PERAN DAN WEWENANG GUBERNUR DALAM UNDANG

PERAN DAN WEWENANG GUBERNUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23
TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
Peran Gubernur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dapat
peran gubernur sebagai kepala daerah otonom dalam pasal 65 (1) dan sebagai wakil
pemerintah pusat pasal 91 (2).
Pasal 65 :
(1) Kepala daerah mempunyai tugas:
a. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan
bersama DPRD; b. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; c. menyusun dan
mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada
DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD; d. menyusun
dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD,
dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk
dibahas bersama; e. mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk

kuasa


hukum

untuk

mewakilinya

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundangundangan; f. mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan g.
melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91 :
(2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai tugas:

a. mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Tugas Pembantuan di
Daerah kabupaten/kota; b. melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya; c.
memberdayakan dan memfasilitasi Daerah kabupaten/kota di wilayahnya; d. melakukan
evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD,
perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak daerah,
dan retribusi daerah; e. melakukan pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota; dan f.
melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1

Kewenangan Retribusi, Delegasi dan Mandat Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan,
pengertian Atribusi, Delegasi, dan Mandate diatur dalam Pasal 1 ayat (22). Atribusi adalah
pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang; (23). Delegasi adalah
pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi; (24). Mandat adalah

pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Kewenangan Gubernur sebagai Kepala Daerah
1. Kewenangan Atributsi
Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 jelas mengatakan bahwa
Gubernur, Bupati, dan Walikota mesing-masing sebagai kepala Pemerintahan daerah
Provinsi, kabupaten, dan Kota dipilih secara Demokratis. Pasal 18 ayat (6) juga
mengatakan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan Daerah dan
Peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan yang
kemudian diperjelas dalam Pasal 240 ayat (2) UU No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah bahwa Penyusunan rancangan Perda dapat berasal dari DPRD atau
kepala daerah. Dalam hal ini bahwa gubernur diberi wewenang untuk membuat perda.
Dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2014 mengenai atribusi dapat disimpulkan
bahwa wewenangan gubernur sebagai kepala daerah dan sebagai pembuat peraturan
daerah tampak bahwa wewenang diperoleh secara atribusi bersifat asli yang berasal dari
Peraturan Perundang-Undangan dengan kata lain, gubernur memperoleh kewenangan
secara langsung dari redaksi pasal dalam Peraturan perundang-undangan yaitu UUD
tahun 1945 dan UU No.23 Tahun 2014.
2. Kewenangan Delegasi

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 dalam Pasal 9 membedakan antara urusan
pemerintahan absolute dan urusan pemerintahan konkruen dan urusan pemerintahan
Umum. Ayat (1) mengatakan bahwa urusan pemerintahan terdiri atas urusan
pemerintahan absolute, urusan pemerintahan konkruen, dan urusan pemerintahan umum.
Ayat (2) Urusan pemerintahan absolute sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah urusan
2

pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Ayat (3) Urusan
pemerintahan konkruen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah urusan pemerintahan
yang dibagi antara pemrintah pusat dan daerah provinsi dan Kabupaten/Kota. Ayat (4)
Urusan Pemerintahan konkruen yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan
Otonomi Daerah. Ayat (5) Urusan Pemerintahan Umum sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan. absolute adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan pemerintah pusat.
Pasal 11 dan 12 UU No.23 Tahun 2014 menjabarkan lebih jelas mengenai urusan
pemerintahan konkruen yaitu :
Pasal 11 :
(1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang
menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan

Pemerintahan Pilihan.
(2)Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan
Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
(3)Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya
merupakan Pelayanan Dasar.
Pasal 12 :
(1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a)pendidikan; b).kesehatan; c).pekerjaan umum dan penataan ruang; d). perumahan
rakyat dan kawasan permukiman; e). ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan f). sosial.
(2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d.
pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g.
pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l.
penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p.

kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan.
3

(3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
meliputi:
a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber
daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi.
Dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang teori Delegasi yang telah
dijabarkan sebelumnya, tampak bahwa wewenang Gubernur yang diperoleh secara delegasi.
Karena telah dikatakan bahwa Urusan pemerintahan konkruen adalah urusan pemerintahan
yang dibagi antara pemrintahan pusat dan daerah provinsi dan Urusan Pemerintahan
konkruen yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. Urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah seperti, pendidikan,, kesehatan,
pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman;,
ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat, sosial dan lain sabagainya
yang dimana hal tersebut sudah memiliki masing-masing kementrian yang dalam hal ini
merupakan bagian dari kewenangan pusat, namun dilimpahkan kepada pemerintahan daerah
dalam hal ini termasuk Gubernur yang tanggung jawab Yuridis tidak lagi berada pada
pemberi delegasi tetapi beralih kepada Gubernur selaku penerima delegasi dan kepala
pemerintahan daerah provinsi.

3. Kewenangan Mandat
Pasal 91 ayat (1) sampai ayat (4) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah mengatakan bahwa :
(1) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota dan Tugas Pembantuan
oleh Daerah kabupaten/kota, Presiden dibantu oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai tugas:
a. mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Tugas Pembantuan di
Daerah kabupaten/kota; b. melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya; c.
memberdayakan dan memfasilitasi Daerah kabupaten/kota di wilayahnya; d. melakukan
evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD,
perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak
daerah, dan retribusi daerah; e. melakukan pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota;
dan f. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4

(3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud ayat

(2), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai wewenang:
a. membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota; b. memberikan
penghargaan atau sanksi kepada bupati/wali kota terkait dengan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah; c. menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintahan antar-Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi; d.
memberikan

persetujuan

terhadap

rancangan

Perda

Kabupaten/Kota

tentang

pembentukan dan susunan Perangkat Daerah kabupaten/kota; dan melaksanakan

wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Selain melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1). Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mempunyai tugas dan wewenang :
a.menyelaraskan perencanaan pembangunan antar- Daerah

kabupaten/kota dan antara

Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota di wilayahnya; b. mengoordinasikan
kegiatan pemerintahan dan pembangunan antara Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota dan antar-Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya; c. memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah Pusat atas usulan DAK pada Daerah kabupaten/kota di
wilayahnya; d. melantik bupati/wali kota; e. memberikan persetujuan pembentukan
Instansi Vertikal di wilayah provinsi kecuali pembentukan Instansi Vertikal untuk
melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan pembentukan Instansi Vertikal oleh
kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; f. melantik kepala Instansi Vertikal dari
kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian yang ditugaskan di wilayah
Daerah provinsi yang bersangkutan kecuali untuk kepala Instansi Vertikal yang
melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan kepala Instansi Vertikal yang dibentuk
oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Hal tersebut lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 92 UU No.23 tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah yang mengatakan bahwa Dalam hal gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat tidak melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 ayat (2) sampai dengan ayat (4), Menteri mengambil alih pelaksanaan
tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 mengenai mandate yang telah
dipaparkan sebelumnya dapat diperoleh kesimpulan bahwa kewenangan Gubernur juga
diperoleh secara mandate karena Gubernur sebagai penerima mandate (mandataris)
5

hanya bertindak atas nama pemberi mandate (mandans) dalam hal ini pemerintah Pusat,
tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada pemberi
mandate (mandans).

6