EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JE (2)

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Taman Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran Jawa Barat

8 – 14 MEI 2016

Disusun oleh : SEPTIANA HERMAWATI 140410130064 PROGRAM STUDI DEPARTEMENT BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2016

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 2016

Nama :

Septiana Hermawati

NPM :

Judul : EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Lokasi : Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal : Jatinangor, 22 Juni 2016 Menyetujui,

Dosen Pembimbing Laporan Dosen PembimbingLapangan

Drs. Ruly Budiono, MS Drs. Joko Kusmoro, MP. NIP. 196104071985031001

Mengetahui, Ketua Rombongan KKL 2016

Dr. Teguh Husodo, M.Si., NIP. 196812131997031001

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Septiana Hermawati

Pembimbing : Drs. Rully Budiono, MS. ABSTRAK

Keanekaragaman jenis anggrek di kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran ini cukup banyak, karena wilayahnya yang teletak di Pantai Selatan Pulau Jawa dengan letak geografis 108˚30‟-109˚BT dan 7˚30‟-8˚LS. Dengan topografi yang curam dan berbukit serta kelembaban antara 80-90% faktor pendukung yang baik. Terdapat 24 spesies anggrek dengan 18 genus, yaitu terdapat 20 jenis anggrek epifit diantaranya Agrostophyllum tenue, Bulbophyllum sp., Ceratostylis sp., Bulbophyllum ovalifolium, Dendrobium rugosum, Eria erecta , Phalaenopsis sp., Trichotosia pauciflora, Trichotosia anulata, Taeniophyllum biocelatum, Bulbophyllum violaceum, Bulbophyllum triflorum, Eria retusa, Thelasis pygmaea, Phereatia laxiflora , Grammathophyllum speciosum, Thrixspermum sp., Cymbidium bicolor, Species A , Species B dan terdapat 4 jenis anggrek teresterial diantaranya Nervillia discolor, Macodes sp., Spathoglottis plicata, Calanthe triplicate. Seluruh species dilakukan analisis berdasarkan kekerabatannya dengan metode NTSYS melalui morfologisnya. Sehingga, diperoleh data jenis yang menunjukan hubungan kekerabatannya.

Key word: Keanekaragaman Jenis Anggrek, Pangandaran, Orchidaceae, NTSYS.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2016 dapat berjalan dengan baik dan lancar serta penulisan Laporan Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini dapat penulis selesaikan denagan baik tepat pada waktunya. Laporan Penelitian

ini dengan judul “ Eksplorasi dan Identifikasi Keragaman Jenis Anggrek Di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran ” yang membahas

tentang keanekaan jenis tanaman anggrek dengan menggunakan metode jelajah dan teknik observasi lapangan.

Semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembacanya. Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, sehingga masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb Jatinangor, 22 Juni 2016

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Selama kegiatan persiapan, pelaksanaan, serta penulisan laporan ini, penulis telah dibantu oleh banyak pihak yang telah mendukung kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini, sehingga kegiatan penelitian ini terlaksana dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunianya sehingga dapat dimudahkan dan dilancarkan dalam proses Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini.

2. Muhammad SAW. yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan laporan ini sehingga berjalan baik dan tepat waktu.

3. Drs. Ruly Budiono, MS. sebagai Dosen Pembimbing Laporan Penelitian yang telah banyak memberi bimbingan dari mulai persiapan, pelaksanaan kegiatan penelitian, hingga penyusunan laporan ini selesai.

4. Drs. Joko Kusmoro, MP. sebagai dosen pemandu lapangan yang telah menyempatkan waktu serta membagi ilmunya dalam melaksanakan penelitian dan penyelesaian laporan penelitian ini.

5. Dr. Teguh Husodo, M.Si., sebagai Ketua Rombongan Kuliah Kerja Lapangan 2016 yang telah banyak membantu dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

6. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran yang telah membantu dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

7. Asri Peni Wulandari sebagai Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Padjadjaran yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

8. Dosen-dosen Jurusan Biologi yang telah membantu pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

9. Alm. Papah, Mama dan kakak Firlyanti Nur Alam, Boyke Hartarto, Serta Alvin Hermawan tercinta atas segala do‟a dan dukungannya baik secara

moril maupun materiil. Alhamdulillah! Together we’re great family.

10. Kang Ona, Fathima, dan Ghita yang telah membantu menemukan anggrek sekaligus mengeksplore hutan Cagar Alam sampai bisa melihat samudra. That’s really Amazing!

11. Kang Suroso dan kang Kiki yang telah membantu dalam pengerjaan laporan

dan identifikasi! Kalo ngga ada akang laporan ku pasti mandet hehehe

12. Rekan-rekan Sufistum dan Phanerogamae yang telah banyak membantu dan peduli. Thanks all!

13. Halimi sebagai ketua pelaksana serta seluruh jajaran panitia inti Kuliah Kerja Lapangan 2016 atas semangat dan kerja kerasnya dalam kegiatan ini. KKL JUARA!

14. Ramdhan Koordinator angkatan yang selalu menghibur tak kenal lelah dan

selalu ada buat para meerkat. Thanks tooor we proud of yoo so much!

15. Rekan- rekan “Metamorf” atas kerja samanya yang sangat luar biasa dalam Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini. we’re Solid!

16. Seta, Muthi, Aul, Mine dan seluruh lantai C terimakasih untuk waktu seminggunya! Impress!

17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semua dukungan moril dan materiil dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016. Thanks full!

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Alat dan Bahan Penelitia n………….……………….….

29 Tabel 5.1.1. Jenis-Je nis Anggrek di Hutan CA………….……...…...

35

37

Tabel 5.1.2. Jenis-J enis Anggrek di Hutan CA………….…...……...

53

Tabel 5.1.4. Dat a Fisik Kawasan Hutan CA………….………..…….

60

Tabel 5.3.1. Perba ndingan Penampakan Morfologis…...….………..

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I ……………………………………………………… xviii Lampiran 1.1 Output Hasil Analisis Dengan Dendrogram ………

xix

LAMPIRAN II ………….……………….………………………… xi

Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan………….………..…………….. xxiii

LAMPIRAN III…………………………………………………… xxvii

Foto Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan…………………………… xxviii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan belantara Indonesia menyimpan kekayaan spesies anggrek yang sangat beragam. Pakar anggrek menganggap bahwa Indonesia merupakan negara dengan spesies anggrek paling kaya di dunia, bukan hanya dalam jumlah genus, namun juga dalam hal spesies dengan varietas dan tipe-tipenya. Berbagai sumber menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman anggrek alam kurang lebih 5000 spesies. Menurut Comber (1990), dari jumlah tersebut kurang lebih 731 jenis terdapat di Pulau Jawa, dan 642 jenis terdapat di Jawa Barat dengan keanekaragaman jenis anggrek tertinggi terdapat pada ketinggian 500 – 2000 m dpl.

Akan tetapi, tipe dan keberadaan suatu vegetasi ada kalanya dapat menjadi faktor pembatas persebaran jenis-jenis anggrek. Seperti halnya kelompok tumbuhan tinggi lainnya. Anggrek lebih banyak tumbuh di daerah tropik dan dengan persebaran yang tidak seragam. Beberapa jenis diketahui mampu tumbuh dan berkembang pada daerah dataran rendah sampai ke daerah dataran tinggi. Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan semenanjung kecil yang terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa, tepatnya pada Kabupaten Ciamis. Kawasan ini memiliki luas keseluruhan 530 ha yang sebagian besar (80%) terdiri dari hutan Akan tetapi, tipe dan keberadaan suatu vegetasi ada kalanya dapat menjadi faktor pembatas persebaran jenis-jenis anggrek. Seperti halnya kelompok tumbuhan tinggi lainnya. Anggrek lebih banyak tumbuh di daerah tropik dan dengan persebaran yang tidak seragam. Beberapa jenis diketahui mampu tumbuh dan berkembang pada daerah dataran rendah sampai ke daerah dataran tinggi. Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan semenanjung kecil yang terletak di Pantai Selatan Pulau Jawa, tepatnya pada Kabupaten Ciamis. Kawasan ini memiliki luas keseluruhan 530 ha yang sebagian besar (80%) terdiri dari hutan

Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan (Schuttleworth et al., 1970). Sebagian besar keanekaragamannya terpusat di kawasan tropis dan subtropis. Menurut Yahman (2009), Anggrek memiliki dua manfaat yaitu secara ekologi dan ekonomi, manfaat secara ekologi anggrek epifit menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu seperti semut dan rayap, sedangkan anggrek terestial yaitu sebagai salah satu tumbuhan penutup lantai hutan yang menjaga kelembaban tanah. Secara ekonomi, anggrek dimanfaatkan masyarakat sebagai tanaman hias karena bentuk bunganya yang memikat.

Anggrek mempunyai biji yang berukuran sangat kecil dan berbentuk pipih serta ringan sehingga memungkinkan untuk terpencar melalui berbagai agen pemencar (Dressler, 1981). Angin merupakan salah satu agen pemencar yang dapat memencarkan biji-biji anggrek dalam jarak cukup jauh. Air juga dilaporkan sebagai agen pemencar biji anggrek, seperti yang terjadi pada jenis Epipactis gigantea (Arditti, 1992).

Bunga anggrek tersusun majemuk dan mempunyai karakteristik yang khas yang membedakan dari anggota suku yang lain, seperti tangkai pada bunga anggrek yang berlekuk-lekuk mengikuti cahaya matahari, selain itu anggrek memiliki tiga sepal (kelopak bunga), satu di antaranya terletak di bagian belakang Bunga anggrek tersusun majemuk dan mempunyai karakteristik yang khas yang membedakan dari anggota suku yang lain, seperti tangkai pada bunga anggrek yang berlekuk-lekuk mengikuti cahaya matahari, selain itu anggrek memiliki tiga sepal (kelopak bunga), satu di antaranya terletak di bagian belakang

Agar keberadaan jenis-jenis anggrek di suatu wilayah dapat diketahui dengan baik, diperlukan suatu penelitian berupa eksplorasi dan inventarisasi. Eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai ilmu pengetahuan yang penting, sedangkan inventarisasi bertujuan untuk mendata keragaman jenis tanaman di suatu kawasan, sehingga apabila nantinya kawasan tersebut mengalami perubahan ekosistem, sudah tersedia data keragaman floranya (Mujahidin, 2002).

Keberadaan anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran masih belum banyak diketahui jenis-jenisnya. Jenis anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran sudah pernah dieksplorasi, namun belum banyak diketahui oleh masyarakat umum tentang keindahan serta manfaatnya secara khusus. Karena keterbatasan informasi tentang jenis anggrek di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan eksplorasi terkait konservasi di kawasan ini. Lokasi yang dijadikan objek penelitian yaitu kawasan Hutan Cagar Alam tepatnya di Hutan sekunder Nanggorak-Batumeja, Cikamal-Badeto sampai Hutan Dataran Rendah Pasir Pugag-Tadah Angin. Keberadaan anggrek seringkali terancam kepunahannya baik dikarenakan oleh kerusakan alam maupun eksploitasi jenis anggrek secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Sehingga, perlu adanya pengetahuan tentang Keberadaan anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran masih belum banyak diketahui jenis-jenisnya. Jenis anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran sudah pernah dieksplorasi, namun belum banyak diketahui oleh masyarakat umum tentang keindahan serta manfaatnya secara khusus. Karena keterbatasan informasi tentang jenis anggrek di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan eksplorasi terkait konservasi di kawasan ini. Lokasi yang dijadikan objek penelitian yaitu kawasan Hutan Cagar Alam tepatnya di Hutan sekunder Nanggorak-Batumeja, Cikamal-Badeto sampai Hutan Dataran Rendah Pasir Pugag-Tadah Angin. Keberadaan anggrek seringkali terancam kepunahannya baik dikarenakan oleh kerusakan alam maupun eksploitasi jenis anggrek secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Sehingga, perlu adanya pengetahuan tentang

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka didapat identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Apa saja jenis tanaman anggrek yang ada di Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

2. Bagaimanakah kondisi fisik dari jenis tanaman anggrek yang tumbuh di Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

3. Bagaimankah penampakan morfologis jenis anggrek di Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

1.3 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui keanekaragaman jenis tanaman anggrek yang terdapat pada Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengumpulkan data tanaman anggrek serta mengetahui pkondisi habitat tumbuhnya jenis anggrek pada Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman jenis tanaman anggrek yang ada di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Selain itu, diharapkan agar dapat menjadi landasan untuk memberikan informasi bagi lembaga pengelola Taman Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran mengenai kondisi habitat jenis tanaman anggrek di Kawasan Hutan Cagar Alam.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode jelajah dan teknik observasi lapangan secara sampling. Pengambilan sample jenis tanaman anggrek dilakukan di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran baik anggrek epifit maupun terrestrial dengan survey dibeberapa lokasi pengamatan. Data yang Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode jelajah dan teknik observasi lapangan secara sampling. Pengambilan sample jenis tanaman anggrek dilakukan di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran baik anggrek epifit maupun terrestrial dengan survey dibeberapa lokasi pengamatan. Data yang

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Pengambilan sampel tanaman anggrek dilakukan di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran tepatnya di Padang Cikamal dan Badeto, Hutan Dataran Rendah Pasir Pugag dan Tadah Angin, Hutan Sekunder Nanggorak-Batumeja. Dilanjutkan dengan penyelesaian identifikasi herbarium di ruang herbarium Gedung D2 Departement Biologi-UNPAD, Jatinangor.

Waktu Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 9-11 Mei 2016 pukul 07.00-18.00 WIB. Identifikasi keanekaragaman jenis tanaman anggrek dilakukan pada tanggal 16-20 Mei 2016.

BAB II TINJAUAN LOKASI

2.1 Tinjauan Umum Lokasi

2.1.1 Sejarah Perkembangan Kawasan

Cagar Alam Pananjung Pangandaran pada awalnya merupakan kawasan lading penduduk sekitar yang kemudian diusulkn menjadi daerah perburuan pada tahun 1921 oleh Y. Eicken. Berkaitan dengan usulan tersebut, dimasukkan beberapa faktor ekor binatang, yaitu : seekor banteng, tiga ekor sapi, dan rusia india.

Pada tahun 1934, kawasan Pnanjung Pangandaran ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa (Wild Reservaat) dengan surat keputusan No. 669 yang dikeluarkan oleh Directour Van Scomishe Zoken, dan diperkuat kemudia oleh surat Menteri Pertanian No. 34/KMP/1961 yang menyatakan kawasan Pananjung Pangandaran sebagai Cagar Alam. Pengubahan menjadi Cagar Ala mini adalah sebagai akibst ditemukannya tumbuhan langka Rafflesia fatma.

Selanjutnya, untuk memnuhi kebutuhan masyarakat akan tempat rekreasi alam terbuka, maka berdasarkan SK Mentri Pertanian No. 170/KPTS/UM/1978 kawasan Pananjung Pangandaran diubah fungsi dan statusnya menjadi Hutan Wisata seluas 37,7 ha dengan sisanya seluas 492,30 tetap sebagai Cagar Alam

2.1.2 Keadaan Fisik Kawasan

Topografi kawasan ini mulai dari landai sampai berbukit kecil dengan ketinggian tempat rata-rata 100 meter di atas permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, CA dan TWA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun 3.196 mm, suhu udara antara 80-90% (Disperbud Jabar, 2013).

CA dan TWA Pananjung Pangandaran mempu memberikan beberapa fungsi kepada masyarakat umum, baik untuk kepentingan umum, ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Kawasan ini merupakan laboratorium alam, dimana proses kehidupan alamnya tidak begitu terganggu. Satwa liar, biota laut dan vegetasinya sangat menarik serta memungkinkan dilakukan aktifitas wisata alam yang menarik (Disperbud Jabar, 2013).

Untuk fungsi rekreasi, para pengunjung akan tersentuk langsung oleh suasana alam di dalam kawasan. Satwa liar, goa-goa alam, pantai pasir putih dan taman laut serta pemandangan yang indah merupakan obyek wisata yang dapat dinikmati dan diresapi sebagai suatu lingkungan alam yang serasi dan sebagai karunia Tuhan kepada manusia yang harus dilestarikan. Kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan Di taman laut kita bisa berenang/snorkeling, disini bisa dinikmati dan mengamati bagaimana kehidupan dalam lingkungan terumbu karang. Selain itu wisatawan juga bisa mengamati kehidupan satwa liar daratnya (Disperbud Jabar, 2013).

Sarana dan prasarana yang tersedia, antara lain : pintu gerbang, loket karcis, tempat parkir, pesanggarahan, pusat informasi, kantin, mushola, jalan setapak, kopel dan shelter (Disperbud Jabar, 2013).

2.1.3 Potensi Kawasan

a. Flora

Flora yang terdapat sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua dan sisanya adalah hutan primer. Pohon-pohon yang dominant antara lain Laban (Vitex pubescens), Kisegel (Dilenia excelsea), dan Marong (Cratoxylon formosum ). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohon seperti : Reungas (Buchanania arborencens), Kondang (Ficus variegata), teureup (Artocarpus elsatica ) dan lain-lain. Dari formasi Baringtonia terdiri dari Nyamplung (Callophylum inophylum), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Ketapang (Terminalia cattapa ), dan Butun (Baringtonia aistica). Di dataran rendahnya terdapat hutan tanaman yang merupakan tanaman exotica, yaitu yang terdiri dari tanaman jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Komis (Acacia auriculirformis ) (Disperbud Jabar, 2013).

b. Fauna

Satwa liar yang terdapat diantaranya adalah : Banteng (Bos sondaicus), Kijang (Muntiacus muntjak), Tando (Cynocephalus variegatus), Kalong

(Pteroptus vampyrus ), Kera abu-abu (Macaca fascicularis ), Lutung (Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros convexus), Rangkong (Bucerosrhinoceros), dan Ayam hutan (Gallus gallus) (Disperbud Jabar, 2013).

c. Objek Kawasan

Kawasan Pananjung Pangandaran terdapat bebrapa situs wisata yang cukup menarik, diantaranya : Gua-gua alam yang didalamnya terdapat susunan stalagmit dan stalagtit (Gua Lanang, Gua Panggung, dan Gua Sumur Mudal), Benteng Pertahanan Jepang yang berupa parit-parit peninggalan zaman Jepang. Batu Kalde yang merupakan batu menyerupai sapi jantan dan lima buah makam kuno yang dipercayai sebagai makam pahlawan Kerajaan yang berkuasa pada zaman dahulu, serta Cirengganis yang merupakan bagian sungai yang muncul dalam gua sehingga menyerupai mata air dan dianggap keramat bagi penduduk sekitar.

2.2 Tinajuan Khusus Lokasi

2.2.1 Hutan Wisata

Hutan wisata terletak pada bagian utara kawasan Pananjung Pangandaran dan merupakan daerah relatif datar yang didominasi oleh tanaman produksi seperti Mahoni (Swietenia mahogani) dan Jati (Tectona grandis). Selain itu, terdapat beberapa jenis Palmae di daerah perbatasan antara Hutan Wisata dan Cagar Alam, yaitu rotan dan salak. Pada kawasan ini terdapat situs-situs wisata Hutan wisata terletak pada bagian utara kawasan Pananjung Pangandaran dan merupakan daerah relatif datar yang didominasi oleh tanaman produksi seperti Mahoni (Swietenia mahogani) dan Jati (Tectona grandis). Selain itu, terdapat beberapa jenis Palmae di daerah perbatasan antara Hutan Wisata dan Cagar Alam, yaitu rotan dan salak. Pada kawasan ini terdapat situs-situs wisata

2.2.2 Hutan Sekunder

Hutan Sekunder yang dijelajahi adalah hutan yang terletak diantara Nanggorak dan Batumeja. Daerah ini berada pada ketinggian yang cukup bervariasi, dengan daerah yang menurun dan menanjak curam disisi sungai. Dikelilingi pohon yang tinggi dengan kanopi yang rapat. Beberapa pohon yang mengelilingi daerah ini, diantaranya : Cratoxylon formaosum (Marong), Arthocarpus elastic (Benda), Dillenia exelsa (Ki Segel), dan Corypha gebangga (Gebang).

2.2.3 Hutan Dataran Rendah

Kawasan Hutan Dataran Rendah yang dijelajahi adalah hutan di Pasir Pugag dan Tadah Angin yang memiliki tingkat kecuraman cukup dan licin. Pasir Pugag terletak diantara Padang Cikamal dan Badeto yang banyak ditumbuhi semak maupun tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman hias, seperti Ixora paludosa (Soka) dan beberapa Herbaceous. Selain itu, terdapat cukup banyak pohon Manggis.

2.3 Peta Jalur Perjalan

Keterangan :

: Jenis anggrek yang ditemukan dapat teridentifikasi

: Jenis anggrek yang ditemukan tidak teridentifikasi

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sejarah Anggrek

Pada tahun 1928, biji anggrek berhasil ditumbuhkan melalui kultur in vitro oleh R.E. Holtum dengan menggunakan formula Knudson. Hasil persilangan Holtum yang pertama kali berbunga adalah hibrida Spathoglottis. Sejak tahun 1970-an, beberapa spesies yang tumbuh di Malaysia seperti Spathoglottis affinis, S. aurea, S. graculis, S. hardingiana, S. microchilina, dan S. plicata mulai banyak dibudidayakan di Singapura (Gunadi, 1986).

Indonesia memiliki kurang lebih 5.000 spesies anggrek dari 20.000 sampai 30.000 spesies yang berasal dari 700-an genera yang tersebar diseluruh dunia. Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan Schuttleworth (Djuita, 2004). Sebanyak 1.327 jenis tumbuh di pulau Jawa dan selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan pulau lainnya (Nurmaryam, 2011).

Anggrek spesies atau anggrek alam adalah anggrek yang dapat ditemukan di alam dan sama sekali belum disilangkan dengan tanaman anggrek lainnya, anggrek alam ini dapat ditemukan di kawasan hutan, topografi ataupun vegetasi- vegetasi lain. Meskipun masih berupa anggrek yang belum disilangkan anggrek Anggrek spesies atau anggrek alam adalah anggrek yang dapat ditemukan di alam dan sama sekali belum disilangkan dengan tanaman anggrek lainnya, anggrek alam ini dapat ditemukan di kawasan hutan, topografi ataupun vegetasi- vegetasi lain. Meskipun masih berupa anggrek yang belum disilangkan anggrek

Jenis-jenis anggrek telah lama dikenal oleh masyarakat baik dibelahan Eropa maupun Afrika dan Australia. Catatan pertama yang ditemukan mengenai anggrek didapat dari sebuah buku kuno peninggalan Cina yang berisi syair lagu- lagu. Bahkan pada masa itu, saat sistem dinasti masih berlaku, di Cina telah dibuat pembukuan botani yang didalamnya mancakup dua jenis spesies anggrek, yaitu Luisia dan Dendrobium (Arditi, 1992).

3.2 Deskripsi Jenis Anggrek

Anggrek merupakan salah satu tumbuhan berbiji dari famili Orchidaceae yang banyak diminati karena bentuk dan warna bunganya menarik sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku industri bunga potong, tanaman pot atau hiasan taman. Anggrek dapat dijumpai hampir disetiap tempat di dunia, kecuali Antartika dan padang pasir. Tanaman anggrek yang sedemikian banyak jumlahnya, secara morfologi hampir sama, hanya lingkungan hidupnya saja yang berbeda, tergantung habitat asalnya (Gunawan, 2007).

Berdasarkan tempat tumbuhnya, anggrek digolongkan menjadi anggrek epifit dan anggrek terresterial. Anggrek epifit merupakan anggrek yang tumbuhnya menempel pada tumbuhan lain, namun tidak merugikan tumbuhan yang ditumpanginya contohnya genus Dendrobium, Bulbophyllum, dan

Coelogyne sedangkan anggrek terresterial adalah anggrek yang tumbuhnya di tanah, contohnya genus Spathoglottis, Calanthe, dan Paphiope-dilum (Soetopo, 2009).

3.3 Karakteristik Anggrek

Tumbuhan anggrek secara alami hidup menempel di pepohonan dan dahan pohon. Pohon merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk kehidupan anggrek. Pohon inang adalah salah satu kebutuhan mendasar untuk mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang baik bagi anggrek. Sebagian anggrek sangat peka terhadap ketinggian tempat, dikarenakan perbedaan ketinggian tempat berarti perbedaan suhu udara. Salah satu perbedaan cara hidup tumbuhan epifit dan terrestrial adalah dalam hal kebutuhan cahaya matahari. Jenis yang membutuhkan banyak cahaya akan tumbuh sebagai jenis epifit (Priandana, 2007).

Secara umum lingkungan dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik dan biologis. Faktor fisik atau abiotik, yaitu faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisiografi lingkungan. Faktor yang bersifat biologis atau biotik, yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain, satwa maupun manusia. Tumbuhan dapat tumbuh dengan berhasil bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk pertumbuhan sesama daur hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya bergantung pada Secara umum lingkungan dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik dan biologis. Faktor fisik atau abiotik, yaitu faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisiografi lingkungan. Faktor yang bersifat biologis atau biotik, yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain, satwa maupun manusia. Tumbuhan dapat tumbuh dengan berhasil bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk pertumbuhan sesama daur hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya bergantung pada

3.4 Klasifikasi Anggrek

Klasifikasi pertama dilakukan oleh Carolus Linneous untuk 8 genus yang terdiri dari 69 spesies dan dilanjutkan kembali dalam bukunya Species Plantarum edisi kedua. Pada buku tersebut, ia telah berhasil mengklasifikasikan 102 spesies yang tercatat sebagai Vanilla, Cymbidium, Arachnis, Luisia, Phalaenopsis,

Oncidium, Rhynchostylis, dan masih banyak lagi. Lindley sebagai „Bapak Anggrek‟ juga mengklasifikasikan family Orchidaceae menjadi beberapa

kelompok yang terdiri dari 7 subfamili yaitu Cypripediceae, Ophirydae, Arethuseae, Neottieae, Malaxideae, Epidendreae, dan Vandieae. Sistem yang dibuat ini merupakan sistem alam yang pertama digunakan secara luas di Inggris dan Amerika, antara lain juga karena merupakan sistem klasifikasi alam yang paling komprehensif yang ditulis dalam Bahasa Inggris (Tjitrosoepomo, 1993).

Klasifikasi terakhir, setelah sempat mengalami 10 kali pergantian selama beberapa abad, diklasifikasikan menurut (Dressler, 1981). Ia mengelompokan anggrek kedalam 6 subfamili, sebelum direvisinya kembali pada tahun 1990 yang menyisakan 5 subfamili, yaitu:

1. Apotasioideae merupakan anggrek yang paling rendah (primitif).

2. Cypripedioideae, memiliki dua anther yang tidak membentuk pollen melainkan sejenis sekresi lender.

3. Spiranthoideae, memiliki stamen tunggal (monandrus).

4. Orchidoideae, anther melekat pada columna (tangkai sari dan tangkai putik yang bersatu), membentuk pollinia.

5. Epidendroideae, kebanyakan bersifat fakultatif epifit, pollina berlilin.

3.5 Habitus Anggrek

Secara morfologi tanaman anggrek terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut :

Akar

Akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah. Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering, akar tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja berwarna hijau atau tampak agak keunguan. Akar yang sudah tua akan berwarna coklat tua dan kering. Akar anggrek berfilamen, yaitu lapisan luar yang terdiri dari beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung pada sistem saluran akar (Latif, 1960).

6. Menurut Darmono, (2008), filamen ini berfungsi melindungi akar dari kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air, melindungi

a. Tipe Monopodial

Anggrek tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi. Tangkai bunga keluar di antara dua ketiak daun, contohnya genus Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.

Daun

Bentuk daun anggrek terdiri dari bermacam-macam bentuk, ada yang bulat telur (Renanthera coccinea),bulat telur terbalik, artinya bagian daun yang bagian atas lebar dan bagian pangkal kurang lebar, memanjang bagai pita atau serupa daun tebu. Daun jenis Coelogyne dan Spathoglottis mendekati bentuk daun kunyit, sedangkan daun genus Dendrobium dan Phalaenopsis berbentuk bulat memanjang (Latif, 1972).

Tebal daun beragam, dari tipis sampai berdaging dan kaku, permukaannya rata. Daun tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Bagian tepi tidak bergerigi (rata) dengan ujung daun terbelah. Tulang daun sejajar dengan tepi daun dan berakhir di ujung daun. Susunan daun berseling-seling atau berhadapan. Warna daun anggrek hijau muda atau hijau tua, kekuningan dan ada pula yang bercak-bercak. Anggrek daun memiliki daun atau tulang daun yang berwarna dan disanalah terletak keindahan jenis-jenis anggrek daun itu (Latif, 1960).

Bunga

Bunga anggrek tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum bunga pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Karangan bunga pada beberapa spesies letaknya terminal, sedangkan pada sebagian besar letaknya aksilar (Latif, 1972).

Bunga anggrek memiliki beberapa bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal , sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Anggrek memiliki tiga buah petal, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal. Petal ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum (bibir) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 di bawah ini. Pada labellum terdapat gumpalan-gumpalan yang mengandung protein, minyak dan zat pewangi. Warna bunga tananam anggrek sangat bervariasi dan berfungsi untuk menarik serangga hinggap pada bunga untuk mengadakan polinasi (penyerbukan). Berdasarkan beberapa laporan, lebah Bunga anggrek memiliki beberapa bagian utama yaitu sepal (daun kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium (bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal dorsal , sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Anggrek memiliki tiga buah petal, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal. Petal ketiga mengalami modifikasi menjadi labellum (bibir) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 di bawah ini. Pada labellum terdapat gumpalan-gumpalan yang mengandung protein, minyak dan zat pewangi. Warna bunga tananam anggrek sangat bervariasi dan berfungsi untuk menarik serangga hinggap pada bunga untuk mengadakan polinasi (penyerbukan). Berdasarkan beberapa laporan, lebah

Gambar 2.2 Bagian-bagian Bunga Anggrek (Sumber : Priandana, 2007

Biji

a. membutuhnkan naungan dari cahaya matahari. Contoh: Phalaenopsis sp. (anggrek bulan), Dendrobium sp dan Cattleya sp.

b. Anggrek Terestial, anggrek yang hidup/tumbuh di tanah dan membutuhkan cahaya matahari langsung. Contoh: Renanthera sp, Aerides sp, Rynchostylis sp, Vanda sp, dan Arachnis sp (Anggrek Kalajengking/Ketonggeng atau anggrek laba laba).

c. Anggrek Litofit, anggrek yang hidup dibatu-batuan serta tahan terhadap cahaya matahari penuh dan hembusan angin kencang. Contoh: Cytopdium sp, Paphiopedilum sp dan Dendrobium phalaenopsis.

d. Anggrek Saprofit, anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung humus atau kompos juga daun-daun kering serta membutuhkan sedikit cahaya matahari. Contoh: Calanthe sp, Goodyera sp.

3.6 Faktor Biotik dan Fisik

Menurut Solvia (2005) bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anggrek dibagi berdasarkan faktor biotik dan fisik, antara lain :

a. Biotik 1).

Serangga Manfaat serangga antara lain sebagai penyerbuk (pollinator) untuk

semua jenis tanaman. Serangga juga berperan sebagai organisme semua jenis tanaman. Serangga juga berperan sebagai organisme

2). Pohon Inang Pohon inang adalah salah satu kebutuhan mendasar untuk

mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang baik bagi anggrek. Anggrek epifit umumnya tumbuh pada pangkal percabangan atau ranting-ranting dan pada pokok pohon hutan, pada bagian hidup atau mati dari pohon- pohon hutan (Priandana, 2007).

Epifit merupakan semua tumbuhan yang menempel dan tumbuh pada tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari dan air. Epifit tidak bergantung pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang ditempeli, karena untuk mendapatkan unsur hara dari mineral-mineral yang terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang Epifit merupakan semua tumbuhan yang menempel dan tumbuh pada tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari dan air. Epifit tidak bergantung pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang ditempeli, karena untuk mendapatkan unsur hara dari mineral-mineral yang terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang

3). Pengaruh Manusia Anggrek memiliki manfaat utama anggrek sebagai tanaman hias

karena bunga anggrek memiliki keindahan bentuk dan warnanya. Selain itu anggrek bermanfaat sebagai ramuan obat-obatan, bahan campuran minyak wangi atau minyak rambut sehingga banyak masyarakat yang mengambil anggrek untuk keperluannya.

3 Fisik

1). Ketinggian Tempat Ketinggian tempat merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman anggrek. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu, cahaya matahari dan kelembaban juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman anggrek. Ketinggian tempat untuk setiap jenis anggrek tidak sama, beberapa anggrek dapat tumbuh baik di daerah dataran tinggi, tetapi jenis yang lain akan tumbuh dan berkembang subur 1). Ketinggian Tempat Ketinggian tempat merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman anggrek. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu, cahaya matahari dan kelembaban juga sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman anggrek. Ketinggian tempat untuk setiap jenis anggrek tidak sama, beberapa anggrek dapat tumbuh baik di daerah dataran tinggi, tetapi jenis yang lain akan tumbuh dan berkembang subur

Tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ketinggian tempat untuk tumbuh optimal, yaitu : a) .

Anggrek yang tumbuh optimal di dataran rendah (0-500 m dpl). Contoh: Dendrobium sp, Vanda sp, Arachnis sp.

b) . Anggrek yang menyukai ketinggian 500-700 m dpl. Contoh: Phalaenopsis sp, Oncidium sp, Dendrobium sp.

c) . Anggrek yang hidup optimal di ketinggian > 700 m dpl. Contoh: Paphiopedilum sp, Cymbidium sp, Cattleya sp, Phaleonopsis sp.

2) Suhu Udara Kebutuhan suhu untuk setiap jenis anggrek tertentu juga berbeda.

Suhu udara sangat mempengaruhi proses metabolisme tanaman. Suhu yang tinggi menyebabkan proses metabolisme berlangsung cepat, sebaliknya pada suhu yang rendah proses metabolisme terjadi sangat lambat.

Tanaman anggrek dibagi kedalam 3 golongan berdasarkan kebutuhan suhu Sessler (1978), yaitu :

0 a). 0 Anggrek tipe dingin, membutuhkan suhu 13 - 18

C pada malam

0 hari dan suhu siang hari antara 18 0 - 21

C (Cymbidium, Phalaenopsis ).

0 b). 0 Anggrek tipe sedang, suhu malam hari 18 - 20

C dan siang hari

0 27 0 - 29 C (Dendrobium, Cattleya, Oncidium).

0 c) . 0 Anggrek tipe hangat, suhu malam hari 21 - 24

C, sedang siang

0 hari 24 0 -30 C (Vanda, Arachnis, Renanthera).

3.7 Manfaat Anggrek

Menurut Purwanto et al., (2005), anggrek alam atau anggrek hutan biasanya dikenal sebagai anggrek liar. Anggrek-anggrek liar ini tumbuh secara alami di tempat-tempat yang tidak dipelihara oleh manusia. Anggrek liar ini memegang peranan penting sebagai induk persilangan.

Tanaman anggrek telah dikenal masyarakat sejak lama. Salah satu jenis anggrek yang bermanafaat untuk kesehatan adalah anggrek tanah. Manfaat anggrek tanah bagi kesehatan, yaitu untuk mengobati penyakit asbes paru-paru, radang saluran napas, pendarahan usus, mata ikan, herpes, terkilir, sinusitis, ingus berbau tak sedap (Kusuma, 2004).

Manfaat utama anggrek adalah sebagai tanamana hias karena bunga anggrek memiliki keindahan bentuk dan warnanya. Selain itu anggrek bermanfaat sebagai ramuan obat-obatan, bahan campuran minyak wangi atau minyak rambut (Kartikaningrum et al., 2004.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 4.1 Alat dan Bahan Penelitian

mengumpulkan EKSPLORASI

1. Trash bag ukuran 60 liter

Untuk

specimen.

2. Plastik ukuran 2 kg atau Untuk

mengumpulkan

amplop

specimen yang mudah rontok atau biji dan bunga.

3. Label

Untuk penamaan specimen.

4. Buku catatan Lapangan

Untuk mencatat keterangan specimen yang didapat.

5. Gunting dahan

Untuk mengambil specimen yang menempel dipohon.

6. Kamera

Untuk dokumentasi specimen yang didapat.

KOLEKSI

1. Plastik ukuran 80x60 cm

Untuk proses pengawetan.

(HERBARIUM)

2. Koran bekas ± 5 kg

Untuk proses pengawetan.

3. Lakban bening

Untuk

menyegel plastik

awetan.

4. Tali rafia

Untuk mengikat specimen yang siap diawetkan.

5. Tali

Untuk menyatukan specimen dengan nomor koleksi sama.

IDENTIFIKASI

1. Kunci determinasi (Field

Untuk acuan mengidentifikasi

Guide)

jenis specimen yang didapat.

MOUNTING

1. Tromol

Untuk penyimpanan sementara specimen sebelum dipres.

2. Kertas tebal

Untuk menempel specimen.

3. Sasag

Untuk mengepres.

FUNGSI KOLEKSI

Larutan untuk pengawetan.

2. Spirtus ± 3 liter

Untuk pengawetan.

3. Formalin 4%

Untuk pengawetan.

MOUNTING

1. Lem kertas

Untuk merekatkan specimen.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa jenis tanaman epifit dan tersterial dari famili Orchidaceae yang terdapat di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Data yang diperoleh dengan menggunakan metode jelajah dan teknik observasi lapangan secara sampling. Sedangkan, parameter yang digunakan adalah berdasarkan ciri-ciri morfologis dan karakteristiknya.

Sebelum melakukan pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan metode survey pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian serta pengumpulan data sekunder yang dapat menunjang penelitian, seperti peta, status hutan konservasi dan lain- lain. Beberapa metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :

4.2.1 Eksplorasi

Metode eksplorasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan menjelajah sepanjang jalur daerah penelitian yaitu Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran untuk mengetahui jenis-jenis tanaman anggrek yang kemudian akan diambil sebagai bahan koleksi.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dengan cara mengumpulkan specimen yang didapat dan diperoleh secara langsung yang mencakup : jenis dan jumlah anggrek, jenis inang dan tinggi pohon, warna bunga, suhu harian, kelembaban, dan ketinggian tempat. Sementara, data sekunder dengan memperoleh data lokasi sebagai penunjang dari data primer, yaitu peta lokasi penelitian, status hutan konservasi dan lain-lain.

Bila sepanjang jalur pengamatan ditemukan species dengan jumlah lebih dari satu, maka pengambilan specimen hanya dilakukan sekali. Sedangkan, apabila terdapat species d luar jalur lokasi penamatan, maka spesies tersebut tidak dimasukkan dalam data melainkan hanya sebagai penunjang data sekunder.

4.2.2 Identifikasi

Setelah melakukan pengamatan dan pengumpulan data selesai, selanjutnya dilakukan identifikasi specimen dengan mencakup deskripsi, penamaan dan penggolongan jenis yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Wawancara Wawancara dilakukan dengan mengacu pada responden yang dianggap menguasai bidang ilmu yang bersangkutan atau setidaknya mengetahui banyak hal mengenai topic penelitian. Rsponden dapat berasal dari masyarakat sekitar atau pihak pengelola lokasi.

b. Penggunaan Kunci Identifikasi, Lembar Identifikasi atau Field Guide

Cara identifikasi ini umumnya dilakukan berdasarkan bentuk morfologis dari specimen. Dapat dilakukan dengan penelusuran kunci determinasi hingga menemukan nama spesies yang sesuai atau mencocokan bentuk specimen beserta sifat-sifatnya dengan gambaran pada lembar identifikasi atau Field guide.

Identifikasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan morfologi tumbuhan. Bagian tanaman yang diamati adalah daun, batang, akar dan bunga. Pembuatan herbarium dilakukan dengan pertimbangan adanya kesulitan identifikasi dan jumlah jenis tersebut terbilang melimpah di lapangan.

4.2.3 Koleksi

Pembuatan koleksi dari specimen yang diperoleh di sepanjang jalur pengamatan, penting dilakukan untuk kepentingan bahan studi serta sebagai sumber informasi. Untuk melihat Keragaman jenis anggrek yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran pengamatan pengamatan dilakukan pada setiap kali penjumpaan. Jadi setiap kali berjalan dijumpai anggrek, maka pada saat itu pula dilakukan pengamatan jenis dan inventarisasi. Pembuatan koleksi atau yang dikenal dengan herbarium ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Herbarium basah

Herbarium basah dilakukan pada tumbuhan yang memiliki ukuran tidak terlalu besar tetapi bila dikeringkan akan mudah terlepas dan bila dipres akan kehilangan ciri-ciri utamanya, seperti buah dan biji atau bunga.

Jenis herbarium ini selain menggunakan larutan alcohol 70% juga dapat menggunakan formalin 4%. Specimen yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam botol pengawet dan diisi dengan salah satu larutan pengawet. Selanjutnya, dilakukan penempelan label pada permukaan botol awetan, berisi data tumbuhan dan nomor koleksi beserta kolektor.

b. Herbarium kering

Herbarium kering ini dapat juga digunakan untuk mengawetkan bagaian tumbuhan yang seharusnya diawetkan dengan cara basah, misalnya, buah. Hanya saja, buah tersebut harus dipotong terlebih dahulu agar berkurang ketebalannya sehingga mudah untuk dikeringkan.

Larutan pengawet yang dapat dipergunakan dalam pembuatan herbarium kering selain dari alcohol 70% adalah spirtus. Larutan ini akan digunakan untuk membasahi specimen yang telah disusun dalam lapisan kertas Koran dan dimasukkan kedalam plastik. Berikut ini prosedur lengkapnya :

1. Pengawetan Setelah specimen terkumpul dan diidentifikasi, bagian specimen yang digunakan disusun diatas Koran. Tumbuhan denga label dan nomor koleksi yang sama, diletakkan didalam satu koran yang dipidsahkan oleh lapisan koran lain. Peletakkan diusahakan rapi dantidak bertumpuk, memperlihatkan seluruh bagian specimen termasuk bagian belakangnya tanpa menggunakan selotip. Selanjutnya, gabungan dari beberapa specimen diikat dengan tali dan dimasukkan kedalam kantong plastik, ditekan-tekan, lalu disiram larutan pengawet. Penyiraman dilakukan seperlunya dan tidak berlebihan untuk mencegah pembusukan specimen. Setelah itu, kantung plastik disegel menggunakan lakban dan diberi label berisi lokasi dan tanggal penelitian.

2. Pengepresan Specimen yang telah diawetkan kemudian akan dipres. Tahap pengepresan ini menggunakan alat yang disebut sasag, terbuat dari potongan-potongan kayu berbentuk kotak dengan lubang-lubang di sepanjang permukaanya menyerupai kain kassa. Specimen dalam koran pada tahap pengawetan kemudian dipindahkan ke atas sasag dengan dilapisi kardus. Jumlah specimen yang didapat ditampung dalam satu sasag yang dapat mencapai 100 specimen (Jones,1978). Sasak ini kemudian diikat menggunakan tali sekencang-kencangnya dan didiangkan hingga mengering. Pengeringan dapat dipercepat dengan menjemurnya dibawah sinar matahari. Penggantian kertas koran dapat dilakukan dengan rutin untuk mencegah kebusukan dan penjamuran, terutama bagi tumbuhan herbaceous yang mengandung banyak air. Proses pengepresan ini tidak akan dilakukan di lapangan, melainkan akan dilakukan di dalam ruang herbarium, gedung D2 Departement Biologi-Unpad.

4.2.4 Mounting

Mounting adalah proses dimana specimen direkatkan pada selembar kertas dengan label tetap pada pojok kanan dibagian bawah (Jones, 1987). Kertas yang digunakan untuk peoses ini sebaiknya kertas yang cukup tebal untuk menghindari kerusakan pada specimen. Perekatan dilakukan dengan menggunakan lem pada Mounting adalah proses dimana specimen direkatkan pada selembar kertas dengan label tetap pada pojok kanan dibagian bawah (Jones, 1987). Kertas yang digunakan untuk peoses ini sebaiknya kertas yang cukup tebal untuk menghindari kerusakan pada specimen. Perekatan dilakukan dengan menggunakan lem pada

Selanjutnya, hasil mounting dapat diletakkan didalam lemari koleksi sesuai dengan fungsi maupun famili atau marga. Dan untuk menghindari dari serangan serangga dan jamur, dapat digunakan lemari penghangat sebagai lemari

koleksi dengan suhu 60 O

C. Cara lain yang sederhana dan cukup murah adalah dengan meletakkan kapur barus atau sneyawa lain yang mengandung naftalen disekitar lemari koleksi.

4.3 Analisis Data

Analisi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara pembuatan tabel perbandingan berdasarkan perbedaan karakter morfologis antar specimen. Kemudian, dilanjutkan dengan membuat bagan silsilah mengenai hubungan kekerabatan berdasarkan penampakan morfologis dari setiap specimen yang dilakukan dengan bantuan program NTSYS. Beberapa contoh dari bagan silsilah ini dapat dilihat dari pada lembar lampiran I.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian

6.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran yaitu pada tanggal 9-12 Mei 2016, dapat diketahui jenis keragaman anggrek yang ditemukan sebanyak 24 species dengan 22 jenis yang telah teridentifikasi yang termasuk kedalam 18 genus (marga) dan 2 spesies yang belum dapat teridentifikasi. Perolehan data secara lengkap dapat dilihat dari tabel sebagai berikut :

Tabel 5.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran

No. Marga

Nama Jenis

Jenis

Inang Lokasi

1. Nervilia Nervilia discolor Teresterial

Batu Batumeja

2. Macodes Macodes sp.

Teresterial

Batumeja

3. Agrostophyllum Agrostophyllum

Epifit

Pohon sp.1 Nanggorak

Pohon sp.2 Nanggorak

violaceum

5. Ceratostylis

Ceratostylis sp.

Epifit

Cratoxylon Perbatasan Cratoxylon Perbatasan

Cratoxylon Nanggorak

Pohon sp.3 Badeto

annulata

8. Spathoglottis Spathoglottis sp.

Teresterial

Sungai Badeto

Dillenia exelsa. Pertigaan

ovalifolium

Badeto

10. Thelasis Thelasis pygmaea

Epifit

Rhodamnia Badeto

(Grift.) Lindl.