( ْ‫صب‬
)٨(
Artinya :
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,(1) dan
Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,(2) yang memberatkan
punggungmu?,(3) Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu,(4)
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,(5)
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: PT.Sygma Eramedia
Arkanleema, 2007), hal. 7
48

45

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,(6) Maka apabila
kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguhsungguh (urusan) yang lain,(7) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap.(8)” (Q.S. Al-Insyirah: 1-8)49
Dalam ayat ketiga yang dimaksud dengan beban disini ialah
kesusahan-kesusahan yang diderita Nabi Muhammad SAW dalam
menyampaikan risalah. Pada ayat keempat, meninggikan nama Nabi
Muhammad SAW di sini maksudnya ialah meninggikan derajat dan
mengikutkan namanya dengan nama Allah dalam kalimat syahadat,
menjadikan taat kepada Nabi termasuk taat kepada Allah dan lain-lain.
Pada ayat ketujuh maksudnya sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila
kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah. Maka beribadatlah kepada
Allah, apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia. Maka
kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila telah
selesai mengerjakan shalat, berdoalah.
Dari Q.S. Al-Insyirah ayat 1-8 terdapat isi kandungan yaitu: (1)
sabar atau berlapang dada adalah kunci menghilangkan kesulitan,
rintangan dan cobaan. Kita harus menerima ujian dari Allah SWT dengan
hati yang tenang (sabar dan ikhlas) agar beban yang dipikul kita tidak
terasa. Allah meringankan beban Nabi Muhammad dengan beberapa cara.
Allah mengangkat derajat Nabi Muhammad dengan cara meninggikan dan
memuliakan akhlaknya di sisi Allah, (2) Dibalik kesulitan itu ada
kemudahan. Ulet adalah sifat yang harus kita miliki. Orang yang ulet

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung: PT.Sygma Eramedia
Arkanleema, 2007), hal. 597
49

46

selalu mencari jalan keluar dalam memecahkan masalah. Tentunya dengan
disertai sabar dan tidak mudah putus asa, (3) bekerja keras disertai niat
sungguh-sungguh, insyaAllah keinginan kita dapat terkabul. Orang yang
terbiasa hidup kerja keras, mereka selalu bekerja menyelesaikan masalah
yang belum tuntas., (4) Allah SWT mengingatkan agar jangan melakukan
pekerjaan, hanya karena mengharapkan pahala dari Allah SWT semata.

E.

Paradigma Penelitian
Proposal skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif dalam aliran
postpositivisme bertujuan mencari esensi makna di balik fenomena.
Paradigma postpositivisme adalah kebenaran didasarkan pada esensi
(sesuai dengan hakekat obyek) dan kebenaran bersifat holistik. Pengertian
postpositivisme selain yang empiri sensual juga mencakup apa yang ada di
balik yang empirik sensual (fenomena dan nomena). Karakteristik utama
penelitian kualitatif dalam paradigma postpositivisme adalah pencarian
makna di balik data.

47

Bagan :
Berpikir reflektif untuk
aksi (Reacting)

Kemampuan proses
berpikir reflektif siswa
dalam menyelesaikan
soal matematika materi
lingkaran kelas VIII di
MTsN 2 Blitar

Berpikir reflektif untuk
evaluasi (Comparing)

Berpikir reflektif untuk
inkuiri kritis
(Contemplating)
Bagan 2.5 Paradigma Penelitian
Dari skema di atas dapat dideskripsikan bahwa yang penulis
maksud adalah dari siswa dengan fase / tingkatan kemampuan berpikir
reflektif untuk aksi (Reacting) akan dilihat bagaimana kemampuan proses
berpikir

reflektif

berdasarkan

kemampuan

kognitif

siswa

dalam

menyelesaikan soal matematika materi lingkaran kelas VIII di MTsN 2
Blitar. Siswa dengan fase / tingkatan kemampuan berpikir reflektif untuk
evaluasi (Comparing) akan dilihat bagaimana kemampuan proses berpikir
reflektif berdasarkan kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan soal
matematika materi lingkaran kelas VIII di MTsN 2 Blitar. Begitu juga
dengan siswa yang memiliki fase / tingkatan kemampuan berpikir reflektif
untuk inkuiri kritis (Contemplating) akan dilihat bagaimana kemampuan
proses berpikir reflektif berdasarkan kemampuan kognitif siswa dalam
menyelesaikan soal matematika materi lingkaran kelas VIII di MTsN 2
Blitar.