Alat Pengambilan keputusan manajemen agr
Alat Pengambilan Keputusan
Oleh :
Kelompok 7
Tienni M Simanjorang
Wulan priantika
Nurlina H
MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
ANGKATAN XXXI 2015
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
(Decision making)
Pengertian keputsan dan pengambilan keputusan
Setiap manusia dalam usaha mempertahankan hidupnya di dunia selalu dihadapkan
kepada berbagai macam masalah atau persoalan,hanya tingkat atau kadar
masalahnya yang berbeda-beda dan selalu berubah-ubah.setiap masalah dituntut
adanya suatu penyelesaian yang diwujudkan dalam suatu keputusan. Kadang-kadang
masalah itu demikian ruwet dan beratnya sehingga merupakan suatu problem solving.
Pratjihno S.H. dalam bukunya yang berjudul “penuntun penyusunan surat keputusan”
mengatakan keputusan adalah suatu pilihan atau tindakan yang akan diambil, yang
diadakan atau ditarik karena adanya suatu ketidaksamaan pendapat, suatu keraguan
atau suatu keadaan lain yang menyebabkan adanya pertimbangan-pertimbangan atau
pilihan untuk mengambil tindakan yang akan dilaksanakan.
Dikatakan lebih lanjut pengambilan keputusan meliputi seluruh proses yang
menetapkan tujuan, menentukan tugas, mencari pilihan, menentukan pilihan, dan
mengembangkan rencana. Mengutip pendapat C.William Emory & Powell Niland dalam
bukunya Making Management Decisions, Pratjihno SH mengatakan, pengambilan
keputusan mencakup segala kegiatan yang mendidik, yang menciptakan yang bersifat
diagnostis, menilai yang mendahului titik pemutusan. Dengan demikian jika
diperhatikan prosesnya, sebelum ada keputusan, ada pertimbangan atau pilihan. Dan
pertimbangan atau pilihan diadakan mengenai beberapa keadaan, beberapa factor,
beberapa hal, atau beberapa dictum. Semua itu tercakup dalam pengertian mengambil
keputusan.
Bayu Surianingrat dalam bukunya “Pengntar Dinas Staff” mengatakanbahwa :
“mengambil keputusan berarti memilih satu alternatif dari dua atau lebih alternative.”
Hall ini berarti bahwa jika tidak ada pilihan atau hanya ada satu alternative saja maka
tidaklah ada pengambilan keputusan.
Prof. O.F.Peterson mengatakan pengambilan suatu keputusan berarti mencapai suatu
kesimpulan. Suatu masalah yang pada mulanya dalam mencari pemecahannya
menimbulkan
kesangsian,terumbang-ambing
dalam
perdebatan
atau
pertentangan,tetapi akhirnya mencapai suatu kesimpulan yang logis yang membawa
kepada berakhirnya kesangsia dan perdebatan. Dikatakan lebih lanjut bahwa
keputusan adalah suatu tindakan pemilihan didalam dimana si eksekutif mencapai
suatu kesimpulan tentang apa yang harus atau tidak harus dilakukan dalam suatu
keadaan tertentu. Suatu keputusan adalah merupakan suatu tingkah laku yang telah
dipilih dari sejumlah alternative.
Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya yang berjudul “Pengambilan Keputusan”
(Decisions Making), memberikan definisi: “Keputusan adalah suatu pengakhiran atau
pemutusan dari pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem,
untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah
tersebut, dengan menjatuhkan pilihan (choice) pada masalah satu alternative yang
tertentu. Yang dimaksud dengan masalah atau problem adalah suatu penyimpangan
atau deviasi secara tidak terduga sebelumnya dari apa yang dikehendaki,
diperhitungkan, direncanakan atau diperintahkan.”
Jawaban terhadap suatu maslaah yang sebenarnya, selalu terdapat beberapa
kemungkinan atau alternatif, dan suatu desisi berarti menjatuhkan pilihan pada salah
satu alternative yang tertentu. Sedang pengambilan keputusan merupakan suatu
proses dan berlangsung dalam suatu system, walaupun merupakan suatu keputusan
atau desisi pribadi sekalipun yang menyangkut suatu masalah pribadi, pula.
Pengambilan keputusan pada pokoknya adalah jawaban terhadap pertanyaan apakah
yang harus diperkuat (what is to do).
Louis A. Allen mengatakan, mengambil keputusan ialah pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer dalam mendpaatkan kesimpulan-kesimpulan dan pendapat-pendapat.
Siagian mengatakan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis
terhadap suatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang sistematis itu menyangkut
pengetahuan tentang hakekat daripada masalah yang dihadapi itu, pengumpulan fakta
dan data yang relevan dengan masalah yang dihadapi, analisa masalah dengan
mempergunakan fakta dan data, mencari alternative pemecahan, menganalisa setiap
alternatif sehingga diketemukan alternative yang paling rasional, dan penilaian
daripada hasil yang dicapai sebagai akibat daripada keputusan yang diambil.
Berdasarkan beberapa pengertian seperti yang telah diutarakan di atas dapat diberikan
suatu kesimpulan bahwa; pengambilan keputusan adalah rangkaian kegiatan atau
merupakan proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam usaha memecahkan
suatu masalah atau problem yang sedang dihadapi kemudian menetapkan
berbagaimacam altenatif untuk diadakan pemilihan atau seleksi satu diantara beberapa
alternative yang dianggap paling baik dan tepat untuk dilaksanakan. Jadi mengambil
keputusan berarti memilih dan menetapkan satu alternatif yang dianggap paling tepat
dari beberapa alternative yang dihadapi. Alternative yang dipilih dan ditetapkan itulah
yang selanjutnya disebut keputusan atau decision. Jadi keputusan atau decision
adalah merupkan finish atau pengakhiran daripada suatu proses pemikiran tentang
suatu problem atau masalah yang dihadapi. Orang atau pejabat yang berwenang
mengambil keputusan disebut decisonmaker.
Proses pengambilan keputusan hanyalah merupakan prosedur yang logis untuk
mengidentifikasi masalah, menganalisisnya, dan menghasilkan pemecahan. Proses
pengambilan keputusan melibatkan tiga unsur yang perlu yaitu
1.
Pengambilan keputusan didasarkan pada fakta, pengambilaan keputusan
melibatkan analisis informasi faktual,
2. Proses pengambilan keputusan membutuhkan unsur pertimbangan,
3. Penilaian yang subjektif terhadap situasi berdasarkan
pengalaman dari
pandangan umum.
Langkah-langkah pengambilan keputusan :
1.
2.
3.
4.
5.
Identifikasi masalah
Ikhtisar fakta
Penataan alternatif
Analisis dan pemilihan keputusan
tindakan
Setelah langkah-langkahdalam tahapan pengambilan keputusan dilakukan maka
selanjutnya adalah menentukan alat keputusan yang diambil. Alat keputusan tersebut
terdiri dari :
-
Analisis volume-biaya
Analisis volume-biaya merupakan alat untuk menguji
biaya dan volume bisnis yang
jenis biaya yang
hubungan antara
dilakukan. Alat ini menganalisis perbedaan
dibebankan oleh setiap agribisnis dan bagaimana
mereka dipengaruhi oleh volume bisnis yang dilakukan. Analisis Volume
biaya biasanya juga disebut analisis Impas
menunjukkan tingkat bisnis
yang perlu agar impas (pendapatan sama dengan biaya) dan menghasilkan
sejumlah laba berdasarkan berbagai macam asumsi tentang biaya dan
harga.
Dasar untuk analisis volume-biaya adalah pemisahan biaya ke dalam dua
-
kategori yakni :
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah karena volume bisnis, biaya
ini tetap dikeluarkan oleh perusahaan bahkan pada saat tidak berproduksi
sekalipun misalnya biaya tenaga kerja tetap, pajak, asuransi, penyusutan,
-
sewa atau lease, beban kantor dan biaya utilitas.
Biaya variable yaitu biaya yang berubaah secara langsung sesuai dengan
volume penjualan. Semakin banyak yang diproduksi maka semakin besar
pula biaya variabelnya. Ciri-cirinya adalah biaya per unit tetap, tetapi
totalitasnya berubah-ubah. Yang termasuk dalam biaya variable antara lain :
Biaya kerja lembur, biaya operasional, piutang yang tidak tertagih dan lainlain.
Dari jenis biaya tetap dan biaya variabel, ada masalah khusus yang kita jumpai jenis
biaya
yaitu;
1. Biaya semi variabel, yaitu biaya yang sebagian tetap dan sebagian variabel. Separti
misalnya rekening listrik, ada pembebanan tetap setiap bulan dan beban penggunaan
variabel ditambahkan.
2. Biaya inkremental yang tidak konstan, yaitu dimana kesulitan lain adalah biaya
varibel yang bertambah karena peningkatan penjualan tetapi pernambahan tersebut
tidak konstan. Artinya , apabila penjualan meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi,
tambahan biaya untuk setiap unit meningkat lebih kecil atau lebih besar.
3. Biaya tetap per rentang produksi, beberapa biaya bersifat tetap untuk suatu rentang
produksi saja sehingga apabila rentang tersebut dilewati dan dicapai suatu jumlah
produk tertentu maka biaya tetap berubah.
Langkah-langkah analisis Volume-Biaya:
1. Mengidentifikasi biaya tetap dan biaya variabel. Menentukan jenis biaya apa
saja yang masuk ke biaya tetap dan biaya variabel.
2. Mengiktisarkan biaya tetap dan biaya variabel. Menentukaan jumlah biaya tetap
dan biaya variabel dalam jumlah rupiah atau bentuk fisis (ton/kg).
3. Menghitung kontribusi terhadap overhead. Kontribusi terhadap overhead (KTO)
merupakan inti analisis volume-biaya dan banyak keputusan manajemen
terpenting. Hal itu menunjukkan bagian dari setiap unit penjualan yang tersisa
setelah biaya variabel tertutup , jadi dapat digunakan untuk menutupi biaya
tetap atau overhead.
4. Menghitung titik Impas (BEP), berapa unit (dolar) penjualan harus dicapai
dengan setiap unit menyumbang terhadap biaya overhead agar semua biaya
tertutupi.
Kegunaan analisis volume –biaya biasanya untuk digunakan untuk merencanakan
Laba, tidak hanya menghitung titik impas saja. Selain itu analisis volume-biaya ini
sederhana dan daya terapnya pada situasi nyata.
-
Analisis Investasi Barang dan Modal
Investasi barang modal merujuk pada pembelian peralatan atau fasilitaas
yang biasanya memerlukan pengeluaran kas yang relatif besar dan akan
digunakan dalam periode yang sangat panjang. Dampak dari keputusan
investasi dapat mempengaruhi bisnis untuk tahun-tahun mendatang.
Ada 4 metode yang biasa dipergunakan dalam analisis investasi barang dan
modal, yaitu :
-
Metode Rasa Butuh; metode ini lebih bersifat tindakan atas dorongan hati,
-
rasa was-was, dan dugaan, bukan karena pertimbangan yang matang.
Periode Impas/pemulihan; jangka waktu yang diperlukan investasi untuk
-
menghasilkan laba yang memadai guna menutupi biaya investasi itu sendiri.
Pengembalian sederhana; Tingkat pengembalian sederhana merujuk pada
-
laba yang dihasilkan oleh investasi dari investasi tersebut.
Nilai sekarang; nilai investasi pada saat ini yang dihitung berdasarkan hasil
yang akan diterima pada waktu yang akan datang. Konsep ini mengacu
pada nilai waktu dari uang.
Untuk menentukan rangking investasi digunakan beberapa metode antara lain :
-
Pay Back Period adalah suatu metode untuk menentukan rangking usulan
investasi dengan melihat jangka waktu atau periode yang diperlukan agar
dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan
proceeds yang diharapkan.
a. Untuk investasi yang proceeds tiap tahunnya sama, contohnya jika
suatu usulan investasi sebesar Rp 6.000.000,- proceeds per tahun Rp
2.000.000,-. Umur investasi tersebut adalah 5 tahun, maka pay back
period 3 tahun :
6.000.0000
Pay back period =
x 1 tahun = 3 tahun
2.000.000
b. Untuk investasi yang proceeds tiap tahunnya tidak sama, contohnya jika
usulan investasi sebesar Rp 120.000.000,- selama umurnya proceeds
yang diharapkan sebagai berikut :
Tahun I
Rp 40.000.000,Tahun II
Rp 40.000.000,Tahun III
Rp 30.000.000,Tahun IV
Rp 20.000.000,Tahun V
Rp 20.000.000,Tahun VI
Rp 20.000.000,Untuk menghitung pay back periodnya adalah sebagai berikut :
Jumlah Investasi
Proceeds I
Rp 120.000.000,Rp 40.000.000,- (-)
Rp 80.000.000,Proceeds II
Rp 40.000.000,- (-)
Rp 40.000.000,Proceeds III
Rp 30.000.000,- (-)
Rp 10.000.000,Pay back period 3,5 tahun.
Metode pay back period ini sangat sederhana sekali tetapi mengandung
-
beberapa kelemahan,antara lain :
Tidak memperhatikan time value of money (nilai uang kapanpun dianggap
-
sama).
Tidak memperhatikan proceeds yang diperoleh sesudah pay back period
-
dicapai.
Hanya untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana
-
bukan untuk mengukur keuntungan.
NPV dan PI (Net Present Value dan Profitabilitas Index) Dengan adanya
kelemahan metode pay back period, maka dicari metode lain yang
memperhatikan proceeds yang akan diperoleh serta memperhatikan time
value of money. Yaitu metode net present value, caranya adalah pertamatama hitung nilai sekarang (Present value) proceeds yang diharapkan
berdasarkan discount rate tertentu, Discount rate besarnya ongkos riil yng
harus dikeluarkan untuk menggunakan dana dari alternative sumber dana
yang ada. Selain itu PV proceeds selama usianya dikurangi dengan
investasinya selisihnya disebut dengan NPV (Net present value). Jika NPV
positif maka usulan investasi diterima. Selain dihitung NPVnya juga dihitung
PI (Profitability Index) yaitu jumlah PV proceeds dibagi investasinya. Jika PI
-
lebih besar dari satu maka usulan investasi diterima.
IRR (Internal rate of return), Prinsip IRR adalah bagaimana menetukan
discount rate yang dapat mempersamakan present value of proceeds
dengan investasinya. Pada keadaan tersebut NPV = 0. Dalam hal ini ada
hubungan antara NPV dan IRR, yaitu yang satu mencari NPV pada discount
rate tertentu sedangkan yang lainnya justru mencari discount ratenya.
IRR bisa dicari dengan metode coba-coba, mula-mula dihitung jumlah PV
proceeds dengan DF yang dipilih. Kemudian dihitung jumlah PV proceeds
dan dibandingkan dengan investasinya.
1. Jika PV proceeds > investasi maka gunakan DF yang lebih tinggi lagi.
2. Jika PV proceeds < investasi maka gunakan DF yang lebih kecil lagi.
3. Hal tersebut diteruskan sampai diperoleh suatu DF yang menjadikan PV
proceeds = investasi atau NPV = 0.
-
ROI atau Return on Investment adalah laba atas investasi yang merupakan
rasio
uang
yang
diperoleh
atau
hilang
pada
suatu
investasi.
Nilai ROI relatif terhadap uang yang diinvestasikan dan umumnya
dinyatakan dalam bentuk prosentase bukan sistem desimal.
ROI = (return on investment – initial investment)/invesment x (100)
-
Benefit Cost Ratio (B/C ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu proyek
atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila diperoleh B/C > 1 dan
dikatakan tidak layak bila diperoleh B/C 1, proyek dapa dikatakanlayak dikerjakan.
2. Sebaliknya, jika nilai BCR < 1, proyek tersebut tidak layak utuk dikerjakan.
Secara umum, rumus perhitungan BCR adalah:
BCR = (PV dari manfaat) / (PV dari biaya)
Contoh Kasus :
ANALISIS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii)
DI PERAIRAN PULAU TAKOUW KECAMATAN TOBELO TIMUR
Ontje Fransisca Winesty Tutupary
Abstract
The effect main in an effort which is gets gain. More and more gain which is gotten, therefore
effort will get amends. Farmer or entrepreneur gets to know how big gain which will or be
gotten by makes an analisis effort. Analisis's result following it can be utilized to assess effort
feasibility that is carried on. This research aims to analyze the yield of seaweed cultivation
bussiness in Takouw Island at East Tobelo. Research method used the descriptive qualitative
method for analysis of the business revenue analysis, revenue cost-ratio analysis (R/C), breakevent point analysis (BEP) and return on investment analysis (ROI), while for knowing the
feasibility of a seaweed cultivation business be reviewed based on the investment criteria
analysis of benefit cost-ratio (B/C). The result of the bussines revenue analysis and revenue
cost-ratio (R/C) is interpreted that the bussines seaweed is profitable. BEP (Rp) analysis results
the break -even for seaweed cultivation worth Rp.4.333, with break even-point is 3.837 Kg.
Based on the comparison of the income and capital production ROI values obtained for 0,85
which it’s means any capital gains amaounting by Rp. 100 will obtainable the profit as Rp.
85,00. Based on the calculation B/C ratio, the value of B/C ratio is 1,85 more greater than one,
and it’s conclude that the seaweed cultivation in Takouw Island is feasible.
Keywords : Seaweed cultivation, Business analysis, Feasibility
A. Pendahuluan
Rumput laut atau alga (see weed)
merupakan salah satu potensi sumberdaya
perairan
yang
sudah
sejak
lama
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
bahan pangan dan obat-obatan. Saat ini
pemanfaatan rumput laut telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat yaitu dijadikan
agar-agar, algin, karaginan (carrageenan)
dan
furselaran
(furcellaran)
yang
merupakan bahan baku penting dalam
industri makanan, farmasi, kosmetik dan
lain-lain (Khordi, 2010).
Seiring
dengan
meningkatnya
tingkat pemanfaatan rumput laut maka
permintaan pasar rumput laut baik di dalam
maupun luar negeri juga semakin tinggi.
Salah satu jenis rumput laut yang
mendominasi ekspor di Indonesia yaitu
Eucheuma. Menurut Anggadiredja ddk,
(2011) kebutuhan dunia meningkat setiap
Peluang pengembangan usaha
rumput laut Eucheuma sp. sangat
menjanjikan seiring dengan meningkatnya
permintaan pasar sehingga peluang ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan
melakukan usaha budidaya. Tujuan utama
dalam suatu usaha yaitu memperoleh
keuntungan. Semakin banyak keuntungan
yang diperoleh, maka usaha akan semakin
berkembang. Petani atau pengusaha dapat
mengetahui seberapa besar keuntungan
yang akan atau telah diperoleh dengan
membuat suatu analisis usaha. Hasil analisis
nantinya dapat digunakan untuk menilai
kelayakan usaha yang dijalankan (Khordi,
2011).
Salah satu kawasan di Halmahera
Utara yang telah digunakan masyarakat
sebagai kawasan budidaya rumput laut jenis
Eucheuma cottoni yaitu di perairan Pulau
Takouw. Dalam upaya pengembangan
budidaya rumput laut di perairan Pulau
tahunnya sehingga hampir setiap tahun
terjadi kekurangan bahan baku untuk agar,
karaginan dan lain-lain. Pasar agar di dunia
pada tahun 2001 mencapai 7.630 ton
dengan kebutuhan bahan baku sekitar
76.000 ton rumput laut kering, sedangkan
hasil panen hanya sekitar 55 ton dengan
demikian terjadi kekurangan bahan baku
sekitar 21.000 ton. Pasar karaginan pada
tahun 2001 untuk Eucheuma sp. mencapai
33.000 ton dengan kebutuhan bahan baku
karaginofit 165.000 ton, sementara produksi
Eucheuma sp. hanya mencapai 149.000 ton
sehingga masih terdapat kekurangan 16.000
ton. Kebutuhan Eucheuma sp. di dalam
negeri dan ekspor pada tahun 2005 sebesar
50.000 ton, sedangkan produksinya baru
mencapai 32.000 ton sehingga masih
terdapat kekurangan 18.000 ton.
Takouw masih banyak mangalami kendala,
salah satunya adalah masih terbatasnya data
dan informasi mengenai keuntungan hasil
usaha budidaya rumput laut yang akan atau
telah dicapai. Pembudidaya umumnya tidak
menganalisis hasil usaha yang dijalani
sehingga kelayakan usahanya tidak
diketahui dengan pasti. Berdasarkan
gambaran tersebut maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis
hasil usaha dan kelayakan usaha budidaya
rumput laut di perairan Pulau Takouw.
B.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan
untuk menganalisa kajian literatur yang
berkenaan dengan variabe-variabel yang
digunakan dalam pengumpulan data.
Pendekatan kuantitatif diperoleh dari hasil
wawancara kepada responden. Responden
yang menjadi sampel penelitian didasarkan
pada
purposive
sampling
yaitu
penentuannya berdasarkan kriteria atau
pertimbangan tertentu atau sesuai tujuan.
Dalam Penelitian ini yang menjadi
responden yaitu pembudidaya rumput laut.
Data yang diambil merupakan data primer
yaitu data yang diperoleh dari responden
atau berdasarkan observasi lapangan yaitu
melakukan pengamatan atau peninjauan
langsung ke lapangan untuk melihat
aktivitas budidaya.
Dalam penelitian ini digunakan
analisis usaha, yaitu analisis jangka pendek
atau analisis yang dilakukan untuk
mengetahui besarnya keuntungan yang
diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam
waktu satu tahun. Metode analisa usaha
terdiri atas analisis pendapatan usaha,
analisis revenue cost ratio (R/C), analisis
break even point (BEP) dan analisis return
on investmen (ROI). Untuk mengetahui
layak tidaknya usaha budidaya di perairan
Pulau Takouw di tinjau berdasarkan analisis
kriteria investasi Benefit Cost Ratio (B/C).
B.1. Analisis Usaha
a. Analisis Pendapatan Usaha
Analisis pendapatan usaha dapat dicari
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
¶ = TR – TC
Keterangan:
¶ = Pendapatan usaha
TR = Penerimaan total (total revenue)
TC = Biaya total (total cost)
Dengan kriteria:
TR > TC : Usaha menguntungkan
b. Analisis Revenue–Cost Ratio (R/C)
TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan
(titik impas)
TR < TC : Usaha mengalami kerugian
periode tertentu
menguntungkan:
(1
tahun)
apakah
R/C = TR/TC
Keterangan:
TR = Penerimaan total (total revenue)
TC = Biaya total (total cost)
Dengan kriteria :
R/C > 1 : Usaha menguntungkan
R/C = 1 : Usaha impas
Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana manfaat yang
diperoleh dari kegiatan usaha selama
BEP(Rp) =
d. ROI (Return On Invesment)
Peluang pengembangan usaha tidak
terlepas dari pertimbangan ekonomi
diantaranya besar keuntungan dan lama
waktu pengembalian investasi. Return on
invesment (ROI) adalah nilai keuntungan
yang diperoleh dari sejumlah modal,
dengan rumus (Indriani dan Suminarsih,
2003):
ROI =
R/C < 1 : Usaha rugi
2.2. Analisis Kelayakan Usaha
c. Analisis Break Event Point (BEP)
Break even point adalah suatu
keadaan dimana modal telah kembali semua
atau pengeluaran sama dengan pendapatan,
atau keadaan titik impas yaitu merupakan
keadaan dimana penerimaan perusahaan
(TR) sama dengan biaya yang ditanggung
(TC), atau TR = TC. Break even point dapat
dirumuskan sebagai berikut (Kordi, 2011):
BEP(Kg) =
a. Analisis Kriteria Investasi Benefit
Cost Ratio (B/C).
Menurut Indriani dan Suminarsih
(2003) Benefit Cost Ratio merupakan
analisa yang paling sederhana karena masih
dalam keadaan nilai kotor. Lewat analisis
B/C dapat diketahui kelayakan suatu usaha.
Bila nilainya 1 (satu), berarti usaha itu
belum mendapatkan keuntungan dan perlu
adanya pembenahan. Rumus untuk
mendapatkan nilai B/C adalah:
2.
Metode budidaya rumput laut yang
digunakan oleh pembudidaya di
perairan Pulau Takouw adalah metode
jalur (kombinasi metode long line dan
metode rakit).
3.
Luas lahan budidaya rumput laut di
perairan Pulau Takouw yaitu 0,3 ha.
Terdapat 8 unit budidaya rumput laut,
dengan ukuran 8 x 50 m/unit. Pada tiap
unit terdapat 5 tali ris dengan panjang
50 m dan jarak antar tali ris ± 1,5 m.
Pada bagian ujung setiap unit diberi
jangkar beton dan pelampung utama.
Pada setiap 2,5 m tali ris diberi
pelampung yang terbuat dari botol
aqua bekas 600 ml.
4.
Kebutuhan bibit rumput laut yaitu 750
rumpun/unit atau 6000 rumpun untuk
8 unit, dengan berat setiap rumpun 50
gr dan jarak antara rumpun yaitu 30
cm. Dengan demikian total kebutuhan
bibit rumput laut yaitu 37,5 Kg/unit
atau 300 kg untuk 8 unit.
5.
Harga penjualan rumput laut basah
5000/kg dan rumput laut kering
8000/kg.
B/C =
C. Pembahasan
C.1. Gambaran Umum Budidaya
Beberapa
gambaran
umum
menyangkut budidaya rumput laut di
perairan Pulau Takouw sebagai berikut:
1.
Budidaya rumput laut ini merupakan
usaha yang dilakukan oleh satu
keluarga keluarga dengan 3 orang
tenaga kerja.
6.
Dalam satu tahun terdapat 4 kali
produksi rumput laut, dengan 1 kali
produksi ±1,5 bulan.
7.
Analisis usaha lebih difokuskan pada
hasil produksi rumput laut kering.
C.1.1 Biaya Produksi
Biaya produksi mencakup dua
macam yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Menurut Indriani dan Suminarsih (2003)
biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang
penggunaannya tidak habis dalam satu masa
produksi, misalnya bibit, bambu, tali
plastik, pisau dan lain-lain, sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang penggunaannya
habis atau dianggap habis dalam satu masa
produksi, misalnya tenaga kerja. Untuk
budidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw, biaya tetap terdiri dari bibit dan
wadah budidaya sedangkan yang menjadi
biaya variabel adalah biaya perawatan dan
panen. Dalam biaya variabel untuk upah
tenaga kerja tidak dihitung, karena
pengeloaannya dilakukan oleh anggota
keluarga. Rincian biaya tetap dan biaya
variabel
yang
dibutuhkan
oleh
pembudidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel
NO
KEBUTUHAN
SATUAN JUMLAH
HARGA
JUMLAH
SATUAN
/PRODUKSI /TAHUN
(RP)
A
Biaya Tetap
1
Bibit
2
Wadah Budidaya
(RP)
JUMLAH
(RP)
Kg
300
5.000
1.500.000
1.500.000
Tali ris no. 6
Kg
94
40.000
3.760.000
3.760.000
Tali jangkar no. 10
Kg
40
40.000
1.600.000
1.600.000
Tali rafia
roll
14
20.000
280.000
560.000
Pelampung Aqua
Buah
800
350
280.000
580.000
Pelampung Besar
Buah
16
100.000
1.600.000
1.600.000
Perahu jukung
Unit
1
500.000
500.000
500.000
Karung
Buah
20
5.000
100.000
100.000
Jangkar
Buah
16
22.000
352.000
352.000
Pisau
Buah
3
10.000
30.000
60.000
Terpal 4x6 dan 2x3
Buah
1
Bambu
Buah
24
165.000
165.000
165.000
5.000
120.000
240.000
Total Biaya Tetap
B
Biaya Variabel
1
Biaya Perawatan dan Minggu
10.287.000 10.997.000
7
292.500
2.047.500
8.190.000
2.047.500
8.190.000
Panen
Total Biaya
Variabel
TOTAL BIAYA PRODUKSI (BIAYA
TOTAL)
Berdasarkan tabel 1, total biaya
tetap sebesar Rp. 10.287.000/ produksi dan
mengalami kenaikan sebesar Rp. 710.000
menjadi Rp 10.997.000/tahun atau untuk
empat kali produksi. Kenaikan biaya tetap
terjadi karena adanya penyusutan atau
terjadi pergantian beberapa bagian dari
wadah budidaya (tali rafia, pelampung
aqua, pisau dan bambu). Menurut Indriani
dan Suminarsih (2003) biaya tetap dapat
menjadi biaya tidak tetap bila usaha
berjalan dalam jangka waktu yang lama,
dimana perubahan ini disebabkan oleh
adanya penyusutan.
Biaya variabel terdiri dari biaya
perawatan dan panen. Total pengeluaran
dihitung untuk 7 minggu atau untuk satu
kali produksi rumput laut. Rincian biaya
perawatan dan panen terdiri dari konsumsi
3 orang untuk 6 hari kerja/minggu dan
12.334.500 19.187.000
biaya transport ke lokasi budidaya berupa
bensin 5 liter/minggu, dengan total biaya
variabel Rp. 2.047.500/ musim tanam atau
Rp.
8.190.000/tahun.
Berdasarkan
penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel
maka total biaya produksi rumput laut
Eucheuma cottonii di perairan Pulau
Takouw sebesar Rp. 12.334.500/musim
tanam atau Rp. 19.187.000/tahun.
C.1.2. Hasil Produksi
Hasil produksi budidaya rumput
laut Eucheuma cottonii di perairan Pulau
Takouw berkisar dari 140- 290 gr/rumpun,
dengan hasil produksi rata-rata 205
gr/rumpun. Indriani dan Suminarsih (2003);
Kordi (2010) menyatakan bahwa bibit 100
gr dapat dipanen setelah tanaman dengan
berat ikatan (rumpun) 600 gr. Berdasarkan
pernyataan ini maka jika dibandingkan
dengan berat bibit yang dibudidayakan di
perairan Pulau Takouw maka bibit dapat
dipanen setelah mencapai masa panen
dengan berat bibit 300 gr/rumpun.
Perolehan produksi rata-rata rumput laut
205 gr/rumpun, menunjukan bahwa hasil
produksi rata-rata rumput laut di perairan
Pulau Takouw lebih rendah 95 gr dari
kisaran berat rumpun yang ideal untuk di
panen. Rendahnya hasil produksi berkaitan
dengan laju pertumbuhan harian rumput
laut yang dibudidayakan (Indriani dan
Suminarsih, 2003). Selain laju pertumbuhan
rumput laut yang rendah di perairan Pulau
Takouw yaitu 22 gr/minggu atau 3,2 gr/hari
(Panawa, 2013), keadaan ini juga
disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan
rumput laut akibat terjangkit penyakit iceice atau bintik putih (white spot) yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna
thallus menjadi pucat atau tidak cerah,
sebagian thallus pada beberapa cabang
berwarna putih serta membusuk. Penyakit
ice-ice terutama disebabkan oleh perubahan
lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan
(Kordi, 2011). Gambaran hasil produksi
Eucheuma cottonii di perairan Puau
Takouw disajikan pada gambar berikut
(gambar 1):
Berdasarkan hasil produksi ratarata Eucheuma cottonii yaitu 205/rumpun,
dikalikan dengan total 60000 rumpun bibit
maka di peroleh rata-rata total hasil
produksi Eucheuma cott onii di perairan
Pulau Takouw yaitu 1.23 0 Kg. Dari hasil
produksi Eucheuma cotttonii basah, jika
dikeringkan akan mengalami pelepasan
kadar air 10 % dari be rat rumput laut,
sehingga dari 1.230 Kg rumput laut basah
akan menghasilkan 1.107 Kg rumput laut
kering.
C.2. Analisis Hasil Usaha
C.2.1. Analisis Pendapat an Usaha
Gambar 1. Hasil Produksi Eucheuma
cottonii
Pendapatan usaha diperoleh dari
penerimaan total dik urangi dengan biaya
total. Penerimaan total diperoleh dari hasil
produksi rumput laut
dikalikan dengan
basah 1.230 Kg
harga jual Rp.5000/kg
sehingga diperoleh Rp . 6.150.000/produksi
atau Rp. 24.600.00 0/tahun. Dari hasil
produksi rumput laut kering 1.107 Kg
dikalikan dengan harga jual Rp.8000/kg
diperoleh Rp.
8.85 6.000/produksi atau
Rp.35.424.000/ tahun. Biaya total
yang
diperlukan untuk budidaya rumput laut
Eucheuma cottonii di perairan Pulau
Takouw sebesar Rp. 12.334.500/produksi
atau Rp. 19.187. 000/tahun. Rincian
pendapatan usaha disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rincian Pendapatan Usaha Budidaya Eucheuma cottonii di Peraira n Pulau Takouw
NO
URAIAN
1 MUSIM TANAM T OTAL / TAHUN
A.
Biaya Tetap
Bibit (kg)
1.500.000
1.500.000
Wadah Budidaya
8.787.000
9.497.000
10.287.000
10.997.000
2.047.500
8.190.000
2.047.500
8.190.000
Total Biaya Tetap
B.
Biaya Variabel
Biaya Perawatan dan Panen
Total Biaya Variabel
C
Biaya Total atau M odal Produksi
(A+B)
12.334.500
19.187.000
D
Penerimaan
Hasil Produksi Basah (Kg)
1.230
4.920
Hasil Produksi Kering (Kg)
1.107
4.428
Penerimaan Produksi Basah (Rp.
5000/Kg)
6.150.000
24.600.000
Penerimaan Produksi Kering
(Rp.8000/Kg)
8.856.000
35.424.000
Pendapatan Usaha RL Basah (Rp)
-6.184.500
5.413.000
Pendapatan Usaha RL Kering (Rp)
-3.478.500
16.237.000
E
Pendapatan Usaha/Laba Usaha
Berdasarkan rincian tersebut (tabel
2) maka untuk pendapatan usaha pada tiap
masa produksi untuk rumput laut basah
diperoleh penerimaan total (TR) Rp.
6.150.000/produksi tanam < biaya total
(TC) Rp. 12.334.500/produksi sehingga
dapat disimpulkan bahwa usaha mengalami
kerugian karena diperoleh pendapatan
usaha rumput laut basah sebesar –
6.184.500. Pendapatan usaha pada tiap
masa produksi untuk rumput laut diperoleh
penerimaan
total
(TR)
Rp.
8.856.000/produksi < biaya total (TC) Rp.
12.334.500/produksi
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa usaha mengalami
kerugian karena diperoleh pendapatan
usaha rumput laut kering sebesar –
3.478.500. Adanya kerugian ini disebabkan
oleh rendahnya hasil produksi rumput laut
yang turut mempengaruhi penerimaan
produksi, serta kurangnya evisiensi
penggunaan luas lahan (evisiensi jarak
antar bibit menjadi ±25 cm dan menambah
jumlah tali ris dalam 1 unit menjadi 6-7 tali
ris). Berdasarkan gambaran hasil analisis
pendapatan usaha, nampak bahwa kerugian
yang dialami oleh pembudidaya di Pulau
Takouw lebih rendah jika dilakukan
penjualah rumput laut kering, dibandingkan
dengan penjualan rumput laut basah (untuk
bibit).
Meskipun pendapatan usaha pada
tiap musim tanam mengalami kerugian
namun berdasarkan penerimaan total
R/C =
= 1,8
pertahun dari rumput laut kering diperoleh
penerimaan
total
(TR)
Rp.
35.424.000/tahun > biaya total (TC) Rp.
19.187.000/tahun
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa usaha menguntungkan
karena diperoleh pendapatan usaha rumput
laut kering sebesar Rp.16.237.000. Adanya
keuntungan usaha/tahun dikarenakan biaya
tetap yang terdiri dari bibit dan wadah
budidaya umumnya dapat digunakan untuk
4 kali musim tanam (1 tahun) sehingga
tidak
membutuhkan
biaya
total
(pengeluaran) yang lebih besar.
C.2.2. Analisis revenue-cost ratio (R/C)
yang diperoleh dari kegiatan usaha
budidaya rumput laut selama 4 kali
produksi (1 tahun). Hasil analisis revenuecost
ratio
(R/C)
tergantung
pendapatan/total
revenue
dari
dan
pengeluaran/total. cost. (TC) sebagai berikut:
=
.
.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
analisis revenue cost ratio (R/C) diperoleh
nilai (R/C) untuk rumput laut kering yaitu
1,8. Berdasarkan kriteria revenue cost ratio
(R/C) diperoleh nilai R/C > 1, sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa usaha
Analisis revenue cost ratio
menunjukkan manfaat atau keuntungan
budidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw menguntungkan.
Perolehan BEP(Kg) di atas artinya, titik
impas akan dicapai saat budidaya rumput
laut menghasilkan rumput laut kering
sebanyak 3.837 Kg.
C.2.3. Analisis break event point
BEP(Rp)
=
=
BEP menunjukkan suatu gambaran
produksi setiap tahun yang harus dicapai
untuk memperoleh titik impas (tidak
untung dan tidak rugi). Keadaan titik impas
merupakan keadaan dimana penerimaan
usaha rumput laut (TR) sama dengan biaya
yang di tanggung (TC) atau TR=TC.
berikut hasil perhitungan BEP:
.
.
.
= Rp. 4.333
Perolehan BEP(Rp) di atas artinya, titik
impas akan dicapai pada harga jual rumput
laut sebesar Rp. 4.333/Kg.
C.2.4. Analisis Return on invesment
(ROI)
BEP(Kg) =
=
..
= 3.837 Kg
ROI =
= 0,85 = 85 %
..
ROI =
.
.
Berdasarkan perbandingan laba
dan modal produksi diperoleh nilai ROI
sebesar 85 %, yang berarti bahwa besarnya
keuntungan yang diperoleh dibandingkan
dengan besarnya investasi yang ditanamkan
adalah baik, artinya setiap modal sebesar
Rp.100 di peroleh keuntungan sebesar
Rp.85,00.
C.2.5. Analisis Kelayakan Usaha
Untuk menilai kelayakan usaha
digunakan analisis kriteria investasi
Benefit Cost Ratio (B/C). Adapun nilai
kriteria investasi usaha budidaya rumput
laut di perairan Pulau Takouw adalah
sebagai berikut:
B/C
=
..
..
=
. = 1,85
B/C
ratio
menunjukkan
perbandingan antara keuntungan dan biaya
produksi. Berdasarkan perhitungan B/C
ratio, diperoleh nilai B/C ratio adalah 1,85.
Berdasarkan kriteria nilai B/C, nilai B/C
ratio yang diperoleh lebih besar dari 1
sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
usaha budidaya rumput laut di perairan
Pulau Takouw layak dilaksanakan, atau
dapat dijelaskan bahwa dengan modal
Rp.19.187.000 kita dapat memperoleh hasil
penjualan sebesar 1,85 kali jumlah modal.
D. Penutup
Dari hasil penelitian ini maka
beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan
usaha dan revenue cost ratio (R/C)
dapat diinterpretasikan bahwa usaha
budidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw
mengalami
keuntungan,
sedangkan berdasarkan BEP titik
impas akan dicapai saat budidaya
rumput laut menghasilkan rumput laut
investmen (ROI) besarnya keuntungan
yang diperoleh dengan modal sebesar
Rp.100 di peroleh keuntungan sebesar
Rp.85,00.
kering sebanyak 3.837 Kg atau titik
impas akan dicapai pada harga jual
rumput laut sebesar Rp. 4.333/Kg, dan
berdasarkan analisis return on
Indriani H dan
Budidaya,
Suminarsih E.
2003.
Pengolahan,
dan
Pemasaran Rumput Laut. Penebar
Swadaya. Jakarta.
2. Berdasarkan analisis kriteria investasi
Benefit Cost Ratio (B/C) usaha
budidaya rumput laut di perairan
Pulau Takouw layak dilaksanakan.
Daftar Pustaka
Anggadiredja Jana T, A. Zatnika,
Purwoto dan Sri
Rumput
Laut
Pengolahan,
Komoditas
Istini.
H.
2011.
(Pembudidayaan,
dan
Pemasaran
Perikanan
Potensial).
Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi, M. Ghufran H. 2010. A
Budidaya
Biota Akuatik
to Z
untuk
Pangan, Kosmetik, dan ObatObatan. Andi Offset, Yogjakarta.
Kordi, M. Ghufran H. 2011. Kiat Sukses
Budidaya Rumput Laut di Laut dan
Tambak. Andi. Yogjakarta.
Panawa, Y. 2013. Pertumbuhan Rumput Laut
dalam Hubungannya dengan Suhu
dan Salinitas. Skripsi Fakultas Ilmu
Alam dan Teknologi Rekayasa
Universitas Halmahera. Tobelo
Oleh :
Kelompok 7
Tienni M Simanjorang
Wulan priantika
Nurlina H
MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
ANGKATAN XXXI 2015
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
(Decision making)
Pengertian keputsan dan pengambilan keputusan
Setiap manusia dalam usaha mempertahankan hidupnya di dunia selalu dihadapkan
kepada berbagai macam masalah atau persoalan,hanya tingkat atau kadar
masalahnya yang berbeda-beda dan selalu berubah-ubah.setiap masalah dituntut
adanya suatu penyelesaian yang diwujudkan dalam suatu keputusan. Kadang-kadang
masalah itu demikian ruwet dan beratnya sehingga merupakan suatu problem solving.
Pratjihno S.H. dalam bukunya yang berjudul “penuntun penyusunan surat keputusan”
mengatakan keputusan adalah suatu pilihan atau tindakan yang akan diambil, yang
diadakan atau ditarik karena adanya suatu ketidaksamaan pendapat, suatu keraguan
atau suatu keadaan lain yang menyebabkan adanya pertimbangan-pertimbangan atau
pilihan untuk mengambil tindakan yang akan dilaksanakan.
Dikatakan lebih lanjut pengambilan keputusan meliputi seluruh proses yang
menetapkan tujuan, menentukan tugas, mencari pilihan, menentukan pilihan, dan
mengembangkan rencana. Mengutip pendapat C.William Emory & Powell Niland dalam
bukunya Making Management Decisions, Pratjihno SH mengatakan, pengambilan
keputusan mencakup segala kegiatan yang mendidik, yang menciptakan yang bersifat
diagnostis, menilai yang mendahului titik pemutusan. Dengan demikian jika
diperhatikan prosesnya, sebelum ada keputusan, ada pertimbangan atau pilihan. Dan
pertimbangan atau pilihan diadakan mengenai beberapa keadaan, beberapa factor,
beberapa hal, atau beberapa dictum. Semua itu tercakup dalam pengertian mengambil
keputusan.
Bayu Surianingrat dalam bukunya “Pengntar Dinas Staff” mengatakanbahwa :
“mengambil keputusan berarti memilih satu alternatif dari dua atau lebih alternative.”
Hall ini berarti bahwa jika tidak ada pilihan atau hanya ada satu alternative saja maka
tidaklah ada pengambilan keputusan.
Prof. O.F.Peterson mengatakan pengambilan suatu keputusan berarti mencapai suatu
kesimpulan. Suatu masalah yang pada mulanya dalam mencari pemecahannya
menimbulkan
kesangsian,terumbang-ambing
dalam
perdebatan
atau
pertentangan,tetapi akhirnya mencapai suatu kesimpulan yang logis yang membawa
kepada berakhirnya kesangsia dan perdebatan. Dikatakan lebih lanjut bahwa
keputusan adalah suatu tindakan pemilihan didalam dimana si eksekutif mencapai
suatu kesimpulan tentang apa yang harus atau tidak harus dilakukan dalam suatu
keadaan tertentu. Suatu keputusan adalah merupakan suatu tingkah laku yang telah
dipilih dari sejumlah alternative.
Prajudi Atmosudirdjo dalam bukunya yang berjudul “Pengambilan Keputusan”
(Decisions Making), memberikan definisi: “Keputusan adalah suatu pengakhiran atau
pemutusan dari pada suatu proses pemikiran tentang suatu masalah atau problem,
untuk menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah
tersebut, dengan menjatuhkan pilihan (choice) pada masalah satu alternative yang
tertentu. Yang dimaksud dengan masalah atau problem adalah suatu penyimpangan
atau deviasi secara tidak terduga sebelumnya dari apa yang dikehendaki,
diperhitungkan, direncanakan atau diperintahkan.”
Jawaban terhadap suatu maslaah yang sebenarnya, selalu terdapat beberapa
kemungkinan atau alternatif, dan suatu desisi berarti menjatuhkan pilihan pada salah
satu alternative yang tertentu. Sedang pengambilan keputusan merupakan suatu
proses dan berlangsung dalam suatu system, walaupun merupakan suatu keputusan
atau desisi pribadi sekalipun yang menyangkut suatu masalah pribadi, pula.
Pengambilan keputusan pada pokoknya adalah jawaban terhadap pertanyaan apakah
yang harus diperkuat (what is to do).
Louis A. Allen mengatakan, mengambil keputusan ialah pekerjaan yang dilakukan oleh
seorang manajer dalam mendpaatkan kesimpulan-kesimpulan dan pendapat-pendapat.
Siagian mengatakan pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis
terhadap suatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang sistematis itu menyangkut
pengetahuan tentang hakekat daripada masalah yang dihadapi itu, pengumpulan fakta
dan data yang relevan dengan masalah yang dihadapi, analisa masalah dengan
mempergunakan fakta dan data, mencari alternative pemecahan, menganalisa setiap
alternatif sehingga diketemukan alternative yang paling rasional, dan penilaian
daripada hasil yang dicapai sebagai akibat daripada keputusan yang diambil.
Berdasarkan beberapa pengertian seperti yang telah diutarakan di atas dapat diberikan
suatu kesimpulan bahwa; pengambilan keputusan adalah rangkaian kegiatan atau
merupakan proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam usaha memecahkan
suatu masalah atau problem yang sedang dihadapi kemudian menetapkan
berbagaimacam altenatif untuk diadakan pemilihan atau seleksi satu diantara beberapa
alternative yang dianggap paling baik dan tepat untuk dilaksanakan. Jadi mengambil
keputusan berarti memilih dan menetapkan satu alternatif yang dianggap paling tepat
dari beberapa alternative yang dihadapi. Alternative yang dipilih dan ditetapkan itulah
yang selanjutnya disebut keputusan atau decision. Jadi keputusan atau decision
adalah merupkan finish atau pengakhiran daripada suatu proses pemikiran tentang
suatu problem atau masalah yang dihadapi. Orang atau pejabat yang berwenang
mengambil keputusan disebut decisonmaker.
Proses pengambilan keputusan hanyalah merupakan prosedur yang logis untuk
mengidentifikasi masalah, menganalisisnya, dan menghasilkan pemecahan. Proses
pengambilan keputusan melibatkan tiga unsur yang perlu yaitu
1.
Pengambilan keputusan didasarkan pada fakta, pengambilaan keputusan
melibatkan analisis informasi faktual,
2. Proses pengambilan keputusan membutuhkan unsur pertimbangan,
3. Penilaian yang subjektif terhadap situasi berdasarkan
pengalaman dari
pandangan umum.
Langkah-langkah pengambilan keputusan :
1.
2.
3.
4.
5.
Identifikasi masalah
Ikhtisar fakta
Penataan alternatif
Analisis dan pemilihan keputusan
tindakan
Setelah langkah-langkahdalam tahapan pengambilan keputusan dilakukan maka
selanjutnya adalah menentukan alat keputusan yang diambil. Alat keputusan tersebut
terdiri dari :
-
Analisis volume-biaya
Analisis volume-biaya merupakan alat untuk menguji
biaya dan volume bisnis yang
jenis biaya yang
hubungan antara
dilakukan. Alat ini menganalisis perbedaan
dibebankan oleh setiap agribisnis dan bagaimana
mereka dipengaruhi oleh volume bisnis yang dilakukan. Analisis Volume
biaya biasanya juga disebut analisis Impas
menunjukkan tingkat bisnis
yang perlu agar impas (pendapatan sama dengan biaya) dan menghasilkan
sejumlah laba berdasarkan berbagai macam asumsi tentang biaya dan
harga.
Dasar untuk analisis volume-biaya adalah pemisahan biaya ke dalam dua
-
kategori yakni :
Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah karena volume bisnis, biaya
ini tetap dikeluarkan oleh perusahaan bahkan pada saat tidak berproduksi
sekalipun misalnya biaya tenaga kerja tetap, pajak, asuransi, penyusutan,
-
sewa atau lease, beban kantor dan biaya utilitas.
Biaya variable yaitu biaya yang berubaah secara langsung sesuai dengan
volume penjualan. Semakin banyak yang diproduksi maka semakin besar
pula biaya variabelnya. Ciri-cirinya adalah biaya per unit tetap, tetapi
totalitasnya berubah-ubah. Yang termasuk dalam biaya variable antara lain :
Biaya kerja lembur, biaya operasional, piutang yang tidak tertagih dan lainlain.
Dari jenis biaya tetap dan biaya variabel, ada masalah khusus yang kita jumpai jenis
biaya
yaitu;
1. Biaya semi variabel, yaitu biaya yang sebagian tetap dan sebagian variabel. Separti
misalnya rekening listrik, ada pembebanan tetap setiap bulan dan beban penggunaan
variabel ditambahkan.
2. Biaya inkremental yang tidak konstan, yaitu dimana kesulitan lain adalah biaya
varibel yang bertambah karena peningkatan penjualan tetapi pernambahan tersebut
tidak konstan. Artinya , apabila penjualan meningkat ke tingkatan yang lebih tinggi,
tambahan biaya untuk setiap unit meningkat lebih kecil atau lebih besar.
3. Biaya tetap per rentang produksi, beberapa biaya bersifat tetap untuk suatu rentang
produksi saja sehingga apabila rentang tersebut dilewati dan dicapai suatu jumlah
produk tertentu maka biaya tetap berubah.
Langkah-langkah analisis Volume-Biaya:
1. Mengidentifikasi biaya tetap dan biaya variabel. Menentukan jenis biaya apa
saja yang masuk ke biaya tetap dan biaya variabel.
2. Mengiktisarkan biaya tetap dan biaya variabel. Menentukaan jumlah biaya tetap
dan biaya variabel dalam jumlah rupiah atau bentuk fisis (ton/kg).
3. Menghitung kontribusi terhadap overhead. Kontribusi terhadap overhead (KTO)
merupakan inti analisis volume-biaya dan banyak keputusan manajemen
terpenting. Hal itu menunjukkan bagian dari setiap unit penjualan yang tersisa
setelah biaya variabel tertutup , jadi dapat digunakan untuk menutupi biaya
tetap atau overhead.
4. Menghitung titik Impas (BEP), berapa unit (dolar) penjualan harus dicapai
dengan setiap unit menyumbang terhadap biaya overhead agar semua biaya
tertutupi.
Kegunaan analisis volume –biaya biasanya untuk digunakan untuk merencanakan
Laba, tidak hanya menghitung titik impas saja. Selain itu analisis volume-biaya ini
sederhana dan daya terapnya pada situasi nyata.
-
Analisis Investasi Barang dan Modal
Investasi barang modal merujuk pada pembelian peralatan atau fasilitaas
yang biasanya memerlukan pengeluaran kas yang relatif besar dan akan
digunakan dalam periode yang sangat panjang. Dampak dari keputusan
investasi dapat mempengaruhi bisnis untuk tahun-tahun mendatang.
Ada 4 metode yang biasa dipergunakan dalam analisis investasi barang dan
modal, yaitu :
-
Metode Rasa Butuh; metode ini lebih bersifat tindakan atas dorongan hati,
-
rasa was-was, dan dugaan, bukan karena pertimbangan yang matang.
Periode Impas/pemulihan; jangka waktu yang diperlukan investasi untuk
-
menghasilkan laba yang memadai guna menutupi biaya investasi itu sendiri.
Pengembalian sederhana; Tingkat pengembalian sederhana merujuk pada
-
laba yang dihasilkan oleh investasi dari investasi tersebut.
Nilai sekarang; nilai investasi pada saat ini yang dihitung berdasarkan hasil
yang akan diterima pada waktu yang akan datang. Konsep ini mengacu
pada nilai waktu dari uang.
Untuk menentukan rangking investasi digunakan beberapa metode antara lain :
-
Pay Back Period adalah suatu metode untuk menentukan rangking usulan
investasi dengan melihat jangka waktu atau periode yang diperlukan agar
dapat menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan
proceeds yang diharapkan.
a. Untuk investasi yang proceeds tiap tahunnya sama, contohnya jika
suatu usulan investasi sebesar Rp 6.000.000,- proceeds per tahun Rp
2.000.000,-. Umur investasi tersebut adalah 5 tahun, maka pay back
period 3 tahun :
6.000.0000
Pay back period =
x 1 tahun = 3 tahun
2.000.000
b. Untuk investasi yang proceeds tiap tahunnya tidak sama, contohnya jika
usulan investasi sebesar Rp 120.000.000,- selama umurnya proceeds
yang diharapkan sebagai berikut :
Tahun I
Rp 40.000.000,Tahun II
Rp 40.000.000,Tahun III
Rp 30.000.000,Tahun IV
Rp 20.000.000,Tahun V
Rp 20.000.000,Tahun VI
Rp 20.000.000,Untuk menghitung pay back periodnya adalah sebagai berikut :
Jumlah Investasi
Proceeds I
Rp 120.000.000,Rp 40.000.000,- (-)
Rp 80.000.000,Proceeds II
Rp 40.000.000,- (-)
Rp 40.000.000,Proceeds III
Rp 30.000.000,- (-)
Rp 10.000.000,Pay back period 3,5 tahun.
Metode pay back period ini sangat sederhana sekali tetapi mengandung
-
beberapa kelemahan,antara lain :
Tidak memperhatikan time value of money (nilai uang kapanpun dianggap
-
sama).
Tidak memperhatikan proceeds yang diperoleh sesudah pay back period
-
dicapai.
Hanya untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk mengembalikan dana
-
bukan untuk mengukur keuntungan.
NPV dan PI (Net Present Value dan Profitabilitas Index) Dengan adanya
kelemahan metode pay back period, maka dicari metode lain yang
memperhatikan proceeds yang akan diperoleh serta memperhatikan time
value of money. Yaitu metode net present value, caranya adalah pertamatama hitung nilai sekarang (Present value) proceeds yang diharapkan
berdasarkan discount rate tertentu, Discount rate besarnya ongkos riil yng
harus dikeluarkan untuk menggunakan dana dari alternative sumber dana
yang ada. Selain itu PV proceeds selama usianya dikurangi dengan
investasinya selisihnya disebut dengan NPV (Net present value). Jika NPV
positif maka usulan investasi diterima. Selain dihitung NPVnya juga dihitung
PI (Profitability Index) yaitu jumlah PV proceeds dibagi investasinya. Jika PI
-
lebih besar dari satu maka usulan investasi diterima.
IRR (Internal rate of return), Prinsip IRR adalah bagaimana menetukan
discount rate yang dapat mempersamakan present value of proceeds
dengan investasinya. Pada keadaan tersebut NPV = 0. Dalam hal ini ada
hubungan antara NPV dan IRR, yaitu yang satu mencari NPV pada discount
rate tertentu sedangkan yang lainnya justru mencari discount ratenya.
IRR bisa dicari dengan metode coba-coba, mula-mula dihitung jumlah PV
proceeds dengan DF yang dipilih. Kemudian dihitung jumlah PV proceeds
dan dibandingkan dengan investasinya.
1. Jika PV proceeds > investasi maka gunakan DF yang lebih tinggi lagi.
2. Jika PV proceeds < investasi maka gunakan DF yang lebih kecil lagi.
3. Hal tersebut diteruskan sampai diperoleh suatu DF yang menjadikan PV
proceeds = investasi atau NPV = 0.
-
ROI atau Return on Investment adalah laba atas investasi yang merupakan
rasio
uang
yang
diperoleh
atau
hilang
pada
suatu
investasi.
Nilai ROI relatif terhadap uang yang diinvestasikan dan umumnya
dinyatakan dalam bentuk prosentase bukan sistem desimal.
ROI = (return on investment – initial investment)/invesment x (100)
-
Benefit Cost Ratio (B/C ratio) adalah rasio antara manfaat bersih yang
bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu proyek
atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila diperoleh B/C > 1 dan
dikatakan tidak layak bila diperoleh B/C 1, proyek dapa dikatakanlayak dikerjakan.
2. Sebaliknya, jika nilai BCR < 1, proyek tersebut tidak layak utuk dikerjakan.
Secara umum, rumus perhitungan BCR adalah:
BCR = (PV dari manfaat) / (PV dari biaya)
Contoh Kasus :
ANALISIS USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii)
DI PERAIRAN PULAU TAKOUW KECAMATAN TOBELO TIMUR
Ontje Fransisca Winesty Tutupary
Abstract
The effect main in an effort which is gets gain. More and more gain which is gotten, therefore
effort will get amends. Farmer or entrepreneur gets to know how big gain which will or be
gotten by makes an analisis effort. Analisis's result following it can be utilized to assess effort
feasibility that is carried on. This research aims to analyze the yield of seaweed cultivation
bussiness in Takouw Island at East Tobelo. Research method used the descriptive qualitative
method for analysis of the business revenue analysis, revenue cost-ratio analysis (R/C), breakevent point analysis (BEP) and return on investment analysis (ROI), while for knowing the
feasibility of a seaweed cultivation business be reviewed based on the investment criteria
analysis of benefit cost-ratio (B/C). The result of the bussines revenue analysis and revenue
cost-ratio (R/C) is interpreted that the bussines seaweed is profitable. BEP (Rp) analysis results
the break -even for seaweed cultivation worth Rp.4.333, with break even-point is 3.837 Kg.
Based on the comparison of the income and capital production ROI values obtained for 0,85
which it’s means any capital gains amaounting by Rp. 100 will obtainable the profit as Rp.
85,00. Based on the calculation B/C ratio, the value of B/C ratio is 1,85 more greater than one,
and it’s conclude that the seaweed cultivation in Takouw Island is feasible.
Keywords : Seaweed cultivation, Business analysis, Feasibility
A. Pendahuluan
Rumput laut atau alga (see weed)
merupakan salah satu potensi sumberdaya
perairan
yang
sudah
sejak
lama
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
bahan pangan dan obat-obatan. Saat ini
pemanfaatan rumput laut telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat yaitu dijadikan
agar-agar, algin, karaginan (carrageenan)
dan
furselaran
(furcellaran)
yang
merupakan bahan baku penting dalam
industri makanan, farmasi, kosmetik dan
lain-lain (Khordi, 2010).
Seiring
dengan
meningkatnya
tingkat pemanfaatan rumput laut maka
permintaan pasar rumput laut baik di dalam
maupun luar negeri juga semakin tinggi.
Salah satu jenis rumput laut yang
mendominasi ekspor di Indonesia yaitu
Eucheuma. Menurut Anggadiredja ddk,
(2011) kebutuhan dunia meningkat setiap
Peluang pengembangan usaha
rumput laut Eucheuma sp. sangat
menjanjikan seiring dengan meningkatnya
permintaan pasar sehingga peluang ini
dimanfaatkan oleh masyarakat dengan
melakukan usaha budidaya. Tujuan utama
dalam suatu usaha yaitu memperoleh
keuntungan. Semakin banyak keuntungan
yang diperoleh, maka usaha akan semakin
berkembang. Petani atau pengusaha dapat
mengetahui seberapa besar keuntungan
yang akan atau telah diperoleh dengan
membuat suatu analisis usaha. Hasil analisis
nantinya dapat digunakan untuk menilai
kelayakan usaha yang dijalankan (Khordi,
2011).
Salah satu kawasan di Halmahera
Utara yang telah digunakan masyarakat
sebagai kawasan budidaya rumput laut jenis
Eucheuma cottoni yaitu di perairan Pulau
Takouw. Dalam upaya pengembangan
budidaya rumput laut di perairan Pulau
tahunnya sehingga hampir setiap tahun
terjadi kekurangan bahan baku untuk agar,
karaginan dan lain-lain. Pasar agar di dunia
pada tahun 2001 mencapai 7.630 ton
dengan kebutuhan bahan baku sekitar
76.000 ton rumput laut kering, sedangkan
hasil panen hanya sekitar 55 ton dengan
demikian terjadi kekurangan bahan baku
sekitar 21.000 ton. Pasar karaginan pada
tahun 2001 untuk Eucheuma sp. mencapai
33.000 ton dengan kebutuhan bahan baku
karaginofit 165.000 ton, sementara produksi
Eucheuma sp. hanya mencapai 149.000 ton
sehingga masih terdapat kekurangan 16.000
ton. Kebutuhan Eucheuma sp. di dalam
negeri dan ekspor pada tahun 2005 sebesar
50.000 ton, sedangkan produksinya baru
mencapai 32.000 ton sehingga masih
terdapat kekurangan 18.000 ton.
Takouw masih banyak mangalami kendala,
salah satunya adalah masih terbatasnya data
dan informasi mengenai keuntungan hasil
usaha budidaya rumput laut yang akan atau
telah dicapai. Pembudidaya umumnya tidak
menganalisis hasil usaha yang dijalani
sehingga kelayakan usahanya tidak
diketahui dengan pasti. Berdasarkan
gambaran tersebut maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis
hasil usaha dan kelayakan usaha budidaya
rumput laut di perairan Pulau Takouw.
B.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan
untuk menganalisa kajian literatur yang
berkenaan dengan variabe-variabel yang
digunakan dalam pengumpulan data.
Pendekatan kuantitatif diperoleh dari hasil
wawancara kepada responden. Responden
yang menjadi sampel penelitian didasarkan
pada
purposive
sampling
yaitu
penentuannya berdasarkan kriteria atau
pertimbangan tertentu atau sesuai tujuan.
Dalam Penelitian ini yang menjadi
responden yaitu pembudidaya rumput laut.
Data yang diambil merupakan data primer
yaitu data yang diperoleh dari responden
atau berdasarkan observasi lapangan yaitu
melakukan pengamatan atau peninjauan
langsung ke lapangan untuk melihat
aktivitas budidaya.
Dalam penelitian ini digunakan
analisis usaha, yaitu analisis jangka pendek
atau analisis yang dilakukan untuk
mengetahui besarnya keuntungan yang
diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam
waktu satu tahun. Metode analisa usaha
terdiri atas analisis pendapatan usaha,
analisis revenue cost ratio (R/C), analisis
break even point (BEP) dan analisis return
on investmen (ROI). Untuk mengetahui
layak tidaknya usaha budidaya di perairan
Pulau Takouw di tinjau berdasarkan analisis
kriteria investasi Benefit Cost Ratio (B/C).
B.1. Analisis Usaha
a. Analisis Pendapatan Usaha
Analisis pendapatan usaha dapat dicari
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
¶ = TR – TC
Keterangan:
¶ = Pendapatan usaha
TR = Penerimaan total (total revenue)
TC = Biaya total (total cost)
Dengan kriteria:
TR > TC : Usaha menguntungkan
b. Analisis Revenue–Cost Ratio (R/C)
TR = TC : Usaha pada titik keseimbangan
(titik impas)
TR < TC : Usaha mengalami kerugian
periode tertentu
menguntungkan:
(1
tahun)
apakah
R/C = TR/TC
Keterangan:
TR = Penerimaan total (total revenue)
TC = Biaya total (total cost)
Dengan kriteria :
R/C > 1 : Usaha menguntungkan
R/C = 1 : Usaha impas
Analisis ini bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana manfaat yang
diperoleh dari kegiatan usaha selama
BEP(Rp) =
d. ROI (Return On Invesment)
Peluang pengembangan usaha tidak
terlepas dari pertimbangan ekonomi
diantaranya besar keuntungan dan lama
waktu pengembalian investasi. Return on
invesment (ROI) adalah nilai keuntungan
yang diperoleh dari sejumlah modal,
dengan rumus (Indriani dan Suminarsih,
2003):
ROI =
R/C < 1 : Usaha rugi
2.2. Analisis Kelayakan Usaha
c. Analisis Break Event Point (BEP)
Break even point adalah suatu
keadaan dimana modal telah kembali semua
atau pengeluaran sama dengan pendapatan,
atau keadaan titik impas yaitu merupakan
keadaan dimana penerimaan perusahaan
(TR) sama dengan biaya yang ditanggung
(TC), atau TR = TC. Break even point dapat
dirumuskan sebagai berikut (Kordi, 2011):
BEP(Kg) =
a. Analisis Kriteria Investasi Benefit
Cost Ratio (B/C).
Menurut Indriani dan Suminarsih
(2003) Benefit Cost Ratio merupakan
analisa yang paling sederhana karena masih
dalam keadaan nilai kotor. Lewat analisis
B/C dapat diketahui kelayakan suatu usaha.
Bila nilainya 1 (satu), berarti usaha itu
belum mendapatkan keuntungan dan perlu
adanya pembenahan. Rumus untuk
mendapatkan nilai B/C adalah:
2.
Metode budidaya rumput laut yang
digunakan oleh pembudidaya di
perairan Pulau Takouw adalah metode
jalur (kombinasi metode long line dan
metode rakit).
3.
Luas lahan budidaya rumput laut di
perairan Pulau Takouw yaitu 0,3 ha.
Terdapat 8 unit budidaya rumput laut,
dengan ukuran 8 x 50 m/unit. Pada tiap
unit terdapat 5 tali ris dengan panjang
50 m dan jarak antar tali ris ± 1,5 m.
Pada bagian ujung setiap unit diberi
jangkar beton dan pelampung utama.
Pada setiap 2,5 m tali ris diberi
pelampung yang terbuat dari botol
aqua bekas 600 ml.
4.
Kebutuhan bibit rumput laut yaitu 750
rumpun/unit atau 6000 rumpun untuk
8 unit, dengan berat setiap rumpun 50
gr dan jarak antara rumpun yaitu 30
cm. Dengan demikian total kebutuhan
bibit rumput laut yaitu 37,5 Kg/unit
atau 300 kg untuk 8 unit.
5.
Harga penjualan rumput laut basah
5000/kg dan rumput laut kering
8000/kg.
B/C =
C. Pembahasan
C.1. Gambaran Umum Budidaya
Beberapa
gambaran
umum
menyangkut budidaya rumput laut di
perairan Pulau Takouw sebagai berikut:
1.
Budidaya rumput laut ini merupakan
usaha yang dilakukan oleh satu
keluarga keluarga dengan 3 orang
tenaga kerja.
6.
Dalam satu tahun terdapat 4 kali
produksi rumput laut, dengan 1 kali
produksi ±1,5 bulan.
7.
Analisis usaha lebih difokuskan pada
hasil produksi rumput laut kering.
C.1.1 Biaya Produksi
Biaya produksi mencakup dua
macam yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
Menurut Indriani dan Suminarsih (2003)
biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang
penggunaannya tidak habis dalam satu masa
produksi, misalnya bibit, bambu, tali
plastik, pisau dan lain-lain, sedangkan biaya
variabel adalah biaya yang penggunaannya
habis atau dianggap habis dalam satu masa
produksi, misalnya tenaga kerja. Untuk
budidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw, biaya tetap terdiri dari bibit dan
wadah budidaya sedangkan yang menjadi
biaya variabel adalah biaya perawatan dan
panen. Dalam biaya variabel untuk upah
tenaga kerja tidak dihitung, karena
pengeloaannya dilakukan oleh anggota
keluarga. Rincian biaya tetap dan biaya
variabel
yang
dibutuhkan
oleh
pembudidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Rincian Biaya Tetap dan Biaya Variabel
NO
KEBUTUHAN
SATUAN JUMLAH
HARGA
JUMLAH
SATUAN
/PRODUKSI /TAHUN
(RP)
A
Biaya Tetap
1
Bibit
2
Wadah Budidaya
(RP)
JUMLAH
(RP)
Kg
300
5.000
1.500.000
1.500.000
Tali ris no. 6
Kg
94
40.000
3.760.000
3.760.000
Tali jangkar no. 10
Kg
40
40.000
1.600.000
1.600.000
Tali rafia
roll
14
20.000
280.000
560.000
Pelampung Aqua
Buah
800
350
280.000
580.000
Pelampung Besar
Buah
16
100.000
1.600.000
1.600.000
Perahu jukung
Unit
1
500.000
500.000
500.000
Karung
Buah
20
5.000
100.000
100.000
Jangkar
Buah
16
22.000
352.000
352.000
Pisau
Buah
3
10.000
30.000
60.000
Terpal 4x6 dan 2x3
Buah
1
Bambu
Buah
24
165.000
165.000
165.000
5.000
120.000
240.000
Total Biaya Tetap
B
Biaya Variabel
1
Biaya Perawatan dan Minggu
10.287.000 10.997.000
7
292.500
2.047.500
8.190.000
2.047.500
8.190.000
Panen
Total Biaya
Variabel
TOTAL BIAYA PRODUKSI (BIAYA
TOTAL)
Berdasarkan tabel 1, total biaya
tetap sebesar Rp. 10.287.000/ produksi dan
mengalami kenaikan sebesar Rp. 710.000
menjadi Rp 10.997.000/tahun atau untuk
empat kali produksi. Kenaikan biaya tetap
terjadi karena adanya penyusutan atau
terjadi pergantian beberapa bagian dari
wadah budidaya (tali rafia, pelampung
aqua, pisau dan bambu). Menurut Indriani
dan Suminarsih (2003) biaya tetap dapat
menjadi biaya tidak tetap bila usaha
berjalan dalam jangka waktu yang lama,
dimana perubahan ini disebabkan oleh
adanya penyusutan.
Biaya variabel terdiri dari biaya
perawatan dan panen. Total pengeluaran
dihitung untuk 7 minggu atau untuk satu
kali produksi rumput laut. Rincian biaya
perawatan dan panen terdiri dari konsumsi
3 orang untuk 6 hari kerja/minggu dan
12.334.500 19.187.000
biaya transport ke lokasi budidaya berupa
bensin 5 liter/minggu, dengan total biaya
variabel Rp. 2.047.500/ musim tanam atau
Rp.
8.190.000/tahun.
Berdasarkan
penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel
maka total biaya produksi rumput laut
Eucheuma cottonii di perairan Pulau
Takouw sebesar Rp. 12.334.500/musim
tanam atau Rp. 19.187.000/tahun.
C.1.2. Hasil Produksi
Hasil produksi budidaya rumput
laut Eucheuma cottonii di perairan Pulau
Takouw berkisar dari 140- 290 gr/rumpun,
dengan hasil produksi rata-rata 205
gr/rumpun. Indriani dan Suminarsih (2003);
Kordi (2010) menyatakan bahwa bibit 100
gr dapat dipanen setelah tanaman dengan
berat ikatan (rumpun) 600 gr. Berdasarkan
pernyataan ini maka jika dibandingkan
dengan berat bibit yang dibudidayakan di
perairan Pulau Takouw maka bibit dapat
dipanen setelah mencapai masa panen
dengan berat bibit 300 gr/rumpun.
Perolehan produksi rata-rata rumput laut
205 gr/rumpun, menunjukan bahwa hasil
produksi rata-rata rumput laut di perairan
Pulau Takouw lebih rendah 95 gr dari
kisaran berat rumpun yang ideal untuk di
panen. Rendahnya hasil produksi berkaitan
dengan laju pertumbuhan harian rumput
laut yang dibudidayakan (Indriani dan
Suminarsih, 2003). Selain laju pertumbuhan
rumput laut yang rendah di perairan Pulau
Takouw yaitu 22 gr/minggu atau 3,2 gr/hari
(Panawa, 2013), keadaan ini juga
disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan
rumput laut akibat terjangkit penyakit iceice atau bintik putih (white spot) yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna
thallus menjadi pucat atau tidak cerah,
sebagian thallus pada beberapa cabang
berwarna putih serta membusuk. Penyakit
ice-ice terutama disebabkan oleh perubahan
lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan
(Kordi, 2011). Gambaran hasil produksi
Eucheuma cottonii di perairan Puau
Takouw disajikan pada gambar berikut
(gambar 1):
Berdasarkan hasil produksi ratarata Eucheuma cottonii yaitu 205/rumpun,
dikalikan dengan total 60000 rumpun bibit
maka di peroleh rata-rata total hasil
produksi Eucheuma cott onii di perairan
Pulau Takouw yaitu 1.23 0 Kg. Dari hasil
produksi Eucheuma cotttonii basah, jika
dikeringkan akan mengalami pelepasan
kadar air 10 % dari be rat rumput laut,
sehingga dari 1.230 Kg rumput laut basah
akan menghasilkan 1.107 Kg rumput laut
kering.
C.2. Analisis Hasil Usaha
C.2.1. Analisis Pendapat an Usaha
Gambar 1. Hasil Produksi Eucheuma
cottonii
Pendapatan usaha diperoleh dari
penerimaan total dik urangi dengan biaya
total. Penerimaan total diperoleh dari hasil
produksi rumput laut
dikalikan dengan
basah 1.230 Kg
harga jual Rp.5000/kg
sehingga diperoleh Rp . 6.150.000/produksi
atau Rp. 24.600.00 0/tahun. Dari hasil
produksi rumput laut kering 1.107 Kg
dikalikan dengan harga jual Rp.8000/kg
diperoleh Rp.
8.85 6.000/produksi atau
Rp.35.424.000/ tahun. Biaya total
yang
diperlukan untuk budidaya rumput laut
Eucheuma cottonii di perairan Pulau
Takouw sebesar Rp. 12.334.500/produksi
atau Rp. 19.187. 000/tahun. Rincian
pendapatan usaha disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rincian Pendapatan Usaha Budidaya Eucheuma cottonii di Peraira n Pulau Takouw
NO
URAIAN
1 MUSIM TANAM T OTAL / TAHUN
A.
Biaya Tetap
Bibit (kg)
1.500.000
1.500.000
Wadah Budidaya
8.787.000
9.497.000
10.287.000
10.997.000
2.047.500
8.190.000
2.047.500
8.190.000
Total Biaya Tetap
B.
Biaya Variabel
Biaya Perawatan dan Panen
Total Biaya Variabel
C
Biaya Total atau M odal Produksi
(A+B)
12.334.500
19.187.000
D
Penerimaan
Hasil Produksi Basah (Kg)
1.230
4.920
Hasil Produksi Kering (Kg)
1.107
4.428
Penerimaan Produksi Basah (Rp.
5000/Kg)
6.150.000
24.600.000
Penerimaan Produksi Kering
(Rp.8000/Kg)
8.856.000
35.424.000
Pendapatan Usaha RL Basah (Rp)
-6.184.500
5.413.000
Pendapatan Usaha RL Kering (Rp)
-3.478.500
16.237.000
E
Pendapatan Usaha/Laba Usaha
Berdasarkan rincian tersebut (tabel
2) maka untuk pendapatan usaha pada tiap
masa produksi untuk rumput laut basah
diperoleh penerimaan total (TR) Rp.
6.150.000/produksi tanam < biaya total
(TC) Rp. 12.334.500/produksi sehingga
dapat disimpulkan bahwa usaha mengalami
kerugian karena diperoleh pendapatan
usaha rumput laut basah sebesar –
6.184.500. Pendapatan usaha pada tiap
masa produksi untuk rumput laut diperoleh
penerimaan
total
(TR)
Rp.
8.856.000/produksi < biaya total (TC) Rp.
12.334.500/produksi
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa usaha mengalami
kerugian karena diperoleh pendapatan
usaha rumput laut kering sebesar –
3.478.500. Adanya kerugian ini disebabkan
oleh rendahnya hasil produksi rumput laut
yang turut mempengaruhi penerimaan
produksi, serta kurangnya evisiensi
penggunaan luas lahan (evisiensi jarak
antar bibit menjadi ±25 cm dan menambah
jumlah tali ris dalam 1 unit menjadi 6-7 tali
ris). Berdasarkan gambaran hasil analisis
pendapatan usaha, nampak bahwa kerugian
yang dialami oleh pembudidaya di Pulau
Takouw lebih rendah jika dilakukan
penjualah rumput laut kering, dibandingkan
dengan penjualan rumput laut basah (untuk
bibit).
Meskipun pendapatan usaha pada
tiap musim tanam mengalami kerugian
namun berdasarkan penerimaan total
R/C =
= 1,8
pertahun dari rumput laut kering diperoleh
penerimaan
total
(TR)
Rp.
35.424.000/tahun > biaya total (TC) Rp.
19.187.000/tahun
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa usaha menguntungkan
karena diperoleh pendapatan usaha rumput
laut kering sebesar Rp.16.237.000. Adanya
keuntungan usaha/tahun dikarenakan biaya
tetap yang terdiri dari bibit dan wadah
budidaya umumnya dapat digunakan untuk
4 kali musim tanam (1 tahun) sehingga
tidak
membutuhkan
biaya
total
(pengeluaran) yang lebih besar.
C.2.2. Analisis revenue-cost ratio (R/C)
yang diperoleh dari kegiatan usaha
budidaya rumput laut selama 4 kali
produksi (1 tahun). Hasil analisis revenuecost
ratio
(R/C)
tergantung
pendapatan/total
revenue
dari
dan
pengeluaran/total. cost. (TC) sebagai berikut:
=
.
.
Berdasarkan
hasil
perhitungan
analisis revenue cost ratio (R/C) diperoleh
nilai (R/C) untuk rumput laut kering yaitu
1,8. Berdasarkan kriteria revenue cost ratio
(R/C) diperoleh nilai R/C > 1, sehingga
dapat diinterpretasikan bahwa usaha
Analisis revenue cost ratio
menunjukkan manfaat atau keuntungan
budidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw menguntungkan.
Perolehan BEP(Kg) di atas artinya, titik
impas akan dicapai saat budidaya rumput
laut menghasilkan rumput laut kering
sebanyak 3.837 Kg.
C.2.3. Analisis break event point
BEP(Rp)
=
=
BEP menunjukkan suatu gambaran
produksi setiap tahun yang harus dicapai
untuk memperoleh titik impas (tidak
untung dan tidak rugi). Keadaan titik impas
merupakan keadaan dimana penerimaan
usaha rumput laut (TR) sama dengan biaya
yang di tanggung (TC) atau TR=TC.
berikut hasil perhitungan BEP:
.
.
.
= Rp. 4.333
Perolehan BEP(Rp) di atas artinya, titik
impas akan dicapai pada harga jual rumput
laut sebesar Rp. 4.333/Kg.
C.2.4. Analisis Return on invesment
(ROI)
BEP(Kg) =
=
..
= 3.837 Kg
ROI =
= 0,85 = 85 %
..
ROI =
.
.
Berdasarkan perbandingan laba
dan modal produksi diperoleh nilai ROI
sebesar 85 %, yang berarti bahwa besarnya
keuntungan yang diperoleh dibandingkan
dengan besarnya investasi yang ditanamkan
adalah baik, artinya setiap modal sebesar
Rp.100 di peroleh keuntungan sebesar
Rp.85,00.
C.2.5. Analisis Kelayakan Usaha
Untuk menilai kelayakan usaha
digunakan analisis kriteria investasi
Benefit Cost Ratio (B/C). Adapun nilai
kriteria investasi usaha budidaya rumput
laut di perairan Pulau Takouw adalah
sebagai berikut:
B/C
=
..
..
=
. = 1,85
B/C
ratio
menunjukkan
perbandingan antara keuntungan dan biaya
produksi. Berdasarkan perhitungan B/C
ratio, diperoleh nilai B/C ratio adalah 1,85.
Berdasarkan kriteria nilai B/C, nilai B/C
ratio yang diperoleh lebih besar dari 1
sehingga dapat diinterpretasikan bahwa
usaha budidaya rumput laut di perairan
Pulau Takouw layak dilaksanakan, atau
dapat dijelaskan bahwa dengan modal
Rp.19.187.000 kita dapat memperoleh hasil
penjualan sebesar 1,85 kali jumlah modal.
D. Penutup
Dari hasil penelitian ini maka
beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan
usaha dan revenue cost ratio (R/C)
dapat diinterpretasikan bahwa usaha
budidaya rumput laut di perairan Pulau
Takouw
mengalami
keuntungan,
sedangkan berdasarkan BEP titik
impas akan dicapai saat budidaya
rumput laut menghasilkan rumput laut
investmen (ROI) besarnya keuntungan
yang diperoleh dengan modal sebesar
Rp.100 di peroleh keuntungan sebesar
Rp.85,00.
kering sebanyak 3.837 Kg atau titik
impas akan dicapai pada harga jual
rumput laut sebesar Rp. 4.333/Kg, dan
berdasarkan analisis return on
Indriani H dan
Budidaya,
Suminarsih E.
2003.
Pengolahan,
dan
Pemasaran Rumput Laut. Penebar
Swadaya. Jakarta.
2. Berdasarkan analisis kriteria investasi
Benefit Cost Ratio (B/C) usaha
budidaya rumput laut di perairan
Pulau Takouw layak dilaksanakan.
Daftar Pustaka
Anggadiredja Jana T, A. Zatnika,
Purwoto dan Sri
Rumput
Laut
Pengolahan,
Komoditas
Istini.
H.
2011.
(Pembudidayaan,
dan
Pemasaran
Perikanan
Potensial).
Penebar Swadaya. Jakarta.
Kordi, M. Ghufran H. 2010. A
Budidaya
Biota Akuatik
to Z
untuk
Pangan, Kosmetik, dan ObatObatan. Andi Offset, Yogjakarta.
Kordi, M. Ghufran H. 2011. Kiat Sukses
Budidaya Rumput Laut di Laut dan
Tambak. Andi. Yogjakarta.
Panawa, Y. 2013. Pertumbuhan Rumput Laut
dalam Hubungannya dengan Suhu
dan Salinitas. Skripsi Fakultas Ilmu
Alam dan Teknologi Rekayasa
Universitas Halmahera. Tobelo