MUSLIM SOSIAL DALAM DUA FILM NURMAN HAKIM
MUSLIM SOSIAL
DALAM DUA FILM NURMAN HAKIM
Makbul Mubarak
Abstrak : Sejak dirilisnya film Al-Kautsar (1975), film bercorak Islam mulai tumbuh subur di Indonesia dengan dipuncaki oleh kejayaan film-film Rhoma Irama yang
menggabungkan dakwah Islam dan musik dangdut . Setelah Reformasi 1998 dan pasca bangun kembalinya Industri film Indonesia, film Islam kembali tumbuh dengan
dipelopori oleh suksesnya Ayat-Ayat Cinta (2005) di pasaran. Beberapa penelitian
terdahulu seperti Terdapat perbedaan corak antara film-film Islam sebelum 1998
dan setelah 1998. Sebelum 1998, film-film dakwah senantiasa menggunakan Islam
sebagai alat mencapai kemaslahatan sosial, sementara setelahnya, film-film Islam
cenderung individualis. Makalah ini memeriksa kembali dikotomi yang sudah dibangun ini dengan mendeteksi jejak-jejak konseptualisasi muslim sosial dalam film-film
Islam masa kini.
Key words : film Islam, film dakwah, pemberdayaan sosial, individualisme, Orde
Baru, pasca-Orde Baru/pasca-reformasi.
Pendahuluan
film Islam di masa Orde Baru untuk
menggunakan Islam sebagai alat untuk
Dalam penelitian Sasono (2011), ia
menyelesaikan
permasalahan
bersa-
mengemukakan bahwa terdapat perbe-
ma. Misalnya, Sasono memberi contoh,
daan antara corak film-film Islam yang
dalam film seperti Nada dan Dakwah
dibuat di masa Orde Baru dan setelah
(1991), Zaenuddin MZ bahu-membahu
Orde Baru berakhir. Perbedaan itu teru-
dengan Rhoma Irama untuk memban-
tama terletak pada kecenderungan film-
tu penduduk setempat untuk mempertahankan tanah mereka dari kon-
Makbul Mubarak adalah Staf Pengajar
pada Fakultas Seni Rupa dan Desain,
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang.
e-mail : [email protected]
e-mail : [email protected]
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
31
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
glomerat yang ingin membeli paksa.
serta film-film Nurman Hakim dapat
Corak-corak seperti ini kemudian beru-
kita kategorikan sebagai film Islam.
bah di era setelah tumbangnya Orde Baru.
Dalam pemilihan objek penelitian,
bah-
film-film Habiburrahman El-Shirazy
wa dalam film-film Islam pasca Orde
kemudian dieliminasi oleh sebab karak-
Baru, misalnya seperti yang secara
ter naratifnya yang cocok dengan am-
percontohan diperlihatkan oleh Ayat-
atan Rahman: penggunaan Islam untuk
Ayat Cinta (2005), Islam kemudian
kepentingan individu. Dalam beberapa
semakin personal dan tidak lagi di-
film produksi Kelompok Mizan seperti
gunakan untuk menyelesaikan ma-
Laskar Pelangi (2007), Sang Pemim-
salah
di-
pi (2009), serta Semesta Mendukung
batasi pada masalah pribadi seperti
(2011), Islam hadir namun hanya se-
mencari jodoh, sukses dalam bisnis,
bagai latar belakang (backdrop) cerita
sekolah ke luar negeri dan sebagainya.
dan bukan kata kunci dari tata tuturnya.
Rahman
(2011)
sosial.
Islam
mencatat
kemudian
Makalah ini bermaksud memeriksa
kembali dikotomi oleh Sasono (2011)
dan Rahman (2011). Apakah dikotomi
yang dikemukakan oleh mereka memang
Beberapa film Kelompok Mizan seperti
3 Hati 2 Dunia, 1 Cinta (2010) bahkan
terang-terangan menggunakan agama
sebagai aral dalam romantika personal.
sehitam-putih adanya? Apakah film Is-
Film yang dipilih sebagai objek pe-
lam bertema sosial nihil di era pasca-Or-
nelitian dalam makalah ini adalah dua
de Baru? Bila ada, apakah pola presen-
film Nurman Hakim yakni 3 Doa 3 Cin-
tasi problemnya masih sama dengan
ta (2008) dan Khalifah (2011). Nurman
yang sebelumnya? Isu-isu apa saja yang
Ha-kim dipilih karena ia murni aktif
direpresen-tasikan oleh film-film itu?
beroperasi sebagai sutradara pasca runtuhnya Orde Baru, yang berarti ia tidak
bersinggungan dengan sistem produk-
Metodologi
si dan industri film masa itu setidakn-
Metode yang digunakan dalam pene-
ya tidak sebagai sutradara, berikutnya
litian ini adalah pemilihan studi kasus
oleh sebab dua film pertamanya secara
dengan merujuk pada film-film Islam
konsisten membahas persoalan Islam
yang dibuat pada pasca Orde Baru. Un-
ketika bersinggungan dengan individu
tuk kepentingan ini, film-film Habibur-
dan ruang sosial dan bukan saja ber-
rahman El-Shirazy, beberapa film yang
singgungan dengan yang personal. Pen-
diproduksi
jelasan detil mengenai hal ini akan kita
oleh
Kelompok
Mizan,
jelajahi lebih jauh dalam pembahasan.
32
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Kerangka besar persoalan
Sebagai bangsa dengan populasi pemeluk Islam terbesar di dunia, rasanya
tidak mengherankan apabila budaya
populer di Indonesia sangat sering hadir dalam corak yang dekat dengan budaya Islam. Sejak zaman Orde Baru,
simbol-simbol keis-laman sudah sangat
sering dipakai dalam film yang kemudian
menjadi tontonan khalayak ramai. Misalnya, sempat ditinjau oleh Van Heeren
(2007), bahwa dalam film-film horor,
kyai kerap dipakai sebagai ajian terakhir untuk mengusir setan dan menyele-
Makbul Mubarak
membentuk semacam corak naratifnya sendiri. Dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982), seorang guru
datang ke desa yang perilaku penduduknya telah sesat menyerupai kaum
nabi Luth (versi Al-qur’an). Sontak, naluri pendidik sang guru mengajaknya
turun ke medan juang guna mengembalikan perilaku masyarakat agar kembali ke ajaran Islam yang benar. Perjuangan tersebut tidak mudah, sebab
perilaku masyarakat ini sudah terlembaga sedemikian rapatnya sehingga
sulit merunut pangkal problemanya.
saikan konflik. Kyai menjadi jalan terak-
Dalam film Nada dan Dakwah
hir setelah segala macam usaha dilakukan
(1992), musisi dangdut Rhoma Irama
untuk mengusir sang dedemit gagal. Pada
mendatangi sebuah desa. Rhoma Ira-
zaman Orde Baru pula, film-film berte-
ma adalah legenda musik dangdut yang
makan perjuangan kemerdekaan santer
karirnya tidak saja sangat bersinar da-
sekali menggunakan simbol keislaman
lam blantika musik, melainkan juga
sebagai semangat tandingan melawan
merembet ke dunia lakon. Tak ku-
penjajah belanda. Dalam film Pahlawan
rang dari sepuluh film dibintanginya,
Goa Selarong (1972), Diponegoro se-
semuanya menampilkan Rhoma se-
bagai tokoh sentral digambarkan sebagai
bagai Rhoma Irama si raja dangdut, dan
pahlawan nasional yang piawai mengatur
semuanya laku keras. Bersama Rhoma,
strategi perang, lebih dari itu, ia juga di-
datang pula Kyai Haji Zainuddin MZ,
gambarkan sebagai sosok yang taat beri-
muballigh kondang yang pada masa itu
badah. Diponegoro diselimuti oleh em-
juga memiliki tingkat penjualan kaset
bun keis-laman di setiap ruang kalbunya.
yang tinggi. Rhoma dan Zainuddin ba-
Kehadiran Islam dalam film tidak
hanya diwujudkan lewat penyatuannya dengan genre-genre tertentu seperti
horor dan film bertemakan perjuangan,
hu-membahu membangun desa, Rhoma
bertugas mengayomi masyarakat dalam
bidang keduniawian, sementara Zainuddin membantu dalam hal kerohanian.
sejak dekade 1980-an, Islam bahkan
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
33
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Kritikus film Eric Sasono (2011)
berhasil mengusir setan hanya den-
menyebut bahwa ada beberapa film
gan membacakan beberapa ayat dari
penting yang sarat dengan tema pem-
Al-quran, yang secara fungsional lebih
baruan Islam pada masa Orde Baru.
menyerupai mantra-mantra gaib (yang
Pembaharuan ini, sadar atau tidak sa-
sudah dikenal di Indonesia sejak zaman
dar, sejalan dengan pemikiran Islam
pra-Islam), dan tidak melalui prosu-
kultu- ral yang sangat berpengaruh di
der-prosedur intelektual. Para kiai da-
Indonesia pada era yang bersamaan.
lam film-film horor ini sekedar meng-
Eric menyematkan sebuah kriteria pent-
ganti teks mantra-mantra gaib pra-Islam
ing untuk memaknai pembaruan, yakni
dengan teks Al Quran yang kemudian
relevansi keberagamaan (yang disebut
berefek sama, yakni rontoknya perlawa-
sebagai aras intelektual) dalam rangka
nan tokoh jahat. Ayat yang di-bacakan
memahami dan memecahkan perma-
oleh sang kiai tiba-tiba bisa menyele-
salahan bersama (aras sosial). Memin-
saikan permasalahan, tidak jarang bah-
jam konsepsi pemikir Ignas Kleden,
kan berhasil menyelesaikan prahara
Eric menekankan bahwa pembaharuan
sosial di suatu kampung. Yang berbeda
haruslah memiliki relevansi tidak ha-
di antara peran agama dalam film-film
nya dengan buah-buah intelektualitas
horor dan peran agama dalam film-film
yang berbunga dalam buku, melainkan
yang bertemakan pembaruan terletak
juga relevansinya atas permasalahan
pada relevansi intelektualnya. Film-film
kolektif yang pula harus selesai dalam
pembaharuan lebih menekankan pada
tingkat kolektif alias tidak hanya selesai
prosedur intelektual sementara film-
pada tingkat individu. Pada beberapa
film horor menerapkan yang sebaliknya.
film, ternyata para karakter utama tidak hanya menjalankan agama mereka
sebagai urusan pribadi dengan tuhan,
melainkan juga secara terus-menerus
berusaha memahami konteks agama
(aras intelektual) untuk diselaraskan
dengan ruang bersama (aras sosial).
Dalam amatan Eric, Nada dan Dakwah (1992) adalah film terakhir yang
bertemakan pembaruan yang dibuat
pada masa Orde Baru, sebab setelahnya,
Indo-nesia menderita mati lampu industri film. Perfilman Indonesia sayupsayup tak terdengar antara tahun 1993
Definisi Eric terhadap pembaharuan
dan 1998. Ketika listrik perfilman me-
Islam dalam film tentu saja secara oto-
nyala kembali pada tahun 1999, film-
matis menggugurkan peran kiai dalam
film bertemakan Islam pun perlahan-la-
film-film horor. Kiai dalam film horor
han dibuat kembali. Puncaknya ketika
34
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
film Ayat-Ayat Cinta (2005) mereguk
mu, niscaya akan langgeng jodohmu.
ge-lar blockbuster dengan meraih pre-
Ayat-Ayat Cinta memulai tren film-film
dikat
rilisnya.
bertemakan Islam pasca-Soeharto, di-
Kritikus Lisabona Rahman (2011)
mana Islam kemudian dijadi-kan piranti
terlaris
pada
tahun
mencatat bahwa ada pergeseran ruang
rambahan pada film-film bertemakan
Islam di era Orde Baru dengan film-film
berte-makan Islam yang dibuat di era
Reformasi . Menjadikan Ayat-Ayat Cinta sebagai studi kasus, Lisabona mencatat bahwa Islam yang dulunya bergerak dalam ruang sosial, digunakan untuk
menyelesaikan masalah dalam ruang sosial, kini mengkerut dan beringsut masuk
ke ruang personal. Islam kemudian digunakan sebagai pemecah masalah personal, lebih spesifik lagi, masalah cinta. Dalam Ayat-Ayat Cinta,Fahri adalah tokoh
yang sangat taat dalam beragama dan
digambarkan cenderung abai terhadap
kehidupan duniawi. Tasnya tak pernah ia
ganti sejak SMA, selalu minder bila bertemu wanita, tapi sangat taat beribadah
dan lamun wawasan agamanya. Walhasil
ia berhasil mempersunting (atau lebih tepatnya, dipersunting) oleh Aisha, seorang
perempuan kaya yang juga muslimah. Seiring berjalannya cerita, Fahri mendapat
satu isteri lagi, yaitu Maria, tetangganya
utama dalam memenuhi hasrat asmara.
Ia menjadi kriteria krusial tokoh utama
untuk jatuh cinta dan menikah. Permasalahan yang bisa diselesaikan Islam
kemudian menyempit. Dulunya, Islam
bisa menyelesaikan permasalahan sosial yang berlapis-lapis untuk kepentingan bersama, sekarang Islam hanya
bisa menyelesaikan masalah personal.
Pencapaian agamis bukan lagi pencapaian kolektif yang selaras dengan intelektualitas, melainkan sebagai pencapaian
individu yang terlena dalam semesta-semesta romantis. Islam dalam film-film
semacam ini hanya masuk pada gaya
hidup per-mukaan, seperti pakaian,
lokasi (setting Cerita Ayat-Ayat Cinta
berlokasi di Mesir, diikuti oleh film-film
lain dan bahkan merambat ke tayangan
televisi, seperti Kupinang Kau Dengan
Bismillah, tayang di SCTV, yang mengambil latar cerita di Turki). Pendek
kata, film-film bertemakan Islam di Indonesia pasca-Soeharto, sedikit banyak,
kehilangan kekuatan pembaruannya.
yang menganut kristen koptik. Bukan
Posisi sosial Islam mengalami pe-
Fahri yang menginginkan Aisha dan Ma-
rubahan tajam menyusul tumbangnya
ria, tetapi merekalah yang menginginkan
rezim Orde Baru tahun 1998. Islam yang
Fahri. Di sini, Islam kemudian hadir se-
dulunya bernaung di bawah supremasi
bagai senjata utama bagi siapapun yang
nasionalisme kini mendapatkan ruang
sedang mencari jodoh. Perbaiki agama-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
35
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
gerak yang lebih leluasa. Partai Islam
awalnya direpresi oleh rezim menja-
PPP yang dulunya adalah partai anak
di ramai muncul ke publik. Sekolah
bawang yang berteduh di bawah ketiak
memperbolehkan siswi pemeluk Is-
Golkar kini punya momentum untuk
lam untuk mengenakan jilbab ke se-
merekrut massanya sendiri. Salah satu
kolah. Kebijakan otonomi daerah yang
perubahan sosial yang utama adalah
memungkinkan setiap provinsi untuk
perubahan posisi politik jilbab dalam
mengatur kebijakan hukumnya sendiri
kaitannya dengan boleh tidaknya jilbab
berdampak besar pada posisi jilbab di
masuk ke ruang publik. Alatas (2008)
sejumlah daerah. Di Provinsi Nanggroe
mencatat bahwa di era Orde Baru, tepat-
Aceh Darussalam (NAD), pemerintah
nya setelah SK 052 tentang larang berjil-
merekrut 2.500 orang untuk bertugas
bab dimaklumatkan oleh De-partemen
se-bagai polisi syariah dalam rangka
P dan K tahun 1982, para perempuan
implementasi hukum Islam, para siswi
pemeluk Islam dilarang mengenakan
bukan lagi diperbolehkan, melainkan
jilbab ke sekolah sebab sekolah sedianya
diwajibkan untuk memakai jilbab ke
berperan sebagai media penempa siswa
sekolah tak peduli apapun agama me-
dalam rangka menjadi seorang nasio-
reka. Setiap wanita yang melancong ke
nalis, bukan agamis. Kementrian bah-
Aceh diwajibkan mengenakan jilbab
kan menggelar rapat khusus dengan
selama mereka berada di wilayah itu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
menegaskan kembali bahwa seragam
seyogyanya
menyeragamkan
siswa,
maka bila ada siswa yang memakai
jilbab dan ada yang tidak, maka seragam tak dapat lagi disebut seragam.
Tidak hanya itu, jilbab juga kemudian
menjadi tren di kalangan publik. Islam
yang sebelumnya tertekan oleh rezim
kini dengan bebas mengekspresikan diri
mereka di ruang publik. Sinetron-sinetron berbau Islam bertampilan di tele-
Polemik jilbab ini dengan cergas
visi. Nada dering yang dikutip dari ti-
dikapsulkan oleh film Kantata Takwa
lawah alquran ramai diperdagangkan.
(yang baru dirilis secara resmi tahun
Ormas Islam mendapat posisi politik
2008 padahal sudah mulai diproduk-
yang semakin kuat. Dalam aspek sine-
si sejak tahun 1990), dimana jilbab
ma, Ayat-Ayat Cinta arahan Hanung
menjadi simbol perlawanan atas kese-
Bramantyo dinobatkan menjadi film
wenangan rezim Soeharto yang menu-
terlaris di tahun rilisnya, ia diadapta-
tup pipa-pipa ekspresi publik pemeluk
si dari novel berjudul sama yang juga
Islam. Pasca Orde Baru, jilbab yang
meraup predikat best seller. Dalam seni
36
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
sastra, Komunitas penulis Forum Ling-
bersentuhan dengan Islam. Salah satu
kar Pena menjadi keran utama produksi
karakter bernama Maria yang memeluk
novel-novel berbau Islam. Habiburrah-
koptik dalam Ayat-Ayat Cinta, ternya-
man El-Shirazy, penulis novel Ayat-
ta hafal Surat Maryam di luar kepala.
Ayat Cinta adalah alumni komunitas
Ironisnya, dalam film-film berte-
ini. Nantinya, novel Habiburrahman
juga diadaptasi ke film Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2, lalu juga Dalam Mihrab
Cinta yang diarahkan olehnya sendiri.
makan Islam pasca Orde Baru, affirmasi
bahwa Islam kini telah menjadi kekuatan
posisi (dan bukan lagi oposisi, sekunder,
dan tertekan) justru menggiring nara-
Tren yang dimulai oleh Habiburrah-
si-narasi film untuk menjauh dari ruang
man juga diikuti oleh banyak sekali film
publik. Dalam ketiga film Habiburrah-
lain, seperti Syahadat Cinta (2008), Ha-
man, atribut keislaman sang protagonis
falan Shalat Delisha (2011) dan banyak
ternyata lebih mempengaruhinya dalam
lagi film serupa, dan masih dipelihara oleh
proses menemukan pasangan romantika
Habiburrahman di film terbaru dari no-
dibanding mengaplikasikannya ke ru-
vel yang ditulisnya, Cinta Suci Zahrana
ang publik. Kadar-kadar keislaman yang
(2012). Segerombolan film ini memben-
masih bernilai untuk dipertaruhkan jus-
tuk tren baru yang temanya mengu-langi
tru menyusut jauh ke dalam ruang per-
tren film-film “pembaharuan islam” pada
sonal dan tidak lagi digunakan untuk
pasca Orde Baru. Meskipun demikian,
menelaah permasalahan-permasalahan
kesamaan tema belum tentu mengindi-
publik seperti yang terdapat dalam film-
kasikan kesamaan sudut pandang. Ber-
film berte-makan Islam di masa Orde
beda dengan posisi islam yang nomor
Baru. Tak ada lagi Kiai yang datang ke
dua pada masa Orde Baru sehingga “me-
kampung untuk mengajar cara berco-
ngatasi permasalahan sosial dengan cara
cok tanam. Sekarang, seorang yang taat
islam” dianggap perlu untuk diangkat
beragama akan mendapat istri yang
terus menerus dalam film, dalam rangka
kaya, cantik, dan tentu saja solehah.
menyaingi “cara mengatasi permasalahan sosial dengan cara negara dalam rangka pembangunan” yang dipromosikan
oleh rezim, film-film bertemakan islam
pasca-Soeharto justru merupakan affirmasi bahwa islam telah menjadi fondasi
keseharian masyarakat. Semua karakter
dalam film Habiburrahman senantiasa
Ruang publik kemudian menjadi steril dari konflik naratif sebab telah dipandang sebagai sesuatu yang sudah otomatis akan mengkonfirmasi kesahihan
Islam. Islam yang dulunya senantiasa
dipandang sebagai atribut perlawanan
sekarang telah berubah menjadi kekua-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
37
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
tan posisi yang default dan cenderung
cenderung memaksa, bahkan seringkali
menindas kekuatan-kekuatan sosial lain
memuncak pada aksi kekerasan berska-
yang lebih kecil. Puncaknya kemudian
la dunia, ambil contoh seri Bom Bali dan
terjadi pada dua tahun terakhir dima-
serangkaian kekerasan atas nama ag-
na kekuatan-kekuatan sosial politik Is-
ama oleh ormas-ormas Islam konserva-
lam di Indonesia mulai menjurus pada
tif. Polemik islam yang tersisa di ruang
hal-hal xenophobic: menghalangi umat
publik kemudian tidak terpotret oleh
kristen membangun gereja, bahkan
sebagian besar film-film bertemakan
merajam sesama muslim yang dinilai
Islam pasca Orde Baru. Semangat pem-
memiliki secabang dua ajaran melen-
baharuan tidak turut serta ke dalam
ceng, misalnya konflik Ahmadiyah yang
narasi film-film Islam box office itu.
meletus di Cikeusik tahun 2011 silam.
Ruang publik yang senantiasa konfirmatif terhadap Islam tak lagi strategis
untuk disentuh oleh narasi-narasi film
bertemakan Islam, tak ada lagi yang
dilawan dalam ruang publik tersebut,
sehingga film tentang agama kian berkisar di seputar romantika pribadi para
pemeluknya. Temuan ini terdengar
menarik karena seolah menandakan
bahwa orang semakin toleran, mereka tak lagi pusing memikirkan agama
orang lain. Agama kemudian menjadi
urusan yang pribadi antara hamba dan
tuhan. Namun, menyusutnya narasi
film bertemakan Islam ke ruang-ruang
semacam itu ternyata bukanlah affirmasi atas berkembangnya toleransi beragama, melainkan menjadi sebentuk
wujud pengabaian atas ruang sosial
yang bukannya semakin tenang dan toleran, tapi tetap saja bergolak disebabkan oleh aplikasi-aplikasi agama yang
38
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Nurman Hakim
Sebagai
pembuat
film,
Nurman
Hakim kalah tenar dibanding istrinya,
Nan Achnas, yang membuat film-filmarthouse yang juga dikenal baik oleh publik
macam Kuldesak (1997), Pasir Berbisik
(2000), dan The Photograph. (2007)
Nurman baru membuat film pertamanya tahun 2008, sebuah cerita comingof-age yang berlangsung di pesantren
yang diberi judul 3 Doa 3 Cinta (2008).
Tiga melambangkan jumlah karakter
utama: Huda (Nicholas Saputra), anak
pesan- tren ganteng yang senantiasa mencari tahu dimana rimba ibunya
yang menitipkannya di Pesantren lalu
pergi tak berbekas sebelas tahun yang
lalu. Dari pesantren kecilnya di pinggir
Yogyakarta, Huda mendamba Jakarta.
Di sanalah konon ibunya pergi mengembara mencari nafkah. Setiap receh yang
dikumpulkannya ditabung untuk suatu
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
saat digunakan sebagai ongkos pergi me-
ap pasar malam, Rian mengunjungi Pak
nelusuri kerlipan misterius Jakarta di
Toha, projeksionis layar tancap dimana
dalam kepalanya. Saat kegelisahannya
ia bertanya segala sesuatu tentang me-
memuncak, ia bertemu penyanyi dang-
kansime sinema, cara pengambilan dan
dut keliling Dona Satelit (Dian Sastro-
penayangan gambar-gambar berge- rak.
wardoyo) yang orkesnya bermarkas di Ja-
Rian adalah anak pesantren yang cerita
karta. Membongkar tabungannya, Huda
pahit keluarganya dilampiaskan lewat
memohon bantuan Dona untuk mencar-
kecintaan lainnya pada sinema. Selain
ikan lokasi ibunya, agar suatu saat bisa ia
Rian, adapula Syahid (Yoga Bagus),
susul. Cerita segitiga antara Huda, Dona,
teman mereka yang ditinggal mati ibu-
dan ibu Huda membentuk semacam do-
nya dan sekarang bapaknya terkapar di
ngeng psikoanalisa yang malu-malu. Ada
ranjang rumah sakit. Sakit tambah pa-
sosok ibu yang ditempiaskan Nurman di
rah, namun tak bisa dibawa pulang se-
wajah Dona, ada raut harap-harap malu
bab keluarga Syahid tak sanggup mene-
pada tatapan Huda, bahwa Dona ada-
bus biaya rumah sakitnya, utang rumah
lah perempuan yang pantas ia berikan
sakit saja yang terus menumpuk. Syahid
afeksi sebagai respon terhadap afeksinya
adalah orang yang sangat terganggu
yang tak terlampiaskan pada sosok ibu.
dengan keberadaan Amerika, ia percaya
Sementara Huda kehilangan ibu,
Rian (Yoga Pratama) adalah sosok yang
kelebihan ibu. Ia menerima hadiah sebuah handycam mini dari ibunya berkat usaha studio foto warisan mendiang ayah mereka yang lumayan sukses.
Suatu hari ibunya datang membawa
lelaki baru yang akan ia nikahi. Dalam
ketidaksepakatannya, Rian tak punya
cara lain selain bermain dengan kameranya: merekam, bahkan mengintip anak
dara kiai yang tengah menanggalkan jilbab. Rian akhirnya memilih untuk me-
bahwa Amerika mewakili Yahudi kafir
dan harus diperangi, perang melawan
Yahudi memungkinkan Syahid untuk
mati syahid, mati di jalan tuhan yang
akan diganjar langsung dengan surga.
Jikalau Huda bertungkus-lumus dengan
polemik kekurangan ibu dan Rian berjuang melawan sindrom keberlebihan
ibu, maka pola pikir syahid lebih dekat
dengan
kelompok
pemegang
teguh
teori konspirasi, yang membimbingnya untuk selangkah lebih dekat dekat
dengan kelompok Islam garis keras.
nyingkirkan gambar ibu dari kepalanya
Bekal besar Nurman Hakim dalam 3
dan memfokuskan diri pada kemung-
Doa 3 Cinta (2008) adalah jukstaposi-
kinan masa depan yang bisa ia raih den-
si, baik gambar, suara, dan penempatan
gan kamera kecilnya sebagai bekal. Seti-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
39
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
karakter. Film dibuka dengan para kiai
rangka menuding bahwa segala ke-
mengaji Jawa, sebuah tradisi khas yang
sengsaraan umat sebenarnya lebih dise-
hanya dilakukan oleh madrasah-madra-
babkan oleh konspirasi yahudi dan na-
sah Islam di pulau Jawa dimana Kiai
srani ketimbang kelemotan umat Islam
membacakan ayat Al-quran atau hadis
sendiri. Sanggahan Pak Kiai kemudian
sepenggal-sepenggal lalu mengartikan-
dibenturkan pada scene selanjutnya,
nya ke dalam bahasa Jawa. Ayat yang
ketika Syahid digambarkan tengah a-
dibacakan oleh sang Kiai adalah ayat
syik mendengarkan radio yang membe-
“Takkan puas kaum yahudi dan nasrani
ritakan perjuangan HAMAS di Palestina.
sebelum kamu menjadi salah satu dari
mereka,” yang lalu kemudian disanggah
sendiri oleh sang kiai, “Tapi bukan berarti umat islam harus memusuhi mereka.” Dua wejangan yang dijukstaposisikan satu sama lain membuat adegan
film menjadi sangat efektif. Jukstaposisi
pertama adalah cara mengaji Islam Jawa
yang merayakan Islam sebagai agama
yang menyatu dengan budaya nusantara, sebentuk sanggahan cerdas pada
narasi-narasi film mainstream pasca
Soeharto (seperti Ayat-Ayat Cinta dan
Ketika Cinta Bertasbih). Dalam 3 Doa
3 Cinta (2008), Islam Indonesia adalah
Islam yang lain, Islam yang didukung
oleh kekuatan budaya tersendiri, yang
Jukstaposisi ini memaksa Islam keluar dari relung nyaman layaknya yang
mereka nikmati dalam film macam AyatAyat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Ruangan musholla dan asrama santri
yang membuka film ternyata tidak steril
dari kondisi-kondisi sosial yang membentuk dirinya. Bahwa ternyata, ritual
vertikal tidak berada diluar muamalah
melainkan berada di dalamnya. Jukstaposisi di awal film kemudian mengawali
bentuk-bentuk lain yang serupa yang
tersebar di sekujur tubuh film. Berikutnya, wacana Syahid untuk mati syahid di
jalan tuhan ditabrakkan dengan adegan
mengintip anak perempuan pak Kiai.
ayat-ayat Alqurannya tidak pernah steril
Ada pula satu adegan latihan qasi-
dari pembacaan berdasar bekal kultural
dah dimana ternyata sang pelatih ada-
masing-masing penafsir. Ketika ayat di
lah seorang gay. 3 Doa 3 Cinta (2008)
atas dibacakan, ada sanggahan dari sang
berhasil untuk mengangkat isu gay dan
kiai yang mengisyaratkan bahwa ayat
kepesantrenan tanpa mengerangkeng-
ini adalah yang paling ramai disalahgu-
nya ke dalam stereotip. Bahwa orang-
nakan oleh kaum teroris. Ayat ini me-
orang semacam itu ada dan film tidak
mang paling ramai digunakan oleh para
berurusan dengan simpati atau anti-
penceramah agama di Indonesia dalam
pati, melainkan berusaha memotret
40
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
kondisinya sedetil mungkin. Dalam diri
munafik seperti film-film bertemakan
pelatih qasidah yang gay ini, duduk ber-
Islam lainnya pasca Orde Baru: bahwa
sampingan nilai-nilai yang tidak per-
ada fenomena sosial yang melingkupi
nah berani dipotret oleh-oleh film Islam
Islam yang membuatnya tidak pernah
manapun di Indonesia sejak Titian Se-
mewujud sebagai agama yang steril dari
rambut Dibelah Tujuh (1982). Dalam
campur tangan budaya. Islam di Indo-
diri Kang Pelatih Qasidah, relijiusitas
nesia berurusan dengan banyak sekali
pesantren, orientasi seksual, dan obsesi
faktor sehingga kesepakatan-kesepa-
asmaranya terhadap tokoh Zaki kemba-
katan relijius yang sejatinya disepakati
li dijukstaposisikan dengan sempurna.
di Tanah Arab harus ditinjau kembali
Asrul Sani pernah memotret isu ini
sebelum ia diterapkan di Nusantara.
sekelebat dalam filmnya. Titian Seram-
Berikutnya, menarik untuk mem-
but Dibelah Tujuh yang ditulis oleh Asrul
bandingkan bagaimana ibadah vertikal
menceritakan seorang guru yang datang
dipotret dalam film-film Islam pasca
ke desa untuk mengajar ilmu-ilmu agama
Orde Baru dan bagaimana potretan 3
dan sosial dasar. Ternyata desa yang di-
Doa 3 Cinta (2008). Di awal film Ayat-
datanginya dipimpin oleh seorang kepala
Ayat Cinta, ada adegan shalat dima-
desa yang tak lagi sayang dengan istrin-
na kamera hanya berkonsentrasi pada
ya, kini ia lebih banyak bermain dengan
mata tokoh Fahri, bagaimana ia memu-
seorang lelaki “piaraan.” Namun, alih-
satkan pikiran pada tuhannya dan pada
alih membuat protagonisnya berkonsen-
target-target hidupnya untuk sempurna.
trasi pada orientasi seksual macam ini,
Dalam shalat, kekuatan sosial tiba-ti-
Titian Serambut Dibelah Tujuh justru
ba sirna menyisakan Fahri berdua saja
memilih untuk menganalisa kondisi so-
dengan tuhannya. Memang terdengar
sial masyarakat secara keseluruhan den-
puitis, tapi apakah itu yang benar-be-
gan memotretnya satu-persatu, LGBT
nar terjadi? 3 Doa 3 Cinta (2008), di
hanya termasuk salah satu di dalamnya.
sisi lain, memotret banyak sekali faktor
Dalam memotret, Titian Serambut Di-
yang mempengaruhi ibadah seseorang.
belah Tujuh juga mengandalkan teknik
Ada sebuah adegan shalat di-mana seo-
jukstaposisi dan menyerahkan urusan
rang santri berzikir sambil colak-colek,
berempati
sepenuh-
ada adegan shalat shubuh di mana seo-
nya pada penonton. Dalam 3 Doa 3 Cin-
rang santri yang mengantuk tak bisa
ta (2008), jukstaposisi praktek-praktek
bangkit dari sujudnya. Film ini bahkan
tersebut kemudian bertemu hanya dalam
sampai menyentuh adegan seksual yang
dan berantipati
satu karakter. 3 Doa 3 Cinta (2008) tidak
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
41
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
dilakukan kiai yang adegannya tepat di-
satu-satunya faktor yang membentuk
tempatkan setelah sang kiai memimpin
pribadi protagonisnya, seorang mus-
shalat di shot sebelumnya. 3 Doa 3 Cinta
lim bukanlah seorang yang hitam putih.
(2008) tidak pernah ingkar bahwa ibadah vertikal, seberapapun pentingnya,
tetaplah hanya merupakan salah satu
Ibu dan Konsep Rumah
mata rantai kecil dalam keseluruhan
Dalam 3 Doa 3 Cinta (2008), sosok
sirkulasi hidup penganut agama, yang
Ibu sangat penting bagi ketiga karak-
sangat dipengaruhi dan mempengaruhi
ternya. Huda adalah seorang santri
faktor-faktor
Disandingkan
pencari ibu, Rian selalu bergulat de-
dengan potret-potret ibadah ritualis-
ngan ibunya yang sangat getol mencari
tik dalam 3 Doa 3 Cinta (2008), Ayat-
pengganti sosok ayahnya, sementara
Ayat Cinta menjadi terkesan pengecut
Syahid yang tanpa ibu cenderung lebih
dengan lari berlindung ke dalam Islam
dekat pada kekerasan agama. Ibu ada-
personal yang egois dan reduksionis-
lah tanah lahir muasal se-tiap karakter
tik. Pasalnya, Ayat-Ayat Cinta (Dan
dalam film. Namun, terdapat perbedaan
film-film Islam di Indonesia pasca Orde
bentuk hubungan antara konsep “Ibu”
Baru) pada umumnya berusaha mema-
yang digeluti oleh Huda dan Ryan ser-
sukkan paksa muamalah ke dalam ling-
ta Syahid. Bagi Huda dan Ryan, sosok
kup ibadah vertikal, sementara 3 Doa 3
ibu adalah tanah muasal yang terus-me-
Cinta (2008) dengan kritis menyatakan
nerus dinegosiasikan dan menjadi tu-
bahwa justru ibadah vertikallah yang
juan. Huda bernegesosiasi tanpa henti
sebenarnya, secara alamiah, berada da-
dengan imej tentang ibunya, paham bet-
lam lingkaran konsep muamalah. Se-
ul bahwa ia harus kembali pada ibunya
seorang yang beriman, menurut 3 Doa 3
meskipun tak tahu benar dimana ia be-
Cinta (2008), tak bisa dipungkiri bahwa
rada. Lewat tokoh Dona Satelit, pergu-
mereka tak jauh dari kegemaran terha-
latan Huda untuk mendefinisikan dan
dap James Bond, kegemaran menonton
bergerak ke arah ibunya menjadi kon-
konser dangdut erotis, pengalaman naik
kret. Yang dicari oleh Huda adalah Ru-
kuda-kuda di pasar malam, menonton
mah, atau meminjam istilah Hobsbawm,
film horor, dan lain sebagainya. In-
heimat. Heimat dapat diartikan sebagai
teraksi antara agama dan persinggun-
rumah dimana seseorang seharusnya
gan-persinggungan inilah yang kemudi-
tinggal dan kembali setiap kali pergi.
an membentuk pribadi seseorang. Islam
Yang membedakannya dengan konsep
tidak secara gegabah dipandang sebagai
rumah (home) adalah bahwa home me-
42
lainnya.
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
rupakan ruang homogen dan stabil yang
di Arab?” atau “Romo tidak selalu be-
sudah selesai dari segala macam negosia-
nar,” dan lain sebagainya. Dalam film
si, sementara heimat adalah rumah yang
tentang Islam pasca-Soeharto pada
harus dan akan terus menerus dinegosi-
umumnya, ruang publik bernafaskan
asikan. Konsep ibu sebagai heimat-lah
Islam dibangun dengan mengeksklu-
yang membuat narasi 3 Doa 3 Cinta
si kelompok-kelompok liyan (frem-
berjalan. Semesta huda dipenuhi oleh
de, dalam bahasa Hobsbawm). Dalam
kerinduan akan ibunya, segala macam
Ayat-Ayat Cinta, pernikahan antara
piranti naratif lain hadir sebagai kenda-
Maria dan Fahri menjadi mungkin dan
raan Huda menuju ibunya. Semesta Ryan
barokah karena Maria pada akhirnya
pun setali tiga uang, negosiasi dengan ibu
masuk Islam. Atributnya sebagai seo-
dan rumah dimulai ketika sang ibu me-
rang koptik ditanggalkan, menghapus
ngiriminya handycam yang sudah lama
pangkat-pangkat liyan dan kemudian
diidam-idamkannya.
sang
menjadi Islam. 3 Doa 3 Cinta (2008)
Ibu menyimpan maksud terselubung,
menghindarkan diri dari tindak eksklu-
ia menggunakan handycam itu untuk
si kelompok manapun. Bahwa gay dan
mempermulus
mendapatkan
lesbian dilarang dalam Islam dan tabu
restu Ryan untuk menikah lagi. Ryan
dalam kehidupan pesantren, tak dapat
pun bernegosiasi, ia tak rela sang ibu
dipungkiri. Namun tak dapat dipungki-
menikah lagi, tapi juga tak mau mem-
ri pula bahwa keberadaan orang-orang
berikan handycam itu kembali. Ryan
semacam itu tak dapat dihapus dan
lari dari “kenyataan” dengan sering-se-
sudut pandang Islam bukanlah satu-sa-
ring mengunjungi Pak Toha, seorang juru
tunya sudut pandang yang boleh men-
proyektor di layar tancap Pasar Malam.
justifikasi posisi sosial mereka. Seorang
Ternyata,
dirinya
Konsep Rumah dalam 3 Doa 3 Cinta (2008) tidak lantas berhenti di Ibu,
ia juga berusaha menampilkan kondisi
sosial sekitar pesantren sebagai heimat
yang terus menerus dinegosiasikan lewat
jukstaposisi sebagai metode utamanya.
Pelatih Qasidah yang gay akhirnya diusir
seperti Dona Satelit akan dipandang sebagai yang liyan sebab ia tak menjalankan syariat agama (membuka aurat dan
bergoyang seronok), tapi ia kemudian
tidak disentuh oleh doktrin-doktrin
agama, apalagi dieksklusi dari ruang
heimat yang cair dan terus bergerak.
dari pesantren tapi tentu saja tidak diusir
3 Doa 3 Cinta berhasil sebagai salah
dari masyarakat. Beberepa sindiran juga
satu film tentang Islam yang paling kri-
secara verbal dilontarkan lewat dialog,
tis dan relevan pada era pasca-Seoharto
“Sholat gak perlu kayak gitu, emangnya
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
43
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
karena alih-alih mengambil jalur mu-
FUI (Forum Umat Islam) berperan
nafik dengan mengatakan bahwa Islam
besar dalam mengampanyekan ruang
adalah satu-satunya tipe ruang publik
publik berbasis hukum Islam di Indo-
relevan di negara multikultur dan multi-
nesia. Mereka bahkan tak segan-segan
agama seperti Indonesia, ia memilih un-
melakukan kekerasan bilamana tuntu-
tuk memotret ruang publik muslim se-
tan mereka tidak digubris pemerintah.
bagai hanya salah satu dari ruang publik
Ada dua sumber yang kerap digunakan
yang mungkin dan sah untuk diejawan-
oleh kelompok semacam FPI dan FUI
tahkan. Pun pada penutupnya, 3 Doa
untuk mengesahkan kekerasan yang
3 Cinta (2008) tetap mengakui bahwa
mereka lakukan. Pertama, butir perta-
cerita-cerita seperti yang dialami Huda
ma dalam Pancasila (Lima butir pokok
sangat mungkin terjadi: seorang yang
ideologi negara) yang berbunyi “Ketu-
terhalang untuk kembali ke heimat-nya
hanan yang Maha Esa,” menurut mer-
(karena satu dan lain alasan) memilih
eka, penyelenggaraan negara di Indo-
kembali ke pesantren dan melanjutkan
nesia tidak boleh berjalan bertentangan
tampuk kepesentranan, melanjutkan
dengan apa yang telah digariskan tuhan,
supremasi ruang publik Islam di dalam
di mata mereka, Islam. Kedua, mereka
dan di sekitar madrasah. Sebuah pe-
mengutip salah satu dalil yang berasal
simisme? Mungkin saja. 3 Doa 3 Cin-
dari perkataan Nabi Muhammad yang
ta (2008) juga memotret tarik-mena-
sekurang-kurangnya berbunyi, “Bila kau
rik tensi dalam interaksi antara ru-ang
melihat kemungkaran, maka ubahlah
publik Islam dan ruang publik lain serta
dengan tanganmu. Bila tak bisa, ubahlah
alih-alih mempopulerkan doktrin-isa-
dengan lisanmu. Bila tak bisa pula,
si ayat yang diikuti “cocoklogi,” ia
ubahlah dengan hatimu, niscaya itulah
menampilkan dengan cermat implika-
selemah-lemahnya iman.” Pada bulan
si-implikasi dari kenyataan bahwa a-
puasa contohnya, ormas semacam FPI
gama adalah praktek sosial yang inheren.
dan FUI menganggap bahwa warung
makan yang buka pada siang hari ada-
Islam Impor dan Islam
lah kemungkaran dan tidak sejalan den-
Lokal
sehingga harus ditindak. Cara menin-
gan yang digariskan oleh yang kuasa
Dinamika islam di ruang publik se-
dak yang paling besar keutamaannya
jak 3 Doa 3 Cinta (2008) bergerak sa-
adalah lewat “tangan”: dengan datang
ngat cepat, kelompok kepentingan se-
langsung ke warung dan menyeru pemi-
perti FPI (Front Pembela Islam) dan
lik warung untuk tutup, bila terjadi
44
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
adu mulut, sangat sering mereka respon
sering dilakukan oleh nabi Muhammad,
de-ngan kekerasan fisik. Promosi ke-
seperti memelihara janggut dan menyu-
kerasan di ruang publik telah membawa
ap makanan dengan tiga jari, berbagi
terorisme bergeser menjadi setingkat
makanan di baki. Khalifah adalah film
lebih menakutkan. Seri bom bali tentu
yang menyoroti kedua permasalahan ini.
masih segar bagi publik antarbangsa, teror semacam bom bali adalah kekerasan
yang dilakukan secara gerilya dan “hanya”
menampilkan
hasil
kekerasan
tersebut sembari menyembunyikan prosesnya. namun dalam kasus FPI dan
FUI, tidak hanya mendemonstrasikan
kekerasan, mereka juga terang-terangan mempromosikan tafsir-tafsir ideologis untuk melegitimasi kekerasan
tersebut beserta arak-arakan prosesnya.
Khalifah dibuat dengan gaya minimalis, cat rumah terlihat tak disentuh
ulang, perabotan set seadanya, dan
kamera yang tidak segenit film-film
lainnya. Seorang perempuan bernama
Kha- lifah, dengan motivasi yang berpendar di antara keengganan untuk menikah dan perasaan bersalah karena tak
bisa membiayai ayahnya, akhirnya menerima lamaran Rasyid, seorang lelaki
taat yang direkomendasikan oleh kawan
Tidak hanya ideologi politik, anggo-
ayahnya. Rasyid adalah pedagang pro-
ta ormas semacam FPI dan FUI juga bi-
duk-produk Arab yang harus sering be-
asanya tampil dengan mengenakan jubah
pergian untuk berjaja sehingga jarang di
dan surban, mereka dipimpin oleh para
rumah. Karena ketaatan agama Rasyid,
Habib (cendekiawan agama yang diyakini
Khalifah yang tadinya tidak memakai jil-
adalah keturunan langsung Nabi Muham-
bab perlahan mengenakan jilbab. Tante
mad). Mereka berpakaian layaknya orang
Rita, bos Khalifah juga tak keberatan jika
arab, dan sedikit banyak menggunakan
ia datang bekerja memakai jilbab. Mas-
istilah sehari-hari dalam bahasa arab, se-
alah utamanya muncul ketika Kha- lifah
perti “Ukhti” (Saudari) dan Akhi (Sauda-
keguguran bayi pertamanya, dan Rasyid
ra). Dalam hal berpakaian, kebiasaan
menyalahkan semuanya pada Khalifah,
FPI dan FUI beririsan dengan gerakan
ia menuding bahwa cara berpakaian
muslim lain seperti Jamaah Tabligh. Ja-
Khalifah yang masih kurang tertutup
maah Tabligh adalah ormas muslim lain
menyebabkan kandungannya digugur-
yang meskipun tidak besentuhan den-
kan oleh Tuhan. Khalifah ak- hirnya
gan politik, tapi sangat-sangat konserva-
bercadar. Meskipun Tante Rita tampak
tif dalam mempertahankan adab-adab
berat hati, ia masih memberikan kesem-
ibadah islam klasik. Mereka melakukan
patan Khalifah untuk bekerja di salon
amalan-amalan bersifat tak wajib yang
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
45
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
dengan membuat hari-hari khusus yang
ternyata memakai cadar karena dulu
hanya boleh melayani pelanggan perem-
pernah tinggal di Arab, ia kedatangan
puan. Dalam definisi Rasyid, keimanan
tetangga baru yang akhirnya berang-
Khalifah naik drastis dari seorang pen-
kat menjadi TKI di Arab Saudi, bahkan,
ganut Islam setengah-setengah yang
musik yang digarap Djaduk Ferianto
tak mengenakan atribut relijius apapun
pun menggunakan notasi-notasi pa-
menjadi perempuan yang menganut Is-
dang pasir. Tampak sangat jelas usaha
lam secara keseluruhan karena cadarn-
Nurman Hakim untuk menunjukkan
ya yang sekarang rapat. Namun dalam
mana yang Arab dan mana yang Islam
definisi personalnya, Khalifah memakai
dan bagaimana keduanya harus berin-
atribut relijius tersebut lebih disebabkan
teraksi untuk menunjukkan Islam yang
karena suaminya dibandingkan taraf ke-
benar-benar agamis dan bukan sekedar
beragamaannya sendiri. Atribut relijius
copy-paste budaya luar. Kecenderungan
yang dikenakan oleh Khalifah, alih-alih
ini juga menampar keras para cendeki-
menjadi identitas yang kuasa merepre-
awan kolot anti-barat dengan dalih
sentasikan keimanannya, sebenarnya
bahwa barat adalah imperialisme bu-
adalah kuasa penjajahan atas tubuh dan
daya asing. Dalam Khalifah yang min-
kemerdekaan pribadinya. Lebih jauh
imalis, nyata, dan sederhana, budaya
lagi, ada pertanyaan penting yang dilon-
arab pun ternyata adalah imperialisme
tarkan oleh Khalifah: apakah benar bah-
budaya asing yang sama saja dampakn-
wa cadar adalah atribut relijius? Atau se-
ya bagi masyarakat nusantara. Bahkan
kedar kebiasaan kultur orang Arab yang
lebih licik sebab ia datang berbungkus
diserap membabi buta oleh orang Islam
topeng agama dan kebaikan tuhani.
di Indonesia? Dari situ, Khalifah berhipotesis bahwa ada gap yang tak bisa
dibedakan oleh umat Islam di Indonesia
dewasa ini, yakni gap antara islam sebagai “agama murni” dan Islam sebagai
“budaya impor yang dibaca sebagai agama.” Untuk memper tajam pertanyaan
itu, sebagian besar atribut sinematik dalam Khalifah dibuat berhubungan dengan budaya arab. Rasyid adalah penjaja
produk-produk Arab, Khalifah berkenalan dengan seorang pemakai cadar yang
46
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Setelah mencapai derajat keimanan
yang benar-benar diinginkan oleh Rasyid, Khalifah mengalami masalah baru.
Dirinya yang sama sekali tidak punya
alasan lain mengenakan cadar – selain
karena suaminya – mulai mengalami
perlakuan kasar dari orang-orang di sekelilingnya. Ia dituduh teroris. Interaksi
yang terjadi antara Khalifah dan orangorang yang menuduhnya tero- ris terbilang unik. Dalam adegan-adegan terse-
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
but, Khalifah dipotret seperti korban,
paikan maksud konsep yang diusung
bahwa ia yang tak tahu apa-apa harus
oleh Nurman Hakim, dimana Islam ada-
menghadapi segala macam stereotip han-
lah praktek yang tidak pernah homogen,
ya karena atribut relijiusnya. Tapi di balik
selalu ada berbagai model Islam yang
itu, penting diperhatikan bahwa Khalifah
alih-alih musti ditabrakkan, justru di-
disetir oleh orang lain. Alih-alih sebagai
dampingkan saja olehnya untuk kemu-
korban, sadar atau tidak, Khalifah sebe-
dian dilihat sendiri oleh penonton. Kha-
narnya adalah medium konservatisme itu
lifah adalah percobaan selanjutnya yang,
sendiri. Ada semacam hubungan segitiga
melanjutkan 3 Doa 3 Cinta (2008), ber-
antara Khalifah, Rasyid, dan orang-orang
fungsi sebagai model sistem sosial yang
lain di sekitar mereka. Dan Khalifah se-
telah diselinapi oleh pengaruh Islam.
bagai medium, ironisnya, adalah orang
yang paling tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Pada adegan
ketika pertama kali ia mengenakan cadar, sudut pandang Khalifah ditampilkan
lewat teknik kamera POV beserta suara
desah nafasnya yang tidak nyaman, asing
dengan apa yang baru saja dilakukannya.
Posisi pemeluk agama sedang dipermainkan oleh konsumsi yang membabi buta
terhadap produk-produk budaya arab.
Meski demikian, Khalifah juga tidak
sentosa dari stereotip. Pada tokoh Rasyid dapat kita amati berbagai atribut yang
ditempel-tempelkan saja demi melengkapi karikatur para aktivis garis keras,
motif ekonomi, dan ekspresi politik mereka. Rasyid seolah-olah adalah agen Islam Arab yang sempurna yang kemudian
dihitam-putihkan dengan Khalifah sang
protagonis. Di tengah konsentrasinya yang begitu detil pada jukstaposisi
Seperti 3 Doa 3 Cinta (2008), Nurman
adegan dan sekuen, Khalifah justru lu-
Hakim tak pernah menunjukkan telun-
put dalam memperhatikan jukstaposi-
juknya pada sesuatu secara langsung un-
si dalam karakter-karakter utamanya.
tuk menyampaikan maksud, melainkan
menggunakan metode jukstaposisi. Selain musik arab yang terus-terusan mengiringi drama bersetting lokal, cadar
juga didamping-dampingkan dengan salon, tempat dimana orang mesti membuka aurat untuk menerima pelayanan,
yang standar maupun yang plus-plus.
Dari metode jukstaposisi ini, tersam-
Dalam rumah tangga Rasyid dan
Khalifah dapat kita jumpai hubungan
kuasa (power relation) dimana budaya
Arab berkuasa atas budaya pribumi
tanpa bisa dibantah oleh sang pribumi
sebab budaya arab ditempelkan senantiasa dengan agama. Bahwa minyak
angin Arab disarankan Rasyid pada
Khalifah yang sakit perut, bahwa per-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
47
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
madani bergambarkan Ka’bah dipajang
adalah cara berfikir dan cara melihat,
di dinding rumah, dan lain sebagainya.
dan itu su-dah berhasil diterapkan Nur-
Ini tentu lebih laten dari kenangan kolo-
man hingga ke level bahasa sinemanya.
nial Belanda dan Jepang sebagai wujud
budaya asing yang berembrio pada motif ekonomi, yang pengamatan atasnya
senantiasa ditinjau pada level Repressive State Apparatus (setidaknya seperti yang dibangun dalam wacana se-jarah
Indonesia). Khalifah menjadi semesta
kecil dimana Islam, ketika ia tak dapat
dipisahkan dari latar kebudayaannya,
berpotensi menjadi budaya baru dan
sama sekali lain. Khalifah menyentakkan kita akan fakta bahwa budaya arab
di Indonesia telah sebegitu luasnya dilanggengkan oleh motif-motif agama.
Pada akhirnya kedua macam budaya
yang masuk ke Indonesia sejak era kolonialisme ini berujung pada penguasaan
ruang publik. Kolonialisme memang
bukan obyek teropong Nurman Hakim,
ia lebih memilih untuk mengamati gencarnya invasi Islam berbau arab terhadap ruang publik yang dilancarkan pada
era mutakhir ini, tidak jarang lewat
kekerasan yang didalangi oleh ideologi-ideologi komunitarian, sebuah penolakan atas metode jukstaposisi berfikir. Lewat sinema, Nurman Ha-kim
mengingatkan kita kembali pada kemungkinan
jukstaposisi
itu,
pada
ke- mungkinan kembali kepada kebhinekaan tanpa harus lewat tangan-tangan letoy pemerintah: kebhinekaan
48
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Akhirnya, izinkan saya memberi
pause pada diskusi ini dengan sebuah
ujaran Yasmin Ahmad: kita bisa menjadi
benar tanpa harus menjadi satu-satunya.
Praktik Islam di Indonesia, seperti apapun bentuknya, bisa saja menjadi benar,
tapi tidak mungkin menjadi satu-satunya. Nurman Hakim memotret itu dalam
jukstaposisi yang sebenarnya adalah
hakikat sinema: montase yang sudahlah
itu intellectual montage, montage of
attraction, atau apapunlah nama-nama
yang dari Eropa itu. Yang jelas, film-film
Nurman memberikan kita, lewat bahasa
sinema, semacam sentakan listrik dalam pikiran, a shock of thought tentang
kondisi yang mengitari kita sendiri.
DALAM DUA FILM NURMAN HAKIM
Makbul Mubarak
Abstrak : Sejak dirilisnya film Al-Kautsar (1975), film bercorak Islam mulai tumbuh subur di Indonesia dengan dipuncaki oleh kejayaan film-film Rhoma Irama yang
menggabungkan dakwah Islam dan musik dangdut . Setelah Reformasi 1998 dan pasca bangun kembalinya Industri film Indonesia, film Islam kembali tumbuh dengan
dipelopori oleh suksesnya Ayat-Ayat Cinta (2005) di pasaran. Beberapa penelitian
terdahulu seperti Terdapat perbedaan corak antara film-film Islam sebelum 1998
dan setelah 1998. Sebelum 1998, film-film dakwah senantiasa menggunakan Islam
sebagai alat mencapai kemaslahatan sosial, sementara setelahnya, film-film Islam
cenderung individualis. Makalah ini memeriksa kembali dikotomi yang sudah dibangun ini dengan mendeteksi jejak-jejak konseptualisasi muslim sosial dalam film-film
Islam masa kini.
Key words : film Islam, film dakwah, pemberdayaan sosial, individualisme, Orde
Baru, pasca-Orde Baru/pasca-reformasi.
Pendahuluan
film Islam di masa Orde Baru untuk
menggunakan Islam sebagai alat untuk
Dalam penelitian Sasono (2011), ia
menyelesaikan
permasalahan
bersa-
mengemukakan bahwa terdapat perbe-
ma. Misalnya, Sasono memberi contoh,
daan antara corak film-film Islam yang
dalam film seperti Nada dan Dakwah
dibuat di masa Orde Baru dan setelah
(1991), Zaenuddin MZ bahu-membahu
Orde Baru berakhir. Perbedaan itu teru-
dengan Rhoma Irama untuk memban-
tama terletak pada kecenderungan film-
tu penduduk setempat untuk mempertahankan tanah mereka dari kon-
Makbul Mubarak adalah Staf Pengajar
pada Fakultas Seni Rupa dan Desain,
Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Tangerang.
e-mail : [email protected]
e-mail : [email protected]
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
31
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
glomerat yang ingin membeli paksa.
serta film-film Nurman Hakim dapat
Corak-corak seperti ini kemudian beru-
kita kategorikan sebagai film Islam.
bah di era setelah tumbangnya Orde Baru.
Dalam pemilihan objek penelitian,
bah-
film-film Habiburrahman El-Shirazy
wa dalam film-film Islam pasca Orde
kemudian dieliminasi oleh sebab karak-
Baru, misalnya seperti yang secara
ter naratifnya yang cocok dengan am-
percontohan diperlihatkan oleh Ayat-
atan Rahman: penggunaan Islam untuk
Ayat Cinta (2005), Islam kemudian
kepentingan individu. Dalam beberapa
semakin personal dan tidak lagi di-
film produksi Kelompok Mizan seperti
gunakan untuk menyelesaikan ma-
Laskar Pelangi (2007), Sang Pemim-
salah
di-
pi (2009), serta Semesta Mendukung
batasi pada masalah pribadi seperti
(2011), Islam hadir namun hanya se-
mencari jodoh, sukses dalam bisnis,
bagai latar belakang (backdrop) cerita
sekolah ke luar negeri dan sebagainya.
dan bukan kata kunci dari tata tuturnya.
Rahman
(2011)
sosial.
Islam
mencatat
kemudian
Makalah ini bermaksud memeriksa
kembali dikotomi oleh Sasono (2011)
dan Rahman (2011). Apakah dikotomi
yang dikemukakan oleh mereka memang
Beberapa film Kelompok Mizan seperti
3 Hati 2 Dunia, 1 Cinta (2010) bahkan
terang-terangan menggunakan agama
sebagai aral dalam romantika personal.
sehitam-putih adanya? Apakah film Is-
Film yang dipilih sebagai objek pe-
lam bertema sosial nihil di era pasca-Or-
nelitian dalam makalah ini adalah dua
de Baru? Bila ada, apakah pola presen-
film Nurman Hakim yakni 3 Doa 3 Cin-
tasi problemnya masih sama dengan
ta (2008) dan Khalifah (2011). Nurman
yang sebelumnya? Isu-isu apa saja yang
Ha-kim dipilih karena ia murni aktif
direpresen-tasikan oleh film-film itu?
beroperasi sebagai sutradara pasca runtuhnya Orde Baru, yang berarti ia tidak
bersinggungan dengan sistem produk-
Metodologi
si dan industri film masa itu setidakn-
Metode yang digunakan dalam pene-
ya tidak sebagai sutradara, berikutnya
litian ini adalah pemilihan studi kasus
oleh sebab dua film pertamanya secara
dengan merujuk pada film-film Islam
konsisten membahas persoalan Islam
yang dibuat pada pasca Orde Baru. Un-
ketika bersinggungan dengan individu
tuk kepentingan ini, film-film Habibur-
dan ruang sosial dan bukan saja ber-
rahman El-Shirazy, beberapa film yang
singgungan dengan yang personal. Pen-
diproduksi
jelasan detil mengenai hal ini akan kita
oleh
Kelompok
Mizan,
jelajahi lebih jauh dalam pembahasan.
32
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Kerangka besar persoalan
Sebagai bangsa dengan populasi pemeluk Islam terbesar di dunia, rasanya
tidak mengherankan apabila budaya
populer di Indonesia sangat sering hadir dalam corak yang dekat dengan budaya Islam. Sejak zaman Orde Baru,
simbol-simbol keis-laman sudah sangat
sering dipakai dalam film yang kemudian
menjadi tontonan khalayak ramai. Misalnya, sempat ditinjau oleh Van Heeren
(2007), bahwa dalam film-film horor,
kyai kerap dipakai sebagai ajian terakhir untuk mengusir setan dan menyele-
Makbul Mubarak
membentuk semacam corak naratifnya sendiri. Dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982), seorang guru
datang ke desa yang perilaku penduduknya telah sesat menyerupai kaum
nabi Luth (versi Al-qur’an). Sontak, naluri pendidik sang guru mengajaknya
turun ke medan juang guna mengembalikan perilaku masyarakat agar kembali ke ajaran Islam yang benar. Perjuangan tersebut tidak mudah, sebab
perilaku masyarakat ini sudah terlembaga sedemikian rapatnya sehingga
sulit merunut pangkal problemanya.
saikan konflik. Kyai menjadi jalan terak-
Dalam film Nada dan Dakwah
hir setelah segala macam usaha dilakukan
(1992), musisi dangdut Rhoma Irama
untuk mengusir sang dedemit gagal. Pada
mendatangi sebuah desa. Rhoma Ira-
zaman Orde Baru pula, film-film berte-
ma adalah legenda musik dangdut yang
makan perjuangan kemerdekaan santer
karirnya tidak saja sangat bersinar da-
sekali menggunakan simbol keislaman
lam blantika musik, melainkan juga
sebagai semangat tandingan melawan
merembet ke dunia lakon. Tak ku-
penjajah belanda. Dalam film Pahlawan
rang dari sepuluh film dibintanginya,
Goa Selarong (1972), Diponegoro se-
semuanya menampilkan Rhoma se-
bagai tokoh sentral digambarkan sebagai
bagai Rhoma Irama si raja dangdut, dan
pahlawan nasional yang piawai mengatur
semuanya laku keras. Bersama Rhoma,
strategi perang, lebih dari itu, ia juga di-
datang pula Kyai Haji Zainuddin MZ,
gambarkan sebagai sosok yang taat beri-
muballigh kondang yang pada masa itu
badah. Diponegoro diselimuti oleh em-
juga memiliki tingkat penjualan kaset
bun keis-laman di setiap ruang kalbunya.
yang tinggi. Rhoma dan Zainuddin ba-
Kehadiran Islam dalam film tidak
hanya diwujudkan lewat penyatuannya dengan genre-genre tertentu seperti
horor dan film bertemakan perjuangan,
hu-membahu membangun desa, Rhoma
bertugas mengayomi masyarakat dalam
bidang keduniawian, sementara Zainuddin membantu dalam hal kerohanian.
sejak dekade 1980-an, Islam bahkan
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
33
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Kritikus film Eric Sasono (2011)
berhasil mengusir setan hanya den-
menyebut bahwa ada beberapa film
gan membacakan beberapa ayat dari
penting yang sarat dengan tema pem-
Al-quran, yang secara fungsional lebih
baruan Islam pada masa Orde Baru.
menyerupai mantra-mantra gaib (yang
Pembaharuan ini, sadar atau tidak sa-
sudah dikenal di Indonesia sejak zaman
dar, sejalan dengan pemikiran Islam
pra-Islam), dan tidak melalui prosu-
kultu- ral yang sangat berpengaruh di
der-prosedur intelektual. Para kiai da-
Indonesia pada era yang bersamaan.
lam film-film horor ini sekedar meng-
Eric menyematkan sebuah kriteria pent-
ganti teks mantra-mantra gaib pra-Islam
ing untuk memaknai pembaruan, yakni
dengan teks Al Quran yang kemudian
relevansi keberagamaan (yang disebut
berefek sama, yakni rontoknya perlawa-
sebagai aras intelektual) dalam rangka
nan tokoh jahat. Ayat yang di-bacakan
memahami dan memecahkan perma-
oleh sang kiai tiba-tiba bisa menyele-
salahan bersama (aras sosial). Memin-
saikan permasalahan, tidak jarang bah-
jam konsepsi pemikir Ignas Kleden,
kan berhasil menyelesaikan prahara
Eric menekankan bahwa pembaharuan
sosial di suatu kampung. Yang berbeda
haruslah memiliki relevansi tidak ha-
di antara peran agama dalam film-film
nya dengan buah-buah intelektualitas
horor dan peran agama dalam film-film
yang berbunga dalam buku, melainkan
yang bertemakan pembaruan terletak
juga relevansinya atas permasalahan
pada relevansi intelektualnya. Film-film
kolektif yang pula harus selesai dalam
pembaharuan lebih menekankan pada
tingkat kolektif alias tidak hanya selesai
prosedur intelektual sementara film-
pada tingkat individu. Pada beberapa
film horor menerapkan yang sebaliknya.
film, ternyata para karakter utama tidak hanya menjalankan agama mereka
sebagai urusan pribadi dengan tuhan,
melainkan juga secara terus-menerus
berusaha memahami konteks agama
(aras intelektual) untuk diselaraskan
dengan ruang bersama (aras sosial).
Dalam amatan Eric, Nada dan Dakwah (1992) adalah film terakhir yang
bertemakan pembaruan yang dibuat
pada masa Orde Baru, sebab setelahnya,
Indo-nesia menderita mati lampu industri film. Perfilman Indonesia sayupsayup tak terdengar antara tahun 1993
Definisi Eric terhadap pembaharuan
dan 1998. Ketika listrik perfilman me-
Islam dalam film tentu saja secara oto-
nyala kembali pada tahun 1999, film-
matis menggugurkan peran kiai dalam
film bertemakan Islam pun perlahan-la-
film-film horor. Kiai dalam film horor
han dibuat kembali. Puncaknya ketika
34
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
film Ayat-Ayat Cinta (2005) mereguk
mu, niscaya akan langgeng jodohmu.
ge-lar blockbuster dengan meraih pre-
Ayat-Ayat Cinta memulai tren film-film
dikat
rilisnya.
bertemakan Islam pasca-Soeharto, di-
Kritikus Lisabona Rahman (2011)
mana Islam kemudian dijadi-kan piranti
terlaris
pada
tahun
mencatat bahwa ada pergeseran ruang
rambahan pada film-film bertemakan
Islam di era Orde Baru dengan film-film
berte-makan Islam yang dibuat di era
Reformasi . Menjadikan Ayat-Ayat Cinta sebagai studi kasus, Lisabona mencatat bahwa Islam yang dulunya bergerak dalam ruang sosial, digunakan untuk
menyelesaikan masalah dalam ruang sosial, kini mengkerut dan beringsut masuk
ke ruang personal. Islam kemudian digunakan sebagai pemecah masalah personal, lebih spesifik lagi, masalah cinta. Dalam Ayat-Ayat Cinta,Fahri adalah tokoh
yang sangat taat dalam beragama dan
digambarkan cenderung abai terhadap
kehidupan duniawi. Tasnya tak pernah ia
ganti sejak SMA, selalu minder bila bertemu wanita, tapi sangat taat beribadah
dan lamun wawasan agamanya. Walhasil
ia berhasil mempersunting (atau lebih tepatnya, dipersunting) oleh Aisha, seorang
perempuan kaya yang juga muslimah. Seiring berjalannya cerita, Fahri mendapat
satu isteri lagi, yaitu Maria, tetangganya
utama dalam memenuhi hasrat asmara.
Ia menjadi kriteria krusial tokoh utama
untuk jatuh cinta dan menikah. Permasalahan yang bisa diselesaikan Islam
kemudian menyempit. Dulunya, Islam
bisa menyelesaikan permasalahan sosial yang berlapis-lapis untuk kepentingan bersama, sekarang Islam hanya
bisa menyelesaikan masalah personal.
Pencapaian agamis bukan lagi pencapaian kolektif yang selaras dengan intelektualitas, melainkan sebagai pencapaian
individu yang terlena dalam semesta-semesta romantis. Islam dalam film-film
semacam ini hanya masuk pada gaya
hidup per-mukaan, seperti pakaian,
lokasi (setting Cerita Ayat-Ayat Cinta
berlokasi di Mesir, diikuti oleh film-film
lain dan bahkan merambat ke tayangan
televisi, seperti Kupinang Kau Dengan
Bismillah, tayang di SCTV, yang mengambil latar cerita di Turki). Pendek
kata, film-film bertemakan Islam di Indonesia pasca-Soeharto, sedikit banyak,
kehilangan kekuatan pembaruannya.
yang menganut kristen koptik. Bukan
Posisi sosial Islam mengalami pe-
Fahri yang menginginkan Aisha dan Ma-
rubahan tajam menyusul tumbangnya
ria, tetapi merekalah yang menginginkan
rezim Orde Baru tahun 1998. Islam yang
Fahri. Di sini, Islam kemudian hadir se-
dulunya bernaung di bawah supremasi
bagai senjata utama bagi siapapun yang
nasionalisme kini mendapatkan ruang
sedang mencari jodoh. Perbaiki agama-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
35
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
gerak yang lebih leluasa. Partai Islam
awalnya direpresi oleh rezim menja-
PPP yang dulunya adalah partai anak
di ramai muncul ke publik. Sekolah
bawang yang berteduh di bawah ketiak
memperbolehkan siswi pemeluk Is-
Golkar kini punya momentum untuk
lam untuk mengenakan jilbab ke se-
merekrut massanya sendiri. Salah satu
kolah. Kebijakan otonomi daerah yang
perubahan sosial yang utama adalah
memungkinkan setiap provinsi untuk
perubahan posisi politik jilbab dalam
mengatur kebijakan hukumnya sendiri
kaitannya dengan boleh tidaknya jilbab
berdampak besar pada posisi jilbab di
masuk ke ruang publik. Alatas (2008)
sejumlah daerah. Di Provinsi Nanggroe
mencatat bahwa di era Orde Baru, tepat-
Aceh Darussalam (NAD), pemerintah
nya setelah SK 052 tentang larang berjil-
merekrut 2.500 orang untuk bertugas
bab dimaklumatkan oleh De-partemen
se-bagai polisi syariah dalam rangka
P dan K tahun 1982, para perempuan
implementasi hukum Islam, para siswi
pemeluk Islam dilarang mengenakan
bukan lagi diperbolehkan, melainkan
jilbab ke sekolah sebab sekolah sedianya
diwajibkan untuk memakai jilbab ke
berperan sebagai media penempa siswa
sekolah tak peduli apapun agama me-
dalam rangka menjadi seorang nasio-
reka. Setiap wanita yang melancong ke
nalis, bukan agamis. Kementrian bah-
Aceh diwajibkan mengenakan jilbab
kan menggelar rapat khusus dengan
selama mereka berada di wilayah itu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
menegaskan kembali bahwa seragam
seyogyanya
menyeragamkan
siswa,
maka bila ada siswa yang memakai
jilbab dan ada yang tidak, maka seragam tak dapat lagi disebut seragam.
Tidak hanya itu, jilbab juga kemudian
menjadi tren di kalangan publik. Islam
yang sebelumnya tertekan oleh rezim
kini dengan bebas mengekspresikan diri
mereka di ruang publik. Sinetron-sinetron berbau Islam bertampilan di tele-
Polemik jilbab ini dengan cergas
visi. Nada dering yang dikutip dari ti-
dikapsulkan oleh film Kantata Takwa
lawah alquran ramai diperdagangkan.
(yang baru dirilis secara resmi tahun
Ormas Islam mendapat posisi politik
2008 padahal sudah mulai diproduk-
yang semakin kuat. Dalam aspek sine-
si sejak tahun 1990), dimana jilbab
ma, Ayat-Ayat Cinta arahan Hanung
menjadi simbol perlawanan atas kese-
Bramantyo dinobatkan menjadi film
wenangan rezim Soeharto yang menu-
terlaris di tahun rilisnya, ia diadapta-
tup pipa-pipa ekspresi publik pemeluk
si dari novel berjudul sama yang juga
Islam. Pasca Orde Baru, jilbab yang
meraup predikat best seller. Dalam seni
36
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
sastra, Komunitas penulis Forum Ling-
bersentuhan dengan Islam. Salah satu
kar Pena menjadi keran utama produksi
karakter bernama Maria yang memeluk
novel-novel berbau Islam. Habiburrah-
koptik dalam Ayat-Ayat Cinta, ternya-
man El-Shirazy, penulis novel Ayat-
ta hafal Surat Maryam di luar kepala.
Ayat Cinta adalah alumni komunitas
Ironisnya, dalam film-film berte-
ini. Nantinya, novel Habiburrahman
juga diadaptasi ke film Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2, lalu juga Dalam Mihrab
Cinta yang diarahkan olehnya sendiri.
makan Islam pasca Orde Baru, affirmasi
bahwa Islam kini telah menjadi kekuatan
posisi (dan bukan lagi oposisi, sekunder,
dan tertekan) justru menggiring nara-
Tren yang dimulai oleh Habiburrah-
si-narasi film untuk menjauh dari ruang
man juga diikuti oleh banyak sekali film
publik. Dalam ketiga film Habiburrah-
lain, seperti Syahadat Cinta (2008), Ha-
man, atribut keislaman sang protagonis
falan Shalat Delisha (2011) dan banyak
ternyata lebih mempengaruhinya dalam
lagi film serupa, dan masih dipelihara oleh
proses menemukan pasangan romantika
Habiburrahman di film terbaru dari no-
dibanding mengaplikasikannya ke ru-
vel yang ditulisnya, Cinta Suci Zahrana
ang publik. Kadar-kadar keislaman yang
(2012). Segerombolan film ini memben-
masih bernilai untuk dipertaruhkan jus-
tuk tren baru yang temanya mengu-langi
tru menyusut jauh ke dalam ruang per-
tren film-film “pembaharuan islam” pada
sonal dan tidak lagi digunakan untuk
pasca Orde Baru. Meskipun demikian,
menelaah permasalahan-permasalahan
kesamaan tema belum tentu mengindi-
publik seperti yang terdapat dalam film-
kasikan kesamaan sudut pandang. Ber-
film berte-makan Islam di masa Orde
beda dengan posisi islam yang nomor
Baru. Tak ada lagi Kiai yang datang ke
dua pada masa Orde Baru sehingga “me-
kampung untuk mengajar cara berco-
ngatasi permasalahan sosial dengan cara
cok tanam. Sekarang, seorang yang taat
islam” dianggap perlu untuk diangkat
beragama akan mendapat istri yang
terus menerus dalam film, dalam rangka
kaya, cantik, dan tentu saja solehah.
menyaingi “cara mengatasi permasalahan sosial dengan cara negara dalam rangka pembangunan” yang dipromosikan
oleh rezim, film-film bertemakan islam
pasca-Soeharto justru merupakan affirmasi bahwa islam telah menjadi fondasi
keseharian masyarakat. Semua karakter
dalam film Habiburrahman senantiasa
Ruang publik kemudian menjadi steril dari konflik naratif sebab telah dipandang sebagai sesuatu yang sudah otomatis akan mengkonfirmasi kesahihan
Islam. Islam yang dulunya senantiasa
dipandang sebagai atribut perlawanan
sekarang telah berubah menjadi kekua-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
37
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
tan posisi yang default dan cenderung
cenderung memaksa, bahkan seringkali
menindas kekuatan-kekuatan sosial lain
memuncak pada aksi kekerasan berska-
yang lebih kecil. Puncaknya kemudian
la dunia, ambil contoh seri Bom Bali dan
terjadi pada dua tahun terakhir dima-
serangkaian kekerasan atas nama ag-
na kekuatan-kekuatan sosial politik Is-
ama oleh ormas-ormas Islam konserva-
lam di Indonesia mulai menjurus pada
tif. Polemik islam yang tersisa di ruang
hal-hal xenophobic: menghalangi umat
publik kemudian tidak terpotret oleh
kristen membangun gereja, bahkan
sebagian besar film-film bertemakan
merajam sesama muslim yang dinilai
Islam pasca Orde Baru. Semangat pem-
memiliki secabang dua ajaran melen-
baharuan tidak turut serta ke dalam
ceng, misalnya konflik Ahmadiyah yang
narasi film-film Islam box office itu.
meletus di Cikeusik tahun 2011 silam.
Ruang publik yang senantiasa konfirmatif terhadap Islam tak lagi strategis
untuk disentuh oleh narasi-narasi film
bertemakan Islam, tak ada lagi yang
dilawan dalam ruang publik tersebut,
sehingga film tentang agama kian berkisar di seputar romantika pribadi para
pemeluknya. Temuan ini terdengar
menarik karena seolah menandakan
bahwa orang semakin toleran, mereka tak lagi pusing memikirkan agama
orang lain. Agama kemudian menjadi
urusan yang pribadi antara hamba dan
tuhan. Namun, menyusutnya narasi
film bertemakan Islam ke ruang-ruang
semacam itu ternyata bukanlah affirmasi atas berkembangnya toleransi beragama, melainkan menjadi sebentuk
wujud pengabaian atas ruang sosial
yang bukannya semakin tenang dan toleran, tapi tetap saja bergolak disebabkan oleh aplikasi-aplikasi agama yang
38
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Nurman Hakim
Sebagai
pembuat
film,
Nurman
Hakim kalah tenar dibanding istrinya,
Nan Achnas, yang membuat film-filmarthouse yang juga dikenal baik oleh publik
macam Kuldesak (1997), Pasir Berbisik
(2000), dan The Photograph. (2007)
Nurman baru membuat film pertamanya tahun 2008, sebuah cerita comingof-age yang berlangsung di pesantren
yang diberi judul 3 Doa 3 Cinta (2008).
Tiga melambangkan jumlah karakter
utama: Huda (Nicholas Saputra), anak
pesan- tren ganteng yang senantiasa mencari tahu dimana rimba ibunya
yang menitipkannya di Pesantren lalu
pergi tak berbekas sebelas tahun yang
lalu. Dari pesantren kecilnya di pinggir
Yogyakarta, Huda mendamba Jakarta.
Di sanalah konon ibunya pergi mengembara mencari nafkah. Setiap receh yang
dikumpulkannya ditabung untuk suatu
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
saat digunakan sebagai ongkos pergi me-
ap pasar malam, Rian mengunjungi Pak
nelusuri kerlipan misterius Jakarta di
Toha, projeksionis layar tancap dimana
dalam kepalanya. Saat kegelisahannya
ia bertanya segala sesuatu tentang me-
memuncak, ia bertemu penyanyi dang-
kansime sinema, cara pengambilan dan
dut keliling Dona Satelit (Dian Sastro-
penayangan gambar-gambar berge- rak.
wardoyo) yang orkesnya bermarkas di Ja-
Rian adalah anak pesantren yang cerita
karta. Membongkar tabungannya, Huda
pahit keluarganya dilampiaskan lewat
memohon bantuan Dona untuk mencar-
kecintaan lainnya pada sinema. Selain
ikan lokasi ibunya, agar suatu saat bisa ia
Rian, adapula Syahid (Yoga Bagus),
susul. Cerita segitiga antara Huda, Dona,
teman mereka yang ditinggal mati ibu-
dan ibu Huda membentuk semacam do-
nya dan sekarang bapaknya terkapar di
ngeng psikoanalisa yang malu-malu. Ada
ranjang rumah sakit. Sakit tambah pa-
sosok ibu yang ditempiaskan Nurman di
rah, namun tak bisa dibawa pulang se-
wajah Dona, ada raut harap-harap malu
bab keluarga Syahid tak sanggup mene-
pada tatapan Huda, bahwa Dona ada-
bus biaya rumah sakitnya, utang rumah
lah perempuan yang pantas ia berikan
sakit saja yang terus menumpuk. Syahid
afeksi sebagai respon terhadap afeksinya
adalah orang yang sangat terganggu
yang tak terlampiaskan pada sosok ibu.
dengan keberadaan Amerika, ia percaya
Sementara Huda kehilangan ibu,
Rian (Yoga Pratama) adalah sosok yang
kelebihan ibu. Ia menerima hadiah sebuah handycam mini dari ibunya berkat usaha studio foto warisan mendiang ayah mereka yang lumayan sukses.
Suatu hari ibunya datang membawa
lelaki baru yang akan ia nikahi. Dalam
ketidaksepakatannya, Rian tak punya
cara lain selain bermain dengan kameranya: merekam, bahkan mengintip anak
dara kiai yang tengah menanggalkan jilbab. Rian akhirnya memilih untuk me-
bahwa Amerika mewakili Yahudi kafir
dan harus diperangi, perang melawan
Yahudi memungkinkan Syahid untuk
mati syahid, mati di jalan tuhan yang
akan diganjar langsung dengan surga.
Jikalau Huda bertungkus-lumus dengan
polemik kekurangan ibu dan Rian berjuang melawan sindrom keberlebihan
ibu, maka pola pikir syahid lebih dekat
dengan
kelompok
pemegang
teguh
teori konspirasi, yang membimbingnya untuk selangkah lebih dekat dekat
dengan kelompok Islam garis keras.
nyingkirkan gambar ibu dari kepalanya
Bekal besar Nurman Hakim dalam 3
dan memfokuskan diri pada kemung-
Doa 3 Cinta (2008) adalah jukstaposi-
kinan masa depan yang bisa ia raih den-
si, baik gambar, suara, dan penempatan
gan kamera kecilnya sebagai bekal. Seti-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
39
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
karakter. Film dibuka dengan para kiai
rangka menuding bahwa segala ke-
mengaji Jawa, sebuah tradisi khas yang
sengsaraan umat sebenarnya lebih dise-
hanya dilakukan oleh madrasah-madra-
babkan oleh konspirasi yahudi dan na-
sah Islam di pulau Jawa dimana Kiai
srani ketimbang kelemotan umat Islam
membacakan ayat Al-quran atau hadis
sendiri. Sanggahan Pak Kiai kemudian
sepenggal-sepenggal lalu mengartikan-
dibenturkan pada scene selanjutnya,
nya ke dalam bahasa Jawa. Ayat yang
ketika Syahid digambarkan tengah a-
dibacakan oleh sang Kiai adalah ayat
syik mendengarkan radio yang membe-
“Takkan puas kaum yahudi dan nasrani
ritakan perjuangan HAMAS di Palestina.
sebelum kamu menjadi salah satu dari
mereka,” yang lalu kemudian disanggah
sendiri oleh sang kiai, “Tapi bukan berarti umat islam harus memusuhi mereka.” Dua wejangan yang dijukstaposisikan satu sama lain membuat adegan
film menjadi sangat efektif. Jukstaposisi
pertama adalah cara mengaji Islam Jawa
yang merayakan Islam sebagai agama
yang menyatu dengan budaya nusantara, sebentuk sanggahan cerdas pada
narasi-narasi film mainstream pasca
Soeharto (seperti Ayat-Ayat Cinta dan
Ketika Cinta Bertasbih). Dalam 3 Doa
3 Cinta (2008), Islam Indonesia adalah
Islam yang lain, Islam yang didukung
oleh kekuatan budaya tersendiri, yang
Jukstaposisi ini memaksa Islam keluar dari relung nyaman layaknya yang
mereka nikmati dalam film macam AyatAyat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih.
Ruangan musholla dan asrama santri
yang membuka film ternyata tidak steril
dari kondisi-kondisi sosial yang membentuk dirinya. Bahwa ternyata, ritual
vertikal tidak berada diluar muamalah
melainkan berada di dalamnya. Jukstaposisi di awal film kemudian mengawali
bentuk-bentuk lain yang serupa yang
tersebar di sekujur tubuh film. Berikutnya, wacana Syahid untuk mati syahid di
jalan tuhan ditabrakkan dengan adegan
mengintip anak perempuan pak Kiai.
ayat-ayat Alqurannya tidak pernah steril
Ada pula satu adegan latihan qasi-
dari pembacaan berdasar bekal kultural
dah dimana ternyata sang pelatih ada-
masing-masing penafsir. Ketika ayat di
lah seorang gay. 3 Doa 3 Cinta (2008)
atas dibacakan, ada sanggahan dari sang
berhasil untuk mengangkat isu gay dan
kiai yang mengisyaratkan bahwa ayat
kepesantrenan tanpa mengerangkeng-
ini adalah yang paling ramai disalahgu-
nya ke dalam stereotip. Bahwa orang-
nakan oleh kaum teroris. Ayat ini me-
orang semacam itu ada dan film tidak
mang paling ramai digunakan oleh para
berurusan dengan simpati atau anti-
penceramah agama di Indonesia dalam
pati, melainkan berusaha memotret
40
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
kondisinya sedetil mungkin. Dalam diri
munafik seperti film-film bertemakan
pelatih qasidah yang gay ini, duduk ber-
Islam lainnya pasca Orde Baru: bahwa
sampingan nilai-nilai yang tidak per-
ada fenomena sosial yang melingkupi
nah berani dipotret oleh-oleh film Islam
Islam yang membuatnya tidak pernah
manapun di Indonesia sejak Titian Se-
mewujud sebagai agama yang steril dari
rambut Dibelah Tujuh (1982). Dalam
campur tangan budaya. Islam di Indo-
diri Kang Pelatih Qasidah, relijiusitas
nesia berurusan dengan banyak sekali
pesantren, orientasi seksual, dan obsesi
faktor sehingga kesepakatan-kesepa-
asmaranya terhadap tokoh Zaki kemba-
katan relijius yang sejatinya disepakati
li dijukstaposisikan dengan sempurna.
di Tanah Arab harus ditinjau kembali
Asrul Sani pernah memotret isu ini
sebelum ia diterapkan di Nusantara.
sekelebat dalam filmnya. Titian Seram-
Berikutnya, menarik untuk mem-
but Dibelah Tujuh yang ditulis oleh Asrul
bandingkan bagaimana ibadah vertikal
menceritakan seorang guru yang datang
dipotret dalam film-film Islam pasca
ke desa untuk mengajar ilmu-ilmu agama
Orde Baru dan bagaimana potretan 3
dan sosial dasar. Ternyata desa yang di-
Doa 3 Cinta (2008). Di awal film Ayat-
datanginya dipimpin oleh seorang kepala
Ayat Cinta, ada adegan shalat dima-
desa yang tak lagi sayang dengan istrin-
na kamera hanya berkonsentrasi pada
ya, kini ia lebih banyak bermain dengan
mata tokoh Fahri, bagaimana ia memu-
seorang lelaki “piaraan.” Namun, alih-
satkan pikiran pada tuhannya dan pada
alih membuat protagonisnya berkonsen-
target-target hidupnya untuk sempurna.
trasi pada orientasi seksual macam ini,
Dalam shalat, kekuatan sosial tiba-ti-
Titian Serambut Dibelah Tujuh justru
ba sirna menyisakan Fahri berdua saja
memilih untuk menganalisa kondisi so-
dengan tuhannya. Memang terdengar
sial masyarakat secara keseluruhan den-
puitis, tapi apakah itu yang benar-be-
gan memotretnya satu-persatu, LGBT
nar terjadi? 3 Doa 3 Cinta (2008), di
hanya termasuk salah satu di dalamnya.
sisi lain, memotret banyak sekali faktor
Dalam memotret, Titian Serambut Di-
yang mempengaruhi ibadah seseorang.
belah Tujuh juga mengandalkan teknik
Ada sebuah adegan shalat di-mana seo-
jukstaposisi dan menyerahkan urusan
rang santri berzikir sambil colak-colek,
berempati
sepenuh-
ada adegan shalat shubuh di mana seo-
nya pada penonton. Dalam 3 Doa 3 Cin-
rang santri yang mengantuk tak bisa
ta (2008), jukstaposisi praktek-praktek
bangkit dari sujudnya. Film ini bahkan
tersebut kemudian bertemu hanya dalam
sampai menyentuh adegan seksual yang
dan berantipati
satu karakter. 3 Doa 3 Cinta (2008) tidak
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
41
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
dilakukan kiai yang adegannya tepat di-
satu-satunya faktor yang membentuk
tempatkan setelah sang kiai memimpin
pribadi protagonisnya, seorang mus-
shalat di shot sebelumnya. 3 Doa 3 Cinta
lim bukanlah seorang yang hitam putih.
(2008) tidak pernah ingkar bahwa ibadah vertikal, seberapapun pentingnya,
tetaplah hanya merupakan salah satu
Ibu dan Konsep Rumah
mata rantai kecil dalam keseluruhan
Dalam 3 Doa 3 Cinta (2008), sosok
sirkulasi hidup penganut agama, yang
Ibu sangat penting bagi ketiga karak-
sangat dipengaruhi dan mempengaruhi
ternya. Huda adalah seorang santri
faktor-faktor
Disandingkan
pencari ibu, Rian selalu bergulat de-
dengan potret-potret ibadah ritualis-
ngan ibunya yang sangat getol mencari
tik dalam 3 Doa 3 Cinta (2008), Ayat-
pengganti sosok ayahnya, sementara
Ayat Cinta menjadi terkesan pengecut
Syahid yang tanpa ibu cenderung lebih
dengan lari berlindung ke dalam Islam
dekat pada kekerasan agama. Ibu ada-
personal yang egois dan reduksionis-
lah tanah lahir muasal se-tiap karakter
tik. Pasalnya, Ayat-Ayat Cinta (Dan
dalam film. Namun, terdapat perbedaan
film-film Islam di Indonesia pasca Orde
bentuk hubungan antara konsep “Ibu”
Baru) pada umumnya berusaha mema-
yang digeluti oleh Huda dan Ryan ser-
sukkan paksa muamalah ke dalam ling-
ta Syahid. Bagi Huda dan Ryan, sosok
kup ibadah vertikal, sementara 3 Doa 3
ibu adalah tanah muasal yang terus-me-
Cinta (2008) dengan kritis menyatakan
nerus dinegosiasikan dan menjadi tu-
bahwa justru ibadah vertikallah yang
juan. Huda bernegesosiasi tanpa henti
sebenarnya, secara alamiah, berada da-
dengan imej tentang ibunya, paham bet-
lam lingkaran konsep muamalah. Se-
ul bahwa ia harus kembali pada ibunya
seorang yang beriman, menurut 3 Doa 3
meskipun tak tahu benar dimana ia be-
Cinta (2008), tak bisa dipungkiri bahwa
rada. Lewat tokoh Dona Satelit, pergu-
mereka tak jauh dari kegemaran terha-
latan Huda untuk mendefinisikan dan
dap James Bond, kegemaran menonton
bergerak ke arah ibunya menjadi kon-
konser dangdut erotis, pengalaman naik
kret. Yang dicari oleh Huda adalah Ru-
kuda-kuda di pasar malam, menonton
mah, atau meminjam istilah Hobsbawm,
film horor, dan lain sebagainya. In-
heimat. Heimat dapat diartikan sebagai
teraksi antara agama dan persinggun-
rumah dimana seseorang seharusnya
gan-persinggungan inilah yang kemudi-
tinggal dan kembali setiap kali pergi.
an membentuk pribadi seseorang. Islam
Yang membedakannya dengan konsep
tidak secara gegabah dipandang sebagai
rumah (home) adalah bahwa home me-
42
lainnya.
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
rupakan ruang homogen dan stabil yang
di Arab?” atau “Romo tidak selalu be-
sudah selesai dari segala macam negosia-
nar,” dan lain sebagainya. Dalam film
si, sementara heimat adalah rumah yang
tentang Islam pasca-Soeharto pada
harus dan akan terus menerus dinegosi-
umumnya, ruang publik bernafaskan
asikan. Konsep ibu sebagai heimat-lah
Islam dibangun dengan mengeksklu-
yang membuat narasi 3 Doa 3 Cinta
si kelompok-kelompok liyan (frem-
berjalan. Semesta huda dipenuhi oleh
de, dalam bahasa Hobsbawm). Dalam
kerinduan akan ibunya, segala macam
Ayat-Ayat Cinta, pernikahan antara
piranti naratif lain hadir sebagai kenda-
Maria dan Fahri menjadi mungkin dan
raan Huda menuju ibunya. Semesta Ryan
barokah karena Maria pada akhirnya
pun setali tiga uang, negosiasi dengan ibu
masuk Islam. Atributnya sebagai seo-
dan rumah dimulai ketika sang ibu me-
rang koptik ditanggalkan, menghapus
ngiriminya handycam yang sudah lama
pangkat-pangkat liyan dan kemudian
diidam-idamkannya.
sang
menjadi Islam. 3 Doa 3 Cinta (2008)
Ibu menyimpan maksud terselubung,
menghindarkan diri dari tindak eksklu-
ia menggunakan handycam itu untuk
si kelompok manapun. Bahwa gay dan
mempermulus
mendapatkan
lesbian dilarang dalam Islam dan tabu
restu Ryan untuk menikah lagi. Ryan
dalam kehidupan pesantren, tak dapat
pun bernegosiasi, ia tak rela sang ibu
dipungkiri. Namun tak dapat dipungki-
menikah lagi, tapi juga tak mau mem-
ri pula bahwa keberadaan orang-orang
berikan handycam itu kembali. Ryan
semacam itu tak dapat dihapus dan
lari dari “kenyataan” dengan sering-se-
sudut pandang Islam bukanlah satu-sa-
ring mengunjungi Pak Toha, seorang juru
tunya sudut pandang yang boleh men-
proyektor di layar tancap Pasar Malam.
justifikasi posisi sosial mereka. Seorang
Ternyata,
dirinya
Konsep Rumah dalam 3 Doa 3 Cinta (2008) tidak lantas berhenti di Ibu,
ia juga berusaha menampilkan kondisi
sosial sekitar pesantren sebagai heimat
yang terus menerus dinegosiasikan lewat
jukstaposisi sebagai metode utamanya.
Pelatih Qasidah yang gay akhirnya diusir
seperti Dona Satelit akan dipandang sebagai yang liyan sebab ia tak menjalankan syariat agama (membuka aurat dan
bergoyang seronok), tapi ia kemudian
tidak disentuh oleh doktrin-doktrin
agama, apalagi dieksklusi dari ruang
heimat yang cair dan terus bergerak.
dari pesantren tapi tentu saja tidak diusir
3 Doa 3 Cinta berhasil sebagai salah
dari masyarakat. Beberepa sindiran juga
satu film tentang Islam yang paling kri-
secara verbal dilontarkan lewat dialog,
tis dan relevan pada era pasca-Seoharto
“Sholat gak perlu kayak gitu, emangnya
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
43
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
karena alih-alih mengambil jalur mu-
FUI (Forum Umat Islam) berperan
nafik dengan mengatakan bahwa Islam
besar dalam mengampanyekan ruang
adalah satu-satunya tipe ruang publik
publik berbasis hukum Islam di Indo-
relevan di negara multikultur dan multi-
nesia. Mereka bahkan tak segan-segan
agama seperti Indonesia, ia memilih un-
melakukan kekerasan bilamana tuntu-
tuk memotret ruang publik muslim se-
tan mereka tidak digubris pemerintah.
bagai hanya salah satu dari ruang publik
Ada dua sumber yang kerap digunakan
yang mungkin dan sah untuk diejawan-
oleh kelompok semacam FPI dan FUI
tahkan. Pun pada penutupnya, 3 Doa
untuk mengesahkan kekerasan yang
3 Cinta (2008) tetap mengakui bahwa
mereka lakukan. Pertama, butir perta-
cerita-cerita seperti yang dialami Huda
ma dalam Pancasila (Lima butir pokok
sangat mungkin terjadi: seorang yang
ideologi negara) yang berbunyi “Ketu-
terhalang untuk kembali ke heimat-nya
hanan yang Maha Esa,” menurut mer-
(karena satu dan lain alasan) memilih
eka, penyelenggaraan negara di Indo-
kembali ke pesantren dan melanjutkan
nesia tidak boleh berjalan bertentangan
tampuk kepesentranan, melanjutkan
dengan apa yang telah digariskan tuhan,
supremasi ruang publik Islam di dalam
di mata mereka, Islam. Kedua, mereka
dan di sekitar madrasah. Sebuah pe-
mengutip salah satu dalil yang berasal
simisme? Mungkin saja. 3 Doa 3 Cin-
dari perkataan Nabi Muhammad yang
ta (2008) juga memotret tarik-mena-
sekurang-kurangnya berbunyi, “Bila kau
rik tensi dalam interaksi antara ru-ang
melihat kemungkaran, maka ubahlah
publik Islam dan ruang publik lain serta
dengan tanganmu. Bila tak bisa, ubahlah
alih-alih mempopulerkan doktrin-isa-
dengan lisanmu. Bila tak bisa pula,
si ayat yang diikuti “cocoklogi,” ia
ubahlah dengan hatimu, niscaya itulah
menampilkan dengan cermat implika-
selemah-lemahnya iman.” Pada bulan
si-implikasi dari kenyataan bahwa a-
puasa contohnya, ormas semacam FPI
gama adalah praktek sosial yang inheren.
dan FUI menganggap bahwa warung
makan yang buka pada siang hari ada-
Islam Impor dan Islam
lah kemungkaran dan tidak sejalan den-
Lokal
sehingga harus ditindak. Cara menin-
gan yang digariskan oleh yang kuasa
Dinamika islam di ruang publik se-
dak yang paling besar keutamaannya
jak 3 Doa 3 Cinta (2008) bergerak sa-
adalah lewat “tangan”: dengan datang
ngat cepat, kelompok kepentingan se-
langsung ke warung dan menyeru pemi-
perti FPI (Front Pembela Islam) dan
lik warung untuk tutup, bila terjadi
44
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
adu mulut, sangat sering mereka respon
sering dilakukan oleh nabi Muhammad,
de-ngan kekerasan fisik. Promosi ke-
seperti memelihara janggut dan menyu-
kerasan di ruang publik telah membawa
ap makanan dengan tiga jari, berbagi
terorisme bergeser menjadi setingkat
makanan di baki. Khalifah adalah film
lebih menakutkan. Seri bom bali tentu
yang menyoroti kedua permasalahan ini.
masih segar bagi publik antarbangsa, teror semacam bom bali adalah kekerasan
yang dilakukan secara gerilya dan “hanya”
menampilkan
hasil
kekerasan
tersebut sembari menyembunyikan prosesnya. namun dalam kasus FPI dan
FUI, tidak hanya mendemonstrasikan
kekerasan, mereka juga terang-terangan mempromosikan tafsir-tafsir ideologis untuk melegitimasi kekerasan
tersebut beserta arak-arakan prosesnya.
Khalifah dibuat dengan gaya minimalis, cat rumah terlihat tak disentuh
ulang, perabotan set seadanya, dan
kamera yang tidak segenit film-film
lainnya. Seorang perempuan bernama
Kha- lifah, dengan motivasi yang berpendar di antara keengganan untuk menikah dan perasaan bersalah karena tak
bisa membiayai ayahnya, akhirnya menerima lamaran Rasyid, seorang lelaki
taat yang direkomendasikan oleh kawan
Tidak hanya ideologi politik, anggo-
ayahnya. Rasyid adalah pedagang pro-
ta ormas semacam FPI dan FUI juga bi-
duk-produk Arab yang harus sering be-
asanya tampil dengan mengenakan jubah
pergian untuk berjaja sehingga jarang di
dan surban, mereka dipimpin oleh para
rumah. Karena ketaatan agama Rasyid,
Habib (cendekiawan agama yang diyakini
Khalifah yang tadinya tidak memakai jil-
adalah keturunan langsung Nabi Muham-
bab perlahan mengenakan jilbab. Tante
mad). Mereka berpakaian layaknya orang
Rita, bos Khalifah juga tak keberatan jika
arab, dan sedikit banyak menggunakan
ia datang bekerja memakai jilbab. Mas-
istilah sehari-hari dalam bahasa arab, se-
alah utamanya muncul ketika Kha- lifah
perti “Ukhti” (Saudari) dan Akhi (Sauda-
keguguran bayi pertamanya, dan Rasyid
ra). Dalam hal berpakaian, kebiasaan
menyalahkan semuanya pada Khalifah,
FPI dan FUI beririsan dengan gerakan
ia menuding bahwa cara berpakaian
muslim lain seperti Jamaah Tabligh. Ja-
Khalifah yang masih kurang tertutup
maah Tabligh adalah ormas muslim lain
menyebabkan kandungannya digugur-
yang meskipun tidak besentuhan den-
kan oleh Tuhan. Khalifah ak- hirnya
gan politik, tapi sangat-sangat konserva-
bercadar. Meskipun Tante Rita tampak
tif dalam mempertahankan adab-adab
berat hati, ia masih memberikan kesem-
ibadah islam klasik. Mereka melakukan
patan Khalifah untuk bekerja di salon
amalan-amalan bersifat tak wajib yang
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
45
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
dengan membuat hari-hari khusus yang
ternyata memakai cadar karena dulu
hanya boleh melayani pelanggan perem-
pernah tinggal di Arab, ia kedatangan
puan. Dalam definisi Rasyid, keimanan
tetangga baru yang akhirnya berang-
Khalifah naik drastis dari seorang pen-
kat menjadi TKI di Arab Saudi, bahkan,
ganut Islam setengah-setengah yang
musik yang digarap Djaduk Ferianto
tak mengenakan atribut relijius apapun
pun menggunakan notasi-notasi pa-
menjadi perempuan yang menganut Is-
dang pasir. Tampak sangat jelas usaha
lam secara keseluruhan karena cadarn-
Nurman Hakim untuk menunjukkan
ya yang sekarang rapat. Namun dalam
mana yang Arab dan mana yang Islam
definisi personalnya, Khalifah memakai
dan bagaimana keduanya harus berin-
atribut relijius tersebut lebih disebabkan
teraksi untuk menunjukkan Islam yang
karena suaminya dibandingkan taraf ke-
benar-benar agamis dan bukan sekedar
beragamaannya sendiri. Atribut relijius
copy-paste budaya luar. Kecenderungan
yang dikenakan oleh Khalifah, alih-alih
ini juga menampar keras para cendeki-
menjadi identitas yang kuasa merepre-
awan kolot anti-barat dengan dalih
sentasikan keimanannya, sebenarnya
bahwa barat adalah imperialisme bu-
adalah kuasa penjajahan atas tubuh dan
daya asing. Dalam Khalifah yang min-
kemerdekaan pribadinya. Lebih jauh
imalis, nyata, dan sederhana, budaya
lagi, ada pertanyaan penting yang dilon-
arab pun ternyata adalah imperialisme
tarkan oleh Khalifah: apakah benar bah-
budaya asing yang sama saja dampakn-
wa cadar adalah atribut relijius? Atau se-
ya bagi masyarakat nusantara. Bahkan
kedar kebiasaan kultur orang Arab yang
lebih licik sebab ia datang berbungkus
diserap membabi buta oleh orang Islam
topeng agama dan kebaikan tuhani.
di Indonesia? Dari situ, Khalifah berhipotesis bahwa ada gap yang tak bisa
dibedakan oleh umat Islam di Indonesia
dewasa ini, yakni gap antara islam sebagai “agama murni” dan Islam sebagai
“budaya impor yang dibaca sebagai agama.” Untuk memper tajam pertanyaan
itu, sebagian besar atribut sinematik dalam Khalifah dibuat berhubungan dengan budaya arab. Rasyid adalah penjaja
produk-produk Arab, Khalifah berkenalan dengan seorang pemakai cadar yang
46
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Setelah mencapai derajat keimanan
yang benar-benar diinginkan oleh Rasyid, Khalifah mengalami masalah baru.
Dirinya yang sama sekali tidak punya
alasan lain mengenakan cadar – selain
karena suaminya – mulai mengalami
perlakuan kasar dari orang-orang di sekelilingnya. Ia dituduh teroris. Interaksi
yang terjadi antara Khalifah dan orangorang yang menuduhnya tero- ris terbilang unik. Dalam adegan-adegan terse-
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
Makbul Mubarak
but, Khalifah dipotret seperti korban,
paikan maksud konsep yang diusung
bahwa ia yang tak tahu apa-apa harus
oleh Nurman Hakim, dimana Islam ada-
menghadapi segala macam stereotip han-
lah praktek yang tidak pernah homogen,
ya karena atribut relijiusnya. Tapi di balik
selalu ada berbagai model Islam yang
itu, penting diperhatikan bahwa Khalifah
alih-alih musti ditabrakkan, justru di-
disetir oleh orang lain. Alih-alih sebagai
dampingkan saja olehnya untuk kemu-
korban, sadar atau tidak, Khalifah sebe-
dian dilihat sendiri oleh penonton. Kha-
narnya adalah medium konservatisme itu
lifah adalah percobaan selanjutnya yang,
sendiri. Ada semacam hubungan segitiga
melanjutkan 3 Doa 3 Cinta (2008), ber-
antara Khalifah, Rasyid, dan orang-orang
fungsi sebagai model sistem sosial yang
lain di sekitar mereka. Dan Khalifah se-
telah diselinapi oleh pengaruh Islam.
bagai medium, ironisnya, adalah orang
yang paling tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Pada adegan
ketika pertama kali ia mengenakan cadar, sudut pandang Khalifah ditampilkan
lewat teknik kamera POV beserta suara
desah nafasnya yang tidak nyaman, asing
dengan apa yang baru saja dilakukannya.
Posisi pemeluk agama sedang dipermainkan oleh konsumsi yang membabi buta
terhadap produk-produk budaya arab.
Meski demikian, Khalifah juga tidak
sentosa dari stereotip. Pada tokoh Rasyid dapat kita amati berbagai atribut yang
ditempel-tempelkan saja demi melengkapi karikatur para aktivis garis keras,
motif ekonomi, dan ekspresi politik mereka. Rasyid seolah-olah adalah agen Islam Arab yang sempurna yang kemudian
dihitam-putihkan dengan Khalifah sang
protagonis. Di tengah konsentrasinya yang begitu detil pada jukstaposisi
Seperti 3 Doa 3 Cinta (2008), Nurman
adegan dan sekuen, Khalifah justru lu-
Hakim tak pernah menunjukkan telun-
put dalam memperhatikan jukstaposi-
juknya pada sesuatu secara langsung un-
si dalam karakter-karakter utamanya.
tuk menyampaikan maksud, melainkan
menggunakan metode jukstaposisi. Selain musik arab yang terus-terusan mengiringi drama bersetting lokal, cadar
juga didamping-dampingkan dengan salon, tempat dimana orang mesti membuka aurat untuk menerima pelayanan,
yang standar maupun yang plus-plus.
Dari metode jukstaposisi ini, tersam-
Dalam rumah tangga Rasyid dan
Khalifah dapat kita jumpai hubungan
kuasa (power relation) dimana budaya
Arab berkuasa atas budaya pribumi
tanpa bisa dibantah oleh sang pribumi
sebab budaya arab ditempelkan senantiasa dengan agama. Bahwa minyak
angin Arab disarankan Rasyid pada
Khalifah yang sakit perut, bahwa per-
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
47
Makbul Mubarak
Muslim Sosial Dalam Dua Film
Nurman Hakim
madani bergambarkan Ka’bah dipajang
adalah cara berfikir dan cara melihat,
di dinding rumah, dan lain sebagainya.
dan itu su-dah berhasil diterapkan Nur-
Ini tentu lebih laten dari kenangan kolo-
man hingga ke level bahasa sinemanya.
nial Belanda dan Jepang sebagai wujud
budaya asing yang berembrio pada motif ekonomi, yang pengamatan atasnya
senantiasa ditinjau pada level Repressive State Apparatus (setidaknya seperti yang dibangun dalam wacana se-jarah
Indonesia). Khalifah menjadi semesta
kecil dimana Islam, ketika ia tak dapat
dipisahkan dari latar kebudayaannya,
berpotensi menjadi budaya baru dan
sama sekali lain. Khalifah menyentakkan kita akan fakta bahwa budaya arab
di Indonesia telah sebegitu luasnya dilanggengkan oleh motif-motif agama.
Pada akhirnya kedua macam budaya
yang masuk ke Indonesia sejak era kolonialisme ini berujung pada penguasaan
ruang publik. Kolonialisme memang
bukan obyek teropong Nurman Hakim,
ia lebih memilih untuk mengamati gencarnya invasi Islam berbau arab terhadap ruang publik yang dilancarkan pada
era mutakhir ini, tidak jarang lewat
kekerasan yang didalangi oleh ideologi-ideologi komunitarian, sebuah penolakan atas metode jukstaposisi berfikir. Lewat sinema, Nurman Ha-kim
mengingatkan kita kembali pada kemungkinan
jukstaposisi
itu,
pada
ke- mungkinan kembali kepada kebhinekaan tanpa harus lewat tangan-tangan letoy pemerintah: kebhinekaan
48
VOL. V, NO.01 , MARET 2013
Akhirnya, izinkan saya memberi
pause pada diskusi ini dengan sebuah
ujaran Yasmin Ahmad: kita bisa menjadi
benar tanpa harus menjadi satu-satunya.
Praktik Islam di Indonesia, seperti apapun bentuknya, bisa saja menjadi benar,
tapi tidak mungkin menjadi satu-satunya. Nurman Hakim memotret itu dalam
jukstaposisi yang sebenarnya adalah
hakikat sinema: montase yang sudahlah
itu intellectual montage, montage of
attraction, atau apapunlah nama-nama
yang dari Eropa itu. Yang jelas, film-film
Nurman memberikan kita, lewat bahasa
sinema, semacam sentakan listrik dalam pikiran, a shock of thought tentang
kondisi yang mengitari kita sendiri.