KESENIAN GONDANG SEBAGAI REPRESENTASI TRADISI MASYARAKAT PETANI DI JAWA BARAT

KESENIAN GONDANG SEBAGAI REPRESENTASI TRADISI MASYARAKAT PETANI DI JAWA BARAT GONDANG ART AS A REPRESENTATIONS OF A PEASANT TRADITION IN WEST JAVA

Rosyadi

Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat Jl. Cinambo No. 136 Ujungberung- Bandung e-mail: [email protected]

Naskah Diterima: 30 Juni 2016

Naskah Direvisi: 29 Juli 2016

Naskah Disetujui: 24 Agustus 2016

Abstrak

Tulisan ini bertujuan mengungkap keberadaan kesenian tradisional gondang yang merupakan representasi dari sebuah tradisi yang hidup di kalangan masyarakat petani di daerah pedesaan Jawa Barat. Kesenian gondang bermula dari tradisi ritual nutu (menumbuk padi menggunakan alu dan lesung) yang sakral. Di balik kesakralan tradisi ini, terdapat sisi lain yang mampu menciptakan keriangan, kegembiraan, dan keceriaan, sehingga kemudian tradisi ini diangkat menjadi sebuah kesenian, yaitu kesenian tradisional tutunggulan, yang merupakan seni instrumental. Unsur estetis kesenian ini diperkuat dengan dimasukkannya unsur nyanyian. Maka terciptalah kesenian gondang yang merupakan perkembangan dari seni tutunggulan. Pada penampilan seni gondang, unsur sakral sudah banyak berkurang, sebaliknya unsur hiburan lebih menonjol sehingga seni gondang pun menjadi sebuah seni pertunjukan kontemporer yang dulu sangat digemari oleh masyarakat Sunda, khususnya di daerah pedesaan. Kini keberadaan seni gondang tengah mengalami degradasi dan terancam punah, tersisihkan oleh jenis-jenis kesenian modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang mengan- dalkan data kualitatif.

Kata kunci: seni gondang, representasi, tradisi.

Abstract

This paper aims to reveal the existence of traditional art ofgondang which is a representation of a living tradition among the farmers in the rural areas of West Java. Gondang art stems from a tradition of ritual nutu (pound rice using a pestle and mortar) are sacred. Behind the sanctity of this tradition, there is another side that is capable of creating merriment, joy and cheerfulness, so that this tradition then elevated to an art, the art of traditional tutunggulan which is an instrumental art. Art aesthetic element is reinforced with the inclusion of singing elements. Then,gondang art is created as the development of tutunggulan art. On the appearance of gondang art, the element of the sacred has been much reduced; otherwise the entertainment element is more prominent so the gondangart becomes contemporary performing arts once highly favored by the Sundanese people, especially in rural areas. Now the existence of the art of gondangis in the middle of degraded and endangered, marginalized by the types of modern art. The method that the writer used in this research is descriptive method that relies on qualitative data.

Keywords: gondang arts, representations, tradition.

398 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 397- 412

A. PENDAHULUAN sebagai makhluk berjiwa yang memiliki Masyarakat Sunda yang hidup di nilai sakral. daerah pedesaan dikenal sebagai masya-

Kebudayaan Sunda menempatkan rakat petani. Pengetahuan penduduk padi sebagai jelmaan Dewi Sri yang harus setempat mengenai padi, termasuk di dihormati dan diperlakukan dengan hati- dalamnya pandangan masyarakat setempat hati, dengan kasih sayang, dan sakral. Ada mengenai tanaman padi, memengaruhi peribahasa Sunda yang berbunyi “lain bentuk tindakan serta sikap mereka migusti pare, tapi pare kudu dipusti- terhadap padi. Di kalangan masyarakat pusti”, yang artinya bukan memuja, Sunda, hidup sebuah mitos tentang Dewi mendewakan atau menuhankan padi, Sri atau Dewi Pohaci, yang dipercaya melainkan padi itu harus dihormati dan sebagai asal mula tanaman padi. Sesung- disayang. guhnya bukan di kalangan masyarakat dan

Bermula dari sistem pandangan kebudayaan Sunda saja adanya mitologi metaforis dan sakral terhadap padi, lahirlah tentang asal mula tanaman padi ini, akan berbagai tradisi yang pada dasarnya bertu- tetapi terdapat pada kebudayaan suku-suku juan untuk memuliakan padi, dan sebagai bangsa lainnya di Indonesia.

bentuk pernyataan syukur dan terima kasih Sebagaimana diketahui, bahwa padi, kepada Tuhan yang telah menganugerah- adalah makanan pokok hampir semua kan padi untuk makanan pokok dan orang Indonesia. Oleh sebab itu, mitologi sumber kehidupan. tentang Dewi Sri atau asal mula terjadinya

Tindakan-tindakan ritual ini pun padi terdapat pada hampir semua kebuda- dimaksudkan sebagai upaya petani dalam yaan suku-suku bangsa di Indonesia, tentu “memelihara kesehatan” tanaman padinya, saja dengan penamaan atau penyebutan agar padi terbebas dari gangguan hama yang berbeda-beda. Di Nusa Tenggara penyakit, sehingga tumbuh dengan subur, Barat misalnya, khususnya di kalangan sehat dan berisi. orang Sasak, dikenal tokoh Uis Neno. Di

Bukan hanya dalam bentuk ritualitas Sulawesi Selatan, khususnya di kalangan yang merupakan perwujudan sikap hormat orang Bugis juga dikenal tokoh Sanghyang para petani terhadap padi, melainkan juga Sri sebagai Dewi Padi. Di Bali, Dewi Sri dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai dikenal juga dengan sebutan Dewa Nini. pantangan adat atau pamali pun diberla- Di Jawa Barat sendiri, yakni di kalangan kukan dalam upaya memelihara keberada- orang Sunda, tokoh Dewi Sri ini dikenal an padi. Pamali bagi orang Sunda bila juga dengan sebutan Nyai Pohaci menghambur-hamburkan beras dan nasi. Sanghyang Sri.

Ketika makan, nasi harus habis, jangan Begitu penting dan istimewanya sampai tersisa dan dibuang. Kalaupun keberadaan padi dalam kebudayaan suku- tersisa, akan diberikan sebagai makan suku bangsa di Indonesia, sehingga padi ayam, bebek atau hewan ternak mereka, mendapatkan perlakuan yang sangat isti- sehingga nasi itu tidak disia-siakan. Tabu mewa. Dalam pandangan ini, padi diper- atau pamali hukumnya bagi orang Sunda sonifikasikan sebagai sesuatu benda hidup bila menyia-nyiakan padi maupun nasi. yang mengalami metafora pertumbuhan

Pandangan-pandangan profan yang dan perkembangan melalui fase-fase yang masuk bersamaan dengan arus moderni- dialami oleh manusia, yaitu masa keha- sasi, secara perlahan tetapi pasti mulai milan, kelahiran, dewasa, kawin, dan menggerogoti pandangan-pandangan sak- melahirkan. Dalam pandangan metaforis ral. Modernisasi yang dibarengi dengan ini, padi tidak sekadar dipandang sebagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan lebih mengandalkan pertimbangan rasio biologis akan makan, melainkan dipandang ketimbang kesakralan. Hal-hal yang sakral

dianggap sebagai irasional, sehingga dike-

Kesenian Gondang..... (Rosyadi) 399 sampingkan. Pandangan-pandangan sema- dilekatkan, dan dibiasakan oleh masya-

cam ini memengaruhi sikap dan pandangan rakat sebagai pedoman interaksi pada masyarakat terhadap padi. Padi tidak lagi warga masyarakat. Sejalan dengan dipandang sebagai sesuatu hal yang sakral, perkembangan

peradaban, kebutuhan tetapi profan, dan ini berpengaruh pada manusia akan seni ini menjadikan seni sikap hormat dan cara manusia memperla- tidak terpisahkan dengan unsur-unsur kukan padi.

penunjang kehidupan manusia yang lain, Perwujudan dari kebudayaan etnik seperti teknologi, ilmu pengetahuan, atau kebudayaan lokal biasanya masih bahasa, ekonomi, dan kepercayaan. nampak jelas dalam kehidupan masyarakat Semuanya saling terkait dan berfungsi di daerah pedesaan. Pada umumnya

sebagai penunjang kehidupan manusia. masyarakat pedesaan masih taat meme-

Kehidupan kesenian berkaitan erat gang dan melaksanakan tradisi-tradisi para dengan masyarakat, budaya dan ling- leluhurnya yang telah berlangsung secara kungan tempat kesenian tersebut ber- turun-temurun. Kendatipun masyarakat di kembang. Masyarakat yang hidup di daerah pedesaan tidak terluput dari lingkungan agraris pastilah akan mencipta pengaruh arus modernisasi, akan tetapi bila dan mengembangkan jenis-jenis kesenian dibandingkan dengan masyarakat di daerah terkait dengan tradisi-tradisi di seputar perkotaan, mereka relatif masih lebih aktivitas pertanian. banyak mencerminkan kebudayaan lokal-

Dalam persoalan ini, menarik apa nya.

yang disampaikan oleh Munajar (2004: 64- Dalam kehidupan masyarakat, kebu- 67), yang membandingkan sifat-sifat dayaan berkembang seiring dengan usaha kesenian masyarakat di daerah pesisir mereka memenuhi kebutuhannya. Tradisi- dengan masyarakat pedesaan (pegunung- tradisi seputar aktivitas pertanian ber- an). Ia menjelaskan bahwa masyarakat pengaruh terhadap sektor-sektor kehidupan yang hidup di daerah pesisir yang lain di dalam masyarakatnya. Termasuk bermatapencaharian

sebagai nelayan, salah satu di antaranya adalah keberadaan cenderung mengutamakan yang lahiriah kesenian tradisional yang merupakan atau “luar”. Hal ini dapat dilihat dari ciri- pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk ciri sifat emosional, keras, kasar, di mengisi waktu luang, serta mengeks- samping pola hidup sehari-harinya yang presikan hasrat estetika yang dimiliki konsumtif, suka pamer (glamour), boros, hampir oleh setiap orang. Tidak sedikit mudah menerima atau meniru hal-hal yang kesenian tradisional yang lahir dari tradisi- baru. Dalam hal hiburan, yang penting tradisi ritual masyarakat agraris. Kesenian emosinya tersalurkan, dan cepat menerima rengkong, tutunggulan , bahkan beberapa pengaruh. Ungkapan seninya menawarkan jenis tarian, lahir dari tradisi-tradisi selera estetik yang cenderung erotis, kasar, masyarakat petani.

sederhana dan dinamis (ramai). Ciri Manusia, kebudayaan, dan seni lainnya adalah dalam berkarya, mereka merupakan tiga hal yang tak dapat lebih mengutamakan kemampuan gairah dipisahkan. Di dalam konteks kebudayaan, kreasi yang spontanitas, bebas, naluriah, kesenian merupakan bagian penting dan dan alamiah. Masyarakat pedataran atau tak terpisahkan dari kebudayaan. Begitu pesisir yang ditandai sifat-sifat seperti itu, lekatnya kaitan antara kesenian dan termasuk keseniannya, menurut Beneckdi, kebudayaan, sehingga tidak jarang, dalam lebih dekat dalam kategori dionisian. Seni pandangan sempit, orang mengartikan dan dengan daya kreasi naluriah, spontan, mengidentikkan kebudayaan sebagai kese- penuh gairah dan seirama dengan gerak nian (Nalan, 2008: 3).

alam bebas (natural), itulah seni dionisian. Bagi Geertz (1973: 90), seni adalah

Sementara kesenian yang hidup di sistem budaya. Nilai tersebut diberikan, daerah pegunungan, dengan masyarakat

400 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 397- 412

yang lebih menekankan kep ada “isi”, Kajian Teoretis

ditandai dengan sifat yang rasional, dapat Mengacu pada judul tulisan ini maka mengendalikan emosi, tidak suka hura- setidaknya terdapat empat konsep atau hura, selektif dalam menerima pengaruh pengertian dasar yang perlu diuraikan hal-hal baru, dan dalam gotong royong terlebih dahulu. Keempat konsep tersebut kuat sekali. Selain itu lebih mementingkan adalah: 1) kesenian tradisional, 2) upacara-upacara keagamaan yang tenang representasi, 3) tradisi, dan 4) masyarakat tanpa histeris. Hal yang demikian menurut petani. Benedick, mempunyai kedekatan dengan konfigurasi kebudayaan yang bertipekan

1. Kesenian Tradisional

apollonian , yang ditandai oleh sifat-sifat Kesenian tradisional adalah kesenian introversi, rapih, dapat menahan diri.

yang dimiliki dan dikembangkan suku-suku Kebudayaan mereka tidak menunjukkan bangsa yang umumnya hidup di daerah ketegangan-ketegangan (Dananjaya, 1988: pedesaan. Kesenian tradisional biasanya 42).

dicirikan dengan penggunaan bahasa lokal dari Dalam kebudayaan yang bertipekan masyarakat yang bersangkutan. Penyajiannya apollonian cenderung menekankan estetika pun biasanya masih sangat sederhana, baik dari sebagai pencarian ideal type atau kesem- segi peralatan, kostum, komposisi estetis, purnaan keindahan di dunia lewat maupun bentuk penyajiannya. perumitan, penimbangan, dan pencang-

Kesenian tradisional biasanya ber- gihan (Sutrisno, 1999: 14).

sumber pada mitos, sejarah atau cerita Pengekspresian nilai estetika dalam rakyat yang memiliki nilai-nilai yang banyak kesenian tradisional dipertegas bersifat sakral maupun profan, dan dengan penggunaan alat bantu berupa biasanya diwariskan secara turun-temurun perangkat peralatan, baik dalam tampilan dari generasi ke generasi. Jenis-jenis sederhana maupun kompleks. Dengan kesenian tradisional ini terutama masih demikian, akan tercipta satu harmonisasi berkembang di daerah-daerah perdesaan. keindahan suara yang lahir dari permainan

Teguh Hindarto (2016:1) mende- para seniman yang menggunakan peralat- finisikan kesenian tradisional sebagai an kesenian tadi. Dapat dikatakan bahwa bentuk kesenian yang lahir dan tumbuh keberadaan peralatan merupakan bagian dalam konteks wilayah tertentu yang tak terpisahkan dari sejumlah bentuk diteruskan dari satu periode ke periode kesenian tradisional. 1 berikutnya. .

Berangkat dari tradisi masyarakat Albustomi dalam sebuah tulisannya petani ketika menumbuk padi, selanjutnya yang bertajuk “Analisis Kosmologis Seni dikreasikan menjadi sebuah perwujudan 2 Tradisi” menjelaskan bahwa dalam

kesenian tradisional, yaitu kesenian konteks tertentu, seni tradisi merupakan gondang . Dengan demikian, kesenian suatu “ritus” yang menghubungkan antara gondang ini merupakan representasi, yaitu diri dan biografi dirinya dengan sejarah peniruan realita dari salah satu tradisi yang

hidup di kalangan masyarakat pedesaan

dalam aktivitas mata pencaharian mereka. Teguh Hindarto (2016:1) . Revitalisasi Nilai

Pandangan inilah yang melatarbela- Politis dan Edukatif Seni Tradisi Ketoprak

Kara kter Banyumas”, dalam: kangi pentingnya dilakukan penelitian ini, http://historyan-dlegacy kebumen.blogspot. yaitu mengkaji keterkaitan antara tradisi- co.id /2016/01/ketoprak-sebagai-seni-tradisi-

Berbasis

tradisi ritual yang sakral dengan kesenian.html keberadaan kesenian yang mengandalkan segi estetika.

2 Ahmad Gibson Albustomi, dalam http://www.academia.edu/3648939/ANALISIS

_KOSMOLOGIS_SENI_TRADISI_Ahmad_G ibson_Albustomi

Kesenian Gondang..... (Rosyadi) 401 masa lalu primordial masyarakatnya yang

2. Representasi

sakral. Sakralitas seni tradisi terletak pada Hakiki seni merupakan topik “apresiasi” masyarakat terhadap sejarah perdebatan yang seakan tiada habis dalam

masa lalunya, bukan pada objek yang estetika atau filsafat seni. Ekspresivisme diapresiasi. Sakralitas yang tentunya tidak merupakan aliran estetika yang mendefi- bisa diidentikkan dengan sakralitas nisikan seni dalam konteks emosi dan keagamaan, yang bukan hanya pada perasaan. Hal ini berbeda dengan aliran apresiasi tapi juga pada objek apresiasinya. representasi yang mendefinisikan seni Sebagai presentasi pandangan kosmologis dalam konteks tiruan realitas, dan aliran suatu masyarakat, seni tradisi pada wujud formal yang mendefinisikan seni dalam dan nilainya tentunya tidak mungkin konteks struktur karya seni (Sunarto, 2009: berseberangan dengan pandangan kos-

mologi tersebut. Demikian pula dengan Di dalam konteks teori ini, kesenian seni tradisi masyarakat Sunda. Pandangan gondang termasuk ke dalam aliran kosmologi Sunda yang tergambar dalam representasi. Ia adalah sebuah bentuk mitologinya, yang memposisikan Sunan peniruan realitas tradisi yang hidup di Ambu, Dewi Sri (tokoh-tokoh di kalangan masyarakat petani. Kesenian ini Kahiyangan), Purba Sari, Dewi Asri, lahir sebagai tiruan atas sebuah peristiwa Dayang

di tradisi nutu (menumbuk padi) pada marcapada) , dan yang lainnya, sebagai masyarakat petani di pedesaan. Tradisi sosok

Sumbi

(tokoh-tokoh

“ideal”. Kehadiran tokoh nutu itu sendiri adalah salah satu tahap Sangkuriang, Mundinglaya di Kusumah dalam rangkaian proses pertanian, yaitu (tokoh di marcapada), dan Lutung ketika memproses butir-butir padi menjadi Kasarung atau Guru Minda (tokoh beras yang siap untuk dikonsumsi. Kahiyangan) merupakan tokoh penegas

Menurut Stuart Hall (1997: 24), terhadap sosok ideal tersebut. Dengan kata representasi adalah salah satu praktik lain, dengan Sunan Ambu dan Dewi Sri penting yang memproduksi kebudayaan. (anak angkat Sunan Ambu) sebagai Kebudayaan merupakan konsep yang performa ideal, struktur mitologi Sunda sangat luas, kebudayaan menyangkut didasarkan pada kearifan tokoh “ibu”. Hal „pengalaman berbagi‟. Seseorang dikata- ini bisa dipahami, dari pola mata kan berasal dari kebudayaan yang sama pencaharian dalam bentuk pertanian, yang jika manusia-manusia yang ada di situ mengedepankan simbol kesuburan, yaitu membagi

pengalaman yang sama, sosok

sosok membagi kode-kode kebudayaan yang perempuan tersebut dimunculkan dalam sama, be rbicara dalam „bahasa‟ yang sama, nuansa yang berwarna “keibuan”, ambu, dan saling berbagi konsep-konsep yang dengan diawali kata “sunan” yang bisa sama. Representasi menghubungkan antara dimaknai “anu disuhun” atau yang konsep (concept) dalam benak kita dengan diagungkan.

perempuan.

Namun,

menggunakan bahasa yang memungkinkan Kesenian gondang yang lahir dari kita untuk mengartikan benda, orang, tradisi masyarakat petani, khususnya para kejadian yang nyata (real), dan dunia wanita ketika menumbuk padi (Sunda: imajinasi dari objek, orang, benda, dan nutu ),

merepresentasikan pandangan- kejadian yang tidak nyata (fictional). pandangan kosmologi tersebut. Kebera-

Istilah representasi secara lebih luas, daan tokoh Dewi Sri sebagai dewi sebenarnya mengacu pada penggambaran kesuburan,

direpresentasikan dengan kelompok-kelompok dan institusi sosial. hadirnya para wanita yang menjadi pelaku Representasi itu biasanya berhubungan utama pada penampilan kesenian tradi- dengan stereotip, tetapi tidak sekadar sional ini.

menyangkut hal ini. Lebih penting lagi, penggambaran itu tidak hanya berkenan

402 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 397- 412 dengan tampilan fisik atau tampilan yang dengan menggunakan peralatan sederhana.

kelihatan dari luar saja, tetapi juga yang Akhirnya, dengan berkembangnya sistem lebih penting adalah makna yang pengairan (irigasi) dan teknologi di bidang sesungguhnya ada di balik tampilan luar pertanian, berkembang pula kehidupan tersebut (Irawan, 2014: 1-8).

sosial bermasyarakat dan membentuk suatu Kesenian gondang adalah sebuah lingkungan hidup, meningkatkan intensitas peniruan realitas yang menggambarkan hidup dan berinteraksi di antara masya- sebuah tradisi yang hidup di kalangan rakatnya. masyarakat petani, baik petani ladang

Pembeda masyarakat petani dengan maupun sawah, yaitu tradisi nutu pare masyarakat lain adalah masyarakat sebagai (menumbuk padi). Kreativitas sang entitas yang memiliki struktur dan kultur seniman telah mampu mengubah dan yang khas. Redfield dalam Elizabeth mengimprovisasi tradisi ritual yang sakral (2007: 34), menyebutkan beberapa ciri menjadi sebuah seni pertunjukan yang petani yang dianggap sama di mana saja, sarat dengan aspek keindahan.

yaitu: keluarga adalah sebagai kelompok sosial,

keterikatan mistik terhadap

pertanian, dan tekanan pada prokreasi. Masyarakat petani adalah sekum- Wolf dalam Roosganda Elizabeth (1997: pulan manusia yang mata pencaharian 34), melihat petani melalui beberapa ciri, utamanya di bidang pertanian dan yang yaitu: mereka yang memandang aktivitas secara kolektif terikat kepada sesuatu pertanian sebagai sumber mata penca- kebudayaan tertentu. Pada umumnya, harian dan cara kehidupan, bukan sebagai petani di pedesaan memanfaatkan segala usaha untuk mencari keuntungan. Para sumber daya alam yang ada bukan petani tradisional pada umumnya meme- bertujuan untuk mengambil keuntungan roleh pengetahuan tentang pertanian sebesar-besarnya dari aktivitas pertanian melalui pewarisan dari leluhurnya dalam tersebut, melainkan untuk mendapatkan kurun waktu yang sangat lama. sebuah keberkahan dalam memenuhi

3. Masyarakat Petani

kebutuhan pokok bagi kelangsungan B. METODE PENELITIAN

hidupnya. Metode yang digunakan dalam Sajogyo dalam Elizabeth (2007: 31), penelitian ini adalah metode deskriptif mengartikan masyarakat petani sebagai dengan pendekatan kualitatif. Tujuannya masyarakat tradisional. Konteks ini adalah untuk membuat gambaran yang hendaknya dinilai bukan semata-mata faktual dan akurat mengenai fakta-fakta sebagai „sumber daya peng-usahatani-an‟ dan ciri khas tertentu dalam objek atau „buruh tani‟ yang punya „nilai tukar‟, penelitian. Metode deskriptif analisis penghasil

tetapi berarti “penelitian yang dimaksudkan seharusnyalah diakui sebagai manusia, untuk mengumpulkan informasi mengenai yang berpeluang untuk mendidik diri status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan („rekayasa‟ diartikan sebagai upaya gejala menurut apa adanya pada saat membina hak-hak azasi manusia). Sistem penelitian dilakukan” (Arikunto, 1998: 56). ekon ominya disebut ”sistem usaha tani

„nilai

tambah‟,

Sementara itu, pendekatan kualitatif keluarga”.

lebih bersifat deskriptif, dan asumsi Ditinjau dari evolusi pertanian, pada kebenaran ada pada realita internal. awalnya

mata Artinya, kebenaran dalam pendekatan pencaharian dari meramu dan berburu, kualitatif merupakan hasil yang didapat yang

manusia

memulai

berubah menjadi peladangan oleh peneliti, yang bisa jadi tidak sama apa berpindah, kemudian menjadi daerah yang dialami oleh peneliti lainnya. peladangan menetap. Daerah ini kemudian Kebenaran dalam pendekatan kualitatif berkembang menjadi daerah pertanian

Kesenian Gondang..... (Rosyadi) 403 merupakan hasil persetujuan, yang sesuai pada tokoh Dewi Sri, yang dipercaya

dengan kondisi sosial dan sejarahnya.

sebagai dewi padi.

Danim (2002:51) menyatakan bahwa Bagi kebanyakan masyarakat petani penelitian kualitatif bersifat deskriptif, Sunda di Jawa Barat, Dewi Sri bukanlah yaitu data yang terkumpul berbentuk kata- seorang tokoh fiktif. Mereka percaya kata,

gambar bukan angka-angka. bahwa tokoh Dewi Sri, Budug Basu, Kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya Sulanjana, dan tokoh-tokoh lain dalam sebagai penunjang. Data yang diperoleh cerita Dewi Sri adalah benar-benar ada, meliputi transkrip interview, catatan sungguh pun keberadaannya di alam sana, lapangan, foto, dokumen pribadi dan lain- alam para dewa, yang kemudian lain. Di samping pengumpulan data di diturunkan ke alam manusia untuk lapagan, juga dilakukan studi pustaka guna menyejahterakan kehidupan manusia. mendapatkan data dari sumber-sumber

Menurut kepercayaan masyarakat tertulis (data sekunder).

Sunda, Dewi Sri adalah cikal bakal padi Sementara teknik yang digunakan yang menjadi makanan pokok, dan untuk pengumpulan data dilakukan dengan sekaligus penunjang utama kehidupan teknik

observasi. mereka. Maka tidak heran kalau mereka Wawancara dilakukan kepada pelaku seni begitu menyanjung tanaman padi. yang selain ahli dalam tata cara permainan

wawancara

dan

Secara garis besar proses pertanian gondang , juga memahami asal-usul kese- pada kalangan masyarakat petani Sunda di nian gondang. Sebagai pedoman dalam pedesaan, dilakukan melalui 4 tahap, yaitu: pengumpulan data, telah dipersiapkan 1) Tahap pengolahan lahan, yaitu pedoman wawancara (interview guide),

menyiapkan lahan atau kotakan-kotakan yaitu susunan pertanyaan yang menggali

sawah untuk ditanami padi. Dulu kekuatan data dalam penulisan, di

sebelum ada traktor, petani biasa antaranya mengenai sejarah gondang, serta

mengolah tanahnya dengan cara dicang- bagaimana kesenian gondang berkembang

kul atau dibajak dengan menggunakan

kerbau. Bila sawah itu dikerjakan menjadi seni tradisi hingga saat ini.

dari tradisi nutu (menumbuk padi)

dengan menggunakan cangkul, ada Adapun pengamatan (observasi)

beberapa tahap pencangkulan, yakni: secara langsung dilakukan di lapangan

artinya mencangkul untuk melihat kondisi alam dan sosial

ngawalajar ,

pertama kali; kemudian malik, yakni budaya

tanah yang telah mendukung keberadaan kesenian tradisi

dicangkul pertama kali; kemudian gondang . Selain itu, untuk melihat

mindo , yakni mencangkul menghan- bagaimana kesenian gondang dimainkan,

curkan tanahnya yang bergumpal- serta tradisi lain apa yang dilakukan

gumpal dan mengubur rumput- bersama pelaksanaan kesenian ini. rumputnya. Setelah itu ngangler , artinya meluluhkan tanah supaya

C. HASIL DAN BAHASAN

menjadi hancur sekali atau menjadi

1. Gambaran Umum Tradisi Masyarakat

lumpur. Setelah itu ngacak, yakni

Petani di Jawa Barat

membuangi segala rumput-rumput dan Masyarakat petani Sunda di Jawa

kotorannya, sekaligus dengan ngarata Barat mengenal dua sistem pertanian, yaitu

(meratakan tanah). Sedangkan bila pertanian ladang (huma) dan pertanian

sawah itu dibajak dengan kerbau, tahap- sawah. Kendatipun kedua sistem pertanian

tahap yang dilalui adalah: ngawuluku, ini berbeda dalam hal tempat, teknik atau

(membajak), lalu motong (mencangkul tata cara dan jenis tanah yang digunakan,

yang tidak kena bajak), ngagaru akan tetapi keduanya memiliki kesamaan

kambang , yakni mengerjakan dengan dalam ritual, yang sama-sama bermuara

penggaruk atau sisir-tanah. Berikutnya

404 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 397- 412 adalah nyongkong, yakni mencangkuli

padi mulai berisi ini, tanaman padi tanah yang masih menggumpal, kemu-

dijaga ketat, untuk menghindari gang- dian ngangler, dan ngacak, yakni

guan burung-burung yang suka meratakan tanah dengan cangkul dan

memakan butir-butir padi. Caranya membuangi segala rumput-rumput dan

adalah dengan memasang bebegig kotorannya.

(orang-orangan sawah) yang fungsinya

2) Tahap Penanaman Padi (Tandur), yang untuk menakut-nakuti dan menghalau diawali dengan ngabinihan. Ngabinihan

burung. Setelah usia tanaman padi 160 yaitu mengolah

hari, padi mulai matang, tapi belum (kotakan) untuk menyemaikan benih

sebidang

tanah

waktunya untuk dipetik. Pada usia kira- padi. Kotakan untuk persemaian harus

kira 170 hari, butir-butir padi semuanya berada di sungapan (di hulu), yaitu di

sudah matang dan siap untuk dipanen tempat mulai datangnya air, maksudnya

Masa ini disebut jujumaahan, maksud- supaya jangan kekurangan air.

nya hanya tinggal menunggu hari untuk Sementara itu di rumah petani

dipanen.

dipersiapkan bibit untuk ditebar di

3) Tahap Panen. Panen dilakukan setelah persemaian. Caranya adalah padi padi menguning, kurang lebih 6 bulan dikumpulkan di sebuah tempat, lalu semenjak masa penanaman. Masa padi itu diirik, yaitu dirontokkan panen ditandai dengan padi yang telah gabahnya dengan cara diinjak-injak. menguning, pertanda padi sudah siap Setelah semua gabah rontok, lalu untuk dipanen. Kegiatan panen diawali ditampi, dan dibersihkan, dimasukkan dengan ritual mipit atau mitembeyan ke dalam sebuah wadah yang besar dan panen (memulai panen), yang maksud- direndam kira-kira satu malam. Setelah nya adalah meminta izin kepada direndam lalu ditempatkan di dalam

penguasa padi.

beberapa bakul dan di atasnya ditutupi Sehari sebelum panen dimulai, dengan daun pisang. Setelah beberapa pada waktu magrib, petani membuat hari dari gabah itu keluarlah akarnya. sawen di tiap penjuru petak sawah yang Bila sudah berakar, gabah itu sudah akan dipanen padinya. Sawen dibuat menjadi benih yang siap untuk dari sebatang daun kawung (sagar enau) ditebarkan di persemaian. Lamanya yang pada ujungnya digantungi sehelai menanam benih di persemaian mema- daun sulangkar. Sawen ini dimaksudkan kan waktu sampai 40 hari. sebagai pembatas petak-petak sawah Berikutnya adalah mitembeyan yang akan dipanen. Di samping itu ada tandur, yaitu kegiatan memulai mena- anggapan bahwa pemasangan sawen ini namkan benih padi di kotakan-kotakan adalah untuk mencegah masuknya sawah

yang telah

dipersiapkan

mahluk-mahluk halus yang akan sebelumnya. Menurut kepercayaan mengganggu padi yang akan dipanen. masyarakat Sunda, benih padi yang Pemasangan sawen harus dilakukan ditanamkan itu dalam keadaan tertidur. pada saat matahari akan terbenam, Kurang lebih sepekan setelah benih dengan anggapan bahwa pada saat itu padi itu ditanam, keadaan benih itu Dewi Sri akan tidur. Sebelum beliau nampak mulai segar yang dalam istilah tidur, sawen itu harus dipasang, agar setempat disebut lilir (terbangun). bila keesokan harinya Dewi Sri bangun Sesudah kira-kira 20 hari, daunnya dari tidurnya, ia tidak kaget karena mulai nampak menghijau seperti daun tempatnya sudah dibatasi. Adakalanya gunda. Masa ini disebut gumuda. pada malam harinya diadakan kesenian Usia 150 hari padi sudah berisi pantun yang memaparkan cerita tentang penuh, tapi keadaannya masih hijau, Dewi Sri dan Sulanjana. maka dikatakan beuneur hejo. Pada saat

Kesenian Gondang..... (Rosyadi) 405 Keesokan

menjadi cikal bakal lahirnya kesenian sekali, wali puhun atau punduh (tua

adat) pergi ke sawah mencari padi yang

akan dibuat guntai atau ada juga yang 2. Asal-usul Kesenian Gondang

menyebutnya cepil (kuping), yaitu padi Lahirnya kesenian gondang, terkait yang akan dibuat telinga ikatan untuk erat dengan tradisi nutu, yaitu proses indung pare (induk padi). Selanjutnya pengolahan padi menjadi beras dengan wali puhun atau punduh mencabut 9 cara ditutu (ditumbuk) menggunakan halu kepal batang padi untuk dijadikan (alu) dan lisung (lesung). Tradisi nutu ini indung pare (induk padi). Batang- merupakan aktivitas yang umum dilakukan batang padi untuk guntai dan indung oleh semua petani Sunda di pedesaan, pare ini kemudian disimpan di dalam sebelum masuknya teknologi heuler .

saung sanggar 3 . Mengenai tradisi nutu, dibahas oleh Setelah guntai dan indung pare Apriani (2011: 175-185) yang mengambil dipetik, barulah kemudian semua kasus di Kasepuhan Ciptagelar. Kegiatan tanaman padi itu dipanen. Selesai nutu paré merupakan kegiatan menumbuk dipanen, lalu dijemur hingga kering. paré anyar, yaitu padi yang baru dipanen. Cara menjemurnya adalah semua padi Kegiatan ini melibatkan hampir semua ibu- itu dihamparkan pada sebidang tanah ibu yang termasuk pada kesatuan Abah. yang dialasi dengan beberapa helai tikar

Di beberapa daerah lain di wilayah atau plastik yang lebar. Di tengah- Jawa Barat, ada sebutan lain untuk tradisi tengah hamparan, diperuntukkan bagi nutu ini, yaitu ngarempug nutu, ngotrek. indung pare dan guntai. Setelah kering, Kegiatan ini dilakukan oleh kaum daun-daunnya dibuang dan dibersihkan, perempuan, dipimpin oleh seorang perem- lalu batang-batang padi itu dipangkek puan tua (biasanya adalah istri punduh atau (diikat) dibuat geugeusan-geugeusan tua adat). Ada beberapa istilah sapaan atau gedeng. Sageugeus atau sagedeng untuk menyebut perempuan pemimpin adalah dua ikat padi atau lebih yang upacara ini, ada yang menyebutnya Ambu, diikat kembali menjadi satu ikatan. ada juga yang menyebutnya Ema. Kedua Setelah indung pare selesai dibuat, lalu sebutan ini menunjukkan bahwa orang padi-padi yang lain pun digedeng. yang memimpin upacara ini dipandang Selesai semua padi digedeng, lalu sebagai orang yang terhormat di mata adat. diangkut ke rumah pemiliknya.

Adapun peralatan yang digunakan adalah

4) Pasca Panen. Aktivitas pasca panen, halu (alu) dan lisung (lesung). terdiri atas kegiatan: nganyaran, yaitu

Pada waktu yang telah ditentukan, memulai mengonsumsi padi secara tampak ibu-ibu sibuk menyiapkan alat-alat simbolis, ngadiukkeun atau netepkeun, perlengkapan upacara, di antaranya sesajen yaitu menempatkan padi di lumbung, yang terdiri atas: kelapa muda (dawegan),

ngahudang (membangunkan), yaitu rujak manis, telur, buah-buahan, bubur, ritual untuk mulai mengonsumsi padi; dan tujuh macam bunga. Sesajen itu nutu , yaitu menumbuk padi sehingga diletakkan pada tempat yang telah menjadi beras. Tradisi nutu inilah yang disediakan, kecuali rujak dan telur yang

disimpan di badan lesung (sarukna). Ritual

3 Saung sanggar yaitu gubug kecil berukuran nutu dilakukan di dalam sebuah pondok sekitar 30 x 50 cm, dan tingginya kurang lebih

yang disebut saung lisung, yang letaknya 1,5 meter. Saung sanggar ini adalah untuk

tidak jauh dari leuit (lumbung padi), menyimpan batang padi yang akan dibuat

dengan maksud agar tidak menyulitkan guntai dan indung pare. Daun padi yang akan

ketika padi yang akan ditumbuk diangkut dijadikan guntai dan indung pare diikatkan

dari leuit (tempat penyimpanan padi) ke pada salah satu sudut saung sanggar.

406 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 397- 412 saung lisung tempat berlangsungnya datangnya Dewi Sri. Selesai Ambu

upacara. menembangkan lagu Taraje Emas, Ambu atau Ema, sebagai pemimpin tutunggulan kembali dibunyikan dalam upacara duduk di sebelah kanan lesung, irama angin-angin. Irama angin-angin ini diikuti oleh para tetua lainnya. Setelah temponya pelan. Hentakan alu pada lesung semua peralatannya

bergoyang-goyang. pemimpin upacara membacakan do‟a Akibatnya, sesajen berupa rujak dan kelapa sambil membakar kemenyan. Usai memba- muda yang diletakkan di badan lesung pun cakan doa, kemudian Ambu melantunkan tumpah. Ini dipercaya sebagai pertanda lagu Kaleon sebagai pengundang kepada bahwa Dewi Sri telah hadir di tengah- Dewa Anta untuk menyaksikan ritual nutu, tengah mereka. Ambu pun menyambutnya dan memohon restunya untuk mengundang dengan lagu Lutung Luncat. Selanjutnya Dewi Sri. Dewa Anta sendiri dalam sebagai lagu perhormatan terhadap Dewi mitologi padi dipercaya sebagai ayah dari Sri dibawakan lagu Kukupu Diadu yang Dewi Sri yang dipandang sebagai dewi dibawakan secara instrumentalia melalui padi. Usai Ambu melantunkan lagu bunyi tutunggulan. Lamanya lagu ini Kaleon, lesung pun mulai ditumbuk diukur oleh keluarnya keringat para peserta dengan alu oleh ibu-ibu dengan alunya upacara.

siap, mulailah membuat

lesung

Bilamana mereka sudah masing-masing, sehingga menimbulkan berkeringat, pertanda bahwa penghormatan bunyi bergemuruh akan tetapi berirama, kepada Dewi Sri telah diterima. dalam irama lagu Ungkut-ungkut. Menum-

Selama berlangsungnya upacara bukkan alu ke dalam lesung secara tutunggulan , ada aturan yang tidak boleh berirama inilah yang disebut tutunggulan. dilanggar oleh seluruh peserta, yaitu Oleh karena goyangan lesung yang dipukul mereka tidak boleh bersenda gurau. secara bersama-sama oleh ibu-ibu dengan Suasananya harus khidmat. Selesai ritual menggunakan alu, mengakibatkan telur nutu yang khidmat, dilanjutkan dengan yang diletakkan di badan lesung terjatuh ngotrek , yaitu suatu hiburan tutunggulan dan pecah. Menurut kepercayaan masya- yang digarap oleh para gadis petani, rakat, telur jatuh dan pecah itu pertanda seakan-akan memperlihatkan kepandaian

bahwa Dewa Anta telah hadir 4 . mereka dalam hal menumbuk padi sambil Gemuruh suara tutunggulan semakin menyanyi dan menari. Bunyi tutunggulan lama semakin pelan, dan kemudian ber- yang dihasilkan oleh ketukan halu pada henti. Setelah bunyi tutunggulan berhenti, lisung (lesung) menghasilkan ritmik indah

lagu menyemangati ibu-ibu yang sedang Sulanjana. Tembang Sulanjana ini dimak- menumbuk sambil bercengkrama satu sudkan sebagai ucapan terima kasih sama lain. Cerita, canda, tawa, dan bunyi kepada Dewa Anta yang telah hadir pada halu pada lisung menghidupkan suasana ritual nutu.

Ambu melantunkan

tembang

pagi di saung lisung. Bunyi alami dari Usai melantunkan lagu Sulanjana, ketukan per ketukan halu menghasilkan tutunggulan kembali dibunyikan dengan irama yang khas. Ditambah lagi alunan irama yang lebih meriah, yang disebut kidung serta tabuhan angklung dan dog-

ngabendrong dalam lagu Rampes. dog lojor , membuat tutunggulan ini Maksudnya menggambarkan rasa gembira menjadi semakin menarik. Di sinilah letak atas kedatangan Dewa Anta. Berikutnya keindahan dari tutunggulan, sehingga Ambu melantunkan lagu Taraje Emas. tutunggulan digolongkan sebagai sebuah Lagu ini adalah untuk mengundang bentuk kesenian.

Tutunggulan, selain berfungsi seba- 4 Di dalam salah satu versi mitologi tentang

gai salah satu acara dalam ritual adat yang asal usul padi, diceritakan bahwa Dewi Sri

sifatnya sakral, juga memiliki beberapa terlahir dari sebutir telur yang berasal dari

fungsi lain, di antaranya: tetesan air mata Dewa Anta.

Kesenian Gondang..... (Rosyadi) 407

a. Nyinglar samagaha, yaitu mengatasi menciptakan suasana yang riang terjadinya gerhana bulan. Pada zaman

gembira, khususnya di kalangan para dahulu, ada satu tradisi menabuh

gadis di pedesaan, dan ini menjadi- tutunggulan ketika terjadi samagaha

kannya sebuah hiburan. (gerhana bulan). Menurut kepercayaan,

gerhana tersebut adalah matahari dan 3. Gondang sebagai Seni Pertunjukan

bulan sedang berbulan madu hingga Sebagaimana telah dipaparkan sebe- mengakibatkan dunia menjadi gelap. lumnya, bahwa kesenian gondang berawal Agar kegelapan tidak berlangsung lama, dari tradisi masyarakat petani yang bersifat maka mereka berusaha mengadakan sakral. Kesenian gondang yang sekarang bunyi-bunyian, di antaranya tutung- ini dikenal oleh masyarakat Sunda, gulan dan kohkol (kentongan) agar khususnya di daerah pedesaan, merupakan gaduh. Bunyi tutunggulan dan kohkol pengembangan dari seni tutunggulan. yang gaduh, akan membangunkan Bedanya, kalau seni tutunggulan tidak matahari dan bulan yang sedang dibarengi dengan kakawihan (nyanyian), berbulan madu, dengan demikian dunia sedangkan pada seni gondang sudah akan terang kembali. Versi lain, dibubuhi dengan kakawihan (nyanyian). mengatakan bahwa terjadinya gerhana Dengan kata lain, kalau tutunggulan bulan karena seorang yaksa atau buta merupakan musik instrumental maka pada

(raksasa) memakan bulan sehingga kesenian gondang sudah merupakan dunia menjadi gelap-gulita. Untuk itu gabungan antara seni musik (karawitan) masyarakat menakut-nakuti sang yaksa dengan seni vokal. Perbedaan lainnya, dengan segala bunyi-bunyian di kalau tutunggulan hanya dibawakan oleh antaranya tutunggulan. Sang yaksa kaum perempuan saja maka pada seni karena merasa takut oleh bunyi-bunyian gondang terdapat juga pemain laki-laki itu akan memuntahkan sang bulan. Oleh yang berpasang-pasangan dengan perem- karena itu maka dunia terang kembali.

puan.

b. Tangara (ciri atau pertanda); dalam hal Alat utama kesenian gondang untuk ini tutunggulan berfungsi sebagai suatu sebuah pertunjukan adalah: isyarat bahwa akan diselenggarakan 1) Halu (alu) yaitu alat untuk menumbuk suatu kariaan (hajatan). Tangara ini

padi terbuat dari kayu berbentuk bulat

memanjang berdiameter ± 5 sentimeter tetangga-tetangga yang jauh. Seminggu

sebagai suatu cara untuk mengundang

dengan panjang sekitar 2 meter . sebelum pelaksanaan kariaan (pesta 2) Lisung (lesung), yaitu wadah padi atau hajatan), biasanya dilaksanakan

ketika sedang ditumbuk dengan alu. upacara ngarempug nutu (menumbuk

Lesung terbuat dari bambu, berbentuk padi yang dilakukan secara bersama-

perahu, panjang sekitar 2 meter dan sama). Beras hasil dari ngarempug nutu

lebar ± 0,5 meter. Di kedua ujung ini akan digunakan untuk bekal pesta

lesung terdapat dua lubang. Pertama tersebut. Di lain pihak, masyarakat pun

yaitu lubang bentuk memanjang yang ketika mendengar bunyi tangara berfungsi untuk menumbuk padi yang

dengan bunyi tutunggulan yang terus 5 masih berupa pocongan . Lubang kedua menerus telah mengerti bahwa ada yang

berbentuk bulat yang berfungsi untuk akan melaksanakan kariaan (hajatan).

membersihkan padi dari kulitnya. Masyarakat pun akan mempersiapkan 3) Nyiru (tampah), terbuat dari anyaman bahan-bahan yang akan disumbangkan

bambu berbentuk bulat dengan diameter kepada si empunya hajat.

± 1,5-2 meter.

c. Sebagai sarana hiburan. Bunyi ketukan yang berirama yang keluar dari

hentakan 5 alu ke dalam lesung, Pocongan pare yaitu ikatan padi yang masih menempel pada tangkainya.

408 Patanjala Vol. 8 No. 3 September 2016: 397- 412 Dalam perkembangannya kemudian kan pemain pria mengenakan baju kampret

peralatan kesenian gondang ini ditambah warna hitam dan celana pangsi warna dengan kecapi, suling, gendang, dan gong. hitam. Kepalanya memakai iket (ikat Jenis gondang yang telah berkembang ini kepala). disebut dengan seni gondang wanda anyar,

Sebagai sebuah seni pertunjukan, atau seni gondang kreasi baru. Waditra kesenian gondang biasanya dipertunjukkan atau peralatan kesenian gondang kreasi di atas panggung di lapangan terbuka. baru yang lengkap, terdiri atas:

Lamanya pertunjukan gondang tidak ada – Gondang kempring, yang berfungsi

lagu dari grup ketentuan, tergantung pada untuk memberikan irama sesuai dengan

permintaan dari yang empunya hajat, dan irama lagu.

kesiapan serta koleksi lagu-lagu dari grup Gondang tempas, berfungsi

gondang itu sendiri. Biasanya pertunjukan memberikan variasi irama dari gondang gondang berlangsung antara 1-2 jam. kempring .

Dalam sebuah pertunjukan di arena Gondang tojo, berfungsi untuk mengisi

hajatan, tidak jarang pertunjukan gondang bunyi antara gondang kempring dengan

diselingi dengan kesenian-kesenian lain, gondang tempas .

seperti tari-tarian, kesenian calung, Gondang galimer, berfungsi sebagai

maupun kesenian reog. gong.

Keempat jenis gondang tersebut ditambah 4. Pasang Surut Keberadaan

dengan sebuah dogdog, kecapi, suling,

Seni Gondang

gendang dan gong. Keberadaan seni tradisi di masya- Seni gondang wanda anyar biasanya rakat merepresentasikan ideologi tradi-

dimainkan oleh 13 orang, terdiri atas 6 sional yang mereka miliki. Yang terkan- orang pemain wanita, 6 orang pemain pria, dung dalam ideologi tersebut biasanya dan 1 orang juru kawih (penyanyi). Empat merupakan sejumlah ajaran tentang makna orang pemain wanita, masing-masing kehidupan yang menjadi pegangan hidup memegang sebatang alu, 2 orang pemain masyarakat, tentang apa yang harus wanita

memegang nyiru (tampah), dilakukan agar menjadi manusia yang baik, sedangkan pemain pria biasanya hanya baik sebagai individu, maupun sebagai sebagai penari dan panempas kakawihan makhluk sosial. Pernyataan ini senada (semacam backing vocal). Juru kawih dengan ungkapan Jakob Sumardjo tentang (penyanyi)-nya sendiri adalah seorang ideologi. Dalam bukunya, Sumardjo (2001: wanita yang memiliki warna suara khas. 13-19) menguraikan bahwa kekuatan Adapun nayaga (pemain musik pengiring), kesenian tradisi terletak pada hubungan seperti pemain gendang, gong, suling, dan yang erat antara seni tradisi dengan kecapi posisinya duduk di belakang.

kebudayaan asli masyarakat, serta pada Kostum yang dikenakan oleh para kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan.

pemain wanita adalah sinjang atau Adaptasi tersebut juga dapat menimbulkan samping (kain) yang dililitkan dari ping- unsur kesakralan dalam kesenian karena gang ke bawah sampai di atas mata kaki ada kepatuhan terhadap nilai-nilai yang atau di bawah lutut. Pakaian atasnya berlaku di masa lalu. Namun menurutnya mengenakan baju kebaya, dan sehelai pula, ideologi seni sudah mulai luntur bagi karembong 6 yang diikatkan pada bagian kehidupan seni tradisi. Seni tradisi yang pinggang. Rambutnya disanggul. Sedang- integral dengan sistem nilai tradisional

masyarakat penyangganya kini dipertanya-

kan eksistensinya.

6 Karembong adalah hiasan pakaian wanita Selanjutnya, Sumardjo dalam sebuah yang berkebaya, terbuat dari kain halus (sutra)

artikelnya yang bertajuk “Seni Sunda dari atau batik yang diselendangkan di bahu, dan

Tradisi Religius sampai Profan Kontem- kadang dipakai sebagai kerudung.

Kesenian Gondang..... (Rosyadi) 409 porer” 7

mengatakan, bahwa m asyarakat pencaharian sebagai petani, baik petani Indonesia modern rata-rata kurang menyadari huma (ladang) maupun petani sawah, juga makna seni tradisional yang berfungsi religius memanfaatkan tradisinya dalam bertani ini, kecuali menggunakannya untuk keperluan pada pelaksanaan kesenian tradisi. hajatan. Inilah sebabnya seni tradisional sering

Sebagaimana kesenian-kesenian tra- diberlakukan secara profan-sekuler di masya- disional lainnya, kesenian gondang pun rakat kota. Tidak jarang seniman modern tidak luput dari terpaan arus modernisasi. perkotaan mengambil elemen-elemen seni Saat ini, pengaruh globalisasi berdampak tradisional menurut pandangan modern besar pada seluruh bidang kehidupan mereka. Seni tradisi religius ini disamakan masyarakat, termasuk pada perkembangan kedudukannya dengan seni modern sekulernya.

seni tradisinya. Mau tak mau mereka juga Kelunturan ideologi ini disinyalir terpengaruh oleh dikotomi pemahaman merupakan akibat dari kemajuan teknologi tentang tradisi dan modern, yang kuno dan yang semakin pesat. Seni tradisi bertahan kekinian. Sejalan dengan apa yang di antara dua pengaruh, antara bertahan diungkapkan Geertz (1973: 90), bahwa dalam nilai-nilai lokal yang terus sewaktu-waktu kesenian yang bersifat dipertahankan, atau ikut ke dalam dinamis akan menjadi bagian dari cara persaingan industri yang terkadang seseorang memenuhi kebutuhan hidup, mengubah nilai-nilai asli menjadi sesuai terkait dengan permintaan pasar. Kemu- dengan permintaan pasar. Hal demikian ini dian muncul polemik, ketika sebagian terjadi juga pada kesenian gondang.

pelaku mungkin menganggap bahwa Pada masyarakat pedesaan, kesenian „hijrah‟ adalah jalan terbaik bagi kesenian tradisi merupakan suatu kegiatan yang tradisi untuk mengejar ketertinggalan terkait dengan peristiwa-peristiwa sakral zaman, bagi sebagian lainnya hal itu dalam bentuk ritual. Di samping itu, seni dipandang sebagai sebuah pendangkalan tradisi pun dimanfaatkan sebagai alat makna terhadap keberadaan kesenian pemenuh kebutuhan mereka akan hiburan tradisional. di sela-sela waktu luang. Hiburan

Sebagai salah satu dampak nega- merupakan sebuah kebutuhan yang tifnya, saat ini banyak kesenian tradisi dianggap penting sebagai media yang yang terlepas dari dasar-dasar identitas dan merefleksikan rutinitas keseharian mereka, integritas budaya lokal yang menjadi meski dilakukan dengan sederhana.

landasan yang berlaku dalam seni tradisi. Pada awal kemunculannya, gondang Bahkan banyak di antaranya yang yang lahir dari tradisi nutu, hanya melenceng dari karakteristiknya. Banyak ditampilkan pada upacara-upacara di pelaku seni yang telah masuk di dunia sekitar aktivitas pertanian yang sifatnya industri, mengubah identitas bahkan tak sakral. Namun di balik kesakralannya itu menghadirkan identitas lokalnya. Kelun- terdapat sisi lain yang mampu menimbul- turan identitas lokal ini juga membuat kan kegembiraan, keceriaan dan keriangan masyarakat penganut tradisi seputar serta

menghibur. Dalam gondang , berlangsungnya kesenian tak merasakan pengaruh mata pencaharian masyarakat keberadaan seni tradisi sebagai simbol memiliki andil yang sangat besar. integritas mereka. Masyarakat pedesaan yang bermata-

Seiring dengan berjalannya waktu, kesenian gondang mulai beranjak ke arah 7 Sumardjo, Jakob. “Seni Sunda Dari Tradisi

pemenuhan kebutuhan ekonomis. Permin- Religius Sampai Profan Kontemporer ”.

taan konsumen yang ingin menampilkan Dalam:

seni ini dalam acara-acara tertentu mulai http://docenti2.unior.it/doc_db/doc_obj_17835

dipertimbangkan. Oleh pelaku seni _17-05-2010_4bf0f8b782380.doc diupload