SLAM PADA MASA BANI UMAYYAH DI DAMASKUS

SLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
DI DAMASKUS
BAB I
PENDAHULUAN
1. A.

Latar Belakang

Sejarah Kebudayaan Islam merupakan catatan, peristiwa, atau kejadian tentang
hasil budaya manusia di masa lampau yang dijiwai oleh ruh islam yang bersifat
materiil maupun non meteriil. Sejarah Kebudayaan Islam terbagi dalam beberapa
periode. Namun di sini kita hanya akan membahas Islam pada masa Bani Umayyah
di Damaskus. Masa Bani Umayyah di Damaskus berlangsung selama ±91 tahun.
Dimulai dari kajayaan sampai keruntuhannya. Banyak khalifah yang terlibat pada
Masa Bani Umayyah ini sehingga banyak berbagai macam persoalan yang timbul.
Untuk itu , materi yang akan dibahas di dalam makalah ini meliputi politik dan
pemerintahan serta peradaban dan kebudayaan Islam pada Masa Bani Umayyah di
Damaskus.

1. B.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis
merumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaima pemerintahan Islam pada masa Bani Umayyah di Damaskus?
2. Bagaimankah peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani Umayyah
di Damaskus?
3. Bagaimakah kondisi keagamaan pada masa Dinasti Umayyah?

1. C. Tujuan
2. Untuk mengetahui pemerintahan Islam pada masa Bani Umayyah di
Damaskus.
3. Untuk mengetahui peradaban dan kebudayaan Islam pada masa Bani
Umayyah di Damaskus.
4. Untuk mengetahui kondisi keagamaan pada masa Dinasti Umayyah.

BAB II
PEMBAHASAN
1. A.


Sistem Pemerintahan Pada Masa Dinasti Umayyah

Daulat Bani Umayyah mengambil nama keturunan dari Umayyah ibnu abdi Syams
ibn abdi Manaf. Dia seorang yang terkemuka dalam persukuan Quraisy di zaman
jahiliyah, bergandingan dengan pamannya Hasyim ibnu Abdi Manaf. Diantara
Umayyah dengan Hasyim adalah dua sosok yang paling keras dalam merebut
kedudukan kalangan Quraisy.[1]
Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 661 M s.d 750 M. Meskipun dinasti ini
kurang dari satu abad, tetapi pencapaian ekspansi sangat luas. Ekspansi ke negeri –
negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaan islam dilakukan dalam waktu kurang
dari setengah abad. Ini tentunya merupakan kemenangan yang sangat
menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai
pengalaman politik yang memadai.[2]
Pendirian dinasti ini, berawal dari masalah tahkim yang menyebabkan perpecahan
dikalangan pengikut Ali, yang berakhir dengan kematiannya. Sepeninggalan Ali itu
sebenarnya masyarakat secara beramai – ramai membaiat Hasan putra Ali untuk
menjadi khalifah. Tetapi Hasan memang kurang berminat untuk menjadi Khalifah.
Karena itu setelah Hasan berkuasa dalam beberapa bulan, Mu’awiyah meminta
agar jabatan khalifah diberikan kepadanya, Hasan kemudian menyetujui
permintaan tersebut dan memberikan beberapa persyaratan kepada Mu’awiyah.

Dengan demikian jabatan Khalifah dilimpahkan secara penuh kepada Mu’awiyah.
Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah amul jama’ah, atau tahun persatuan
umat islam. Sejak itulah Mu’awiyah resmi menjadi kholifah baru umat islam yang
berpusat di Damaskus. Adapun syarat yang di kemukakan oleh Hasan adalah
jaminan hidup, dan ketika Mu’awiyah meninggal supaya jabatan itu diserahkan
kembali kepadanya.[3]

Langkah awal yang diambil oleh Mu’awiyah adalah memindahkan pusat
pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Hal ini dapat dimaklumi karena jika
dianalisa setidaknya ada 2 faktor yang mempengaruhi, yaitu di Madinah sebagai
pusat pemerintahan khulafaurrasyidin sebelumnya, masih terdapat sisa – sisa
kelompok yang antipati terhadapnya. Sedangkan di Damaskus pengaruhnya telah
menciptakan nilai simpatik masyarakat, basis kekuatannya cukup kuat.[4]
Kemudian, Mu’awiyah melakukan penggantian sistem kekhalifahan kepada sistem
kerajaan (Monarchi absolut). Sehingga pergantian pemimpin dilakukan
berdasarkan garis keturunan (monarchi heridetis), bukan atas dasar demokrasi
sebagaimana yang terjadi di zaman sebelumnya. Model pemerintahan yang di
tetapkan oleh Mu’awiyah ini banyak di ambil dari model pemerintahan Byzantium.
Karena Syiria pernah dikuasai Byzantium selama kurang lebih 500 tahun sampai
kedatangan islam, sedang Damaskus menjadi pusat pemerintahannya.[5]

Pada masa Mu’awiyah mulai diadakan perubahan – perubahan administrasi
pemerintah, dibentuk pasukan bertombak pengawal raja dan dibangun bagian
khusus di dalam masjid untuk pengamanan tatkala dia menjalankan shalat.
Mu’awiyah juga memperkenalkan materai resmi untuk pengiriman memorandum
yang berasal dari Khalifah. Para sejarawan mengatakan bahwa di dalam sejarah
Islam, Mu’awiyah lah yang pertama – tama mendirikan balai–balai pendaftaran
dan menaruh perhatian atas jawatan pos, yang tidak lama kemudian berkembang
menjadi suatu susunan teratur, yang menghubungkan berbagai bagian negara.
Pada masa Bani Umayyah dibentuk semacam dewan sekertaris negara (Diwan alkitabah) untuk mengurus berbagai urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima
orang sekertaris yaitu: katib ar – Rasail, katib al – Kharraj, katib al – Jund, katib
asy – Syurtah dan katib al – Qodi. Untuk mengurusi administrasi pemerintahan di
daerah, diangkat seorang Amir al – Umara (Gubernur jenderal) yang membawahi
beberapa “amir” sebagai penguasa suatu wilayah.
Dinasti Umayyah yang ibukota pemerintahannya di Damaskus, berlangsung
selama 91 tahun dan diperintah oleh 14 orang khalifah, mereka itu ialah :
Mu’awiyah ibn Abi Sufyan (661 – 680), Yazid ibn Mu’awiyah (680 – 683),
Mu’awiyah II ibn Yazid (683), Marwan ibn hakam (683 – 685), Abdul malik ibn
Marwan (685 – 705), Walid ibn Abdul Malik (705 – 715), Sulaiman ibn Abdul
malik (715 – 717), ‘Umar ibn Abdul ‘Aziz (717 – 720), Yazid II ibn Abdul Malik
(720 – 724), Hisyam ibn Abdul Malik (724 – 743), Walid ibn Yazid ibn Abdul

Malik (743 – 744), Yazid III ibn Walid ibn Abdul Malik (744), Ibrahim (744),
Marwan II ibn Muhammad ibn Marwan ibn Hakam (744 – 750).
Pada masa Abdul Malik ibn Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan oleh
empat departemen pokok (Diwan). Ke empat departemen (kementrian) itu ialah :

1. Kementrian pajak tanah (diwan al – kharraj) yang tugasnya mengawasi
departemen keuangan.
2. Kementrian khatam (diwan al – khatam) yang bertugas merancang dan
mengesahkan ordonasi pemerintah. Sebagaimana masa Mu’awiyah telah
diperkenalkan materai resmi untuk memorandumdari Kholifah, maka setiap
tiruan dari memorandum itu dibuat kemudian ditembus dengan benang,
disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
3. Kementrian surat menyurat (diwan al – rasail), dipercayakan untuk
mengontrol permasalahan di daerah – daerah dan semua komunikasi dari
gebernur – gubernur.
4. Kementrian urusan perpajakan (diwan al mustagallat)
Bahasa administrasi yang berasal dari bahasa Yunani dan Persia diubah dalam
bahasa Arab dimulai dari Abdul Malik pada tahun 85 / 704. [6]
Dilihat dari perkembangan kepemimpinan ke – 14 Khalifah tersebut, maka periode
Bani Umayyah dapat dibagi menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan

keruntuhan. Masa permulaan ditandai dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan
dasar – dasar pemerintahan dan orientasi kekuasaan; pembunuhan terhadap Husain
ibn Ali, perampasan kota Madinah, penyerbuan kota Makkah pada masa Yazid I,
dan perselisihan antara suku – suku Arab pada masa Mu’awiyah II.
Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada masa pemerintahan Abdul Malik. Dia
dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah ke dua. Karena mampu mencegah
disintegrasi yang telah terjadi sejak pada masa Marwan. Sebagai seorang ahli
tatanegara dan administrator ulung, Abdul Malik berhasil menyempurnakan
administrasi pemerintah Bani Umayyah. Masa penggantinya, Walid I merupakan
periode kemenangan, kemakmuran dan kejayaan. Negara islam meluas ke daerah
barat dan timur, beban hidup masyarakat mulai ringan, pembangunan kota dan
gedung – gedung umum seperti masjid dan perkantoran mendapat perhatian yang
cukup serius.
Kejayaan Bani Umayyah berakhir pada masa pemerintahan Umar ibn Aziz (umar
II). Dia terpelajar dan taat beragama. Dia juga pelopor penyebaran agama islam.
Beberapa sejarawan mengatakan bahwa pemerintahannya termasyhur seperti
halnya pemerintahan orthodox yaitu pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Akan
tetapi pemerintahanya hanya bertahan selama 2 tahun 5 bulan.
Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai melemah dan akhirnya hancur. Para
Khalifah pengganti Umar II selalu mengorbankan kepentingan umum untuk

kesenangan pribadi. Perselisihan diantara putera mahkota, serta antara pemimpin
daerah merupakan sebab – sebab lain yang menyebabkan kehancuran kekuasaan
Bani Umayyah. Abu al Abbas mengadakan kerjasama dengan Kaum Syiah. Pada
tahun 750 M pertempuran terakhir antara pasukan Abbasiah yang dipimpin Abu
Muslim al – Khurasani dan pasukan Mu’awiyah terjadi di Irak. Yang mana waktu

itu kepemimpinan Bani Umayyah dipegang oleh Marwan II. Tidak lama kemudian
Damaskus jatuh ke tangan kekuasaan Bani Abbas.[7]
Runtuhnya Bani Umayyah di Damaskus dimulai dari Khalifah Yazid II sampai
khalifah Marwan II. Disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Perselisihan antar putra mahkota.
2. Permusuhan antar suku-suku Arab yang dihidupkan lagi setelah kematian
Yazid II.
3. Beberapa Khalifah memanjakan diri dengan kemewahan.
4. Beberapa Khalifah bersikap tidak adil terhadap warga negara sehingga
menjadi kecewa dan ingin dibebaskan diri dari mereka.
5. Keadaan pertanian hancur dan perbandaharaan kosong.
6. Para menteri yang diberi kepercayaan justru mementingkan permasalahan
mereka sendiri dan menyembunyikan segala permasalahan pemerintah.
7. Gaji pasukan perang tidak dibayarkan.

8. Para musuh meminta bantuan untuk menyerang/melawan meraka, tetapi
mereka tidak mampu menyerang serangan karena pembantu sangat sedikit.
9. Penyembunyian berita-berita merupakan salah satu faktor dasar penyebab
runtuhnya kerajaan.

1. B.

Perkemangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kesenian

Meskipun masa kepemimpinan Bani Umayyah di Damaskus sarat dengan intrik
politik internal maupun eksternal yang kemudian menghasilkan perluasan wilayah
Islam, namun mereka tidak melupakan perkembangan intelektual. Berbagai
perkembangan peradaban dan kebudayaan yang ada meliputi:
1. 1.

Arsitektur

Pada masa dinasti Umayyah seni arsitektur bertumpu pada bangunan sipil berupa
kota-kota dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Corak bangunan yang ada
pada masa ini merupakan gaya perpaduan Persia, Romawi, dan Arab yang dijiwai

semangat Islam.
Pembangunan yang dilakukan meliputi perbaikan kota lama dan membangun
beberapa kota baru. Damaskus yang dulunya merupakan ibukota Kerajaan Romawi
Timur di Syam pada masa sebelum Islam, merupakan kota lama yang dibangun
kembali serta dijadikan ibukota Daulah ini. Di kota ini dibangun gedung-gedung
indah, jalan-jalan dan taman-taman rekreasi yang menakjubkan. Pada masa
kekhalifahan Walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama “Masjid
Damaskus”. Arsitek pembangunan masjid ini adalah Abu Ubaidah ibn Jarrah.

Kota Kairawan merupakan salah satu kota baru yang dibangun pada masa ini oleh
Uqbah ibn Nafi ketika ia menjabat sebagai gubernur di wilayah ini pada masa
Khalifah Mu’awiyah. Kota Kairawan dibangun dengan gaya arsitektur Islam dan
dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, pangkalan militer,
dsb.
Pada masa Umawiyah ini juga dilakukan perbaikan-perbaikan masjid tua yang ada
sejak zaman Rasulullah. Khalifah Abdul Malik bin Marwan menyediakan dana
sebesar 10.000 dinar emas untuk memperluas Masjid al-Haram yang
disempurnakan pada masa khalifah Walid.
Demikian juga dengan Masjid Nabawi, diperluas dan diperindah dengan konstruksi
Syiria di bawah pengawasan Umar ibn Abd Al- Aziz, yang pada saat itu menjabat

sebagai gubernur Madinah. Dinding masjid ini dihiasi mozaik dan batu permata.
Tiangnya dari batu marmer, lantainya dari batu pualam, plafonnya bertahtakan
emas murni, ditambah empat buah menara.[8]

1. 2.

Organisasi Militer

Organisasi militer pada masa Bani Umayyah terdiri dari angkatan darat (al-jund),
angkatan laut (al-bahriyah), dan angkatan kepolisian (as-syurthah). Bala tentara
pada masa ini muncul atas dasar paksaan. Angkatan bersenjata terdiri dari orangorang arab. Setelah wilayah kekuasaan meluas sampai ke Afrika Utara orang luar
pun terutama bangsa Barbar turut ambil bagian dalam kemiliteran ini. Pada masa
Abd al-Malik ibn Marwan diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nidam
at-Tajdid al-Ijbari).

1. 3.

Perdagangan

Daerah kekuasaan daulah Bani Umayyah yang semakin luas menjadikan lalu lintas

perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas darat melalui jalan Sutera
ke Tiongkok meliputi perdagangan sutera, keramik, obat-obatan, dan wewangian.
Sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari
rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan.
Keadaan ini membawa ibukota Basrah di teluk Persi menjadi pelabuhan dagang
yang ramai dan makmur, begitu pula Kota Aden. Perkembangan perdagangan ini
mendorong meningkatnya kemakmuran bagi Bani Umayyah.

1. 4.

Kerajinan

Pada masa khalifah Abd Malik mulai dirintis pembuatan tiraz (semacam bordiran),
yaitu cap resmi yang dicetak pada pakaian khalifah dan para pembesar
pemerintahan. Abdul Aziz (gubernur Mesir), mengganti format tiraz yang semula
merupakan terjemahan dari rumus Kristen menjadi rumus Islam dengan lafaz “la
illaha illa Allah”.
Begitu juga seni lukis, sejak khalifah Mu’awiyah sudah mendapat perhatian
masyarakat. Sebuah lukisan yang ditorehkan oleh khalifah Walid I adalah lukisan
berbagai gambar binatang, tetapi corak dan warna masih
bersifat Hellenisme (budaya Yunani) yang kemudian dimodifikasi menrut caracara Islam. Hal ini menarik para penulis Eropa.[9]

1. 5.

Kedokteran

Khalifah Al-Walid telah memberikan sumbangan berupa pemisahan antara ahli
tentang penyebab penyakit dengan ahli tentang pengobatan. Khalifah Umar telah
memindahkan sekolah kedokteran dari Iskandariyah ke Antiokhia dan Harran.
Khalifah Khalid ibn Yazid memerintahkan penterjemahan buku-buku kedokteran,
kimia, dan astrologi dari bahasa Yunani dan Kopti kedalam bahasa Arab.[10]

1. Sejarah atau historiografi
Munculnya Ubaid bin Syarya seorang penulis sejarah dalam
bentuk sirah dan maghazi dan telah menginformasikannya ke Muawiyah tentang
pemerintahan bangsa Arab dahulu dan asal usul ras mereka.
Muncul tokoh-tokoh sejarah seperti Wahab ibn Munabbih (W.728M), Kaab Al
Akhbar (W.625/654M) dan lainnya.[11]

1. 7.

Musik dan Syair

Munculnya Said bin Miagah (W.714M) orang yang pertama kali memasukkan
nyanyian Persia dan byzantium kedalam bahasa arab.
Seni sastra berkembang dengan pesatnya, sehingga mampu menembus ke dalam
jiwa manusia dan berkedudukan tinggi di dalam masyarakat. Sehingga syair yang
muncul senantiasa menonjolkan sastranya, disamping isinya yang sangat bermutu.

Para penyair tersebut diantaranya adalah Junair (653-733M), Al-Farazdah (641732M), dan Imran bin Hattan.
Dalam seni suara yang sangat berkembang adalah seni bca al-qur’an, qasidah, dan
seni musik kalinnya.

1. Kondisi Keagamaan
Pada masa Bani Umayah sudah muncul berbagai pemikiran keagamaan seperti
Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah, disamping Jabariyah dan Qadariyah yang
sebelumnya sudah ada. Pada masa Umayyah kita dapat melihat cikal bakal
gerakan-gerakan filosofis keagamaan yang berusaha menggoyahkan pondasi
agama islam yaitu:
Pertama Mu’tazilah, kaum Mu’tazilah mengembangkan teologi (kalam)
rasionalistik yang menekankan keesaan dan kesederhanaan Tuhan, yang harus
tercemin dalam integritas umat.[12] Orang mu’tazilah (penentang) karena
mendakwah ajaran bahwa siapapun yang melakukan dosa besar dianggap telah
keluar dari golongan orang yang beriman, tapi tidak menjadikan kafir, dalam hal
ini orang berada dalam kondisi pertengahan antara kedua status itu.
Kelompok kedua Qodariyah Aliran ini terkenal dengan pemikiran Free Will dan
Free act (kebebasan berkehendak dan berbuat). Aliran ini beranggapan bahwa
manusia memiliki kehendak bebas dan bertanggungjawab atas tindakan mereka
sendiri.[13]
Ketiga Khowarij, yang berpandangan bahwa orang berbuat dosa besar adalah kafir,
halal darahnya dan wajib dibunuh.
Keempat Syi’ah, merupakan salah satu dari dua kubu islam pertama yang berbeda
pendapat dalam persoalan kekhalifahan. Para pengikut Ali ini membentuk
kelompok yang solid pada masa dinasti Umayyah. Sistem imamah kemudian
menjadi unsur yang beda antara kaum sunni dan kaum syi’ah.
Kelima Murji’ah yang berpendapat bahwa orang berdosa besar tetap masih
mukmin dan bukan kafir. Permasalahan dosa yang dilakukan diserahkan kepada
Allah SWT untuk mengampuni atau tidak orang tersebut.
Selain itu sebagian tokoh Islam sudah mulai mengenal filsafat Yunani dengan
penerjemahan naskah-naskah asing yang berbasa Yunani ke dalam bahasa Arab
sehingga mempengaruhi pola pikir mereka dalam bidang keagamaan dan ini
sebagai buah dari kebebasan berpikir.[14] Para cendekiawan muslim besar yang
muncul pada zaman itu seperti Hasan al-Basri dan Washil bin Atha.

BAB III
PENUTUP
1. A.

Kesimpulan

Dinasti Umayyah berdiri pada tahun 661 M s.d 750 M. Meskipun dinasti ini
kurang dari satu abad, tetapi capaian ekspansi sangat luas. Pada masa Bani
Umayyah terjadi pergantian sistem kekhalifahan kepada sistem kerajaan (Monarchi
absolut) dan pergantian pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Bani
Umayyah membentuk semacam dewan sekertaris negara (Diwan al-kitabah) untuk
mengurus berbagai urusan pemerintahan. Periode Bani Umayyah dapat dibagi
menjadi 3 masa : permulaan, kejayaan dan keruntuhan. Masa permulaan ditandai
dengan usaha–usaha Mu’awiyah meletakkan dasar – dasar pemerintahan dan
orientasi kekuasaan, Kejayaan Bani Umayyah dimulai pada masa pemerintahan
Abdul Malik. Dia dianggap sebagai pendiri daulah Bani Umayyah ke dua.
pemerintahannya termasyhur seperti halnya pemerintahan orthodox yaitu
pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Sepeninggalan Umar II kekhalifahan mulai
melemah dan akhirnya hancur.
Selain terjadi lika-liku dalam bidang politik, pada masa Bani Umayyah juga
mengalami perkembangan dalam peradaban dan kebudayaan. Perkembangan
tersebut meliputi bidang ilmu pengetahuan, arsitektur, organisasi militer,
perdagangan, kerajinan, dan kesenian.
Pada masa Bani Umayah sudah muncul berbagai pemikiran keagamaan seperti
Syi’ah, Khawarij, Murjia’ah, Mu’tazilah, disamping Jabariyah dan Qadariyah yang
sebelumnya sudah ada. Selain itu banyak bermuncul para cendekiawan Muslim

besar seperti Hasan al-Basri, Washil bin Atha’, dan lain-lainnya dan sebagian besar
sudah mengenal filsafat yunani yang mempengaruhi pola pikir mereka.
1. B.

Saran

Setelah memahami sejarah perkembangan kebudayaan islam, pada masa Dinasti
Umayyah, maka perlu disarankan agar para pembaca dapat mengambil suatu hal
positif dari perjalanan Dinasti umayyah.

Daftar Pustaka
Bakar, Istianah Abu.2008. Sejarah Peradaban Islam.Malang: UIN Malang Press.
Fu’adi, Imam.2011.Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Teras.
Hamka.1951.Sejarah Ummat Islam.Jakarta: Bulan Bintang.
Karen, Armstrong.2002. Sejarah Islam Singkat.Yogyakarta: ELBANIN MEDIA.
Malik, Maman A dkk.2005. Sejarah Kebudayaan Islam.Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Maryam, Siti.2002.Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Masa
Modern.Yogyakarta: LESFI.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/197706022003122YENI_KURNIAWATI_SUMANTRI/umayyah.pdf