HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 1-4 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KROYA I KABUPATEN CILACAP Indah Sulistyoningrum Prodi Kebidanan, Stikes Paguwarmas Maos Cilacap, Jawa Tengah, Indonesia ABSTRAK - HUBUNGAN AN
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN SUSU FORMULA DENGAN
KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 1-4 TAHUN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KROYA I
KABUPATEN CILACAP
Indah Sulistyoningrum
Prodi Kebidanan, Stikes Paguwarmas Maos Cilacap, Jawa Tengah,
Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang : Meningkatnya kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun selain
disebabkan oleh pencemaran udara ternyata susu formula menimbulkan efek
seperti mual, muntah, diare dan sakit perut yang berkepanjangan sehingga
menyebabkan gangguan pertahanan tubuh (batuk, pilek, batuk dengan pilek, sesak
nafas hingga asma).
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Pemberian
Susu Formula Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Usia 1-4 Tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten Cilacap.
Subyek dan Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey
analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian pada penelitian ini
adalah semua ibu yang memiliki balita usia 1-4 tahun yang menderita ISPA bulan
November 2016 di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten Cilacaap
sebanyak 132 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah proportional
random sampling dengan jumlah sampel 60 orang yang dibagi menjadi 2
kelompok 30 kasus dan 30 kontrol .
hitung 6,787 dan
tabel 2,706 sehingga
Hasil : Hasil penelitian menunjukan
(6,787>2,706) dan p value 0,09 ( α : 0,1 ) sehingga secara statistik dapat
disimpulkan adanya hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian
ispa pada balita usia 1-4 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I, Kabupaten
Cilacap. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,319 sehingga dapat dinyatakan
bahwa kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut dalam kategori lemah.
Kata-kata kunci: Susu Formula, ISPA, Balita
PENDAHULUAN
Kondisi kesehatan dan gizi anak di
Indonesia masih memprihatinkan. Pada tahun
2005 jumlah anak 0-6 tahun adalah 27,6 juta
anak atau sekitar 12,79% dari total penduduk
Indonesia. Hanya 25% yang terakses
program peningkatan kesehatan, gizi dan
PAUD. Rendahnya cakupan dan kualitas
penyelenggaraan program pengembangan
anak usia dini mengakibatkan kondisi anak
Indonesia masih memprihatinkan yang
ditunjukan dengan rendahnya derajat
kesehatan, gizi dan pendidikan.
ASI merupakan suatu cairan hidup, yang
berubah dan juga berespon terhadap
kebutuhan
bayi
sesuai
dengan
pertumbuhannya. ASI mengandung zat anti
infeksi yang sangat penting untuk membantu
bayi dalam hal melawan infeksi dan berbagai
penyakit pada bayi (Indiarti, 2010). Selain
ASI kita sebagai masyarakat juga mengenal
akan pemberian susu formula.
Menurut penelitian yang telah dilakukan
oleh Cohen dan kawan-kawan di Amerika
pada tahun 1995 diperoleh bahwa 25% ibuibu yang memberikan ASI eksklusif pada
bayi dan 75% ibu-ibu yang memberikan susu
formula pada bayinya.
Bayi
yang
mendapatkan ASI secara eksklusif lebih
jarang sakit dibandingkan bayi yang diberi
susu formula, karena susu formula
memerlukan alat-alat yang bersih dan
perhitungan takaran susu yang tepat sesuai
dengan umur bayi. Hal ini membutuhkan
pengetahuan ibu yang cukup tentang dampak
pemberian susu formula (Roesli, 2008).
Menurut Survey Demografi Penelitian
Indonesia (SDKI) (2003), angka kematian
bayi di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran.
Angka kesakitan dan kematian bayi
ditimbulkan salah satunya disebabkan dari
dampak susu formula tersebut. Pemberian
susu formula selain mengakibatkan angka
kesakitan bagi balita juga membuat anggapan
sebagian orang tua atau keluarga tidak ingin
memiliki anak banyak dikarenakan segi
sosial-ekonomi yang tidak bisa membeli susu
formula yang harganya mahal.
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di dunia (Depkes RI, 2005).
Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya
angka kesakitan dan kematian karena ISPA,
terutama pada bayi dan anak dibawah 5 tahun
(Depkes RI, 2005). Di Indonesia tiap tahun
kematian ISPA sekitar 30% dari total
kematian balita (Depkes RI, 2002). Insiden
ISPA (pneumonia) di Indonesia setiap tahun
sekitar 10-20% atau 2,33 juta – 4, 66 juta
kasus (Depkes RI, 2002). Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001, angka kesakitan ISPA menduduki
peringkat ketiga sebesar 24% setelah
penyakit gigi dan mulut sebanyak 60% dan
penyakit refraksi serta pengelihatan sebesar
31%. ISPA merupakan penyebab utama pada
bayi usia 1-6 tahun, dimana sekitar 50%
penyakit ISPA menyerang anak usia kurang
dari 5 tahun, dan 30% menyerang anak usia
antara 5 sampai 12 tahun.
Profil Kesehatan Jawa Tengah (2007)
diketahui bahwa ISPA mempunyai kontribusi
28% sebagai penyebab kematian pada bayi <
1 tahun dan 23% pada anak balita (1 - < 5 th)
dimana 80% - 90% dari seluruh kasus
kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia.
ISPA sebagai penyebab utama kematian pada
bayi dan balita ini diduga karena penyakit ini
merupakan penyakit yang akut dan kualitas
penatalaksanaannya belum memadai.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode survey
analitik. dengan pendekatan cross sectional .
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu yang mempunyai balita usia 1-4 tahun
yang menderita ISPA diambil dengan tekhnik
proportional
random
sampling,
dan
dianalisis
menggunakan
chi
square
(X2),dilanjutkan dengan koefisien kontingensi
untuk mengetahui kekuatan hubungan antara
kedua variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
Distribusi Frekuensi Pemberian Susu
Formula Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I,
Kabupaten Cilacap
No
1
2
Pemberian Susu Formula
PASI (Susu Formula)
(Kasus)
ASI dan PASI (Kontrol)
F
30
30
%
50,0 %
50,0%
Jumlah
60
100 %
Sumber : Data primer diolah 2016
Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada
Balita Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap
ISPA
Batuk
Batuk
dan
Pilek
Batuk,
Pilek
dan
Panas
Jumlah
Kelompok
Kasus
Kontrol
F
%
F
%
0
0%
0
0%
14 23,3% 15 25%
16
26,7%
15
25%
Jumlah
F
0
29
31
%
0%
48,3
%
51,7
%
PASI
(susu
formula)
ASI dan
PASI
Jumlah
ISPA
Batuk dan
Batuk,
pilek
pilek dan
panas
F
%
F
%
1
20%
1
30%
2
8
F
3
0
%
50,0%
2
2
3
4
3
0
6
0
50,0%
36,7
%
56,7
%
8
2
6
13,3
%
43,3
%
Jumlah
100,0
%
Sumber : Data primer diolah tahun 2016
Tabulasi Silang Antara Pemberian Susu
Formula Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kroya I, Kabupaten Cilacap
Pember
ian
susu
formula
PASI
(susu
formula
)
ASI
dan
PASI
Jumlah
ISPA
Batuk dan
Batuk, pilek
pilek
dan panas
F
%
F
%
12
20%
18
30%
Jumlah
F
30
%
50,0%
22
36,7
%
8
13,3
%
30
50,0%
34
56,7
%
26
43,3
%
60
100,0
%
Sumber : Data primer diolah tahun 2016
30
50%
30
50%
60
100,
0%
Sumber : Data primer diolah tahun 2016
2.
Pemberia
n susu
formula
Analisis Bivariat
Tabulasi Silang Antara Pemberian Susu
Formula Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kroya I, Kabupaten Cilacap
Analisis statik menggunakan chi square
dan diperoleh hasil
hitung 6,787 dan
tabel 2,706 sehingga (6,787>2,706) dan p
value 0,09 (α : 0,1) sehingga secara statistik
dapat disimpulkan adanya hubungan antara
pemberian susu formula dengan kejadian ispa
pada balita usia 1-4 tahun di Wilayah Kerja
Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap.
Nilai koefisein kontingensi sebesar 0,319
sehingga dapat dinyatakan bahwa kekuatan
hubungan kedua variabel tersebut dalam
hitung = 6,787 >
kategori lemah (
tabel = 2,706 pada df = 1 p = 0,09 < α = 0,1,
C=0,319).
A. Pembahasan
1. Pemberian susu formula
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan kelompok
kasus (PASI atau Susu formula) dan kelompok kontrol (ASI dan PASI
atau Susu formula) adalah 1:1 atau masing-masing sebanyak 30 orang
(50,0%), dengan tujuan untuk membandingkan jumlah balita yang terkena
ISPA pada balita yang mengkonsumsi PASI atau susu formula serta ASI
dan PASI.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar
orang tua responden mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 47 orang (78,3%), pedagang yaitu sebanyak 10 orang (16,7%),
petani sebanyak 2 orang (3,3%), dan guru sebanyak 1 orang (1,7%), hal ini
dimungkinkan terjadi karena ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengurus suami dan anak
serta mencari dan mendapatkan informasi tentang manfaat susu formula
sehingga anggapan kebanyakan ibu yang berpendapat bahwa susu memang
menjadi kebutuhan pokok yang sangat wajib untuk menyehatkan dan juga
mencerdaskan balita, karena mengandung nilai gizi yang lengkap sebagai
penunjang energi terutama pada balita yang susah makan bisa menjadi
pengganti asupan makanan yang masuk kedalam tubuh. Susu juga menjadi
tonggak pertumbuhan balita yang sehat, karena susu berperan penting
sebagai sumber gizi utama bagi balita sebelum mereka dapat mencerna
makanan padat. Ibu juga berpendapat susu formula lebih praktis dari pada
MPASI lain yang membutuhkan proses dan waktu pembuatan yang cukup
lama.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi balita
usia 1-2 tahun sebanyak 35 orang (58,3%), dan balita usia 3-4 tahun
sebanyak 25 orang (41,7%), %. Menurut Sanusi (2007), pola pemberian
MP-ASI yang baik harus memperhatikan umur balita karena pola
pemberian MP-ASI kepada balita tiap tahap umur balita berbeda,
sedangkan ibu memberikan susu formula dalam jenis cair dan bubuk dari
berbagai macam produk susu formula yang disesuaikan dengan umur
balitanya. Takaran dari susu formula beraneka ragam, ada yang sesuai
dengan takaran yang sudah disediakan pada kemasan susu formula dan ada
juga yang melebihi 1/2-1 sendok atau ditambah dengan gula pasir guna
menambah rasa manis dalam susu. Frekuensi pemberian susu formula
75
diberikan oleh responden kepada balitanya, ada yang terjadwal (pagi,
siang, malam sebelum tidur) atau tidak terjadwal setiap kali meminta susu
pasti diberikan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari ibu tentang
kejadian atau efek yang terjadi dari pemberian susu formula ini,
mengatakan bahwa yang paling sering terjadi adalah diare, konstipasi,
muntah, alergi, batuk dan pilek pada balitanya serta susu formula yang
tidak habis yang dibuang percuma karena sudah tidak bisa digunakan lagi.
Baqi (2008) yang menyatakan bahwa, sisa susu di dalam botol
akan terkena bakteri yang berasal dari liur dan mulut anak. Jika ada susu
yang tersisa di dalam botol maka enzim pada air liur yang mengenai susu
akan mencerna pati pada susu, yang akan menyebabkannya berair dan
bakteri dari mulut akan berkembang pada susu, karena sisa susu bayi
menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya kuman sehingga membuat
bayi terkena diare.
Menurut penelitian Aniqoh (2006) di Puskesmas Sekardangan
Kabupaten
Sidoarjo,
menunjukkan
bahwa
penggunaan
air,
cara
penyimpanan setelah pengenceran, cara membersihkan botol susu dan
kebiasaan mencuci tangan mempunyai hubungan dengan kejadian diare.
Menurut Moehji (2005), penyebab lain diare pada pemberian susu
formula, karena proses penyeduhan yang terlalu kental dan cara
penyimpanan susu formula yang salah.
2. Angka Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 balita usia 1-4 tahun
yang diberikan PASI (susu formula) yang terkena ISPA batuk, pilek dan
panas lebih banyak yaitu 18 orang (30%) dibandingkan dengan balita yang
terkena batuk dan pilek sebanyak 12 orang (20%) serta pada 30 balita yang
diberi ASI dan PASI (susu formula) terjadi ISPA dengan batuk dan pilek,
22 orang (36,7%) lebih banyak dibandingkan dengan balita yang terkena
batuk, pilek dan panas sebanyak 8 orang (13.3%) atau dapat dikatakan
kejadian ISPA yang tergolong klasifikasi lebih berat pada balita usia 1-4
tahun terjadi pada balita yang diberi PASI (susu formula) dibandingkan
balita yang diberi ASI dan PASI (susu formula).
Kejadian ISPA ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
usia balita sekitar 1-2 tahun yang mengkonsumsi PASI atau susu formula
lebih rentan terhadap ISPA dikarenakan selain dari kandungan zat yang
terkandung dalam susu formula (laktosa, karbohidrat, protein, nukleotida,
lemak) yang kandungannya tinggi sehingga sulit dicerna didalam tubuh
juga dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh anak yang menurun, karena
pada bulan November sedang dalam musim penghujan sehingga
menyebabkan anak mudah terserang penyakit. Faktor imunisasi pada
setiap anak juga mempengaruhi ISPA, anak seharusnya dapat immunisai
lengkap sesuai dengan jadwal Nasional. Hal ini melindungi anak dari
penyebab pokok ISPA dan membantu mencegah kurang gizi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
responden bertempat tinggal dekat dengan jalan raya yaitu 28 orang
(46,7%) selanjutnya dekat dengan persawahan sebanyak 15 orang (25%),
dekat dengan rel kereta api sebanyak 9 orang (15%) kemudian dekat
dengan stasiun sebanyak 5 orang (8,3%) dan paling sedikit responden
dengan tempat tinggal yang dekat dengan pasar
yaitu 3 orang (5%).
Demografi tempat tinggal responden yang kebanyakan disekitar jalan raya
juga meningkatakan resiko terjadinya ISPA seperti polusi udara dari
kendaraan maupun debu dari jalan raya, dengan ini dapat disimpulkan
bahwa tempat tinggal mempengaruhi terhadap kejadian ISPA. Menurut
Agnes (2009), mengatakan ISPA muncul sebagai gangguan atas polusi
udara, 70% polusi udara disebabkan asap kendaraan, 20% karena industri,
lainnya limbah masyarakat, termasuk asap rokok. Menurut Sindang
(2011), polusi kendaraan bermotor mengandung gas karbondioksida
(CO2), Nitrogen (NO2), dan Sulfur. Ketiga gas ini berbahaya bagi
kesehatan. Adanya logam timbal yang keluar dari gas buangan kendaraan
bermotor dapat masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan dan kontak
langsung. Keberadaan unsur timbal ini di dalam tubuh manusia menjadi
racun penyerang saraf yang dapat merusak pertumbuhan anak dan bisa
menurunkan kepintaran (IQ) anak-anak.
Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam
tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,
sakit telinga dan demam. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin
tidak mengenali tanda-tanda lainnya dengan mudah (Susanto dan
Hariwijaya, 2006).
Penyebab penyakit ini adalah virus. Masa menular beberapa jam
sebelum gejala timbul sampai 1-2 hari sesudah gejala hilang. Masa
tunasnya adalah 1-2 hari, dengan faktor predisposisi kelelahan, gizi buruk,
anemia dan kedinginan. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada
pergantian musim (Agnes, 2009).
Bidan desa dan kader yang saling bekerjasama mempunyai tugas
menjadi media penghubung antara Puskesmas dengan masyarakat dalam
peningkatan kesehatan masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I,
juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan angka kejadian
ISPA pada balita terutama dalam pemberian konseling tentang KIA.
Masyarakat yang masih tabu akan dunia kesehatan, terutama ibu yang
mempunyai balita masih mudah terpengaruh akan informasi baik dari
media masa maupun cetak tentang manfaat susu formula yang
menyehatkan, mencerdaskan dan membantu tumbuh kembang anak. Tapi,
pada kenyataanya banyak sekali anak yang alergi dengan susu formula,
diare akibat kurang bersihnya botol atau dot, takaran susu yang yang
berlebihan, gigi berlubang, dan bila ini terjadi dalam waktu yang cukup
lama bisa menyebabkan imunitas anak menurun kemudian terjadi batuk,
pilek dan panas pada balita.
Puskesmas, bidan dan kader berkewajiban untuk mengembalikan
kepercayaan ibu terhadap pentingnya ASI yang ternyata masih bisa
diberikan sampai usia 2 tahun walaupun kandungannya sudah berbeda
dengan ASI eksklusif tetapi masih banyak sekali manfaat bagi anak
terutama dalam pencegahan penyakit serta memberikan konseling tentang
kandungan susu formula yang memberikan efek kurang baik bagi
kesehatan anak. Hal terpenting bagi tenaga kesehatan adalah cara
membedakan antara kasus ISPA ringan yaitu infeksi yang akan sembuh
dengan sendirinya setelah 1-2 minggu dan kasus ISPA berat yaitu infeksi
79
yang dapat menyebabkan kesakitan berat, kecacatan dan kematian.
Meningkatkan
pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat
mengenai
pentingnya immunisasi serta kerja sama dengan petugas kesehatan
pemerintah untuk mempromosi program immunisasi dan pemberian
Vitamin A.
3. Hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian ISPA
pada balita usia 1-4 tahun
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 balita usia 1-4
tahun yang diberikan PASI (susu formula) yang terkena ISPA batuk, pilek
dan panas lebih banyak yaitu 18 balita (60,0%) dibandingkan dengan
balita yang terkena batuk dan pilek sebanyak 12 balita (40,0%) serta pada
30 balita yang diberi ASI dan PASI (susu formula) terjadi ISPA dengan
batuk dan pilek, 22 balita (73,3%) lebih banyak dibandingkan dengan
balita yang terkena batuk, pilek dan panas sebanyak 8 balita (26,7%).
ISPA dengan batuk, pilek dan panas sebanyak 8 balita (26,7%) atau dapat
dikatakan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun terjadi pada balita
yang diberi PASI (susu formula) dan ASI+PASI (susu formula)
berbanding sama yaitu 30:30 kasus.
Analisis statistik menggunakan chi square dan diperoleh hasil
hitung 6,787 dan
tabel 2,706 sehingga (6,787>2,706) dan p value 0,09
( α : 0,1 ) sehingga secara statistik dapat disimpulkan adanya hubungan
antara pemberian susu formula dengan kejadian ispa pada balita usia 1-4
tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap. Nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,319 sehingga dapat dinyatakan bahwa
80
kekuatan hubungan kedua variabel tersebut dalam kategori lemah (
hitung = 6,787 >
tabel = 2,706 pada df = 1 p = 0,09 < α = 0,1 C=0,319)
Pemberian susu formula ini terjadi karena faktor anggapan
kebanyakan ibu yang berpendapat bahwa susu memang menjadi kebutuhan
pokok yang sangat wajib untuk menyehatkan dan juga mencerdaskan
balita, karena mengandung nilai gizi yang lengkap sebagai penunjang
energi terutama pada balita yang susah makan bisa menjadi pengganti
asupan makanan yang masuk kedalam tubuh. Susu juga menjadi tonggak
pertumbuhan balita yang sehat, karena susu berperan penting sebagai
sumber gizi utama bagi balita sebelum mereka dapat mencerna makanan
padat. Ibu juga berpendapat susu formula lebih praktis dari pada MPASI
lain yang membutuhkan proses dan waktu pembuatan yang cukup lama.
Kejadian atau efek yang terjadi dari pemberian susu formula ini,
berdasarkan informasi yang didapatkan dari responden mengatakan yang
paling sering terjadi adalah diare, konstipasi, muntah, alergi, batuk dan
pilek pada balitanya serta susu formula yang tidak habis yang dibuang
percuma karena sudah tidak bisa digunakan lagi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Soekanto (2004), bahwa seseorang
yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak maka akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Tapi, masalahnya disini ibu
terbuai akan iklan atau promosi dari susu formula yang hanya melihat dari
segi keuntungannya saja bukan segi kerugian atau efek dari pemberian
susu formula.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Andira (2008),
makanan ataupun cairan yang dikonsumsi memegang peranan penting
dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga
kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama
dalam pemberian makanan anak terutama MP-ASI yaitu makanan atau
cairan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam
bentuk yang bagaimana makanan atau cairan tersebut diberikan.
Kejadian ISPA ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
usia balita sekitar 1-2 tahun yang mengkonsumsi PASI atau susu formula
lebih rentan terhadap ISPA dikarenakan selain dari kandungan zat yang
terkandung dalam susu formula juga dipengaruhi oleh sistem kekebalan
tubuh anak yang menurun, karena pada bulan November sedang dalam
musim penghujan sehingga meyebabkan anak mudah terserang penyakit.
Demografi tempat tinggal responden yang kebanyakan disekitar jalan raya
juga meningkatakan resiko terjadinya ISPA seperti polusi udara dari
kendaraan maupun debu dari jalan raya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Ria (2009) yang
diperkuat oleh pendapat Dwinda (2002), bahwa kejadian ISPA pada balita,
yaitu bayi (35 th
Total
Frequency
24
6
30
Percent
80.0
20.0
100.0
Valid Percent
80.0
20.0
100.0
Cumulat iv e
Percent
80.0
100.0
pendidi kan (kasus)
Valid
SD
SMP
SMA/ SMK
PT
Total
Frequency
13
8
8
1
30
Percent
43.3
26.7
26.7
3.3
100.0
Valid Percent
43.3
26.7
26.7
3.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
43.3
70.0
96.7
100.0
pekerjaan (kasus)
Valid
IRT
Tani
Pedagang
Total
Frequency
22
1
7
30
Percent
73.4
3.3
23.3
100.0
Valid Percent
73.4
3.3
23.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
73.4
76.7
100.0
ispa
(kasus)
30
0
umur balita (kasus)
Valid
1-2 th
3-4 th
Total
Frequency
7
23
30
Percent
23.3
76.7
100.0
Valid Percent
23.3
76.7
100.0
Cumulativ e
Percent
23.3
100.0
demografi (kasus)
Valid
Persawahan
Rel KA
Stasiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Frequency
9
6
2
1
12
30
Percent
30.0
20.0
6.7
3.3
40.0
100.0
Valid Percent
30.0
20.0
6.7
3.3
40.0
100.0
Cumulat iv e
Percent
30.0
50.0
56.7
60.0
100.0
ispa (kasus)
Valid
Batuk, pilek
Batuk,pilek,panas
Total
Frequency
12
18
30
Percent
40.0
60.0
100.0
Valid Percent
40.0
60.0
100.0
Cumulat iv e
Percent
40.0
100.0
KONTROL
Frequencies
Statistics
N
Valid
Missing
umur
(kontrol)
30
0
pendidikan
(kontrol)
30
0
pekerjaan
(kontrol)
30
0
umur balita
(kontrol)
30
0
demograf i
(kontrol)
30
0
Frequency Table
umur (kontrol)
Valid
20-35 th
>35 th
Total
Frequency
28
2
30
Percent
93.3
6.7
100.0
Valid Percent
93.3
6.7
100.0
Cumulat iv e
Percent
93.3
100.0
pendidi kan (kontrol)
Valid
SD
SMP
SMA/ SMK
PT
Total
Frequency
6
9
14
1
30
Percent
20.0
30.0
46.7
3.3
100.0
Valid Percent
20.0
30.0
46.7
3.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
20.0
50.0
96.7
100.0
pekerjaan (kontrol)
Valid
IRT
Tani
Pedagang
Guru
Total
Frequency
25
1
3
1
30
Percent
83.4
3.3
10.0
3.3
100.0
Valid Percent
83.4
3.3
10.0
3.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
83.4
86.7
96.7
100.0
ispa
(kontrol)
30
0
umur balita (kontrol)
Valid
1-2 th
3-4 th
Total
Frequency
28
2
30
Percent
93.3
6.7
100.0
Valid Percent
93.3
6.7
100.0
Cumulativ e
Percent
93.3
100.0
demografi (kontrol)
Valid
Persawahan
Rel KA
Stasiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Frequency
6
3
3
2
16
30
Percent
20.0
10.0
10.0
6.7
53.3
100.0
Valid Percent
20.0
10.0
10.0
6.7
53.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
20.0
30.0
40.0
46.7
100.0
ispa (kontrol)
Valid
Batuk, pilek
Batuk,pilek,panas
Total
Frequency
22
8
30
Percent
73.3
26.7
100.0
Valid Percent
73.3
26.7
100.0
Cumulat iv e
Percent
73.3
100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
umur * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
umur * kelompok Crosstabulation
umur
20-35 th
>35 th
Total
Count
% wit hin umur
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
24
28
46.2%
53.8%
80.0%
93.3%
40.0%
46.7%
6
2
75.0%
25.0%
20.0%
6.7%
10.0%
3.3%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
52
100.0%
86.7%
86.7%
8
100.0%
13.3%
13.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Percent
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
pendidikan * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
pendidi kan * kel ompok Crosstabulation
pendidikan
SD
SMP
SMA/SMK
PT
Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
13
6
68.4%
31.6%
43.3%
20.0%
21.7%
10.0%
8
9
47.1%
52.9%
26.7%
30.0%
13.3%
15.0%
8
14
36.4%
63.6%
26.7%
46.7%
13.3%
23.3%
1
1
50.0%
50.0%
3.3%
3.3%
1.7%
1.7%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
19
100.0%
31.7%
31.7%
17
100.0%
28.3%
28.3%
22
100.0%
36.7%
36.7%
2
100.0%
3.3%
3.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
pekerjaan * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
pekerjaan * kelompok Crosstabul ation
pekerjaan
IRT
Tani
Pedagang
Guru
Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
22
25
46.8%
53.2%
73.4%
83.4%
36.7%
41.7%
1
1
50.0%
50.0%
3.3%
3.3%
1.7%
1.7%
7
3
70.0%
30.0%
23.3%
10.0%
11.7%
5.0%
0
1
.0%
100.0%
.0%
3.3%
.0%
1.7%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
47
100.0%
78.3%
78.3%
2
100.0%
3.3%
3.3%
10
100.0%
16.7%
16.7%
1
100.0%
1.7%
1.7%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
umur balita * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
umur balita * kelompok Crosstabulation
umur balita
1-2 th
3-4 th
Total
Count
% wit hin umur balita
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
7
28
20.0%
80.0%
23.3%
93.3%
11.7%
46.7%
23
2
92.0%
8.0%
76.7%
6.7%
38.3%
3.3%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
35
100.0%
58.3%
58.3%
25
100.0%
41.7%
41.7%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
demograf i * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
demografi * kelompok Crosstabul ation
demograf i
Persawahan
Rel KA
St asiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
9
6
60.0%
40.0%
30.0%
20.0%
15.0%
10.0%
6
3
66.7%
33.3%
20.0%
10.0%
10.0%
5.0%
2
3
40.0%
60.0%
6.7%
10.0%
3.3%
5.0%
1
2
33.3%
66.7%
3.3%
6.7%
1.7%
3.3%
12
16
42.9%
57.1%
40.0%
53.3%
20.0%
26.7%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
15
100.0%
25.0%
25.0%
9
100.0%
15.0%
15.0%
5
100.0%
8.3%
8.3%
3
100.0%
5.0%
5.0%
28
100.0%
46.7%
46.7%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
ispa * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
ispa * kel ompok Crosstabulati on
ispa
Batuk, pilek
Batuk, pilek,panas
Total
Count
% wit hin ispa
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin ispa
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin ispa
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
12
22
35.3%
64.7%
40.0%
73.3%
20.0%
36.7%
18
8
69.2%
30.8%
60.0%
26.7%
30.0%
13.3%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
34
100.0%
56.7%
56.7%
26
100.0%
43.3%
43.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
umur balita * ispa
60
Percent
100.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
umur balita * ispa Crosstabulati on
ispa
umur balita
1-2 th
3-4 th
Total
Count
% wit hin umur balita
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% of Total
Batuk, pilek
22
62.9%
36.7%
12
48.0%
20.0%
34
56.7%
56.7%
Batuk, pile
k,panas
13
37.1%
21.7%
13
52.0%
21.7%
26
43.3%
43.3%
Total
35
100.0%
58.3%
25
100.0%
41.7%
60
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Association
N of Valid Cases
Value
1.311b
.776
1.311
1.289
df
1
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-sided)
.252
.378
.252
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.298
.189
.256
60
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 10.
83.
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
demografi * ispa
60
Percent
100.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
demografi * ispa Crosstabulation
ispa
demograf i
Persawahan
Rel KA
Stasiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Batuk, pilek
12
80.0%
20.0%
7
77.8%
11.7%
3
60.0%
5.0%
2
66.7%
3.3%
10
35.7%
16.7%
34
56.7%
56.7%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by -Linear
Association
N of Valid Cases
Value
10.110a
10.513
9.336
4
4
Asy mp. Sig.
(2-sided)
.039
.033
1
.002
df
60
a. 5 cells (50.0%) hav e expect ed count less t han 5. The
minimum expected count is 1.30.
Batuk,pile
k,panas
3
20.0%
5.0%
2
22.2%
3.3%
2
40.0%
3.3%
1
33.3%
1.7%
18
64.3%
30.0%
26
43.3%
43.3%
Total
15
100.0%
25.0%
9
100.0%
15.0%
5
100.0%
8.3%
3
100.0%
5.0%
28
100.0%
46.7%
60
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
pemberian * ispa
Percent
100.0%
60
Total
N
60
pemberian * ispa Crosstabulation
ispa
pemberian
PASI
ASI+PASI
Total
Count
% wit hin pemberian
% wit hin ispa
% of Total
Count
% wit hin pemberian
% wit hin ispa
% of Total
Count
% wit hin pemberian
% wit hin ispa
% of Total
Batuk, pilek
12
40.0%
35.3%
20.0%
22
73.3%
64.7%
36.7%
34
56.7%
100.0%
56.7%
Batuk, pile
k,panas
18
60.0%
69.2%
30.0%
8
26.7%
30.8%
13.3%
26
43.3%
100.0%
43.3%
Total
30
100.0%
50.0%
50.0%
30
100.0%
50.0%
50.0%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Association
N of Valid Cases
Value
6.787b
5.498
6.932
df
6.674
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-sided)
.009
.019
.008
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.018
.009
.010
60
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 13.
00.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coef f icient
Value
.319
60
Approx. Sig.
.009
a. Not assuming the null hy pothesis.
b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis.
Percent
100.0%
Lampiran 13
LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
: Eka Rahmawati
Tempat,tanggal lahir : Cilacap, 12 Oktober 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun Napel Desa Cisalak RT 02 RW O3 Kecamatan
Cimanggu Kabupaten Cilacap
Institusi
: Akademi Kebidanan Paguwarmas Maos Cilacap
Judul KTI
: Hubungan Antara Pemberian Susu Formula Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Usia 1-4 Tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap
Riwayat Pendidikan :
Sekolah Dasar (SD)
: SD Negeri Cisalak 02
Lulus tahun 2004
Sekolah Menengah Pertama (SMP) : SMP Diponegoro Majenang
Lulus Tahun 2007
Sekolah Menengah Atas (SMA)
: MAN Majenang
Lulus tahun 2010
KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 1-4 TAHUN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KROYA I
KABUPATEN CILACAP
Indah Sulistyoningrum
Prodi Kebidanan, Stikes Paguwarmas Maos Cilacap, Jawa Tengah,
Indonesia
ABSTRAK
Latar belakang : Meningkatnya kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun selain
disebabkan oleh pencemaran udara ternyata susu formula menimbulkan efek
seperti mual, muntah, diare dan sakit perut yang berkepanjangan sehingga
menyebabkan gangguan pertahanan tubuh (batuk, pilek, batuk dengan pilek, sesak
nafas hingga asma).
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Pemberian
Susu Formula Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Usia 1-4 Tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten Cilacap.
Subyek dan Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey
analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian pada penelitian ini
adalah semua ibu yang memiliki balita usia 1-4 tahun yang menderita ISPA bulan
November 2016 di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten Cilacaap
sebanyak 132 orang. Teknik sampling yang digunakan adalah proportional
random sampling dengan jumlah sampel 60 orang yang dibagi menjadi 2
kelompok 30 kasus dan 30 kontrol .
hitung 6,787 dan
tabel 2,706 sehingga
Hasil : Hasil penelitian menunjukan
(6,787>2,706) dan p value 0,09 ( α : 0,1 ) sehingga secara statistik dapat
disimpulkan adanya hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian
ispa pada balita usia 1-4 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I, Kabupaten
Cilacap. Nilai koefisien kontingensi sebesar 0,319 sehingga dapat dinyatakan
bahwa kekuatan hubungan antara kedua variabel tersebut dalam kategori lemah.
Kata-kata kunci: Susu Formula, ISPA, Balita
PENDAHULUAN
Kondisi kesehatan dan gizi anak di
Indonesia masih memprihatinkan. Pada tahun
2005 jumlah anak 0-6 tahun adalah 27,6 juta
anak atau sekitar 12,79% dari total penduduk
Indonesia. Hanya 25% yang terakses
program peningkatan kesehatan, gizi dan
PAUD. Rendahnya cakupan dan kualitas
penyelenggaraan program pengembangan
anak usia dini mengakibatkan kondisi anak
Indonesia masih memprihatinkan yang
ditunjukan dengan rendahnya derajat
kesehatan, gizi dan pendidikan.
ASI merupakan suatu cairan hidup, yang
berubah dan juga berespon terhadap
kebutuhan
bayi
sesuai
dengan
pertumbuhannya. ASI mengandung zat anti
infeksi yang sangat penting untuk membantu
bayi dalam hal melawan infeksi dan berbagai
penyakit pada bayi (Indiarti, 2010). Selain
ASI kita sebagai masyarakat juga mengenal
akan pemberian susu formula.
Menurut penelitian yang telah dilakukan
oleh Cohen dan kawan-kawan di Amerika
pada tahun 1995 diperoleh bahwa 25% ibuibu yang memberikan ASI eksklusif pada
bayi dan 75% ibu-ibu yang memberikan susu
formula pada bayinya.
Bayi
yang
mendapatkan ASI secara eksklusif lebih
jarang sakit dibandingkan bayi yang diberi
susu formula, karena susu formula
memerlukan alat-alat yang bersih dan
perhitungan takaran susu yang tepat sesuai
dengan umur bayi. Hal ini membutuhkan
pengetahuan ibu yang cukup tentang dampak
pemberian susu formula (Roesli, 2008).
Menurut Survey Demografi Penelitian
Indonesia (SDKI) (2003), angka kematian
bayi di Indonesia sebesar 35/1000 kelahiran.
Angka kesakitan dan kematian bayi
ditimbulkan salah satunya disebabkan dari
dampak susu formula tersebut. Pemberian
susu formula selain mengakibatkan angka
kesakitan bagi balita juga membuat anggapan
sebagian orang tua atau keluarga tidak ingin
memiliki anak banyak dikarenakan segi
sosial-ekonomi yang tidak bisa membeli susu
formula yang harganya mahal.
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan utama di dunia (Depkes RI, 2005).
Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya
angka kesakitan dan kematian karena ISPA,
terutama pada bayi dan anak dibawah 5 tahun
(Depkes RI, 2005). Di Indonesia tiap tahun
kematian ISPA sekitar 30% dari total
kematian balita (Depkes RI, 2002). Insiden
ISPA (pneumonia) di Indonesia setiap tahun
sekitar 10-20% atau 2,33 juta – 4, 66 juta
kasus (Depkes RI, 2002). Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001, angka kesakitan ISPA menduduki
peringkat ketiga sebesar 24% setelah
penyakit gigi dan mulut sebanyak 60% dan
penyakit refraksi serta pengelihatan sebesar
31%. ISPA merupakan penyebab utama pada
bayi usia 1-6 tahun, dimana sekitar 50%
penyakit ISPA menyerang anak usia kurang
dari 5 tahun, dan 30% menyerang anak usia
antara 5 sampai 12 tahun.
Profil Kesehatan Jawa Tengah (2007)
diketahui bahwa ISPA mempunyai kontribusi
28% sebagai penyebab kematian pada bayi <
1 tahun dan 23% pada anak balita (1 - < 5 th)
dimana 80% - 90% dari seluruh kasus
kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia.
ISPA sebagai penyebab utama kematian pada
bayi dan balita ini diduga karena penyakit ini
merupakan penyakit yang akut dan kualitas
penatalaksanaannya belum memadai.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode survey
analitik. dengan pendekatan cross sectional .
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu yang mempunyai balita usia 1-4 tahun
yang menderita ISPA diambil dengan tekhnik
proportional
random
sampling,
dan
dianalisis
menggunakan
chi
square
(X2),dilanjutkan dengan koefisien kontingensi
untuk mengetahui kekuatan hubungan antara
kedua variabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis Univariat
Distribusi Frekuensi Pemberian Susu
Formula Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I,
Kabupaten Cilacap
No
1
2
Pemberian Susu Formula
PASI (Susu Formula)
(Kasus)
ASI dan PASI (Kontrol)
F
30
30
%
50,0 %
50,0%
Jumlah
60
100 %
Sumber : Data primer diolah 2016
Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA Pada
Balita Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap
ISPA
Batuk
Batuk
dan
Pilek
Batuk,
Pilek
dan
Panas
Jumlah
Kelompok
Kasus
Kontrol
F
%
F
%
0
0%
0
0%
14 23,3% 15 25%
16
26,7%
15
25%
Jumlah
F
0
29
31
%
0%
48,3
%
51,7
%
PASI
(susu
formula)
ASI dan
PASI
Jumlah
ISPA
Batuk dan
Batuk,
pilek
pilek dan
panas
F
%
F
%
1
20%
1
30%
2
8
F
3
0
%
50,0%
2
2
3
4
3
0
6
0
50,0%
36,7
%
56,7
%
8
2
6
13,3
%
43,3
%
Jumlah
100,0
%
Sumber : Data primer diolah tahun 2016
Tabulasi Silang Antara Pemberian Susu
Formula Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kroya I, Kabupaten Cilacap
Pember
ian
susu
formula
PASI
(susu
formula
)
ASI
dan
PASI
Jumlah
ISPA
Batuk dan
Batuk, pilek
pilek
dan panas
F
%
F
%
12
20%
18
30%
Jumlah
F
30
%
50,0%
22
36,7
%
8
13,3
%
30
50,0%
34
56,7
%
26
43,3
%
60
100,0
%
Sumber : Data primer diolah tahun 2016
30
50%
30
50%
60
100,
0%
Sumber : Data primer diolah tahun 2016
2.
Pemberia
n susu
formula
Analisis Bivariat
Tabulasi Silang Antara Pemberian Susu
Formula Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Usia 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kroya I, Kabupaten Cilacap
Analisis statik menggunakan chi square
dan diperoleh hasil
hitung 6,787 dan
tabel 2,706 sehingga (6,787>2,706) dan p
value 0,09 (α : 0,1) sehingga secara statistik
dapat disimpulkan adanya hubungan antara
pemberian susu formula dengan kejadian ispa
pada balita usia 1-4 tahun di Wilayah Kerja
Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap.
Nilai koefisein kontingensi sebesar 0,319
sehingga dapat dinyatakan bahwa kekuatan
hubungan kedua variabel tersebut dalam
hitung = 6,787 >
kategori lemah (
tabel = 2,706 pada df = 1 p = 0,09 < α = 0,1,
C=0,319).
A. Pembahasan
1. Pemberian susu formula
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan kelompok
kasus (PASI atau Susu formula) dan kelompok kontrol (ASI dan PASI
atau Susu formula) adalah 1:1 atau masing-masing sebanyak 30 orang
(50,0%), dengan tujuan untuk membandingkan jumlah balita yang terkena
ISPA pada balita yang mengkonsumsi PASI atau susu formula serta ASI
dan PASI.
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar
orang tua responden mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga
sebanyak 47 orang (78,3%), pedagang yaitu sebanyak 10 orang (16,7%),
petani sebanyak 2 orang (3,3%), dan guru sebanyak 1 orang (1,7%), hal ini
dimungkinkan terjadi karena ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengurus suami dan anak
serta mencari dan mendapatkan informasi tentang manfaat susu formula
sehingga anggapan kebanyakan ibu yang berpendapat bahwa susu memang
menjadi kebutuhan pokok yang sangat wajib untuk menyehatkan dan juga
mencerdaskan balita, karena mengandung nilai gizi yang lengkap sebagai
penunjang energi terutama pada balita yang susah makan bisa menjadi
pengganti asupan makanan yang masuk kedalam tubuh. Susu juga menjadi
tonggak pertumbuhan balita yang sehat, karena susu berperan penting
sebagai sumber gizi utama bagi balita sebelum mereka dapat mencerna
makanan padat. Ibu juga berpendapat susu formula lebih praktis dari pada
MPASI lain yang membutuhkan proses dan waktu pembuatan yang cukup
lama.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi balita
usia 1-2 tahun sebanyak 35 orang (58,3%), dan balita usia 3-4 tahun
sebanyak 25 orang (41,7%), %. Menurut Sanusi (2007), pola pemberian
MP-ASI yang baik harus memperhatikan umur balita karena pola
pemberian MP-ASI kepada balita tiap tahap umur balita berbeda,
sedangkan ibu memberikan susu formula dalam jenis cair dan bubuk dari
berbagai macam produk susu formula yang disesuaikan dengan umur
balitanya. Takaran dari susu formula beraneka ragam, ada yang sesuai
dengan takaran yang sudah disediakan pada kemasan susu formula dan ada
juga yang melebihi 1/2-1 sendok atau ditambah dengan gula pasir guna
menambah rasa manis dalam susu. Frekuensi pemberian susu formula
75
diberikan oleh responden kepada balitanya, ada yang terjadwal (pagi,
siang, malam sebelum tidur) atau tidak terjadwal setiap kali meminta susu
pasti diberikan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari ibu tentang
kejadian atau efek yang terjadi dari pemberian susu formula ini,
mengatakan bahwa yang paling sering terjadi adalah diare, konstipasi,
muntah, alergi, batuk dan pilek pada balitanya serta susu formula yang
tidak habis yang dibuang percuma karena sudah tidak bisa digunakan lagi.
Baqi (2008) yang menyatakan bahwa, sisa susu di dalam botol
akan terkena bakteri yang berasal dari liur dan mulut anak. Jika ada susu
yang tersisa di dalam botol maka enzim pada air liur yang mengenai susu
akan mencerna pati pada susu, yang akan menyebabkannya berair dan
bakteri dari mulut akan berkembang pada susu, karena sisa susu bayi
menjadi tempat yang subur bagi tumbuhnya kuman sehingga membuat
bayi terkena diare.
Menurut penelitian Aniqoh (2006) di Puskesmas Sekardangan
Kabupaten
Sidoarjo,
menunjukkan
bahwa
penggunaan
air,
cara
penyimpanan setelah pengenceran, cara membersihkan botol susu dan
kebiasaan mencuci tangan mempunyai hubungan dengan kejadian diare.
Menurut Moehji (2005), penyebab lain diare pada pemberian susu
formula, karena proses penyeduhan yang terlalu kental dan cara
penyimpanan susu formula yang salah.
2. Angka Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 balita usia 1-4 tahun
yang diberikan PASI (susu formula) yang terkena ISPA batuk, pilek dan
panas lebih banyak yaitu 18 orang (30%) dibandingkan dengan balita yang
terkena batuk dan pilek sebanyak 12 orang (20%) serta pada 30 balita yang
diberi ASI dan PASI (susu formula) terjadi ISPA dengan batuk dan pilek,
22 orang (36,7%) lebih banyak dibandingkan dengan balita yang terkena
batuk, pilek dan panas sebanyak 8 orang (13.3%) atau dapat dikatakan
kejadian ISPA yang tergolong klasifikasi lebih berat pada balita usia 1-4
tahun terjadi pada balita yang diberi PASI (susu formula) dibandingkan
balita yang diberi ASI dan PASI (susu formula).
Kejadian ISPA ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
usia balita sekitar 1-2 tahun yang mengkonsumsi PASI atau susu formula
lebih rentan terhadap ISPA dikarenakan selain dari kandungan zat yang
terkandung dalam susu formula (laktosa, karbohidrat, protein, nukleotida,
lemak) yang kandungannya tinggi sehingga sulit dicerna didalam tubuh
juga dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh anak yang menurun, karena
pada bulan November sedang dalam musim penghujan sehingga
menyebabkan anak mudah terserang penyakit. Faktor imunisasi pada
setiap anak juga mempengaruhi ISPA, anak seharusnya dapat immunisai
lengkap sesuai dengan jadwal Nasional. Hal ini melindungi anak dari
penyebab pokok ISPA dan membantu mencegah kurang gizi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan
responden bertempat tinggal dekat dengan jalan raya yaitu 28 orang
(46,7%) selanjutnya dekat dengan persawahan sebanyak 15 orang (25%),
dekat dengan rel kereta api sebanyak 9 orang (15%) kemudian dekat
dengan stasiun sebanyak 5 orang (8,3%) dan paling sedikit responden
dengan tempat tinggal yang dekat dengan pasar
yaitu 3 orang (5%).
Demografi tempat tinggal responden yang kebanyakan disekitar jalan raya
juga meningkatakan resiko terjadinya ISPA seperti polusi udara dari
kendaraan maupun debu dari jalan raya, dengan ini dapat disimpulkan
bahwa tempat tinggal mempengaruhi terhadap kejadian ISPA. Menurut
Agnes (2009), mengatakan ISPA muncul sebagai gangguan atas polusi
udara, 70% polusi udara disebabkan asap kendaraan, 20% karena industri,
lainnya limbah masyarakat, termasuk asap rokok. Menurut Sindang
(2011), polusi kendaraan bermotor mengandung gas karbondioksida
(CO2), Nitrogen (NO2), dan Sulfur. Ketiga gas ini berbahaya bagi
kesehatan. Adanya logam timbal yang keluar dari gas buangan kendaraan
bermotor dapat masuk ke tubuh manusia melalui pernapasan dan kontak
langsung. Keberadaan unsur timbal ini di dalam tubuh manusia menjadi
racun penyerang saraf yang dapat merusak pertumbuhan anak dan bisa
menurunkan kepintaran (IQ) anak-anak.
Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam
tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek,
sakit telinga dan demam. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin
tidak mengenali tanda-tanda lainnya dengan mudah (Susanto dan
Hariwijaya, 2006).
Penyebab penyakit ini adalah virus. Masa menular beberapa jam
sebelum gejala timbul sampai 1-2 hari sesudah gejala hilang. Masa
tunasnya adalah 1-2 hari, dengan faktor predisposisi kelelahan, gizi buruk,
anemia dan kedinginan. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada
pergantian musim (Agnes, 2009).
Bidan desa dan kader yang saling bekerjasama mempunyai tugas
menjadi media penghubung antara Puskesmas dengan masyarakat dalam
peningkatan kesehatan masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I,
juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan angka kejadian
ISPA pada balita terutama dalam pemberian konseling tentang KIA.
Masyarakat yang masih tabu akan dunia kesehatan, terutama ibu yang
mempunyai balita masih mudah terpengaruh akan informasi baik dari
media masa maupun cetak tentang manfaat susu formula yang
menyehatkan, mencerdaskan dan membantu tumbuh kembang anak. Tapi,
pada kenyataanya banyak sekali anak yang alergi dengan susu formula,
diare akibat kurang bersihnya botol atau dot, takaran susu yang yang
berlebihan, gigi berlubang, dan bila ini terjadi dalam waktu yang cukup
lama bisa menyebabkan imunitas anak menurun kemudian terjadi batuk,
pilek dan panas pada balita.
Puskesmas, bidan dan kader berkewajiban untuk mengembalikan
kepercayaan ibu terhadap pentingnya ASI yang ternyata masih bisa
diberikan sampai usia 2 tahun walaupun kandungannya sudah berbeda
dengan ASI eksklusif tetapi masih banyak sekali manfaat bagi anak
terutama dalam pencegahan penyakit serta memberikan konseling tentang
kandungan susu formula yang memberikan efek kurang baik bagi
kesehatan anak. Hal terpenting bagi tenaga kesehatan adalah cara
membedakan antara kasus ISPA ringan yaitu infeksi yang akan sembuh
dengan sendirinya setelah 1-2 minggu dan kasus ISPA berat yaitu infeksi
79
yang dapat menyebabkan kesakitan berat, kecacatan dan kematian.
Meningkatkan
pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat
mengenai
pentingnya immunisasi serta kerja sama dengan petugas kesehatan
pemerintah untuk mempromosi program immunisasi dan pemberian
Vitamin A.
3. Hubungan antara pemberian susu formula dengan kejadian ISPA
pada balita usia 1-4 tahun
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 30 balita usia 1-4
tahun yang diberikan PASI (susu formula) yang terkena ISPA batuk, pilek
dan panas lebih banyak yaitu 18 balita (60,0%) dibandingkan dengan
balita yang terkena batuk dan pilek sebanyak 12 balita (40,0%) serta pada
30 balita yang diberi ASI dan PASI (susu formula) terjadi ISPA dengan
batuk dan pilek, 22 balita (73,3%) lebih banyak dibandingkan dengan
balita yang terkena batuk, pilek dan panas sebanyak 8 balita (26,7%).
ISPA dengan batuk, pilek dan panas sebanyak 8 balita (26,7%) atau dapat
dikatakan kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun terjadi pada balita
yang diberi PASI (susu formula) dan ASI+PASI (susu formula)
berbanding sama yaitu 30:30 kasus.
Analisis statistik menggunakan chi square dan diperoleh hasil
hitung 6,787 dan
tabel 2,706 sehingga (6,787>2,706) dan p value 0,09
( α : 0,1 ) sehingga secara statistik dapat disimpulkan adanya hubungan
antara pemberian susu formula dengan kejadian ispa pada balita usia 1-4
tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap. Nilai
koefisien kontingensi sebesar 0,319 sehingga dapat dinyatakan bahwa
80
kekuatan hubungan kedua variabel tersebut dalam kategori lemah (
hitung = 6,787 >
tabel = 2,706 pada df = 1 p = 0,09 < α = 0,1 C=0,319)
Pemberian susu formula ini terjadi karena faktor anggapan
kebanyakan ibu yang berpendapat bahwa susu memang menjadi kebutuhan
pokok yang sangat wajib untuk menyehatkan dan juga mencerdaskan
balita, karena mengandung nilai gizi yang lengkap sebagai penunjang
energi terutama pada balita yang susah makan bisa menjadi pengganti
asupan makanan yang masuk kedalam tubuh. Susu juga menjadi tonggak
pertumbuhan balita yang sehat, karena susu berperan penting sebagai
sumber gizi utama bagi balita sebelum mereka dapat mencerna makanan
padat. Ibu juga berpendapat susu formula lebih praktis dari pada MPASI
lain yang membutuhkan proses dan waktu pembuatan yang cukup lama.
Kejadian atau efek yang terjadi dari pemberian susu formula ini,
berdasarkan informasi yang didapatkan dari responden mengatakan yang
paling sering terjadi adalah diare, konstipasi, muntah, alergi, batuk dan
pilek pada balitanya serta susu formula yang tidak habis yang dibuang
percuma karena sudah tidak bisa digunakan lagi.
Hal ini sejalan dengan pendapat Soekanto (2004), bahwa seseorang
yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak maka akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Tapi, masalahnya disini ibu
terbuai akan iklan atau promosi dari susu formula yang hanya melihat dari
segi keuntungannya saja bukan segi kerugian atau efek dari pemberian
susu formula.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Andira (2008),
makanan ataupun cairan yang dikonsumsi memegang peranan penting
dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga
kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Hal yang paling utama
dalam pemberian makanan anak terutama MP-ASI yaitu makanan atau
cairan apa yang seharusnya diberikan, kapan waktu pemberian dan dalam
bentuk yang bagaimana makanan atau cairan tersebut diberikan.
Kejadian ISPA ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
usia balita sekitar 1-2 tahun yang mengkonsumsi PASI atau susu formula
lebih rentan terhadap ISPA dikarenakan selain dari kandungan zat yang
terkandung dalam susu formula juga dipengaruhi oleh sistem kekebalan
tubuh anak yang menurun, karena pada bulan November sedang dalam
musim penghujan sehingga meyebabkan anak mudah terserang penyakit.
Demografi tempat tinggal responden yang kebanyakan disekitar jalan raya
juga meningkatakan resiko terjadinya ISPA seperti polusi udara dari
kendaraan maupun debu dari jalan raya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Ria (2009) yang
diperkuat oleh pendapat Dwinda (2002), bahwa kejadian ISPA pada balita,
yaitu bayi (35 th
Total
Frequency
24
6
30
Percent
80.0
20.0
100.0
Valid Percent
80.0
20.0
100.0
Cumulat iv e
Percent
80.0
100.0
pendidi kan (kasus)
Valid
SD
SMP
SMA/ SMK
PT
Total
Frequency
13
8
8
1
30
Percent
43.3
26.7
26.7
3.3
100.0
Valid Percent
43.3
26.7
26.7
3.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
43.3
70.0
96.7
100.0
pekerjaan (kasus)
Valid
IRT
Tani
Pedagang
Total
Frequency
22
1
7
30
Percent
73.4
3.3
23.3
100.0
Valid Percent
73.4
3.3
23.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
73.4
76.7
100.0
ispa
(kasus)
30
0
umur balita (kasus)
Valid
1-2 th
3-4 th
Total
Frequency
7
23
30
Percent
23.3
76.7
100.0
Valid Percent
23.3
76.7
100.0
Cumulativ e
Percent
23.3
100.0
demografi (kasus)
Valid
Persawahan
Rel KA
Stasiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Frequency
9
6
2
1
12
30
Percent
30.0
20.0
6.7
3.3
40.0
100.0
Valid Percent
30.0
20.0
6.7
3.3
40.0
100.0
Cumulat iv e
Percent
30.0
50.0
56.7
60.0
100.0
ispa (kasus)
Valid
Batuk, pilek
Batuk,pilek,panas
Total
Frequency
12
18
30
Percent
40.0
60.0
100.0
Valid Percent
40.0
60.0
100.0
Cumulat iv e
Percent
40.0
100.0
KONTROL
Frequencies
Statistics
N
Valid
Missing
umur
(kontrol)
30
0
pendidikan
(kontrol)
30
0
pekerjaan
(kontrol)
30
0
umur balita
(kontrol)
30
0
demograf i
(kontrol)
30
0
Frequency Table
umur (kontrol)
Valid
20-35 th
>35 th
Total
Frequency
28
2
30
Percent
93.3
6.7
100.0
Valid Percent
93.3
6.7
100.0
Cumulat iv e
Percent
93.3
100.0
pendidi kan (kontrol)
Valid
SD
SMP
SMA/ SMK
PT
Total
Frequency
6
9
14
1
30
Percent
20.0
30.0
46.7
3.3
100.0
Valid Percent
20.0
30.0
46.7
3.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
20.0
50.0
96.7
100.0
pekerjaan (kontrol)
Valid
IRT
Tani
Pedagang
Guru
Total
Frequency
25
1
3
1
30
Percent
83.4
3.3
10.0
3.3
100.0
Valid Percent
83.4
3.3
10.0
3.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
83.4
86.7
96.7
100.0
ispa
(kontrol)
30
0
umur balita (kontrol)
Valid
1-2 th
3-4 th
Total
Frequency
28
2
30
Percent
93.3
6.7
100.0
Valid Percent
93.3
6.7
100.0
Cumulativ e
Percent
93.3
100.0
demografi (kontrol)
Valid
Persawahan
Rel KA
Stasiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Frequency
6
3
3
2
16
30
Percent
20.0
10.0
10.0
6.7
53.3
100.0
Valid Percent
20.0
10.0
10.0
6.7
53.3
100.0
Cumulat iv e
Percent
20.0
30.0
40.0
46.7
100.0
ispa (kontrol)
Valid
Batuk, pilek
Batuk,pilek,panas
Total
Frequency
22
8
30
Percent
73.3
26.7
100.0
Valid Percent
73.3
26.7
100.0
Cumulat iv e
Percent
73.3
100.0
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
umur * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
umur * kelompok Crosstabulation
umur
20-35 th
>35 th
Total
Count
% wit hin umur
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
24
28
46.2%
53.8%
80.0%
93.3%
40.0%
46.7%
6
2
75.0%
25.0%
20.0%
6.7%
10.0%
3.3%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
52
100.0%
86.7%
86.7%
8
100.0%
13.3%
13.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Percent
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
pendidikan * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
pendidi kan * kel ompok Crosstabulation
pendidikan
SD
SMP
SMA/SMK
PT
Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
Count
% within pendidikan
% within kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
13
6
68.4%
31.6%
43.3%
20.0%
21.7%
10.0%
8
9
47.1%
52.9%
26.7%
30.0%
13.3%
15.0%
8
14
36.4%
63.6%
26.7%
46.7%
13.3%
23.3%
1
1
50.0%
50.0%
3.3%
3.3%
1.7%
1.7%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
19
100.0%
31.7%
31.7%
17
100.0%
28.3%
28.3%
22
100.0%
36.7%
36.7%
2
100.0%
3.3%
3.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
pekerjaan * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
pekerjaan * kelompok Crosstabul ation
pekerjaan
IRT
Tani
Pedagang
Guru
Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin pekerjaan
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
22
25
46.8%
53.2%
73.4%
83.4%
36.7%
41.7%
1
1
50.0%
50.0%
3.3%
3.3%
1.7%
1.7%
7
3
70.0%
30.0%
23.3%
10.0%
11.7%
5.0%
0
1
.0%
100.0%
.0%
3.3%
.0%
1.7%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
47
100.0%
78.3%
78.3%
2
100.0%
3.3%
3.3%
10
100.0%
16.7%
16.7%
1
100.0%
1.7%
1.7%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
umur balita * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
umur balita * kelompok Crosstabulation
umur balita
1-2 th
3-4 th
Total
Count
% wit hin umur balita
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
7
28
20.0%
80.0%
23.3%
93.3%
11.7%
46.7%
23
2
92.0%
8.0%
76.7%
6.7%
38.3%
3.3%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
35
100.0%
58.3%
58.3%
25
100.0%
41.7%
41.7%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
demograf i * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
demografi * kelompok Crosstabul ation
demograf i
Persawahan
Rel KA
St asiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
9
6
60.0%
40.0%
30.0%
20.0%
15.0%
10.0%
6
3
66.7%
33.3%
20.0%
10.0%
10.0%
5.0%
2
3
40.0%
60.0%
6.7%
10.0%
3.3%
5.0%
1
2
33.3%
66.7%
3.3%
6.7%
1.7%
3.3%
12
16
42.9%
57.1%
40.0%
53.3%
20.0%
26.7%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
15
100.0%
25.0%
25.0%
9
100.0%
15.0%
15.0%
5
100.0%
8.3%
8.3%
3
100.0%
5.0%
5.0%
28
100.0%
46.7%
46.7%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Valid
N
ispa * kelompok
60
Percent
100.0%
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
ispa * kel ompok Crosstabulati on
ispa
Batuk, pilek
Batuk, pilek,panas
Total
Count
% wit hin ispa
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin ispa
% wit hin kelompok
% of Total
Count
% wit hin ispa
% wit hin kelompok
% of Total
kelompok
kasus
kontrol
12
22
35.3%
64.7%
40.0%
73.3%
20.0%
36.7%
18
8
69.2%
30.8%
60.0%
26.7%
30.0%
13.3%
30
30
50.0%
50.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Total
34
100.0%
56.7%
56.7%
26
100.0%
43.3%
43.3%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
umur balita * ispa
60
Percent
100.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
umur balita * ispa Crosstabulati on
ispa
umur balita
1-2 th
3-4 th
Total
Count
% wit hin umur balita
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% of Total
Count
% wit hin umur balita
% of Total
Batuk, pilek
22
62.9%
36.7%
12
48.0%
20.0%
34
56.7%
56.7%
Batuk, pile
k,panas
13
37.1%
21.7%
13
52.0%
21.7%
26
43.3%
43.3%
Total
35
100.0%
58.3%
25
100.0%
41.7%
60
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Association
N of Valid Cases
Value
1.311b
.776
1.311
1.289
df
1
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-sided)
.252
.378
.252
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.298
.189
.256
60
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 10.
83.
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
demografi * ispa
60
Percent
100.0%
Total
N
60
Percent
100.0%
demografi * ispa Crosstabulation
ispa
demograf i
Persawahan
Rel KA
Stasiun
Pasar
Jalan ray a
Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Count
% wit hin demograf i
% of Total
Batuk, pilek
12
80.0%
20.0%
7
77.8%
11.7%
3
60.0%
5.0%
2
66.7%
3.3%
10
35.7%
16.7%
34
56.7%
56.7%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by -Linear
Association
N of Valid Cases
Value
10.110a
10.513
9.336
4
4
Asy mp. Sig.
(2-sided)
.039
.033
1
.002
df
60
a. 5 cells (50.0%) hav e expect ed count less t han 5. The
minimum expected count is 1.30.
Batuk,pile
k,panas
3
20.0%
5.0%
2
22.2%
3.3%
2
40.0%
3.3%
1
33.3%
1.7%
18
64.3%
30.0%
26
43.3%
43.3%
Total
15
100.0%
25.0%
9
100.0%
15.0%
5
100.0%
8.3%
3
100.0%
5.0%
28
100.0%
46.7%
60
100.0%
100.0%
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Missing
N
Percent
0
.0%
Valid
N
pemberian * ispa
Percent
100.0%
60
Total
N
60
pemberian * ispa Crosstabulation
ispa
pemberian
PASI
ASI+PASI
Total
Count
% wit hin pemberian
% wit hin ispa
% of Total
Count
% wit hin pemberian
% wit hin ispa
% of Total
Count
% wit hin pemberian
% wit hin ispa
% of Total
Batuk, pilek
12
40.0%
35.3%
20.0%
22
73.3%
64.7%
36.7%
34
56.7%
100.0%
56.7%
Batuk, pile
k,panas
18
60.0%
69.2%
30.0%
8
26.7%
30.8%
13.3%
26
43.3%
100.0%
43.3%
Total
30
100.0%
50.0%
50.0%
30
100.0%
50.0%
50.0%
60
100.0%
100.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by -Linear
Association
N of Valid Cases
Value
6.787b
5.498
6.932
df
6.674
1
1
1
Asy mp. Sig.
(2-sided)
.009
.019
.008
1
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
.018
.009
.010
60
a. Computed only f or a 2x2 table
b. 0 cells (.0%) hav e expected count less than 5. The minimum expected count is 13.
00.
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
N of Valid Cases
Contingency Coef f icient
Value
.319
60
Approx. Sig.
.009
a. Not assuming the null hy pothesis.
b. Using the asy mptotic standard error assuming the null hy pothesis.
Percent
100.0%
Lampiran 13
LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
: Eka Rahmawati
Tempat,tanggal lahir : Cilacap, 12 Oktober 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Dusun Napel Desa Cisalak RT 02 RW O3 Kecamatan
Cimanggu Kabupaten Cilacap
Institusi
: Akademi Kebidanan Paguwarmas Maos Cilacap
Judul KTI
: Hubungan Antara Pemberian Susu Formula Dengan
Kejadian ISPA Pada Balita Usia 1-4 Tahun di Wilayah
Kerja Puskesmas Kroya I, Kabupaten Cilacap
Riwayat Pendidikan :
Sekolah Dasar (SD)
: SD Negeri Cisalak 02
Lulus tahun 2004
Sekolah Menengah Pertama (SMP) : SMP Diponegoro Majenang
Lulus Tahun 2007
Sekolah Menengah Atas (SMA)
: MAN Majenang
Lulus tahun 2010