HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEADIL (1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEADILAN
ORGANISASI DENGAN KOMITMEN KARYAWAN
PADA ORGANISASI
DI PT HAJI ALI SEJAHTERA SURABAYA
Komi Damayanti
Fendy Suhariadi
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

ABSTRAKSI
Pertumbuhan ekonomi yang pesat membawa dampak terhadap berbagai sektor kehidupan,
diantaranya adalah terbukanya peluang untuk tumbuh dan berkembangnya berbagai organisasi kerja atau
perusahaan. Organisasi adalah unit pemrosesan yang mengubah input tertentu menjadi keluaran (output)
tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka organisasi dituntut untuk dapat menciptakan iklim kerja
yang kondusif yang sangat berperan dalam efektivitas dan efisiensi kerja, yang dibuktikan dengan adanya
nilai-nilai yang dianut bersama. Salah satu nilai yang dianggap sangat berperan dalam pertumbuhan
organisasi tersebut yaitu keadilan organisasi yang berpotensi menjadi motivator terhadap tinggi rendahnya
tingkat komitmen seorang karyawan pada organisasi.
Subjek penelitian ini adalah karyawan PT Haji Ali Sejahtera Surabaya dengan karakteristik
sampel sebagai berikut, yaitu berusia 25-50 tahun, memiliki masa kerja lebih dari 2 tahun, berpendidikan
minimal SMU. Penelitian ini dilakukan di bagian Iklan, Pemasaran, Redaksi dan Pracetak.
Pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuisioner Skala Likert yang disusun sesuai dengan

indikator-indikator yang dapat peneliti temukan dari teori-teori yang relevan dengan maksud penelitian.
Variabel Persepsi terhadap keadilan organisasi menggunakan Teori Colquitt (2001) dan Laventhal.
Variabel Komitmen pada organisasi menggunakan Teori affective commitment organization Allan dan
Myer (1990). Penelitian ini dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh dari kuesioner untuk
menambah deskripsi subjek yang berkaitan dengan karakteristik sampel penelitian agar dapat lebih
memberikan pemahaman lebih jauh tentang subjek dan variabel penelitian.
Keseluruhan penghitungan validitas dan reliabilitas, uji asumsi serta teknik analisa data
menggunakan paket SPSS versi 10.00. Dari hasil pengolahan data diperoleh bahwa baik variabel persepsi
terhadap keadilan organisasi dan komitmen pada organiasi dinyatakan valid dan reliabel.
Selanjutnya dari hasil analisa data dengan menggunakan korelasi product moment diperoleh hasil r
sebesar 0,462 dengan nilai p sebesar 0,000, hal ini berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara
persepsi terhadap keadilan organisasi dengan komitmen karyawan pada organisasi, sehingga hipotesis
penelitian ini diterima.
Kata Kunci: Persepsi terhadap Keadilan Organisasi, Komitmen Karyawan pada Organisasi

Adanya pertumbuhan perekonomian membawa dampak terhadap berbagai sektor
kehidupan, diantaranya adalah terbukanya peluang untuk tumbuh dan berkembangnya
berbagai organisasi kerja atau perusahaan. Organisasi kerja ini, sama halnya dengan bentukbentuk organisasi yang lain, merupakan sistem yang menghubungkan sumberdaya-

sumberdaya sehingga memungkinkan pencapaian tujuan atau sasaran tertentu. Organisasi

merupakan perangkat sosial dan teknologis yang terdiri dari faktor-faktor manusia dan fisik.
Dibantu oleh penerapan teknologi, manusia melaksanakan fungsi atau tugas yang menuntun
kepada tercapainya sasaran yang ditentukan secara rasional.
Untuk mencapai tujuannya, suatu organisasi harus dapat memaksimalkan motivasi
individu yang terlibat di dalamnya, mengkoordinasikan aktivitas dalam kelompok,
menerapkan sistem kepemimpinan yang tepat dan lain sebagainya. Dengan kata lain, suatu
organisasi haruslah menciptakan suatu iklim yang membuat individu-individu yang terlibat di
dalamnya dapat bekerja secara efektif dan efisien yang membuat produktivitas meningkat
dan pada gilirannya tujuan organisasi dapat tercapai.
Berkenaan dengan upaya pencapaian tujuan organisasi ini, kita tidak boleh
mengabaikan keberadaan dari sumberdaya manusia. Seperti diketahui efektivitas organisasi
pada dasarnya juga dipengaruhi oleh mutu sumberdaya manusia, yang dalam hal ini tercermin
baik pada pelaksana maupun (terutama) pada para pimpinan satuan kerjanya. Berkenaan
dengan peran sumberdaya manusia dalam efektivitas organisasi ini, pada dasarnya organisasi
harus memenuhi tiga persyaratan penting agar mampu memastikan keberhasilan akhir
(Steers, 1985).
Pertama, setiap organisasi harus mampu membina dan mempertahankan suatu armada
kerja yang mantap yang terdiri dari pekerja pria dan wanita yang terampil. Kedua, organisasi
harus dapat menikmati peranan prestasi yang dapat diandalkan dari para pekerjanya. Ketiga,
organisasi yang efektif juga menuntut agar pekerja mengusahakan bentuk tingkah laku yang

spontan dan inovatif.
Apabila ketiga persyaratan yang telah diuraikan di atas ini kita telaah lebih lanjut,
tampak bahwa syarat yang pertama, yaitu menarik dan mempertahankan anggota, tak terlepas
dari masalah komitmen pada organisasi, yang dikaitkan dengan pemuasan kebutuhan
karyawan. Berkenaan dengan hal ini, maka tenaga kerja yang berkualitas mutlak diperlukan.
Makna dari yang berkualitas di sini tidak hanya terbatas pada pekerja yang mempunyai
pendidikan dan keahlian saja, melainkan juga yang memiliki motivasi dan komitmen pada
pekerjaan dan organisasi. Suatu organisasi akan efektif bila para pekerjanya memiliki
komitmen yang kuat pada organisasi tempat ia bekerja, di mana ia akan rela mencurahkan
segenap kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan organisasi.
Komitmen yang dimaksud di sini mempunyai arti peristiwa dimana individu sangat
tertarik pada tujuan, nilai-nilai dan sasaran-sasaran organisasi. Jadi komitmen lebih dari hanya
sekedar keanggotaan karena meliputi sikap kesetiaan untuk berusaha dengan segenap
kemampuannya bagi kepentingan organisasi dan memperlancar pencapaian tujuan (Steers,
1985).
Masalah yang serius akan timbul bila pekerja kurang mempunyai komitmen terhadap
pekerjaannya; tidak ada rasa kepentingan untuk mengerjakan tugas pekerjaan; kurang
memberikan sumbangan untuk memecahkan masalah kecuali bila dipaksa; pekerja tidak
menemukan solusi terbaik; tidak ingin mencoba memecahkan kembali masalah yang ada di
antara mereka untuk kepentingan kinerja yang baik.

Permasalahan dalam lingkup organisasi kerja atau perusahaan yang sering dikaitkan
dengan perihal komitmen pada organisasi ini adalah turn over dan absenteeisme. Para ahli
menyatakan bahwa individu yang mempunyai komitmen pada organisasi lebih kecil
kecenderungannya untuk mangkir (absen) atau keluar dari pekerjaannya dibandingkan
dengan individu yang memiliki komitmen yang lebih rendah pada organisasinya (Dipboye et
al, 1994). Masalah absenteeisme dan turn over ini bisa berdampak merugikan bagi perusahaan

atau organisasi, yaitu bila menghambat efektivitas dan efisiensi kerja yang selanjutnya akan
menurunkan tingkat produktivitas.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengungkap pengaruh nilai pada perilaku
dan sikap kerja. Karyawan bisa memunculkan reaksi yang beragam tentang bagaimana
mereka mempersepsikan kondisi lingkungan kerja dan organisasi mereka. Nilai adalah
keyakinan yang bersifat evaluatif dan petunjuk tentang benar dan salah yang berhubungan
dengan situasi dan tujuan tertentu (Schwartz dan Bilsky, 1987).
Maslow telah mengemukakan sebelumnya teori yang melandasi motivasi seseorang.
Motivasi didasari oleh kebutuhan dasar (basic need) dan metakebutuhan. Yang tergolong
kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisik, keamanan, cinta kasih, harga diri, dan aktualisasi diri.
Sedangkan yang termasuk metakebutuhan adalah, keadilan, kebaikan, keindahan dan
sebagainya. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan akibat kekurangan, sedangkan
metakebutuhan adalah kebutuhan untuk pertumbuhan (Hall & Lindzey, 1993).

Ann-Marie Rizzo (dalam Faturochman, 2002) berpendapat bahwa salah satu nilai
yang dianggap penting dalam suatu organisasi yaitu keadilan yang pada proses selanjutnya
disebut sebagai keadilan organisasi yang menekankan bagaimana reward, insentif, pekerjaan,
dan juga sanksi dalam suatu lembaga (organisasi) dialokasikan secara adil dan proporsional
berdasarkan karakteristik sosial demografis yang ada.
Berbagai macam tindakan dan keputusan yang dihasilkan dalam suatu organisasi
akhirnya akan menimbulkan persepsi karyawan tentang adil atau tidaknya keputusan atau
tindakan tersebut. Persepsi adalah proses sesorang memilih dan mengorganisasikan masukan
informasi untuk menciptakan sebuah gambaran yang bermakna tentang dirinya (Kotler,
1996). Di dalam mempersepsikan tentang orang lain, dalam diri individu terjadi suatu proses
untuk mengetahui, menginterpretasikan dan mengevaluasi orang lain tentang sifat, kualitas
dan keadaan lain yang ada pada orang yang dipersepsi. Persepsi tentang orang lain ini disebut
persepsi sosial (Walgito, 1994).
Penelitian tentang keadilan telah lama dilakukan oleh Adams (dalam Fischer, 2002:1).
Sedangkan penelitian tentang keadilan organisasi telah lama menjadi topik penelitian karena
dianggap sebagai determinan penting bagi perilaku dan sikap kerja. Berbagai macam kasus
yang berkaitan dengan keadilan organisasi juga sudah banyak muncul sebagai akibat
ketidakpuasan atas keputusan yang telah dihasilkan oleh pihak manajemen yang dirasakan
tidak adil oleh karyawan. Tidak heran jika kemudian bermunculan aksi demonstrasi buruh
atau karyawan perusahaan yang menuntut keadilan. Baik itu merupakan tuntutan normatif,

yaitu di antaranya tuntutan UMR (prosentase kasus 21,98 %), hak cuti (18,68 %), PHK
(13,19%) dan lain sebagainya. Kemudian ada juga tuntutan yang bersifat non-Normatif yaitu
kenaikan upah (23,67%), tunjangan sembako (4,52%) dan lain sebagainya (http://www.epsikologi.com). Dikemukakan juga bahwa dalam suatu perusahaan ada seseorang yang
berpendapatan puluhan bahkan ratusan juta rupiah dalam sebulan, sementara ada
sekelompok pekerja yang hanya diberi upah sekitar Rp 5.000,00 per hari (Tim Prisma, 1992).
Komitmen Karyawan pada Organisasi
Pengertian tentang komitmen terhadap organisasi (organizational commitment) telah
banyak dikemukakan oleh para ahli. Steers (1985) menyatakan bahwa komitmen terhadap
organisasi merupakan peristiwa dimana individu sangat tertarik pada (atau merupakan
ketertarikan individu terhadap) tujuan, nilai-nilai dan sasaran organisasi. Jadi komitmen lebih
dari sekedar keanggotaan, karena meliputi kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang
tinggi bagi kepentingan organisasi, demi memperlancar pencapaian tujuan.

Porter dan Smith (dalam Steers, 1985) mendefinisikan komitmen pada organisasi
sebagai sifat hubungan seorang individu dengan organisasi yang memungkinkan seseorang
yang mempunyai komitmen yang tinggi memperlihatkan:
1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan
2. Kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi tersebut
3. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi
Berdasarkan definisi-definisi di atas terlihat adanya suatu kesamaan, yaitu bahwa

komitmen pada organisasi ditandai dengan bentuk loyalitas dan identifikasi diri terhadap
organisasi. Komitmen pada organisasi tidak hanya menyangkut pada kesetiaan karyawan
pada organisasi yang bersifat positif tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan
organisasi, dimana karyawan bersedia atas kemauan sendiri untuk memberikan segala sesuatu
yang ada pada dirinya guna membantu merealisasikan tujuan dan kelangsungan organisasi.
Maka komitmen pada organisasi dapat disimpulkan sebagai keinginan untuk tetap menjadi
anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta
kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin dan kepentingan organisasi.
Persepsi
Menurut Luthans (1991) persepsi meliputi suatu intensi yang sulit, dimana terdiri atas
kegiatan seleksi, penyusunan dan penafsiran. Persepsi lebih luas dan kompleks jika
dibandingkan dengan penginderaan, dimana pengorganisasian dan penginterpretasian
stimulus dari lingkungan dipengaruhi oleh proses belajar dan pengolahan masa lalu.
Menurut Isbandi (1994), persepsi sosial dapat dikatakan sebagai kesadaran dan
penilaian individu akan adanya orang lain dan perilaku orang lain yang terjadi disekitarnya.
Selain itu persepsi sosial juga dapat dikatakan sebagai penilaian terhadap penampilan fisik
(physical appearance) dan ciri-ciri perilaku orang lain.
Keadilan Organisasi
Deustch (1985) & Tornblom (1992) mendefinisikan Keadilan organisasi menjadi 3 tipe,
yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional. Pertama, keadilan

distributif adalah keadilan yang diterima seseorang sebagai hasil dari keputusan alokasi,
misalnya yaitu standar gaji. Laventhal (1976) dan Thibault & Walker (1975) mendefinisikan
keadilan prosedural sebagai keadilan yang dipersepsikan terhadap suatu alokasi, misalnya
bagaimana suatu proses penentuan gaji itu ditempuh, adil atau tidak. Sedangkan tipe yang
ketiga yaitu keadilan interaksional, Biacs (1987) dan Bies & Moag (1986) menyatakannya
sebagai keadilan tentang perlakuan interaksional pembuat keputusan (decision maker) terhadap
bawahan atau karyawan (Cropanzano et all, 2000).
Secara umum keadilan digambarkan sebagai situasi sosial ketika norma-norma tentang
hak dan kelayakan dipenuhi (Lind & Tyler, 1988). Nilai dasar keadilan adalah martabat
manusia sehingga prinsip dasar keadilan adalah penghargaan atas martabat dan hak-hak yang
melekat padanya (Keraf, 1996).
Pemahaman tentang makna keadilan sering lebih menekankan pada distribusi yang
adil dibandingkan dengan prosedur dan interaksi yang adil, yang selanjutnya kemudian
disebut sebagai keadilan distributif, keadilan prosedural dan keadilan interaksional.
Keadilan Prosedural
Aturan pokok Keadilan prosedural :
a. Konsistensi

b.


c.

d.

e.

f.

Prosedur yang adil harus konsisten baik dari orang satu keada orang yang lain maupun
dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam satu
prosedur yang sama.
Minimalisasi Bias
Ada dua sumber bias yang sering muncul, yaitu kepentingan individu dan doktrin yang
memihak. Oleh karenanya, dalam upaya minimalisasi bias ini, baik kepentingan individu
maupun pemihakan harus dihindarkan.
Informasi yang akurat
Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan agar penilaian keadilan harus akurat
adalah harus mendasarkan pada fakta. Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus
disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui permasalahan, dan informasi yang
disampaikan harus lengkap.

Dapat diperbaiki
Upaya untuk memperbaiki kesalahan merupakan salah satu tujuan penting perlu
ditegakkan keadilan. Oleh karena itu, prosedur yang adil juga mengandung aturan yang
bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan
muncul.
Representatif
Prosedur dikatakan adil jika sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak yang
bersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapat disesuaikan dengan subsub kelompok yang ada, secara prinsip harus ada penyertaan dari berbagai pihak sehingga
akses untuk melakukan kontrol juga terbuka. Dalam perkembangan selanjutnya, aspek
reprensentatif ini menjadi bagian penting dari model penilaian keadilan prosedural (Lind
& Tyler, 1988), yaitu model kepentingan pribadi dan model nilai-nilai kelompok.
Etis
Prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral. Dengan demikian,
meskipun berbagai hal tersebut dipenuhi, bila substansinya tidak memenuhi standar etika
dan moral, tidak bisa dikatakan adil.

Keadilan Distributif
Tingkatan Keadilan Distributif :
Pertama, terletak pada nilai. Pada tingkat nilai, keadilan hanya berlaku sesuai dengan nilai yang
dianut. Prinsip pemerataan dikatakan adil karena nilai tersebut dianut.

Kedua, keadilan distributif terletak pada perumusan nilai-nilai menjadi peraturan. Meskipun
satu prinsip keadilan distributif telah disepakati sehingga ketidakadilan pada tingkat nilai
menjadi tidak muncul, belum tentu keadilan distributif telah ditegakkan.
Ketiga keadilan distributif terletak pada implementasi peraturan. Untuk menilai distribusi adil
atau tidak, dapat dilihat dari tegaknya peraturan yang diterapkan. Bila peraturan yang
disepakati tidak dijalankan sama sekali atau dijalankan sebagian, keadilan distribusi tidak
tercapai (Van den Bos, 1999).
Keadilan Interaksional
Menurut Tyler (1989, 1994) menyebutkan ada tiga hal penting yang patut diperhatikan
dalam membahas keadilan interaksional, ketiga aspek tersebut adalah:
a. Penghargaan
Penghargaan, khususnya penghargaan kepada status sesorang, tercermin dalam
perlakuan, khususnya dari orang yang berkuasa terhadap anggota kelompoknya. Makin

baik kualitas perlakuan penguasa terhadap anggotanya maka interaksinya dinilai makin
adil (Donovan dkk, 1989).
b. Netralitas
Konsep tentang netralitas berkembang dari keterlibatan pihak ketiga ketika ada masalah
hubungan sosial antara satu pihak dengan pihak yang lain. Netralitas dapat tercapai bila
dasar-dasar dalam pengambilan keputusan, misalnya, menggunakan fakta dan bukan
opini, yang objektif dan validitasnya tinggi
c. Kepercayaan
Aspek keadilan interaksional yang banyak dikaji adalah kepercayaan. Kepercayaan sering
didefinisikan sebagai harapan pihak lain dalam melakukan hubungan sosial, yang
didalamnya mencakup resiko yang berkaitan dengan harapan tersebut. Sztompka (1999)
menyebutkan kepercayaan sebagai suatu pertaruhan terhadap hasil masa depan dengan
menyerahkan kepada orang lain.
Berdasarkan uraian teoritis di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada atau tidaknya hubungan antara persepsi tentang keadilan organisasi dengan komitmen
karyawan terhadap organisasi.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT Haji Ali Sejahtera Surabaya dengan
karakteristik sampel sebagai berikut, yaitu berusia 25-50 tahun, memiliki masa kerja lebih dari
2 tahun, berpendidikan minimal SMU. Penelitian ini dilakukan di bagian Iklan, Pemasaran,
Redaksi dan Pracetak. Populasi ditentukan sebesar 70 karyawan dan subjek penelitian
sejumlah 59 orang dengan menggunakan simple random sampling.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Alat Kuesioner yang menggunakan
Skala Likert. Kuesioner ini dilakukan untuk mengukur skala sikap responden dengan
menggunakan S (Setuju) , SS (Sangat Setuju) , TS (Tidak Setuju) , STS (Sangat Tidak Setuju)
pada pernyataan favorable dan unfavorable. Variabel Persepsi terhadap keadilan organisasi
diukur dengan menggunakan Teori Organizational Justice Colquitt (2001) dan Laventhal
dengan 10 indikator. Variabel komitmen pada organisasi diukur dengan menggunakan Teori
Affective Commitment Organization Allan Myer (1990) dengan 3 indikator.
Metode Analisis Data
Teknik Analisa Data menggunakan SPSS versi 10.00 dengan menggunakan Korelasi
Product Moment dari Karl Pearson.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
a) Normalitas, dimana variabel Y (variabel terikat) distribusinya normal terhadap nilai X
(variabel bebas).
Berdasarkan hasil analisis Uji Normalitas Sebaran dengan menggunakan Program SPSS
versi 10.00 pada variabel X dengan nilai Kolmogorov-Smirrov Z adalah 1, 248 dengan
nilai p 0.089, hal ini menunjukkan sebarannya dalam kondisi normal karena p>0.05.
b) Uji Linieritas hubungan antara variabel bebas dan variabel terikatnya

Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan Uji Linieritas Hubungan didalam
program SPSS 10.00 didapatkan bahwa variabel bebas dalam penelitian ini berhubungan
secara signifikan linier dengan variabel terikatnya. Ini berarti bahwa semakin baik
persepsi seseorang terhadap keadilan organisasi, maka semakin tinggi pula komitmen
karyawan terhadap organisasi.
c) Uji Korelasi
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, didapatkan bahwa X berhubungan
secara signifikan terhadap Y dan hasil tersebut terlihat jelas pada hasil uji signifikansi
diperoleh nilai r sebesar 0,462 dengan nilai p=0,000, yaitu dapat dilihat berdasarkan
probabilitas, untuk p