TUGAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA PENGAR

TUGAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PENGARUSTAMAAN NILAI-NILAI HAK ASASI MANUSIA INTERNATIONAL DALAM
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA NASIONAL

DISUSUN OLEH :
NINDYA ANGGARA TRICAHYO
DWI AYYUB PRIATAMA PERKASA

(8111416352)
(8111416356)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulilah atas berkat rahmat Allah SWT Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyanyang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta

inyah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
ini tentang pengarustamaan nilai-nilai hak asasi manusia international dalam
kitab hukum pidana nasional. Makalah ini telah kami susun semaksimal
mungkin dan mendapat referensi dari

berbagai media sehingga dapat

memperlancar dan memudahkan dalam proses pembuatan makalah kami ini.
Untuk itu kami meyampaikan banyak berterima kasih kepada pihak-pihak yang
sudah memberikan ilmu kepada kami demi sempurnanya hasil karya makalah
kami.
Terlepas dari semua ini, kami meyadari sepunhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat ataupun dari tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah kami.
Akhir kata kami berharap semoga makalah kami ini dapat menjadi
manfaat bagi masyarakat secara umum dan dapat menjadi inspirasi bagi pihak
manapun, karena pada dasarnya tujuan kami menyusun makalah ini adalah
untuk memberika informasi kepada masyarakat terkait dengan tema makalah
kami.


Semarang, 12 Oktober 2017

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................i
Daftar Isi...................................................................................ii
Daftar Tabel.............................................................................iii
Daftar Kasus............................................................................iv
Bab 1 Pendahuluan..................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................3
C. Metode Penulisan....................................................3
Bab 2 Pembahasan.....................................................................4
A. Sub Pembahasan 1...................................................4
B. Sub Pembahasan 2...................................................9
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan.............................................................15

Daftar Pustaka...........................................................................16

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang.
Hak asasi manusia atau yang biasa disebut dengan human right selalu
menjadi objek pembahasan yang menarik, karena akan banyak sekali sub-sub
bahasan yang akan lahir ketika kita membahas mengenai human right. Secara
kasat mata kita bisa lihat bahwa pelanggaran hak asasi manusia masih sering
terjadi, bukan hanya terjadi di negara kita Indonesia tetapi juga di dunia
international masih sering terjadi pelanggaran Ham yang masih terjadi dan itu
memilukan. Selama ini masalah mengenai pelanggaran Ham sudah menjadi
momok yang membuat emosi masyarakat dunia, para pelaku tidak segansegan merampas hak asasi manusia secara brutal.
Contoh kasus dalam pelanggaran Ham adalah seperti pemerkosaan,

pencabulan, penculikan, dan pembunuhan. Itu masih sebagian kecil kasus
pelanggaran Ham, masih banyak lagi kasus-kasus lain mengenai pelanggaran
ham yang terjadi di Indonesia dan juga terjadi di dunia international. Banyak
jenis-jenis sanksi yang sudah dikenakan kepada para pelaku pelanggaran ham,
tapi

mengapa

pelanggaran

ham

bukannya

berkurang

justru

semakin


bertambah dan menjadi-jadi. Dan lebih tidak manusiawinya lagi yang menjadi
korban dalam pelanggaran ham ini adalah anak kecil, yang seharusnya
mendapat perlindungan dari negara tempat mereka berdomisili. Alasannya
cuukup jelas karena anak-anak adalah aset penerus bangsa yang harus dijaga
dan dilindungi, bayangkan bila anak-anak banyak yang menjadi korban
pelanggaran ham yang menimbulkan efek gangguan psikologis dan jiwa atau
parahnya lagi menyebabkan anak tersebut kehilangan nyawanya, lantas siapa
yang meneruskan bangsa ini.
Dan akhir-akhir ini yang menjadi perbincangan di dunia international
adalah masalah atau kasus yang terjadi di Myanmar. Ya kasus mengenai etnis
rohingnya yang sudah tidak diterima lagi di Myanmar, kasus ini mencuri

perhatian dunia International. Betapa kejamnya perlakuan Myanmar terhadap
etnis rohingnya, mereka menelantarkan etnis rohingnya dan

1

memperlakukan secara tidak manusiawi.

Hal ini menarik perhatian penuh


dunia international, banyak aksi-aksi sosial untuk etnis rohingnya, walaupun
ada beberapa negara yang menolak untuk menampung etnis rohingnya
tersebut.
Inilah salah satu kasus pelanggaran Ham International yang cukup
meyedihkan. Hanya karena masalah agama Myanmar menelantarkan etnis
rohingnya dan membiarkan mereka hidup terombang-ambing di lautan dengan
bekal makanan seadanya dan dengan menaiki perahu yang kapan saja bisa
tenggelam dan tentu menenggelamkan mereka. Ham selalu dikaitkan dengan
kasus-kasus pidana, seperti pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain. Ratarata semua pelanggaran ham merupakan kasus tindak pidana. Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai

penerapan nilai hak asasi manusia international

dalam KUHP.
Akan ada pertanyaan mengenai apa itu nilai-nilai yang terkandung dalam
hak asasi manusia international. Hal yang membahas mengenai hak asasi
manusia sebenarnya ada 3 teori dalam penerapannya yaitu teori realitas, teori
relativisme, dan teori radikal universal. Teori realitas mendasari pandangannya
pada asumsi adanya sifat manusia yang menekankan self interest dan egoisme

dalam dunia seperti bertindak anarkis. Dalam situasi anarkis setiap manusia
saling mementingkan dirinya sendiri, sehingga menimbulkan tindakan yang
tidak manusiawi. Teori relativitas kultural berpandangan bahwa nilai-nilai moral
dan budaya bersifat particular. Kemudian teori radikal universal berpandangan
bahwa nilai-nilai Ham adalah bersifat universal dan tidak bisa dimodifikasikan
untuk menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu negara.
Dan yang menarik dari makalah kami ini adalah kami akan mencoba
melakukan

intervensi

untuk

menerapkan

nilai-nilai

hak

asasi


manusia

international

ke

dalam

kitab

undang-undang

hukum

pidana

nasional.

Sementara itu nilai-nilai hak asasi manusia international terdapat dalam

Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1948, perjanjian International
perihal hak asasi manusia dan bill of right, Magna charta dan lain-lain. Semua
itu berisi tentang nilai-nilai hak asasi manusia dalam dunia international. Nah
maka dari itu kami ingin mencoba menerapkan nilai-nilai tersebut dalam KUHP,
apakah bila menerapkan nilai-nilai hak asasi manusia ke dalam KUHP akan
cocok dan sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia.
Hal inilah yang menjadi latar belakang kami dalam pembuatan makalah
ini, dengan tujuan melakukan penelitian apakah nilai-nilai ham international
sesuai dengan KUHP.
2

Dan yang jelas tujuan utama kami adalah

memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai penerapan nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Nasional.
B. Rumusan Masalah
Setelah menjelaskan mengenai latar belakang kami mengenai pembuatan
makalah ini, maka dengan ini kami mengangkat dua rumusan masalah yaitu :

1. Aktualisasi Nilai Hak Asasi Manusia dalam KUHP.
2. Sistem hukum pidana Nasional.
2 rumusan masalah tersebutlah yang akan kami bahas melalui pembahasan
kami dalam makalah ini.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalh ini kami menggunakan metode penulisan yaitu
metode studi pustaka, yaitu itu metode yang digunakan untuk menunjang
penelitian kami dengan cara mencari informnasi yang dibutuhkan melalui
referensi-referensi yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan,
referensi dapat diperoleh dari dari buku-buku dan sumber internet yang
aktual dan terpercaya.

3

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Aktualisasi Nilai-Nilai Ham dalam KUHP
Nilai-nilai yang terkandung dalam ham ada berbagai macam, dan
tentu dalam nilai-nilai teresbut ada yang dijadikan sebagai pedoman
dalam berbagai bidang dan tidak menutup kemungkinan dalam bidang

hukum. Diawal ini kami akan menyampaikan mengenai beberapa
deklarasi tentang ham international. Deklarasi ham atau universal
independent of human right dicetuskan pada tanggal 10Desember 1948.
1

Deklarasi tersebut dilatarbelakangi oleh usainya perang dunia II dan

banyak negara-negara di Asia dan Afrika merdeka dan bergabung dalam
united Of Organization atau perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang
tujuan awalnya adalah untuk mencegah terjadinya perang dunia kembali.
Deklarasi Ham PBB terdiri dari 30 pasal, kami akan menyebutkan
beberapa pasalnya.
Pasal 1, seluruh umat manusia dilahirkan merdeka dan setara
dalam bermartabat dan hak. Mereka dikaruniai akal serta nurani dan
harus saling bergaul dalam semangat persaudaraan.

Pasal 2, setiap orang berahk atas semua hak dan kebebasan yang
dicanangkan dalam Deklarasi, tanpa pembedaan apapun seperti ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, opini politik atau opini lain,
kewarganegaraan atau asal-usul sosial, kekayaan, keturunan, dan status
lainnya. Selanjutnya tidak boleh ada pembedaan orang berdasarkan
status politik, yurisdiksional, atau international yang dimiliki negara
asalnya

yang

independen,

yang

berada

dibawah

pemerintahan

perwalian, atau yang berada dibawah pembatasan kedaulatan lainnya.
Pasal 3, setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan
keamanan pribadi. 3 pasal itu adalah pasal yang terdapat dalam
Deklarasi Ham PBB. Secara keseluruhan pasal dalam deklarasi Ham ada
30 pasal, dan seluruhnya berisi tentang hak-hak yang melekat pada
manusia.
1.

H. Muladi, Hak Asasi Manusia, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 86

4
2

Dalam deklarasi ham pbb tersebut setiap pasalnya mempunyai nilai-nilai

yang merujuk pada kesamaan hak-hak manusia. Seperti hak dalam kebebasan
beragam

seperti

kepercayaan

yang

dianutnya,

kebebasan

dalam

berkomunikasi dan lain sebagainya. Membicarakan perihal kasus pidana yang
sering terjadi akhir-akhir ini yaitu mengenai penganiayaan, dalam hal ini pada
pasal deklarasi Ham PBB tersebut pun membahasnya, terdapat dalam pasal 5
yang berbunyi bahwa tidak seorangpun dapat dikenai penganiayaan atau
perkelaian atau hukuman yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan
martabat. Sudah sangat jelas sekali bahwa dalam nilai-nilai yang terkandung
dalam hak asasi manusia international juga mendukung untuk terhindarnya
semua orang dari perlakuan penganiyaan. Tidak usah dibahas lebih lanjut,
secara logika kita tahu bahwa penganiayaam adalah perbuatan menyakiti
seseorang baik secara fisik maupun batiniah.
Bila ditelusuri lebih lanjut perbuatan menyakiti secara fisik seperti ini
sudah jelas merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia, orang

seharusnya terhindar dari aksi-aksi yang dapat membahayakan dirinya. Karena
efek dari perbuatan penganiayaan ini bagi korban adalah timbulnya rasa
trauma, rasa takut yang berlebihan bila bertemu orang lain, dan tentu yang
lebih parah lagi adalah adanya luka-luka yang akan timbul di sekujur tubuh.
Maka dari itu demi melindungi hak-hak orang untuk mendapat perlindungan
dari aksi penganiyaan maka dalam deklarasinya PBB menempatkan pasal 5
sebagai pasal dilarangnya seseorang mendapatkan penganiayaan. Alasan
mungkin sudah jelas karena akhir-akhir ini perbuatan penganiayaan sudah
sangat sering terjadi baik dalam dunia international maupun dinegara kita
Indonesia. Contoh nyata dalam dunia international adalah kasus rohingnya
serta kasus-kasus terorisme yang belakangan ini terjadi di negara eropa dan
Amerika.
Sudah

jelas

penganiayaan

bahwa

bahkan

kasus-kasus

menyebabkan

seperti

diatas

kematian.

Aksi

merupakan
terorisme

kasus
dengan

memlakukan pengeboman secara brutal, tanpa memikirkan apakah yang
menjadi sasaran mereka sudah tepat atau tidak. Dan yang terjadi adalah
bahwa dengan aksi brutal semacam itu akan membahayakan orang-orang
yang tidak bersalah, dan hal ini merupakan perbuatan pelanggaran ham yang
dampaknya sangat besar sekali, dan seperti yang kita ketahui bahwa terorisme
merupakan suatu tindak pidana. Dan lihat juga kasus rohingnya, kasus yang
akhir-akhir sudah menjadi perbincangan dalam dunia international. Etnis
rohingnya yang sudah ditolak di negara asalnya yaitu Myanmar. Mereka diusir
secara paksa dan harus pergi meninggalkan Myanmar.
2.

H. Muladi , Hak Asasi Manusia, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 90

5
3

Selama ini pembahasan yang berkaitan dengan hak asasi manusia

hanya sebatas sistem peradilan pidana saja, diaman sistem pidana tersebut
berada

dalam

kerangka

jaringan

sistem

peradilan

yang

sejatinya

mendayagunakan pidana (hukum pidana materiil, hukum pidana formil, dan
hukum pelaksanaan pidana). Hal ini perlu dikaji secara utuh mencakup
administrasi peradilan pidana yang memiliki daya jangkau yang lebih jauh lagi.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, hampir secara keseluruhan yang
mengenai pelanggaran hak asasi manusia selalu berkaitan dengan pidana.

Itulah mengapa kita harus mampu menerapkan sistem peradilan hukum
khusunya pidana dengan melibatkan nilai-nilai hak asasi manusia di dalamnya.
Tujuannya cukup jelas yakni untuk mencapai suatu putusan peradilan pidana
yang sifatnya terbuka, jujur, dan adil dengan tidak mengganggu hak asasi
siapapun terkait dengan putusan peradilan pidana pada suatu kasus.
4

Diskursus tentang hak asasi manusia dalam keberkaitannya dengan

sistem peradilan pidana dan administrasi peradilan pidana, akan selalu
membahas

mengenai

hubungan

antara

HAM,

Supremasi

hukum,

dan

demokrasi. Ham yang sifatnya individual dan politik, lebih menekankan kepada
betapa pentingnya pelanggaran Ham yang bersifat individual, dari penjelasan
ini sudah kami bahas dalam pembahasan sebelumnya, bahwa pelanggaran
Ham sebagian besar adalah pelanggaran yang bersifat individual dan
seharusnya dalam kasus-kasus yang bersifat individual semacam ini bisa
dicegah

dengan

mudah.

Tetapi

menurut

pengamatan

kami,

mengapa

pelanggaran Ham masih saja terus terjadi dikarenakan kurangnya asupan
pendidikan dan sikap mawas diri dari korban. Korban masih sering lengah dan
masih kurang menyadari bahwa hak yang mereka miliki bisa dicedarai oleh
orang lain kapanpun dan dimanapun.
Kemudian menurut referensi yang kami gunakan bahwasannya berbagai
asas, norma, dan standar yang relevan dengan administrasi peradilan pidana,
dikembangkan oleh PBB dengan bantuan NGO,s dan negara-negara anggota.
Disini bisa diasumsikan bahwa masalah mengenai hak asasi manusia bukanlah
masalah sepele bagi PBB. Banyak deklrasi international yang membahas
mengenai perlindungan hak asasi manusia atauyang biasa disebut dalam
bahasa Inggris Human Rights.

3.
4.

H. Muladi, Hak Asasi Manusia, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 99
H. Muladi, Hak Asasi Manusia, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 100

6

Kemudian mengenai pelanggaran hak asasi manusia ini tidak hanya
mendapat

sumbangan

respon

dari

segi

hukum

pidana

nasional

dan

international. Hukum international secara umum juga memberikan respon

mengenai pelanggran hak asasi manusia ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya
perubahan diri hukum international menjadi hukum international publik dan
pribadi atas neo-kolonialisme dan imperialisme. Dalam tujuannya membantu
keoentingan-kepentingan
international

negara-negara

mengeluarkan

banyak

dunia

deklrasi

ketiga

international

maka
tujuan

hukum
untuk

melindungi kepentingan negara dunia ketiga. Hal ini dinyatakan dalam seruan
sidang Umum PBB.
5

Selanjutnya

kami

membahas

inti

dari

rumusan

masalah,

ya

mensinkronisasikan nilai Ham international ke dalam KUHP, kami awali dari
sedikit pembahasan mengenai dunia Barat. Akhir-kahir ini terdapat suatu
penilaian dari dunia barat terhadap pemerintahan Indonesia yang dinilai tidak
konsekuen dalam melaksanakan hak asasi manusia. Penilaian dari dunia Barat
ini dilihat dari kaca mata sistem Ham yang berlaku di dunia barat yang kita
ketahui bersifat individualis dan liberal kapitalis, sehingga wajar saja jika dunia
barat menilai pemerintahan Indonesia dengan demikian.
Nah perbedaan antara negara barat dengan pemerintahan Indonesia
yang menyangkut hak asasi manusia berkisar pada pakah hak asasi manusia
itu bersifat universal artinya mencakup secara luas dan berlaku tanpa
terkecuali, apakah tidak memperhitungkan budaya yang ada pada masingmasing negara. Karena pada setiap negara pasti memiliki budaya dan adat
kebiasaan yang berbeda-beda. Sehingga tidak bisa disamakan kaitannya
dengan pelaksanaan Ham di seluruh negara di Dunia ini. Akan selalu berbeda
dalam pelaksanaan penegakan hak asasi manusia di setiap negara, karena
keadaan masyarakat di setiap negara tidak sama. Kesadaran akan pentingnya
Ham pun berbeda, apabila dalam tata pelaksanaan penegakkan ham di setiap
negara di samakan, maka yang terjadi adalah pelaksanaan penegakkan ham
tersebut tidak akan sempurna dan menuai hasil yang buruk di negara-negara
tertentu.
Oleh karena itu dunia barat tidak dapat memaksa pemerintahan
Indonesia untuk melakukan pelaksanna hak asasi manusia seperti yang mereka
inginkan atau seperti apa yang mereka jalankan. Karena keadaan masyarakat
Indonesia sangat jauh berbeda dengan masyarakat dunia luar.
5.

H. Muladi, Hak Asasi Manusia, PT Refika Aditama, 2009, hal 87

7

Untuk itu ada dalam misi melibatkan nilai-nilai hak asasi manusia
International ke dalam kitab Undang-undang hukum pidana Nasional akan ada
banyak cara. Terdapat berbagai instrumen mengenai hak asasi manusia baik
tingkat dunia maupun dalam tingkat nasional. Hak asasi manusia dalam tingkat
dunia adalah terdapat dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan BangsaBangsa yang dicetuskan pada tahu 1948, perjanjian international perihal hak
asasi manusia, Magna Charta dan lain-lain. Sementara itu perihal hak asasi
manusia nasional Indonesia tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan dalam
pasal-pasalnya masih bersifat parsial dan tersebar serta tidak rinci dan
mendetail. Namun demikian pemerintah Indonesia memiliki seperangkat
hukum yang mengatur mengenai hak asasi manusia yakni pada Ketetapan MPR
No XVII/MPR 1998, UU No. 39 Tahun 1999, Perpu No. 1 Tahun 1999 dan UU No.
26 Tahun 2000
6

Mengenai sinkronisasi nilai Ham International ke dalam KUHP ada 2 cara

yakni vertikal dan horizontal. Secara vertikal dilakuakn terhadap nilai-nilai hak
asasi manusia dunia dengan niali-nilai hak asasi manusia lokal. Sedangakan
yang

secara

horizontal

dilakukan

terhadap

perundang-undangan

yang

mempunyai derajat yang sama interprestasi yang digunakan secara gramatikal
dan sistematis. Sinkronisasi tersebut dilakukan terhadap komponen substansi
yaitu ketentuan-ketentuan atau niali berupa hak.
Secara umum bahwa jika melibatkan nilai-nilai hak asasi manusia
International ke dalam KUHP akan sulit dijalankan dan diterapkan. Alasannya
cukup jelas seperti pada pembahasan halaman sebelumnya, bahwa keadaan
masyarakat di setiap negara berebda-beda baik suku, adat, dan budaya.
Sehingga dalam pelaksanaan Ham tidak bisa disamakan. Mungkin ada
beberapa instrumen yang dapat disamakan, tetapi jelas tidak bisa disamakan
secara keseluruhan. Kuhp di Indonesia sudah diselaraskan dengan keadaan
masyarakat Indonesia sehingga hanya sedikit nilai-nilai hak asasi manusia
International yang dilibatkan. Dan juga dalam melakukan sinkronisasi dan
interprestasi tersebut letigimasi dan konsensus dari komponen bangsa untuk
merumuskan, menjabarkan, dan mengintgrasikan.

6.

H. Muladi, Hak Asasi Manusia, PT Refika Aditama, Bandung, 2009, hal 88

8
B.

Relasi Hukum Pidana Dengan HAM
Hakikat hukum pidana telah dikenal bersamaan dengan manusia mulai

mengenal hukum walaupun pada saat itu belum dikenal pembagian bidang –
bidang hukum dan sifatnya juga masih tidak tertulis. Adanya peraturan –
peraturan, adanya perbuatan – perbuatan yang tidak disukai oleh masyarakat,
adanya orang – orang yang melakukan perbuatan – perbuatan seperti itu, dan
adanya tindakan dari masyarakat terhadap pelaku dari perbuatan – perbuatan
sedemikian, merupakan awal lahirnya hukum pidana dalam masyarakatyang
bersangkutan. Munculnya kelompok – kelompok masyarakat yang lebih
terorganisasi dengan baik serta kelompok cendekia didalamnya, yang pada
akhirnya melahirkan negara, makin menegaskan adanya bidang hukum pidana
karena negara membutuhkan

hukum pidana di samping bidang – bidang

hukum lainnya.
Terdapat dua pandangan yang berbeda tentang tujuan dari keberadaan
hukum pidana. Menurut pandangan yang pertama, tujuan hukum pidana
adalah untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Merupakan suatu realitas
bahwa dalam masyarakat senantiasa ada kejahatan,sehingga diadakannya
hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat dari terjadinya kejahatan.
Menurut pandangan yang kedua, tujuan hukum pidana adalah
melindungi individu – individu dari kemungkinan kesewenangan penguasa.
Pandangan ini di dasarkan pada suatu titiktolak bahwa kekuasaan cenderung
disalahgunakan. Sehingga diadakannya hukum pidana justru membatasi
penguasa.
Dalam kaitannya dengan Hukum pidana itu langsung berhadapan dengan
hak asasi manusia. Hak asasi manusia yang tertinggi ialah hak untuk hidup,
hukum pidana mengenal pidana mati. Ada hak asasi untuk bebas bergerak,
hukum

pidana

mengenal

pidana

penjaradan

sistem

penahanan

yang

merampas kebebasan bergerak. Ada hak asasi untuk memiliki,ada pidana
perampasan.
Untuk menghilangkan pengenaan pidana yang semena-mena, karena
langsung menyentuh hak asasi manusia, diperkenalkan beberapa asas. Akibat
revolusi Perancis yang meletus karena pengenaan pidana semena-mena dan
tidak adil, maka muncul asas legalitas yang diperkenalkan oleh sarjana
Anselmus von Feuerbach yang bahasa latinnya : “Nullum delictum nulla poena
sine praevia legi poenali” (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa undangundang yang ada sebelumnya). Asas ini muncul di negara-negara Eropa
Kontinental, seperti Perancis dan Belanda, tercantum dalam Pasal 1 ayat (1)
Ned. WvS, dan kemudian Pasal 1 ayat (1) KUHP Indonesia.
7.

Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis, PT Raja Grafindo, 2013, hal 5

9

Rumus ini kemudian berkembang lagi yang lebih manusiawi, menjadi
“nullum crimen sine lege stricta” (tidak ada delik tanpa undang-undang yang
tegas sebelumnya). Hal ini berarti tidak cukup ada undang-undang sebelum
perbuatan, jika undang-undang itu rumusannya bersifat karet dapat ditafsirkan
bermacam-macam. Maksudnya : rumusan delik itu harus berupa definisi.
Demikianlah, sehingga jika dibaca dengan teliti rumusan delik dalam KUHP,
semuanya bersifat definisi. Delik pencurian misalnya (Pasal 362 KUHP)
berbunyi : “mengambil suatu barang (enig goed), seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud memilikinya dengan melawan hukum”.
Jadi, mencuri barang sendiri misalnya baju di tukang jahit dengan maksud tidak
membayar ongkos jahit, bukanlah pencurian.
Dalam hukum (pidana) Islam, dikenal juga asas legalitas. Kejahatan
dibagi tiga, yaitu hudud, quesas dan takzir. Hudud ialah kejahatan yang
tercantum dalam Al Qur’an yang diterapkan asas legalitas. Artinya tidak boleh
memakai analogi. Quesas ialah kejahatan terhadap badan yang tercantum juga
dalam Al Qur’an, yang dibolehkan secara terbatas analogi. Yang ketiga takzir
ialah hukum positif yang diciptakan oleh negara, dibolehkan penerapan
analogie.
Asas legalitas dalam hukum pidana materiel (KUHP) memakai istilah
perundang-undangan pidana (wettelijk strafbepaling). Jadi, seseorang dapat
dipidana berdasarkan undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan
daerah. (Di Nederland : undang-undang, dekrit raja dan peraturan kotapraja
(gemeente). Jadi, sesuai dengan asas legalitas ini, kanun di Aceh dibolehkan
mencantumkan aturan pidana. Cuma harus diingat, tidak boleh bertentangan
dengan asas-asas hukum pidana, misalnya adanya pidana di luar yang
tercantum di dalam KUHP, seperti pidana cambuk. Juga ancaman pidananya

mestinya hanya kurungan atau denda. Lain halnya asas legalitas dalam hukum
acara pidana (KUHAP), pelaksanaan acara pidana harus dengan undangundang, tidak boleh dengan PP atau PERDA. Tidak boleh orang ditangkap,
ditahan, dituntut dan diadili berdasarkan PERDA. Jadi, sama sekali kanun di
Aceh tidak boleh memuat aturan tentang penyidikan, penuntutan,
penangkapan penahanan dan seterusnya. Ketentuan Hukum Pidana yang
bersifat khusus, dapat tercipta karena:
Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam
masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan
pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai
Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat,
menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan
Hukum Pidana.
Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap
perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat,
sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap
memakan banyak waktu.Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap
perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya. Adanya
suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami
kesulitan dalam pembuktian.

10
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15
tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat
pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (lex
specialis derogat lex generalis). Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis,
harus memenuhi kriteria:
Bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum,
dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu UndangUndang.Bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang
khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas
pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang
khusus tersebut.
Hukum pidana itu langsung berhadaan dengan hak asasi manusia. Hak
asasi manusia yang tertinggi ialah hak untuk hidup hukuman pidana mengenal
pidana mati. Ada hak asasi untuk bebas bergerak hukum pidana mengenal
pidana penjara dan sistem penahanan yang merampas hak bergerak, ada hak
untuk memiliki ada pidana perampasan dan seterusnya. Untuk menghilangkan

pidana yang semena-mena karena langsung menyentuh HAM, diperkenalkan
beberapa asas akibat revolusi prancis yang meletus karena pengenaan pidana
yang semena-mena dan tidak adil, maka muncul asas legalitas yang
diperkenalkan oleh sarjana Anselmus von Feuerbach yang bahasa latinnya
“Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali” (tidak ada delik tidak
ada pidana tanpa undang-undang sebelumnya).
Hukum acara pidana sebagai pedoman bagi aparat penegak hukum
dalam proses peradilan lahir pada tangggal 31 desember 1981. Saat
masyarakat dan semua kalangan menyambutnya dengan suka cita karena
KUHAP dianggap sebagai karya agung yang menjunjung tinggi dan menjamin
perlindungan terhadap hak asasi manusia serta perlindungan terhadap harkat
dan martabat manusia sebagaimana layaknnya yang dimiliki suatu Negara
yang berdasarkan atas hukum . tentunya dengan lahirnya KUHAP banyak ekali
harapan yang timbul dari berbagai kalangan. Hak asasi manusia merupakan
keinsyafan terhadap harga diri, harkat dan martabat harkat dan martabat
kemanusiaaan yang menjadi kodrat sejak manusia lahir di muka bumi. Negara
Indonesia sebagai Negara hukum tidak ketinggalan dalam merumuskaan hak
asasi manusia kedalam peraturan perundang-undangannya, yang mana hal
tersebut dapat dilihat dalam konsideran aturan umum dan penjelasannya
terutama mengenai ketentuan agar petugas menjalankan hukum sekaligus
menjunjung hak asasi manusia.
KUHAP sebagai realisasi undang-undang pokok kekuasaan kahakiman
merumuskan aturannya dengan bersandar pada hak asasi manusia dalam
proses peradilan pidana seperti hak dari tindakan penuntutan, pembelaan
pemeriksaan pengadilan maupun perlakuan terhadap tersangka/terdakwa.
Adanya jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam
peraturan hukum acara pidana mempunyai arti yang sangat penting oleh
karena sebagian besar dari rangkaian proses acara pidana menjurus pada
pembatasan-pembatasan hak asasi manusia seperti penangkapan, penahan,
penggeladahan, penyitaan dan penghukuman ysng pada hakekatnya adalah
pembatasan HAM.
Di dalam KUHAP terdapat lima pilar penting yang perlu dikaji yakni:
11

Perlakuan sama di hadapan hukum
Asas ini mengandung arti bahwa setiap orang yang beruruusan dengan proses
peradilan pidana memiliki hak untuk diperlakukan sama tanpa ada perbedaan,
kaya atau miskin, pria wanita, hitam dan putih, normal ataupun tidak normal
dan lain sebagainya dan semua perbedaan tersebut tidak dapat mendasari
perbedaan dalam hal hak asasi manusia.

Penangkapan dan penahanan
Pasal 9 deklarasi HAM menentukan bahwa “tiada seorang pun yang boleh
ditangkap ditahan, atau dibuang secara sewenang-wenang”, ketentuan
tersebut sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam pasal 9 UU pokok
kekuasaan kehakiman bahwa tiada seorang pun yang dapat dikenakan
penangkapan penahanan,, penggeledahan dan penyitaan selain atas perintah
tertulis atas kekuasaan yang sah dalam hal yang menurut cara-cara yang
diatur dalam UU yang mana ketentuan tersebut dijabarkan kembali di dalam
KUHAP.
Asas praduga tak bersalah
Pada prinsipnya bahwa asas ini menekankan bahwa setiap orang berhak
dianggap tidak bersalah sebelum seseorang tersebut terbukti secara syah dan
meyakinkan atas kesalahan yang dilakukan yang sudah memiliki kekuatan
hukum yang tetap.
Hak memperoleh bantuan hukum
Terdapat beberapa alasan mengapa bantuan hukum ini perlu diberikan
kepada tersangka dan terdakwa yakni:
Alasan pertama, bahwa kedudukan pertama dan terdakwa tidak seimbang
dengan kedudukan aparat. Alasan kedua, tidak semua orang mengetahui
apalagi memahami seluk beluk aturan hukum yang rumit. Alas an ketiga, factor
kejiwaan dan actor psikologis yang dapat memengaruhi dalam hal
memperjuangkan hak-haknya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
pengadilan. Alasan keempat, bahwa hakim yang memberikan putusan adalah
manusia biasa demikian pula polisimaupun jaksa sehingga dalam hal ini
penasehat hukum diperlukan sebagai pihak pengontrol.
Hak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi
Hak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi ini sebenarnya mengandung dua asas
yakni hak warga Negara untuk memperoleh konpensasi dan rehabilitasi serta
kewajiban pejabat penegak hukum untuk mempertanggungjawabkan perilaku
selam proses pre-adjukasi dalam kedua asas juga terkandung dua prinsip
bahwa Negara dapat pula dimintai pert anggungjawaban atas segala timdakan
yang dilakukan terhadap warga negaranya.
Permasalahan hukum pidana terhadap HAM

12

Dalam penerapan hukuman bagi pelaku tindak pidana di Indonesia sering
dibenturkan oleh orang orang yang menolak penerapan hukum tersebut atas
dasar kemanusiaan. Sebagai contoh pelaksanaan salah satu hukuman pokok

dalam KUHP yaitu pidana mati. Dalam penerapan hukuman mati di Indonesia
masih terdapat pro dan kontra dimana kedua kelompok tersebut mempunyai
dasar hukum masing-masing.
Pandangan kelompok kontra berpendapat bahwa hukuman manusia tidak
manusiawi dan bukan merupakan hukum yang memperbaiki tingkah laku
seseorang. Kelompok ini berpendapat bahwa hak hidup adalah hal dasar yang
melekat pada diri setiap manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai
karunia tuhan YME, yang tidak boleh dirampas , diabaikan dan diganggu gugat
oleh siapapun. Hal itu tercantum dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
dan TAP MPR No. VXII/MPR/1998 tentang sikap dan pandangan bangsa
Indonesia mengenai hak-hak asasi manusia dan juga terangkat dalam
amandemen ke-2 UUD 1945 pasal 28 A yang menyatakan bahwa “setiap orang
berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Maka sebagai
hukum dasar tertinggi itu haruslah menjadi pedoman bagi segenap aturan
hukum di bawahnya. Disamping itu berdasarkan kovenan international hak-hak
sipil dan politik tentang hak untuk hidup menyatakan bahwa “ssetiap manusia
berhak untuk hidup dan mendapatkan oerlindungan hukum dan tiada yang
dapat mencabut hak itu”. Maka dengan demikian ukuman mati jelas-jelas
berentangan dengan konvenan international tersebut, yang seharusnya
diratifikasi oleh pemerintah Indonesia sebagai bentuk kewajiban Negara dalam
memberikan perlindungan dengan pemenuhan hak-hak asasi terhadap
segenap warga Negara sebagai mana telah diadopsi dalam pasal 28 A
Amandemen UUD 1945.
Bentuk-bentuk pemidanaan tidak terlepas dari tujuan pemidanaan, yaitu
pembalasan dan pencegahan. Yang dimaksudkan dengan pembalasan yaitu
pem berian hukuman yang seimbang dengan penderitaan korban, sementara
pencegahan dimaksudkan lebih pada agar orang lain jera dan tidak ingin
melakukan kejahatan. Bila hukuman mati bertujuan untuk pembalasan maupun
untuk pencegahan ternyata maksud dan tujuan itu tidaklah tercapai, dengan
melihat kenyataan semakin meningkatnya kasus-kasus pembunuhan dan
kasus-kasus narkoba. Artinya menurut kelompok ini tidak ada korelasi antara
hukuman mati dengan berkurangnya tingkat kejahatan.
JAMINAN HAM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA
Di Indonesia, pemahaman HAM sebagai nilai, konsep dan norma yang
hidup dan berkembang di masyarakat dapat ditelusuri melalui studi terhadap
sejarah perkembangan HAM yang dimulai dari zaman pergerakan hingga
sekarang, yaitu ketika amandemen terhadap UUD 1945 yang secara eksplisit
memuat pasal-pasal HAM. Seperti halnya konstitusi yang pernah berlaku di
Indonesia (Konstitusi RIS dan UUDS 1950), UUD 1945 amandemen juga
memuat pasal-pasal tentang HAM dalam kadar dan penekanan yang berbeda,
disusun secara kontekstual sejalan dengan suasana dan kondisi sosial dan
politik pada saat penyusunannya. Penyusunan muatan HAM dalam

amandemen kedua UUD 1945 tidak terlepas dari situasi sosial dan politik yang
berkembang dan nuansa demokratisasi, keterbukaan, pemajuan dan
perlindungan HAM serta mewujudkan negara berdasarkan hukum.
13

Pengaturan HAM di Indonesia tidak hanya terbatas pada konstitusi yakni
Amandemen UUD 1945, melainkan diatur juga dalam peraturan perundangundangan sebagai peraturan pelaksana. Berdasarkan ketentuan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan dalam Pasal 6 telah menentukan dalam pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pada materi muatan
mengenai HAM.
Sebagai salah satu syarat negara hukum yang demokrasi harus ada
jaminan HAM dalam konstitusi maupun dalam semua peraturan perundangundangan. Jaminan HAM dalam negara meliputi sistem hukum yang dianut dan
penerapannya melalui unsur-unsur dalam sistem hukum yang menurut
Lawrence Meir Friedman terdapat tiga unsur dalam sistem hukum, yakni
Struktur (Structure), substansi (Substance) dan Kultur Hukum (Legal Culture).
Sebagai negara yang sebagian besar hukumnya dipengaruhi oleh sistem
hukum Cicil Law Sistem atau sistem Eropa Kontinental yang menghendaki
hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturanperaturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Hal tersebut bertujuan
untuk menjamin pelaksanaan asas legalitas. Prinsip-prinsip HAM harus termuat
dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga dalam proses penegakan
hukum akan meminimalisir terjadinya pelanggaran HAM oleh aparat penegak
hukum dan aparatur pemerintah.

14

BAB 3 KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Nilai-nilai yang terkandung dalam ham ada berbagai macam, dan tentu
dalam nilai-nilai teresbut ada yang dijadikan sebagai pedoman dalam berbagai
bidang dan tidak menutup kemungkinan dalam bidang hukum. Kitab undang –
undang hukum pidana (KUHP) merupakan salah satu alat untuk menegakan
hak asasi manusia. Karena pada dasarnya pelanggaran – pelanggaran terhadap
hak asasi manusia merupakan sebuah tindak pidana. Diskursus tentang hak
asasi manusia dalam keberkaitannya dengan sistem peradilan pidana dan
administrasi peradilan pidana, akan selalu membahas mengenai hubungan
antara HAM, Supremasi hukum, dan demokrasi. Ham yang sifatnya individual
dan politik, lebih menekankan kepada betapa pentingnya pelanggaran Ham
yang bersifat individual, dari penjelasan ini sudah kami bahas dalam
pembahasan sebelumnya, bahwa pelanggaran Ham sebagian besar adalah
pelanggaran yang bersifat individual dan seharusnya dalam kasus-kasus yang
bersifat individual semacam ini bisa dicegah dengan mudah. Tetapi menurut
pengamatan kami, mengapa pelanggaran Ham masih saja terus terjadi
dikarenakan kurangnya asupan pendidikan dan sikap mawas diri dari korban.
Korban masih sering lengah dan masih kurang menyadari bahwa hak yang
mereka miliki bisa dicedarai oleh orang lain kapanpun dan dimanapun.
Mengenai relasi antara hukum pidana dengan hak asasi manusia. Dalam
kaitannya dengan Hukum pidana itu langsung berhadapan dengan hak asasi
manusia. Hak asasi manusia yang tertinggi ialah hak untuk hidup, hukum
pidana mengenal pidana mati. Ada hak asasi untuk bebas bergerak, hukum
pidana mengenal pidana penjaradan sistem penahanan yang merampas
kebebasan bergerak. Ada hak asasi untuk memiliki,ada pidana perampasan.

Pada dasarnya setiap pelanggaran hak asasi manusia baik dalam skala
kecil maupun besar dapat dicegah dari mengendalikan diri sendiri. Sikap yang
sangat baik dari pencegahan pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah
rasa toleransi. Karena hakekatnya sifat buruk manusia adalah merasa paling
benar dan memandang rendah ras lain.

15

DAFTAR PUSTAKA
H. Muladi.2009.Hak Asasi Manusia, Bandung.PT Refika Aditama.
Maramis, Frans.2013. Hukup Pidana Umum dan Tertulism Jakarta. PT Raja
Grafindo
Moeljatno. 2011. KUHP. Jakarta. PT Bumi Aksara
Kurniawan dan Nunung. 2005. Hak Asasi Manusia: Menuju Democratic
Governance.

Vol. 8, No. 3

Aviantina. 2014. Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Berat Terhadap
Etnis Rohingnya Di Myanmar Berdasarkan Hukum International. Vol. 10,
No 5

16