LAPORAN PENDAHULUAN II 1 PT SARANA M

2.1. Pendekatan Masalah

Secara umum pekerjaan perencanaan teknik lengkap (full design) Ruas Jalan Bujung Tenuk – Simpang Pematang akan dilaksanakan berdasarkan prosedur teknis perencanaan suatu jalan yang lazim dilakukan. Memperhatikan eksisting jalan Ruas Jalan Bujung Tenuk – Simpang Pematang pada saat ini, maka kegiatan pekerjaan perencanaan yang akan dilakukan meliputi :

1. Pengumpulan data sekunder

2. Koordinasi dengan instansi terkait

3. Survai dan penyelidikan lapangan

4. Pengolahan data survai

5. Penggambaran

6. Penyusunan Dokumen Pelelangan

2.2. Metodologi Pelaksanaan

Untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis ini, Konsultan akan membagi proses perencanaan menjadi 2 (dua) tahap, yaitu :

1. Tahap Pertama : Melakukan survey pendahuluan atau kunjungan lapangan untuk memahami kondisi lapangan yang sesungguhnya dengan maksud agar tercapai perencanaan yang baik

Kegiatan Tahap Pertama merupakan kegiatan dasar yang terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Persiapan dan Mobilisasi,

2. Koordinasi Dengan Instansi Terkait,

3. Kajian Data Sekunder

4. Survai Pendahuluan,

5. Survai Lapangan

2. Tahap Kedua : Melakukan perencanaan teknis terinci meliputi struktur perkerasan badan dan bahu jalan, drainase, rambu, marka jalan, bangunan pelengkap, perkiraan volume/ kuantitas pekerjaan dan biaya serta dokumen kontrak

Kegiatan pada Tahap Kedua lebih menjurus kepada pekerjaan perencanaan/design dan persiapan dokumen terdiri atas kegiatan- kegiatan sebagai berikut :

1. Perencanaan geometri jalan yang berbasis pada existing jalan dengan penyesuaian terhadap kondisi lapangan

2. Perencanaan sistim drainase

3. Perencanaan perkerasan jalan berdasar pada perkiraan volume lalu lintas pada kondisi yang direncanakan

4. Perencanaan marka dan kelengkapan jalan lainnya.

5. Gambar Rencana / Desain.

6. Estimasi kuantitas / volume pekerjaan dan biaya konstruksi.

7. Penyiapan Laporan Final.

8. Penyiapan dokumen kontrak. Sesuai ketentuan didalam kerangka acuan kerja tentang tahapan dan aktifitas

utama pekerjaan, kegiatan-kegiatan pada tahap pertama dan tahap kedua tersebut diatas diuraikan sebagai berikut :

2.2.1. Uraian Pelaksanaan Tahap Pertama

2.2.1.1. Persiapan dan Mobilisasi

1. Persiapan Pada tahap ini konsultan menyiapkan personil inti dan personil pendukung, peralatan untuk pengujian jalan, alat ukur dan formulir standar untuk menunjang pelaksanaan survai. Alat-alat ukur dan peralatan pengujian jalan sudah dikalibrasi dan dalam keadaan siap untuk dipergunakan. Pelaksanaan pekerjaan dikoordinasi oleh Team Leader dibantu oleh anggota tim.

2. Rencana Kerja Terinci Konsultan akan menyiapkan semua tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan. Rencana kerja ini akan digunakan sebagai acuan untuk memantau kemajuan pekerjaan. Rencana Kerja Terinci harus mendapat persetujuan dari Pemberi Tugas. Rencana Kerja Terinci memuat uraian tentang :

 Aktivitas kegiatan dan waktu yang dibutuhkan  Tahapan-tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan  Alokasi waktu untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait

yang berhubungan dengan pekerjaan.  Personil yang bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan.  Penyajian dalam bentuk Bar Chart

3. Mobilisasi Mobilisasi personil konsultan dilaksanan setelah SPMK diterbitkan pada tanggal 26 September 2007 oleh Kepala SNVT Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Provinsi Lampung. Mobilisasi personil tidak dilaksanakan sekaligus, tetapi secara bertahap sesuai dengan kebutuhan lapangan, untuk lebih jelasnya dapat diperiksa pada Gambar 2.1

2.2.1.2. Koordinasi Dengan Instansi Terkait

Mengingat dalam struktur organisasi Departemen Pekerjaan Umum terdiri antara instansi perencanaan dan pelaksanaan maka koordinasi dengan antar instansi akan sangat mudah dilakukan.

Kegiatan koordinasi dan konsultansi antar instansi ini telah diatur dalam kerangka acuan kerja, yang bertujuan menyamakan misi dan visi antara instansi perencanaan dan pelaksanaan.

Dalam kegiatan ini termasuk mengumpulkan informasi harga satuan/upah yang berlaku disekitar lokasi proyek terutama pada proyek yang sedang berjalan.

2.2.1.3. Kajian Data Sekunder

Tim Konsultan akan melakukan kajian terhadap data sekunder meliputi :  Laporan-laporan yang berkaitan dengan wilayah yang dipengaruhi

atau mempengaruhi ruas jalan yang direncanakan.  Data dan jaringan jalan disekitar Ruas Jalan Bujung Tenuk – Simpang Pematang  Data-data teknis yang tersedia seperti titik-titik kontrol horizontal

maupun vertikal yang ada sebagai referensi pekerjaan pengukuran.  Data lalu lintas yang tersedia dan prediksi pertumbuhan lalu lintas

 Data fasilitas umum yang mungkin terkena kegiatan konstruksi.  Data harga satuan pekerjaan didaerah pekerjaan, disekitar daerah

pekerjaan yang dirinci menurut harga dasar material, upah dan peralatan.

 Data iklim, curah hujan, dan sistim drainase eksisting. Data sekunder ini sangat penting artinya bagi konsultan untuk

mengetahui secara detail tentang kondisi existing jalan beserta bangunan pelengkapnya.

2.2.1.4. Survai Pendahuluan

Survai pendahuluan ini harus dilakukan agar konsultan benar-benar dapat memahami kondisi lapangan. Pelaksanaan survai pendahuluan ini dilakukan oleh personil inti yaitu Team Leader beserta beberapa tenaga ahli.

Team Leader akan memberikan penjelasan dan arahan kepada tim tenaga ahli dalam rangka persiapan survai, agar pekerjaan survai membuahkan hasil yang akurat dan optimal untuk perencanaan. Untuk menunjang kegiatan survai, Tim Konsultan harus telah melakukan pengumpulan dan melakukan kajian terhadap data sekunder dari instansi terkait.

Cakupan kegiatan Survai Pendahuluan yang akan dilaksanakan oleh Tim Konsultan adalah :

1. Mengumpulkan informasi menyangkut ruas jalan dan bangunan struktur yang ada, termasuk data sekunder dari berbagai sumber yang relevan sebagai rujukan untuk survai detail berikutnya.

2. Pencatatan kondisi perkerasan secara umum dan prakiraan penyebab kerusakan yang telah dan mungkin terjadi.

3. Perkiraan secara umum tentang penanganan yang diperlukan, baik pada perkerasan maupun pada pekerjaan-pekerjaan lainnya diluar perkerasan, seperti : bahu jalan, drainase, stabilisasi lereng galian/ timbunan, perbaikan geometri jalan/jembatan, bangunan struktur lainnya dan peningkatan keselamatan jalan.

4. Identifikasi lebar ruang milik jalan, dan perkiraan keperluan pembebasan lahan atau studi lingkungan (Amdal, UKL/UPL)

Konsultan akan membuat Laporan Pendahuluan berisi tentang identifikasi awal, data sekunder dan hasil kajian data sekunder, hasil survai lapangan, analisa temuan dan rekomendasi atas hasil kajian.

2.2.1.5. Survai Lapangan

2.2.1.5.1. Inventarisasi Jalan dan Jembatan

1. Inventarisasi Jalan, meliputi : (1) Mencatat kondisi rata-rata perkerasan tiap 200 m dengan

menggunakan kendaraan (2) Mencatat kondisi lainnya di dalam ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan mencakup : bangunan-bangunan pelengkap, utilitas, pagar, dinding penahan tanah, dan lainnya yang memerlukan perhatian pada saat pelaksanaan konstruksi.

(3) Mengambil foto eksisting dalam rumaja atau rumija setiap jarak paling jauh 200 m, jarak tersebut harus diperpendek jika ditemui perubahan kondisi yang signifikan.

2. Inventarisasi Jembatan (1) Mencatat : nama, lokasi, tipe dan kondisi umum jembatan

(2) Dimensi : bentang, lebar, ruang bebas, jenis lantai (3) Bangunan bawah : tipe dan kondisi (4) Kondisi aliran saungai (5) Penanganan atau perbaikan yang diperlukan termasuk

perkiraan kuantitas pekerjaannya.

2.2.1.5.2. Survai Topografi Survai topografi dilakukan sepanjang trace rencana termasuk persimpangan atau perpotongan yang ada. Survai ini meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut :

1. Pemasangan patok-patok  Patok-patok BM harus dibuat dari beton ukuran 10x10x75 cm

atau pipa pralon ukuran 4” yang diisi dengan adukan beton dan diatasnya dipasang neut dari baut.

 Dipasang pada lokasi yang aman, kokoh dan mudah dicari

 Patok BM dicat warna kuning, diberi lambang PU dan nomor BM dengan warna hitam.

2. Pengukuran Titik Kontrol Horizontal  Pengukuran ini berupa rangkaian poligon dan semua titik ikat

(BM) harus dijadikan sebagai titik poligon.  Sisi poligon atau jarak antar titik poligon maksimum 100 m, diukur

dengan alat ukur optis maupun elektronis.  Pengukuran sudut dilakukan dengan alat ukur sudut satu detik

(1”), yaitu theodolit jenis T2 atau yang setingkat.  Pengukuran poligon ini harus diikatkan pada titik tetap yang

sudah diketahui koordinatnya.  Pengukuran poligon yang dikerjakan harus memenuhi syarat

ketelitian pengukuran poligon orde ke II yaitu :

i. Kesalahan sudut 10 detik untuk sejumlah titik poligon, atau 8 detik tiap-tiap poligon.

ii. Kesalahan azimuth pengontrol tidak lebih dari 5 detik.

iii. Pada setiap jarak 5-6 Km poligon utama harus dilakukan azimuth pengontrol dengan pengamatan azimuth matahari. iv. Kesalahan penutup jarak setelah azimuth dikoreksi tidak lebih

1/10.000 dari jarak yang diukur.

3. Pengukuran Titik-titik Kontrol Vertikal  Pengukuran beda tinggi harus dilakukan dengan cara 2 kali

berdiri pergi-pulang.  Pengukuran sifat datar harus mencakup semua titik pengukuran

(poligon, sifat datar dan potongan melintang) dan titik BM  Referensi ketinggian harus menggunakan Bench Mark yang

sudah ada.  Kesalahan menengah dari sipat datar yang diperoleh tidak boleh lebih besar dari 5-10 D mm (D = Jarak dalam Km).

4. Pengukuran Situasi  Pengukuran situasi dilakukan dengan sistim tachimetri, mencakup

semua obyek yang dibentuk oleh alam maupun manusia yang ada disepanjang jalur pengukuran

 Untuk pengukuran situasi digunakan alat ukur theodolit

5. Pengukuran Profil Melintang  Pengukuran profil melintang diambil setiap jarak 50 meter pada

bagian jalan yang lurus dan landai dan setiap jarak 25 meter untuk daerah-daerah tikungan. Lebar pengukuran akan meliputi sekurang-kurangnya sama dengan ROW rencana dan lebar pengukuran akan ditambah pada lokasi-lokasi tertentu yang dianggap kritis.

 Khusus untuk daerah sungai, tempat persilangan jalan, dibuat juga penampang melintang sungai yang sejajar dengan sumbu lintasan jalan, untuk setiap jarak 50 meter, serta dibuat selebar

daerah pemetaan situasi. Semua keterangan yang penting akan dicantumkan dalam gambar.

 Titik-titik yang juga perlu diperhatikan adalah tepi perkerasan, dasar dan permukaan selokan, dasar dan permukaan gorong- gorong, tepi bahu jalan, lantai kendaraan, tebing sungai, dan lain- lain.

 Peralatan yang dipergunakan untuk pengukuran penampang melintang ini adalah alat ukur sudut satu detik (1”, T2 atau yang sederajat).

2.2.1.5.3. Survai Lalu Lintas Berdasarkan data lalu lintas yang ada (sekunder) LHR pada Ruas Jalan Bujung Tenuk – Simpang Pematang adalah : 5.000 < LHR < 10.000 kendaraan, termasuk kategori Pos B. Adapun metode pencacahan adalah 40 jam, dimulai pukul 06.00 pagi pada hari pertama dan berakhir pada pukul 22.00 pada hari kedua.

2.2.1.5.4. Survai Perkerasan Jalan

1. Pemeriksaan Lendutan Balik Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui besarnya nilai lendutan balik dari konstruksi perkerasan jalan beraspal, pemeriksaan akan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

 Truck yang dipakai harus dibebani sehingga mencapai beban gandar belakang sebesar 8.20 Ton dengan tekanan angin ban sebesar 80 psi.

 Pengukuran beban gandar belakang harus dilakukan dengan menggunakan jembatan timbang, hasil pengukuran beban gandar dicatat pada form terlampir.

 Interval pemeriksaan 200 m sepanjang ruas jalan beraspal, kecuali ruas jalan yang.  Selama melakukan pemeriksaan, kondisi-kondisi khusus dicatat seperti : kondisi drainase, cuaca, waktu, dll.

2. Dynamic Cone Pnetrometer Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui CBR tanah dasar, kemudian nilai CBR ini dikorelasikan dengan nilai CBR laboratorium. Ketentuan pengujian tanah dasar dengan DCP adalah :

 Interval pengujian 200 m sepanjang ruas jalan yang dilebarkan  Pengujian dilakukan pada bahu jalan (dekat tepi perkerasan), hal

ini selain untuk mengetahui CBR tanah dasar juga untuk mengetahui susunan existing perkerasan.

 Semua pembacaan data DCP di record untuk perhitungan parameter tanah dasar.

CBR hasil DCP dihitung dengan rumus : CBR (2,8135 – 1,313 Log DN)

i = 10 CBR i = CBR pada setiap tumbukan titik yang diuji DN = Dynamic Number

CBR max – CBR min

CBR design = CBR rata-rata -

Hasil perhitungan CBR design ini dibandingkan terhadap CBR design yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam SNI- 1732-1989-F, selanjutnya diambil nilai CBR terkecil. Nilai CBR yang diperoleh akan memberikan parameter Daya Dukung Tanah (DDT) existing atau Soil Support (SS) existing yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan tebal perkerasan.

2.2.1.5.5. Survai Geoteknik Pekerjaan ini untuk menunjang perhitungan teknis perencanaan badan

jalan dan bangunan pelengkap lainnya sehubungan dengan tujuan pengamatan konstruksi jalan.

Kegiatan ini meliputi :

1. Test pit Dilakukan sebanyak 12 titik, ukuran lubang (1 x 1 x 0,75) m sedekat

mungkin dengan existing perkerasan untuk mengetahui tentang jenis dan tebal lapisan-lapisan perkerasan yang ada, semua kondisi yang ada/terlihat didalam lubang/pit, dicatat

2. Sondir Sondir dilakukan sebanyak 20 titik. Titik-titik sondir ditetapkan pada lokasi jembata < 11.00 m. Semua kondisi yang ada/ditemui selama sondir dicatat termasuk level muka air tanah.

2.2.1.5.6. Pengujian Laboratorium Pekerjaan laboratorium merupakan pengujian-pengujian yang didasarkan pada Manual Pemeriksaan Bahan Jalan No. 01/MN/BM1976. Pekerjaan laboratorium ini mencakup pengujian-pengujian untuk design perkerasan jalan sebagai berikut :

1. Sieve Analysis Test analisa saringan bertujuan untuk mengetahui ukuran butiran agar dapat ditentukan sifat dan klasifikasi tanahnya. Sifat tanah dipakai untuk menentukan batas-batas plastisitas dan klasifikasi dipakai untuk pemberian nama kepada jenis-jenis tanah tertentu. Bahan pengujian adalah contoh tanah hasil pekerjaan bor tangan Contoh-cantoh tanah diambil pada kedalaman lubang bor  1 m atau  1,8 m tergantung jenis tanah yang ditemui.

2. Moisture Content (Kandungan Air) Bahan pengujian adalah contoh tanah hasil pekerjaan bor tangan pada kedalaman  1 m atau  1,8 m tergantung jenis tanah yang ditemui. Kandungan air yang akan dicari sesuai prosedur pengujian adalah kandungan air asli (nature) contoh tanah tersebut tanpa ada kontaminasi air dari luar maupun penguapan air sewaktu pengambilan contoh tanah, oleh karena itu contoh-contoh tanah harus dimasukkan segera kedalam kantong plastik tertutup. Nilai kandungan air dapat dipakai untuk menentukan kondisi tanah antara lain :

i. Tanah kering jika MC

: 0% - 10%

ii. Tanah basah jika MC

: 10% - 30%

: 30% - 70% iv. Tanah jenuh air jika MC

iii. Tanah sangat basah jika MC

3. Atterberg Limit (batas-batas plastis) Bahan Pengujian adalah contoh tanah hasil pekerjaan bor tangan pada kedalaman  1,0 atau  1,8 m tergantung jenis tanah yang ditemui. Contoh-contoh tanah harus segera dimasukkan kedalam kantong plastik tertutup agar kandungan airnya tidak mudah menguap. Tujuan utama pengujian adalah untuk mengetahui harga PI (Plastisitas

Index), LL (Liquid Limit) dan PL (Plastic Limit). Dengan diketahui PI dan prosentase Clay, maka nilai aktifitas tanah dapat diketahui. Mengetahui nilai aktifitas tanah sangat penting untuk pekerjaan subgrade.

4. Compaction (Proctor) Bahan pengujan adalah contoh tanah hasil pekerjaan bor tangan. Cara pengambilan contoh tanah sebagaimana telah dijelaskan diatas. Pengujian adalah untuk mengetahui :

i. Nilai swelling (setelah perendaman 4 hari)

ii. Kadar air optimum

iii. Berat isi kering maksimum (  dry max ) Test yang akan digunakan adalah Modified Compaction Test. Berat isi kering maksimum atau  dry max dipaki sebagai dasar pelaksanaan pemadatan dilapangan.

5. CBR (California Bearing Ratio) Laboratorium Pada prinsipnya percobaan CBR untuk menilai kekuatan tanah. Nilai CBR yang diperoleh akan dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan diatas lapisan yang nilai CBRnya ditentukan. Pengujian bertujuan untuk mengukur kekuatan tanah bila dipadatkan pada kadar air optimum dan pada kepadatan kering maksimum. CBR dihitung terhadap penetrasi 0,1 Inchi pada percobaan pemadatan, masing-masing untuk jumlah tumbukan tertentu, selanjutnya dibuat grafik CBR. Dari grafik CBR, untuk nilai kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum akan didapat nilai CBR laboratorium. Untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi terhadap contoh- contoh tanah yang diambil untuk pengujian tersebut, konsultan akan menuliskan label pada kantong-kantong plastik yang berisi contoh- contoh tanah minimum menunjukkan identitas : No, jalur, Sta, 5. CBR (California Bearing Ratio) Laboratorium Pada prinsipnya percobaan CBR untuk menilai kekuatan tanah. Nilai CBR yang diperoleh akan dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan diatas lapisan yang nilai CBRnya ditentukan. Pengujian bertujuan untuk mengukur kekuatan tanah bila dipadatkan pada kadar air optimum dan pada kepadatan kering maksimum. CBR dihitung terhadap penetrasi 0,1 Inchi pada percobaan pemadatan, masing-masing untuk jumlah tumbukan tertentu, selanjutnya dibuat grafik CBR. Dari grafik CBR, untuk nilai kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum akan didapat nilai CBR laboratorium. Untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi terhadap contoh- contoh tanah yang diambil untuk pengujian tersebut, konsultan akan menuliskan label pada kantong-kantong plastik yang berisi contoh- contoh tanah minimum menunjukkan identitas : No, jalur, Sta,

2.2.1.5.7. Survai Hidrologi dan Hidraulik Survai hidrologi dan hidarulik dilakukan untuk mendapatkan data yang sesuai untuk perencanaan system drainase di sepanjang dan sekitar jalan yang direncanakan. Analisa Hidrologi banyak bersifat prediksi dengan menggunakan analisa statistik dari rangkaian kejadian yang lampau serta koefisien parameter alam, karena itu pengamatan langsung terhadap kondisi nyata dari perilaku hidrologi itu sendiri dibutuhkan sebagai koreksi hasil analisa perhitungan. Koefisien parameter alam antara lain kekasaran, limpasan, waktu pengaliran dan lain-lain. Kegiatan survai hidrologi yang akan dilakukan antara lain :

1. Peninjauan system existing drainase dan membuat kesimpulan awal terhadap kondisi pada lokasi-lokasi tertentu yang diperkirakan akan mengalami perubahan.

2. Peninjauan terhadap genangan lahan yang pernah terjadi di sekitar lokasi proyek dan analisa cara penanganannya dalam kaitannya dengan keamanan jalan.

3. Melakukan kompilasi data :  Data curah hujan dari stasiun-stasiun penakar hujan yang

terdekat dengan catchment area  Data banjir dan debit sungai yang melintasi rencana jalan.

2.2.2. Uraian Pelaksanaan Tahap Kedua

Dalam melaksanakan perencanaan teknik lengkap (full design) konsultan mengelompokkan tahapan pekerjaan yang saling berkaitan. Hasil kegiatan pekerjaan pada setiap tahap akan didiskusikan dengan Tim Teknis SNVT Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan Provinsi Lampung, dan dituangkan dalam laporan.

Kajian data sekunder dan hasil survai pendahuluan dijadikan kerangka untuk menyusun laporan pendahuluan, dalam laporan ini juga termuat konsep dan metodologi pelaksanaan pekerjaan.

Setelah laporan pendahuluan mendapat persetujuan dari Tim Teknis, maka konsultan akan melanjutkan pekerjaannya sesuai dengan metodologi yang telah disetujui.

Hasil survai detil dituangkan dalam Laporan Antara, isi laporan ini sudah mengarah kepada final perencanaan teknik lengkap (full design), pada tahap ini akan dibahas secara lebih terinci perkiraan output perencanaan secara menyeluruh.

Adapun hasil keluaran perencanaan teknis lengkap akan terdiri dari :

1. Dokumen Teknik

a. Nota Perhitungan merupakan hasil kajian dan perhitungan untuk : Perkerasan Jalan, Drainase dan Struktur

b. Gambar Rencana Teknik. Merupakan satu set gambar komplit yang akan dipakai untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

2. Laporan Akhir Atas dasar dokumen teknik disusun Laporan Akhir yang berisi :

i. Metoda Pelaksanaan Konstruksi

ii. Perkiraan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan

iii. Perhitungan Volume Pekerjaan iv. Perkiraan Biaya Konstruksi

3. Dokumen Pelelangan Atas dasar laporan akhir, maka disusun dokumen pelelangan yang mengacu kepada Kepmen PU No. 38/KPTS/1998

2.3. Standar Desain Yang Diterapkan

2.3.1. Standar Yang Digunakan

1. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga, No. 038/T/BM/1997

2. Spesifikasi Standar untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina 1990

3. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen. Departemen Pekerjaan Umum SKBI 2.3.26.1987,UDC.625.73(02) SNI 1732-1989-F, Direktorat Jenderal Bina,1987

4. ASSHTO Guide for Design of Pavement Structures 1986, American Association of State Highway and Transportation Officials, 1986

5. Road Design System 5.05 (RDS 5.05), Subdit Penyiapan Standar dan Pedoman, Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006.

6. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan, Departemen Pekerjaan Umum SNI 03-3424-1994, Badan Penelitian dan Pengembangan PU, 1994

2.3.2. Standar Geometrik Jalan

Standar dasar perencanaan geometrik jalan adalah sebagai berikut :

 Kecepatan rencana : 60 km/jam  Lebar jalur lalu lintas

: 3.50 m  Kemiringan melintang perkerasan

: 2%  Lebar bahu jalan

: 2.00 m  Kemiringan bahu jalan

: -4%  Super Elevasi maksimum

: 6%  Landai maksimum pada alinyemen vertikal

: 8%  Panjang lengkungan peralihan minimum

: 50 m

2.3.3. Standar Disain Perkerasan

Standar desain perkerasan harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain :  Muatan Sumbu Terberat (MST) maximum 10 Ton  Lalu lintas, yaitu jenis / golongan kendaraan dan jumlah kendaraan.  Data pertumbuhan lalu lintas (traffic growth).  Data CBR tanah dasar (subgrade).  Rencana umur perkerasan.  Perkiraan tahun pembukaan lalu lintas.  Factor wilayah (Regional Factor ) = pengaruh keadaan lingkungan  Faktor keadaan drainase : alam lingkungan atau buatan. Makin baik

keadaan drainase, faktor wilayah makin kecil.  Faktor sifat tanah menahan air. Sifat tanah menahan air dapat diteliti

berdasarkan nilai PI (Plastis Index).  PI kecil bersifat mudah melepaskan air; PI besar bersifat sulit melepaskan air. Faktor Curah Hujan dan PI umumnya menjadi satu kesatuan faktor.

Faktor-faktor tersebut diatas perlu dirupakan sebagai faktor koreksi terhadap umur rencana perkerasan. Pada dasarnya tebal perkerasan dihitung dengan rumus :

ITP = a 1 D 1 +a 2 D 2 +a 3 D 3 +…

Dimana : ITP

= Index Tebal Perkerasan

a 1 ,a 2 ,a 3 = Koefisien Kekuatan Lapisan.

D 1 ,D 2 ,D 3 = Tebal Lapisan.

ITP dihitung dengan cara Bina Marga dan AASHTO. Dari hasil kedua cara tersebut diambil nilai yang terbesar.

2.3.4. Standar Disain Drainase

Drainase yang dimaksud disini adalah sistem drainase yang berada di bahu jalan yang dipengaruhi oleh :

 Data Hujan Untuk merencanakan drainase digunakan data hujan rencana 5 tahun.

 Kemiringan Saluran Kemiringan saluran harus disesuaikan dengan perencanaan kemiringan memanjang jalan serta jenis tanahnya dengan mempertimbangkan

effisiensi biaya konstruksi tanpa mengabaikan aspek teknis. Kemiringan saluran diarahkan ke cacth basin yang ada dengan kemiringan dasar saluran tidak kurang dari 0,3 %.

 Konstruksi saluran Konstruksi saluran dibedakan untuk daerah superelevasi dan daerah lurus. Pada daerah superelevasi, konstruksi saluran dibuat dari beton bertulang ataupun bahan lainnya. Pada daerah lurus, konstruksi saluran di buat dari saluran tanah.

2.3.5. Typical Cross Section (Bentuk Penampang Melintang)

Penampang melintang akan memperlihatkan data-data :  Arah jalur dan simbol centerline

 Jumlah dan lebar lajur  Kemiringan permukaan jalur lalu lintas dan bahu jalan  Susunan perkerasan badan jalan dan bahu jalan  Detail sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran

jalan (jika ada)  Bentuk dan struktur drainase di median, tinggi dan jarak guard rail yang akan di pasang dan lain-lain

2.3.6. Longitudinal Section (Potongan Memanjang).

Ditampilkan secara garis besar data-data dalam profile, antara lain :  Alinyemen vertikal  Letak titik-titik PVI : Sta elevasi, Lv, Ev, dan Rv.

 Rencana grade dan existing grade  Letak dan elevasi gorong-gorong.  Letak persilangan dengan sungai.

2.4. Detail Metodologi Perhitungan/Analisa

Secara lebih detail metode perhitungan / analisa masing-masing jenis pekerjaan diuraikan sebagai berikut :

2.4.1. Analisa Perencanaan Geometrik

1. Penetapan Alinyemen Horizontal Konsultan akan mengevaluasi kembali existing alinyemen horisontal akibat pemilihan pelebaran perkerasan 1 (satu) sisi dan mengakibatkan perubahan as jalan yang mungkin masih dibawah standard geometrik jalan raya dengan memperhatikan :  Lokasi (Sta) dan nomor-nomor titik kontrol horisontal.  Pertimbangan ekonomi.  Data lengkung horisontal (curva data) yang direncanakan.  Lokasi dari bangunan pelengkap dan rencana pelebaran jembatan .

2. Penetapan Alinyemen Vertikal Konsep alinyemen vertikal (longitudinal section) dapat dimulai setelah konsep alinyemen horisontal disetujui Pengguna Jasa dan digambar dibagian bawah dari gambar alinyemen horisontal. Penetapan alinyemen vertikal didasarkan pada :  Tinggi muka tanah asli.  Ketentuan kemiringan maksimum diagram super-elevasi.  Data lengkung vertikal.  Elevasi bangunan-bangunan pelengkap, drainase, dan bangunan

disekitar rencana jalan.  Elevasi jembatan.

 Pertimbangan ekonomi  Ketentuan panjang kritis landai maksimum.

3. Penetapan potongan melintang Didalam merencanakan standar memperhatikan hal-hal sebagai berikut potongan melintang Konsultan akan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :  Rencana bangunan pelengkap yang diperlukan.  Penetapan rencana konstruksi perkerasan dan badan jalan.  Penetapan rencana drainase  Penetapan rencana lansekap

4. Keselamatan lalu lintas Dalam perencanaan geometrik jalan konsultan akan mempertimbangkan aspek keselamatan pengguna jalan, baik selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi maupun pada saat pengoperasian jalan. Konsultan perlu menjamin bahwa semua elemen geometrik yang direncanakan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar geometrik jalan dan sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.

5. Tinjauan geometrik jalan Standard perencanaan geometrik yang perlu diperhatikan antara lain dan tidak terbatas pada :

 Klasifikasi perencanaan  Lalulintas (traffic)  Kecepatan rencana  Potongan melintang  Jalur lalulintas  Bahu jalan  Alinyemen horisontal  Bagian peralihan  Kemiringan melintang  Alinyemen vertikal

6. Kemiringan Melintang Jalur Lalu Lintas Kemiringan melintang dijalan lurus diperuntukan terutama untuk drainase, kemiringan melintang antara 1-3% untuk jalan beraspal.

7. Parameter Perencanaan Geometrik Jalan (1) Kendaraan rencana Kendaraan rencana umumnya dikelompokkan

1) Mobil penumpang

2) Bus, truk

3) Semi trailer, trailer Ukuran kendaraan rencana diperlihatkan seperti pada tabel berikut: Tabel 2.1 : Ukuran Kendaraan Rencana

Belakang Radius

tergantung putar

ung

min.

Kendaraan penumpang

Truk/bus

(2) Kecepatan rencana Kecepatan rencana adalah suatu kecepatan yang ditetapkan untuk disain dan korelasi segi-segi fisik dari suatu jalan yang mempengaruhi operasi kendaraan. Kecepatan ini adalah kecepatan maximum yang aman yang dapat dipertahankan pada tempat tertentu di jalan itu apabila kondisinya begitu menyenangkan sehingga kendaraan hanya diatur oleh aspek disain jalan raya. Sebagai acuan lain, AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Office) menyarankan agar kecepatan rencana ditetapkan pada tingkat terbesar yang masih mungkin memenuhi tuntutan pengemudi pada saat ini maupun diwaktu (2) Kecepatan rencana Kecepatan rencana adalah suatu kecepatan yang ditetapkan untuk disain dan korelasi segi-segi fisik dari suatu jalan yang mempengaruhi operasi kendaraan. Kecepatan ini adalah kecepatan maximum yang aman yang dapat dipertahankan pada tempat tertentu di jalan itu apabila kondisinya begitu menyenangkan sehingga kendaraan hanya diatur oleh aspek disain jalan raya. Sebagai acuan lain, AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Office) menyarankan agar kecepatan rencana ditetapkan pada tingkat terbesar yang masih mungkin memenuhi tuntutan pengemudi pada saat ini maupun diwaktu

(3) Volume dan kapasitas jalan Volume lalu lintas menunjukan Jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah : Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR). Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama I jam dengan kondisi serta arus lalu lintas tertentu.

(4) Tingkat pelayanan. Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan baik walaupun LHR telah ditentukan. Hal mi disebabkan oleh karena tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar lajur yang dibutuhkan akan lebih lebar jika pelayanan jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan samping yang memadai. Pada keadaan volume lalu lintas rendah, pengemudi akan merasa lebih nyaman mengendarai kendaraan dibandingkan jika berada pada daerah dengan volume lalu lintas besar. Kenyamanan (4) Tingkat pelayanan. Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan baik walaupun LHR telah ditentukan. Hal mi disebabkan oleh karena tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar lajur yang dibutuhkan akan lebih lebar jika pelayanan jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan samping yang memadai. Pada keadaan volume lalu lintas rendah, pengemudi akan merasa lebih nyaman mengendarai kendaraan dibandingkan jika berada pada daerah dengan volume lalu lintas besar. Kenyamanan

(5) Jarak Pandang Jarak pandang adalah panjang jalan didepan kendaraan yang masih dapat dilihat dengan jelas diukur dari titik kedudukan pengemudi.

Jarak pandang berguna untuk :  Menghindari terjadinya tabrakan.  Memberi kemungkinan untuk mendahului kendaraan lain.  Menambah efisiensi jalan.  Sebagai pedoman bagi pengatur lalu lintas dalam penempatan

rambu-rambu lalu lintas.

1) Jarak pandangan henti Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraannya. Jarak pandangan henti minimum adalah jarak yang ditempuh pengemudi untuk menghentikan kendaraan yang bergerak setelah melihat adanya rintangan pada lajur jalannya.

2) Jarak pandangan menyiap Yaitu jarak pandangan yang dibutuhkan untuk dapat menyiapkan kendaraan lain yang beradap pada jalur jalannya dengan menggunakan lajur lain. Jarak pandangan menyiap standar dihitung berdasarkan beberapa asumsi terhadap sifat arus lalu lintas :

a. Kendaraan yang akan disiapkan harus mempunyai kecepatan tetap.

b. Sebelum menyiap, kendaraan harus mengurangi kecepatan dan mengikuti kendaraan yang akan disiap b. Sebelum menyiap, kendaraan harus mengurangi kecepatan dan mengikuti kendaraan yang akan disiap

c. Bila kendaraan sudah berada pada lajur untuk menyiap, maka pengemudi harus mempunyai waktu untuk menentukan apakah gerakan menyiap dapat diteruskan atau tidak.

d. Kecepatan kendaraan yang menyiap mempunyai perbedaan sekitar 15 km/ jam dengan kecepatan kendaraan yang akan disiap.

e. Pada saat kendaraan yang menyiap telah berada kembali pada lajur jalannya, maka harus tersedia cukup jarak dengan kendaraan yang berada didepannya.

f. Tinggi mata pengemudi diukur dari permukaan perkerasan menurut AASHTO’90 = 1,06 m (3,5 ft) dan tinggi obyek yaitu kendaraan yang akan disiap 1,25 m (4,25 ft), sedangkan Bina Marga (urban) mengambil tinggi mata pengemudi sama dengan tinggi obyek 1,00.

3) Jarak pandangan pada malam hari Pandangan malam hari dibatasi oleh kemampuan penyinaran dan ketinggian letak lampu besar. Keadaan yang menentukan pada malam hari adalah jarak pandang henti. Faktor yang paling mementukan pada malam hari adalah faktor lampu besar. Penurunan kemampuan untuk melihat pada malam hari terutama adalah akibat kesilauan lampu besar dari kendaraan yang berlawanan arah.

8. Sebagai ilustrasi mengenai sebagian kriteria perencanaan geometrik dapat dilihat pada Gambar 2.1 s/d 2.5

9. Bahu Jalan Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas, berfungsi:  Ruangan untuk tempat berhenti sementara.

 Ruangan untuk menghindari diri dalam keadaan darurat  Memberikan kelegaan pengemudi  Memberikan sokongan konstruksi jalan dari arah samping.  Ruangan pembantu pada waktu ada pekerjaan perbaikan jalan.  Ruangan untuk lintasan kendaraan patroli, ambulan.

10. Saluran Samping Fungsi saluran samping  Mengalirkan air dari permukaan jalan atau dari luar jalan.  Menjaga supaya konstruksi jalan selalu dalam keadaan kering. Umumnya bentuk saluran samping adalah trapesium atau segi-empat. Lebar saluran berdasar debit rencana. Kelandaian dasar saluran biasanya mengikuti kelandaian jalan. Hila kelandaian dasar saluran cukup besar, perlu dibuat terasering.

11. Talud Talud umumnya dibuat kemiringan 2 H : 1 V, atau dibuat sesuai dengan landai yang arnan. Berdasarkan keadaan tanah atau kondisi jalan, rnungkin juga dibuat dinding penahan tanah (retaining wall).

12. Pengaman tepi Pengaman tepi bertujuan untuk memberikan ketegasan tepi badan jalan. Jika teljadi kecelakaan dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan. Umumnya dipergunakan pada :  Sepanjang jalan yang menyusur jurang  Tanah timbunan dengan tikungan yang tajam  Jenis pengaman tepi  Pengaman tepi dari besi yang digalvanised (guard rail)  Pengaman tepi dari beton (parapet)

KRITERIA PERENCANAAN FISIK DAN TOPOGRAFI

Gambar 2.1 : Kriteria Perencanaan Fisik dan Topografi

KRITERIA KEAMANAN

Gambar 2.2 : Kriteria Keamanan

STANDARD PERENCANAAN DAN KRITERIA DASAR

Gambar 2.3 : Standard Perencanaan dan Kriteria Dasar

KRITERIA JARAK PANDANG

Gambar 2.4 : Kriteria Jarak Pandang

KRITERIA ALINYEMEN VERTIKAL

Gambar 2.5 : Kriteria Alinyemen Vertikal

2.4.2. Metode Perencanaan Tebal Perkerasan

Pemilihan type dan material perkerasan akan didasarkan pada pertimbangan dari segi ekonomi, kondisi setempat, kemampuan pelaksanaan dan syarat teknis lainnya, mengingat keterbatasan biaya maka dipilih perencanaan perkerasan bertahap, dalam hal ini yang paling sesuai adalah perkerasan lentur (flexible pavement)

1. Pemilihan jenis bahan Konsultan akan mengutamakan penggunaan bahan setempat sesuai dengan masukan dari laporan penyelidikan tanah dan survai material. Bila bahan setempat tidak dapat digunakan langsung sebagai bahan konstruksi, maka konsultan akan mengusulkan usaha-usaha peningkatan sifat-sifat teknis dan fisis bahan Gika memungkinkan) sehingga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi jalan.

2. Prinsip-prinsip perencanaan tebal perkerasan :

1) Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan Jalur rencana merupakan sa!ah satu jalur lalu lintas dari suatu arus jalan yang menampung lalu lintas terbesar. Koefisien distrihusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan sesuai dalam "daftar koefisien distribusi kendaraan (C)".

Angka ekivalen beban sumbu kendaraan (E) (Beban 4 satu sumbu tung gal dalam Kg) Sumbu tunggal =

(Beban 4 satu sumbu tung gal dalam Kg) Sumbu ganda = 0,086

2) Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana, yang dihitung untuk diusahakan pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

3) Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

LEP   LHR j xCjxEj

j = jenis kendaraan

4) Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

LEA UR  

LHR j ( 1  i ) x C j xE j

UR

= Umur Rencana

i = Perkembangan lalu lintas

5) Lintas Ekivalen Tengah (LET)

LEP  LEA

LET =

6) Lintas Ekivalen Rencana (LER) LER = LET x FP

7) Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan CBR Daya dukung tanah dasar ditetapkan berdasarkan grafik koreksi dengan CBR dalam buku standar Bina Marga.

8) Faktor Regional (FR)  Kelandaian.  Persentase kendaraan berat ( > 5 ton )  Curah hujan. Faktor regional dapat diambil dari nilai-nilai yang terdapat dalam buku standar.

9) Indeks Permukaan (IP) Indeks permukaan ini menyatakari nilai dari pada kerataan serta kekokohan permukaan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang lewat.

10) Indeks permukaan pada Awal Umur Rencana (lPo) Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana.

11) Koefisien Kekuatan Relatif ( a ) Koefisien kekuatan relatif masing-masing bahan dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi ditentukan/digunakan seperti pada daftar Koefisien Kekuatan Relatif(a)” dalam buku standar.

12) Indeks Tebal Perkerasan (ITP) Penetuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP ITP = al.D1 + a2.D2 + a3.D3 al, a2, a3 = Koefesien kekuatan relatif bahan Dl, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan.

13) Bagan Alir Perencanaan Tebal Perkerasan

Gambar 2.6. Bagan Alir Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

2.4.3. Metode Perencanaan Drainase

Permasalahan umumnya pada perencanaan bangunan air (saluran drainase), adalah :  Berapakah besar debit air yang harus disalurkan melalui bangunannya.  Bentuk dan dimensi struktur / konstruksi bangunannya.

Air hujan (air) yang jatuh disuatu daerah harus dapat segera dibuang. Untuk keperluan itu harus dibuatkan saluran-saluran guna menampung air hujan yang mengalir dipermukaan tanah dan mengalirkannya kedalam saluran Air hujan (air) yang jatuh disuatu daerah harus dapat segera dibuang. Untuk keperluan itu harus dibuatkan saluran-saluran guna menampung air hujan yang mengalir dipermukaan tanah dan mengalirkannya kedalam saluran

Rencana drainase dibagi menjadi dua sistem yang terpisah, yaitu sistem drainase untuk hujan permulaan dan sistem drainase pokok.

Sistem drainase hujan permulaan ialah bagian dari sistem drainase keseluruhannya yang melayani aliran maksimum dari hujan permulaan. Didalam sistem ini termasuk parit, saluran tepi jalan, gorong-gorong dan bangunan yang direncanakan untuk melayani aliran hujan awal. Besarnya hujan rencana dapat direncanakan dengan masa ulang 2 atau 5 tahun, tergantung pada pemanfaatan tanah yang berbatasan. Sistem drainase pokok mencakup sungai dan saluran alami, saluran pembuangan buatan, penampung banjir. Sistem drainase pokok harus mempunyai kapasitas cukup untuk melayani banjir-banjir sungai dan saluran dengan daerah aliran lebih dari 100 hektar dengan masa ulang 20 tahun. Disamping itu juga harus diusahakan untuk membatasi kerusakan harta benda dan korban jiwa sebanyak-banyaknya yang disebabkan oleh banjir 100 tahunan.

Besarnya banjir dihitung dengan Metoda Rasional kalau daerah alirannya tidak melebihi kira-kira 500 ha.

1. Perkiraan run-off Karena syarat drainase yang baik adalah amat penting untuk pemeliharaan jalan dan keselamatan lalu lintas, maka ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, sebagai berikut:

Drainase air permukaan termasuk air hujan, kemiringan tanggul dan permukaan-permukaan lainnya dalam batas ROW.

Drainase tepi jalan termasuk air hujan pada tepi jalan dan areal terdekat yang mempunyai pengaruh terhadap jalan.

Saluran terbuka dan saluran pembuangan yang melintang jalan. Perkiraan run-off untuk setiap lembah sungai terdekat didasarkan rumus:

Debit (m3/det)

Faktor penghitung

Koefisien run-off

Luas permukaan (km2)

Intensitas curah hujan

Dalam memperhatikan koefisien run-off, kerangka kondisi geologi dan tanah harus diperlihatkan untuk setiap areal dengan areal lain. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan Tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2 Koefisien Run - Off Koefesien

Jenis areal drainase run-off

Kemiringan permukaan dan tepi jalan 0,9 Daerah perdagangan

0,8 Daerah industri dan pemukiman

0,5 Sawah ber-irigasi

0,5 Daerah pedesaan dan militer

0,3 Bukit dengan lereng landai

0,3 Daerah terbuka (hutan dan areal pemakaman)

2. Gorong-gorong dan saluran terbuka Kapasitas gorong-gorong dan saluran terbuka dihitung dengan menggunakan rumus Manning.

Q=V.A

Debit banjir (m3/det)

Kecepatan aliran (m/det)

Luas tampang basah (m3)

Koefisien kekasaran manning

Radius hidraulik (m)

Gradien rata-rata

Keliling basah (m)

3. Lama waktu konsentrasi

Lama waktu konsentrasi tc untuk saluran drainase terdiri atas :

 waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke saluran terdekat (t o )

 waktu untuk mengalir didalam saluran ketempat yang diukur (t d ) Tc = to+td

4. Intensitas curah hujan Analisa curah hujan dibuat hanya untuk kurun waktu curah hujan maximum. Intensitas hujan I ialah laju rata-rata dan hujan yang Iamanya sama dengan lama waktu konsentrasi tc dengan masa ulang tertentu.

5. Koefisien pengaliran Koefisien pengaliran C ini sukar ditentukan secara tepat dan memerlukan pertimbangan teknis dalam pemilihannya. Pemilihan koefisien ini hams mempertimbangkan kemungkinan akan adanya pembangunan dan pengembangan daerahnya dikemudian hari Besarnya koefisien pengaliran dapat diambil seperti pada Tabel 2.3. berikut : Tabel 2.3 : Koefesien Pengaliran

C Perumputan

Type daerah aliran

Tanah pasir, datar, 2%

0,05-0,10 Tanah pasir, rata-rata 2-7%

0,10-0,15

Tanah pasir, curam 7%

0,15-0,20

Tanah gemuk, datar 2%

0,13-0,17 Tanah gemuk, rata-rata 2-7%

0,18-0,22 Tanah gemuk, curam 7%

0,25-0,35 Busines

Daerah kota lama

0,75-0,95

0,50-0,70 Perumahan

Daerah Pinggiran

Daerah “single family”

0,30-0,50 “Multi units”, terpisah-pisah

0,40-0,60

“Multi unit”, tertutup

0,60-0,75

“Suburban”

0,25-0,40 Daerah rumah2 apartemen

0,50-0,70 Pertamanan, kuburan,

0,10-0,25 Tempat bermain,

0,20-0,35 Halaman kereta api,

0,20-0,40 Daerah yang tidak dikerjakan 0,10-0,30

Jalan

Beraspal

0,70-0,95

Beton

0,80-0,95

Batu

0,70-0,85

6. Koefisien kekasaran

Tabel 2.4 : Koefisien kekasaran Manning (n) Dinding

n saluran

Kondisi

Kayu

Papan-papan rata. dipasang rapi

Papan-papan rata, kurangrapi/tua

Papan-papan kasar, dipasang rapi

0,014 Metal

Papan-papan kasar, kurang rapi/tua

Sedikit kurang rata

0,010 batu

Plesteran semen halus

Plesteran semen dan pasir

Beton dilapis baja

Beton dilapis kayu

Batu beta kosongan yang baik, kasar

0,020 Barn

Pasangan batu, keadaan jelek

0,0 13 kosongan

Halus, dipasang rata

Batu pecah, bath belah, dipasang dalam semen 0,0 17

0,020 Tabel 2.5 : Koefisien kekasaran Strickler (k)

Kerikil halus, padat

k Saluran lama dengan dinding-dinding sangat kasar

Dinding saluran

>36 Saluran lama dengan dinding-dinding kasar

38 Saluran drainase yang akan diberi tanggul dan saluran

40 tersier Saluran drainase baru tanpa tanggul

43,5 Saluran primer dan sekender dengan debit kurang dari

45,0 - 47,5 7.5 m3/det

Saluran terpelihara baik dengan debit lebih besar dari 50 pada 10 m3/det Saluran dengan pasangan batu kosongan

50 Saluran pasangan batu belah yang baik dan baton tidak

60 dihaluskan Saluran dengan dinding halus dinding kayu

7. Tahapan perencanaan dan formulasi

1) Analisis Hidrologi

a. Hitung koefesien pengaliran (C)

b. Dari data pengukuran, hitung : beda tinggi (H), panjang daerah pengaliran (L), Kemiringan rata-rata dasar pengaliran (s) : s = H/L b. Dari data pengukuran, hitung : beda tinggi (H), panjang daerah pengaliran (L), Kemiringan rata-rata dasar pengaliran (s) : s = H/L

0 ,  77 L  Tc  0 . 0195 x   menit

d. Intensitas curah hujan (I): Digunakan Rumus Mononobe:

R 2 24 3

24  t  mm/jam R24 = Curah hujan maksimum setempat dalam mm.

= Lama waktu konsentnasi dalam jam.

e. Hitung luas daerah aliran (A)

f. Hitung debit nencana (Q): Q

= 0,278.C.I.A m3/det.

C = Koefisien pengaliran

I = intensitas hujan dalam mm/jam

A = Luas daerah aliran dalam km2

2) Analisis Hidrolika

a. Tentukan / pilih bentuk penampang basah dari alternatif sebagai berikut:

 Segi empat  Trapesium Untuk perencanaan saluran dianjurkan perbandingan antara lebar dasar saluran b dan tinggi air h sebagai berikut (Tabel 2.6) :

Tabel 2.6 : Pendekatan perbandingan dasar dan tinggi saluran.

Q (m3/det)

b. Tentukan / pilih type dinding saluran dengan alternatif sebagai berikut:

 Pasangan batu tanpa plesteran  Pasangan batu dengan plesteran  Beton  Tanah

c. Coba penampang basah:  h dalam m

 b dalam m  Luas penampang basah (F) dalam m2  Keliling penampang basah (0) dalam m

d. Hitung Radius hidrolik

R  meter

e. Hitung / tentukan kemiringan dasar saluran (S).Tentukan koefisien kekasaran (n) atau (k)

f. Hitung kecepatan air rata-rata (V):

Rumus Manning: V 

R = Radius hidrolik dalam meter S = Kemiringan dasar saluran n = Koefisien kekasaran

Rumus Strickler: V  k . R 2 . S 1 m/det

k = koefisien kekasaran

g. Hitung debit kapasitas saluran (Q): Q = V.F m3/det. Kapasitas saluran ini harus lebih besar dari pada debit rencana: Q = V.F  Q = 0,278.C.I.A

8. Bangunan pelengkap sistem drainase Bangunan yang dimaksud adalah bangunan yang ikut mengatur mengontrol sistem aliran air hujan yang ada dalam perjalanan menuju outfall agar aman dan melewati daerah-daerah curam atau melintasi jalan raya. Bangunan-bangunan tersebut berupa gorong-gorong (culvert), bangunan pertemuan saluran, bangunan terjunan, jembatan, dan lain- lain.

1) Bangunan pertemuan saluran (Box drainage)  Bangunan pertemuan saluran ini diperlukan pada pertemuan dua

atau lebih saluran dan berbentuk box untuk memudahkan pengaturan arah aliran setelah pertemuan serta merupakan tempat peralihan karakteristik hidraulis dan saluran sebelum dan sesudah pertemuan tersebut.

 Karakieristik tersebut terutama menyangkut masalah ukuran profil, .kapasitas atau kemiringan saluran. Saluran setelah pertemuan hams menampung jumlah kumulatifdari debit semua saluran yang mengumpul dipertemuan tersebut.

 Dimensi saluran dari bangunan peredaman energi (energy dissipation) terhadap aliran-aliran dari hulunya. Dimensi Hidrolis disesuaikan dengan analisa terjunan.

2) Terjunan Untuk mengurangi kemiringan saluran dan kecepatan yang terlalu

besar yang dapat mengakibatkan penggerusan bahan saluran maka dipergunakan terjunan.

Terjunan ini dapat pula diterapkan pada pertemuan saluran (titik simpul) elevasi dasar saluran yang berbeda tingginya, untuk mengurangi energi yang jatuh (sebagai energi disipator).

Lokasi atau terjunan dapat diperkirakan dengan mempertimbangkan kemiringan saluran, sebagai dasar dapat dilihat pada Tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7 : Jarak pematah arus sesuai kemiringan lahan

a. Terjunan Tegak Perencanaan geometri terjunan tegak dinyatakan dalam persamaan berikut :

Q 2 Dn  3

gh Dn =

Koefesien terjunan

Debit saluran per meter lebar saluran (m3/det/m).

Kecepatan grafitasi (9,8 m/det2)

Tinggi terjunan (m)

Fungsi dari perencanaan geometri terjunan tegak didefinisikan menurut persamaan-persamaan di bawah ini :

Ld/h 0,27 = 4,30 Dn Lp/h = Dn

D1/h

d2/h = 1,66 DN Ld

= 0,54 Dn

= Panjang saluran

Lp

= Tinggi air di bawah terjunan

D1 & d2

= Tinggi air