LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI TANAH DAN A

LAPORAN PRAKTIKUM
KONSERVASI TANAH DAN AIR
ACARA I
PENGUKURAN ENERGI KINETIK HUJAN DENGAN METODE
SPLASH CUPS

Oleh:
Nama : Sella Wulandari
NIM : A1L012151
Kelas : Agroteknologi C

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Air adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup di
bumi. Secara umum banyaknya air yang ada di planet ini adalah sama

walaupun manusia, binatang dan tumbuhan banyak menggunakan air untuk
kebutuhan hidupnya. Jumlah air bersih sepertinya tidak terbatas, namun
sebenarnya air mengalami siklus hidrologi di mana air yang kotor dan
bercampur dengan banyak zat dibersihkan kembali melalui proses alam.
Air dalam tanah berasal dari air hujan yang ditahan oleh tanah
sehingga tidak meresap ke tempat lain, disamping campuran bahan mineral
dengan bahan organik, maka dalam proses pembentukan tanah terbentuk
pula lapisan – lapisan tanah atau horizon – horison. Tanah akan kehilangan
bahan – bahan mineral tersebut jika tanah dipergunakan secara terus menerus tanpa memperhatikan kaedah – kaedah konservasi maupun
pengelolaan tanah yang baik.
Sumber daya alam utama, yaitu tanah dan air, mudah mengalami
kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh kehilangan
unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran, terkumpulnya garam
didaerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya atau terungkapnya unsur atau
senyawa yang merupakan racun bagi tanaman, penjenuhan tanah oleh air,
dan erosi. Kerusakan tanah oleh satu atau lebih proses tersaebut
menyebabkan

berkurangnya


kemampuan

tanah

untuk

mendukung

pertumbuhan tumbuhan atau menghasilkan jasa atau barang.
Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang
salah telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya
pembukaan hutan, pembukaan areal lain untuk tempat tanaman, perladangan
dan lain sebagainya. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri selagi manusia
tidak bersedia untuk mengubah sikap dan tindakannya sebagaimana
mestinya, demi mencegah atau menekan laju erosi. Pada akhirnya
manusialah yang menentukan apakah tanah yang diusahakan akan rusak

atau tidak berproduksi atau justru menjadi baik. Oleh karena itu, untuk
mengetahui kemampuan hujan yang dapat menimbulkan erosi perlu
dilakukan pengujian salah satunya ialah dengan metode splash cup.

b. Tujuan
Praktikum Konservasi Tanah dan Air acara Pengukuran Energi
Kinetik Hujan dengan Metode Splash Cup bertujuan untuk :
1. Mengetahui besarnya energi kinetis hujan melalui pendekatan splash cup
dengan media pasir.
2. Mengetahui energi kinetis hujan pada berbagai macam vegetasi.

3. Melihat hubungan antar energi kinetis hujan dengan jumlah curah hujan
bulanan.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Hujan merupakan satu bentuk presipitasi yang berwujud cairan.
Presipitasi sendiri dapat berwujud padat (misalnya salju dan hujan es) atau
aerosol (seperti embun dan kabut). Hujan terbentuk apabila titik air yang
terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan
bumi karena sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering. Hujan jenis
ini disebut sebagai virga (Anonim, 2008).

Hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Lembaban
dari laut menguap, berubah menjadi awan, terkumpul menjadi awan mendung,
lalu turun kembali ke bumi, dan akhirnya kembali ke laut melalui sungai dan
anak sungai untuk mengulangi daur ulang itu semula (Kartasapoetra, 1985).
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari
merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu.
Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju,
hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan
menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau
langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai
tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu
dalam tiga cara yang berbeda:
1. Evaporasi / transpirasi - Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di
tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan
kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan
menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (precipitation) dalam
bentuk hujan, salju, es (Arsyad, 1989).
2. Infiltrasi / Perkolasi ke dalam tanah - Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air
dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal

atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki
kembali sistem air permukaan (Arsyad, 1989).
3. Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran
utama dan danau; makin landai lahan dan makin sedikit pori-pori tanah,
maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat
biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan
membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan disekitar
daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir
maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah
permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir
ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponenkomponen siklus hidrologi yang membentuk sisten Daerah Aliran Sungai
(DAS).Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah
adalah wujud dan tempatnya (Arsyad, 1989).
Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi
selama satu bulan dengan nilai rata – rata atau normal dari bulan tersebut di
suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu :
1. Atas Normal ( A )

Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115 %
2. Normal ( N )
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya antara 85 % – 115 %
3. Bawah Normal ( BN )
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya kurang dari 85 %
(Kartasapoetra, 1985).
Erosi dapat terjadi karena tumbukan air hujan (energi kinetik) yang
mengenai tanah yang tidak tertutup atau dari kecepatan aliran air yang tidak
dihambat oleh akar – akar atau vegetasi (Sutedjo, 2002).
Pohon – pohon besar juga dapat mengakibatkan erosi bila bentuk
daunnya membentuk mangkuk sehingga berpotensi mengakumulasi air hujan
dan dibawahnya tidak ada penutup tanah (misal serasah, semak dan
rerumputan). Tapi bila hanya mengandalkan rerumputan juga tidak bagus untuk

tanah, bila tidak ada pohon yang memiliki akar akar tunjang, tanah tidak ada
yang mengikat, sehingga bila tanah jenuh dengan air akibatnya bisa longsor
(tanah terlalu berat menahan beban dari air yang terkandung didalamnya). Jadi,
sebenernya yang paling baik itu ada pohon dan juga ada serasah semak atau
rumput, jadi ketika air jatuh dari pohon energinya dapat di tahan oleh
tumbuhan dengan ketinggian yang lebih rendah dari pohon (Anonim, 2008).


III. METODE PRAKTIKUM

a. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain pasir
lolos saringan 0.5 mm dan aquades.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain splash
cups, timbangan analitis, penggorengan, dan kompor.
b. Prosedur Kerja

1. Lokasi yang mempunyai berbagai vegetasi dan terbuka ditentukan
untuk menempatkan splash cup pada masing – masing satu titik
dilokasi tersebut.

2. Splash cup yang masih kosong dan bersih ditimbang massanya.
3. Splash cup diisi dengan pasir sampai penuh dan ditimbang kembali
massanya.

4. Sebuah Splash cup yang telah terisi masing – masing ditempatkan pada
titik – titik yang telah ditentukan.


IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Tabel Energi Kinetik
no

Naungan
Awal (A) Akhir (B)
1
288,8
285,7
2
307,9
305,4
3
277,2
275,4

4
334,8
330,4
5
268,5
263,3
6
247,5
241,0
7
269,6
265,7
8
253,1
250
2247,4
2216




Ek
0,517
0,416
0,45
0,733
0,866
1,083
0,65
0,516
5,213

Non Naungan
Awal (A) Akhir (B)
252,7
249,8
298,2
292
262,3
259,8
295,3

290,5
243,5
238,6
270,5
264,6
276,9
274,1
255,5
242,5
2154,9
2111,9

Ek
0,483
1,033
0,416
0,8
0,816
0,9833
0,468
2,167
7,1655

Tabel 2. Tabel uji F
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
∑❑
Rata-

Ek Naungan
0,517
0,416
0,45
0,733
0,866
1,083
0,65
0,516
5,213
0,653875

Ek Non Naungan
0,483
1,033
0,416
0,8
0,816
0,9833
0,468
2,167
7,1655
0,895

rata
Sd2 = 0,45
´
Sd

= 0,056

T tabel 0,05 = 1,833
T hitung = -4,2667
T hitung < T tabel, maka tidak berbeda nyata

a-b (gram)
0,03
-0,617
0,034
-0,067
0,0494
0,0997
0,1834
-1,651
-1,9385
-0,24

(a-b)2 gram
0,0009
0,58
1,1156 x 10-3
4,489 x 10-3
0,44 x 10-3
9,9 x 10-3
0,034
2,73
3,156
0,39

Jadi, energi kinetik antara naungan dan non naungan tidak berbeda nyata karena T
hitung < T tabel sehingga erosi tidak terjadi di keduanya (naungan dan non
naungan )
b. Pembahasan
Sebagai suatu sistem yang dinamis, tanah akan selalu mengalami
perubahan – perubahan yaitu perubahan segi fisik, kimia ataupun biologi.
Perubahan – perubahan ini terutama terjadi karena pengaruh berbagai unsur iklim,
tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia.
Kerusakan tubuh tanah mengakibatkan berlangsungnya perubahan – perubahan
yang berlebihan misalnya kerusakan dengan lenyapnya lapisan olah tanah yang
dikenal dengan istilah erosi tanah (Sutedjo, 2002).
Erosi merupakan salah satu sebab timbulnya kerusakan tanah. Secara
umum, erosi adalah proses penghancuran tanah oleh kekuatan air dan angin.
Kerusakan tanah yang dialami pada tempat terjadinya erosi berupa kemunduran
sifat – sifat kimia dan fisika tanah, seperti kehilangan unsur hara dan bahan
organik dan memburuknya sifat – sifat fisik tanah yang tercermin antara lain
menahan air, meningkatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah dan
berkurangnya kemantapan struktur tanah yang pada akhirnya menyebabkan
memburuknya pertumbuhan tanaman dan menurunnya produktivitas (Sutedjo,
2002).
Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air
merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan untuk daerah-daerah
panas yang kering maka angin merupakan faktor penyebab utamanya. Erosi tanah
yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu:
a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah
b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin
c. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup
lagi untuk mengangkut partikel
(Suripin 2004),
Penyebab utama erosi tanah pada daerah beriklim tropika basah adalah air.

Proses

erosi

kombinasi

oleh

dua

sub

air

merupakan

proses

yaitu

penghancuran struktur tanah menjadi
butir – butir primer dan penghancuran
struktur tanah diikuti pengangkutan
butir – butir tanah tersebut. Proses
penghancuran dan pengangkutan oleh
erosi air ditentukan oleh tenaga penghancur butir hujan, jumlah, serta kecepatan
aliran permukaan, daya tahan tanah terhadap dispersi, dan pengangkutan oleh air
(Kartasapoetra, 1985).
Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap
kejadian longsor dan erosi. Air hujan yang menjadi air limpasan permukaan
adalah unsur utama penyebab terjadinya erosi. Hujan dengan curahan dan
intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (1 jam). Intensitas hujan menentukan besar
kecilnya erosi. Curah hujan tahunan >2000 mm terjadi pada sebagian besar
wilayah Indonesia. Kondisi ini berpeluang besar menimbulkan erosi, apalagi di
wilayah pegunungan yang lahannya didominasi oleh berbagai jenis tanah
(Anonim, 2008).
Sifat – sifat hujan yang mempengaruhi erosi adalah intensitas hujan,
distribusi hujan, jumlah curah hujan, kecepatan jatuh butir hujan, bentuk butir
hujan, dan energi kinetik hujan. Terdapat interaksi antara energi kinetik hujan dan
intensitas maksimum selama 30 menit yang berkorelasi sangat erat terhadap erosi
(Sutedjo, 2002).
Faktor iklim yang mempengaruhi adalah curah hujan, besarnya hujan,
intensitas hujan, dan distribusi hujan yang menentukan kekuatan dispersi hujan
terhadap tanah, jumlah, dan kecepatan aliran permukaan serta kerusakan tanah.
Indeks erosi hujan adalah pengukur kemampuan suatu hujan untuk menimbulkan
erosi. Kemampuan hujan untuk menimbulkan atau menyebabkan erosi dinamai
dengan daya erosi hujan atau erosivitas hujan (Anonim, 2008).

Terdapat beberapa jenis erosi yang seringkali terjadi, diantaranya :
1) Erosi Percikan (Splash Erosion)
Erosi percik adalah terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh
tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos. Erosi ini terjadi pada awal
hujan, dimana intensitas erosi meningkat dengan adanya air genangan, tetapi
setelah terjadi genangan dengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi
percik menjadi minimum.
2) Erosi Kulit (Sheet Erosion)
Erosi kulit adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di
daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian. Erosi kulit
merupakan bentuk erosi yang terjadi setelah erosi percik. Erosi kulit dapat terlihat
secara jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya dan daerah yang
memiliki potensi besar mengalami erosi kulit adalah daerah dengan komposisi
lapisan permukaan tanah atas yang rentan atau lepas terletak di atas lapisan bawah
yang sulit. Besar kecilnya tenaga penggerak terjadinya erosi kulit ditentukan oleh
kecepatan dan ke dalaman air larian.
3) Erosi Alur (Rill Erosion)
Erosi alur adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikelpartikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran
air. Erosi alur terjadi ketika air larian masuk ke dalam cekungan permukaan tanah,
kecepatan air larian meningkat dan akhirnya terjadilah transportasi sedimen.

4) Erosi Parit (Gully Erosion)
Erosi parit merupakan perkembangan lanjut dari erosi alur, dikatakan
sebagai erosi parit apabila alur sudah sangat besar dan tidak dapat dihilangkan
hanya dengan pembajakan biasa atau alur tersebut berhubungan langsung dengan
saluran pembuangan utama. Erosi parit diklasifikasikan menjadi erosi parit
bersambungan dan erosi parit terputus-putus. Sedangkan menurut bentuk
penampang melintangnya erosi parit dibedakan menjadi parit bentuk V dan parit
bentuk U. Erosi parit bentuk V terjadi pada tanah yang relatif dangkal dengan
tingkat kerapuhan tanah (erodibilitas) seragam, sedangkan erosi parit bentuk U
terjadi pada tanah dengan erodibilitas rendah terletak di atas lapisan tanah dengan
erodibilitas tanah lebih tinggi.
Dalam upaya konservasi tanah dan air ada 3 macam atau cara yang
digunakan dalam konservasi, yaitu:
1. Metode vegetatif atau yang lebih dikenal cara biologi.

Metode ini bagi konservasi tanah adalah suatu cara pengolahan tanah atau
lahan miring (sengkedan) dengan menggunakan tanaman yang dapat menunjang
upaya konservasi tanah. Tanaman yang dipakai dalam konservasi tanah ini
bertujuan untuk mengembalikan struktur tanah yang telah rusak dan mencegah
terjadinya bahaya erosi. Penggunaan tanaman tidak hanya sebagai pencegah
terjadinya bahaya erosi, tanaman penutup lahan ini berfungsi juga untuk menahan
air hujan yang turun agar tidak langsung jatuh ke permukaan tanah, sehingga
dapat menambah kesuburan tanaman dan kesuburan tanah.Contoh penggunaan
tanaman penutup dalam konservasi tanah dan air adalah tanaman tumpang sari,
mulsa organik yang berasal dari tanaman dan pupuk hijau (Arsyad, 1989).
2.

Metode mekanik
Metode mekanik adalah metode yang menggunakan tanah dan batu sebagai

sarana konservasi tanahnya dengan cara membuat bangunan/benteng. Metode ini
bertujuan untuk mengurangi terjadinya bahaya erosi dan menampung aliran air
dan sebagai penyedia air bagi tanaman. Beberapa cara konservasi tanah dan air

dengan metode mekanik yang dipakai dalam bidang pertanian adalah pengolahan
tanah dan membuat parit. Pengolahan tanah ini bertujuan untuk menciptakan
kondisi tanah agar dalam keadaan baik dan menunjang bagi pertumbuahan
tanaman. Membuat parit atau celah antara lahan satu dengan lahan yang lainnya.
Hal ini bertujuan untuk menampung aliran air yang mengalir dan yang berasal
dari air hujan sehingga saat musim kemarau tiba tanah tidak cepat menjadi kering
3. Metode kimiawi
Metode kimiawi adalah metode konservasi dengan menggunakan bahanbahan kimia baik organik maupun anorganik guna memperbaiki kesuburan tanah,
sifat tanah dan menekan laju erosi. Salah satu cara kimia dalam usaha pencegahan
erosi adalah dengan pemanfaatan soil conditioner atau bahan pemantap struktur
tanah. Bahan kimia ini memiliki penngaruh yang sangat besar terhadap stabilitas
tanah. Selain stabilitas tanah metode ini tahan terhadap mikroba dan mampu
memperngaruhi

kemampuan

tanah

untuk

menahan

unsur

hara.

Bahan kimia yang banyak di pakai dalam pemantapan struktur tanah ini adalah:
1) MCS : campuran dimethyldichlorosilane dan methyl-trichlorosilane. Cairan
ini dapat mudah menguap, gas yang terbentuk akan bercampur dengan air
tanah dan membuat agregat tanah stabil.
2) Emulsi Bitumen : Bitumen merupakan bahan kimia termurah di bandingkan
dengan senyawa kimia yang lain dan mengandung gugus aktif Carboxyl.
Bahan kimia ini menyebabkan tanah lebih hidrofobik sehingga sangat
bermanfaat bagi pembentukan agregat tanah yang mudah mengeras
3) Polyacrylamide (PAM).
Dari 3 macam metode yang digunakan dalam konservasi air dan tanah, metode
vegetatife atau biologi dan metode mekanik yang banyak digunakan di daerah
Sleman, Yogyakarta. Hampir setiap perkebunan atau lahan pertanian di daerah
tersebut menggunakan metode ini. Hal ini dikarenakan dapat diaplikasikan
dengan mudah masyarakat sekitar dan tidak membutuhkan biaya yang cukup
mahal. Pada lahan tersebut terdapat tanaman tumpang sari yang berfungsi

untuk mencegah terjadinya erosi dan mulsa yang dipakai untuk menahan air
hujan yang turun agar tidak langsung jatuh ke permukaan tanah. Selain itu di
tepi tiap lahan terdapat bangunan yang berfungsi untuk menampung aliran air,
baik yang berasal dari air hujan maupun dari aliran sungai. Hal ini bertujuan
agar disaat musim kemarau tiba lahan pertanian tidak kehabisan persediaan
air.
Enegi kinetik adalah energi yang dimiliki suatu benda karena gerakannya.
Jadi, setiap benda yang bergerak memiliki energi kinetik. Sedangkan energi
kinetik hujan adalah energi hujan yang jatuh sampai permukaan tanah mempunyai
energi yang disebut dengan energi kinetik. Menurut Chow (1988) bahwa hujan
yang jatuh dari ketinggian 2,5 m dan 3 m tidak menunjukkan perubahan bentuk
hujan. Besarnya energi kinetik, dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Ek = 0,119 + 0,0873 LogI
Keterangan:
Ek : energi kinetik (MJ/ha.mm)
I : Intensitas hujan(mm/jam).
Persamaan lain dalam menghitung energi kinetik juga dijelaskan oleh
Wischmeier dan Smith (1965), yaitu :
E = 210 + 89 Log I
keterangan:
E : energi kinetik air hujan (ton-meter/ha/cm)

I : intensitas hujan (cm/jam).
Sedangkan menurut Hudson (1965) dalam Morgan (2005), untuk
menghitung indeks erosivitas di daerah hujan tropis menggunakan persamaan
berikut:

Ek = 0,298 (1−

4,29
)
I

keterangan:
Ek : energi kinetik air hujan (MJ/ha/mm)
I : intensitas hujan (mm/jam)
Persamaan lain disebutkan oleh LAL (1977) dalam menghitung indeks
erosivitas, yaitu :

Ek = [

( IV 2)
¿
2

Keterangan :
Ek : Energi kinetis hujan Watt/m2
I : Intensitas hujan m/det
V : Kecepatan hujan m/det.
Vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal, atau hutan yang
lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad,
1989). Asdak (1995) mengemukakan bahwa yang lebih berperan dalam

menurunkan besarnya erosi adalah tumbuhan bahwa karena ia merupakan stratum
vegetasi terakhir yang akan menentukan besar kecilnya erosi percikan. Pengaruh
vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dibagi dalam lima bagian (Arsyad,
1989), yakni:
1. Sebagai intersepsi hujan oleh tajuk tanaman.
2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
3. Pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan
dengan pertumbuhan vegetasi dan pengaruhnya terhadap stabilitas
struktur dan porositas tanah.
4. Transpiransi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang
sehingga meningkatkan kapasitas infiltrasi.
Pada praktikum pengukuran energy kinetik hujan ini, digunakan metode
splash cup yang terdiri dari 4 buah. Dua buah splash cup akan diletakkan di
tempat yang ternaungi, dan dua buah lagi diletakkan di tempat yang tidak
ternaungi. Masing-masing kelompok menempatkan splash cup di titik yang
berbeda untuk mendapatkan nilai Energi Kinetik dari tempat yang berbeda. Splash
cup ini terbuat dari potongan botol air mineral. Sebelum splash cup diisi dengan
pasir, splash cup diukur terlebih dahulu diameter nya untuk mendapatkan luas
lingkaran. Setelah itu baru dilakukan pengisian splash cup dan ditimbang untuk
mengetahui berat awal nya. Setelah dilakukan peletakkan splash cup selama 2 x
24 jam, kemudian pasir dikeringkan dengan cara di sangrai lalu ditimbang
kembali untuk mendapatkan berat akhir.
Selanjutnya dihitung energy kinetik setiap splash cup dan dihitung rata-rata
nya. Dari pengamatan yang telah dilakukan, masing-masing kelompok memiliki

hasil energy kinetik rata-rata yang berbeda karena peletakkan splash cup ditempat
yang berbeda.. Nilai rata-rata energy kinetik yang ternaungi kelompok 4 yaitu
0,653875 Joule/m2. Sedangkan nilai rata-rata energy kinetik yang tidak ternaungi
adalah kelompok 4 yaitu 0,895 Joule/m2.
Setelah itu dianalisis menggunakan T tabel 5% dan didapat nilai sebesar
1,833 sedangkan untuk T hitung sebesar – 4,2667. Dapat ditarik kesimpulan
bahwa pada EK splash cup yang di naungi maupun EK splash cup yang tidak
ternaungi, F hitung lebih kecil daripada F tabel sehingga tidak berbeda nyata yang
artinya erosi tidak terjadi di keduanya.

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan

1.

Berdasarkan hasil praktikum rata-rata energy kinetis hujan pada non
naungan adalah 0,653875 joule/ jam mm sedangkan pada daerah
ternaungi adalah 0,895 joule jam mm.

2.

Semakin besar jumlah curah hujan bulanan maka energy kinetik
hujannya semakin besar.
B. Saran
Sebaiknya praktikum didukung peralatan yang memadai agar lebih dapat

menerapkan alat-alatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Brata, K. R. 1995b. Peningkatan Efektivitas Mulsa Vertikal sebagai Tindakan
Konservasi Tanah dan Air pada Pertanian Lahan Kering dengan
Pemanfaatan Bantuan Cacing Tanah. J. Il. Pert. Indon. 5 (2): 69 – 75.
Dariah, A., F. Agus, S. Arsyad, Sudarsono, dan Maswar. 2004a. Erosi dan aliran
permukaan pada lahan pertanian berbasis tanaman kopi di Sumberjaya,
Lampung Barat. Agrivita 26 (1): 52-60.
Djajadi, Mastur, dan A.S. Murdiyati. 2008. Teknik konservasi untuk menekan
erosi dan penyakit lincat pada lahan tembakau Temanggung. Jurnal Littri
14(3), September 2008. Hlm. 101 – 106.
Huffman, G.J., R.F. Adler, D.T. Bolvin, and E.J. Nelkin. 2010. “The TRMM
Multi-satellite Precipitation Analysis (TMPA)”. In M. Gebremichael and F.
Hossain (Ed.). Satellite Rainfall Applications for Surface Hydrology (pp.
3-22). Springer Verlag, Netherlands
Kartasapoetra, A.G, dan M.M. Sutedjo. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan
Air. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Sutedjo, M.M., dan A.G Kartasapoetra. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit
Bineka Cipta. Jakarta.
Suharto, E. 2006. Kapasitas Simpan Air Tanah pada Sistem Tata Guna Lahan LPP
Tahura Raja Lelo, Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia, Vol 8 No. 1. Hlm
44-49 ISSN 1441-0067, Bengkulu