BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Struktur Keuangan dan Struktur Modal - Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Aset Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Perio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Struktur Keuangan dan Struktur Modal

  Menurut Keown dkk. (2010 : 148) “Struktur keuangan adalah campuran segala hal yang tampak pada sisi kanan neraca perusahaan (liabilitas & modal).

  Struktur modal adalah campuran sumber-sumber dana jangka panjang yang digunakan perusahaan”. Sementara menurut Margaretha (2005 : 119) “struktur keuangan adalah susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka pendek, utang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur modal adalah pembiayaan permanen perusahaan yang terdiri atas utang jangka panjang dan modal sendiri.”

  Utang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang.

  Menurut Margaretha (2005 : 119), ”terdapat trade-off antara risk dan

  

return terhadap kebijakan struktur modal yaitu apabila utang meningkat

  mengakibatkan risk meningkat dan return meningkat. Jika risk meningkat mengakibatkan harga saham menurun, dan jika Return meningkat maka harga saham meningkat.” Dengan adanya trade-off terhadap kebijakan struktur modal, maka perlu struktur modal yang optimal. ”Struktur modal yang optimal adalah stuktur modal yang mampu menyeimbangkan antara risk dan return sehingga dapat memaksimalkan harga saham dan meminimalkan biaya modal komposit perusahaan. (Keown dkk, 2010 : 148).

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur modal menurut Margaretha (2005 : 120) yaitu ”business risk (semakin besar business risk, semakin rendah rasio utang) dan tax preposition (bunga utang mengurangi pajak, makin tinggi tarif pajak, makin besar keuntungan dari penggunaan utang)”.

  Menurut Mamduh (2004 : 344-345) pendapat lain mengenai faktor-faktor yang menjadi pertimbangan perusahaan dalam menentukan struktur modal adalah sebagai berikut.

  a.

  Stabilitas penjualan. Perusahaan yang penjualannya stabil akan cenderung berani menggunakan utang yang lebih banyak daripada perusahaan yang penjualannya yang tidak stabil. Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin mampu perusahaan itu menutupi kewajiban-kewajibannya.

  b.

  Tingkat pertumbuhan penjualan. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi akan lebih menguntungkan jika menggunakan utang. Perhitungan financial leverage menunjukkan bahwa dengan menggunakan utang, EPS bisa dimaksimumkan jika penjualan cukup tinggi.

  c.

  Struktur aset. Perusahaan yang struktur asetnya memadai untuk digunakan sebagai jaminan pinjaman (yang berusia panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan yang stabil maka cenderung akan menggunakan utang yang lebih besar. Perusahaan yang mempunyai aset lancar lebih banyak (persediaan pada supermarket), yang nilainya akan tergantung dari profitabilitas, maka akan menggunakan utang lebih sedikit. d.

  Sikap manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan utang yang lebih sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaannya akan menggunakan utang lebih banyak.

  e.

  Analisis aliran kas. Manajer keuangan bisa menganalisis aliran kas, menggunakan semacam simulasi untuk memperkirakan kemampuan membayar pada situasi resesi. Setelah mengetahui kemampuan menghasilkan kas pada situasi yang baik dan resesi, manajer keuangan bisa memutuskan tingkat utang yang optimal.

2.1.2 Keputusan Pendanaan

  Keputusan pendanaan merupakan satu kebijakan yang sangat penting bagi perusahaan, hal ini karena menyangkut perolehan sumber dana untuk kegiatan operasi perusahaan. Menurut Sartono (2001 dalam Syafiudin, 2013 : 14), “keputusan pendanaan merupakan keputusan yang berhubungan dengan masalah penentuan sumber-sumber dana yang akan digunakan, dan masalah perimbangan terbaik antara sumber-sumber dana tersebut. Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan disebut keputusan pendanaan (financing decisions)”.

  Sumber dana dapat diperoleh dengan banyak cara, namun pada dasarnya ada dua sumber dana, yaitu dana yang berasal dari eksternal dan dana yang berasal dari internal perusahaan. Dana yang berasal dari sumber eksternal dapat diperoleh melalui utang dan penerbitan saham. Jika suatu perusahaan mengutamakan sumber dari dalam perusahaan, maka ketergantungan pihak perusahaan terhadap pihak luar sangat kecil. Tetapi ada saat-saat tertentu dimana semua sumber dana dari dalam perusahaan telah digunakan, sementara kebutuhan dana perusahaan semakin meningkat sehingga dalam hal ini perusahaan perlu mencari alternatif pendanaan. Alternatif pendanaan ini bisa dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber pendanaan dari luar misalnya, melalui utang atau dengan menerbitkan saham baru.

2.1.3 Teori Keagenan

  Teori keagenan muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan pemegang saham dengan pengelola modal (agent) khususnya pada perusahaan besar dan modern. Pada agency theory, principal adalah pemegang saham dan agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen keuangan, tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran pemiliknya atau pemegang saham, maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Namun ternyata sering terjadi konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Konflik kepentingan tersebut memicu terjadinya biaya agensi. Biaya agensi yang timbul dari konflik kepentingan antara pengelola perusahaan (agent) dengan pemegang saham (principal) menurut Manan (2004 : 9) akan berpotensi menimbulkan jenis biaya agensi sebagai berikut:

  1. biaya akibat ketidakefisienan pengelolaan yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan,

  2. biaya yang timbul akibat pilihan proyek yang tidak sama, jika pilihan tersebut dilakukan oleh pemegang saham karena risiko meruginya tinggi, 3. biaya yang timbul karena dilakukannya kegiatan monitoring kinerja dan perilaku agent oleh principal (monitoring costs),

  4. biaya yang timbul karena dilakukannya pembatasan-pembatasan bagi kegiatan agent oleh principal (bonding cost).

  Jensen dan Meckling (1976 dalam Manan 2004 : 11) mendefinisikan

  

agency costs terdiri dari tiga komponen; (1) pengeluaran biaya untuk monitoring oleh pemilik/principal, (2) Pengeluaran karena penggunaan utang oleh manajemen/agency, (3) dan pengeluaran karena tidak adanya efisiensi/residual

  loss.

  Dengan demikian, keputusan struktur modal yang dilakukan oleh manajer adalah untuk menyeimbangkan antara agency cost of debt dengan agency cost of

  

equity. Untuk mengatasi agency problem dan mengurangi munculnya agency cost,

  menurut Jensen dan Meckling (1976 dalam Manan 2004 : 11) dapat dilakukan dengan empat cara sebagai berikut.

  1. Meningkatkan insider ownership. Menurut pendekatan ini, agency

  problem bisa dikurangi karena dengan adanya kepemilikan saham

  maka insider akan merasakan sendiri secara langsung manfaat keputusan yang diambilnya.

  2. Pendekatan pengawasan melalui pengawasan penggunaan utang (debt). Dengan adanya peningkatan penggunaan utang, dapat digunakan untuk mengendalikan penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, sehingga menghindari investasi sia-sia.

  3. Institusional investor ownership sebagai monitoring agents. Adanya

  kepemilikan oleh investor institusional seperti bank, asuransi, perusahaan investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain dalam perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja insider.

  4. Dengan Mekanisme pembayaran dividen. Pembayaran dividen disini berperan sebagai salah satu bentuk penawaran distribusi pendapatan, karena dengan pembayaran dividen, pemegang saham akan melihat bahwa pengelolaan perusahaan sudah melakukan tindakan sesuai dengan keinginan mereka, sehingga akan mengurangi konflik.

2.1.4 Teori Asimetri Informasi dan Signaling

  Teori ini dikemukakan oleh Gordon (1950 dalam Sjahrial 2007 : 237) yang menyatakan “asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric

  

information , manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal.” Jika perusahaan cendrung ingin memaksimumkan pemegang saham saat ini (current stockholder) dan bukan pemegang saham baru maka ada kecendrungan bahwa: (1) Jika perusahaan memiliki prospek cerah, maka manajemen tidak akan menerbitkan saham baru, namun menggunakan laba ditahan. (agar prospek cerah bisa dinikmati oleh

  

current stockholder ), dan (2) jika prospek kurang baik, manajemen menerbitkan

  saham baru untuk memperoleh dana, agar tanggungjawab current stockholder menjadi berkurang. Namun yang menjadi masalah adalah para investor baru melihat kecendrungan ini sehingga melihat penawaran saham baru sebagai pertanda buruk (signaling) sehingga harga saham bisa saja langsung turun jika saham baru diterbitkan, sehingga menyebabkan biaya modal semakin tinggi dan mendorong perusahaan untuk menerbitkan obligasi ketimbang saham baru.

  Gordon, 1995 (dalam Sjahrial, 2007 : 237) menyimpulkan bahwa “perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan laba ditahan dan dana depresiasi, utang dan yang terakhir penjualan saham baru. Penjualan saham baru diurutan terakhir adalah untuk menghindari terjadinya sinyal buruk dari investor baru terhadap penawaran saham oleh perusahaan”.

2.1.5 Pecking Order Theory

  Seorang akademisi, Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan utang lebih rendah. (Mamduh, 2004 : 313). Secara spesifik perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Menurut Mamduh (2004 : 313), skenario urutan dalam Pecking

  Order Theory adalah sebagai berikut.

  a.

  Perusahaan memilih dana internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

  b.

  Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan signifikan.

  c.

  Karena kebijakan dividen konstan (stticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan membayar utang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat berharga.

  d.

  Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan utang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.

  Teori pecking order tidak membahas tentang komposisi strukur modal, namun menjelaskan mengenai urutan-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal, kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan intvestasi. Sehingga perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Tingkat utang yang lebih kecil bukan dikarenakan target utang perusahaan yang kecil, namun karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Myers dkk. (2006 : 493) menjelaskan bahwa:

  Tidak ada ditentukan penggabungan antara utang dengan modal, karena mereka dua bagian yang terpisah. Pecking order menjelaskan bahwa mengapa hampir seluruh perusahaan yang profitable umumnya menggunakan sedikit utang sebagai target pendanaan, karena mereka tidak membutuhkan dana eksternal. Sementara untuk perusahaan yang kurang

  profitable akan menerbitkan surat utang karena mereka tidak memiliki

  sumber dana internal yang cukup. Sehingga kebijakan utang menjadi yang pertama dari pendanaan eksternal.

2.1.6 Kebijakan Utang

  Menurut FASB, utang adalah kemungkinan pengorbanan kekayaan ekonomis dimasa yang akan datang yang timbul akibat kewajiban perusahaan sekarang untuk masa yang akan datang sebagai akibat suatu transaksi atau kejadian yang sudah terjadi. (Harahap, 2011: 211). Menurut APB, utang adalah kewajiban ekonomis dari suatu perusahaan yang diakui dan dinilai sesuai prinsip akuntansi. (Harahap, 2011: 212).

  Utang merupakan salah satu sumber pembiayaan eksternal yang digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Menurut Mamduh (2004 dalam Nurkholis, 2012 : 13) menjelaskan bahwa:

  Kebijakan utang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan utang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan utang ini berkaitan dengan struktur modal karena utang merupakan bagian dari penentuan struktur modal yang optimal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi utang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan utang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan. Dalam pengambilan keputusan akan penggunaan utang ini harus mempertimbangkan besarnya biaya tetap yang muncul dari utang berupa bunga yang akan menyebabkan semakin meningkatnya leverage keuangan dan semakin tidak pastinya tingkat pengembalian bagi para pemegang saham biasa.

  Menurut Rajan dan Zingales (2001 dalam Myers 2006 : 493) kebijakan hutang dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

  1. ukuran perusahaan, perusahaan yang besar memiliki rasio utang lebih tinggi,

  2. aset berwujud, perusahaan dengan aset tetap yang besar memiliki kemungkinan ratio utang yang lebih tinggi,

  3. profitabilitas, perusahaan yang lebih profitable akan memiliki rasio utang yang rendah,

  4. market to book, perusahaan dengan rasio market-to-book value yang tinggi memiliki rasio utang yang rendah.

  Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan yang bisa diambil perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas hingga titik tertentu.

  Semakin tinggi penggunaan utang, maka akan semakin besar risiko yang dihadapi perusahaan, begitu juga sebaliknya. Untuk dapat mengetahui hingga titik mana kebijakan utang yang diambil adalah tepat, kita perlu memahami kelebihan dan kekurangan utang sebagai salah satu sumber pendanaan eksternal jangka panjang.

  Adapun kelebihan dan kelemahan utang jangka panjang menurut Sjahrial (2007 : 301) adalah: 1. biaya modal setelah pajak relatif rendah, 2. bunga yang dibayarkan merupakan pengurang pajak penghasilan, 3. melalui financial leverage dimungkinkan laba perlembar saham akan meningkat,

  4. kontrol terhadap operasi perusahaan oleh pemegang saham mayoritas tidak mengalami perubahan.

  Sementara kelemahan utang jangka panjang sebagai sumber dana adalah: 1. risiko finansial perusahaan meningkat sebagai akibat meningkatnya penggunaan utang (financial leverage),

  2. batasan yang diisyaratkan kreditur seringkali menyulitkan manajer, 3. munculnya agency problem yang mengakibatkan meningkatnya agency costs.

2.1.7 Aliran Kas Bebas (Free Cash Flow)

  Free cash flow atau aliran kas bebas merupakan kas lebih perusahaan yang

  dapat didistribusikan kepada kreditor atau pemegang saham yang tidak diperlukan lagi untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap ( Ross et al, 2000 dalam Damayanti, 2006 : 7). Sementara Menurut Jensen (1986 dalam Keown dkk, 2010 : 162) “Free cash flow adalah kas yang melebihi dana yang dibutuhkan untuk semua proyek yang punya NPV positif dan didiskontokan pada biaya modal yang relevan.”

  Free cash flow dapat digunakan untuk pembelanjaan modal dengan

  orientasi pertumbuhan, pembayaran utang dan pembayaran kepada pemegang saham dalam bentuk deviden. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran utang dan deviden.

  Jensen (1986) kemudian mengemukakan bahwa free cash flow yang banyak bisa mengakibatkan perilaku menyimpang para manajer dan keputusan buruk tidak sesuai dengan kepentingan terbaik pemegang saham perusahaan. Dengan kata lain, manajer punya insentif untuk menahan free cash flow dan bermain-main dengannya, ketimbang melepasnya, seperti pembayaran dividen misalnya (Keown dkk, 2010 : 162).

  Untuk menghindari perilaku menyimpang manajer terhadap pemanfaatan

  

free cash flow , kebijakan utang menjadi salah satu solusi didalam menekan risiko

  penyimpangan. Hal ini sesuai dengan hipotesis control untuk penciptaan utang menurut Jensen dalam Keown dkk. (2010 :162) yang menjelaskan bahwa:

  Dengan penggunaan utang, pemegang saham akan menikmati control lebih besar akan manajer mereka. Dengan adanya utang maka manajer diwajibkan untuk melunasi utang-utang itu sekaligus mengurangi banyaknya free cash flow yang bisa dimain-mainkan oleh manajemen. Hal ini juga disebut sebagai hipotesis ancaman, karena manajemen bekerja dalam ancaman kegagalan keuangan, maka manajemen akan bekerja lebih efisien.

2.1.8 Profitabilitas

  Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasionalnya. Profitabilitas menggambarkan pendapatan yang dimiliki perusahaan untuk membiayai investasi. Profitabilitas menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aset untuk menghasilkan keuntungan bagi investor (Christine dkk, 2012 : 180).

  Profitabilitas dapat diukur melalui beberapa rasio, diantara rasio margin laba (Pendapatan bersih / Penjualan), assets turn over (Penjualan bersih / total aset), Return on investment atau return on equity (Laba bersih / rata-rata modal),

  

return on assets ( Laba bersih / rata-rata total aset), basic earning power (EBIT /

  total aset), Earning per share (laba bagian saham bersangkutan / jumlah salaham), dan contribution margin (Laba kotor / penjualan) (Harahap, 2011: 304-306).

  Perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi akan menggunakan utang yang relatif kecil karena memungkinkan perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaan internal. Dengan laba ditahan yang besar, perusahaan akan menggunakan laba ditahan sebelum memutuskan untuk menggunakan utang. Hal ini sejalan dengan pendapat Myers (2006: 492-493) yang menyarankan manajer untuk menggunakan pecking order theory untuk keputusan pendanaan. Pecking

  

order merupakan urutan penggunaan dana untuk investasi yaitu laba ditahan

sebagai pilihan pertama, kemudian selanjutnya oleh utang dan ekuitas.

  Implikasinya adalah adanya hubungan negatif antara profitabilitas perusahaan dengan debt ratio.

2.1.9 Struktur Aset

  Struktur aset adalah penentuan berapa besar alokasi untuk masing – masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap.

  Perusahaan dengan aset yang dapat digunakan untuk jaminan akan lebih memilih untuk menggunakan penggunaan utangnya lebih banyak. Menurut Mamduh (2004 : 345), “besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aset tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman.”

  Sangat penting bagi perusahaan untuk menentukan berapa besar alokasi untuk masing-masing aset serta bentuk-bentuk aset yang harus dimiliki. Karena hal ini menyangkut seberapa besar dana yang dibutuhkan yang berkaitan langsung dengan tujuan jangka panjang perusahaan. Syamsuddin (2007 : 9), menjelaskan bahwa:

  Alokasi untuk masing-masing komponen aset mempunyai pengertian “berapa jumlah rupiah” yang harus dialokasikan untuk masing-masing komponen aset baik dalam aset lancar maupun aset tetap. Sesudah menentukan alokasi untuk kedua macam aset tersebut maka biasanya seorang manajer harus menentukan alokasi optimal untuk masing-masing komponen aset lancar. disamping itu seorang manajer keuangan juga harus menentukan alokasi untuk setiap komponen aset tetap serta umur dari masing-masing komponen tersebut, kapan harus diadakan perbaikan, penggantian dan sebagainya.

2.2 Tinjauan Peneliti Terdahulu 1.

  Isrina Damayanti (2006) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Free

  Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham Terhadap Kebijakan Utang pada

  Perusahaan Manufaktur di Indonesia”. Sumber data berasal dari Bursa Efek Jakarta periode 2000-2003 dengan data sekunder. Variabel dependen dalam penelitian adalah kebijakan utang yang diproyeksikan dengan Debt to Equity

  Ratio . Variabel independennya adalah Free Cash Flow (FCF) dan struktur

  kepemilikan saham yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institutional. Investment Opportunity Set (IOS) yang diproyeksikan dengan rasio market to book value of aset (MVABVA) dan dividen yield sebagai variabel kontrol. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model persamaan regresi berganda dengan alat bantu statistik Microsoft Excel 2000. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas. Pengujian hipotesis yang digunakan adalah uji f dan uji t. hasil penelitian mengungkapkan bahwa FCF mempengaruhi utang perusahaan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000449 (signifikansi kuat), selain signifikan variabel aliran kas bebas juga berpengaruh positif terhadap utang perusahaan: kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan utang perusahaan dan secara statistik tidak signifikan yaitu 0,5345, kepemilikan institusional berpengaruh positif dan secara statistik tidak signifikan terhadap kebijakan utang sebesar 0,8019.

2. Indahningrum & Handayani (2009) dengan judul jurnal “Pengaruh

  Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dividen, Pertumbuhan

  Perusahaan, Free Cash Flow, Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Utang Perusahaan”. Sumber data berasal dari Bursa Efek Indonesia dengan sampel perusahaan manfaktur periode 2005-2007. Variabel dependennya adalah kebijakan utang dengan ukuran debt ratio. Variabel independennya adalah Kepemilikan manajerial dengan persentase saham yang dimilik manajemen yang aktif didalam pengambilan keputusan, kepemilikan institusional dengan persentase saham yang dimiliki investor institusional dalam perusahaan, dividen dengan dividen payout ratio, pertumbuhan perusahaan dengan total aset awal tahun dibagi total aset akhir tahun, profitabilitas dengan operating income dibagi total aset dan free cash flow dengan aliran kas operasi dikurangi pengeluaran modal dan modal kerja bersih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan instiusional, dividen, dan free

  cash flow berpengaruh searah dan signifikan dengan prediksi utang

  perusahaan, sementara pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas berpengaruh negatif atau berlawanan dan signifikan.

3. Ivan Nugroho (2011) dengan judul “Analisis Kepemilikan Institusional,

  Profitabilitas dan Free Cash Flow terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2006-2009”. Teknik analisis yang digunakan adalah analisi regresi berganda dengan software SPSS. Uji yang dilakukan adalah uji f dan t dengan tingkat signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kepemilikan institusional, profitabilitas dan free

  

cash flow tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang, sedangkan

profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan utang.

  Sementara secara simultan, kepemilikan institusional, profitabilitas dan free cash flow berpengaruh terhadap kebijakan utang sebesar 17,3%.

  4. Kusrini (2012) dengan judul penelitian “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Profitabilitas, dan Likuiditas Terhadap Kebijakan Utang pada perusahaan Manufaktur.” Data diperoleh dari BEI tahun 2008-2010. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan software SPSS. Uji yang dilakukan adalah uji f dan t dengan tingkat signifikansi 95%.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan, likuiditas berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang, sedangkan risiko bisnis dan profitabilitas berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan utang. Sementara secara simultan, ukuran perusahaan, risiko bisnis, profitabilitas, dan likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan utang sebesar 25,30%.

  5. Hardiningsih & Oktaviani (2012) dengan judul jurnal “Determinan Kebijakan Hutang dalam Agency Theory dan Pecking Order Theory) pada Perusahaan Manufaktur”. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis pengaruh variabel free cash flow, Profitabilitas, Pertumbuhan Perusahaan, Struktur Aktiva Perusahaan, Retained Earning dan Kepemilikan Manajerial pada Hutang. Penelitian menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan sampelnya. Data yang diperoleh didasarkan pada publikasi dari

  Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Sampel dalam penelitian ini

  adalah manufaktur perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2007-2011 dengan jumlah 135 sampel perusahaan manufaktur. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Berdasarkan uji F statistic menunjukkan bahwa model ini cocok karena memiliki nilai signifikansi kurang dari 5% dari nilai Alpha. Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap variabel DER sementara itu dua variabel bebas lainnya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DER. Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap hutang, pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap utang, struktur aktiva perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap hutang, saldo laba ditahan berpengaruh negatif signifikan terhadap hutang, sementara

  free cash flow dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap hutang.

6. Susilawati Dkk. (2012) dengan judul jurnal “Faktor-Faktor yang

  Memengaruhi Kebijakan Utang Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Periode sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur tahun 2006-2010. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan software SPSS. Uji yang dilakukan adalah uji f dan t dengan tingkat signifikansi 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepemilikan manajerial, institusional, kebijakan dividen, tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang Sementara struktur aset, profitablilitas, free cash flow dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang. Sementara secara simultan berpengaruh signifikan dengan nilai R square 16,3 %.

Tabel 2.1 Tinjauan Peneliti Terdahulu

  Kepemilikan mana- jerial, kepemilikan ins- titusional, dividen, dan

  Variabel independen: Ukuran Perusahaan, Risiko Bisnis, Profi- tabilitas, dan Likui- ditas. Variabel dependen: kebijakan utang.

  4. Hari Kusrini (2012) “Pengaruh Ukuran Pe- rusahaan, Risiko Bisnis, Profitabilitas, dan Likui- ditas Terhadap Kebija- kan Utang pada peru- sahaan Manufaktur.”

  signifikan terhadap kebijakan utang peru- sahaan, Profitabilitas berpenga- ruh negatif dan signifikan terhadap ke- bijakan utang peru- sahaan.

  flow tidak berpengaruh

  Kepemilikan Institu- sional dan free cash

  Variabel Independen: Kepemilikan Institu- sional,Profitabilitas dan Free Cash Flow Variabel dependen: Kebijakan utang

  kebijakan utang pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.”

  Cash Flow terhadap

  3. Ivan Nugroho (2011) “Analisis Kepemilikan Institusional, Profitabilitas dan Free

  ngaruh positif dan signifikan dengan pre- diksi utang perusahaan. pertumbuhan perusa- haan dan profitabilitas berpengaruh negatif dan signifikan.

  free cash flow berpe-

  Variabel dependen: Kebijakan Utang.

  No Nama, Tahun dan Judul

  

Flow, dan Profita-

bilitas.

  Variabel independen: Kepemilikan Manaje- rial, Kepemilikan In- stitusional, Dividen, Pertumbuhan Peru- sahaan, Free Cash

  Pofitabilitas Terhadap Kebijakan Utang Peru- sahaan manufaktur dan non-manufaktur.”

  Free Cash Flow, dan

  2. Indahningrum & Han- dayani (2009) “Penga- ruh Kepemilikan Mana- jerial, Kepemilikan Ins- titusional, Dividen, Per- tumbuhan Perusahaan,

  berpengaruh positif terhadap utang peru- sahaan dengan nilai yang sangat signifikan. Struktur kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap kebi- jakan utang dan tidak signifikan.

  Free cash flow

  struktur kepemilikan saham. Variabel dependen: kebijakan utang.

  

Free Cash Flow ,

  Variabel Independen:

  1. Isrina Darmayanti (2006) “Analisis Penga- ruh Free Cash Flow dan Struktur Kepemilikan Saham terhadap Kebi- jakan Utang pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia.”

  Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

  Ukuran perusahaan dan likuiditas berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kebijakan utang, Risiko bisnis dan profitabilitas berpe- ngaruh negatif dan tidak signifikan terha- dap kebijakan utang.

  Ukuran perusahaan, risiko bisnis, profita- bilitas, dan likuiditas berpengaruh terhadap kebijakan utang secara simultan.

  5 Hardiningsih & Okta- viani (2012) “Deter- minan Kebijakan Utang dalam Agency Theory dan Pecking Order

  Theory Pada Perusahaan

  Manufaktur.” Variabel Independen:

  

free cash flow , Profi-

  tabilitas, Pertumbu- han Perusahaan, Struktur Aktiva Perusahaan, Retained

  

Earning dan Kepe-

  milikan Manajerial pada Hutang. Variabel Dependen: Kebijakan utang

  Profitabilitas berpe- ngaruh positif signi- fikan terhadap kebija- kan hutang, pertum- buhan perusahaan ber- pengaruh negatif sig- nifikan terhadap ke- bijakan hutang, struktur aktiva perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan hutang, saldo laba ditahan berpenga- ruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang, sementara free cash

  flow dan kepemilikan

  manajerial tidak berpe- ngaruh signifikan terha- dap kebijakan hutang.

  6 Susilawati Dkk. (2012) “Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Kebija- kan Utang Perusahaan Manufaktur yang Ter- daftar Di Bursa Efek Indonesia”

  Variabel Independen: Kepemilikan mana- jerial, Kepemilikan institusional, kebija- kan dividen, struk-tur aset, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan free cash flow. Variabel Dependen: Kebijakan utang

  Kepemilikan manaje- rial, institusional, kebi- jakan dividen, dan struktur aset tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hu- tang, Sementara, profitabili- tas, free cash flow dan ukuran perusahaan ber- pengaruh signifikan ter- hadap kebijakan hu- tang.

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan faktor-faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan merupakan tempat peneliti untuk memberikan penjelasan tentang hal – hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian.

  Kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut: H

  

1

Free cash Flow (X1)

  Kebijakan Utang

  H

  

2

Struktur Aset (X2)

  (Y) H

  

3

Profitabilitas (X3)

  H

  

4

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (2006), mengungkapkan bahwa free cash flow berpengaruh signifikan dan positif terhadap utang perusahaan, artinya semakin tinggi free cash flow suatu perusahaan, maka akan semakin besar tingkat kebijakan utang yang dilakukan perusahaan dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan hipotesis control oleh Jensen dalam Keown dkk.

  (2010 : 162) yang mana free cash flow sering digunakan manajer untuk proyek – proyek yang belum tentu menguntungkan, maka untuk mengatasi hal tersebut, kebijakan utang menjadi salah satu solusi untuk mengkontrol langkah yang diambil oleh manajer dalam menginvestasikan free cash flow tersebut pada investasi yang menguntungkan, karena manajer berada pada risiko rugi (hipotesis ancaman) sehingga manajer akan berusaha bekerja lebih efisien yang akhirnya akan meningkatkan laba bagi perusahaan dan earning bagi pemegang saham.

  Rasio profitabilitas merupakan suatu model analisis yang berupa perbandingan data keuangan sehingga informasi keuangan tersebut menjadi lebih berarti. Analisis ini sering digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan, selain itu rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas perusahaan dalam manajemennya. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.

  Analisis profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan neraca dan laporan laba rugi perusahaan. Salah satu rasio tersebut adalah ROE (return on equity) yang diukur melalui laba bersih / rata-rata modal (equity), artinya seberapa besar pengembalian rupiah atas jumlah modal yang digunakan perusahaan. ROE juga merupakan suatu ukuran tentang efektifitas manajemen dalam mengelola modalnya. Menurut Sjahrial (2007), “semakin cepat tingkat pengembalian perusahaan, semakin cepat pertumbuhan perusahaan maka semakin besar kebutuhan dana untuk biaya ekspansi dan semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba untuk pembiyaan investasi. Sehingga perusahaan akan sedikit menggunakan utang sebagai sumber pendanaan eksternalnya.”

  Struktur aset merupakan penentuan berapa besar alokasi dana untuk masing-masing komponen aset, baik dalam aset lancar maupun dalam aset tetap.

  Struktur aset dapat diperhitungkan melalui pembagian antara total aset tetap / total aset. Menurut Mamduh (2004 : 345), “besarnya aset tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan utang. Perusahaan yang memiliki aset tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan utang dalam jumlah besar karena aset tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. Sehingga aset tetap akan berpengaruh positif perusahaan didalam penentuan kebijakan utangnya”.

2.3.2 Hipotesis Penelitian

  Menurut Idrus (2009 : 53), “hipotesis memiliki makna simpulan yang sifatnya masih rendah. Secara singkat hipotesis dapat dinyatakan sebagai simpulan sementara penelitian.” Hipotesis berfungsi sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Kegunaannya untuk menjadikan arah penelitian semakin jelas atau memberika arah bagi peneliti untuk melaksanakan penelitiannya secara baik. Idrus (2009:53) menjelaskan bahwa:

  Ada beberapa persyaratan merumuskan hipotesis, antara lain (1) Dirumuskan dalam kalimat berita, (2) Tidak bermakna ganda dan (3) Dirumuskan secara operasional. Sebaiknya hipotesis ditulis sealur dengan rumusan masalah yang ada, karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang ada karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang diajukan untuk diteliti.

  Selain itu pendapat lain dalam merumuskan hipotesis ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan menurut Syofian (2010 : 152), antara lain: a. hipotesis harus mengekspresikan satu fenomena atau mengekspresikan hubungan/pengaruh antara dua variabel atau lebih, maksudnya dalam merumuskan hipotesis untuk mengekspresikan hubungan/pengaruh seorang peneliti harus setidak-tidaknya mempunyai dua variabel untuk dikaji, b. hipotesis harus dinyatakan secara jelas dan tidak bermakna ganda, artinya rumusan hipotesis harus bersifat spesifik dan mengacu pada satu makna, tidak boleh menimbulkan penafsiran lebih dari satu makna, c. hipotesis harus dapat diuji secara empiris, maksudnya ialah memungkinkan untuk diungkapkan dalam bentuk operasionalisasi yang dapat dievaluasi berdasarkan data yang didapatkan secara empiris.

  Sehingga hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  H

  1 H : Free Cash Flow berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan utang.

  2 H : struktur aset berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan utang.

  3 H : Profitabilitas berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan utang.

4 : Free cash flow, struktur aset dan profitabilitas berpengaruh secara bersama-

sama (simultan) terhadap kebijakan utang.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Profitabilitas dan Kepemilikan Insider Terhadap Kebijakan Hutang Dengan Struktur Aset Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

0 46 181

Pengaruh Dividen, Struktur Aset, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 78 74

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Aset Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012

1 62 99

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Hutang 2.1.1 Pengertian Hutang dan Jenis-jenis Hutang - Pengaruh Free Cash Flow, Struktur Kepemilikan dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang dengan Investment Opportunity Set sebagai Variabel Moderating

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Modal - Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kebijakan Dividen - Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas dan Invesment Oportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan yang Terdaftar Di LQ45

1 1 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Analisis Pengaruh Ukuran Perusahaan, Growth Opportunity,Likuiditas, Dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Ef

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Struktur Modal - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Perusahaan Sektor Aneka Industri Dan Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 19

BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan - Pengaruh Dividen, Struktur Aset, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hutang a. Kebijakan Hutang. - Pengaruh Struktur Aset, Profitabilitas, Dan Pertumbuhan Penjualan Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Perkebunan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 31