ANALISIS ANTRIAN LALU LINTAS PADA DAERAH

ANALISIS ANTRIAN LALU LINTAS
PADA DAERAH YANG MENYEMPIT DI JALAN ARTERI
(Studi Kasus di Jalan Lingkar Utara Yogyakarta)
Sukarno
Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil, FTSP, UII
Email: [email protected]
Abstrak: Kemacetan lalu lintas yang sudah menjadi pemandangan umum di kota-kota besar kadangkadang dapat dijumpai di jalan bebas hambatan. Kemacetan di jalan bebas hambatan terjadi jika arus
kedatangan lebih besar dibandingkan arus keberangkatan, misalnya bila sedang ada pekerjaan
konstruksi jalan, atau sedang ada pekerjaan didaerah hilir hingga sebagian lajur jalan terpaksa
ditutup yang mengakibatkan terdapatnya daerah yang menyempit. Pada bagian jalan lurus dan
panjang diantara persimpangan seperti pada jalan arteri antar kota dapat dianggap juga sebagai
jalan bebas hambatan. Dua model, yaitu antrian tertentu dan gelombang kejut, diuji untuk
menganalisis karakteristik akibat dari daerah yang menyempit ini. Karakteristik tersebut adalah
tundaan (delay), panjang antrian, dan lamanya antrian. Uji model dilaksanakan di Jalan Arteri
Lingkar Utara Yogyakarta. Karakteristik yang diperoleh dari analisis dengan menggunakan dua model
dibandingkan dengan kenyataan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diadakan
modifikasi pada model gelombang kejut, karakteristik kenyataan dapat didekati dengan menggunakan
kedua model walaupun masih terdapat perbedaan kecil.
Abstract: Traffic congestion, which has been a common phenomenon in big cities sometime, is found
also on a freeway or arterial road. Congestion on a freeway happens when arrival flow is greater than
departure flow, for instant when there are a road construction or an accident downstream or greater

capacity at upstream compared than downstream. On long and straight road between intersections
such as arterial road can be considered as freeway as well. Two models, determined and shock wave
are applied to analyze bottleneck on arterial road, called north ring road, in Yogyakarta. The results
obtained from two models are compared with actual one. It is found that two models could be used,
although there are still some differences, to predict the characteristics of bottleneck as long as the
shock wave is modified earlier.

Kata-kata Kunci:Antrian, Daerah yang Menyempit, Jalan Arteri, Antrian Tertentu,
dan Gelombang Kejut.
1. PENDAHULUAN
Kemacetan terjadi di hampir sebagian besar jaringan jalan perkotaan tidak
terkecuali di jalan arteri antar kota. Kemacetan yang kronis menyebar dengan cepat
dan berlangsung sangat lama. Karena tujuan jalan arteri antar kota adalah untuk
kecepatan tinggi maka mengatasi masalah kemacetan di jalan seperti itu adalah
penting. Menurut Papacostas dan Prevedouros (1993) salah satu diantara banyak isu
yang memerlukan perhatian dalam manajemen kemacetan untuk jalan kecepatan
tinggi adalah perlunya prosedur analitis untuk mempelajari efek dari kemacetan akibat
penyempitan jalan.
Model antrian (queuing model) dan gelombang kejut (shock wave) adalah dua
model yang biasa digunakan oleh para ahli untuk menganalisis masalah kemacetan di

jalan bebas hambatan (May, 1990). Model antrian memperlakukan lalu lintas yang
akan melewati daerah sempit sebagai persoalan antrian tertentu sederhana, sedangkan
model kedua menganggap arus lalu lintas sebagai arus fluida dan perambatan
gelombang yang terjadi karena fluida melalui daerah yang menyempit dianggap linier.
Dari hasil perhitungan numeris, McShane dan Roess (1990), menunjukkan bahwa
prediksi model antrian lebih rendah dibanding model gelombang kejut (hingga 60%

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

1

untuk jumlah antrian dan tundaan). Besarnya perbedaan prediksi dan belum
banyaknya usaha mendalami adanya perbedaan (May, 1990) akan membuat para
pengguna menghadapi kesulitan dalam penerapannya. Oleh karena itu
membandingkan kedua model dalam memprediksi karakteristik kemacetan serta
membandingkan dengan kenyataan merupakan salah satu jalan keluar terbaik.
Perumusan masalah karenanya dapat dirumuskan sebagai “apakah model antrian dan
gelombang kejut dapat digunakan sebagai alat analisis dalam memecahkan persoalan
antrian pada daerah yang menyempit di daerah arteri?”.
Jalan bebas hambatan (McShane and Roess, 1990) didefinisikan sebagai jalan

terbagi berlajur banyak yang memiliki kontrol akses sangat ketat sepanjang jalan
tersebut. Tidak ada gangguan yang sifatnya tetap terhadap arus lalu lintas sepanjang
jalan ini. Karakteristik arus adalah akibat dari interaksi antara sesama kendaraan,
ataupun antara kendaraan dengan lingkungan. Di bagian tengah antara dua persimpangan pada ruas jalan arterial terbagi antar kota yang lurus dan panjang dapat dianggap
sebagai jalan bebas hambatan
Maksud dari penelitian ini adalah membandingkan dua model analisis
kemacetan dalam memprediksi karakteristik kemacetan di jalan arteri (bebas
hambatan) akibat daerah yang menyempit dengan kenyataan yang ada. Sedangkan
tujuan dari penelitian adalah a) menentukan karakteristik kemacetan di daerah yang
menyempit pada jalan arteri terbagi antar kota dengan mempergunakan model antrian
dan gelombang kejut, b) membandingkan karakteristik hasil dari prediksi kedua
model dengan kenyataan, dan c) memodifikasi salah satu atau kedua model (bila
memungkinkan) agar keduanya dapat dipergunakan dengan perbedaan prediksi
sekecil mungkin.
Lokasi pengujian model adalah di Jalan Lingkar Utara Yogyakarta (lihat
Gambar 1.). Jalan dua arah ini mempunyai jalur cepat dengan dua lajur per arah dan
lebar masing-masing lajur 3 m. Hanya kendaraan bermotor dengan roda minimum
empat yang boleh melintas lajur cepat. Kendaraan sepeda motor dan kendaraan
lambat lain harus menggunakan jalur lambat. Jalan dipisahkan dengan median tinggi
selebar 100 cm hingga pergerakan arus tidak akan terganggu oleh kendaraan lawan.

Karena lalu lintas di Indonesia mempunyai perilaku yang berbeda dengan
yang ada di negara barat (Sukarno, 1993) maka mengetahui karakteristik modelmodel antrian untuk memecahkan masalah kemacetan di daerah penyempitan menjadi
masukan yang penting bagi ahli rekayasa lalu lintas. Disamping itu para praktisi juga
dapat memanfaatkan hasil ini untuk mengantisipasi akibat-akibat yang
ditimbulkannya bila terdapat daerah penyempitan di jalan bebas hambatan. Manfaat
lebih lanjut misalnya dalam penyusunan manual operasional jalan bebas hambatan.
Sering pihak pengelola jalan harus menutup sebagian jalan karena adanya perbaikan
jalan, adanya kecelakaan, ataupun maksud lain. Hasil dari studi ini dapat membantu
pengambil kebijakan untuk mengetahui ketertundaan, lama kemacetan, dan jumlah
kendaraan yang terjebak dalam kemacetan hingga langkah-langkah profesional dapat
diambil hingga kerugian bisa diminimalkan.
Dalam penelitian ini istilah-istilah diartikan sebagai berikut.
a. Jalan arteri adalah jalan dengan jalan masuk dibatasi, yang melayani angkutan
utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh dan kecepatan rata-rata tinggi (UUJ No.13,
1980).
b. Jalan bebas hambatan adalah jalan untuk lalu lintas menerus dengan jalan masuk
dibatasi yang dimaksudkan untuk memberikan keamanan dan efisiensi gerakan lalu
lintas volume tinggi, pada kecepatan relatif tinggi (SSGDUR, 1992).

Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012


2

Keterangan:

: Lokasi yang di studi

Gambar 1. Jalan Lingkar Utara di Yogyakarta
2. TINJAUAN PUSTAKA
Penyempitan terjadi bila arus yang melalui bagian jalan bebas hambatan
melampaui kapasitas bagian jalan tersebut. Umumnya ini terjadi karena meningkatnya
arus hingga diatas kapasitas normal bagian jalan yang ditinjau ataupun pengurangan
sementara kapasitas dibagian jalan yang ditinjau hingga dibawah kapasitas normal.
Yang pertama mungkin terjadi karena jalan hulu dari bagian jalan yang ditinjau
mampu mengalirkan arus yang tinggi. Ini biasanya merupakan hal penyempitan yang
sifatnya tetap dan efeknya hanya terlihat selama arus lalu lintas tinggi. Yang kedua
umumnya merupakan hal penyempitan yang sifatnya sementara dan ini dapat terjadi
karena ada kecelakaan atau pemblokiran jalan.
Akan ditinjau penyempitan yang terjadi karena peningkatan arus mendadak
hingga melampaui kapasitas normal bagian jalan yang ditinjau. Andaikan arus

meningkat dari q0 (< cb) hingga q1 (>cb) pada waktu t0 dimana cb (=qb) adalah
kapasitas pada bagian jalan yang mengalami penyempitan (lihat Gambar 2.). Misalkan
kondisi ini (disebut arus tahap-1) tetap selama t1, yang kemudian menurun hingga q2
Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

3

( qb, > q2
Gambar 2. Daerah yang menyempit di jalan bebas hambatan
2.1.

Antrian Tertentu

Berdasarkan teori antrian tertentu, kendaraan yang datang (arrival vehicles)
pada arus tahap-1 selama t1 diasumsikan linier dan persamaannya adalah A1(t) = q1.t
dan juga untuk arus tahap 2 selama (t2 – t1) berbentuk A2(t) = q2.t (lihat Gambar 3.).
Sedangkan kendaraan yang berangkat (departure vehicles) baik pada tahap-1 maupun
tahap-2 mempunyai bentuk D(t) = qb.t.
Kedatangan/Keberangkatan
A1(t2)=D(t)

A1(t1)
D(t)
D(t1)

0

t1

t2=te

Waktu

Gambar 3. Kurva kedatangan dan keberangkatan menurut antrian tertentu
Kendaraan yang tidak dapat melalui daerah sempit selama arus tahap-1 akan
berakumulasi dan menghasilkan antrian. Laju akumulasi dalam antrian yang terjadi
adalah q1 – qb. Dalam arus tahap-2, antrian kendaraan akan berkurang dengan laju q2–
qb karena arus sekarang lebih kecil dibanding kapasitas didaerah sempit. Dari Gambar
3. dapat dilihat bahwa panjang antrian maksimum (nm) adalah,
nm = A1(t1) – D(t1)


(1)

Bila arus tahap-2 bertahan cukup lama maka antrian akan hilang pada saat
t=t2=te, dimana di titik ini A2(t2) = D(t2). Waktu t2 (=te) ini juga merupakan lamanya
kemacetan dan dapat dicari dari lamanya arus tahap-1 (t 1), panjang antrian maksimum
(nm), arus di daerah sempit (qb), dan arus tahap-2 (q2) yaitu,
Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

4

nm
te== t1 + -----------(qb – q2)

(2)

jumlah kendaraan yang dipengaruhi oleh kemacetan adalah ne yaitu jumlah kendaraan
yang lepas dari antrian selama perioda kemacetan yaitu,
ne = qb te

(3)


Tundaan tiap kendaraan diberikan oleh jarak horizontal antara kurva
kedatangan dan keberangkatan dengan asumsi tidak ada penyalipan. Dengan begitu
tundaan maksimum (dm) terjadi pada kendaraan terakhir pada arus tahap-1 yaitu,
A1(t1)
A1(t1)
dm = --------- - --------(4)
qb
q1
atau,
nm
dm = -----(5)
qb
Oleh karena itu luas segitiga (yang dihitamkan) pada Gambar 3. akan memberikan
tundaan total (dt) yaitu,
dt = ½ nm [t1 + (te-t1)]

(6)

Tundaan rata-rata (dr) dari semua kendaraan yang terpengaruh oleh kemacetan

menjadi,
dt
dr = ----ne
2.2.
Gelombang Kejut

(7)

Untuk keadaan arus yang sama dengan diatas yaitu q 1>qp>q2 dimisalkan bagian jalan
sebelum daerah sempit pada jalan bebas hambatan mempunyai hubungan kecepatan
(v), kepadatan (k), dan arus (q) seperti nampak pada Gambar 4.
vf
Hubungak v–k dimisalkan v = vf - ---- k
kj
dengan mengingat q = v.k, hubungan q-v dan q-k dapat dicari yaitu,
kj
vf
2
q = - ---- v + kj v
dan q = - ---- k2 + vf k

vf
kj
disini vf dan kj berturut-turut adalah kecepatan bebas dan kepadatan maksimum.
v (km/j)

q (kend/j)

q (kend/j)

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

5

vf

qm

qm
(k1,q1)
(kp,qp)

vc
k
kc
kj
k (kend/km)
vf
kj
vf
a). v = vf - --- k
b). q = - ---- v2 + kj v
c). q = - ---- k2 + vf k
kj
vf
kj
Gambar 4. Pemisalan hubungan v-q-k pada model gelombang kejut
0

k
kj
k (kend/km)

(k2,q2)
v
vf
0
v (km/j)

kc

0

vc

Andaikan pada saat 0 arus meningkat menjadi q1, yakni arus yang melampaui
kapasitas daerah sempit, dan kepadatan berubah menjadi k1. Karena arus melampaui
kapasitas daerah sempit maka akan timbul gelombang kejut yang akan bergerak
kehulu mulai dari awal daerah sempit. Gelombang kejut ini akan merambat ke hulu
dengan kecepatan yang diasumsikan konstan sebesar s1 [diberikan oleh kemiringan
garis yang menghubungkan (k1,q1) dan (kp,qp) pada Gambar 4.], dimana kp adalah
kepadatan didaerah sebelum daerah sempit (di daerah dimana terdapat antrian
kendaraan) dan berkaitan dengan qp (=qb=cb). Akibat gelombang kejut yang merambat
ke arah hulu ini antrian yang terbentuk akan bertambah panjang. Misalkan gelombang
kejut dengan kecepatan s1 ini berakhir setelah t1 (lihat Gambar 5.). Setelah t1, yang
disebut dengan arus tahap-1, berakhir kemudian disusul arus tahap-2 dimana q 2 < qp.
Pada arus tahap-2 ini terjadi gelombang kejut lain yang merambat kehilir dengan
kecepatan yang juga diasumsikan konstan sebesar s 2 yang besarnya sama dengan
kemiringan garis (k2,q2) ke (kp,qp) seperti terlihat pada Gambar 4. Arus tahap-2 ini
berakhir setelah t2 dan ini ditandai dengan hilangnya antrian (lihat Gambar 5.).
Jarak ke hulu dari awal daerah sempit
x1=xm
s2
s1
0

Waktu
t1

t2=te

Gambar 5. Panjang antrian berdasarkan model gelombang kejut
Dari Gambar 5. terlihat bahwa antrian terpanjang akan terbentuk pada saat t 1
yaitu x1 (=xm) dan besarnya,
xm = s1.t1

(8)

karena kepadatan lalu lintas dalam antrian adalah kp maka panjang antrian maksimum
(=nm) adalah,
nm = kp.xm
Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

(9)
6

kondisi di hulu awal daerah sempit akan macet selama t2 (= te), ini disebut lama
kemacetan, yang besarnya,
xm
te = t1 + ---(10)
s2
jumlah kendaraan yang dipengaruhi oleh kemacetan (ne) adalah jumlah kendaraan
yang lepas dari daerah macet selama lama kemacetan yaitu,
ne = qp,te

(11)

tundaan total dt, yaitu tundaan semua kendaraan yang terpengaruh oleh kemacetan,
dapat dihitung dari luas segitiga pada Gambar 5. yaitu,
dt = ½.te.xm

(12)

Tundaan rata-rata (dr) dapat dicari dari,
Dt
dr = ---(13)
ne
tundaan maksimum (dm) adalah tundaan yang dialami kendaraan terakhir dalam
antrian terpanjang atau maksimum (=nm). Karena antrian ini bergerak dengan laju qp
maka,
nm
dm = ---(14)
qp
3. PENGUMPULAN DATA
Ruas jalan yang distudi adalah Jalan Lingkar Utara di daerah Maguwo Harjo,
Yogyakarta (lihat Gambar 1.). Jalur cepat yang distudi berarah ke selatan dimana jarak
ke persimpangan berlampu kira-kira 3 km hingga gangguan platoon kendaraan dapat
dikatakan sudah tidak ada lagi. Jalan Lingkar Utara yang di studi mempunyai jalur
lambat dan cepat. Jalur cepat dua arah yang masing-masing arah terdiri dari dua lajur
dengan lebar 3 m, dipisahkan oleh median setinggi 20 cm dengan lebar 120 cm. Jalur
lambat di kedua sisi jalan dengan lebar rata-rata 4 m dipisahkan dengan jalur cepat
oleh median setinggi 20 cm dan lebar 50 cm. Jalur lambat diperuntukkan khusus
untuk sepeda motor dan kendaraan tak bermotor, sedangkan jalur cepat untuk
kendaraan bermotor dengan roda minimum empat. Akses dari jalur lambat ke jalur
cepat dibatasi namun dibeberapa tempat sangat ramai hingga mengganggu perjalanan
di jalur cepat .
Daerah sempit yang distudi dibuat dengan cara menutup 1 lajur dari 2 lajur
pada jalur cepat yang berarah ke selatan (arah selatan dipilih karena gangguan
platoon yang mungkin mempengaruhi pola kedatangan dapat dikatakan tidak ada).
Penutupan dilakukan dengan menggunakan traffic cones yang dipasang menyerong
(taper) hingga kendaraan tertuntun menuju pintu daerah jalan yang menyempit (lihat
Gambar 6.). Pengambilan data dilakukan pada pukul 10.00 s/d 12.00 pada hari Senin
(11/6/2012) hingga Kamis (14/6/2012).

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

7

4m

6m

6m

4m

Traffic cones
Awal daerah
sempit
qb
U
|

|
Jalur
lambat

|
Jalur cepat

|
Jalur
lambat

Gambar 6. Sket lokasi pengambilan data di Jalan Lingkar Utara
Dasar pengambilan waktu untuk pengumpulan data ini adalah pengamatan
yang dilakukan sebelumnya yaitu bahwa arus antara pukul 10.00 – 11.00 meninggi
dan akan turun lagi antara pukul 11.00 – 12.00. Ijin pada petugas dilakukan sebelum
survei dimulai untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Saat pengukuran
berlangsung cuaca cerah dan lalu lintas normal.
Variabel yang diukur selama pengukuran setelah jalan ditutup satu lajur adalah
sebagai berikut.
a. Arus q1 dan q2 dan waktu berlangsungnya q1 (=t1) dan q2, (=t2),
b. Panjang antrian maksimum (nm), lamanya kemacetan (te), jumlah kendaraan yang
dipengaruhi kemacetan (ne), dan tundaan maksimum (dm), dan
c. Geometri jalan
Pengukuran dilaksanakan secara manual dengan mengerahkan enam surveyor.
Empat orang mengukur arus dan dua orang mengukur mengukur karakteristik
kemacetan (nm, te, ne, dan dm). Satu dari enam orang tersebut juga diberi tugas
mengawasi jalannya pengambilan data. Interval pengukuran rata-rata 5 menit. Tidak
ada hambatan yang berarti selama berlangsungnya pengukuran.

Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

8

4. HASIL DAN ANALISIS
4.1.

Hasil Pengukuran

Setelah diadakan data reduksi maka data yang dipakai adalah yang
dikumpulkan pada hari Selasa 10 Juni 2001 dan berlangsung selama kurang lebih 45
menit (ditandai dengan hilangnya antrian). Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
berikut.
Tabel 1. Data volume 5-menitan pada jalur cepat arah ke selatan (2-lajur) di Jalan
Lingkar Utara Yogyakarta
5 mnt
ke

kr
factor=1
kr
skr

kbs
factor=1,5
kbs
skr

bb
factor=1
bb
skr

tb
factor=3,2
tb
skr

1.
2.
3.
4.
5.
6.

101
112
115
108
120
113

101
112
115
108
120
113

9
5
6
11
4
5

15
8
9
17
6
8

7
6
1
3
6
3

7
6
1
3
6
3

1
2
0
2
0
1

7.
8.
9.
10

87
78
79
80

87
78
79
80

5
1
3
2

8
2
5
3

4
0
1
1

4
0
1
1

0
0
0
1

4
7
0
7
0
4
Total
0
0
0
4
Total

Keterangan:

Total

Waktu

Kend

skr

mnt

118
125
122
124
130
124
742
96
79
83
84
342

127
133
125
135
132
128
780
99
80
85
88*)
352

5
5
5
5
5
5
30
5
5
5
5
20

1. Perhitungan dilakukan dengan metoda IHCM (1994) untuk interurban.
2. kr=kend. Ringan; kbs=kend.berat sedang; bb=bis besar; ts=truck
besar; skr=satuan kendaraan ringan.
3. *) = setelah pengamatan ini kendaraan yang antri tinggal satu.
4. mnt = menit

Sedangkan hasil pengukuran ataupun perhitungan variabel setelah lajur ditutup
adalah seperti berikut.
a. Karakteristik jalan bebas hambatan
Kapasitas jalan; c = 1487 skr/j/lajur atau c = 124 skr/5 mnt/lajur
[dihitung berdasarkan IHCM 1994 (interurban) c=co.fcw.fsp.fmc.fsf
(skr/jam)  co=1900 skr/jam; fcw=0,91, fsp=1, fmc=1, dan fsf=0,86]
Kecepatan bebas; vf = 64 km/j [dihitung berdasarkan IHCM 1994 (interurban)
vf=vfo+vfw+vfsf+vfrt(km/jam)  vfo=78, vfw=-7, vfsf=-6, dan vfrc=-1]
Arus; q1 = 780 skr/30 menit/2 lajur atau q1 = 130 skr/5 menit/2 lajur
q2 = 264 skr/15 menit/2 lajur atau q2 = 88 skr/5 menit/2 lajur
b. Karakteristik kemacetan
Panjang antrian maksimum (nm) = 111 skr, lamanya kemacetan (te) = 50 mnt,
jumlah kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (ne) = 1132 skr, tundaan maksimum
(dm) = 5 menit, dan laju keluarnya kendaraan di jalan sempit (q bf) = 113 skr/5-mnt
(lihat Tabel 2.berikut).

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

9

Tabel 2. Laju pelayanan kendaraan di awal jalan yang menyempit
5 mnt
ke
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Total
Arus
datang
Sisa
7.
8.
9.
10
Total
Arus
datang
Sisa

kr
f=1
kr

skr

kbs
f=1,5
kbs
skr

bb
f=1
bb

skr

tb
f=3,2
tb skr

87
90
93
86
100
104
560

87
90
93
86
100
104
560

6
6
8
10
5
4
39

9
9
12
15
8
6
59

5
6
2
4
5
4
26

5
6
2
4
5
4
26

1
1
1
1
1
1
6

4
4
4
4
4
4
23

669

669

40

63

26

26

6

23

109
104
116
111
102
433
433

109
104
116
111
102
433
433

1
5
2
3
1
11
12

2
8
3
5
2
20
22

0
4
0
1
1
6
6

0
4
0
1
1
6
6

0
0
0
0
1
1
1

0
0
0
0
4
4
4

0

0

1

2

0

0

0

0

Sisa (tdk.
terlayani)
knd skr
19
22
18
23
19
11

110
93
54
22
1

22
24
14
26
15
10

111
94
55
23
2

Total
terlayani
kend
skr
99
103
104
101
111
113
681

105
109
111
109
117
118
669

741

780

113
118
115
105
451

116
119
117
109
461

c. Geometri
Geometri di tempat studi dapat dilihat pada Gambar 7. berikut.
Jalur lambat

Jalur cepat
4m

6m

0.5 m

CL

0.6 m

Gambar 7. Tipikal geometri untuk penampang melintang di daerah studi
4.2. Analisis
a. Model antrian
Disini A1(t) = 130 t skr/2-lajur/5-mnt, A 2(t) = 88 t skr/2-lajur/5-mnt, dan D(t) = 124
t skr/lajur/5-mnt, t1 = 6 5-mnt, Perhitungan dilakukan per 2-lajur.
Panjang antrian maksimum = nm
nm = A1(t1) – D(t1) = 130(6) – 124(6) = 780 – 744 = 36 skr
Lamanya kemacetan = te
nm
36
36
te== t1 + ------------ = 6 + ------------- = 6 + ------- = 7 (5 mnt) = 35 mnt
(qb – q2)
(124-88)
36
Jumlah total kendaraan yang terpengaruh kemacetan = ne
ne = qb te = 124 (7) = 868 skr
Tundaan maksimum (dm)
Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

10

A1(t1) A1(t1)
780
780
dm = --------- - --------- = ------ - ------- = 6,29 – 6 = 0,29 (5mnt) = 1,45 mnt
qb
q1
124
130
Tundaan total = Dt
Dt = ½ nm [t1 + (te-t1)] = ½ 36 [6+(7-6)] = 126 skr 5-mnt=630skr-mnt
Tundaan rata-rata = dr
Dt
630
dr = ---- = ------- = 0,72 mnt
ne
868
b. Model gelombang kejut
Dari vf=64km/j, c=qm=qb=1487skr/j/lajur, q1=780skr/j/lajur, q2=528skr/j/lajur, dan
dengan menggunakan IHCM 1994 (interurban) diperoleh kecepatan aktual
v1=55km/j dan v2=58km/j. Kemudian dengan q1=780skr/j/lajur, v1=55km/j,
q2=528skr/j/lajur, v2=58km/j, dan hubungan q=v.k diperoleh k1=15skr/km/lajur. dan
k2=10skr/km/lajur.
Juga
melalui
hubungan
v=vf-(vf/kj)k
didapatkan
2
kj=107skr/km/lajur. Karena (vf/kj)kp -vf.kp+qp= 0, maka dengan mengisikan nilai vf,
kj, dan qp(=qb=c=qm=1487skr/j/lajur) akan diperoleh nilai kp=73skr/km/lajur.
Kecepatan gelombang yang merambat ke hulu (s1),
q1-qp
1560-1487
s1 = -------- = -------------- = -0,63 km/j (tanda (-) berarti gelombang merambat
k1-kp
30-146
ke arah hulu.
Kecepatan gelombang yang merambat ke hilir (s2),
q2-qp
1056-1487
s2 = -------- = -------------- = 3,42 km/j (tanda (+) berarti gelombang merambat
k2-kp
20-146
ke arah hilir.
Panjang antrian maksimum dalam satuan jarak (xm),
xm=s1.t1=0,63(0,5)=0,32km atau dalam satuan skr,
nm=kp.xm=146(0,32)=47skr
Lamanya kemacetan (te),
xm
0,32
te = t1 + ---- = 0,5 + ----- = 0,59j = 36mnt
s2
3,42
Jumlah total kendaraan yang dipengaruhi oleh kemacetan (ne),
ne=qp.te=1487(0,59)=878skr
Tundaan maksimum (dm),
dm=nm/qp=47/1487=0,032j=1,92mnt
Tundaan total (dt),
dt = ½.te.xm=½(0,59)(0,32)=0,09km-j=5,7km-mnt atau dalam satuan skr mnt,
dt=½.te.kp.xm=½(0,59)(146)(0,32)=827skr-mnt
Tundaan rata-rata (dr),
dr = dt/ne=827/878=0,94mnt/kend
Hasil dari perhitungan karakteristik kemacetan diatas dalam bentuk ringkas
beserta kenyataannya dapat dilihat pada Tabel 3. berikut.

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

11

Tabel 3. Karakteristik kemacetan antara teori dan kenyataan
Karakteristik
nm
te
ne
dm
dt
dr

Antrian (A)
36 skr
35 mnt
868 skr
1,45 mnt
630 skr-mnt
0,72 mnt

Model
Gel. Kejut (GK)
47 skr
36 mnt
878 skr
1,92 mnt
827 skr-mnt
0,94 mnt

Kenyataan
(K)
111 skr
50 mnt
1132 skr
5 mnt
-

KvsA
209%
43%
31%
245%
-

Perbedaan
KvsGK
GKvsA
136%
31%
39%
3%
29%
1%
160%
32%
31%
30%

Dari Tabel 3 terlihat bahwa perbedaan yang sangat-sangat signifikan antara
kenyataan yang ada dengan prediksi teori. Untuk panjang antrian maksimum (nm) dan
tundaan maksimum (dm) perbedaannya mencapai diatas 130% sedangkan untuk lama
kemacetan (te) dan jumlah total kendaraan yang terpengaruh kemacetan (ne)
perbedaannya mencapai rata-rata 36%. Disamping itu prediksi dari sesama teori
sendiri (antrian dan gelombang kejut) terdapat perbedaan. Prediksi gelombang kejut
lebih tinggi rata-rata 31% untuk nm , dm , dt , dan dr dibanding prediksi antrian.
5. PEMBAHASAN
Dari analisis diatas ternyata membawa kita pada dugaan awal bahwa teori
antrian dan gelombang kejut tidak begitu saja dapat digunakan untuk memprediksi
parameter kemacetan. Pembahasan perbedaan kedua model akan dilakukan lebih dulu
kemudian baru terhadap kenyataan.
5.1. Konsep antrian
Kedua konsep memodelkan antrian dengan cara berbeda. Model antrian tidak
mendasarkan diri pada hubungan kecepatan-arus, dimana hubungan seperti itu
diperlukan dalam hubungan model gelombang kejut. Karena itu model pertama tidak
dapat menggambarkan bagaimana kendaraan mendekati bagian jalan yang mengalami
penyempitan, bagaimana kendaraan bergerak dalam antrian tidak penting, yang ada
hanyalah kendaraan diam bila berada dalam antrian. Sebaliknya model kedua
menggunakan konsep hubungan kecepatan-kepadatan-arus, hingga pergerakan
kendaraan yang mendekati daerah sempit dapat digambarkan. Representasi ini
kelihatannya sesuai kenyataan yang sebenarnya. Akibat dari perbedaan ini panjang
antrian kendaraan maksimum (nm) yang dihasilkan kedua model akan berbeda pula.
kedua model akan menghasilkan nm yang sama bila terjadi penyumbatan total di
daerah sempit hingga cp=qp=0. Dalam kenyataan tidak selamanya kendaraan bergerak
namun juga tidak selalu berhenti, hal ini dikarenakan antrian terbagi dalam dua lajur
dan pengemudi saling berebut untuk masuk daerah sempit hingga kadang-kadang
terjadi mereka harus berhenti untuk memberi kesempatan yang lainnya berjalan dulu.
5.2. Konsep tundaan
Akibat adanya perbedaan konsep, model pertama (antrian) berdasarkan
kendaraan diam dan model kedua berdasarkan kendaraan bergerak, maka tundaan
juga akan terpengaruhi. Karena menganggap kendaraan tertahan di bagian akhir
antrian, maka tundaan yang dihitung dengan model pertama akan dengan benar
Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

12

mewakili waktu hilang ketika kendaraan tidak bergerak. Sedangkan model kedua
menghasilkan tundaan yang mencerminkan waktu perjalanan . Jika tundaan dianggap
sebagai waktu tambahan bagi kendaraan untuk melewati bagian kritis karena adanya
kemacetan, maka waktu perjalanan bebas harus dipakai untuk mengurangi waktu
perjalanan ketika macet. Dalam kenyataannya kendaraan kadang-kadang berhenti dan
kadang-kadang jalan akibat adanya dua antrian hingga kendaraan saling berebut untuk
dapat memasuki daerah sempit terlebih dulu, hingga logikanya tundaan yang terjadi
mewakili dua kondisi kendaraan bergerak dan berhenti..
5.3. Konsep Perubahan Tahap Arus
Kedua model mengasumsikan perubahan tahap arus terjadi pada akhir t 1.
Asumsi ini cocok untuk model antrian karena memang formulasinya berdasarkan
pada waktu. Namun tidak demikian untuk model kedua yang mendasarkan diri pada
hubungan kecepatan-kepadatan-arus. Hubungan ini menuntut tidak hanya waktu tapi
juga lokasi untuk menentukan perubahan tahap arus. Jadi tidak cukup hanya
mengatakan perubahan arus terjadi saat t1 tanpa memberitahu lokasi dimana
perubahan tersebut terjadi. Karena letak ini tidak ditentukan maka diasumsikan terjadi
di belakang antrian.
Agar model gelombang kejut mempunyai kondisi perubahan arus yang sama
dengan model antrian maka perlu dicari lokasi dari perubahan arus tersebut. Misal
perubahan arus terjadi di suatu titik y di sebelah hulu awal daerah sempit. Kendaraan
pertama dari arus tahap-1 akan tiba di awal darah sempit pada saat 0, hal ini berarti
kendaraan tersebut telah berjalan sejauh y dengan kecepatan v1 (lihat Gambar 6.).
Karena arus tahap-1 tetap selama waktu t1 maka kendaraan terakhir juga harus tiba di
awal daerah sempit pada waktu t1. Namun karena ada penyempitan jalan, akibatnya
arus didepan tertahan. Arus yang bisa lewat jalan sempit lebih kecil dari semula (q 1),
akibatnya timbulah gelombang penahanan yang merambat membalik (kehulu).
Kendaraan terakhir tahap-1 akan bertemu dengan gelombang yang membalik ini
misalnya pada waktu ta.dan berlokasi sejauh xa sebelah hulu dari awal daerah sempit.
Karena pada waktu ta mereka bertemu dan besar y dapat diambil sama dengan besar v1
maka lokasi xa dapat ditentukan.
ta = xa/s1
xa/s1=(y-xa)/v1  xa(v1+s1)=y.s1
ta = (y-xa)/v1
diperoleh
y.s1
xa = x’m = --------(15)
(v1+s1)
Jarak ke hulu dari awal daerah sempit
x’m ini tidak lain adalah panjang maksimum antrian dinyatakan dalam jarak. Bila
dinyatakan dalam satuan kendaraan ringan (skr) menjadi,
n’m = kp.x’m
(16)
Jelas disini bahwa agar model antrian kompatibel dengan model gelombang kejut
maka perubahan tahap arus pada model kedua harus diambil pada akhir waktu t a.
Demikian juga panjang antrian maksimum harus diambil x’m (bukan xm) dan lamanya
antrian adalah tb atau t’e (bukan te) yang dihitung dengan,

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

13

y

x1=xm
xa =x’m
s2
s1
0

Waktu
ta t1

tb=t’e t2=te

Gambar 6. Modifikasi model gelombang kejut
xa xa
t’e= --- + --(17)
s1 s2
Konsekuensinya jumlah kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (n’e) juga berkurang
yaitu,
n’e = qp.t’e
(18)
Tundaan maksimum (d’m) diperoleh dari mengurangi waktu perjalanan
kendaraan terakhir karena adanya penyempitan (kecepatan vp) dengan waktu
perjalanan kendaraan terakhir bila tidak ada penyempitan (kecepatan v1) yaitu,
x’m(v1-vp)
d’m = ---------------(19)
vp.v1
Besaran vp didapat dari hubungan vp=qp/kp. Tundaan total (d’t), yaitu tundaan dari
semua kendaraan yang terlibat dalam kemacetan, dicari dari mengurangi waktu
perjalanan semua kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (kecepatan vp) dengan
waktu perjalanan bebas semua kendaraan yang dipengaruhi kemacetan baik dalam
tahap-1 (kecepatan v1) maupun tahap-2 (kecepatan v2) yaitu,
(n’e-q1.t1)
d’t = ½ .ta .x’m .kp - ½ .x’m [(t1.k1) + ------------- ]
(20)
v2
Tundaan rata-rata diperoleh dari,
d’t
d’r = -----(21)
n’e
Dalam kenyataan perubahan tahap arus tidak mudah dilihat secara langsung
karena headway antar kendaraan ketika memasuki jalan sempit tidak selalu sama
(tidak seragam). Untuk mengatasi masalah ini pengambilan data biasanya dibagi
dalam interval waktu yang cukup kecil sehingga fluktuasi arus terlihat (dalam studi ini
interval diambil 5 menit). Bila dipergunakan model gelombang kejut modifikasi maka
hasil prediksi karakteristik kemacetan dapat dilihat pada Tabel 4.
Terlihat dari Tabel 4. bahwa dengan memodifikasi model gelombang kejut,
perbedaan prediksi dengan model antrian dapat diperkecil. Kecuali panjang antrian
maksimum (nm) yang memang pasti berbeda karena perbedaan pendekatan konsep
maka perbedaan karakteristik lain turun dari rata-rata 19% menjadi 1%.
Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

14

Tabel 4. Karakteristik kemacetan untuk model modifikasi
KarakModel
Perbedaan
teristik
Antrian
Gel. Kejut
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
nm
36 skr
46 skr
46 skr
31%
28%
te
35 mnt
36 mnt
35 mnt
3%
0%
ne
868 skr
878 skr
863 skr
1%
-0,6%
dm
1,45 mnt
1,92 mnt
1,49 mnt
32%
3%
dt
630 skr-mnt 827 skr-mnt 635skr-mnt
31%
0,8%
dr
0,72 mnt
0,94 mnt
0,74 mnt
30%
3%
5.5. Data Input
Bila dilihat dari pembahasan diatas seharusnya karakteristik kemacetan hasil
pengamatan tidak berbeda sangat signifikan dengan hasil prediksi model. Oleh karena
itu dalam pembahasan sub-bab ini data yang digunakan sebagai input yaitu kapasitas
daerah sempit (kapasitas pelayanan) akan ditinjau. Dari manual IHCM (1994)
diperoleh kapasitas pelayanan di daerah sempit c’ = 124 skr/5-mnt/lajur, sedangkan
hasil dari pengamatan diperoleh rata-rata c’f = 113 skr/5-mnt/lajur. Perbedaan ini akan
membawa hasil yang sangat berbeda karena laju pelayanan yang tidak sama. Bila
kapasitas jalan sempit yang digunakan adalah c’f = qb’ = qm’ =qp’ = 113skr/5mnt/lajur=1356skr/j/lajur maka hasil prediksi model menjadi seperti pada Tabel 5.
berikut.
Tabel 5. Hasil prediksi model yang sudah di modifikasi dengan laju pelayanan
kenyataan
KarakModel
Perbedaan
Kenyataan
teristik Antrian (A) Gel.Kejut (GK)
(K)
KvsA
KvsGK
nm
102 skr
123 skr
111 skr
9%
-19%
te
50,4 mnt
51 mnt
50 mnt
-0,8%
-2%
ne
1140 skr
1153 skr
1132 skr
-0,7%
-2%
dm
4,5 mnt
4,6 mnt
5 mnt
11%
9%
dt
2571skr-mnt
2635skr-mnt
dr
2,3 mnt
2,3 mnt
Dari Tabel 5. terlihat bahwa dengan menggunakan laju pelayanan kenyataan
nilai panjang antrian maksimum (nm) dan tundaan maksimum (dm) yang tadinya
berbeda sampai diatas 130% menjadi hanya sekitar 13%. Sedangkan nilai lama
kemacetan (te) dan jumlah total kendaraan yang dipengaruhi kemacetan (n e) yang
tadinya berbeda rata-rata 36% menjadi hanya sekitar 1,4% perbedaannya. Walaupun
demikian kedua model ini untuk keperluan praktis dapat digunakan , terutama untuk
pelayanan operasional dan sangat dianjurkan untuk menggunakan parameter yang
langsung diukur dari lapangan.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian adalah sebagai berikut.

Analisis antrian lalu lintas Pada daerah yang menyempit di jalan…..Yogyakarta)

15

a. Karakteristik kemacetan dapat diprediksi baik dengan model antrian maupun
dengan model gelombang kejut.
b. Terdapat perbedaan hasil prediksi model dibandingkan kenyataan terutama untuk
panjang antrian maksimum dan tundaan maksimum yang mencapai perbedaan
sekitar 13%. Namun demikian untuk lama kemacetan dan jumlah total kendaraan
yang dipengaruhi kemacetan perbedaannya hanya sekitar 1,4%
c. Model gelombang kejut perlu dimodifikasi dulu sebelum digunakan agar dapat
mempresentasikan keadaan sebenarnya.
6.2. Saran
Saran dari penelitian adalah sebagai berikut.
a. Sangat dianjurkan untuk menggunakan parameter hasil pengukuran untuk data
input pada kedua model. Dengan kata lain model dianjurkan penggunaannya
hanya pada evaluasi Data input hasil prediksi teori (manual) yang akan digunakan
pada model untuk maksud perencanaan atau perancangan harus dibawah
pengawasan para ahli.
b. Dalam penelitian ini perambatan gelombang dalam model gelombang kejut
dianggap linier. Bentuk rambatan non-linier perlu diteliti dan diperbandingkan
dengan yang linier agar diperoleh model yang mendekati kenyataan.
7. DAFTAR PUSTAKA
May, A.D., 1990, Traffic Flow Fundamentals, Englewood Cliffs: Prentice-Hall
Inc.,New Jersey.
McShane, W. and R.P. Roess, 1990, Traffic Engineering, Englewood Cliffs: PrenticeHall Inc, New Jersey.
Morales, J.M., 1986, Analytic Procedures for Estimating Freeway Traffic Congestion,
Public Roads, Vol.50 No.2, Washington, D.C.
Papacostas, C.S., and P.D. Prevedouros, 1993, Transportation Engineering and
Planning, Englewood: Prentice-Hall inc., new Jersey.
Sweroad & Bina Karya, 1994, Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM),
Ministry of Public Works, Indonesia.
Wirasinghe, S.C., 1978, Determination of Traffic Delays from Shockwave Analysis,
Transportation Research, Vol.12:343-348.
Directorate General of Highways, 1992, Standars Specifications for Geometric
Design of urban Roads, Minister of Public Works, Jakarta.
Undang-Undang Jalan No. 13, 1980, Jakarta.

Jurnal Rekayasa Sipil (JRS) Vol.2 N0. 2 November 2012

16