DUKUNGAN KELUARGA PADA KARYAWAN YANG MENGALAMI KECEMASAN MENJELANG MASA PENSIUN

PSIKOBORNEO, 2016, 4 (4) : 657 - 664
ISSN 2477-2674, ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id
© Copyright 2016

DUKUNGAN KELUARGA PADA KARYAWAN YANG
MENGALAMI KECEMASAN MENJELANG
MASA PENSIUN
Marcelina Wulandari1

ABSTRAK
Penelitian mengenai dukungan keluarga pada karyawan yang mengalami
kecemasan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana dukungan keluarga dapat
mempengaruhi kecemasan dalam menjelang masa pensiun. Dukungan keluarga
merupakan basis utama dan terakhir ketika seseorang menjalani masa pensiun,
sebagai tempat untuk kemudian mengahabiskan kesehariannya setelah keluar dari
dunia kerja. Kecemasan menjelang masa pensiun adalah suatu keadaan atau
perasaan tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir dan
takut akan masa depannya.
Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik studi kasus.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi dan
wawancara mendalam dengan tiga subjek dan tiga informan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada ketiga subjek memiliki dukungan
keluarga yang berbeda-beda. Pada subjek B, subjek kurang memiliki dukungan
keluarga namun subjek tetap mendapat perhatian dari informan walaupun bukan
perhatian penuh karena informan harus mengurus cucu sehingga perhatian
informan terbagi dan subjek ingin fokus untuk merenovasi rumah sebelum
memutuskan untuk mencari pekerjaan lain. Pada subjek L, mendapatkan dukungan
keluarga namun subjek masih merasa cemas dan subjek tidak ingin merasa
diremehkan karena istri subjek yang ingin membuka usaha sehingga ingin tetap
bekerja sedangkan pada subjek GR, subjek mendapat dukungan keluarga penuh
sehingga rasa cemas dapat diatasi dengan baik dan subjek ingin membuka usaha
dengan informan untuk membiayai sekolah anak subjek.
Kata kunci : dukungan keluarga, kecemassan menjelang masa pensiun
PENDAHULUAN
Sebuah data dari U.S Health dan pusat kajian peristiwa pensiun (Mo Wang,
dkk., 2011), mengungkapkan bahwa selama periode 8 tahun terakhir dalam proses
penyesuaian diri terhadap masa pensiun, ditemukan bahwa 70% pensiunan
mengalami perubahan kesejahteraan psikologis yang minim, kemudian 25%
mengalami perubahan negatif pada kesejahteraan psikologisnya selama masa
1


Mahasiswa Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman. Email: marcelina.wulandari@yahoo.com

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 657 - 664

transisi tersebut, dan 5% mengalami perubahan positif pada kesejahteraan
psikologisnya.
Dalam sebuah survey lain, disebutkan bahwa hampir 70% dari pegawai
mengemukakan bahwa mereka bekerja untuk uang saja sebelum pensiun, namun
seiring berjalannya waktu mereka merasa bahwa bekerja ternyata untuk menikmati
pekerjaaan dan ingin tetap aktif dan terlibat dalam aktifitas (Santrock, 2006). Selain
itu Holmes dan Rahe (dalam Calhoun dan Acocella, 1995) juga mengungkapkan
bahwa pensiun merupakan peringkat 10 dari 37 peristiwa kehidupan dalam urutan
tingkat stres. Hal tersebut menjadi sebuah fenomena dalam peristiwa pensiun pada
pekerja. Diperkuat dengan pendapat Sutarto dan Cokro (2008) yang juga
menyatakan pendapat serupa, bahwa pensiun merupakan stressor paling berat yang
dialami pegawai atau karyawan, selain kehilangan orang yang dicintai.
Masa pensiun yang dimaksud adalah seseorang dikarenakan usia yang
mencapai batas, telah berhenti dari suatu pekerjaan yang biasa dilakukakannya
selama puluhan tahun dan seseorang tidak lagi melakukan aktivitas produktif secara

rutin dan digaji. Perubahan kondisi demikian akan memutuskan seseorang dari
aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, memutuskan jaringan
sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja dan yang terutama adalah
menghilangnya identitas diri seseorang yang sudah melekat begitu lama sebagai
pegawai atau karyawan. Bahkan akibat yang paling buruk pada pensiun dapat
mengakibatkan depresi dan bunuh diri (Hurlock,1980). Sedangkan akibat pensiun
secara fisiologis oleh Daradjat (1982) dikatakan bisa menyebabkan masalah.
Secara garis besar ada tiga sikap ataupun reaksi yang umumnya dikeluarkan
seseorang dalam menjelang masa pensiun, yaitu menerima, terpaksa menerima, dan
menolak. Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi dikarenakan
yang bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus pensiun
(Isnaini, 2009). Ketika seseorang menjelang masa pensiun, hal-hal yang menjadi
fokus perhatiannya adalah kebutuhan financial dan kesehatan. Memikirkan akan
berhenti pada dunia kerja akan menimbulkan kecemasan pada banyak orang.
Kecemasan yang terjadi, muncul karena adanya ketakutan akan ketidak
tercukupinya kebutuhan-kebutuhan keluarga baik untuk kebutuhan sehari-hari,
kebutuhan mendadak ataupun kebutuhan yang tidak terduga seperti salah satu
anggota keluarga sakit ataupun ketika akan menyelenggarakan resepsi pernikahan
putra-putrinya. Pada umumnya mereka beranggapan apabila mereka masih aktif
bekerja mereka akan mendapat fasilitas-fasilitas yang dapat meringankan

kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan yang tidak terduga. Saat masa pensiun
mereka merasa cemas sekalipun mendapatkan uang pensiun karena masih ada
anggapan bahwa jumlah uang yang diterima tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya (Kuncoro, 2009). Kecemasan yang terjadi dalam masa
menjelang pensiun merupakan permasalahan yang tidak main–main dan butuh
penanganan yang serius. Pada saat menghadapi masa pensiun ada gejala fisiologis
yang sering muncul diantaranya merasa mudah lelah ketika bekerja, jantung
berdebar-debar, kepala pusing, dan terkadang mengalami gangguan tidur.
658

Dukungan Keluarga Pada Karyawan Yang Mengalami Kecemasan ... (Marcelina)

Sedangkan gejala psikologisnya seperti rendah diri, tidak dapat memusatkan
perhatian, timbulnya perasaan kecewa, gelisah dan khawatir akan suatu hal yang
tidak menyenangkan dan tidak jelas. Karena seseorang tidak memiliki pekerjaan
tetap lagi, namun belum siap menerima kenyataan tersebut dengan segala
akibatnya. Perasaan tidak menyenangkan saat menjelang pensiun tersebut akan
membuat seseorang merasa tidak berarti dan kehilangan harga diri sebagai seorang
kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga karena merasa tidak mampu
lagi memperoleh pendapatan yang cukup. Seseorang yang akan memasuki masa

pensiun perlu melakukan penyesuaian psikologis dan sosial (Soegino, 2000).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Eva Diana
(2006) pada karyawan PT. Semen Gresik (Persero) Tbk (2006) tercatat bahwa ada
hubungan negatif yang signifikan antara dukungan sosial dengan kecemasan dalam
menghadapi masa pensiun. Dimana semakin tinggi dukungan sosial maka
kecemasan dalam menghadapi masa pensiun akan semakin rendah.
Seseorang yang akan menghadapi masa pensiun membutuhkan dukungan
keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan dalam dirinya, dukungan yang
positif berhubungan dengan kurangnya kecemasan (Garmenzy dan Rutter, 1983).
Pendapat ini didukung oleh Conel (1994) menyatakan bahwa kecemasan akan
rendah apabila individu memiliki dukungan sosial. Dukungan sosial tersebut
didapat diperoleh dari keluarga, teman, dan atasan ( Kuncoro dan Sari 2009).
Dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan
yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino 2006).
Keluarga yang memberikan dukungan emosional dengan meyakinkan bahwa ia
adalah individu yang berharga, disayangi dan tidak sendiri akan membuat ia
menjadi nyaman.
Kerangka Dasar Teori
Kecemasan
Kecemasan menjelang masa pensiun menurut Wanti (2008) adalah suatu

keadaan atau perasaan tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena
khawatir, binngung, tidak pasti akan masa depannya dan belum siap menerima
kenyataan akan memasuki masa pensiun dengan segala akibatnya baik secara
sosial, psikologis, maupun secara fisiologis.
Dukungan keluarga
Dukungan keluarga merupakan semua bantuan yang diberikan oleh anggota
keluarga sehingga akan memberikan rasa nyaman secara fisik dan psikologis pada
individu yang sedang merasa tertekan atau stress (Taylor, 2006 dalam Yusra, 2011).
Metode Pengumpulan Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Satori dan
Komariah (2014) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa.
659

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 657 - 664

Tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam
disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian serta objek yang diteliti. Menurut
Sugiyono (2010) metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Beberapa metode
yang lazim digunakan dalam penelitian kualitatif, antara lain : wawancara,
observasi, analisis karya, analisis dokumen, catatan pribadi, studi kasus, riwayat
hidup dan lain sebagainya (Poerwandari, 2007). Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data secara kualitatif berupa
observasi dan wawancara.
1. Observasi
Menurut Syaodih (2006) observasi merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang
sedang berlangsung. Sehingga observasi merupakan kemampuan seseorang untuk
melakukan pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan oleh
peneliti.
Menurut Alwasilah (2002) menjelaskan perlunya observasi dalam
penelitian kualitatif, yaitu:
a. Perilaku resonden secara alami sesungguhnya adalah manifestasi kode dan
aturan dalam suatu budaya, bukan sekedar rutinitas kultural. Ini cenderung
dianggap biasa-biasa saja terutama oleh anggota masyarakatnya sendiri.
Mereka baru sadar akan kode dan aturan itu manakala dihadapkan pada peneliti

dari luar budayanya sendiri.
b. Tugas peneliti kualitatif adalah mengeksplisitkan aturan dan kode itu sesuai
dengan konteks keterjadian tingkah laku dalam persepsi emik para responden.
c. Budaya adalah pengetahuan dan pengalaman kolektif para anggotanya. Untuk
berfungsi maksimal dalam suatu budaya, setiap anggota masyarakat harus
mempraktekkan rutinitas budayanya sesuai dengan aturan-aturan tadi.
2. Wawancara
Menurut Bungin (2011) wawancara adalah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara
pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, khas dari
metode wawancara adalah terlibatnya dalam kehidupan informan.
Menurut Berg (2007) menyebutkan tiga jenis wawancara, yaitu :
a. Wawancara terstandar (standardized interview)

660

Dukungan Keluarga Pada Karyawan Yang Mengalami Kecemasan ... (Marcelina)


Wawancara terstandar (standardized interview) dalam istilah esterberg disebut
dengan wawancara terstruktur (Structured interview) dan istilah patton adalah
wawancara baku terbuka. Adalah wawancara dengan mebggunakan sejumlah
pertanyaan yang terstandar secara baku.
b. Wawancara tidak terstandar (unstardardized interview)
Wawancara tidak terstandar (unstardardized interview) dalam istilah esterberg
disebut dengan wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) dan istilah
patton adalah wawancara pembicaraan informal atau disebut juga wawancara
tak terpimpin. Wawancara tidak terstandar adalah wawancara yang bebas
dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman
wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan yang akan
ditanyakan. Wawancara tidak terstandar atau terbuka, sering digunakan dalam
penelitian pendahuluan atau untuk penelitian yang lebih mendalam tentang
subjek yang diteliti.
c. Wawancara semi standar (semistandardized interview)
Wawancara semi standar (semistandardized interview) dalam istilah esterberg
disebut dengan wawancara semistruktur (semistructured interview) dan istilah
patton adalah wawancara bebas terpimpin (controlled interview). Pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara yang merupakan kombinasi

wawancara terpimpin dan tidak terpimpin yang menggunakan beberapa pokok
inti pertanyaan yang akan diajukan yaitu interviewer membuat garis besar
pokok-pokok pembicaraan, namun dalam pelaksanaannya interviewer
mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok pertanyaan yang
dirumuskan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan dan dalam pemilihan
kata-katanya juga tidak baku tetapi dimodifikasi pada saat wawancara
berdasarkan situasinya.
Seperti telah dijelaskan terdapat tiga jenis wawancara yang dapat
diterapkan dalam sebuah penelitian, dalam hal ini peneliti memilih untuk
menggunakan jenis wawancara tidak terstandar (unstardardized interview). Karena
peneliti belum tahu jawaban apa yang akan diperoleh dari subjek dan jawabanjawaban dari subjek yang nantinya akan menjadi titik pengembangan pertanyaan
yang akan ditindaklanjuti dalam bentuk wawancara terstruktur. Tujuan dari
wawancara takterstruktur ialah memperoleh keterangan yang terperinci dalam
mendalam mengenai pandangan orang lain.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada peneitian ini peneliti mengangkat judul mengenai dukungan keluarga
pada karyawan yang mengalami keccemasan menjelang masa pensiun. Peneliti
memiliki tiga subjek yaitu B, L dan GR kriteria yang menjadi subjek penelitian ini
adalah seorang karyawan perusahaan yang memiliki kecemasan menjelang masa


661

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 657 - 664

pensiunnya. Ketiga subjek tersebut memiliki latar belakang yang sama yaitu
karyawan swasta disalah satu perusahaan.
Masa pensiun sering menimbulkan perasaan tidak berguna bagi individu
yang akan memasukinya, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan
masyarakat. Pandangan negatif tentang pensiun menyebabkan individu cenderung
menolak datangnya masa pensiun. Kecemasan pada masa pensiun sering muncul
pada setiap individu yang sedang menghadapinya karena dalam menghadapi masa
pensiun dalam dirinya terjadi goncangan perasaan yang begitu berat karena
individu harus meninggalkan pekerjaannya. Ketakutan akan masa depan
merupakan pokok dari kecemasan yang terjadi dimasa pensiun. Kecemasan seperti
ini menuntut adanya dukungan sosial, terutama keluarga, dalam menyikapi
dinamika perubahan dalam pola kehidupan orang tua yang akan menjalani masa
pensiun, agar tercipta kehidupan yang tentram dalam rumah tangga. Menurut Wanti
(2008) kecemasan menjelang masa pensiun adalah suatu keadaan atau perasaan
tidak menyenangkan yang timbul pada individu karena khawatir, binngung, tidak
pasti akan masa depannya dan belum siap menerima kenyataan akan memasuki
masa pensiun dengan segala akibatnya baik secara sosial, psikologis, maupun
secara fisiologis.
Subjek B mempunyai 1 anak laki- laki dan sudah berkeluarga. Masa
pensiun yang semakin dekat membuat subjek dan informan memikirkan bagaimana
nantinya uang pensiun tersebut akan dikelola dengan baik. setelah renovasi rumah
selesai subjek baru akan memikirkan pekerjaan apalagi yang akan subjek kerjakan
setelah pensiun dan subjek juga baru akan memikirkan usaha apa yang sebaiknya
dirintis oleh subjek dan informan sebagai pengganti pekerjaan subjek. Subjek
memiliki rencana bila terdapat uang yang tersisa dari renovasi rumah.
Subjek L mengingat masa pensiun yang semakin dekat, subjek yang tinggal
berdua saja dengan informan berusaha untuk membantu informan dalam memenuhi
kebutuhan keluarga nya setelah pensiun. Informan sudah memiliki rencana untuk
membuka warung makan namun rencana tersebut belum disetujui oleh subjek,
subjek mengungkapkan bahwa ia tidak tega jika isterinya harus mengantikan
dirinya dalam mencari nafkah untuk keluarga subjek merasa bahwa hal tersebut
membuat subjek merasa malu kepada keluarga dan rekan kerja subjek karena
subjek merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga lagi. Sehingga subjek
memutuskan setelah pensiun nanti subjek akan mencari kerja lagi.
Sedangkan subjek GR yang memiliki 2 anak perempuan yang salah
satunya masih berada di Sekolah Menengah Atas (SMA) merasa bingung saat
memikirkan anaknya setelah lulus ingin melanjutkan sekolah atau tidak. Biaya
sekolah yang semakin tinggi membuat subjek dan informan merasa takut untuk
menyekolahkan anaknya kembali, terlebih uang pensiun yang nantinya akan
diterima oleh subjek hanya cukup untuk melanjutkan kehidupan mereka saja.
Namun subjek dan informan telah memiliki rencana untuk membuka warung
sembako didepan rumah mereka nanti.

662

Dukungan Keluarga Pada Karyawan Yang Mengalami Kecemasan ... (Marcelina)

Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pada ketiga subjek
memiliki dukungan keluarga yang berbeda-beda. Pada subjek pertama B,
kurangnya dukungan keluarga yang diberikan kepada subjek membuat subjek lebih
mengalami kecemasan menjelang masa pensiunnya. Berbeda dengan subjek kedua
yaitu L, Subjek dapat memberikan dukungan keluarga pada subjek dengan
membantu memikirkan apa yang akan dilakukan setelah pensiun walaupun rencana
yang dimiliki oleh informan tidak disetujui oleh subjek, informan tetap berusaha
untuk meyakinkan subjek sehingga kecemasan pada subjek lebih kecil. Subjek
ketiga yaitu GR, subjek memiliki dukungan keluarga yang tinggi untuk mengurangi
dampak kecemasan menjelang masa pensiun informan, subjek dan informan telah
memiliki rencana setelah pensiun tiba.

Saran
1. Bagi keluarga karyawan yang memiliki kecemasan menjelang masa pensiun,
hendaknya dapat meningkatkan dukungan kepada karyawan yang
mengalami kecemasan, karena dukungan keluarga merupakan kunci utama
atau lingkungan pertama yang dapat memberikan semangat atau dukungan
sosial seorang bapak atau suami untuk bertahan menjalani kehidupan.
2. Bagi teman-teman yang berada didalam lingkungan yang sama hendaknya
saling memberi motivasi pada teman yang hendak menghadapi masa
pensiun, sehingga diharapkan pada pegawai tersebut akan dapat berfikir
positif setelah memperoleh dukungan dari teman-teman sekitar.
Daftar Pustaka
Bungin, burhan. 2011. Metodelogi Kualitatif. Jakarta: Kencana
Calhoun, JF & Acocella, J.R. 1995. Psychology of Adjusment and Human
Relantionship. New York : Mc Graw Hill, Inc
Connel. 1994. Impact of Social Support, Social Cognitive Variabels and
Percevied Threat on Depression Among Adult With Diabetes. Health
Psychology. Vol.1. No.3. Pp. 263273.
Daradjat Zakiyah, 1982. Kesehatan Mental, Jakarta : Gunung Agung
Garmenzy, N., and Rutter, M. 1983. Stress, Coping and Development In
Chilidren. New York : MC Graw Hill.
Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Ruang Kehidupan, Edisi 5. Jakarta: Erlangga
Isnaini, N (2009). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kecemasan
Menghadapi Masa
Pensiun pada Pegawai Kanwil Departemen Hukum
dan HAM di Jawa Timur. [On-line]. Abstrack dari : http://difilib.sunan663

PSIKOBORNEO, Volume 4, Nomor 4, 2016 : 657 - 664

ampel.ac.id/gdl.php/mod= browse
&op=read&id=hubptain-gdlnoviinisna7546&q=Sosial, pada tanggal 30 Mei 2016
Kuncoro, Joko dan Eva Diana, Sari. 2009. Kecemasan dalam menghadapai masa
pensiun ditinjau dari dukungnan sosial PT. semen gresik (persero) Tbk
Kuncoro, Mudrajad. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta :
Erlangga
Poerwandari, E.K 2007. Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
Jakarta : LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Santrock, J.W. 2006. Human Adjustment. UniversityOf Texas at Dallas. Mc
Graw Hill
Companies.
Sarafino, E.P. 2006 Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. Fifth
Edition. USA: John Wiley & Sons.
Soegino, S. V 2000. Pensiun yang Bermakna. Tangerang : CV. Gino.
Syaodih, N. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Yusra, A. 2011. Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas
Indonesia.

664

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEPEKAAN ESCHERICHIA COLI UROPATOGENIK TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2008)

2 106 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24