ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG ARTIKEL

ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG
UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI
DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG

ARTIKEL

MOHD. YUSUF AMRULLAH
NPM. 1310018112005

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2015

ANALISA KESESUAIAN KAWASAN DAN DAYA DUKUNG
UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI
DI PULAU PASUMPAHAN KOTA PADANG
Mohd. Yusuf Amrullah1 , Arlius2 , Suparno2
1

Mahasiswa Program Pascasarjana, Prodi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan
Universitas Bung Hatta, Padang

2
Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Pesisir dan Kelautan, Program Pascasarjana,
Universitas Bung Hatta Padang
Email: siginjai1981@gmail.com

ABSTRAK.
Pulau Pasumpahan memiliki potensi sumberdaya perairan yang dapat dikembangan untuk
wisata bahari dan pantai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesesuaian kawasan
serta daya dukung dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasumpahan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2015 dengan stasiun penelitian
sebanyak 8 stasiun. Adapun metode penelitian dilakukan melalui observasi, perhitungan,
pengukuran dan wawancara langsung di lapangan. Untuk kategori ekowisata bahari di
Pulau Pasumpahan adalah wisata selam, wisata snorkeling dan wisata pantai. Untuk
wisata selam area kawasan yang dapat dimanfaatkan sebesar 23,94 ha dengan jumlah
wisatawan yang dapat ditampung sebanyak 958 orang/hari, untuk wisata snorkeling area
kawasan yang dapat dimanfaatkan sebesar 18,72 ha dengan jumlah wisatawan sebanyak
749 orang/hari. Total wisatawan yang dapat ditampung untuk wisata bahari sebanyak
1.707 orang/hari dengan luas area 23,94 ha. Sedangkan untuk wisata pantai dengan luas
area 1,31 ha direkomendasikan wisatawan yang datang sebanyak 524 orang/hari.
Kata kunci: Kesesuaian Kawasan, Daya Dukung, Pulau Pasumpahan

Abstract.
Pasumpahan has the potential of marine resources can be developed for the marine and
coastal tourism. This study aimed to analyze the suitability of the area and the carrying
capacity in the development of the marine ecotourism in Pasumpahan. This study was
conducted in march to april 2015 the research stasion for 8 stasions. As for the method of
research is done through observations, calculations, measurements and interviews on the
field. For the category of marine ecotourism in Pasumpahan is dive, snorkel tours and
shore excursions. For diving tourism, regional area which can be exploited by 23,94 ha the
number of tourists that can be accommodated as many as 958 people/day, for a snorkeling
tour regional areas which can exploited by 18,72 ha with the number of tourists as many as
749 people/day. Total tourists that can be accommodated for nautical tourism as many as
1.707 people/day with an area of 23,94 ha. Whereas to tour the coast and an area of 1,31
ha recommended that come as much as 524 people/day.
Key words: regional suitability, carrying capacity, Pasumpahan

PENDAHULUAN
Pengembangan suatu kawasan
pulau - pulau kecil merupakan suatu
proses yang akan membawa suatu
perubahan pada ekosistemnya yang

berada dalam kawasan pulau
tersebut. Semakin tinggi akan
intensitas
pengelolaan
dan
pembangunan yang dilaksanakan
pada kawasan pulau berarti semakin
tinggi
tingkat
pemanfaatan

sumberdaya, maka semakin tinggi
pula
perubahan-perubahan
lingkungan yang akan terjadi (Jompa
et.al, 2008).
Kegiatan pengelolaan pulau-pulau
kecil sering kali menghadapi berbagai
ancaman baik dari aspek ekologi
yaitu terjadinya penurunan kualitas

lingkungan, seperti pencemaran,
perusakan
ekosistem
dan

penangkapan ikan yang berlebihan
(overfishing) maupun dari aspek
sosial yaitu rendahnya aksesibilitas
dan
kurangnya
penerimaan
masyarakat lokal. Oleh karena itu, di
dalam mengantisipasi perubahanperubahan dan ancaman-ancaman
tersebut, pengelolaan pulau-pulau
kecil
harus
dilakukan
secara
komprehensif dan terpadu.
Melalui program Kemenparekraf

yang dituangkan dalam Rencana
Strategi (Renstra) Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Padang (2014 –
2019) pada tujuan, kebijakan dan
strategi penataan ruang wilayah Kota
Padang Point 6 (a) menata kawasan
objek wisata alam serta objek wisata
buatan berdasarkan konsep ramah
lingkungan serta berkesinambungan;
(c) mengarahan perencanaan dan
pengembangan pariwisata disuatu
kawasan berdasarkan zona dengan
spesifikasi atau karakteristik yang
dimiliki.
Pulau Pasumpahan yang terletak
di dalam Pencadangan Kawasan
Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil sebagai Taman Pulau Kecil
Kota Padang, berdasarkan SK
Walikota No. 397 Tahun 2014

dimana kawasan tersebut dibagi

menjadi Area I, Pulau Bindalang,
Pulau Sibonta, Kasiak Sibonta dan
laut di sekitarnya seluas 1.005,7 Ha.
Area II. Pulau Sikuai, Pulau
Sironjong, Pulau Pasumpahan, Pulau
Setan, Pulau Ula, Pulau Sirandah
dan laut sekitarnya seluas 1.269,26
Ha. Untuk kawasan Konservasi
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagai Taman Pulau Kecil Kota
Padang.
Untuk mencapai pembangunan
dibidang
pariwisata
secara
berkelanjutan di Pulau Pasumpahan
khususnya, dan memberikan manfaat
ekonomi

yang
optimal
bagi
masyarakat sekitar maka diperlukan
suatu kajian untuk menganalisa
kesesuaian dan daya dukung dalam
pengembangan
wisata
di
Pasumpahan tetapi sumberdaya
alam yang ada tetap terjaga yang
maka Analisa Kesesuaian Kawasan
Dan
Daya
Dukung
Untuk
Pengembangan Ekowisata Bahari Di
Pulau Pasumpahan Kota Padang
merupakan salah satu menjaga
ekosistem yang ada, serta sebagai

pendukung program Pemerintah Kota
Padang tentang Taman Pulau Kecil
Kota Padang sebagai Subzona
pariwisata.

METODE PENELITIAN
Adapun lokasi penelitian ini
dilakukan di Pulau Pasumpahan
(gambar 1), dimana waktu penelitian

dilaksanakan
sampai

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

pada bulan
April

Maret
2015.


Untuk titk koordinat penempatan
stasiun penelitian yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Pengumpulan
data
sekunder
dilakukan
dengan
mempelajari

literatur, laporan-laporan dari instansi
terkait, jurnal dan artikel yang
berhubungan dengan
kesesuaian
kawasan dan daya dukung untuk
pengembangan ekowisata.

Tabel 1. Koordinat Lokasi Stasiun Penelitian


Adapun jenis data primer yang
dikumpulkan
meliputi:
Fisika
perairan; tipe pantai, kemiringan
pantai, kecerahan, suhu, arus dan
sedimen perairan; Kimia; pH (alat pH
indikator), salinitas (refrakto meter),
DO, BOD, Phospat dan Nitrat
(sampling dan analisa laboratorium) ;
Sosial ekonomi (Aspek Legalitas,
Kemudahan
Akses,
Konflik
Penggunaan) (parameter-parameter
diatas dapat dilihat pada Tabel 2.)
Tutupan karang, ikan karang ,Lebar
hamparan karang, Lamun,Mangrove
di ukur dan dianalisisi, peta dasar
dari geogle earth 2015 melalui citra

satelit Quickbird Juni 2015.
Kesesuaian
ekowisata
yaitu
kriteria sumberdaya dan lingkungan
terhadap
kebutuhan
akan
pengembangan ekowisata. Matriks
Kesesuaian untuk Snorkeling, Selam,
wisata pantai dan Analisis Indeks
Kesesuaian
Wisata.
Analisis
kesesuaian pemanfaatan wisata
bahari
mencakup
penyusunan
matriks kesesuaian setiap kategori
ekowisata bahari yang ada pada
setiap
stasiun
pengamatan,
pembobotan dan pengisian, serta
analisis indeks kesesuaian setiap
kategori wisata bahari (dimodifikasi)
berdasarkan Yulianda (2007) seperti pada
Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 dengan
matriks rumus indeks kesesuaian wisata
digunakan persamaan :

IK W = ∑[ Ni/Nmaks] x 100 %
Dimana :
IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)
Nmaks = Nilai maksimum dari suatu
kategori wisata

Nilai
persentase
indeks
kesesuaian di klasifikasikan menjadi
empat kategori, yaitu S1: Sangat
sesuai; dengan nilai 83 – 100 %; S2:
Cukup sesuai; dengan nilai 50 - < 83
%; S3: Sesuai bersyarat; dengan nilai
17 - < 50 % dan TS: Tidak sesuai
dengan nilai < 17 %.
Untuk penentuan daya dukung
kawasan berupa jumlah maksimum
pengunjung yang dapat ditampung
pada suatu kawasan dan waktu
tertentu
tanpa
menimbulkan
pengaruh negatif pada lingkungan
dan manusia sekitar. Berdasarkan
Yulianda (2007) seperti pada Tabel 6
dan 7 untuk Daya dukung dapat
dihitung
dengan
mengunakan
persamaan sebagai berikut:
DDK = K x Lp x Wt
Lt Wp

Keterangan:
DDK : Daya Dukung Kawasan
K
: Potensi ekologis pengunjung
per satuan unit area (orang)
Lp : Luas area (m2) atau panjang
area (m) yang dapat
dimanfaatkan.
Lt
: Unit area untuk kategori

Wt
Wp

tertentu (m2 atau m)
: Waktu yang disediakan untuk
kegiatan dalam satu hari
(jam)
:Waktu yang dihabiskan
pengunjung untuk setiap
kegiatan (jam).

Tabel 2. Metode pengambilan data dan alat ukur untuk setiap parameter fisika,
kimia dan sosial ekonomi

Tabel 3. Matriks untuk wisata selam

Sumber: Modifikasi Yulianda (2007)

Tabel 4. Matriks untuk wisata snorkeling

Sumber: Modifikasi Yulianda (2007)
Tabel 5. Matriks untuk wisata pantai

Sumber: Modifikasi Yulianda (2007)

Tabel 6. Potensi pengunjung dan luas area kegiatan

Sumber: Yulianda, 2007
Tabel 7. Waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata

Sumber: Yulianda, 2007
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan, kualitas perairan di Pulau
Pasumpahan dapat dibagi menjadi 2

(dua) bagian parameter yaitu;
berdasarkan parameter fisika dan
kimiawi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kualitas perairan penelitian di Pulau Pasumpahan

Dari hasil kualitas perairan yang
didapat,
suhu
perairan,
arus,
kecerahan, pH, salinitas, DO dan
BOD masih dalam standar baku mutu
Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
untuk wisata bahari. Sedangkan
untuk parameter Phosphat dan Nitrat
melebihi standar baku mutu yang

telah ditetapkan dikarenakan masih
banyaknya
ditemukan
kegiatan
pembuangan minyak pelumas kapal,
sabun atau diterjen, serta sisa-sisa
produk minuman dan makanan yang
berasal
dari
sisa
pemakaian
makanan dan minuman yang menjadi
sampah.

Tipe Pantai dan kemiringan pantai dan substrat perairan
Kemiringan pantai berkisar antara <
Pulau Pasumpahan memiliki tipe
10° - < 40° masih bisa dikategorikan
pantai yang hampir seragam dimana
landai. Untuk pengembangan wisata
terbentang dari timur hingga bagian
bahari, Pulau Pasumpahan sangat
barat berupa di dominasi oleh pasir
sesuai dalam pengembangan wisata
putih dan pasir putih bercampur
pantai, snorkeling apabila dilihat dari
sedikit karang yang terhampar yang
kemiringan pantai yang landai serta
berasal dari pecahan karang dengan
pasir putih yang terbentang luas.
jarak luas pasir putih berkisar ± 15
meter hingga terkena air laut.
Dari substrat perairan yang berupa
cocok untuk kategori snorkeling dan
diving. Ini sangat sesuai dengan
pasir halus dapat dikategorikan
analisa kesesuaian yang dimodifikasi
sesuai untuk pengembangan wisata
dari Yulianda, 2007.
snorkeling dan pantai, sedangkan
substrat yang berkarang sangat
Kondisi Ekosistem
Mangrove
Kondisi mangrove di Pulau
Pasumpahan
mulai
mengalami
penurunan,
ditandai
dengan
ditemukannya abrasi pantai. Adapun
jenis mangrove yang ditemukan

adalah jenis tumbuhan mangrove
sejati yaitu Rhizophora apiculata (Ra)
dan Sonneratia alba (Sa) berada
disisi bagian selatan dan utara dapat
dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai KR, FR, DR dan NP dari mangrove di Pulau Pasumpahan

Dari kriteria baku kerusakan
mangrove KLH (2004) untuk hasil
penelitian yang dilakukan dapat
dikategorikan bahwa pada bagian
selatan Pulau Pasumpahan dengan
dominasi relatif dua jenis Rhizophora
apiculata dan Sonneratia alba
dengan nilai 40,571 dan 59,429
dapat
dikategorikan
jarang,
sedangkan untuk bagian utara Pulau
Pasumpahan
dengan dominasi
relatif sebesar 62,187 dan 37,813
dapat dikategorikan sedang. Bengen

(1999) mengatakan substrat tanah
sangat menentukan pertumbuhan
mangrove. Tipe substrat yang cocok
untuk pertumbuhan mangrove adalah
lumpur lunak yang mengandung slit,
clay, dan bahan organik yang lembut.
Tanah vulkanik juga merupakan
substrat
yang
baik
untuk
pertumbuhan mangrove, sedangkan
substrat yang mengandung quartztic
dan granitic alluvial kurang baik untuk
pertumbuhan mangrove. Mangrove
lebih cocok tumbuh pada jenis tanah

slit dan clay karena tipe tanah
tersebut dapat menunjang proses
regenerasi, dimana partikel liat yang
berupa lumpur akan menangkap
buah tumbuhan mangrove yang jatuh
ketika sudah masak. Proses inilah
yang dapat menentukan kerapatan
Padang Lamun
Dari hasil penelitian di dapatkan
bahwa penutupan lamun pada bagian
Timur sebesar 13,59 % dan Selatan
7,731 % dengan melihat kriteria baku
mutu status Padang Lamun berstatus
kondisi rusak (< 29,9, sumber: KLH,
2004)
dengan jenis Thalassia
hemprichii dapat dilihat pada Tabel
10.
Rendahnya angka penutupan
lamun di Pulau Pasumpahan pada
saat penelitian diduga karena tingkat
kekeruhan dan banyaknya partikel
sedimentasi yang melayang-layang
dan
menutupi
dasar
perairan
sehingga
menghambat
proses
fotosintesis yang dibutuhkan oleh
lamun.
Salamuddin
(2013)

zonasi mangrove. Pada substrat
pasir yang bercampur dengan
patahan karang kerapatan mangrove
sangat rendah karena pasir tersebut
tidak dapat menahan buah yang jatuh
sehingga mudah dibawa oleh arus air
laut.
mengungkapkan bahwa peningkatan
kekeruhan dapat mengakibatkan
terganggunya sistem osmoregulasi.
Tingginya tingkat kekeruhan akan
menghambat
masuknya
sinar
matahari,
sehingga
kurang
maksimalnya
untuk
melakukan
proses fotosintesis. Kekeruhan pada
sutau perairan bisa disebabkan oleh
adanya
pergolakan
di
atas
permukaan air, misalnya adanya
aktivitas perahu atau wisatawan yang
bermain air serta juga yang
disebabkan masuknya masa air
tawar dari mulut muara sungai yang
membawa
partikel-partikel
sedimentasi.

Tabel 10. Tutupan lamun di perairan Pulau Pasumpahan
Jenis: Thalassia hemprichii

Terumbu Karang
Terumbu karang yang hidup di
Pulau Pasumpahan dapat dijumpai
tersebar rata pada semua stasiun
penelitian, dimana kondisi terumbu
karang di dominasi oleh karang hidup
dengan total persentase sebesar

45,37 % (Tabel 11). Menurut Kepmen
LH No.4 Tahun 2001 tentang baku
mutu kerusakan terumbu karang,
dapat dikategorikan “sedang”. Dinas
Kelautan Perikanan Kota Padang,
2012 mencatat pertumbuhan karang

hidup di Pulau Pasumpahan sebesar
40,00%, jika dibandingkan dengan
hasil penelitian yang dilakukan
mengalami peningkatan sebesar
5,37% dimana ditemukan requipment
karang
yang
sedang
cukup
berkembang pesat. Akan tetapi, pada

saat penelitian dilakukan juga
ditemukan
banyaknya
sampahsampah plastik yang menyangkut
pada terumbu karang, apabila terus
dibiarkan maka akan mempengaruhi
pertumbuhan
karang
tersebut.

Tabel 11. Persentase karang hidup di Pulau Pasumpahan

Sumber: olahan data primer, 2015
Menurut Sukarno (1981) dalam
Purnayanto et.al (2012) mengatakan
bahwa pertumbuhan karang dalam
suatu perairan sangat dipengaruhi
oleh kondisi perairan tersebut
(substrat perairan, kecerahan, suhu,
salinitas dan unsur hara) dan juga
aktivitas masyarakat. Di Pulau
Pasumpahan kondisi terumbu karang
pada semua stasiun penelitian ratarata berada di kondisi Sedang hal ini
disebabkan oleh faktor aktivitas
manusia yang mana dahulunya
banyak nelayan yang melakukan
Ikan Karang
Dari hasil pengambilan data ikan
karang Pulau Pasumpahan dilakukan
pada 8 (delapan) stasiun penelitian
(stasiun
1,2,3,4,5,6,7
dan
8)
sebanyak 122 jenis (spesies) ikan
karang yang terbagi ke dalam 33
Family
ikan
karang.
bahwa
kelimpahan ikan karang (individu/ha)
kelompok ikan mayor, ikan target dan
ikan indikator berturut-turut adalah
4.157 individu/ha, 2.518 individu/ha
Kesesuaian Kawasan
a. Kesesuaian Wisata Selam
Berdasarkan data fisik yang
dilakukan pada saat penelitian

penangkapan yang tidak ramah
lingkungan, untuk kondisi sekarang
ini juga dipengaruhi oleh banyaknya
wisatawan yang datang untuk
melakukan aktivitas wisatabahari
seperti snorkeling, diving dan pantai.
Dari kunjungan wisatawan yang
datang, masih banyaknya yang
belum menyadari akan artinya
terumbu karang, seperti masih
banyaknya
wisatawan
yang
menginjak-injak
karang
serta
membuang sampah ke laut.
dan 475 individu/ha, sehingga
perbandingannya adalah 9 : 5 : 1 ini
berarti bahwa untuk setiap 15 ikan
yang di jumpai pada satu hektar
terumbu karang di perairan terumbu
karang
pulau
Pasumpahan,
kemungkinan besar komposisinya
adalah 9 individu ikan mayor, 5
individu ikan target dan 1 individu
ikan indikator.

di Pulau Pasumpahan didapatkan
luasan kesesuaian luasan lahan

sebesar 23,94 ha dengan kategori
Sangat sesuai sebesar 3, 28 ha dan
Cukup sesuai sebesar 20,66 ha.
(Gambar 2). Secara umum untuk
kesesuaian wisata selam tergolong
cukup sesuai dengan rata-rata 78,86
% (Tabel 12) yang mana termasuk

pada kategori S2 yang berarti bahwa
kawasan Pulau Pasumpahan cukup
sesuai IKW 50 - < 83% (Modifikasi
Yulianda,
2007)
dan
direkomendasikan
untuk
pengembangan wisata selam.

Tabel 12. Matriks kesesuaian wisata selam

Sumber: olahan data primer, 2015
Tingkat kesesuaian wisata selam
di Stasiun 1, termasuk dalam kategori
cukup sesuai, dimana nilai perkalian
antara bobot dan skor sebesar 61
atau 72,62 % dari nilai maksimum.
Pada stasiun penelitian di Pulau
Pasumpahan terdapat nilai dan skor

yang sama sebesar 66 atau 78,6 %
dengan kategori cukup sesuai untuk
stasiun 2,3,4,6 dan 8. Pada Stasiun 5
memiliki kategori sangat sesuai
sebesar 84,5 % atau 71 dan pada
stasiun 7 dengan kategori cukup
sesuai sebesar 64 atau 81 %.

Gambar 2. Peta kesesuaian wisata selam Pulau Pasumpahan
Dari 8 stasiun penelitian yang
dilakukan, semua stasiun dapat
digunakan sebagai kawasan wisata
selam karena memiliki potensi yang
bagus, akan tetapi agar lebih
dioptimalkan untuk pengembangan
wisata selam di Pulau Pasumpahan
yaitu pada stasiun 5,6 dan 7 tetapi
diperuntukan untuk kalangan yang
memiliki sertifikat, sedangkan untuk
wisatawan yang pemula lokasi wisata
selam disarankan pada stasiun 2 dan
stasiun 3 yang cukup dekat dengan
rumah induk dan lebih safety.
Pada stasiun 5 dan 7 memiliki nilai
di atas 80 % dikarenakan pada
stasiun ini jumlah komunitas tutupan
karangnya memiliki nilai yang tinggi
pada matrik kesesuaian wisata selam
yaitu pada point 15 (Tabel 12) dan
b. Kesesuaian Wisata Snorkeling
Dari hasil parameter pengukuran
dilapangan, untuk wisata snorkeling
Pulau Pasumpahan dari 8 (delapan)

lifeform bentik karang untuk pada
stasiun 5 dengan angka 77,1% dan
stasiun 7 dengan angka 91,7 %,
sedangkan pada pada stasiun
1,2,3,4,6 dan 8 berkisar pada angka
43,9 % – 54,8 %. Dari tingginya nilai
yang didapat pada stasiun 5 dan 7,
diharapkan
masyarakat
dan
pengelola pulau dapat menjaga serta
meningkatkan parameter lingkungan
terutama tutupan dan jenis karang
yang ada dijaga dan dapat juga
melakukan aktivitas penanaman
karang pada stasiun yang belum
memiliki tutupan yang tinggi, yang
mana nantinya dengan meningkatnya
jumlah terumbu karang yang ada
maka wisatawan yang datang akan
kembali
lagi
berkunjung.

stasiun penelitian didapat secara
berurutan nilai kesesuaiannya dapat
dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Matriks kesesuaian wisata snorkeling

Sumber: Olahan data primer, 2015

Gambar 3. Peta kesesuaian wisata snorkeling Pulau Pasumpahan

untuk stasiun 1 memiliki nilai 74,71
%, stasiun 2 sebesar 80,46 %,
stasiun 3, 4, 6 dan 8 memiliki nilai
kesesuaian yang sama sebesar 77
%, untuk stasiun 5 memiliki 82,8 %
yang mana stasiun ini merupakan
nilai kesesuaian yang paling tinggi
dari stasiun penelitian yang lain dan
stasiun 7 memiliki 79,3 %. Untuk
pengembangan wisata snorkeling
pada suatu kawasan perairan, maka
aspek biofisik sangat diperlukan dan
penting
untuk
diperhatikan
dikarenakan aspek-aspek biofisik
tersebut
sangat
menentukan
kepuasan
wisatawan
dan

kenyamanan untuk berwisata pesisir
pantai (Bahar, et.al. 2006).
Dari 8 stasiun penelitian yang
dilakukan, semua stasiun dapat
digunakan sebagai kawasan wisata
snorkeling karena memiliki potensi
yang bagus, akan tetapi dikarenakan
stasiun 2 dan 3 lebih sering
dimanfaatkan oleh wisatawan lokal
yang pemula untuk menikmati
suasana snorkeling dan pada Stasiun
5 dan 7 direkomendasikan untuk
wisata
selam,
maka
untuk
kesesuaian wisata snorkeling pada
stasiun 2 ini dapat direkomendasikan.

c. Kesesuaian Wisata Pantai
Hasil
pengukuran
indeks
kesesuaian wisata pantai di Pulau
Pasumpahan memiliki kisaran nilai
antara 68,3 % - 85,8 % dari 8 stasiun
penelitian yang dilakukan. Nilai ratarata
untuk
kesesuaian
wisata
snorkeling pada 8 stasiun penelitian
berkisar 73,02 % yang mana nilai
tersebut masuk dalam kategori S2
yang berarti cukup sesuai (IKW: 50