PERUBAHAN DAYA KESEIMBANGAN AIR DAN NERACA LAHAN AKIBAT PEMBANGUNAN WADUK DI LOKASI HUTAN LINDUNG
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
PERUBAHAN DAYA KESEIMBANGAN AIR DAN NERACA LAHAN AKIBAT
PEMBANGUNAN WADUK DI LOKASI HUTAN LINDUNG
Bambang Rahadi1*, Novia Lusiana1, Angga Dheta S1
Jurusan Teknik Pertanian-Universitas Brawijaya
*Email : [email protected], b.rahadi@gmail,com
Abstrak
Alih fungsi lahan di kawasan penyangga berakibat perubahan keseimbangan air, keseimbangan
lahan dan erosi, Demikian juga kegiatan pembangunan Waduk Bendo dikabupaten Ponorogo yang
terletak di kawasan lindung mengakibatkan perubahan keseimbangan air, keseimbangan lahan dan erosi.
Maka pembangunan waduk di kawasan lindung penting untuk dikaji. Metode penelitian dilakukan dengan
simulasi (1) Eksisting(2) Jika terbangun waduk seluas 22,31 ha. (3) jika hutan lindung diganti 5ha. dan
dilakukan secara bertahap meliputi:persiapan, studi/kajian literature, observasi awal di lapangan dan
lembaga/instansi, analisa data. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Defisit airsebesar191.166.699 m3/tahun
pada kondisi existing dan meningkat menjadi 191.239.613 m3/tahun jika dialih fungsikan menjadi hutan
produksi, dan akan menurunkan defisit jika hutan lindung di ganti 5 ha. sebesar 174.505.398 m3; (2)
Rasio Debit Maksimum dan Minimum pada kala ulang 5 tahun, 10 tahun dan 50 tahun memiliki rasio
yang sama sebesar 154,927 sedangkan kala ulang 25 tahun memiliki rasio 153,970 dan pada kondisi
existing, alih fungsi lahan dan simulasi rasionya tidak mengalami perubahan. (3)
Neracalahanmenunjukkankondisi surplus sebesar 72.115,90 Ha pada saat existing, surplus pada 72.096,85
Ha jika terjadi alih fungsi lahan hutan lindung kehutan produksi dan surplus 72.116,35 Ha pada kondisi
penambahan hutan lindung seluas 5 ha (5) Erosi kondisi existing jika dialih fungsikan ke hutan produksi
akan terjadi peningkatan erosi, dan masih pada tahap yang diijinkan (kurang dari 15 ton/Ha/tahun) (5)
Hutan Lindung seluas 22,31 Ha Jika dialih fungsikan menjadi Hutan Produksi tidak akan merubah
banyak Daya Dukung Lingkunganya.
Kata Kunci: Alih fungsi lahan, neraca air, hutan lindung.
PENDAHULUAN
Alih fungsi lahan akan terus terjadi, di DAS Ciliwung kurun waktu 10 tahun
mencapai 20,3% (Sabar, 2008). Di Daerah Istimewa Yogyakarta kurun waktu 20 tahun
dari tahun 1983-2002 lahan sawah menyusut 4.896 ha (Suherman, 2004). Alih fungsi
lahan yang berlebihan akan mengakibatkan perubahan penutupan lahan dan apabila
terjadi hujan akan meningkatnya limpasan permukaan, kejadian tersebut juga terjadi
pada pembangunan waduk Bendodi Kabupaten Ponorogo.
Berbagai bentuk kerusakan DAS seringkali merupakan permasalahan yang
timbul akibat daya dukung lingkungan hidup telah terlampaui. Terlampauinya daya
dukung lingkungan menimbulkan persoalan bagi manusia dalam pemanfaatan ruang,
maka menjadi penting bagaimana agar DAS beserta ekosistemnya mampu secara
berkelanjutan mendukung kehidupannya dengan tingkat kesejahteraan yang dipandang
memadai. Salah satu bentuk upaya menyeimbangkan pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup adalah melalui proses penataan ruang yang berbasis daya dukung
lingkungan agar tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Rencana pemanfaatan Sungai Ngindeng sebagai waduk yang telah tertuang
dalam revisi RTRW Kabupaten Ponorogo, pada prinsipnya mengacu pada strategi
kebijaksanaan pembangunan propinsi Jawa Timur. Dalam konteks pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup diarahkan agar dapat diperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat yang tetap mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian
sumberdaya alam.
38
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Pembangunan Waduk Bendo Sub DAS Keyang, berdampak pada kebutuhan
pembukaan lahan dalam rangka untuk menunjang kegiatan pembangunan waduk serta
menjaga keberlanjutan fungsi waduk. Dalam rangka mempertahankan keberlanjutan
waduk Bendo maka Bupati Kabupaten Ponorogo berdasarkan Surat Bupati No
03/BAPL/RenSDH-II/III/2015 merencanakan adanya penurunan status peruntukan
lahan seluas ±22,31 Ha menjadi peruntukan hutan produksi. Kondisi letak
pembangunan waduk di Sub DAS Keyang yang merupakan bagian daerah aliran sungai
bagian hulu menjadikan setiap kegiatan perlu dipertimbangkan lagi untuk menghindari
adanya penurunan kualitas lingkungan. Maksud diadakannya kajian ini adalah untuk
mengetahui perubahan keseimbangan air, Keseimbangan lahan dan Erosi yang
diakibatkatkan alih fungsi lahan hutan lindung seluas ± 22,31 ha menjadi lahan hutan
produksi. Tujuan Penelitian mengkaji dampak alih fungsi lahan seluas 22,31 ha : (1)
Mengidentifikasi kondisikesesuaian lahan, (2). keseimbangan air di Sub DAS
Keyang.(3) Peningkatan erosi akibat alih fungsi lahan
Sasaran yang ingin dicapai dari Kajian ini adalah: (1)Menjadi acuan dalam
pengambilan kebijakan pengelolaan lingkungan di DAS Keyang akibat alih fungsi lahan
hutan lindung seluas 22,31 ha menjadi lahan hutan produksi. (2)Menjaga sustainibilitas
fungsi hutan lindung dan hutan produksi terhadap daya dukung lingkungan.(3)Menjaga
keseimbangan fungsi lingkungan dalam rangka menghindari adanya kerusakan
lingkungan akibat pembangunan.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan pekerjaan penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan,
studi/kajian literature, observasi awal di lapangan dan lembaga/instansi, penyusunan
laporan pendahuluan dan diskusi, survey (pengumpulan data primer dan pengumpulan
data sekunder), analisa data, penyusunan draft laporan akhir (draft report), konsultasi
draft laporan akhir, penyusunan laporan akhir (final report).Secara skematik tahapan
kegiatan digambarkan dalam bagan alur pada Gambar (1).
Gambar 1. Tahapan penelitian.
Pengumpulan DataSebelum penentuan rancangan sistem, data yang tersedia
diinventarisasi yaitu data peta, Batas Administrasi (desa, kecamatan, kabupaten dan
propinsi), peta penggunan tanah Data atribut merupakan nilai yang menjelaskan nama,
keadaan atau situasi dari suatu ‘feature’ tertentu baik yang berupa titik, garis maupun
39
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
poligon. Feature adalah satuan gambar spasial hasil digitasi peta.Datayang diperlukan
untuk membangunan sistem informasi ini berupa data peta dan data mengenai
karakteristik lahan yang ada di Kabupaten Ponorogo.
Kompilasi data meliputi pekerjaan konversi data dari analog ke digital.
(a)Digitasi peta dimana dalam kompilasi data ini dilakukan pendigitasian peta-peta yang
berhubungan dengan pekerjaan sehingga dapat dilakukan proses selanjutnya.
(b) Pemasukkan data bertujuan untuk memberikan atribut alphanumeric (angka/huruf) pada
suatu obyek (titik, garis, dan poligon) dan masukan berupa basis data.
Survey Lapangan dilakukan untuk mendapatkan data data primer yang
dibutuhkan dalam pekerjaan ini. Pengambilan data primer dilakukan di ketiga lokasi
terdampak yang berada pada wilayah Alir DAS.
3. Deskripsi Lokasi Kajian
Wilayah Kabupaten Ponorogo yang potensial dan rawan terhadap bencana banjir
adalah Kecamatan yang berada pada wilayah dataran rendah antara lain Kecamatan
Kauman, Sukorejo, Bungkal, Jetis, Mlarak, Ponorogo, Sambit, Sawoo, dan Siman, yang
kesemuanya merupakan DAS Keyangmempunya luas 42.919 Ha dan panjang 49 km.
Daerah pengalirannya meliputi Kecamatan Bungkal, Jetis, Mlarak, Ponorogo, Pulung,
Sambit, Sawoo, Siman, dan Sooko (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Lokasi Aliran Sungai Keyang.
Areal yang diperuntukan untuk pembangunan bendungan sebagian besar
berbatasan dengankawasan hutan lindung (sebelah selatan berbatasan dengan sungai
dalam kawasan hutan dan tanah masyarakat Desa Bend).Disekitar lokasi merupakan
hutan lindung dan hutan produksi yang secara umum berada pada sempadan sungai
yang direncanakan akan ddilakukan Tukar Menukar Kawasan Hutan untuk
pembangunan Waduk Bento yang berfungsi sebagai area genangan pembangunan
Waduk Bendo.Lokasi alih fungsi kawasan hutan dari Hutan Lindung ke Hutan Produksi
yang untuk pembangunan Waduk Bendo (Gambar 2).
40
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Aliran sungai Keyang dengan panjang daerah pengaliran 49 km dan rata-rata
kedalaman sungai 8 m mempunyai debit pada musim kemarau sebesar 502 m3/detik
sedangkan pada musim hujan mencapai 7.306 m3/detik. Kondisi debit sungai di
Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Debit Sungai di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015.
No
Nama sungai
Panjang
Kedalaman
Debit (m3/det)
(km)
(m)
Maks
Min
1
Asin
36,80
5
2.128
1.287
2
Cemer
36,00
5
3.878
635
3
Gendol
33,20
5
710
8
4
Keyang
49,00
8
7.306
502
5
Bedingin
4,00
4
164
8
6
Nambang
6,00
4
245
12
7
Slahung
35,90
8
12.192
21
8
Mayong
13,70
3
771
10
9
Pelem
18,00
4
691
50
10
Munggu
7,70
6
561
27
11
Domas
12,40
4
43
12
12
Ireng
7,00
4
49
4
13
Sungkur
58,10
8
1.297
109
14
Galok
29,70
4
940
160
15
Gonggang
36,00
4
0
0
16
Pucang
15,00
3
50
50
17
Nglorog Atas
-
-
0
0
Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD), (2015).
41
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Gambar 3. Peta Topografi, Jenis Tanah. Tekstur dan Permeabilitas., Kedalaman efektif,
Drainase.
42
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Aliran sungai Keyang mempunyai ketinggian antara 100 mdpl (diatas
permukaan laut) di daerah hilirnya yaitu di Desa Kali Malang Kecamatan Sukorejo,
terdapat di bagian tengah Kabupaten Ponorogo dan berupa dataran rendah yang subur.
Daerah hulu aliran sungai Keyang mencapai ketinggian lebih dari 1000 mdpl di Desa
Sidowayah Kecamatan Sooko, dan berupa daerah pegununganKetinggian 1416,6671700 m dpl meliputi kecamatan Pulung dan Sooko;
Jenis tanah terbentuk dari faktor-faktor pembentuk tanah antara lain batuan
induk, iklim, topografi, vegetasi dan waktu. Wilayah aliran sungai Keyang mempunyai
sembilan macam jenis tanah yaitu aluvial coklat kekelabuan; aluvial kelabu tua; asosiasi
aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan; komplek andosol coklat andosol coklat
kekuningan dan litosol; komplek latosol coklat kemerahan dan litosol; latosol coklat;
latosol coklat kemerahan; litosol; mediteran coklat kemerahan. Jenis tanah yang
mendominasi di wilayah aliran sungai Keyang yaitu mediteran coklat kemerahan,
sedangkan yang paling sedikit yaitu jenis asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat
kekelabuan.
Tekstur tanah di wilayah aliran sungai Keyang terdiri dari empat jenis tekstur
tanah, yaitu berpasir, lempung, lempung berliat, lempung berpasir. Berdasarkan
klasifikasi tekstur tanah, tekstur tanah berpasir seluas 10.165,329 Ha atau 16,594% dari
luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Tekstur lempung seluas 6.725,748 Ha atau
10,979% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Tekstur lempung berliat seluas
13.523,368 Ha atau 22,076% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Tekstur
lempung berpasir seluas 30.844,910 Ha atau 50,351% dari luas seluruh wilayah sungai
Keyang.
Permeabilitas di lokasi penelitian terdisri dari agak lambat (0,5-2,0 cm/jam)
seluas 13.523,368 Ha atau 22,076% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Lahan yang memiliki kemampuan permeabilitas sedang (2,0-6,25 cm/jam) seluas
6.725,748 Ha atau 10,979% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lahan yang
memiliki kemampuan permeabilitas agak cepat (6,25-12,5 cm/jam) seluas 30.844,910
Ha atau 50,351% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lahan yang memiliki
kemampuan permeabilitas cepat ( >12,5 cm/jam) seluas 10.165,329 Ha atau 16,594%
dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Kedalaman efektif wilayah aliran sungai Keyang ada tiga macam, yaitu dalam (
>90 cm) seluas 42.343,679 Ha atau 69,122% dari luas seluruh wilayah aliran sungai
Keyang. Kategori sedang (90-50 cm) seluas 8.750,347 Ha atau 14,284% dari luas
seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Kategori dangkal (50-25 cm) seluas 10.165,329
Ha atau 16,594% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Kedalaman efektif di
wilayah aliran sungai Keyang didominasi dengan kedalaman kategori dalam ( >90 cm),
sedangkan hanya sebagian kecil untuk kedalaman kategori sedang (90-50 cm). Peta
klasifikasi kedalaman efektif wilayah aliran sungai Keyang .
Kemampuan drainase yang ada di wilayah aliran sungai Keyang terdiri dari
empat kategori yaitu, kemampuan drainase baik seluas 10.165,329 Ha atau 16,594%
dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Kemampuan drainase agak baik seluas
30.844,910 Ha atau 50,351% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Kemampuan drainase agak buruk seluas 6.725,748 Ha atau 10,979% dari luas seluruh
wilayah aliran sungai Keyang. Sedangkan untuk kemampuan drainase buruk seluas
13.523,368 Ha atau 22,076% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Wilayah aliran sungai Keyang memiliki lereng datar (0-3%) seluas 14.944,320
Ha atau 22,461% dari luas seluruh wilayah sungai Keyang. Lereng landai (3-8%) seluas
43
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
10.542,240 Ha atau 17,209% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lereng
agak miring (8-15%) seluas 8.716,320 Ha atau 14,228% dari luas seluruh wilayah aliran
sungai Keyang. Lereng miring berbukit (15-30%) seluas 11.504,160 Ha atau 18,779%
dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lereng agak curam (30-45%) seluas
8.389,440 Ha atau 13,695% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lereng
curam (45-60%) seluas 5.135,040 Ha atau 8,382% dari luas seluruh wilayah aliran
sungai Keyang. Lereng sangat curam ( >60%) seluas 3.214,080 Ha atau 5,246% dari
luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Besarnya Erosi
Hasil pendugaan nilai laju erosi pada kondisi tata guna lahan existing dapat
diketahui bahwa jumlah erosi total wilayah aliran sungai Keyang dengan luas wilayah
sebesar 62.468,53 Ha erosi mencapai 103.172,0095 ton/th dengan erosi rata-rata sebesar
1,685 ton/ha/th. Kondisi jika terbangun bendung jumlah erosi total wilayah aliran
sungai Keyang mencapai 103.212,0013 ton/th dengan erosi rata-rata sebesar 1,685
ton/ha/th. Sedangkan pada kondisi penggantiahan hutan lindung seluas 5 Ha didapatkan
erosi total wilayah aliran sungai Keyang mencapai 103.208,0205 ton/th dengan erosi
rata-rata sebesar 1,685 ton/ha/th. Perubahan nilai erosi total antara kondisi existing dan
alih fungsi lahan sebesar 39,991800 ton/th (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Kondisi Existing Wilayah Aliran Sungai Keyang.
Tingkat
No.
Bahaya
Eksisting (Ha)/%
Bendung (Ha)/%
Erosi
1.
Sangat
Terbangun
22.871,52
37,35
22.855,68
37,31
Ringan
Penggantian
Hutan 5 Ha.
(Ha)/%
Luas
Luas
(Ha)
(%)
2.
Ringan
12.961,44
21,16
12.572,59
21,13
22.855,68
37,31
3.
Sedang
9.734,40
15,89
9.732,96
15,89
12.961,44
21,16
4.
Berat
7.809,12
12,75
7667,04
12,77
9.732,96
15,89
5.
Sangat Berat
7.866,72
12,85
7869,60
12,87
7.823,52
12,77
Total
62.468,53
100%
62.468,53
100%
7869,60
12,84
Berdasarkan tabel 2 klasifikasi masing-masing kondisi diatas dapat diketahui
bahwa dari kondisi existing ke alih fungsi lahan ke bendungan
terjadi penurunan
persentase untuk kategori erosi sangat ringan sebesar 0,03% , dan terjadi peningkatan
persentase untuk kategori erosi berat sebesar 0,02%. Sedangkan dari kondisi alih fungsi
lahan ke penggantian hutan lindung 5 Ha terjadi penurunan persentase untuk kategori
erosi sangat berat sebesar 0,01%.
44
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Gambar 5. Erosi Kondisi Eksisting, Terbangun bendung, Penggantian Hutan Lindung
Seluas 5 Ha.
4.2. Neraca Air
3
Defisit air pada kondisi eksisting sebesar 191.166.699 m /tahun. Dalam dan
3
kebutuhan terbesar terletak pada sektor pertanian sebesar 765.567.004 m /tahun. Defisit
air akibat alih fungsi lahan berubah menjadi
bendungan mengalami sebesar
3
191.239.613m /tahun
dan
mengalami
peningkatan
jumlah
kebutuhan
sebesar
3
72.914m /tahun. Hal ini disebabkan oleh berubahnya nilai koefisien tanaman antara
hutan lindung dan hutan produksi. Defisit air pada kondisi penggantian lahan sebesar
3
5Ha hutan lindung sebesar 174.505.398m /tahun, d a n
kebutuhan
air
3
748.905.703 m /tahun. Tetapi apabila ditinjau secara menyeluruh menunjukkan defisit
yang lebih kecil dibandingkan kondisi saat ini dan pembangunan waduk.
Tabel 4. Neraca Air Kondisi Existing, Waduk, Penggantian Hutan Lindung.
Ketersediaan
Saat Ini
Kebutuhan
Hujan
Permukaan
Domestik
Industri
Pertanian
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
Bungkal
52.130.118
683.461
1.484.273
534.360
80.688.649
Jetis
21.629.994
283.584
1.245.161
189.800
28.184.446
Mlarak
35.905.210
470.742
1.367.473
476.690
35.024.046
Ponorogo
21.533.474
282.318
2.706.183
14.385.380
23.461.845
45
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Pulung
123.110.472
1.614.061
2.020.531
359.160
185.248.490
Sambit
57.743.686
757.059
1.544.680
1.183.330
78.730.159
Sawoo
120.359.669
1.577.996
2.415.972
805.190
182.005.583
Siman
36.629.105
480.232
1.728.202
305.870
60.449.284
Pudak
47.217.282
619.050
338.611
50.370
26.815.872
Sooko
53.394.522
700.038
919.508
202.210
64.958.631
Total
569.653.532
7.468.542
15.770.592
18.492.360
765.567.004
Status
-191.166.699
Ketersediaan
Waduk
Kebutuhan
Hujan
Permukaan
Domestik
Industri
Pertanian
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
Bungkal
52.130.118
683.461
1.484.273
534.360
80.688.649
Jetis
21.629.994
283.584
1.245.161
189.800
28.184.446
Mlarak
35.905.210
470.742
1.367.473
476.690
35.024.046
Ponorogo
21.533.474
282.318
2.706.183
14.385.380
23.461.845
Pulung
123.110.472
1.614.061
2.020.531
359.160
185.281.172
Sambit
57.743.686
757.059
1.544.680
1.183.330
78.730.159
Sawoo
120.359.669
1.577.996
2.415.972
805.190
182.045.815
Siman
36.629.105
480.232
1.728.202
305.870
60.449.284
Pudak
47.217.282
619.050
338.611
50.370
26.815.872
Sooko
53.394.522
700.038
919.508
202.210
64.958.631
Total
569.653.532
7.468.542
15.770.592
18.492.360
765.639.919
Status
-191.239.613
Ketersediaan
Penambahan
5 Ha
Kebutuhan
Hujan
Permukaan
Domestik
Industri
Pertanian
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
Bungkal
52.130.118
683.461
1.484.273
534.360
80.688.649
Jetis
21.629.994
283.584
1.245.161
189.800
28.184.446
Mlarak
35.905.210
470.742
1.367.473
476.690
35.024.046
Ponorogo
21.533.474
282.318
2.706.183
14.385.380
23.461.845
Pulung
123.110.472
1.614.061
2.020.531
359.160
174.961.719
Sambit
57.743.686
757.059
1.544.680
1.183.330
78.730.159
Sawoo
120.359.669
1.577.996
2.415.972
805.190
180.782.528
Siman
36.629.105
480.232
1.728.202
305.870
60.449.284
Pudak
47.217.282
619.050
338.611
50.370
26.815.872
46
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Sooko
53.394.522
700.038
919.508
202.210
59.807.157
Total
569.653.532
7.468.542
15.770.592
18.492.360
748.905.703
Status
-174.505.398
Sumber: Hasil Analisis PS. Teknik Lingkungan FTP UB, 2015.
4.3. Debit Maksimum dan Minimum
Debit maksimum dan minimum dihitung dengan metode hidrograf satuan sintetik
Nakayasu. Debit maksimum dan minimum dihitung pada saat kondisi existing atau
kondisi saat ini, kebutuhan air dengan kondisi alih fungsi lahan hutan lindung menjadi
hutan produksi seluas ±22,31, dan kebutuhan air setelah dengan simulasi penggantian
lahan seluas ±5 Ha. Debit maksimum dan minimum dihitung dengan kala ulang 5 tahun,
10 tahun, 25 tahun, dan 50 tahun melalui hujan rancangan (Tabel 5).
Tabel 5. Debit Maksimum dan Minimum Aliran Sungai Keyang.
Existing
Q5
Debit
Ratio
Q10
Q25
Q50
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
1.060,847
6,847
1.170,227
7,553
1.300,356
8,445
1.410,960
9,107
154,927
154,927
153,970
154,927
Q25
Q50
Alih Fungsi Lahan
Q5
Debit
Ratio
Q10
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
1.060,884
6,848
1.170,268
7,554
1.300,401
8,446
1.411,009
9,108
154,927
154,927
153,970
154,927
Q25
Q50
Simulasi
Q5
Debit
Ratio
Q10
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
1.060,799
6,847
1.170,175
7,553
1.300,298
8,445
1.410,897
9,107
154,927
154,927
153,970
154,927
Sumber: Hasil Analisis PS. Teknik Lingkungan FTP UB, 2015.
47
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
1,600
1,400
1,200
1,000
800
600
400
200
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Q5
Q10
Q25
Q50
Gambar 5. Hidrograf kondisialih fungsi lahan.
4.4. Keseimbangan lahan
Wilayah yang menjadi pemilihan simulasi untuk perubahan tegalan menjadi
hutan produksi agar ekologi setelah alih fungsi lahan di waduk bendo tetap terjaga
terdapat di Kecamatan Sooko. Sebelumnya Kecamatan Sokoo telah mengalami daya
dukung lingkungan yang surplus dalam keadaaan existing dan setelah dilakukan
simulasi dengan merubah tegalan menjadi hutan produksi, nilai surplus daya dukung di
Kecamatan Sokoo meningkat. Hal ini disebabkan karena hasil produksi dari hutan
produksi lebih banyak dibandingkan hasil produksi dari tegalan. Hasil surplus daya
dukung lingkungan di Kecamatan Sooko dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Keseimbangan lahan di Aliran Sungai Keyang.
Nilai DDL
Nilai DDL
Nilai DDL
No. Kecamatan
Status
Existing
AFL
Simulasi
1
Bungkal
7.844,35
7.844,35
7.844,35
Surplus
2
Sambit
6.986,44
6.986,44
6.986,44
Surplus
3
Sawoo
17.952,48
17.949,87
17.949,87
Surplus
4
Sooko
5.150,13
5.150,13
5.169,63
Surplus
5
Pulung
29.935,81
29.919,37
29.919,37
Surplus
6
Mlarak
-3.118,05
-3.118,05
-3.118,05
Defisit
7
Siman
-4.816,64
-4.816,64
-4.816,64
Defisit
8
Jetis
-4.521,13
-4.521,13
-4.521,13
Defisit
9
Ponorogo
-16.819,00
-16.819,00
-16.819,00
Defisit
10
Pudak
33.521,51
33.521,51
33.521,51
Surplus
Satu
an
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Sumber: Hasil Analisis PS. Teknik Lingkungan FTP UB, 2015.
48
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Gambar 7. Peta Neraca Lahan Kondisi Eksisting, Alih Fungsi Pembangunan Bendungan
dan Penggantian 5 Ha Hutan Lindung.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa :
1. Hutan Lindung seluas 22,31 Ha jika dialihfungsikan menjadi Hutan Produksi tidak
akan merubah banyak Daya Dukung Lingkungannya;
2. Erosi kondisi existing jika dialih fungsikan kehutan produksi akan terjadi
peningkatan erosi, dan masih pada tahap yang diijinkan (kurang dari 15
ton/Ha/tahun);
3. Defisit air sebesar 191.166.699 m3/tahun pada kondisi existing dan meningkat
menjadi 191.239.613 m3/tahun jika dialih fungsi lahanmenjadihutanproduksi(kondisi
alih fungsi lahan), dan hasil pada kondisi simulasi sebesar174.505.398 m3/tahun
menunjukkan penurunan dibandingkan kondisi existing dan kondisi alih fungsi hutan
produksi;
4. Neraca lahan menunjukkan kondisi surplus sebesar 72.115,90 Ha pada saat existing,
surplus pada 72.096,85 Ha jika terjadi alih fungsi lahan hutan lindung ke hutan
produksi dan surplus 72.116,35 Ha pada kondisi Penggantian hutan lindung seluas 5
Ha.
49
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2004. Hidrologidan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan ketiga
(revisi). Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Balitbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2013. Agroklimat dan Hidrologi. Buletin Hasil
Penelitian. Vol.10(2):11, ISSN 0216-3934.
Chapin, F. Stuart, Jr & Kaiser, E.J. 1979. Urban Land Use Planning, Third Edition.
University of Illionis Press, USA.
Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied Hydrology. McGrawHills.New York.
FAO. 1976. A framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division, FAO Soil
Buletin No. 32, FAO-UNO, Rome.
H. H. Bailey.1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Ultisol. Universitas Lampung, Lampung.
Hadi, Sudharto P., 2001 Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Hadmoko, D. S. 2012. Evaluasi Sumber Daya Lahan Prosedur dan Teknik Evaluasi
Lahan : Aplikasi teknik skoring dan matching. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Hamer, W. I. 1980. Soil Conservation Consultant Report. Technical Note No. 7, FAO
Project INS/78/006. Center For Soil Research. Bogor.
Hockensmith, R.D. and Steele J.B. 1943. Recent Trend in Use of Land Capability
Classification. Proc Soil Sci Soc Am 14.
Klibengiel, A.A. and Montgomery, P.H. 1961. Land Capability Classification
Agricultural, Handbook No.210. US Dept. Agric Soil Serv Washington DC.
.Sitorus, Santan R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. PT. Tarsito. Bandung.
Soemarto, CD. 1999. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.
Soemarwoto, Otto. 2000. Analisa Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Utomo, Hadi, Wani. 1994. Erosidan Konservasi Tanah. Cetakan Pertama. Universitas
Negeri Malang.
Wischmeier, W. H. and Smith, D. D. 1965. Predicting Rainfall Erosion Losses a Guide
to Conservation Planning. Agricultural Handbook No. 573. U. S. Departement
of Agricultural. Minnesota.
50
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
PERUBAHAN DAYA KESEIMBANGAN AIR DAN NERACA LAHAN AKIBAT
PEMBANGUNAN WADUK DI LOKASI HUTAN LINDUNG
Bambang Rahadi1*, Novia Lusiana1, Angga Dheta S1
Jurusan Teknik Pertanian-Universitas Brawijaya
*Email : [email protected], b.rahadi@gmail,com
Abstrak
Alih fungsi lahan di kawasan penyangga berakibat perubahan keseimbangan air, keseimbangan
lahan dan erosi, Demikian juga kegiatan pembangunan Waduk Bendo dikabupaten Ponorogo yang
terletak di kawasan lindung mengakibatkan perubahan keseimbangan air, keseimbangan lahan dan erosi.
Maka pembangunan waduk di kawasan lindung penting untuk dikaji. Metode penelitian dilakukan dengan
simulasi (1) Eksisting(2) Jika terbangun waduk seluas 22,31 ha. (3) jika hutan lindung diganti 5ha. dan
dilakukan secara bertahap meliputi:persiapan, studi/kajian literature, observasi awal di lapangan dan
lembaga/instansi, analisa data. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Defisit airsebesar191.166.699 m3/tahun
pada kondisi existing dan meningkat menjadi 191.239.613 m3/tahun jika dialih fungsikan menjadi hutan
produksi, dan akan menurunkan defisit jika hutan lindung di ganti 5 ha. sebesar 174.505.398 m3; (2)
Rasio Debit Maksimum dan Minimum pada kala ulang 5 tahun, 10 tahun dan 50 tahun memiliki rasio
yang sama sebesar 154,927 sedangkan kala ulang 25 tahun memiliki rasio 153,970 dan pada kondisi
existing, alih fungsi lahan dan simulasi rasionya tidak mengalami perubahan. (3)
Neracalahanmenunjukkankondisi surplus sebesar 72.115,90 Ha pada saat existing, surplus pada 72.096,85
Ha jika terjadi alih fungsi lahan hutan lindung kehutan produksi dan surplus 72.116,35 Ha pada kondisi
penambahan hutan lindung seluas 5 ha (5) Erosi kondisi existing jika dialih fungsikan ke hutan produksi
akan terjadi peningkatan erosi, dan masih pada tahap yang diijinkan (kurang dari 15 ton/Ha/tahun) (5)
Hutan Lindung seluas 22,31 Ha Jika dialih fungsikan menjadi Hutan Produksi tidak akan merubah
banyak Daya Dukung Lingkunganya.
Kata Kunci: Alih fungsi lahan, neraca air, hutan lindung.
PENDAHULUAN
Alih fungsi lahan akan terus terjadi, di DAS Ciliwung kurun waktu 10 tahun
mencapai 20,3% (Sabar, 2008). Di Daerah Istimewa Yogyakarta kurun waktu 20 tahun
dari tahun 1983-2002 lahan sawah menyusut 4.896 ha (Suherman, 2004). Alih fungsi
lahan yang berlebihan akan mengakibatkan perubahan penutupan lahan dan apabila
terjadi hujan akan meningkatnya limpasan permukaan, kejadian tersebut juga terjadi
pada pembangunan waduk Bendodi Kabupaten Ponorogo.
Berbagai bentuk kerusakan DAS seringkali merupakan permasalahan yang
timbul akibat daya dukung lingkungan hidup telah terlampaui. Terlampauinya daya
dukung lingkungan menimbulkan persoalan bagi manusia dalam pemanfaatan ruang,
maka menjadi penting bagaimana agar DAS beserta ekosistemnya mampu secara
berkelanjutan mendukung kehidupannya dengan tingkat kesejahteraan yang dipandang
memadai. Salah satu bentuk upaya menyeimbangkan pemanfaatan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup adalah melalui proses penataan ruang yang berbasis daya dukung
lingkungan agar tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Rencana pemanfaatan Sungai Ngindeng sebagai waduk yang telah tertuang
dalam revisi RTRW Kabupaten Ponorogo, pada prinsipnya mengacu pada strategi
kebijaksanaan pembangunan propinsi Jawa Timur. Dalam konteks pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup diarahkan agar dapat diperoleh manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat yang tetap mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian
sumberdaya alam.
38
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Pembangunan Waduk Bendo Sub DAS Keyang, berdampak pada kebutuhan
pembukaan lahan dalam rangka untuk menunjang kegiatan pembangunan waduk serta
menjaga keberlanjutan fungsi waduk. Dalam rangka mempertahankan keberlanjutan
waduk Bendo maka Bupati Kabupaten Ponorogo berdasarkan Surat Bupati No
03/BAPL/RenSDH-II/III/2015 merencanakan adanya penurunan status peruntukan
lahan seluas ±22,31 Ha menjadi peruntukan hutan produksi. Kondisi letak
pembangunan waduk di Sub DAS Keyang yang merupakan bagian daerah aliran sungai
bagian hulu menjadikan setiap kegiatan perlu dipertimbangkan lagi untuk menghindari
adanya penurunan kualitas lingkungan. Maksud diadakannya kajian ini adalah untuk
mengetahui perubahan keseimbangan air, Keseimbangan lahan dan Erosi yang
diakibatkatkan alih fungsi lahan hutan lindung seluas ± 22,31 ha menjadi lahan hutan
produksi. Tujuan Penelitian mengkaji dampak alih fungsi lahan seluas 22,31 ha : (1)
Mengidentifikasi kondisikesesuaian lahan, (2). keseimbangan air di Sub DAS
Keyang.(3) Peningkatan erosi akibat alih fungsi lahan
Sasaran yang ingin dicapai dari Kajian ini adalah: (1)Menjadi acuan dalam
pengambilan kebijakan pengelolaan lingkungan di DAS Keyang akibat alih fungsi lahan
hutan lindung seluas 22,31 ha menjadi lahan hutan produksi. (2)Menjaga sustainibilitas
fungsi hutan lindung dan hutan produksi terhadap daya dukung lingkungan.(3)Menjaga
keseimbangan fungsi lingkungan dalam rangka menghindari adanya kerusakan
lingkungan akibat pembangunan.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan pekerjaan penelitian terdiri dari beberapa tahapan yaitu persiapan,
studi/kajian literature, observasi awal di lapangan dan lembaga/instansi, penyusunan
laporan pendahuluan dan diskusi, survey (pengumpulan data primer dan pengumpulan
data sekunder), analisa data, penyusunan draft laporan akhir (draft report), konsultasi
draft laporan akhir, penyusunan laporan akhir (final report).Secara skematik tahapan
kegiatan digambarkan dalam bagan alur pada Gambar (1).
Gambar 1. Tahapan penelitian.
Pengumpulan DataSebelum penentuan rancangan sistem, data yang tersedia
diinventarisasi yaitu data peta, Batas Administrasi (desa, kecamatan, kabupaten dan
propinsi), peta penggunan tanah Data atribut merupakan nilai yang menjelaskan nama,
keadaan atau situasi dari suatu ‘feature’ tertentu baik yang berupa titik, garis maupun
39
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
poligon. Feature adalah satuan gambar spasial hasil digitasi peta.Datayang diperlukan
untuk membangunan sistem informasi ini berupa data peta dan data mengenai
karakteristik lahan yang ada di Kabupaten Ponorogo.
Kompilasi data meliputi pekerjaan konversi data dari analog ke digital.
(a)Digitasi peta dimana dalam kompilasi data ini dilakukan pendigitasian peta-peta yang
berhubungan dengan pekerjaan sehingga dapat dilakukan proses selanjutnya.
(b) Pemasukkan data bertujuan untuk memberikan atribut alphanumeric (angka/huruf) pada
suatu obyek (titik, garis, dan poligon) dan masukan berupa basis data.
Survey Lapangan dilakukan untuk mendapatkan data data primer yang
dibutuhkan dalam pekerjaan ini. Pengambilan data primer dilakukan di ketiga lokasi
terdampak yang berada pada wilayah Alir DAS.
3. Deskripsi Lokasi Kajian
Wilayah Kabupaten Ponorogo yang potensial dan rawan terhadap bencana banjir
adalah Kecamatan yang berada pada wilayah dataran rendah antara lain Kecamatan
Kauman, Sukorejo, Bungkal, Jetis, Mlarak, Ponorogo, Sambit, Sawoo, dan Siman, yang
kesemuanya merupakan DAS Keyangmempunya luas 42.919 Ha dan panjang 49 km.
Daerah pengalirannya meliputi Kecamatan Bungkal, Jetis, Mlarak, Ponorogo, Pulung,
Sambit, Sawoo, Siman, dan Sooko (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Lokasi Aliran Sungai Keyang.
Areal yang diperuntukan untuk pembangunan bendungan sebagian besar
berbatasan dengankawasan hutan lindung (sebelah selatan berbatasan dengan sungai
dalam kawasan hutan dan tanah masyarakat Desa Bend).Disekitar lokasi merupakan
hutan lindung dan hutan produksi yang secara umum berada pada sempadan sungai
yang direncanakan akan ddilakukan Tukar Menukar Kawasan Hutan untuk
pembangunan Waduk Bento yang berfungsi sebagai area genangan pembangunan
Waduk Bendo.Lokasi alih fungsi kawasan hutan dari Hutan Lindung ke Hutan Produksi
yang untuk pembangunan Waduk Bendo (Gambar 2).
40
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Aliran sungai Keyang dengan panjang daerah pengaliran 49 km dan rata-rata
kedalaman sungai 8 m mempunyai debit pada musim kemarau sebesar 502 m3/detik
sedangkan pada musim hujan mencapai 7.306 m3/detik. Kondisi debit sungai di
Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Debit Sungai di Kabupaten Ponorogo Tahun 2015.
No
Nama sungai
Panjang
Kedalaman
Debit (m3/det)
(km)
(m)
Maks
Min
1
Asin
36,80
5
2.128
1.287
2
Cemer
36,00
5
3.878
635
3
Gendol
33,20
5
710
8
4
Keyang
49,00
8
7.306
502
5
Bedingin
4,00
4
164
8
6
Nambang
6,00
4
245
12
7
Slahung
35,90
8
12.192
21
8
Mayong
13,70
3
771
10
9
Pelem
18,00
4
691
50
10
Munggu
7,70
6
561
27
11
Domas
12,40
4
43
12
12
Ireng
7,00
4
49
4
13
Sungkur
58,10
8
1.297
109
14
Galok
29,70
4
940
160
15
Gonggang
36,00
4
0
0
16
Pucang
15,00
3
50
50
17
Nglorog Atas
-
-
0
0
Sumber : Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD), (2015).
41
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Gambar 3. Peta Topografi, Jenis Tanah. Tekstur dan Permeabilitas., Kedalaman efektif,
Drainase.
42
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Aliran sungai Keyang mempunyai ketinggian antara 100 mdpl (diatas
permukaan laut) di daerah hilirnya yaitu di Desa Kali Malang Kecamatan Sukorejo,
terdapat di bagian tengah Kabupaten Ponorogo dan berupa dataran rendah yang subur.
Daerah hulu aliran sungai Keyang mencapai ketinggian lebih dari 1000 mdpl di Desa
Sidowayah Kecamatan Sooko, dan berupa daerah pegununganKetinggian 1416,6671700 m dpl meliputi kecamatan Pulung dan Sooko;
Jenis tanah terbentuk dari faktor-faktor pembentuk tanah antara lain batuan
induk, iklim, topografi, vegetasi dan waktu. Wilayah aliran sungai Keyang mempunyai
sembilan macam jenis tanah yaitu aluvial coklat kekelabuan; aluvial kelabu tua; asosiasi
aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan; komplek andosol coklat andosol coklat
kekuningan dan litosol; komplek latosol coklat kemerahan dan litosol; latosol coklat;
latosol coklat kemerahan; litosol; mediteran coklat kemerahan. Jenis tanah yang
mendominasi di wilayah aliran sungai Keyang yaitu mediteran coklat kemerahan,
sedangkan yang paling sedikit yaitu jenis asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat
kekelabuan.
Tekstur tanah di wilayah aliran sungai Keyang terdiri dari empat jenis tekstur
tanah, yaitu berpasir, lempung, lempung berliat, lempung berpasir. Berdasarkan
klasifikasi tekstur tanah, tekstur tanah berpasir seluas 10.165,329 Ha atau 16,594% dari
luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Tekstur lempung seluas 6.725,748 Ha atau
10,979% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Tekstur lempung berliat seluas
13.523,368 Ha atau 22,076% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Tekstur
lempung berpasir seluas 30.844,910 Ha atau 50,351% dari luas seluruh wilayah sungai
Keyang.
Permeabilitas di lokasi penelitian terdisri dari agak lambat (0,5-2,0 cm/jam)
seluas 13.523,368 Ha atau 22,076% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Lahan yang memiliki kemampuan permeabilitas sedang (2,0-6,25 cm/jam) seluas
6.725,748 Ha atau 10,979% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lahan yang
memiliki kemampuan permeabilitas agak cepat (6,25-12,5 cm/jam) seluas 30.844,910
Ha atau 50,351% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lahan yang memiliki
kemampuan permeabilitas cepat ( >12,5 cm/jam) seluas 10.165,329 Ha atau 16,594%
dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Kedalaman efektif wilayah aliran sungai Keyang ada tiga macam, yaitu dalam (
>90 cm) seluas 42.343,679 Ha atau 69,122% dari luas seluruh wilayah aliran sungai
Keyang. Kategori sedang (90-50 cm) seluas 8.750,347 Ha atau 14,284% dari luas
seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Kategori dangkal (50-25 cm) seluas 10.165,329
Ha atau 16,594% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Kedalaman efektif di
wilayah aliran sungai Keyang didominasi dengan kedalaman kategori dalam ( >90 cm),
sedangkan hanya sebagian kecil untuk kedalaman kategori sedang (90-50 cm). Peta
klasifikasi kedalaman efektif wilayah aliran sungai Keyang .
Kemampuan drainase yang ada di wilayah aliran sungai Keyang terdiri dari
empat kategori yaitu, kemampuan drainase baik seluas 10.165,329 Ha atau 16,594%
dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Kemampuan drainase agak baik seluas
30.844,910 Ha atau 50,351% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Kemampuan drainase agak buruk seluas 6.725,748 Ha atau 10,979% dari luas seluruh
wilayah aliran sungai Keyang. Sedangkan untuk kemampuan drainase buruk seluas
13.523,368 Ha atau 22,076% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
Wilayah aliran sungai Keyang memiliki lereng datar (0-3%) seluas 14.944,320
Ha atau 22,461% dari luas seluruh wilayah sungai Keyang. Lereng landai (3-8%) seluas
43
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
10.542,240 Ha atau 17,209% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lereng
agak miring (8-15%) seluas 8.716,320 Ha atau 14,228% dari luas seluruh wilayah aliran
sungai Keyang. Lereng miring berbukit (15-30%) seluas 11.504,160 Ha atau 18,779%
dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lereng agak curam (30-45%) seluas
8.389,440 Ha atau 13,695% dari luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang. Lereng
curam (45-60%) seluas 5.135,040 Ha atau 8,382% dari luas seluruh wilayah aliran
sungai Keyang. Lereng sangat curam ( >60%) seluas 3.214,080 Ha atau 5,246% dari
luas seluruh wilayah aliran sungai Keyang.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1. Besarnya Erosi
Hasil pendugaan nilai laju erosi pada kondisi tata guna lahan existing dapat
diketahui bahwa jumlah erosi total wilayah aliran sungai Keyang dengan luas wilayah
sebesar 62.468,53 Ha erosi mencapai 103.172,0095 ton/th dengan erosi rata-rata sebesar
1,685 ton/ha/th. Kondisi jika terbangun bendung jumlah erosi total wilayah aliran
sungai Keyang mencapai 103.212,0013 ton/th dengan erosi rata-rata sebesar 1,685
ton/ha/th. Sedangkan pada kondisi penggantiahan hutan lindung seluas 5 Ha didapatkan
erosi total wilayah aliran sungai Keyang mencapai 103.208,0205 ton/th dengan erosi
rata-rata sebesar 1,685 ton/ha/th. Perubahan nilai erosi total antara kondisi existing dan
alih fungsi lahan sebesar 39,991800 ton/th (Tabel 2).
Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi Kondisi Existing Wilayah Aliran Sungai Keyang.
Tingkat
No.
Bahaya
Eksisting (Ha)/%
Bendung (Ha)/%
Erosi
1.
Sangat
Terbangun
22.871,52
37,35
22.855,68
37,31
Ringan
Penggantian
Hutan 5 Ha.
(Ha)/%
Luas
Luas
(Ha)
(%)
2.
Ringan
12.961,44
21,16
12.572,59
21,13
22.855,68
37,31
3.
Sedang
9.734,40
15,89
9.732,96
15,89
12.961,44
21,16
4.
Berat
7.809,12
12,75
7667,04
12,77
9.732,96
15,89
5.
Sangat Berat
7.866,72
12,85
7869,60
12,87
7.823,52
12,77
Total
62.468,53
100%
62.468,53
100%
7869,60
12,84
Berdasarkan tabel 2 klasifikasi masing-masing kondisi diatas dapat diketahui
bahwa dari kondisi existing ke alih fungsi lahan ke bendungan
terjadi penurunan
persentase untuk kategori erosi sangat ringan sebesar 0,03% , dan terjadi peningkatan
persentase untuk kategori erosi berat sebesar 0,02%. Sedangkan dari kondisi alih fungsi
lahan ke penggantian hutan lindung 5 Ha terjadi penurunan persentase untuk kategori
erosi sangat berat sebesar 0,01%.
44
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Gambar 5. Erosi Kondisi Eksisting, Terbangun bendung, Penggantian Hutan Lindung
Seluas 5 Ha.
4.2. Neraca Air
3
Defisit air pada kondisi eksisting sebesar 191.166.699 m /tahun. Dalam dan
3
kebutuhan terbesar terletak pada sektor pertanian sebesar 765.567.004 m /tahun. Defisit
air akibat alih fungsi lahan berubah menjadi
bendungan mengalami sebesar
3
191.239.613m /tahun
dan
mengalami
peningkatan
jumlah
kebutuhan
sebesar
3
72.914m /tahun. Hal ini disebabkan oleh berubahnya nilai koefisien tanaman antara
hutan lindung dan hutan produksi. Defisit air pada kondisi penggantian lahan sebesar
3
5Ha hutan lindung sebesar 174.505.398m /tahun, d a n
kebutuhan
air
3
748.905.703 m /tahun. Tetapi apabila ditinjau secara menyeluruh menunjukkan defisit
yang lebih kecil dibandingkan kondisi saat ini dan pembangunan waduk.
Tabel 4. Neraca Air Kondisi Existing, Waduk, Penggantian Hutan Lindung.
Ketersediaan
Saat Ini
Kebutuhan
Hujan
Permukaan
Domestik
Industri
Pertanian
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
Bungkal
52.130.118
683.461
1.484.273
534.360
80.688.649
Jetis
21.629.994
283.584
1.245.161
189.800
28.184.446
Mlarak
35.905.210
470.742
1.367.473
476.690
35.024.046
Ponorogo
21.533.474
282.318
2.706.183
14.385.380
23.461.845
45
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Pulung
123.110.472
1.614.061
2.020.531
359.160
185.248.490
Sambit
57.743.686
757.059
1.544.680
1.183.330
78.730.159
Sawoo
120.359.669
1.577.996
2.415.972
805.190
182.005.583
Siman
36.629.105
480.232
1.728.202
305.870
60.449.284
Pudak
47.217.282
619.050
338.611
50.370
26.815.872
Sooko
53.394.522
700.038
919.508
202.210
64.958.631
Total
569.653.532
7.468.542
15.770.592
18.492.360
765.567.004
Status
-191.166.699
Ketersediaan
Waduk
Kebutuhan
Hujan
Permukaan
Domestik
Industri
Pertanian
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
Bungkal
52.130.118
683.461
1.484.273
534.360
80.688.649
Jetis
21.629.994
283.584
1.245.161
189.800
28.184.446
Mlarak
35.905.210
470.742
1.367.473
476.690
35.024.046
Ponorogo
21.533.474
282.318
2.706.183
14.385.380
23.461.845
Pulung
123.110.472
1.614.061
2.020.531
359.160
185.281.172
Sambit
57.743.686
757.059
1.544.680
1.183.330
78.730.159
Sawoo
120.359.669
1.577.996
2.415.972
805.190
182.045.815
Siman
36.629.105
480.232
1.728.202
305.870
60.449.284
Pudak
47.217.282
619.050
338.611
50.370
26.815.872
Sooko
53.394.522
700.038
919.508
202.210
64.958.631
Total
569.653.532
7.468.542
15.770.592
18.492.360
765.639.919
Status
-191.239.613
Ketersediaan
Penambahan
5 Ha
Kebutuhan
Hujan
Permukaan
Domestik
Industri
Pertanian
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
m3/tahun
Bungkal
52.130.118
683.461
1.484.273
534.360
80.688.649
Jetis
21.629.994
283.584
1.245.161
189.800
28.184.446
Mlarak
35.905.210
470.742
1.367.473
476.690
35.024.046
Ponorogo
21.533.474
282.318
2.706.183
14.385.380
23.461.845
Pulung
123.110.472
1.614.061
2.020.531
359.160
174.961.719
Sambit
57.743.686
757.059
1.544.680
1.183.330
78.730.159
Sawoo
120.359.669
1.577.996
2.415.972
805.190
180.782.528
Siman
36.629.105
480.232
1.728.202
305.870
60.449.284
Pudak
47.217.282
619.050
338.611
50.370
26.815.872
46
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Sooko
53.394.522
700.038
919.508
202.210
59.807.157
Total
569.653.532
7.468.542
15.770.592
18.492.360
748.905.703
Status
-174.505.398
Sumber: Hasil Analisis PS. Teknik Lingkungan FTP UB, 2015.
4.3. Debit Maksimum dan Minimum
Debit maksimum dan minimum dihitung dengan metode hidrograf satuan sintetik
Nakayasu. Debit maksimum dan minimum dihitung pada saat kondisi existing atau
kondisi saat ini, kebutuhan air dengan kondisi alih fungsi lahan hutan lindung menjadi
hutan produksi seluas ±22,31, dan kebutuhan air setelah dengan simulasi penggantian
lahan seluas ±5 Ha. Debit maksimum dan minimum dihitung dengan kala ulang 5 tahun,
10 tahun, 25 tahun, dan 50 tahun melalui hujan rancangan (Tabel 5).
Tabel 5. Debit Maksimum dan Minimum Aliran Sungai Keyang.
Existing
Q5
Debit
Ratio
Q10
Q25
Q50
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
1.060,847
6,847
1.170,227
7,553
1.300,356
8,445
1.410,960
9,107
154,927
154,927
153,970
154,927
Q25
Q50
Alih Fungsi Lahan
Q5
Debit
Ratio
Q10
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
1.060,884
6,848
1.170,268
7,554
1.300,401
8,446
1.411,009
9,108
154,927
154,927
153,970
154,927
Q25
Q50
Simulasi
Q5
Debit
Ratio
Q10
Max
Min
Max
Min
Max
Min
Max
Min
1.060,799
6,847
1.170,175
7,553
1.300,298
8,445
1.410,897
9,107
154,927
154,927
153,970
154,927
Sumber: Hasil Analisis PS. Teknik Lingkungan FTP UB, 2015.
47
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
1,600
1,400
1,200
1,000
800
600
400
200
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24
Q5
Q10
Q25
Q50
Gambar 5. Hidrograf kondisialih fungsi lahan.
4.4. Keseimbangan lahan
Wilayah yang menjadi pemilihan simulasi untuk perubahan tegalan menjadi
hutan produksi agar ekologi setelah alih fungsi lahan di waduk bendo tetap terjaga
terdapat di Kecamatan Sooko. Sebelumnya Kecamatan Sokoo telah mengalami daya
dukung lingkungan yang surplus dalam keadaaan existing dan setelah dilakukan
simulasi dengan merubah tegalan menjadi hutan produksi, nilai surplus daya dukung di
Kecamatan Sokoo meningkat. Hal ini disebabkan karena hasil produksi dari hutan
produksi lebih banyak dibandingkan hasil produksi dari tegalan. Hasil surplus daya
dukung lingkungan di Kecamatan Sooko dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Keseimbangan lahan di Aliran Sungai Keyang.
Nilai DDL
Nilai DDL
Nilai DDL
No. Kecamatan
Status
Existing
AFL
Simulasi
1
Bungkal
7.844,35
7.844,35
7.844,35
Surplus
2
Sambit
6.986,44
6.986,44
6.986,44
Surplus
3
Sawoo
17.952,48
17.949,87
17.949,87
Surplus
4
Sooko
5.150,13
5.150,13
5.169,63
Surplus
5
Pulung
29.935,81
29.919,37
29.919,37
Surplus
6
Mlarak
-3.118,05
-3.118,05
-3.118,05
Defisit
7
Siman
-4.816,64
-4.816,64
-4.816,64
Defisit
8
Jetis
-4.521,13
-4.521,13
-4.521,13
Defisit
9
Ponorogo
-16.819,00
-16.819,00
-16.819,00
Defisit
10
Pudak
33.521,51
33.521,51
33.521,51
Surplus
Satu
an
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Sumber: Hasil Analisis PS. Teknik Lingkungan FTP UB, 2015.
48
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
Gambar 7. Peta Neraca Lahan Kondisi Eksisting, Alih Fungsi Pembangunan Bendungan
dan Penggantian 5 Ha Hutan Lindung.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa :
1. Hutan Lindung seluas 22,31 Ha jika dialihfungsikan menjadi Hutan Produksi tidak
akan merubah banyak Daya Dukung Lingkungannya;
2. Erosi kondisi existing jika dialih fungsikan kehutan produksi akan terjadi
peningkatan erosi, dan masih pada tahap yang diijinkan (kurang dari 15
ton/Ha/tahun);
3. Defisit air sebesar 191.166.699 m3/tahun pada kondisi existing dan meningkat
menjadi 191.239.613 m3/tahun jika dialih fungsi lahanmenjadihutanproduksi(kondisi
alih fungsi lahan), dan hasil pada kondisi simulasi sebesar174.505.398 m3/tahun
menunjukkan penurunan dibandingkan kondisi existing dan kondisi alih fungsi hutan
produksi;
4. Neraca lahan menunjukkan kondisi surplus sebesar 72.115,90 Ha pada saat existing,
surplus pada 72.096,85 Ha jika terjadi alih fungsi lahan hutan lindung ke hutan
produksi dan surplus 72.116,35 Ha pada kondisi Penggantian hutan lindung seluas 5
Ha.
49
Prosiding Seminar Nasional FKPT-TPI 2017
Kendari, Sulawesi Tenggara, 20-21 September 2017
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2004. Hidrologidan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan ketiga
(revisi). Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Balitbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2013. Agroklimat dan Hidrologi. Buletin Hasil
Penelitian. Vol.10(2):11, ISSN 0216-3934.
Chapin, F. Stuart, Jr & Kaiser, E.J. 1979. Urban Land Use Planning, Third Edition.
University of Illionis Press, USA.
Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied Hydrology. McGrawHills.New York.
FAO. 1976. A framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division, FAO Soil
Buletin No. 32, FAO-UNO, Rome.
H. H. Bailey.1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Ultisol. Universitas Lampung, Lampung.
Hadi, Sudharto P., 2001 Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Hadmoko, D. S. 2012. Evaluasi Sumber Daya Lahan Prosedur dan Teknik Evaluasi
Lahan : Aplikasi teknik skoring dan matching. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.
Hamer, W. I. 1980. Soil Conservation Consultant Report. Technical Note No. 7, FAO
Project INS/78/006. Center For Soil Research. Bogor.
Hockensmith, R.D. and Steele J.B. 1943. Recent Trend in Use of Land Capability
Classification. Proc Soil Sci Soc Am 14.
Klibengiel, A.A. and Montgomery, P.H. 1961. Land Capability Classification
Agricultural, Handbook No.210. US Dept. Agric Soil Serv Washington DC.
.Sitorus, Santan R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. PT. Tarsito. Bandung.
Soemarto, CD. 1999. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.
Soemarwoto, Otto. 2000. Analisa Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Utomo, Hadi, Wani. 1994. Erosidan Konservasi Tanah. Cetakan Pertama. Universitas
Negeri Malang.
Wischmeier, W. H. and Smith, D. D. 1965. Predicting Rainfall Erosion Losses a Guide
to Conservation Planning. Agricultural Handbook No. 573. U. S. Departement
of Agricultural. Minnesota.
50