PENGARUH PERSEPSI ATAS PP NOMOR 46 TAHUN

PENGARUH PERSEPSI ATAS PP NOMOR 46 TAHUN 2013
TERHADAP KEPATUHAN SUKARELA WAJIB PAJAK YANG
MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU PADA KANTOR
PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT
AHSAN NASHRUDIN
BASHORI
ELIA MUSTIKASARI ∗
Universitas Airlangga
Abstract
Tax revenues are an important financing source that underlies the
government to continue tax broadening base policy as set out in the Draft
State Budget 2014. One of the policy is GR Number 46 Year 2013 which is
set to improve voluntary compliance of small taxpayers who have gross
income not more than Rp 4,8 billion/year. This research aims to determine
wheter the perception of GR Number 46 Year 2013 affect voluntary
compliance of small taxpayers in Surabaya Rungkut Small Tax Office. The
approach used is quantitative by using one independent variable, perception
of GR Number 46 Year 2013, and one dependent variable, voluntary
compliance. The primary data used in this research and was obtained from
questionnaires to taxpayers of GR Number 46 Year 2013 in Surabaya
Rungkut Small Tax Office. The method used to test the hypothesis is a

simple linier regression analysis. The result showed that the perception of
GR Number 46 Year 2013 have positive effect on voluntary compliance of
taxpayers who have certain gross income in Surabaya Rungkut Small Tax
Office.
Keywords: Perception of GR Number 46 Year 2013, Voluntary Compliance,
Final Income Tax, Surabaya Rungkut Small Tax Office

Abstrak
Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan penting yang mendasari
pemerintah untuk melanjutkan kebijakan perluasan basis pajak sebagaimana
tercantum dalam RAPBN 2014. Salah satu kebijakannya adalah Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang ditetapkan untuk
meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak kecil yang memiliki
peredaran bruto tidak lebih dari Rp 4,8 miliar/tahun. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui apakah persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013
berpengaruh terhadap kepatuhan sukarela wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu pada KPP Pratama Surabaya Rungkut. Pendekatan
yang digunakan adalah kuantitatif dengan menggunakan satu variabel
independen yaitu persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 dan satu variabel
dependen yaitu kepatuhan sukarela. Data primer digunakan dalam penelitian

ini dan diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada wajib pajak PP Nomor
46 Tahun 2013 pada KPP Pratama Surabaya Rungkut. Metode yang
digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis regresi linier sederhana.


Author can be contacted at: ahsannashrudinbashori@gmail.com and lia_tito@yahoo.co.id

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

1

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi atas PP Nomor 46 Tahun
2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan sukarela wajib pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu di KPP Pratama Surabaya Rungkut.
Kata Kunci: Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013, Kepatuhan sukarela,

PPh final, KPP Pratama Surabaya Rungkut

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

2

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

1.

Pendahuluan
Pajak berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang sehingga

berperan penting bagi negara (Gwartney dan Lawson, 2006). Peran penting tersebut
adalah membiayai pengoperasian rutin dan pembangunan negara (Suandy, 2011). Hal
itu dibuktikan dengan data dari Kementerian Keuangan bahwa kontribusi pajak
terhadap negara tahun 2013 sebesar 76,69% atau Rp 1.148,4 triliun. Oleh karena itu,

Pemerintah

terus

melanjutkan

dan

menyempurnakan

pokok-pokok

kebijakan

perpajakan, salah satunya kebijakan perluasan basis pajak sebagaimana tercantum
dalam RAPBN 2014.
Salah satu bentuk kebijakan perluasan basis pajak, yaitu Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 46 Tahun 2013, yang menjadi fokus dalam penelitian ini. Pajak Penghasilan
(PPh) tersebut diberlakukan bagi wajib pajak (WP) Orang Pribadi (OP) maupun Badan
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha tertentu dengan peredaran

bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar/tahun dengan tarif 1% dari peredaran bruto.
Dasar diterapkan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh
bahwa atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenakan PPh final berdasarkan PP.
Lebih lanjut, berdasarkan pasal 17 ayat (7) UU PPh, tarif tersebut tidak boleh melebihi
tarif tertinggi PPh OP dan tetap didasarkan kesederhanaan, keadilan dan perluasan
partisipasi perpajakan. Hal itu sesuai dengan yang diungkapkan oleh DJP (2014) bahwa
salah satu maksudnya adalah kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan.
Tujuannya untuk memberikan kemudahan pelaksanaan kewajiban perpajakan (DJP,
2014).
Secara ringkas, penerapan PP Nomor 46 Tahun 2013 berisi tentang kesederhanaan,
kemudahan, keadilan, dan penghapusan sanksi administrasi. Kesederhanaan dan
kemudahan tersebut dalam hal penghitungan, penyetoran dan pelaporan SPT dimana
PPh terutang dihitung 1% dari peredaran bruto sebagaimana tercantum pada pasal 3 PP
Nomor 46 Tahun 2013 dan WP tidak diwajibkan melaporkan SPT Masa apabila telah
menyetor PPh terutang dengan validasi NTPN tepat waktu sebagaimana tercantum
dalam SE 42/PJ/2013. Sedangkan keadilan tersebut atas penerapan PPh final sebesar
1%. Lebih lanjut, penghapusan sanksi tersebut adalah penghapusan sanksi atas
pelanggaran administrasi yang dilakukan WP pada Masa pajak bulan Juli-Desember
2013 sebagaimana tercantum pada huruf G SE 42/PJ/2013. Harapannya kepatuhan
sukarela yang diharapkan oleh DJP.


SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

3

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai kesederhanaan, kemudahan, keadilan
dan penghapusan sanksi administrasi untuk mencapai kepatuhan sukarela. Joumard
dalam Kamleitner et al. (2010) mengatakan bahwa kebanyakan menyarankan untuk
melakukan penyederhanaan proses perpajakan. Disisi lain, Widodo (2010) menyatakan
dengan cara penyederhanaan bentuk pelaporan dan keleluasaan jangka waktu pelaporan,
serta penyederhanaan tarif dan pemberian insentif tertentu. Hal itu sesuai dengan
penelitian Kusumaningsih (2012) bahwa penerapan tarif tunggal PPh berpengaruh
positif terhadap kepatuhan WP, serta penelitian Amalah (2013) dan Haris (2011)
dengan hasil bahwa persepsi atas reformasi administrasi perpajakan memiliki pengaruh
positif terhadap kepatuhan WP. Hal itu dikarenakan penerapan tarif PPh proporsional

membuat keputusan pajak menjadi netral (Kyjet al., 2001). Lebih lanjut, dalam hal
penghapusan sanksi administrasi, Wulandari (2009) menyatakan bahwa kebijakan
penghapusan sanksi administrasi memiliki pengaruh yang kuat terhadap tingkat
kepatuhan WP OP. Suryarini dan Anwar (2010) dan Anggraeni (2011) juga menyatakan
bahwa kebijakan sunset policy berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.
Namun berbeda dengan penelitian Karim (2010) yang menyatakan bahwa persepsi WP
atas penerapan sunset policy negatif.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dan perlunya penilaian
terhadap peraturan perpajakan baru ini karena menyangkut perekonomian pengusaha
kecil yang jumlahnya sangat mendominasi di Indonesia serta perlu mengikuti
perkembangan ekonomi nasional dan global maka perlu dilakukan penelitian dengan
rumusan masalah “Apakah persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 berpengaruh
terhadap kepatuhan sukarela wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Rungkut. Penelitian ini dilakukan di KPP
Pratama Surabaya Rungkut dengan alasan wilayah kerjanya mencakup tiga kecamatan
dengan 3.309 WP sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 dan menjadi kawasan perdagangan
yang cukup besar.

2.


Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
PPh sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 46 Tahun 2013 ini memiliki tiga pokok
kebijakan yang penting yaitu penerapan tarif PPh final sebesar 1% dari peredaran bruto
yang sederhana untuk kemudahan penghitungan, penyederhanaan penyetoran dan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

4

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

pelaporan untuk kemudahan penyetoran dan pelaporan, serta penghapusan sanksi
administrasi. Secara singkat ketiga pokok kebijakan tersebut sebagai berikut:
a. Kesederhanaan
Widodo (2010) menyatakan bahwa penyederhanaan tarif perlu dilakukan untuk

meningkatkan kepatuhan WP. Penyederhanaan tarif tersebut dilakukan oleh Pemerintah
dengan menerapkan PP Nomor 46 Tahun 2013. Tarif PPh final yang diterapkan adalah
sebesar 1% dari peredaran bruto sebagaimana tercantum pada pasal 3. Hal itu
merupakan bentuk yang sangat digembor-gemborkan oleh Pemerintah karena
mengingat kesederhanaan, kemudahaan, keadilan proporsional dan besarnya menarik
sehingga perhitungan PPh terutang oleh WP menjadi mudah.
b. Kemudahan
Joumard dalam Kamleitner, et al. (2010) dan Widodo (2010) menyatakan bahwa
administrasi perpajakan perlu dilakukan penyederhanaan sehingga memberikan
kemudahan dan akan mampu mempengaruhi kepatuhan WP. Penyederhanaan
administrasi perpajakan tersebut diterapkan dengan menetapkan PP Nomor 46 tahun
2013. Hal itu ditunjukkan dengan pertimbangan yang diambil bahwa perlu memberikan
perlakuan ketentuan mengenai administrasi perpajakan yaitu dalam hal penyetoran dan
pelaporan pajak penghasilan terutang. WP tidak perlu lagi menyampaikan SPT Masa
tetapi dengan syarat tetap melakukan perhitungan dan penyetoran yang benar.
c. Penghapusan sanksi administrasi
Penghapusan sanksi administrasi sebagaimana tercantum pada huruf G Surat Edaran
(SE) Nomor 42/PJ/2013 merupakan bagian untuk mendorong kebijakan perluasan basis
pajak melalui peningkatan kepatuhan WP seperti yang telah ditetapkan dalam APBN
2014. Penghapusan sanksi tersebut dilakukan untuk mendorong WP memenuhi

kewajiban perpajakannya tanpa khawatir akan dikenakan sanksi administrasi baik bunga
maupun denda.
2.2. Persepsi
Hammer dan Organ dalam dalam Indrawijaya (2010) menyatakan bahwa persepsi
adalah “the process by which people organize, interpret, experience, and process cues
or material (inputs) received from the external envinronment”. Persepsi yang dimaksud
oleh Hammer dan Organ tersebut adalah sebuah proses dimana seseorang
mengorganisasi, mengiterpretasi, mengalami, dan mengolah isyarat atau materi yang
diterima dari lingkungan luar. Hal itu juga diungkapkan oleh Walgito (2002) bahwa
persepsi merupakan proses interpretasi seseorang atas apa yang diinderakan kemudian

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

5

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id


dianalisa sehingga mampu mengerti hal tersebut. Lebih lanjut, Robbins dan Judge
dalam Kaleem et al. (2013) menyatakan bahwa interpretasi atas apa yang diinderakan
selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Pemahaman atas persepsi yang
disampaikan oleh Hammer dan Organ, Walgito serta Robbins dan Judge memberikan
arti bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasi,
menginterpretasi, mengalami dan mengolah sesuatu yang konkret ataupun abstrak yang
diterima dari lingkungan eksternal yang nantinya dapat mempengaruhi perilaku
seseorang. Disisi lain, menunjukkan bahwa dalam proses persepsi dipastikan
menggunakan alat indera sehingga mampu melakukan proses perseptual.
Duncan dalam Indrawijaya (2010) menyatakan bahwa terdapat tiga proses di dalam
proses perseptual. Tiga proses tersebut adalah proses masukan, selektivitas, dan proses
penutupan. Proses masukan merupakan proses awal dalam proses perseptual dimana
memasukkan unsur-unsur yang diinderakan. Selanjutnya, selektivitas menunjukkan
bahwa semua rangsangan akan diseleksi untuk mendapatkan yang terbaik. Sedangkan
proses penutupan merupakan suatu langkah menutup proses perseptual.
Gambar 1.
Karakteristik Persepsi
Proses perseptual
Sumber rangsanganperseptual

Selektivitas

Proses penutupan

Sumber: Duncan dalam Indrawijaya (2010)
2.3. Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013
Administrasi perpajakan yang dianggap sulit oleh WP UMKM akan meningkatkan
bingkai keputusan perilaku tidak patuh dan cenderung meningkatkan kesempatan untuk
tidak patuh (Kamleitner et al., 2010). Administrasi perpajakan yang dimaksud adalah
berdasarkan ketentuan pada PP Nomor 46 Tahun 2013 yaitu penghitungan, penyetoran
pajak terutang dan pelaporan SPT. Engelschalk (2006) juga menyatakan bahwa
kerumitan hukum pajak dan teknis administrasi mempengaruhi kepatuhan sukarela WP
UMKM. Padahal melalui pajak, UMKM dapat tumbuh dan berhubungan dengan sektor
formal, baik pendanaan maupun penjualan.
Kerumitan yang ditimbulkan tersebut selanjutnya menimbulkan biaya kepatuhan
yang tinggi (Engelschalk, 2006). Padahal UMKM hanya menghasilkan penghasilan
tidak seperti usaha besar. Biaya kepatuhan yang dikeluarkan relatif besar jika

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

6

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

dibandingkan dengan penghasilan neto yang diterima atau diperoleh. Hal itu
mendukung pendapat Braithwaite dalam IFC (2007) menyatakan bahwa dengan
membuat mudah administrasi perpajakan maka WP akan memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Gambar 2.
Empat Level Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak

Sumber: IFC (2007)

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa PP Nomor 46 Tahun 2013
menggambarkan kesederhanaan, kemudahan dan keadilan. Kesederhanaan, kemudahan
dan keadilan yang ada salah satunya dalam hal penerapan tarif tunggal. Liana dan
Carmen dalam Kusumaningsih (2012) menyatakan bahwa tarif tunggal memiliki
beberapa keuntungan yaitu mengurangi biaya kepatuhan, mengurangi tax avoidance dan
tax evasion, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi disinsentif untuk investasi dan
konsumsi, meningkatkan keadilan pajak dan menjadikan negara lebih kompetitif dengan
mengikuti perkembangan global. Disisi lain, kesederhanaan dan kemudahan juga
terdapat dalam administrasi penyetoran dan pelaporan SPT. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh BNZ-KPMG dan CFIB dalam IFC (2007) menyatakan bahwa
biaya kepatuhan yang menjadi masalah utama adalah pengisian formulir seperti
perhitungan pajak terutang dan persyaratan administratif.
Pokok penting selanjutnya adalah penghapusan sanksi administrasi. Penghapusan
sanksi administrasi merupakan sebuah langkah untuk memperolah peningkatan
kepatuhan dengan bentuk pemberian penghapusan sanksi (IFC, 2007). Harapannya
adalah mencari kembali hal-hal yang belum bisa didapatkan dengan kondisi biasa yaitu
semakin meningkatnya WP yang patuh sehingga mampu meningkatkan penerimaan
pajak secara keseluruhan.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

7

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan, maka persepsi atas PP Nomor 46
Tahun

2013

merupakan

suatu

proses

dimana

seseorang

mengorganisasi,

menginterpretasi, mengalami dan mengolah mengenai kesederhanaan, kemudahan,
keadilan dan penghapusan sanksi administrasi yang tercantum didalam PP Nomor 46
Tahun 2007 sehingga diharapkan akan mampu meningkatkan kepatuhan WP. Hal
tersebut yang akan menjadi dasar dalam proses penelitian ini.
2.4. Kepatuhan Sukarela Wajib Pajak
Nurmantu dalam Widodo (2010) menyatakan bahwa terdapat dua macam kepatuhan
yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal merupakan keadaan
pemenuhan kewajiban WP secara formal sesuai dengan batas waktu ketentuan pada
perundang-undangan. Sedangkan kepatuhan material merupakan keadaan WP secara
substantif memenuhi ketentuan material sesuai dengan undang-undang perpajakan.
Kepatuhan pajak telah diidentifikasi dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
Kamleitner, et al. (2010) menunjukkan beberapa penelitian yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Braithwaite (2009) dan Kirchler (2007) dengan variabel ekonomi dan
psikologi, penelitian Kim (2002) dan Murphy (2004) dengan variabel prosedur dan
distribusi persepsi keadilan, penelitian Ashby et al.(2009), Kitrchler (1997) dengan
variabel risiko sikap dan egoisme, Rothengatter (2005) dan Wenzel (2005) dengan
variabel personal dan norma sosial, penelitian Alm et al.(1992) dengan variabel tarif
pajak, serta penelitian Witte dan Woodbury (1985) dengan variabel audit dan
kemungkinan pemeriksaan, memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan pajak. Jadi
secara ringkas dapat dilihat bahwa ekonomi, psikologi, prosedur, distribusi persepsi
keadilan, personal, norma sosial, tarif pajak, audit dan kemungkinan pemeriksaan
memiliki hubungan positif terhadap kepatuhan pajak.
Kepatuhan pajak sebenarnya lebih mengarah kepada kesadaran individu dalam
melakukan kewajiban perpajakan dimana dengan pajak akan mampu membangun
negara dengan baik (Widodo, 2010). Hal itu juga yang merupakan arah kepatuhan pajak
yang diharapkan oleh DJP sebagaimana disampaikan dalam sosialisasi PP Nomor 46
Tahun 2013 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (DJP, 2014). WP
akan secara sukarela melakukan kewajiban perpajakan tanpa perlu adanya tindakan
pengendalian pajak seperti sanksi dan pemeriksaan. Amalah (2013) dan Efebera et al.
(2004) menggambarkan kepatuhan sukarela dengan dua hal yaitu membayar pajak
sesuai dengan keadaan sesungguhnya dan tidak berniat mengurangi jumlah pajak

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

8

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

terhutang atau ketepatan, serta membayar pajak ketika tidak ada pengendalian pajak
atau kesukarelaan.
2.5. Hubungan Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 dengan Kepatuhan Sukarela
Duncan dalam Indrawijaya (2010) menyatakan bahwa terdapat tiga unsur utama
dalam proses kognisi yaitu proses kognisis, proses belajar dan proses pemecahan
permasalahan atau proses pemilihan perilaku. Duncan dalam bukunya Organizational
Behaviour pada tahun 1981 halaman 108 yang diambil dari The Behavioral Process
menggambarkan diagram hubungan antara persepsi dengan perilaku (Indrawijaya,
2010). Rangsangan yang diterima akan mempengaruhi persepsi seseorang individu.
Persepsi tersebut akan dilanjutkan dengan proses belajar yang menghubungkan
pengalaman masa lampau dengan sekarang. Melalui proses belajar tersebut individu
akan mendapatkan berbagai kemungkinan tindakan yang diambil. Akan tetapi akan ada
satu tindakan yang diambil. Tindakan tersebut selanjutnya akan memberikan
konsekuensi sehingga membuat individu akan melakukan proses belajar kembali
ataupun mendapatkan rangsangan yang baru.
Gambar 3.
Diagram Proses Perilaku
Rangsangan
Persepsi
Proses belajar (proses menghubungkan
pengalaman masa lampau dengan
kenyataan yang dialami seseorang)
Kemungkinan tindakan yang diambil
Balikan atau konsekuensi
tindakan

Pemilihan tindakan
Perilaku

Sumber: Duncan dalam Indrawijaya (2010:42)
Konsep perilaku yang diungkapkan Duncan dalam Indwijaya (2010) menjadi dasar
hubungan antara persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 dengan kepatuhan sukarela.
Beberapa penelitian telah dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan oleh Amalah
(2013) dengan hasil bahwa persepsi atas reformasi administrasi perpajakan memiliki
pengaruh signifikan dan positif terhadap kepatuhan WP. Lebih lanjut, Haris (2011)
menyatakan bahwa sistem administrasi modern berpengaruh pisitif dan signifikan
terhadap kepatuhan WP. Disisi lain penelitian yang dilakukan Kim dan Murphy yang

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

9

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

menyatakan bahwa prosedur pajak memiliki hubungan positif dengan kepatuhan pajak
(Kamleitner et al., 2010).Ini menunjukkan bahwa memang kemudahan administrasi
pajak akan mampu meningkatkan kepatuhan WP.
Tidak hanya itu, penghapusan sanksi administrasi juga memiliki hubungan dengan
kepatuhan sukarela. Anggraeni (2011) yang menyatakan bahwa program sunset policy
berpengaruh positif terhadap kepatuhan WP. Penelitian tersebut menggunakan faktor
kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan
perpajakan dan persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan dalam mengukur
kepatuhan WP. Lebih lanjut, Muliari dkk. (2011) menyatakan bahwa persepsi WP
tentang sanksi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan
pelaporan WP OP.
Keempat hal yang menggambarkan persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013, yaitu
kesederhanaan, kemudahan, keadilan dan penghapusan sanksi administrasi akan mampu
mendorong WP untuk secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakan. Oleh karena
itu, hipotesis penelitian ini adalah persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 mempunyai
hubungan positif terhadap kepatuhan sukarela WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu.
2.6. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningsih (2012) membagi tarif tunggal
menjadi tujuh indikator, beberapa diantaranya adalah kesederhanaan, kemudahan
menghitung pajak dan keadilan pajak yang juga digunakan dalam penelitian Efebra
(2004). Selanjutnya, Amalah (2013) menggunakan indikator dalam reformasi
administrasi adalah kemudahan penyetoran dan pelaporan SPT. Disisi lain, penelitian
yang dilakukan oleh Anggraeni (2011) menggunakan empat indikator penghapusan
sanksi administrasi yaitu penghapusan sanksi administrasi bagi yang belum memiliki
NPWP, pembetulan SPT, kurang bayar pajak, dan penegasan sanksi pajak. Amalah
(2013) dan Efebera et al. (2004) memiliki kesamaan pada dua indikator dalam
mengukur kepatuhan sukarela WP, yaitu ketepatan/kondisi sesungguhnya dan
kesukarelaan/tanpa tekanan. Keempat penelitian tersebut yang akan menjadi acuan
penentuan indikator dalam penelitian ini, didukung dengan ketentuan perpajakan yang
terkait dengan PP Nomor 46 Tahun 2013.
2.7. Hipotesis Penelitian
Widodo (2010) mengungkapkan bahwa dengan penyederhanaan laporan dan
keleluasaan waktu, serta berupaya mengurangi beban pajak akan mampu meningkatkan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

10

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

kepatuhan WP kecil. Hal itu dikarenakan prosedur perpajakan yang dianggap sulit oleh
WP kecil akan meningkatkan bingkai keputusan perilaku tidak patuh (Kamleitneret al.,
2010).
Ungkapan Widodo (2010) selaras dengan Kyjet al. (2001) yang menyimpulkan
bahwa penerapan tarif PPh proporsional membuat keputusan pajak menjadi netral.
Selain itu, Joumard dalam Kamleitner et al. (2010) menyimpulkan bahwa perlu
penyederhanaan proses perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan WP. Selain itu,
penghapusan sanksi administrasi juga akan mampu meningkatkan kepatuhan sukarela
WP (Wulandari, 2009; Suryarini dan Anwar, 2010; Anggraeni, 2011). Berdasarkan hal
itu dan PP Nomor 46 Tahun 2013 yang didasarkan atas kesederhanaan, kemudahan,
keadilan, dan penghapusan sanksi administrasi, maka hipotesis penelitian yang
dirumuskan sebagai berikut:
H. Hipotesis. Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap kepatuhan
sukarela wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu pada KPP
Pratama Surabaya Rungkut.
2.8 Kerangka Berfikir
Hipotesis dalam penelitian ini dijelaskan secara ringkas dalam kerangkaberfikir.
Kerangka berfikir tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 4.
Kerangka Konseptual
Persepsi Atas PP Nomor 46
Tahun 2013

− Kesederhanaan
− Kemudahan
−Kepatuhan
KeadilanSukarela Wajib Pajak yang
Memiliki
Peredaran
Tertentu
− Penghapusan
sanksiBruto
administrasi

3.

− Membayar pajak sesungguhnya
− Tanpa tekanan

Metode Penelitian

3.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena melakukan kuantifikasi
atas data dan dihitung dengan rumus yang relevan untuk menguji kebenaran dari sebuah
hipotesis. Sedangkan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik
inferensial sehingga mampu menggambarkan populasi. Hal itu sesuai pernyataan
Sugiyono (2009) bahwa statistik inferensial ini merupakan teknik analisis atas suatu

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

11

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

sampel yang diambil secara acak dan hasil yang diperoleh digeneralisasikan terhadap
populasi.
3.2. Identifikasi Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:
1. Variabel Independen, yaitu Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 (X).
2. Variabel Dependen, yaitu Kepatuhan sukarela wajib pajak (Y).
3.3. Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan variabel-variabel yang didefinisikan dibawah ini:
1. Variabel Independen
Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 (X), merupakan suatu proses dimana seseorang
mengorganisasi, menginterpretasi, mengalami dan mengolah informasi dari luar
mengenai kesederhanaan, kemudahan, keadilan dan penghapusan sanksi administrasi
yang telah ditetapkan di dalam PP Nomor 46 Tahun 2013. Indikator yang digunakan
dalam variabel X adalah kesederhanaan, kemudahan, keadilan, dan penghapusan sanksi
administrasi yang didasarkan pada peraturan perpajakan PP Nomor 46 Tahun 2013,
Kusumaningsih (2012), Anggraeni (2011), Amalah (2013), Efebera et al. (2004) dan SE
Nomor 42/PJ/2013. Kesederhanaan dan kemudahan diukur dengan pernyataan
mengenai kesederhanaan dan kemudahan dalam hal penghitungan, penyetoran dan
pelaporan. Sedangkan keadilan diukur atas dasar keadilan atas besarnya tarif PPh final
1% dari penghasilan bruto. Lebih lanjut untuk penghapusan sanksi administrasi diukur
dengan pernyataan mengenai ketepatan atas penghapusan sanksi bagi yang tidak
memiliki NPWP, menyampaikan pembetulan SPT, kurang bayar dan persepsi
penghapusan ditujukan untuk memudahkan menetapkan sanksi selanjutnya. Sedangkan
indikator dalam variabel Y adalah membayar pajak sesuai dengan keadaan
sesungguhnya dan tidak mengurangi jumlah pajak terhutang serta tetap membayar pajak
walaupun tidak ada pengendalian pajak, yang didasarkan pada penelitian Amalah
(2013) dan Efebera et al. (2004).
2. Variabel Dependen
Kepatuhan sukarela wajib pajak (Y), merupakan kesadaran WP dalam memenuhi
kewajiban perpajakannya walaupun tidak ada pengendalian pajak. WP secara sukarela
akan menghitung, menyetor dan melaporkan PPh terutangnya. Indikator yang
digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amalah (2013), dan Efebera
(2012) yaitu membayar pajak sesungguhnya dan tetap membayar walaupun tidak ada
pengendalian pajak (tanpa tekanan).

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

12

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

3.4. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
secara langsung dengan menyebarkan kuesioner kepada responden yaitu WP PP Nomor
46 Tahun 2013. Sedangkan data sekunder diperoleh secara tidak langsung yaitu dari
buku, jurnal, majalah, peraturan, dan lainnya baik diperoleh dari Perpustakaan, KPP,
ataupun e-journal. Sugiyono (2009:199) menyatakan bahwa kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab responden.
Teknik tersebut digunakan dimana berisi 13 pernyataan tertutup mengenai indikator
yang telah ditentukan.
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
Populasi penelitian ini adalah seluruh WP yang memiliki peredaran bruto tidak
melebihi Rp 4,8 miliar/tahun sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013 di KPP Pratama
Surabaya Rungkut sampai tahun pajak 2011 yaitu sebesar 3.186 WP. Sampel ditentukan
menggunakan nonprobability sampling dengan teknik aksidental walaupunmemang
tidak dapat secara meyakinkan untuk digeneralisasikan terhadap populasi (Kuncoro,
2003). Jumlah sampel yang digunakan didasarkan pada rumus Slovin (Suharso, 2009)
dengan tingkat eror 0,1 yaitu sejumlah 97 responden.
3.6. Pengujian Instrumen Penelitian dan Teknik Analisis
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian instrumen penelitian dengan uji
validitas dan reliabilitas sehingga data yang didapatkan dapat menggambarkan secara
tepat populasi. Selanjutnya teknik analisis yang digunakan adalah statistik inferensial
yaitu analisis regresi linier sederhana dengan menggunakan SPSS 17.0 sebagai alat
pengolah data. Namun sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas dan
uji heteroskedastisitas.
Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
� = � + �� + � ............................................................................................................ (1)

Keterangan:

Y = Kepatuhan sukarela wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu
a = Koefisian konstanta
β = Koefisien Regresi
X = Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013
e = Error

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

13

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Selanjutnya pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik t karena memang
digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2013). Hipotesis statistik yang digunakan sebagai berikut:
H 0 :β i = 0 Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kepatuhan sukarela wajib pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu.
H a :β i ≠ 0 Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kepatuhan sukarela wajib pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu.
Tingkat signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5% dengan kriteria pengambilan
keputusan jika p value (sig.) < α maka H0 ditolak dan Ha diterima. Akan tetapi jika p
value (sig.) > α maka H0 diterima dan Ha ditolak.
4.

Hasil dan Pembahasan

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner sebanyak 120 buah kepada
responden yaitu WP PP Nomor 46 Tahun 2013, yang sedang menyetorkan SPT di KPP
Pratama Surabaya Rungkut mulai tanggal 25 Maret sampai dengan 4 April 2014.
Penyebaran dilakukan dengan menanyakan terlebih dahulu apakah calon responden
termasuk WP PP Nomor 46 Tahun 2013 dan terdaftar di KPP Pratama Surabaya
Rungkut atau bukan. Apabila calon responden bukan WP atau konsultan atau kurir atau
lainnya maka kuesioner tidak diberikan kecuali bagi WP Badan yang menyerahkan
kewajiban perpajakannya kepada bagian yang khusus menangani hal tersebut karena
kemungkinan sudah memiliki sistem organisasi yang baik. Disisi lain, pengisian
kuesioner dilakukan dengan pendampingan agar responden benar-benar memahami
pernyataan didalam kuesioner. Hasilnya kuesioner yang tidak lengkap sejumlah 3 buah,
dan tidak kembali sejumlah 5 buah sehingga yang dapat diolah sejumlah 112 buah
dengan karakteristik 72 WP OP dan 40 WP Badan.
Deskripsi tanggapan responden dinilai berdasarkan kategori dari perhitungan
interval kelas sebesar 0,80. Kategori tersebut sebagai berikut:

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

14

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Tabel 1.
Kategori Distribusi Hasil Penelitian Berdasarkan Rata-rata
Interval

Kategori

Keterangan

1,00 ≤ X ≤ 1,80

1

Sangat Tidak Setuju (STS)

1,81 ≤ X ≤ 2,60

2

Tidak Setuju (TS)

2,61 ≤ X ≤ 3,40

3

Cukup Setuju

3,41 ≤ X ≤ 4,20

4

Setuju (S)

4,21 ≤ X ≤ 5,00

5

Sangat Setuju (SS)

Sumber: Data Olahan (2014)
Variabel persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 (X) terdiri dari kesederhanaan,
kemudahan, keadilan dan penghapusan sanksi administrasi. Indikator kesederhanaan
digambarkan dengan pernyataan ke-1, 2, dan 3, indikator kemudahan digambarkan
dengan pernyataan ke-4, 5, dan 6, indikator keadilan digambarkan dengan pernyataan
ke-7, dan indikator penghapusan sanksi administrasi digambarkan dengan pernyataan
ke-8, 9, 10, dan 11, dimana rata-rata tanggapan responden berturut-turut sebesar 3,79;
3,83; 3,75; 3,81; 3,77; 3,63; 2,83; 3,55; 3,85; 3,53; dan 3,40 yang termasuk kategori
“Setuju” kecuali pernyataan ke-7 dan 11 yang termasuk kategori “Cukup Setuju”.
Rata-rata tanggapan responden atas variabel persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013
yang digambarkan dengan keempat indikator tersebut sebesar 3,61 yang termasuk
dalam kategori “Setuju”. Hal ini menunjukkan bahwa WP yang dikenakan PPh final 1%
dari omzet pada KPP Pratama Surabaya Rungkut setuju dengan diterapkannya PP
Nomor 46 Tahun 2013. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa WP yang dikenakan
PPh final 1% dari omzet pada KPP Pratama Surabaya Rungkut berpersepsi yang baik
atas PP Nomor 46 Tahun 2013.
Variabel kepatuhan sukarela (Y) digambarkan dengan pernyataan ke-12, dan 13
dimana rata-rata tanggapan responden berturut-turut sebesar 3,81, dan 4,08 yang
termasuk kategori “Setuju” (Lampiran, 2014). Lebih lanjut, rata-rata tanggapan untuk
indikator kemudahan sebesar 3,95 yang termasuk kategori “Setuju”. Ini menunjukkan
WP yang dikenakan PPh final 1% dari omzet pada KPP Pratama Surabaya Rungkut
menyatakan bahwa mereka memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

15

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

4.2. Analisis Model dan Pembuktian Hipotesis
4.2.1. Uji Validitas, Reliabilitas dan Asumsi Klasik
Hasil pengujian validitas atas masing-masing pernyataan menunjukkan nilai
correlated item-total correlation berturut-turut dari pernyataan ke-1 sampai ke-13
sebesar 0,499, 0,489, 0,600, 0,583, 0,681, 0,470, 0,188, 0,325, 0,407, 0,353, 0,260,
0,484 dan 0,484 (Lampiran, 2014). Ini menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan
dinyatakan valid karena melebihi nilai korelasi (r) tabel sebesar 0,1857 sehingga dapat
digunakan sebagai alat pengumpul data. Lebih lanjut, hasil pengujian reliabilitas atas
variabel persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 (X) dan kepatuhan sukarela (Y)
menunjukkan nilai alpha berturut-turut sebesar 0,788 dan 0,652 dimana lebih besar dari
0,6 (Ghozali, 2006) sehingga dapat dikatakan reliabel sesuai dengan (Lampiran, 2014).
Jadi setiap item pernyataan masing-masing variabel dapat digunakan untuk pengujian
selanjutnya.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa secara sekilas titik-titik mengikuti garis
diagonal tetapi ada sedikit pola yang agak jauh dari garis diagonal sehingga data
dikatakan tidak terdistribusi secara normal. Hal itu dipertegas dengan pengujian
kolmogorov-smirnov dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,002 atau lebih kecil
dari 0,05. Oleh karena itu, dilakukan penghapusan data yang memiliki residual ekstrim
yaitu nomor 3, 29, 32, 48, 66, 85, 93, 94, dan 109 sehingga menghasilkan menghasilkan
grafik P-P Plot dengan titik-titik sudah mengikuti garis diagonal. Hal ini dipertegas
dengan pengujian kolmogorov-smirnov dimana nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,085 atau lebih besar dari 0,05 sehingga data dikatakan telah memenuhi asumsi
normalitas (Lampiran, 2014).
Selanjutnya, pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa tidak terjadi pola
yang jelas dengan titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y (Lampiran,
2014). Ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Oleh karena itu, model
regresi sudah baik untuk digunakan karena memiliki varian tetap.

4.2.2. Analisis Regresi Linier Sederhana dan Pengujian Hipotesis
Berdasarkan tabel 2, nilai koefisien korelasi sebesar 0,446 menunjukkan hubungan
antara variabel independen dan dependen cukup kuat. PP tersebut memberikan arti yang
cukup kuat bagi WP untuk patuh secara sukarela. Lebih lanjut, koefisien determinasi
sebesar 0,199 atau 19,9%. memberikan arti bahwa 19,9% dari variabel kepatuhan

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

16

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

sukarela WP yang memiliki peredaran bruto tertentu mampu dijelaskan oleh variabel
persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013, sedangkan sisanya sebesar 80,1% dijelaskan
oleh variabel lain.
Tabel 2.
Hasil Analisis Regresi Linier Sederhana dengan Program SPSS 17.0
Variabel

Koefisien Regresi
B
Std. Error
2,326
0,337

Konstanta
Persepsi atas PP
Nomor 46 Tahun
0,462
0,092
2013
Koefisien korelasi (R)
Koefisien determinasi (R2)
Penyesuaian koefisien determinasi
F hitung
Signifikansi
Sumber: Lampiran (2014)

Beta

0,446

t hitung Signifikansi
6,902

0,000

5,011

0,000
0,446
0,199
0,191
25,112
0,000

Hasil model regresi yang didapatkan sebagai berikut:
� = �, ��� + �, ���� + � ................................................................... (3)

Keterangan:
Y

= Kepatuhan sukarela wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu

X

= Persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013

e

= Error
Model regresi tersebut menunjukkan nilai koefisien regresi (β) bernilai positif yang

berarti bahwa perubahan variabel persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 searah dengan
perubahan variabel kepatuhan sukarela WP yang memiliki peredaran tertentu. Apabila
tidak ada pengaruh variabel persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 maka nilai
kepatuhan sukarela sebesar 2,326. Lebih lanjut, setiap perubahan satu satuan atas nilai
variabel persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013 maka nilai kepatuhan sukarela akan
berubah sebesar 0,462. Namun hal itu hanya sebatas menggambarkan arah pengaruh
perubahan karena penilaian terhadap hal abstrak yaitu perubahan atas persepsi dan
kepatuhan sukarela sulit untuk dinilai langsung.
4.3. Pembahasan
Nilai koefisien determinasi menunjukkan bahwa PP Nomor 46 Tahun 2013 belum
banyak mampu menjelaskan kepatuhan sukarela WP. Berdasarkan teori perilaku
Duncan dalam Widodo (2010:42), hal itu dimungkinkan peraturan ini masih baru
sehingga masih belum banyak memberikan rangsangan terhadap kepatuhan sukarela

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

17

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

WP. Disisi lain juga dimungkinkan kurangnya proses belajar baik dari pengalaman
masa lampau maupun kenyataan yang dialami sehingga menurunkan kemungkinan
untuk patuh secara sukarela.
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian dan juga ada yang tidak
sejalan dengan beberapa penelitian. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kusumaningsih (2012), Amalah (2013), Anggraeni (2011), Efeberaet al.
(2004) dan Siahaan (2012). Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Karim (2010) yang menyatakan persepsi WP atas penerapan sunset policy
adalah negatif atau 58% tidak setuju dengan kebijakan karena dianggap menjadi
jebakan dari pemerintah sehingga mempengaruhi tindakan yang diambil oleh WP.
Salah satu penelitian yang hasilnya sejalan dengan penelitian ini adalah penelitan
yang dilakukan oleh Kusumaningsih (2012) yang menyatakan bahwa penerapan tarif
tunggal PPh badan berpengaruh positif terhadap kepatuhan WP badan. Penelitian ini
sama-sama menilai sisi kesederhanaan dan kemudahan dalam penghitungan serta
keadilan atas tarif pajak yang ditetapkan. Kesederhanaan, kemudahan dan keadilan
tersebut menjadi beberapa indikator yang digunakan dalam mengukur variabel
independen persepsi atas PP Nomor 46 Tahun 2013.
Disisi lain, penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Anggraeni (2011) yang
menyatakan bahwa program sunset policy berpengaruh positif terhadap kesadaran
membayar pajak dimana itu nantinya bisa menjadi bentuk kepatuhan sukarela. Efeberaet
al. (2004) juga sama menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara persepsi
keadilan dengan niat kepatuhan yang juga nantinya bisa menjadi sebuah perilaku. Tidak
hanya itu saja, hasil penelitian ini mendukung penelitian Siahaan (2012) yang
menyatakan bahwa keadilan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan sukarela.
Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh Amalah (2013), hasil ini mendukung
bahwa kemudahan administrasi yang digambarkan dalam persepsi atas reformasi
administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan sukarela WP.
Kebenaran atas hasil penelitian lain yang telah dikemukakan juga bisa dibuktikan
dengan penelitian ini. Salah satunya adalah pendapat dari Kamleitneret al. (2010) yang
menyatakan bahwa prosedur perpajakan yang dianggap sulit oleh WP UMKM
meningkatkan bingkai keputusan perilaku tidak patuh apalagi menurut Dyne dan Pierce
(2004) keputusan tersebut tergantung atas persepsi psikologis dari situasi yang dihadapi.
Disisi lain membuktikan pendapat Widodo (2010) yang menyatakan dengan menekan
biaya kepatuhan melalui penyederhanaan pelaporan, keleluasaan jangka waktu

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

18

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

pelaporan dan mengurangi beban pajak melalui penyederhanaan tarif dan pemberikan
insentif tertentu maka akan mampu meningkatkan kepatuhan WP kecil. Kamleitneret al.
(2010:340) juga menyatakan hal yang sama bahwa prosedur perpajakan yang sulit akan
meningkatkan kesempatan untuk tidak patuh. Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga
membuktikan bahwa memang banyak saran yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan WP adalah penyederhanaan proses perpajakan (Joumard dalam Kamleitner et
al., 2010:341).
PP Nomor 46 Tahun 2013 ini memang memberikan kesederhanaan dan kemudahan
bagi WP untuk memenuhi kewajiban perpajakan mulai dari penghitungan, penyetoran
dan pelaporan. Penghitungan pajak terutang disederhanakan dengan tarif 1% dari
peredaran bruto sehingga memudahkan dalam penghitungan. Penyetoranpun juga
disederhanakan hanya dengan melalui pihak kerjasama seperti bank persepsi dan kantor
pos sehingga ini lebih memudahkan WP dalam menyetorkan pajak terutangnya. Lebih
lanjut, pelaporan juga disederhanakan dengan pengisian hanya pada bagian penghasilan
yang dikenakan pajak final sehingga memudahkan WP dalam pelaporan SPT. Konsep
lain yaitu penghapusan sanksi administrasi berpengaruh positif terhadap kepatuhan
ataupun kesadaran membayar pajak yang telah diungkapkan dalam beberapa penelitian
sebelumnya juga dapat dibuktikan. Ini memang menunjukkan bahwa penghapusan
sanksi administrasi mampu menjadi salah satu indikator dalam variabel persepsi atas PP
Nomor 46 Tahun 2013 yang mempengaruhi kepatuhan sukarela WP.
Kepatuhan sukarela WP akan meningkat apabila konsep kesederhanaan,
kemudahan, keadilan dan penghapusan sanksi administrasi yang menggambarkan PP
Nomor 46 Tahun 2013 terus disempurnakan. Kesederhanaan dan kemudahan akan
membuat WP merasa senang dan tidak dirumitkan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sehingga WP akan secara sukarela dalam melakukannya. Kepatuhan
sukarela juga akan meningkat apabila perpajakan yang ditetapkan memiliki nilai
keadilan bagi WP. WP akan secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakan karena
memang pajak yang ditetapkan dianggap memiliki nilai keadilan dari sisi WP. Ketiga
hal tersebut juga didukung dengan penghapusan sanksi administrasi dimana dengan
penghapusan tersebut maka WP akan lebih sukarela melaksanakan kewajiban
perpajakannya. Oleh karena itu, pihak DJP perlu terus melakukan penyempurnaan atas
ketentuan perpajakan PP Nomor 46 Tahun 2013 sehingga diharapkan akan mampu
meningkatkan kepatuhan sukarela WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

19

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

5.

Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan maka diperoleh
kesimpulan bahwa persepsi wajib pajak atas PP Nomor 46 Tahun 2013 memiliki
pengaruh positif terhadap kepatuhan sukarela WP yang memiliki peredaran bruto
tertentu pada KPP Pratama Surabaya Rungkut. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
baik persepsi WP atas PP Nomor 46 Tahun 2013 yang telah ditetapkan maka semakin
tinggi tingkat kepatukan sukarela WP. Persepsi WP yang baik tersebut dapat didapatkan
melalui perbaikan atas kesederhanaan, kemudahan, keadilan dan penghapusan sanksi
administrasi yang diterapkan. Dengan semakin adanya kesederhanan dan kemudahan
atas penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak terutang dapat membantu WP dalam
menjalankan kewajiban perpajakan sehingga akan mendorong kepatuhan sukarela WP.
Prinsip keadilan dan penghapusan sanksi administrasi juga akan mendorong WP
memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. Hasil ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Kusumaningsih (2012), Amalah (2013), Anggraeni (2011), Efeberaet al.
(2004) dan Siahaan (2012) serta menolak hasil penelitian yang dilakukan oleh Karim
(2010).
5.2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini pada penentuan sampel, yaitu menggunakan data
populasi sampai tahun pajak 2011 dan nonprobability sampling dengan teknik
aksidental dimana peluang elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai sampel tidak
diketahui sehingga hasil penelitian tidak dapat secara meyakinkan dilakukan
generalisasi ke populasi. Disisi lain, indikator keadilan belum mempertimbangkan
keadilan vertikal dan horizontal.
5.3. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan lingkup yang lebih luas
sehingga mampu melihat secara merata. Disisi lain, perlu adanya penelitian mendalam
mengenai keadilan karena masih terjadinya perbedaan pendapat yang relatif besar.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

20

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Referensi
Amalah, Miftahul. 2013. Pengaruh Persepsi Atas Reformasi Administrasi Perpajakan
Serta Pengetahuan dan Pemahaman Peraturan Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Sukarela Wajib Pajak Orang Prbadi Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Surabaya Gubeng. Sarjana. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.
Anggraeni, Monica Dian. 2011. Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset
Policy Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Sarjana. Skripsi. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Direktorat Jenderal Pajak. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang
PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Makalah. Sosialisasi PP Nomor 46 Tahun
2013 di Universitas Airlangga. Surabaya.
Dyne, Linn Van dan Jon L. Pierce. 2004. Pyschological Ownership And Feelings of
Possession: Three Field Studies Predicting Employee Attitudes and
Organizational Citizenship Behavior. Journal of Organizational Behavior.
25:439-459.
Engelschalk, Michael. 2006. Small Business Taxation in Transition Countries. (Online).
(http://www-wds.worldbank.org/ diakses 10 Februari 2014).
Efebera, Henry, David C. Hayes, James E. Hunton dan Cherie O’ Neil. 2004. Tax
Compliance Intentions Of Low-Income Individual Taxpayers. Accounting
Behavioral Research. 7:1-25.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
______. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update
PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gwartney, James D. dan Robert A Lawson. 2006. The Impact Of Tax Policy On
Economic Growth, Income Distribution, and Allocation of Taxes. Cambridge
Univ Press.
Haris, Deden Muhammad dan Samsul Bahri. 2011. Pengaruh Penerapan Sistem
Administrasi Modern Terhadap Kepatuan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Cileungsi. (Online), (http://ejurnal.fisip-untirta.ac.id, diakses 12
Februari 2014).
Indrawijaya, Adam Ibrahim. 2010. Teori, Perilaku, dan Budaya Organisasi. Bandung:
Refika Aditama.
International Finance Corporation. 2007. Designing a Tax System for Micro and Small
Businesses: Guide For Practitioners. Washington: IFC.
Kaleem, Mubashar Munir, Bushra Jabeen dan Muhammad Jameel Twana. 2013.
Organizational Justice in Performance Appraisal System: Impact on Employees
Satisfaction and Work Performance. International Journal of Management &
Organizational Studies. 2:28-37.
Kamleitner, Bernadette, Christian Korunka dan Erich Kirchler. 2010. Tax Compliance
of Small Business Owners. International Journal of Entrepreneurial Behaviour
& Research. 11-3 (11):330-351.
Karim, Azizah. 2010. Persepsi Wajib Pajak Terhadap Penghapusan Sangsi
Administrasi Berupa Bunga Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ilir Barat
di Palembang. Ilmiah. 11-3:1-14.
Kusumaningsih, Intan Widya. 2012. Pengaruh Penerapan Tarif Tunggal Pajak
Penghasilan (PPh) Badan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan di
Mojokerto. Sarjana. Skripsi. Universitas Airlangga, Surabaya.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

21

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Kyj, Larissa S, George C. Romeo dan Paul S. Marshall. 2001. Flat Tax Proposal: A
Current Review, With A History Of The Arguments Pro and Con. Advances in
Public Interest Accounting. 8:157-176.
Muliari, Ni Ketut dan Putu Ery Setiawan. 2011. Pengaruh Persepsi Tentang Sanksi
Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib
Pajak Orang Pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.
(Online), (http://ojs.unud.ac.id).
Siahaan, Fadjar O.P. 2012. The Influence of Tax Fairness and Communication on
Voluntary Compliance: Trust as an Intervening Variable. International Journal
of Business and Social Science. 3-31 (11):191-198
Suandy, Erly. 2011. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Suryarini, Trisni dan Syaiful Anwar. 2010. Dampak Kebijakan Sunset Policy Terhadap
Kemauan Membayar Pajak Pada KPP Semarang Barat. Jurnal Dinamika
Akuntansi. 2-2 (9): 135-146.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharso, Puguh. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Bisnis. Jakarta: Indeks.
Stern, Richard E dan Paul A. Barbour. 2005. Designing a Small Business Tax System
that
Enhances
Growth:
Lessons
from
Africa.
(Online).
(http://businessenvinronment.org).
Widodo, Widi. 2010. Moralitas, Budaya, dan Kepatuhan Pajak. Bandung: Alfabeta.
Wulandari, Asni. 2009. Pengaruh Kebijakan Penghapusan Sanksi Administrasi (Sunset
Policy) Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (Studi Kasus
pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Soreang). Sarjana. Skripsi. Universitas
Komputer Indonesia, Bandung.

SNA 17 Mat ar am, Lombok
Univer sit as Mat ar am
24-27 Sept 2014

22

File ini diunduh dar i:
www.mult ipar adigma.lect ur e.ub.ac.id

Lampiran
Frequencies
Statisti