HAKEKAT BELAJAR PEMBELAJARAN DAN TEORI B (1)

HAKEKAT BELAJAR PEMBELAJARAN DAN TEORI BELAJAR
Disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengembangan PKn SD
Dosen Pengampu : Fitria Dwi Prasetyaningtyas, S.Pd. M.Pd.

Disusun oleh :
1. Ana Hanalia

(1401414143)

2. Nurul Hikmah Nurkhasanah (1401414145)
3. Tri Wahyuni

(1401414149)

4. Vita Nur Fatimah

(1401414152)

5. Ulya Ghufroni

(1401414156)


Rombel 04

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Di dalam proses belajar dan mengajar ada berbagai kendala. Kendala tersebut bisa
berupa kondisi pembelajaran yang membosankan, siswa yang kurang memperhatikan dan
tidak mau mendengarkan penjelasan gurunya,serta anak didik yang bandel. Bagi guru semua
peristiwa tersebut adalah peistiwa yang sangat menjengkelkan,sehingga guru menganggap

kelas tersebut menjadi kelas yang bandel,sulit di diurus dan lain sebagainya.
Guru yang demikian tidak bisa dikatakan sebagai guru yang bijak karena hal-hal yang
membosankan pada proses pembelajaran dikelas dipicu oleh guru tersebut yang tidak mampu
mengkondisikan kelas senyaman mungkin bagi siswanya disaat proses belajar dilaksanakan.
Ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi,apakah materi yang telah
diajarkannya telah dipahami siswa atau belum.Ketika proses belajar dan pembelajaran guru
tidak berusaha mengajak siswa untuk berpikir.Komunikasi terjadi hanya pada satu arah,yaitu
dari guru kesiswa.Guru berpikir bahwa materi pelajaran lebih penting daripada
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.Lalu guru menganggap peserta didik
sebagai tong kosong yang harus diisi dengan sesuatu yang dianggap penting.Hal-hal
demikian adalah kekeliruan guru dalam mengajar.Oleh karena itu makalah yang membahas
mengenai teori belajar ini disusun agar para pendidik mampu mengetahui dan memahami
secara teoritis perubahan perilaku peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran
sehingga proses belajar tersebut bisa berjaalan secara maksimal berdasarkan tujuan awal
pembelajaran itu sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud hakikat belajar dan hakikat pembelajaran?
2. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Thorndik ?
3. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Skinner ?
4. Apa yang dimaksud dengan teori belajar R. M. Gagne ?


5. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Piaget ?
6. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Bruner?
7. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Ausubel?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui hakikat belajar dan hakikat pembelajaran?
2. Untuk mengetahui teori belajar Thorndik ?
3. Untuk mengetahui teori belajar Skinner ?
4. Untuk mengetahui teori belajar R. M. Gagne ?
5. Untuk mengetahui teori belajar Piaget ?
6. Untuk mengetahui teori belajar Bruner?
7. Untuk mengetahui teori belajar Ausubel?

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1.

Pengertian Belajar
Setiap orang, baik disadari ataupun tidak, selalu melaksanakan kegiatan

belajar. Kegiatan harian yang dimulai dari bangun tidur samapai dengan tidur
kembali akan selalu diwarnai oleh kegiatan belajar. Seseorang yang tiba-tiba
melihat petani sedang mencangkul di sawah, misalnya, kemudian di dalam
otaknya terlintas pikiran betapa beratnya kehidupan petani dalam menghasilkan
bahan makanan, sehingga muncul perasaan menghargai hasil jerih payah petani.
Ilustrasi ini telah menunjukkan adanya pengalaman belajar dan telah
menghasilkan perubahan perilaku berupa tindakan menghargai karya petani pada
diri orang tersebut.
Efektivitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tidak
semata-mata ditentukan oleh derajat pemilikan potensi peserta didik yang
bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama pendidik yang profesional.
Ada kecenderungan bahwa sikap menyenangkan, kehangatan, persaudaraan, tidak
menakutkan, dan sejenisnya dipandang sebagian orang sebagai pendidik yang
baik. Pendidik yang profesional dituntut memiliki karakteristik yang lebih dari
aspek-aspek tersebut, seperti kemampuan untuk menguasai bahan belajar,
keterampilan peserta didikan, dan evaluasi peserta didikan. Dengan demikian
profesionalitas pendidik merupakan totalitas perwujudan kepribadian yang
ditampilkan sehingga mampu mendorong peserta didik untuk belajar efektif.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang,
dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh

seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan,
kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang.
Oleh karena itu dengan menguasai konsep dasar tentang belajar, seseorang
mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam
proses psikologis.
Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para pakar
psikologi. Berikut disajikan beberapa pengertian tentang belajar.

a. Gage dan Barliner (1983 : 252) menyatakan bahwa belajar merupakan
proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari
pengalaman.
b. Morgen et.al. (1986 : 140) menyatakan bahwa belajar merupakan
perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktek atau
pengalaman.
c. Slavin (1994 : 152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
individu yang disebabkan oleh pengalaman.
d. Gagne ( 1977 : 3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan
disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu
tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.
Dari keempat pengertian tersebut, tampak bahwa konsep tentang belajar

mengandung tiga unsur utama yaitu :
a. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku
Perilaku mengacu pada suatu tindakan. Untuk mengukur apakah seseorang telah
belajar atau belum belajar diperlukan adnya perbandingan antara perilaku sebelum
dan setelah mengalami kegiatan belajar. Apabila terjadi perbedaan perilaku, maka
dapat disimpulkan bahwa orang tersebut telah belajar.
b. Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman
Pengalaman dapat membatasi jenis-jenis perubahan perilaku yang dipandang
mencerminkan belajar. Pengalaman dalam pengertian belajar dapat berupa
pengalaman fisik, psikis dan sosial.
c. Perubahan perilaku karena belajar bersifat permanen
Lamanya perubahan perilaku terjadi pada diri seseorang adalah sukar sukar untuk
diukur. Perubahan perilaku itu dapat berlangsung selama satu hari, satu minggu,
satu bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Ketika seseorang bangun tidur,makan
pagi dan mulai memikirkan apa yang akan dikerjakan pada hari itu, kegiatan itu
selalu diikuti oleh tindakan belajar. Cara seseorang bangun tidur, makan pagi, dan
memikirkan sesuatu merupakan akibat dari belajar yang berlangsung di masa lalu.
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan
perubahan


dalam

dirinya

melalui

pelatihan-pelatihan

pengalaman (Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, 2010:12).

atau

pengalaman-

Belajar adalah memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui
pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman dan mendapatkan informasi atau
menemukan. Dengan demikian belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau
kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu (Fudyartanto dalam Baharudin dan Esa
Nur Wahyuni, 2010:13).
2. Pengertian Pembelajaran

Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun
proses itu dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Perhatian peserta didik dalam
pembelajaran, misalnya, dipengaruhi oleh susunan rangsangan yang berasal dari
luar. Ketika seorang peserta didik membaca buku, perhatiannya acapkali terpusat
pada kata-kata tercetak tebal, gambar-gambar, dan informasi menarik lainnya.
Oleh karena itu di dalam pembelajaran, pendidik harus benar-benar mampu
mencurahkan seluruh energinya sehingga dapat seperti yang diharapkan.
Pembelajaran artinya suatu proses belajar yang terjadi karena adanya guru
sebagai pengajar dan pendidik dan adanya murid atau peserta didik sebagai yang
diajar atau sebagai penerima ilmu pengetahuan atau keterampilan. Secara umum
istilah belajar dimaknai sebagai suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah laku. Dengan pengertian demikian, maka pembelajaran dapat
dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa,
sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono,
2000: 24).
Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.
Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan lingkungan agar menunjang terjadinya
perubahan perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
usaha sadar pendidik untuk membantu peserta didik agar mereka dapat belajar

sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.
Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi
peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan
(Briggs,1992). Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang
bersifat internal jika peserta didik melakukan self instruduction dan di sisi lain
kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber antara lain dari
pendidik. Jadi teaching itu hanya merupakan sebagian dari instruduction, sebagai

salah satu bentuk pembelajaran. Unsur utama dari pembelajaran adalah
pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar.
Dengan demikian pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai
hubungan konseptual yang tidak berbeda, kalau toh dicari perbedaannya
pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas yaitu mencakup baik pengajaran
maupun pembelajaran, dan pengajaran.
Gagne (1981) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian
peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang untuk mendukung proses
internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik
memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Perolehan tujuan belajar sebetulnya juga dapat dilakukan secara alamiah
bilamana peserta didik membaca buku-buku, majalah, surat kabar atau

mengamati peristiwa di lingkungannya. Namun dalam aktivitas belajar yang
dirancang, disebut dengan pem-belajaran, maka perolehan tujuan belajar itu akan
dapat dicapai secara efektif dan efisien jika aktivitas belajar itu dirancang secara
baik. Tujuan belajar tersebut memberikan arah terhadap proses belajar. Setiap
komponen pembelajaran hendaknya saling berhubungan dan berkaitan dengan
proses internal belajar peserta didik agar terjadi peristiwa belajar. Untuk
mencapai tujuan tersebut belajar, pendidik hendaknya benar-benar menguasai
cara –cara merancang belajar agar peserta didik mampu belajar optimal.
Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Dari pengertian belajar dan pembelajaran di atas yaitu belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di
dalam interaksi dengan lingkungannya dan Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Jadi dapat diketahui bahwa belajar adalah panggilan hidup dan memerlukan
instrumen-instrumen dalam proses belajar dan Pembelajaran.
3 . Unsur-Unsur Belajar
Belajar merupakan sebuah sistem di dalamnya terdapat berbagai unsur saling
terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur belajar
menurut Gagne (dalam Rifa’i dan Anni, 2009:84) :


1. Peserta Didik
Peserta didik yaitu seseorang yang melakukan kegiatan belajar.
2. Rangsangan (Stimulus)
Rangasangan yaitu peristiwa yang merangsang penginderaan peserta
didik. Beberapa stimulus di sekitar seseorang, seperti : suara, sinar,
warna, panas, dingin, tanaman, gedung, dsb. Peserta didik memfokuskan
stimulus tertentu yang diminati agar dapat belajar optimal.
3. Memori
Memori berisi berbagai kemampuan berupa pengetahuan, ketrampilan,
sikap yang dihasilkan dari kegiatan belajar sebelumnya.
4. Respon
Respon merupakan tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori.
Respon peserta didik ditandai perubahan perilaku atau kinerja pada akhir
proses belajar.
4. Ciri-ciri Perilaku Belajar
a) Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar
Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku
menyadari

terjadinya perubahan

tersebut

atau

sekurang-

kurangnyamerasakan adanya suatu perubahan dalam dirinyamisalnya
menyadari pengetahuannya bertambah. Oleh karena itu perubahan yang
terjadi karenamabauk atau dalam keadaan tidak sadar tidak termasuk dalam
pengertian beajar.
b) Perubahan bersifat kontinue dan fungsional.
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secarakesnambungan dan tidak statis. Satu perubahan
berikutnya dan selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi proses
belajar berikutnya. Misalnya, jika seorang anak belajar membaca, iaakan
mengalami perubahan dari tidak dapat membaca menjadi dapat membaca.
Perubahan ini akan berlangsung terus sampai kecakapan membacanya
mmenjadi cepat dan lancar. Bahkan dapat membaca berbagai macam
bentuk tulisan maupun berbagai tulisan diberagam media.
c) Perubahan bersifat positif dan aktif.

Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju
untuk memperolehsesuatu yang lebih bai dari sebelumnya. Perubahan
bersifat aktif berarti bahwa perubahan tidak terjadi dengan sendirinya,
melainkan karena usaha individu sendiri. Oleh karena itu perubahantingkah
laku karena proses kematangan yang terjadi karena sendirinya karena
dorongan daridalam tidak termasuk perubahan dalam pengertin belajar.
d) Perubahan bersifat permanen.
Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat menetap. Misalnya,
seorang anak dalam bermain sepepeda setelah belajar tidak akan hilang
begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang
jika terus dilatih.
e) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
Adanya tujuan yang akan dicapai oleh perilaku belajar dan terarah
kepada perubahantingkah laku yang benar-benar disdari. Misalnya belajar
mengetik, sebelumnya telah menetapkanapa yang mungkin dapat dicapai
dengan belajar mengetik.
f) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalaui proses belajar
sesuatu, sebagaihasilnya ia akan mengalami perubahan keseluaruhan
tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan
mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalamsikap,
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
a) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar .Contoh : faktor jasmani ( faktor kesehatan dan cacat tubuh) dan
faktor psikologi (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif dan lainilain).
b) Faktor eksternal adalah faktor yang ada diluar individu. Contoh :
faktor

keluarga

keluarga,suasana

(cara

orang

rumah

dan

tua

mendidik,relasi

lian-lain)

,faktor

antar

anggota

sekolah

(metode

mengajar,relasi antar guru dan siswa, relasi antar siswa,disiplinsekolah dan
lain-lainnya)

dan

faktor

masyarakat

(kegiatan

masyarakat,teman bergaul media masa dan lain-laninnya).

siswa

dalam

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran adalah sebagai berikut
:
a) Faktor Kecerdasan
Yang dimaksud dengan kecerdasan ialah kemampuan seseorang
untuk melakukan kegiatan berfikir yang bersifatnya rumit dan abstrak.
Kecerdasan adalah suatu kemapuan yang dibawa dari lahir sedangkan
pendidikan

tidak

dapat

meningkatkannya,

tetapi

hanya

dapat

mengembangkannya.
b) Faktor Belajar
Yang dimaksud dengan faktor belajar adalah semua segi kegiatan
belajar, misalnya kurang dapat memusatkan perhatian kepada pelajaran
yang sedang dihadapi, tidak dapat menguasai kaidah yang berkaitan
sehingga kurang menguasai cara-cara belajar efektif dan efisien.
c) Faktor Sikap
Sikap dapat menentukan kualitas belajar seseorang. Diantara sikap
yang dimaksud di sini adalah minat, keterbukaan pikiran, prasangka atau
kesetiaan. Sikap yang positif terhadap pelajaran merangsang cepatnya
kegiatan belajar.
d) Faktor Kegiatan
Faktor kegiatan ialah faktor yang ada kaitannya dengan kesehatan,
kesegaran jasmani dan keadaan fisik seseorang.
e) Faktor Emosi dan Sosial
Faktor emosi seperti tidak senang dan rasa suka dan faktor sosial
seperti persaingan dan kerja sama sangat besar pengaruhnya dalam proses
belajar. Ada diantara faktor ini yang sifatnya mendorong terjadinya
belajar tetapi ada juga yang menjadi hambatan terhadap belajar efektif.
f) Faktor Lingkungan
Yang dimaksud faktor lingkungan ialah keadaan dan suasana
tempat seseorang belajar. Selain kenyamanan tempat belajar, hubungan
yang kurang serasi dengan teman juga dapat menganggu kosentrasi dalam
belajar.
g) Faktor Guru

Kepribadian guru, hubungan guru dengan siswa, kemampuan guru
mengajar dan perhatian guru terhadap kemampuan siswanya turut
mempengaruhi keberhasilan belajar. Guru dapat menimbulkan semangat
belajar yang tinggi dan dapat juga mengendorkan keinginan belajar yang
sungguh-sungguh. Siswa yang baik berusaha mengatasi kesulitan ini
dengan memusatkan perhatian kepada bahan pelajaran, bukan kepada
kepribadian gurunya.
B. TEORI BELAJAR MENURUT THORNDIKE
Berdasarkan teori stimulus-respon, Thorndike menyatakan bahwa cara belajar
manusia dan binatang pada dasarnya sama, karena belajar pada dasarnya terjadi melalui
pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon, Menurut Thorndike, terjadinya
asosiasi stimulus dan respon berdasarkan tiga hukum, yaitu:
a. Hukum kesiapan, yang mempunyai tiga ciri: (1) Jika seseorang berkeinginan untuk
bertindak dan keinginan tersebut dilaksanakan, maka dia akan puas dan tidak
melakukan tindakan yang lain. (2) Jika seseorang berkeinginan untuk bertindak dan
keinginan itu tidak dilaksanakan, maka dia tidak puas dan akan melakukan tindakan
yang lain. (3) Jika seseorang tidak mempunyai keinginan untuk bertindak, tetapi dia
melakukan tindakan itu, maka dia merasa tidak puas dan akan melakukan tindakan
lain.
b. Hukum latihan, yang berprinsip utama pada latihan (pengulangan). Oleh karena itu,
jika guru sering memberi latihan (S) dan siswa menjawabnya (R), maka prestasi
belajar siswa pada pelajaran tersebut akan meningkat. Thorndikemenyatakan bahwa
pengulangan tanpa ganjaran tidak efektif, karena asosiasi S dan R hanya diperkuat
oleh ganjaran. Jadi hukum latihan ini mengarah pada banyaknya pengulangan, yang
biasa disebut drill.
c. Hukum akibat, yang menunjukkan bahwa jika suatu hubungan dapat dimodifikasi
seperti halnya hubungan antara stimulus dan respon, dan hubungan tersebut diikuti
oleh peristiwa yang diharapkan, maka kekuatan hubungan yang terjadi semakin
meningkat. Sebaliknya, jika kondisi peristiwa yang tidak diharapkan mengikuti
hubungan tersebut, maka kekuatan hubungan yang terjadi semakin berkurang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang akan melakukan
pekerjaan jika hasil pekerjaan itu akan memberikan rasa menyenangkan/ memuaskan,.
Sebaliknya, jika hasil tersebut tidak membawa dampak menyenangkan, maka

seseorang tidak melaksakan pekerjaan tersebut. Jika dikaitkan dengan pembelajaran
PKn, teori ini cocok diterapkan pada anak kelas satu, karena mereka merasa senang
apabila memperoleh hadiah dari gurunya.
C. TEORI BELAJAR MENURUT SKINNER
Menurut pandangan B. F. Skinner (1958), belajar merupakan suatu proses atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Pengertian belajar ialah
suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respons. Skinner
berpendapat bahwa ganjaran merupakan salah satu unsur yang penting dalam proses
belajar, tetapi istilahnya perlu diganti dengan penguatan. Ganjaran adalah sesuatu yang
menggembirakan,

sedangkan

penguatan

adalah

sesuatu

yang

mengakibatkan

meningkatkatnya suatu respon tertentu. Penguatan tidak selalu berupa hal yang
menggembirakan, tetapi dapat terjadi sebaliknya.
Penguatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan
negatif. Penguatan positif adalah sesuatu yang cenderung meningkatkan pengulangan
tingkah laku, sedangkan penguatan negatif adalah sesuatu yang jika dihapuskan
cenderung menguatkan tingkah laku. Sebagai contoh penguatan positif adalah
memberikan pujian terhadap siswa yang dapat menyelesaikan tugas dengan baik, atau
menunjukkan raut muka cemberut kepada siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugas.
Pujian dan raut muka cemberut tadi merupakan penguatan positif karena akan
mendorong siswa belajar lebih giat lagi. Pada saat guru bercerita tentang kisah seorang
petani melerai anak-anaknya (kakak beradik) yang sedang bertengkar, para siswa
mendengarkan dengan serius. Saat itu ada beberapa siswa di luar kelas sedang ramai
bergurau sehingga mengganggu perhatian siswa yang serius mendengarkan cerita guru
tadi. Guru berhenti cerita dan keluar sebentar, tak lama kemudian siswayang bergurau
tadi diam dan pergi menjauhi kelas. Guru meneruskan cerita, siswa dapat lebih
konsentrasi mengikuti jalan cerita yang disampaikan guru tersebut. Menghilangkan suara
gaduh di luar kelas itu merupakan salah satu contoh penguatan negatif.
Skinner membedakan respon menjadi dua macam, yaitu respondent conditioning
dan operant conditioning. Respondent conditioning adalah respon yang diperoleh dari
beberapa stimulus yang teridentifikasi, dan respon tersebut bersifat relatif tetap. Sebagai
contoh, seorang siswa diberi soal sederhana dan siswa dapat menyelesaikannya sendiri.
Dengan peristiwa ini, siswa merasa yakin atas kemampuannya, sehingga timbul respon
mempelajari hal-hal berikutnya yang sesuai atau kelanjutan dari apa yang dapat dia

selesaikan tadi. Dalam hal ini, Hudoyo (1990) menyatakan bahwa stimulus berupa
masalah itu dapat diibaratkan sebagai makanan yang dapat menimbulkan keluarnya air
liur. Hudoyo (1990) selanjutnya mengatakan bahwa stimulus yang demikian pada
umumnya mendahului respon yang ditimbulkan. Belajar dengan respondent conditioning
ini hanya efektif jika suatu respon timbul karena kehadiran stimulus tertentu.
Seorang siswa belajar dengan sunguh-sungguh sehingga saat ulangan dia bisa
menyelesaikan hampir semua soal yang diberikan sehingga mendapatkan nilai yang
bagus. Dengan nilai yang bagus ini dia merasa sangat senang dan dalam hatinya ia
berniat untuk belajar lebih giat lagi. Dalam hal ini, nilai yang bagus itu merupakan
operant coditioning. Jadi operant conditioning adalah suatu respon terhadap
lingkungannya yang diikuti oleh stimulus-stimulus tertentu.
Perlu Anda ketahui bahwa Teori Skinner sangat besar pengaruhnya terhadap
pendidikan, khususnya dalam lapangan metodologi dan teknologi pembelajaran.
Program- program inovatif dalam bidang pengajaran sebagian besar disusun berdasarkan
teori Skinner (Sudjana dan Rivai, 2003). Dengan demikian teori belajar menurut Skinner
hampir sama dengan teori yang sampaikan Thorndike, hanya istilah ganjaran perlu
diganti dengan penguatan, yang dibedakan menjadi dua yaitu penguatan positip dan
penguatan negatif. Sesuai dengan contoh tersebut kiranya tidak sukar bagi Anda untuk
memanfatkan teori ini dalam pembelajaran yang anda lakukan.
D. TEORI BELAJAR MENURUT ROBERT M. GAGNE
Sejalan dengan Thorndike dan Skinner, Gagne juga salah satu tokoh penganut
aliran psikologi Stimulus-Respon (S-R). Gagne berpendapat bahwa terjadinya belajar
seseorang karena dipengaruhi faktor dari luar dan faktor dari dalam diri orang tersebut
dimana keduanya saling berinteraksi (Nasution, 2000:136). Faktor dari luar (eksternal)
yaitu stimulus dan lingkungan dalam acara belajar, dan faktor dari dalam (internal) yaitu
faktor yang menggambarkan keadaan dan proses kognitif siswa. Keadaan internal
menunjukkan pengetahuan dasar (yang berkaitan dengan hahan ajar), sedangkan proses
kognitif menunjukkan bagaimana kemampuan siswa mengolah/mencerna bahan ajar.
Kondisi internal belajar ini berinteraksi dengan kondisi eksternal belajar, dan dari
interaksi tersebut tampaklah hasil belajar. Untuk lebih memperjelas interaksi tersebut,
disusun suatu bagan yang mengilustrasikan interaksi antara komponen esensial belajar
dan pembelajaran sebagai benikut ini (Dimyati dan Mujiono: 1999). Bagan di atas
menjelaskan bahwa: (1) belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses

kognitif siswa” dan “stimulus dan lingkungan”; (2) proses kognitif tersebut
menghasilkan suatu hasil belajar yang terdiri atas informasi verbal, ketrampilan intelek,
strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Informasi verbal merupakan
kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa. Keterampilan
intelek merupakan ketrampilan yang berfungsi untukberhubungan dengan lingkungan
hidupnya. Strategi kognitif adalah kemampuan untuk mengarahkan aktivitas kognitifnya.
Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam
urusan dan koordinasi. Sikap merupakan kemampuan menerima atau menolak obyek
berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
Menurut Gagne, ada tiga tahap dalam belajar yaitu (1) persiapan untuk belajar
dengan melakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan, dan mendapatkan
kembali informasi; (2) pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi), yang digunakan
untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali, respon, dan penguatan;
dan (3) alih belajar yaitu pengisyaratan untuk membangkitkan dan memberlakukan
secara umum (Dimyati dan Mudjiono, 1999:12). Dengan demikian menurut Gagne hasil
belajar merupakan hasil interaksi stimulus dari luar dengan pengetahuan internal siswa.
Dalam pembelajaran PKn, kegiatan seperti performansi dan alih belajar yang
dicontohkan di atas sangat diperlukan.
E. TEORI BELAJAR MENURUT PIAGET
Jean Piaget, psikolog-kognitif dari Swiss ini, berpendapat bahwa proses berpikir
manusia merupakan suatu perkembangan bertahap dari berpikir intelektual kongkrit ke
abstrak secara berurutan melalui empat tahap. Urutan tahapan itu tetap bagi setiap orang,
tetapi usia kronologis bagi setiap orang yang memasuki tiap tahap berpikir berbeda-beda
tergantung kondisi masing-masing individu. Keempat tahap tersebut adalah: (1) tahap
sensori motor pada usia 0-2 tahun, (2) tahap pra-operasional pada usia 2-7 tahun, (3)
tahap periode operasi kongkrit pada usia 7-12 tahun, dan (4) yang terakhir adalah tahap
operasi formal pada usia 12 tahun ke atas. Istilah “operasi” di sini dimaksudkan suatu
proses berfikir logis yang merupakan aktivitas mental (bukan aktivitas sensori motor).
Pada tahap sensori motor anak belum mempunyai kesadaran konsep obyek yang
tetap, sedangkan pada tahap operasi kongkrit pola pikir anak mulai menunjukkan
hubungan fakta-fakta riil yang diamati dengan pengalaman lampau. Dalam hal ini anak
belum memperhitungkan semua kemungkinan yang akan terjadi. Pada tahap operasi
formal anak telah mampu melihat hubungan abstrak antar dua peristiwa atau lebih,

sehingga mampu menyelesaikan masalah-masalah dengan cara yang lebih baik dan
kompleks dibandingkan dengan pada saat pada tahap sebelumnya.
Piaget berpendapat bahwa proses belajar terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap
asimilasi, tahap akomodasi dan equilibrasi/penyeimbangan (Sukmaningadji, S. 2006)
Asimilasi adalah proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung
diintegrasikan dan menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang.
Akomodasi, adalah proses menstrukturkan kembali mental sebagai suatu akibat adanya
pengalaman atau adanya informasi baru. Sedangkan penyeimbangan adalah penyesuaian
yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Dengan demikian, belajar itu
tidak hanya menerima informasi dan pengalaman saja, tetapi juga terjadi penstrukturan
kembali informasi dan pengalaman lamanya untuk mengakomodasikan informasi dan
pengalaman baru tersebut.
Dengan demikian teori Piaget menunjukkan bahwa pikiran manusia mengalami
perkembangan yang mempengaruhi proses berpikirnya, sehingga dalam melaksanakan
pembelajaran guru perlu memikirkan tingkat perkembangan intelektual siswa. Saat siswa
belajar dalam diri siswa terjadi interaksi antara pengamatan atau pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang dimiliki, yang diberi istilah asimilasi dan akomodasi.
Pembelajaran dalam PKn sedapat mungkin diusahakan munculnya asimilasi dan
akomodasi kognitif.
F. TEORI BELAJAR MENURUT BRUNER
Dalam teori belajarnya, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan
berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau
kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan teori belajar menjadi tiga tahap.
Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh
pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru
yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan. Hal ini tergantung pada hasil yang diharapkan, di samping motivasi
siswa, minat, keinginan dan dorongan untuk menemukan sendiri. Selain itu, Bruner juga
mengangkat empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur
pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses

pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan siswa untuk belajar, dan
kemampuan guru untuk memotivasinya.
Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif
dengan kejujuran intelektual, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner
beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan
dididik berdasarkan kurikulum yang berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan
untuk menjawab tiga pertanyaan, yaitu: (1) Apa yang menjadi ciri khas manusia itu? (2)
Bagaimana manusia mendapatkan ciri khas itu? dan (3) Bagaimana ciri khas manusia itu
dibentuk?
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar Bruner
terdapat tiga tahap proses belajar, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama
tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak
informasi, motivasi, dan minat siswa. Pembelajaran PKn seyogyanya juga dapat
memberikan informasi yang jelas dan evaluasi hasil belajar siswa.
G. TEORI BELAJAR MENURUT AUSUBEL
David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang
berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan
bahan ajar yang dipelajari. Suatu bahan ajar, informasi, atau pengalaman baru seseorang
akan bermakna jika pengetahuan yang baru dikenal itu dapat disusun sesuai dengan
struktur kognitif yang dimilikinya. Jika demikian, orang tersebut dapat dengan mudah
mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Hudoyo, H
(1990:54) menyatakan bahwa Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance
organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari oleh peserta didik, agar belajar
tersebut menjadi bermakna. “Pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak,
dan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain.
Dengan demikian, kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan
ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Jika informasi atau pengalaman baru
bermakna bagi siswa, maka siswa dapat memahaminya dengan mudah dan sedikit
kemungkinan mengalami kesulitan dalam menyusun suatu kesimpulan yang merupakan
hasil interaksi antara pengetahun baru dan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Jadi
kebermakmaknaan suatu bahan ajar sangat ditentukan oleh keterkaitannya dengan
pengetahuan yang dimiliki anak didik, bukan dari proses mendapatkan pengetahuan
tersebut. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih

bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun, asalkan informasinya
bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis, akan memperoleh hasil
belajar yang baik pula.
Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu (1) belajar
dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang bermakna, (3)
Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang
tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna,
karena belajar dengan menghafal peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang
diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa
belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna. Dari empat
kemungkinan tipe belajar Ausubel yang disebutkan di atas, dua tipe belajar pertamalah
yang akan memberikan hasil yang baik. Sejalan dengan ini, pembelajaran PKn SD perlu
memperhatikan kebermaknaan.

BAB III
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i, Achmad & Catharina Tri Anni . 2012. Psikologi Pendidikan. Unnes Press : Semarang.
Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.