PROYEK DAN PENUMBUHAN HABITS OF MIND

DIMUAT DI KORAN PENDIDIKAN 26 NOVEMBER-2 DESEMBER 2014
PROYEK DAN PENUMBUHAN HABITS OF MIND
Oleh: Husamah
(Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang)

Pendidik harus menguasai dan memenuhi ketiga komponen trilogi profesi, yaitu
komponen dasar keilmuan, substansi profesi, dan komponen praktik profesi.
Pengelolaan pendidikan diharapkan mampu memberdayakan para pendidik untuk
menyelenggarakan tugas keprofesionalan sesuai trilogi profesi. Komponen dasar
keilmuan memberikan landasan bagi calon tenaga pendidik sehingga memiliki
wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap berkenaan dengan profesi
pendidik. Pendidik diwajibkan menguasai ilmu pendidikan sebagai dasar dari
keseluruhan kinerja profesionalnya.
Komponen substansi profesi membekali calon pendidik berkaitan dengan apa
yang menjadi fokus, serta objek praktis spesifik pekerjaan profesionalnya. Komponen
ini berintikan proses pembelajaran materi yang merupakan bagian kurikulum.
Komponen praktik mengarahkan calon tenaga pendidik untuk menyelenggarakan
praktik profesinya kepada sasaran pelayanan secara tepat dan berdaya guna, dilakukan
melalui modus pengajaran materi pelajaran.
Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu
proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu

dalam proses pembelajaran terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan
intelektual, psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan
kreatif. Seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan
berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan materi pembelajaran,
termasuk di dalamnya memanfaatkan berbagai sumber dan media pembelajaran untuk
menjamin efektivitas pembejaran. Seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus,
yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain bukan guru. Itulah
sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus
hasil proses pendidikan yang dilaksanakan oleh prodi kependidikan.
Menurut Muhibbuddin (2010) untuk menghasilkan guru-guru yang profesional
merupakan suatu tugas berat yang harus diemban oleh prodi kependidikan sebagai
lembaga yang berperan dalam mempersiapkan tenaga guru. Dalam mempersiapkan
calon guru profesional maka kegiatan perkuliahan yang membekali para calon guru,
harus menunjukkan beberapa kriteria pembelajaran yang relevan, yaitu: (1) Calon guru
perlu dipersiapkan untuk mengajar dengan strategi tepat, merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran, mengembangkan dan menggunakan media serta sumber
belajar dengan tepat, dan mampu mengevaluasi hasil pembelajaran. (2) Perkuliahan
lebih efektif bila ditanamkan pengalaman belajar seperti menggali dan mengolah
informasi, bukan memberi informasi. (3) Para dosen perlu mengembangkan
keterampilan bertanya untuk membantu terampil berpikir mengenai materi yang

dipelajari, dan membangkitkan kemampuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. (4)
Strategi perkuliahan perlu diarahkan untuk membangun kesadaran terhadap kesulitankesulitan konsepsi, melatih keterampilan, menumbuhkan sikap ingin tahu, dan
membangun motivasi belajar. Harus disadari bahwa pengalaman dalam perkuliahan
cenderung berbekas dan ditiru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru kelak.
Salah satu aspek penting lainnya yang juga harus dikembangkan dalam
pembelajaran adalah kemampuan berpikir (habits of mind). Berpikir merupakan bagian
dari penalaran. Oleh karena itu, pemberdayaan penalaran akan berhubungan dengan
pemberdayaan kemampuan berpikir juga. Secara umum di Indonesia, penalaran tidak
pernah dikelola secara langsung, terencana, atau sengaja. Padahal semua guru mungkin
1

2
sudah mengetahui pentingnya penalaran terhadap proses pembelajaran dan terutama
terhadap pembentukan sumberdaya manusia. Kesan yang terungkap adalah
perkembangan penalaran akan terjadi dengan sendirinya, lancar sebagaimana yang
antara lain dikemukakan oleh Piaget.
Pembelajaran berbasis Proyek
Project Based Learning (PjBL) atau disebut juga pembelajaran berbasis proyek
diyakini oleh para pakar pendidikan akan mampu menumbuhkan sekaligus
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik. Menurut Thomas (2000) PjBL

merupakan tugas-tugas komplek, yang didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan yang
menantang atau permasalahan, yang melibatkan para siswa di dalam desain, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, atau aktivitas investigasi; memberi peluang para
mahasiswa untuk bekerja secara otonomi dengan periode waktu tertentu; dan akhirnya
menghasilkan produk-produk yang nyata atau presentasi-presentasi.
Selain itu, menurut Kamdi (2007) PjBL mendukung proses konstruksi
pengetahuan dan pengembangan kompetensi produktif pebelajar yang secara aktual
muncul dalam bentuk-bentuk keterampilan okupasional/teknikal (technical skills), dan
keterampilan sebagai pekerja yang baik (employability skills) yang sangat dibutuhkan
dalam kehidupan nyata. PjBL ini juga menuntut peserta didik untuk mengembangkan
keterampilan seperti kolaborasi dan refleksi.
Menurut penelitian Susanti & Muchtar (2007) PjBL membantu peserta didik
untuk meningkatkan keterampilan diri, motivasi, dan hasil belajar mereka. Apabila
mengacu pada tahapan PjBL maka model ini mendukung pemberdayaan kemampuan
berpikir.
Tahapan utama PjBL yang dimaksud sebagai berikut. 1) Planning, dalam
pelaksanaannya meliputi persiapan proyek dan perencanaan proyek. Pada tahap ini
menghadapkan mahasiswa pada masalah riil di lapangan, dan mendorong mereka untuk
mengidentifikasi masalah tersebut yang selanjutnya mahasiswa diminta menemukan
alternatif pemecahanan masalah serta mendesain model. 2) Creating, yaitu pelaksanaan

proyek yang memberi kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk merancang dan
melakukan investigasi serta mempresentasikan produk secara lisan/tulisan; 3)
Processing, aktivitas tahap ini meliputi presentasi proyek dan evaluasi.
Proyek dan Kemampuan Berpikir
Husamah (2013) telah melakukan penelitian tindakan kelas. Berdasarkan data
hasil observasi awal didapatkan bahwa kemampuan berpikir mahasiswa mengalami
peningkatan pada Siklus I dan Siklus II. Persentase skor kemampuan berpikir setiap
komponen atau aspek kemampuan berpikir mengalami peningkatan dari observasi awal
ke Siklus I. Persentase skor kemampuan berpikir juga mengalami peningkatan dari
Siklus I ke Siklus II. Komponen Self Regulated Thinking meningkat dari 58% pada
observasi awal menjadi 69% pada Siklus I dan 84% pada Siklus II. Persentase Self
Regulated Thinking meningkat 11% pada Siklus I dan 15% pada Siklus II sehingga total
peningkatan sebesar 26%. Komponen Critical Thinking meningkat dari 61% pada
observasi awal menjadi 69% pada Siklus I dan 82% pada Siklus II. Persentase Critical
Thinking meningkat 8% pada Siklus I dan 13% pada Siklus II sehingga total
peningkatan sebesar 21%. Sementara itu, komponen Creative Thinking meningkat dari
58% pada observasi awal menjadi 68% pada Siklus I dan 83% pada Siklus II.
Persentase Critical Thinking meningkat 10% pada Siklus I dan 15% pada Siklus II
sehingga total peningkatan sebesar 25%.
Semua aspek kemampuan berpikir mengalami peningkatan dan bahkan

memenuhi kriteria sangat baik pada Siklus II. Hal ini berarti bahwa penerapan
pembelajaran PjBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa. Ketika

3
seseorang memutuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun memahami
sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktifikas berpikir (Badan Standar Nasional
Pendidikan, 2006).
PjBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir, melalui belajar kolaboratif
peserta didik saling belajar yang nantinya akan meningkatkan penguasaan konseptual
maupun kecakapan teknikal, holistik dan interdisipliner, realistik, berorientasi pada
belajar aktif memecahkan masalah riil, yang memberi kontribusi pada pengembangan
kecakapan pemecahan masalah dan memberikan reinforcement intrinsik (umpan balik
internal) yang dapat menajamkan kemampuan berpikir.Temuan penelitian ini didukung
oleh pendapat Krajcik dkk., dalam SSME (2006) bahwa PjBL memberi manfaat pada
peserta didik dalam hal sebagai berikut: 1) membantu peserta didik meningkatkan
kemampuan mengintegrasikan pemahaman konten dan proses, 2) mendorong peserta
didik untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya sehingga menjadi pebelajar yang
mandiri, 3) peserta didik belajar untuk bekerjasama untuk memecahkan masalah,
melalui sharing ide untuk menemukan jawaban dari suatu pertanyaan, 4) pembelajaran
ini menghadapkan siswa untuk secara aktif dalam berbagai tugas.

PjBL pembelajaran dirancang agar pebelajar dapat melakukan penyelidikan
atau tugas lain secara mandiri dalam pola proyek. Pada pembelajaran semacam ini para
pebelajar memiliki keleluasaan merancang dan melaksanakan rencana pembelajarannya.
Dengan demikian para pebelajar terus menerus dituntut untuk berpikir tinggi termasuk
berpikir kreatif. Sehubungan dengan itu Karyana (2013) menjelaskan bahwa
mengembangkan kemampuan berpikir itu tidak dapat dilakukan hanya dengan melalui
metode ceramah atau penjelasan saja, akan tetapi harus banyak melatih dan
mempraktekan keterampilan berpikir melalui pembelajaran aktif misalnya PjBL.
Bersandar pada alasan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kemampuan
berpikir peserta didik sangat penting untuk dikembangkan. Oleh karena itu dosen
hendaknya mengkaji dan memperbaiki kembali praktik-praktik pengajaran yang selama
ini dilaksanakan, yang mungkin hanya sekadar rutinitas belaka. Ironisnya, menurut
Maulana (2008) kemampuan berpikir kritis peserta didik di satu sisi memang sangat
penting untuk dimiliki dan dikembangkan, akan tetapi di sisi lain ternyata kemampuan
berpikir peserta didik tersebut masih kurang.
Sebagai pendidik, dosen memiliki kewajiban untuk membantu mahasiswa
mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Karena bagaimanapun, berpikir kritis
dalam pembelajaran matematika merupakan tujuan yang dikelompokkan secara holistik
berdasarkan apa arti mengajar, mengerjakan, dan memahami. Sementara itu Cabrera
(1992) mengungkapkan bahwa berpikir kritis merupakan proses dasar dalam suatu

keadaan dinamis yang memungkinkan mahasiswa untuk menanggulangi dan mereduksi
ketidaktentuan masa mendatang, oleh karena itu sungguh sangat naif apabila
mengajarkan berpikir kritis diabaikan oleh dosen.
Penelitian ini tentu masih banyak kekurangan. Saran yang diberikan adalah perlu
penelitian lebih lanjut terutama untuk melihat kesadaran metakognitif, motivasi,
kemampuan berpikir berdasarkan pengamatan langsung atau berdasarkan aktivitas yang
dilakukan mahasiswa selama proses pembelajaran (tidak hanya menggunakan angket
yang diisi sendiri oleh mahasiswa) sehingga data lebih berimbang atau valid.