ANTARA NETRALITAS DAN KEPENTINGAN NASION

ANTARA NETRALITAS DAN KEPENTINGAN NASIONAL INDONESIA
DI LAUT CINA SELATAN: PERSPEKTIF GEOPOLITIK
BETWEEN NEUTRALITY AND INDONESIAN NATIONAL INTERESTS IN
SOUTH CHINA SEA: GEOPOLITICS PERSPECTIVE
A.Yani Antariksa1
Dewan Ketahanan Nasional
(antariksayani10@gmail.com)

Abstrak – Secara geopolitis, Asia Pasifik merupakan wilayah strategis bagi Indonesia. Geopolitik
wilayah Asia Pasifik saat ini berpusat di Laut Cina Selatan. Sesungguhnya, geopolitik merupakan
pengembangan dari geografi politik. Negara dipandang sebagai satu organisme hidup yang
berevolusi secara spasial dalam kerangka memenuhi kebutuhan masyarakat bangsanya atau
tuntutan kebutuhan akan ruang hidup atau Lebensraum. Di tangan para pemikir Jerman pada saat
itu, khususnya Haushofer, geopolitik berkembang dengan pesat sebagai satu cabang ilmu
pengetahuan dengan kekuasaan (politik) dan ruang (raum) merupakan anasir sentralnya sehingga
Haushofer menamakan geopolitik sebagai satu science of the state yang mencakupi bidang-bidang
politik, geografi (ruang), ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, dan hukum. Hal ini pertama kali
diuraikan dalam bukunya yang terkenal Macht und Erde (kekuasaan/power dan dunia). Beberapa
negara ASEAN yang terlibat dalam konflik di Laut Cina Selatan dengan Cina adalah Brunei
Darussalam, Kamboja, Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Banyak pembicaraan diplomatik dilakukan,
termasuk kerja sama militer di beberapa level. Negara-negara tersebut dan Cina menandatangani

the Declaration on the Conduct (DOC ) of Parties in the South Cina Sea, sedangkan Taiwan tidak
terlibat dalam DOC. Inisiatif Indonesia berjalan baik dan efektif. ASEAN dan Cina meyakini
penyelesaian sengketa di Laut Cina Selatan. Namun dalam perkembangannya, klaim Cina yang
melewati wilayah ZEE Indonesia menjadikan kepentingan nasional Indonesia terusik. Isu yang
berkembang kemudian bagaimana menyelesaikan dilema antara netralitas dan kepentingan
nasional Indonesia di Laut Cina Selatan selama hampir 20 tahun.
Kata Kunci : netralitas, Laut Cina Selatan, geopolitik
Abstract – Geopolitically, Asia Pacific is a strategic area for Indonesia. Asia Pacific Regional geopolitics
has shifted to the South Cina Sea (SCS). Indeed, geopolitics is development of political geography.The
state is seen as a living organism that evolves spatially.In terms of fulfilling people's needs or
demands of the nation, the state will need living space or Lebensraum. In the hands of German
thinkers at the time, especially Haushofer, geopolitical grown rapidly as a branch of science with the
power (political ) and space (raum ) are central elements that Haushofer named geopolitics as a
science of the state that includes the fields of political, geography (space ), economics, sociology,
anthropology, history, and law.It was first described in his famous book Macht und Erde (power and
the world).Mastery of space in fact, is a spatial phenomena of space itself. Some or the ASEAN
countries are involved in the conflict in the SCS with the PRC, namely Brunei Darussalam, Cambodia,
1

Penulis adalah Laksamana Pertama TNI. Lulus Adimakayasa AAL 1982, bertugas di Wantannas, fungsional

Dosen Lemhannas dan Ketahanan Nasional UI, Lektor.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

105

Malaysia, Philippines, and Vietnam. Many diplomatic talks have been conducted among the five
ASEAN countries with the PRC, including the Armed Forces cooperation in various levels. Those
countries and Cina who later signed the Declaration on the Conduct (DOC ) of Parties in the South
Cina Sea, while Taiwan , were not involved in the DOC. Indonesian initiative has been quite good and
effective. ASEAN and Cina believed in resolving disputes in the LCS. However, the development of the
situation of Cina's claim that crisscross Indonesia ZEEI make national interests in EEZ disturbed. The
issue is how to resolve the dilemma between neutrality and national interests of Indonesia in the
South Cina Sea after have been conducted almost 20 Years.
Keywords: neutrality, South Cina Sea, geopolitics.

Pendahuluan
Secara geopolitik Asia Pasifik merupakan kawasan yang strategis bagi Indonesia. Sejak
dahulu Indonesia berkepentingan agar kawasan ini tumbuh dinamis secara ekonomis
serta mendapat dukungan dari stabilitas politik dan keamanan yang kondusif bagi
pencapaian kepentingan nasional2. Salah satu isu penting yang secara dinamis tumbuh

bersama dengan kemajuan kawasan Asia-Pasifik adalah isu keamanan di Laut Cina Selatan
(LCS). Geopolitik Regional Asia pasifik telah bergeser ke Laut Cina Selatan.
Sesungguhnya, geopolitik merupakan pengembangan dari geografi politik.Negara
dipandang sebagai satu organisme hidup yang berevolusi secara spasial dalam
kerangka memenuhi kebutuhan masyarakat bangsanya atau tuntutan kebutuhan akan
ruang hidup atau Lebensraum3. Di tangan para pemikir Jerman pada saat itu, khususnya
Haushofer, geopolitik berkembang dengan pesat sebagai satu cabang ilmu pengetahuan
dengan kekuasaan (politik) dan ruang (raum) merupakan anasir sentralnya sehingga
Haushofer menamakan geopolitik sebagai satu science of the state yang mencakupi
bidang-bidang politik, geografi (ruang), ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, dan
hukum. Hal ini pertama kali diuraikan dalam bukunya yang terkenal Macht und Erde
(kekuasaan/power dan dunia). Kedekatan hubungan antara Haushofer dan Hitler sejak
awal diperkirakan merupakan penyebab dari menyusupnya pola gagasan dalam Macht und
Erde ke dalam buku "Meinkampf . Tidaklah mengherankan apabila pada akhir Perang
Dunia ke-2, geopolitik tidak lagi dikagumi karena dituduh sebagai biang keladi dari ekspansi
Jerman.
Kemlu, Posisi Indonesia terhadap Kawasan Asia Pasifik , Juni
http://www.deplu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=Bilateral&l=id
2


3

Modul Geopolitik, Lemhannas 2013.
106 Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

, dalam

Ruang merupakan inti dari geopolitik sebab menurut Haushofer dan
pengikutnya, ruang merupakan wadah dinamika politik dan militer. Dengan demikian,
sesungguhnya geopolitik merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mengaitkan ruang
dengan kekuatan politik dan fisik, dengan kenyataan bahwa kekuatan politik selalu
menginginkan penguasaan ruang dalam arti ruang pengaruh, atau sebaliknya,
penguasaaan ruang secara de facto dan de jure sebagai legitimasi dari kekuasaan politik.
Penguasaan ruang atau ruang pengaruh demikian itu pada intinya (menurut geopolitik),
sesungguhnya, merupakan satu fenomena spasial dari ruang itu sendiri. Jika ruang
pengaruh diperluas, akan ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan; dan kerugian
akan menjadi lebih besar lagi apabila hal itu dicapai melalui perang.
Kondisi riil saat ini menunjukkan bahwa Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) menjadi
semakin penting, baik dari sisi letak geografis, ekonomi, politik, dan pertahanan
keamanan. Secara geografis LCS sangat strategis bagi jalur perdagangan atau Sea Lane of

Trade (SLOT) dan Jalur komunikasi internasional atau Sea Lane of Communication (SLOC)
yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik 4 . Para ahli geopolitik
menyadari betul kepentingan akan ruang, kepentingan kebebasan bernavigasi. Secara
ekonomis, LCS mempunyai potensi sumber daya alam yang besar, terutama minyak bumi,
gas alam dan perikanan. Secara politis, LCS menjadi penting dalam konteks politik
domestik, yakni kepentingan kedaulatan (perbatasan masing-masing negara), dan
stabilitas politik regional negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Di
satu sisi berpotensi memunculkan konflik, tetapi sekaligus juga membuka peluang kerja
sama.Namun harus disadari bahwa dari segi politik, perairan LCS juga menjadi penting
bagi negara-negara besar lainnya, terutama Amerika Serikat, Rusia, Cina, India dan
Jepang.Dantentu kondisi ini memberikan tantangan tersendiri bagi negara-negara ASEAN.
Tantangan tersebut dapat berupa ancaman tradisional dan non tradisional, yakni
Transnasional Organized Crimes (TOC), radikalisme dan terorisme yang disponsori oleh
aktor negara dan bukan negara, pursue nuclear technologies proliferate weapons, support
illicit and criminal behaviors, drugs trafficking, trafficking in persons, dan piracy. Selain itu
krisis kemanusiaan (humanitarian crises) seperti pandemi kekeringan, bencana alam
4

Makalah Panglima TNI pada pertemuan ASEAN Chief of Defence Force Informal Meeting.


(ACDFIM), The Role of Indonesian Defence Force (TNI) in Synergizing The Roles of ASEAN Militaries in Response
to Current Security Challenges at South Cina Sea ,Jakarta, 21 April 2011.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

107

tsunami, gempa bumi, letusan gunung berapi, typhoons dan cyclones, serta sengketa
batas teritorial, menjadi ancaman lain yang akan dihadapi oleh negara-negara ASEAN5,
dimana ketegangannya semakin meningkat.
Perkembangan penting lainnya adalah kebangkitan regionalisme, terutama pasca
penandatanganan piagam ASEAN (ASEAN Charter) serta pembentukan komunitas ASEAN
(ASEAN Community) yang berlaku pada tahun 2015. ASEAN sebagai salah satu organisasi
regional yang semakin relevan di kawasan maupun di dunia. Pada tahun 2011, Indonesia
sebagai Ketua ASEAN, Indonesia berkomitmen untuk terus melakukan upaya agar ASEAN
tetap menjadi kekuatan pendorong bagi anggota-anggotanya.
Hampir semua negara ASEAN, khususnya Brunei Darusalam, Indonesia, Kamboja,
Malaysia, Filipina, Vietnam, Singapura terletak di tepi LCS, yang secara geografis
berdekatan dengan Republik Rakyat Cina (RRC) dan Republik Cina (RC/terkenal dengan
nama Taiwan)6. Dari delapan negara anggota ASEAN di atas, beberapa di antaranya
terlibat dalam konflik di LCS dengan RRC, yaitu Brunei Darusalam, Kamboja, Malaysia,

Filipina, dan Vietnam. Banyak pembicaraan diplomatik telah dilakukan di antara kelima
negara ASEAN tersebut dengan RRC, termasuk kerja sama Angkatan Bersenjata
diberbagai level. Kerjasama tersebut untuk meredakan konflik perbatasan termasuk di
LCS. Karena kebijakan satu Cina, maka Cinalah yang kemudian menandatangani
Declaration on the Conduct (DOC) of Parties in the South Cina Sea, sedangkan Taiwan, tidak
dilibatkan dalam DOC. Prakarsa Indonesia selama ini cukup baik dan efektif dipercaya
ASEAN maupun Cina dalam penyelesaian sengketa di LCS. Namun demikian,
perkembangan situasi adanya klaim Cina yang merambah ZEEI menjadikan kepentingan
nasional Indonesia di ZEE terganggu. Pokok permasalahannya adalah bagaimana
mengatasi dilema antara netralitas dan kepentingan nasional Indonesia di laut Cina
Selatan (LCS). Inilah yang akan menjadi pokok bahasan dalam tulisan kali ini.

Makalah Sespusjianstra TNI, South East Asia Maritime Security Challenges: Indonesian Perspective’, NADI
Vietnam, April 2010.
5

6

Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Perhimpunan_Bangsabangsa_Asia_Tenggara, Wikipedia, 2011; http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, 2011; dan
http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_China.Republik Rakyat Cina (RRC) atau Peoples Republic of

China (PRC), dan Republik Cina(RC) atau Republic of China(ROC/ terkenal dengan nama Taiwan).

108

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

Pembahasan
Sebagai salah satu negara di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memang tidak terlibat
secara langsung di dalam konflik LCS. LCS merupakan area of influence geopolitik
Indonesia. Hal ini juga tidak berarti bahwa Indonesia tidak berkepentingan terhadap
kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki kepentingan yang dipertaruhkan, pernyataan
RRC mengenai klaim teritorial dengan garis putus-putus terkenal dengan sebutan "ninedotted line yang menjangkau dan tumpang tindih dengan ZEE Indonesia di Laut Natuna,
akan menjadi persoalan yang serius pada masa mendatang dan harus diwaspadai. Dilihat
dari segi hukum internasional, peta LCS yang dibuat oleh Cina tersebutbertentangan
dengan ketentuan dalam UNCLOS 1982. Namun, Indonesia tidak membicarakan hal ini
secara publik, jangan sampai mencoreng citra netral Indonesia dalam sengketa. Disini Cina
memainkan geopolitik ruang hidup. Teori ini memberikan penjelasan tentang bagaimana
bangsa-bangsa di dunia mencoba tumbuh dan berkembang dalam upaya
mempertahankan


kehidupannya.

Sebagai

organisme

politik,

Frederich

Ratzel

merumuskan hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup dan langgeng serta
membenarkan (melegimitasikan) hukum ekspansi.
Selanjutnya pemerintah Cina pada bulan Maret 2010 juga menyatakan bahwa LCS
merupakan "China's core national interest" yang memiliki posisi penting yang sama dengan
Taiwan, Tibet, dan Yellow Sea7. Namun demikian, setelah diprotes Indonesia, Cina telah
mengeluarkan peta baru yang tidak memasukkan ZEEI ke dalam wilayahnya (teritorinya).
Kondisi di atas diperuncing pula oleh sikap Amerika Serikat (AS), yang pada saat
pertemuan ASEAN Regional Forum (ARF) bulan Juli 2010 lalu menyatakan bahwa AS

memiliki 3 (tiga) kepentingan nasional terkait dengan LCS, yaitu: "freedom of navigation,
respect for international law in the South China Sea, dan oppose to the use or threat of force
by any claimant". Bahkan, terkait dengan Declaration of Conduct of the Parties in the South
China Sea (DOC), AS juga memfasilitasi bagi proses penyelesaian secara menyeluruh atas
pembahasan DOC, yang mana hal ini ditentang dengan sangat keras oleh Cina. 8 Jepang
sebagai negara industri besar pada milenium ketiga akan membutuhkan energi yang
7

Kemlu, Pertemuan Kelompok AM (PKA), "Perkembangan di Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi
Stabilitas Politik dan Keamanan di Kawasan Asia Pasifik: Penguatan Posisi dan Strategi RI", 29 November
2010, dalam http://www.kemlu.go.id.
8

Ibid.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

109

sangat banyak sehingga dengan demikian sangatlah mungkin negara ini akan
menggunakan kekuatannya untuk mengamankan jalur SLOC dan SLOT. Jepang

menganggap memiliki kewenangan untuk mengamankan kapal-kapalnya sampai 1000 NM
ke wilayah LCS yang berarti memasuki wilayah perairan Indonesia dan perbatasan negaranegara ASEAN di Laut Natuna.

Misi Diplomatik
Hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-negara lain telah dimulai sejak Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Dalam menjalin hubungan
tersebut Indonesia senantiasa mempromosikan bentuk kehidupan masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai saling menghormati, tidak mencampuri urusan dalam negeri
negara lain, penolakan penggunaan kekerasan serta konsultasi dan mengutamakan
konsensus dalam proses pengambilan keputusan9. Kerja sama internasional merupakan
pelaksanaan politik luar negeri, dilaksanakan antara negara-negara yang mempunyai
kepentingan yang sama sesuai tujuan nasional dan mengacu pada hukum internasional
sesuai Piagam PBB10. Berbagai forum, baik bilateral, regional maupun multilateral telah
dirancang oleh Indonesia bersama-sama dengan negara-negara sahabat, termasuk di
dalamnya misi diplomatik Indonesia dalam penyelesaian sengketa di LCS. Indonesia
senantiasa memandang penting kerja sama ASEAN dan kerja sama negara-negara LCS,
baik untuk mencapai kepentingan nasional, regional, maupun Internasional. Kerja sama
Indonesia mempunyai tujuan eksternal, yakni untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara
yang aman dan damai.
Diplomasi Indonesia di kawasan tersebut harus diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut. Secara internal Indonesia juga tidak dapat mengabaikan faktor kepentingan
nasional Indonesia, melalui cara pandang atau wawasan yang beorientasi nasional
(wawasan nasional), yang mengarahkan bagaimana mengatasi persoalan hubungan kerja
sama Angkatan bersenjata dan menciptakan stabilitas Negara-negara LCS, yang akhirnya
juga menguatkan ketahanan nasional Indonesia

Kerja sama bilateral , dalam http://www.deplu.go.id, Juni 2011.

9

Dirkersin Kemhan, Kerja sama pertahanan , Mei

10

110

.

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

Indonesia memandang dirinya sebagai pihak yang netral dan mediator sengketa
potensial di Laut Cina Selatan 11 .Tetapi dengan kepentingan nasionalnya dan realitas
geopolitik yang sekarang berlangsung, pertanyaan yang muncul adalah apakah persepsi
ini masih dapat dipertahankan. Sebagai negara non klaiman (penuntut), Indonesia yakin
sangat cocok untuk memainkan peran mediator dalam perselisihan. Ini dimulai pada 1990
ketika Jakarta memprakarsai serangkaian lokakarya informal inisiatif keamanan (Security
initiative) mengorganisasikan penyelenggaraan

International Workshop on Managing

Potential Conflict in the South Cina Sea , antara pihak yang berkepentingan dari LCS untuk
mendorong kerja sama pemanfaatan sumber daya dan meningkatkan saling percaya dan
pengertian, serta menurunkan potensi konflik, serta pembentukan Declaration of Code of
Conduct yang dibahas di forum ASEAN+China12. DOC dapat dipakai sebagai pedoman
dalam kerja sama Angkatan bersenjata negara negara di LCS.
Pada

kenyataannya,negara-negara

yang

terlibat

konflik

semenjak

ditandatanganinya TAC maupun DOC, tidak menaatinya. Fakta Cina membangun
pangkalan kapal ikan, mengerahkan destroyer-nya ke LCS dan mengubah imbangan
kekuatan, sementara negara-negara lainnya memperkuat kekuatan militernya di daerah
konflik LCS, membangun pangkalan pangkalan. Memanasnya konfrontasi antara Cina dan
dua negara pengklaim di Laut Cina Selatan (LCS), Vietnam dan Filipina, beberapa waktu
lalu makin memprihatinkan, terutama setelah kapal patroli maritim sipil terbesar milik
Cina, Haixun 31, berlabuh di Singapura. Berbagai sikap agresif ditunjukkan Cina. Misalnya
perampasan, penyitaan ikan tangkapan dan perlengkapan milik nelayan Vietnam oleh
kapal milik Cina di dekat Kepulauan Paracel, serta insiden perusakan kapal survei dan
eksplorasi minyak perusahaan Vietnam, Binh Minh 2, pada pertengahan Juni 2011.
Sebelumnya juga ada penembakan kapal nelayan Filipina oleh kapal perang Cina pada
Februari–Mei 2011, intimidasi terhadap kapal eksplorasi minyak Filipina MV Veritas
Voyager, pembangunan pos-pos, serta penempatan pelampung di sekitar LCS 13. Meski
Cina membantah tuduhan itu, agresivitas Cina sulit dibantah saat pemerintahnya akan
memperkuat armada perang angkatan lautnya. Diproyeksikan hingga 2015, Cina akan
11

Supriyanto Atriandi Ristian, Indonesia’s South China Sea Dilemma: Between Neutrality and Self-Interest:,
RSIS, Juli 2012.
12

RPJMN 2010-2014.

13

http://www.seputar-indonesia.com, diakses 2011.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

111

menggelar sedikitnya 350 kapal patroli maritim dan 16 pesawat tempur. Sementara hingga
2020 jumlah kapal perang yang akan dikerahkan meningkat menjadi 520 unit. 14
Pembangunan pangkalan dan pengerahan kekuatan tersebut memicu perlombaan
senjata, ketegangan, dan destabilitas, yang bisa membahayakan keamanan negara-negara
LCS. Pembangunan militer dan Angkatan Laut, khususnya di kawasan Asia Pasifik juga
sangat signifikan. Singapura melengkapi armadanya dengan fregat multi misi kelas
Lafayette (Perancis) dan Victory Class (Inggris). Malaysia akan menambah fregat Meko
kelas Kedah hingga mencapai 20 buah dan kapal selam jenis Scorpene. Filipina
mendapatkan bantuan dana dari AS sebesar 11 miliar peso ($ 252 juta) untuk mengupgrade angkatan laut negara itu. AS memberikan Filipina $15 juta bantuan militer dalam
tahun fiskal 2011, menurut data resmi AS. Filipina telah mengerahkan angkatan laut
andalannya, yakni Humabon Rajah, ke wilayah perairan yang disengketakan, kata menteri
luar negeri. Humabon Rajah adalah salah satu kapal perang tertua di dunia yang dipakai
selama Perang Dunia II.15 Kerjasama angkatan bersenjata belum mampu membangun
CBM agar lebih optimal. Gagasan regionalisme dan security initiative sangat penting
dikembangkan agar kerja sama angkatan bersenjata negara negara LCS dapat berjalan
lebih baik, menuju aman dan damai.
Dari uraian di atas, secara geopolitik kenetralan Indonesia setelah dilaksanakan
lebih dari 20 tahun, kemungkinan semakin tidak bisa dipertahankan karena beberapa
alasan antara lain: Pertama, pandangan Indonesia dengan sikap hati hati atas
perkembangan kekuatan maritim Cina, didukung oleh kemampuan angkatan lautnya yang
modern, serta unit paramiliter lautnya. Jakarta sudah menanggung beban sikap agresif ini
saat kapal patroli yang diancam dengan senjata oleh kapal laut Cina pada Juni 2010 setelah
menangkap kapal pukat penangkap ikan ilegal milik Cinadi perairan Natuna.
Kedua, menjadi semakin sulit bagi Jakarta untuk mengerti, apalagi berempati, pada
sudut pandang Beijing berdasarkan yurisdiksi "sejarah" yang tidak didukung oleh Konvensi
PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Inilah sebabnya mengapa pada bulan Juli 2010, satu
bulan setelah insiden Natuna, Indonesia mengirim nota diplomatik untuk PBB, mengutuk

14

Ibid, hlm 1.

15

http://arrahmah.com/read/2011, diolah penulis.

112

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

klaim Cina "tidak ada penjelasan mengenai dasar hukum" dan dengan demikian, "sama
saja dengan menciderai UNCLOS 1982".
Ketiga, Indonesia berbeda dengan Cina pada proses penyusunan Code of Condact
(CoC) pada LCS. Cina menuntut untuk terlibat dalam seluruh proses, sebaiknya ASEAN
harus telah pada persamaan persepsi terlebih dahulu sebelum melakukan negosiasi
dengan Beijing.
Keempat, tidak seperti Cina, Indonesia tidak menentang partisipasi dari kekuatan
eksternal, seperti Amerika Serikat, untuk membahas masalah tersebut di forum regional.
Jakarta memandang keterlibatan tersebut sebagaimana diperlukan untuk menjaga
"keseimbangan dinamis", yaitu untuk mencegah satu kekuatan (Cina) menjadi terlalu
dominan. Kelima, Indonesia menyatakan dirinya sebagai negara non klaiman, namun
Jakarta diam-diam harus memperjuangkan kepentingan nasionalnya di Natuna, beberapa
di antaranya mungkin bertentangan dengan keinginan Cina.

Pertaruhan Kepentingan Nasional di LCS
Konsepsi strategi Indonesia yang mengatakan bahwa "pendudukan terhadap satu pulau
dapat dianggap sebagai pendudukan seluruh negara", merupakan satu bukti lagi bahwa
terdapat satu hubungan erat antara ruang dan kekuatan serta kepentingan. Kekuatan di
sini diartikan sebagai kekuatan penangkalan yang harus siaga dalam menghadapi
kemungkinan, sekecil apa pun, terjadinya pendudukan atas satu bagian kecil dari negara ini.
Keteguhan dan kesungguhan setiap negara atau bangsa mempertaruhkan setiap jengkal
ruang yang berada di dalam wilayah kedaulatannya merupakan satu bukti juga adanya
kaitan antara ruang dan sifat negara sebagai organisme hidup. Dalam hal ini,
berkurangnya ruang negara, oleh sebab apa pun, memberi dampak psikologis pada
penduduk akan berkurangnya ruang "bernapas". Tidaklah mengherankan apabila negaranegara kecil seperti Singapura atau Israel tidak dapat menoleransi berkurangnya ruang
negara dan akan selalu bereaksi sangat keras terhadap ancaman dari luar yang
berpotensi mampu mengurangi ruang negara mereka. Untuk hal seperti itu, negaranegara semacam itu selalu mempersiapkan kekuatan militer yang tangguh dan mampu
melancarkan pre-emptive strike (bila perlu diluncurkan dari luar negaranya). Bertambahnya
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

113

ruang negara atau berkurangnya ruang negara oleh berbagai jenis sebab selalu
dikaitkan dengan kehormatan dan kedaulatan negara dan bangsa. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan bahwa tiap negara mempertahankan kehormatan dan kedaulatannya
dengan gigih dan konsisten. Bahkan, negara sebesar RRC harus berjuang mati-matian
mempertahankan "haknya" atas pulau-pulau karang kecil yang walaupun tenggelam pada
saat air pasang, di kawasan Laut Cina Selatan, sehingga bila disimak benar-benar konflik
teritorial di Laut Cina Selatan sesungguhnya merupakan satu taruhan kehormatan dari
negara-negara yang bertikai, dan ini memang amat sulit dicari titik temunya.
Untuk mewujudkan kepentingan nasional diperlukan kekuatan, yang pada
gilirannya kekuatan itu memerlukan ruang gerak, baik berupa ruang geografis maupun
ruang politis dan peningkatan kegiatan perekonomian. Maka, para pelaku pasar harus
diberi ruang gerak yang cukup agar lebih kompetitif dan produktif. Ruang gerak yang
cukup, artinya adalah demokratisasi agar kegiatan ekonomi dapat berkembang bebas di
seluruh ruang negara. Kepentingan adanya demokratisasi ekonomi (tidak sekadar
liberalisasi saja) memerlukan dukungan demokratisasi politik agar tidak terjadi stagnasi.
Dahulu, ketika Uni Soviet mengadakan demokratisasi politik secara luas, yang tidak
disertai dengan hal yang sama di bidang ekonomi, negara tersebut berantakan. Hal
yang sama juga terjadi pada Rusia sekarang. Lain halnya dengan RRC, yang demokratisasi
ekonominya jauh meninggalkan demokratisasi politik. Maka, ternyata itu mengakibatkan
terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki, antara lain peristiwa Tiananmen. Pelajaran yang
dapat ditarik adalah bahwa perluasan ruang gerak harus dilaksanakan secaraserentak pada
semua bidang agar mereka dapat saling-menunjang. Padasaat ini telah muncul dua gejala
makro jika dipandang dari segi strategi, yaitu bahwa dimensi ekonomi dari kekuatan telah
semakin mengemuka dan adanya pergeseran gravitasi kepentingan ke arah maritim.
Kedua-duanyamemiliki implikasi yang amat penting terhadap geopolitik, terutama bagi
negara-negara

maritim

seperti

Indonesia.

Semakin

mengemukanya

dimensi

ekonomi (geoekonomi) dari kekuatan menyebabkan, antara lain:
1)

faktor ekonomi telah dijadikannya sebagai "senjata" untukmemaksakan kehendak;

2) munculnya Lembaga Keuangan Internasional sebagai kekuatanpolitik global;
3) berkembangnya regionalisme ekonomi sebagai upaya untuk meningkatkan posisi
114

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

kekuatan (power position).
Pada pihak lain, dengan adanya perdagangan yang mendunia, setiap pasar
domestik terkait satu dengan yang lain. Maka, soal akses menjadi penting, baik akses
terhadap pasar maupun akses terhadap sumber-sumber masukan bagi industri. Sebagai
konsekuensinya, jalur-jalur pelayaran internasional (sea lanes of communication/SLOC)
menjadi amat vital strategis.Oleh karena itulah, kepentingan bergeser ke arah maritim;
siapa pun yangmenguasai SLOC akan dapat menentukan pasar, atau sebaliknya, gangguan
keamanan terhadap SLOC akan mempengaruhi keadaan pasar. Tidaklah mengherankan
apabila freedom of navigation dan keamanan sepanjang SLOC terjamin sehingga komoditi
perdagangan mengalir secara lancar telahmenjadi pusat gravitasi kepentingan dunia saat
ini. Dapatlah dimengerti bahwa jika dipandang dari sisi ini, Indonesia adalah amat
rawankarena semua SLOC vital antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik melewati
perairan Indonesia. Tiap perkembangan politik dan keamanan di Indonesia serta merta
menjadi perhatian negara-negara besar hanya karena SLOC itu. Bahkan, setiap pergantian
pemerintah atau pemilihan presiden.Hal inimengundang berbagai bentuk intervensi.
Indonesia mempunyai kepentingan yang besar terhadap penyelesaian sengketa di
LCS. Pertama, ada kekhawatiran bahwa konsep Nine Dotted Lines Cina melanggar atau
paling tidak bersinggungan dengan ZEE Indonesia. Akan tetapi konsep

Nine Dotted

Lines sesungguhnya belum jelas benar, baik batas-batasnya maupun apa sesungguhnya
klaim Cina dengan konsep tersebut. Apakah merupakan klaim wilayah ataukah hanya
menandai wilayah kepentingan Cina.
Kedua, Walaupun konflik bersenjata sedapat mungkin akan dihindari oleh Negara
yang bertikai, apabila pertikaian tidak diselesaikan dan ketegangan berlarut, dapat saja
terjadi konflik bersenjata sehingga akan sangat mengganggu perekonomian Indonesia,
mengingat Asia Timur terutama Cina adalah tujuan ekspor Indonesia yang terbesardan
perdagangan tersebut melalui laut Cina Selatan.
Kepentingan Indonesia di LCS dalam arti sempit adalah keamanan dan
keselamatan pelayaran, kebebasan bernavigasi di LCS sebagai media perhubungan utama
bagi ekspor dan impor Indonesia ke dan dari Asia Timur terutama Cina, Jepang, Korea
Selatan dan negara ASEAN lain yang terletak di Pantai Laut Cina Selatan.
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

115

Kepentingan Indonesia yang lebih luas adalah terpeliharanya stabilitas dan
ketahanan regional sebagai kondisi yang mendukung terciptanya stabilitas dan ketahanan
nasional. Dengan demikian, walaupun sengketa di LCS bukan merupakan ancaman
langsung bagi Indonesia, namun Indonesia memiliki kepentingan yang cukup besar.

Strategi Keamanan Nasional dan Pertahanan Nasional
Kepentingan Nasional Indonesia dijabarkan dari tujuan nasional, identifikasi dari
kepentingan nasional akan mengarah pada suatu formulasi kebijakan keamanan nasional
yang kemudian dijabarkan menjadi strategi keamanan nasional yang di dalamnya terdapat
3 komponen utama yaitu strategi ekonomi, hubungan luar negeri atau strategi diplomasi
dan strategi militer. Sayangnya, strategi keamanan nasional Indonesia belum ditetapkan
dengan jelas, sehingga strategi militer Indonesia sebagai bagian dari kepentingan
nasional Indonesia secara keseluruhan menjadi seperti tidak memiliki arah yang tepat.
Indonesia harus selalu memelihara situasi lingkungan strategis dan keamanan regional
yang positif, dan meningkatkan ketahanan regional yang kuat melalui kerja sama bilateral,
multilateral dan internasional.
Gambar 1. Peta Laut Cina Selatan

Meskipun Perjanjian Kemitraan Strategis bilateral telah dibuat antara Indonesia
dan Cina pada tahun 2005, Jakarta agak cemas atas kegigihan ambisi Beijing. Hal yang
116

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

menjadi pusat keprihatinan adalah kepentingan Cina di Laut Natuna, yang memiliki salah
satu bidang terbesar di dunia gas yaitu Natuna Blok Timur, juga dikenal sebagai Blok DAlpha, berisi 46 triliun kaki kubik (TCF) gas alam. Walaupun Beijing telah secara resmi
meyakinkan Jakarta, sehubungan dengan "Pendekatan Sejarah" klaim tumpang tindih
wilayah tersebut, namun Indonesia tampaknya bertekad untuk menunjukkan kepemilikan
yang sah atasnya. Pada bulan Desember 2010, perusahaan minyak nasional, Pertamina,
bermitra dengan Exxon Mobil, Total, dan Petronas Malaysia, untuk mengeksplorasi Blok
Natuna Timur dengan produksi pertama diperkirakan mulai dengan 2021. Namun dengan
tuntutan domestik, keamanan energi Indonesia juga bergantung pada wilayah di luar ZEE
nya. Misalnya, pada Januari 2002, Pertamina setuju dengan Petro Vietnam dan Petronas
untuk bersama-sama mengeksplorasi Blok 10 dan 11 di Nam Con Sonbasin, bagian yang
terletak dalam klaim Cina. Pada bulan Maret 2001, juga berjanji untuk mengeksplorasi Blok
17 dan blok lepas pantai lain di dekat Vietnam. Hal ini akan sulit bekerja sama secara baikbaik dengan perusahaan minyak Beijing, CNOOC, yang baru mendapat tender daerah gas
untuk pembangunan bersama berdasarkan klaim yurisdiksi Cina.
Selain energi, Jakarta juga memiliki saham di keamanan jalur komunikasi laut
(SLOC), dimana sebagian besar perdagangan transit lewat LCS. Sebagai contoh, empat
terbesar perekonomian Asia Timur Laut (Jepang, Korea Selatan, Cina dan Taiwan) secara
kolektif mencapai sekitar 34% dan 45% dari ekspor non-minyak dan gas Indonesia dan
impor masing-masing. Selanjutnya, Laut Natuna adalah fishing ground kaya yang sangat
memberikan kontribusi bagi perekonomian lokal. Singkatnya seperti diuraikan dalam
pendahuluan, Kawasan Laut Cina Selatan (LCS) menjadi semakin penting, bagi pencapaian
kepentingan nasional Indonesia di Laut Cina Selatan baik dari sisi letak geografis, ekonomi,
politik, dan pertahanan keamanan.

Kesimpulan
Konsep kekuatan Sir Walter Raleigh menganjurkan untuk penguasaan Samudra dan
mendirikan koloni di seluruh dunia untuk menguasai dunia. Alfred Thayer Mahan
menganjurkan penguasaan jalur laut (SLOC) di seluruh dunia, William Michell
menganjurkan pentingnya kekuatan udara, sedangkan Alexander P. de Seversky
Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

117

menganjurkan pentingnya persenjataan antarbenua. Paham bangsa Indonesia tentang
perang adalah bahwa perang hanya digunakan untuk mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan negara sehingga Indonesia tidak mengembangkan teori klasik. Namun, bila
memilih cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, dan bangsa Indonesia
mengembangkan Wawasan Nusantara demi kejayaan negara dan bangsa.
Meskipun Indonesia memiliki kepentingan nasional yang berbeda, Jakarta sangat
menyadari bahwa akan lebih banyak kehilangan jika putus hubungan dengan Beijing. Dari
sisi geoekonomi, diketahui Cina telah berjanji memberikan kredit investasi senilai US $19
miliar dan US $9 miliar pinjaman untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dalam
pertahanan, Cina dan Indonesia telah menjalin kerja sama, antara lain, pada
pengembangan bersama rudal angkatan laut dan produksinya. Baru-baru ini, Beijing
menawarkan untuk membangun sistem pengawasan pesisir di Indonesia senilai US $158
juta untuk melengkapi sistem yang telah disediakan oleh AS, yang nilainya hanya US $57
juta.
Selain itu, kedua negara sepakat untuk mendirikan Indonesia-China Centre for Ocean
and Climate (ICCOC)untuk penelitian oseanografi dan cuaca, dengan Kepulauan Natuna
sebagai salah satu lokasi tersebut. Kerja sama ini, bagaimanapun, tidak eksklusif. Jakarta
menganggap kepentingannya akan lebih baik jika Indonesia memilih menjalankan politik
bebas aktif, mempertahankan kemerdekaan strategis dengan membangun strategi
kemitraan dengan kekuatan ganda. Meskipun demikian, realitas geopolitik segera
mungkin Jakarta untuk kembali menyelaraskannya, terutama jika situasi di LCS
memburuk. Ini dapat menimbulkan pilihan sulit untuk elit Jakarta untuk ikut-ikutan baik
dengan Cina yang agresif, atau menyeimbangkannya dengan kekuatan lain. Yang pertama
akan melihat Indonesia lebih jauh dalam menengahi perselisihan, tetapi dengan trade-off
mungkin dengan Cina menyangkal klaim historisnya atas perairan Natuna, selain
menerima bantuan lebih lanjut secara bilateral. Yang terakhir akan melihat pengetatan
kemitraannya Indonesia dengan Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan
bahkan menyambut kehadiran India di daerah ini, sedangkan pada saat yang sama,
menguatkan dirinya untuk menghadapi Cina.
Jakarta juga bisa menjadi lebih berani untuk melakukan advokasi untuk persatuan
ASEAN dalam menghadapi vis-a-vis Beijing. Namun apapun pilihan itu membuat, Jakarta
118

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

juga harus memahami bahwa pertahanan terbaik mengandalkan kemampuan diri sendiri,
yaitu melalui modernisasi lanjutan dari Angkatan Laut dan Udaranya untuk meningkatkan
kehadirannya dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di Natuna dan perairan
sekitarnya .
Oleh karena itu dapat direkomendasikan bahwa di samping tetap menjaga
kenetralan Indonesia di LCS, Indonesia tetap harus menjaga kepentingan nasionalnya
dengan membangun kemitraan strategis dan memberdayakan industri pertahanan
strategis guna memperoleh kemampuan yang mandiri dalam menjaga kedaulatannya.
Untuk ini dibutuhkan komitmen yang tinggi dari para pemimpin nasional, negarawan,
kontemporer dan visioner.
Secara

rasional

dalam

kondisi

damai,

membangun

kemitraan

strategis

perdagangan dengan Cina, sedang dalam hal persenjataan Amerika. Atau dengan bahasa
yang sederhana untuk berdagang lebih dekat Cina untuk persenjataan lebih dekat
Amerika. Indonesia seyogyanya tetap lebih memilih cinta damai dan cinta kemerdekaan
dengan Wawasan Nusantara demi kejayaan negara dan bangsa.

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3

119

Daftar Pustaka
Jurnal
Ristian, Supriyanto Atriandi.
. Indonesia’s South China Sea Dilemma: Between Neutrality and
Self-Interest. RSIS. Juli 2012.

Makalah
Makalah Panglima TNI pada pertemuan ASEAN Chief of Defence Force Informal Meeting
(ACDFIM), The Role of Indonesian Defence Force (TNI) in Synergizing The Roles of ASEAN Militaries in
Response to Current Security Challenges at South Cina Sea ,Jakarta, 21 April 2011.
Makalah Sespusjianstra TNI, South East Asia Maritime Security Challenges: Indonesian
Perspective’, NADI Vietnam, April
.
Modul Geopolitik, Lemhannas 2013.

Website
Arrahmah, http://arrahmah.com/read/2011.
Dirkersin Kemhan, Kerja sama pertahanan , Mei 2011.
Kemlu, Posisi Indonesia terhadap Kawasan Asia Pasifik , Juni
, dalam
http://www.deplu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=Bilateral&l=id
Kemlu, Pertemuan Kelompok AM (PKA), "Perkembangan di Laut Cina Selatan dan Dampaknya
bagi Stabilitas Politik dan Keamanan di Kawasan Asia Pasifik: Penguatan Posisi dan Strategi
RI", 29 November 2010, dalam http://www.kemlu.go.id.
Kerja sama bilateral , dalam http://www.deplu.go.id, Juni 2011.
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara, dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Perhimpunan_Bangsa-bangsa_Asia_Tenggara,
Seputar Indonesia, http://www.seputar-indonesia.com, diakses 2011.
Wikipedia, 2011; http://www.aseansec.org/about_ASEAN.html, 2011; dan
Wikipedia, 2011; http://id.wikipedia.org/wiki/Republik_Rakyat_China.

120

Jurnal Pertahanan Desember 2013, Volume 3, Nomor 3