MANAJEMEN DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM PEN

MANAJEMEN DAN RESOLUSI KONFLIK DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Iswan
(Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta)
ABSTRAK
Manajemen Pendidikan Islam dapat diartikan sebagai seni atau cara untuk
manata orang agar lembaga pendidikan berjalan lebih efektif, efisien dan dinamis.
Lembaga pendidikan yang dikelola seperti itu akan melahirkan kemajuan yang
sangat berarti. Maka munculah lembaga pendidikan yang maju, atau biasa-biasa
saja dan bahkan mengalami kemunduran. Tingkat kemajuan lembaga pendidikan
itu, bisa jadi ditengarai berkaitan dengan pelaksanaan penerapan konsep
manajemen yang baik, manajemen juga berbicara tentang masalah pemimpin
yang mengendalaikan jalannya roda organisasi, maka kemudian memunculkan
istilah leadership.
Manajemen dan kepemimpinan dalam pendidikan memiliki titik singgung
yang sangat dekat, dengan memimpin menggerkkan orang merupakan seni, terkait
dengan menggerakkan dan mengarahkan kegiatan orang dimaksud, kegiatan
mengatur orang, mengatur bisa dimaknai secara luas, misalnya menempatkan,
memberi tugas, member kewenangan, memfasilitasi, atau menghilangkan
rintangan-rintangannya, memperlancar dan termasuk juga memberhentikan.
Terkait dengan pembagian sumber-sumber daya keuangan, orang maupun fasilitas

lainnya, pembagian wewenang, kekuasaan, informasi, kebijakan-kebijakan. Juga
kajian tentang rekruitmen sumberdaya manusia, mobilitas vertikal maupun
horizontal , dan lebih dari itu kaitannya dengan kebijakan Negara, sasaran-sasaran
yang ingin dicapai serta pemilihan stratregi-strategi manajemen pendidikan secara
keseluruhan.
Manajemen juga berbicara tentang komunikasi, penggunaan bahasa
komunikasi, dalam al Qur’an dibicarakan tentang berbagai kata untuk
menggerakkan orang. Ada qoulan balligho, qoulan sadida, qoulan layyina,
qoulan makrufa, qoulan tsaqila dan seterusnya. Berbagai variabel tersebut, dapat
diamati di sekolah atau lembaga pendidikan, bagaimana kepala sekolah dapat
membagi tugas, menempatkan orang, menghargai para stafnya, memotivasi agar
lembaga pendidikan menjadi dinamis, dan dapat menghindari koflik yang tidak
produktif.
Kata Kunci:Manajemen dan Resolusi Konflik dalam Pendidikan Islam

1

A. PENDAHULUAN
Manjemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu

pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk
komunikasi,

dari

pelaku

maupun

pihak

luar

dan

bagaimana

mereka

mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi, pihak di luar yang

berkonflik

sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang

akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku
dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para
pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil
tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa
penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan,
hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan
bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah dalam pengambilan
keputusan oleh pihak ketiga, pendekatan yang berorientasi pada proses
manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi para pelaku dan bagaimana
mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik 1.
Istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan
situasi secara keseluruhan.
1.

Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang

keras

2.

Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan
melalui persetujuan damai.

1

Ross, Manajemen konflik, h.93

2

3.

Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari
kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak
yang terlibat.

4.


Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun
hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang
bermusuhan.

5.

Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik
yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan
menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif. 2
Tahapan-tahapan di atas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan

dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap
sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan
penyelesaian konflik. Proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan
bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model
manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami
penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama
halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa
manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu:

penerimaan terhadap keberadaan konflik, klarifikasi karakteristik dan struktur
konflik, evaluasi konflik jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses
selanjutnya, menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta
menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam
mengelola konflik.
Dalam cara yang lain, terkait dengan tujuan penelitiannya, maka peneliti
akan memahami dari perspektif fakta social, maka sesuai dengan paradigma yang
digunakan itu, kemudian dipilihlah misalnya teori structural fungsional. Peneliti
2

Fisher dkk, Manajemen konflik h.7

3

dalam hal ini akan mengkaji tentang sebab akibat terhadap perilaku yang terjadi di
dalam pelaksanaan manajemen pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Tulisan
yang semula sebatas untuk menjawab pertanyaan beberapa mahasiswa yang
datang konsultasi untuk penulisan tesis, kiranya perlu dibaca bagi yang lainnya.
Rupanya persoalan-persoalan sederhana seperti ini masih diperlukan bagi mereka
tatkala sedang mempersiapkan penelitian yang terkait dengan manajemen maupun

kepemimpinan pendidikan Islam. Semogalah ada manfaanya 3.

B. Hakekat Konflik Sosial
Konflik dapat diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, pertikaian,
pertentangan, benturan, atau clash antar manusia. Konflik bisa timbul bila ada
perbedaan pendapat, pandangan, nilai, cita- cita, keinginan, kebutuhan, perasaan,
kepentingan, kelakuan, atau kebiasaan. Perbedaan seperti itu bisa dialami di
berbagai bidang kehidupan, seperti kebudayaan, agama, politik, ekonomi-sosial,
ilmu pengetahuan dan pendidikan, dunia bisnis, pemerintahan, bahkan juga dalam
bidang rekreasi dan gaya hidup. Konflik dapat terjadi pada tingkatan personal dan
pada tingkatan kelompok. Konflik sosial berati konflik yang terjadi dalam
kelompok dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Hal ini karena sering ada perbedaan kepentingan (conflic of interest)
antara pemerintah yang berkuasa dengan mayarakat, sementara itu dalam
kehidupan

demokratis

setiap


orang

bebas

dalam

menentukan

pilihan

(preferrence), sehingga kemungkinan terjadinya benturan selalu ada. Namun,
benturan-benturan tidak selalu berkembang menjadi konflik, karena bisa saja
masing-masing pihak bersedia mengalah demi kepentingan bersama, atau
kepentingan yang lebih besar. Permasalahannya, apabila konflik sosial yang
terjadi sudah dinyatakan ke luar dan masing-masing pihak yang terlibat
3

Minnery, Manajemen Resolusi Konflik h.220

4


didalamnya tidak mau saling mengalah, serta diikuti dengan gerakan-gerakan ke
arah pemaksaan kehendak atau melalui kekerasan, maka konflik tersebut dapat
menghilangkan rasa damai, persaudaraan, persatuan dan kesatuan, atau dapat
menciptakan ketegangan, permusuhan, keresahan, ketakutan, kebencian, meracuni
hidup bersama di masyarakat, dan mengancam keamanan dan ketertiban hidup
bermasyarakat.
Adakalanya konflik dapat diatasi dengan mengadakan komunikasi dan
negoisasi yang baik. Akan tetapi, sering kali konflik-konflik tidak dapat dengan
mudah diselesaikan, tidak dapat diatasi, berlarut-larut, dan bermuara kepada
timbulnya kekerasan dan perilaku anarkhis. Dalam keadaan seperti itu, perlu
dicari strategi khusus untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik agar konflik
tersebut dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus ada kekerasan.
C. Konflik dan Kepemimpinan
Kepemimpinan manajemen konflik dalam perspektif Islam, dalam
topiknya bahwa dari hasil penelaahan para pakar yang dirangkum dari AlQur'an dan Hadits, dikeketemukan ada empat sifat yang harus dipenuhi oleh
para Nabi, yang pada hakekatnya adalah pemimpin ummatnya, yaitu; (1) alShidq, yakni kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap serta
berjuang melaksanakan tugasnya. (2) al-Amanah, atau kepercayaan yang
menjadikan dia memelihara sebaik-baiknya apa yang diserahkan kepadanya,
baik dari Allah maupun dari orang-orang yang dipimpinnya, sehingga tercipta

rasa aman bagi semua pihak. (3) al-Fathanah, yaitu kecerdasan yang
melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang
muncul seketika sekalipun. (4) at-Tabligh, yaitu penyampaian yang jujur dan
bertanggung jawab, atau dapat diistilahkan dengan keterbukaan, dan Istiqomah,
yaitu segala sesuatu yang telah di amanahkan dan diimplementasikan dari
empat sifat tersebut di atas harus dilaksanakan dengan konsisten.

5

Dari empat sifat yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits tersebut para
ulama (Imam Ghazali dkk) memaparkannya lagi sehingga menjadi dua struktur
kriteria yang harus dimiliki pemimpin agar bawahannya taat tanpa kekerasan
dan penuh dengan tanggung jawab: (1) Struktur maqamat (derajat), dan (2)
Struktur Ahwal (keadaan), berikut penjelasannya:
1. Struktur Maqomat (derajat)
a. Taubah: Penyesalan diri terhadap segala perilaku jahat yang telah
dilakukan di masa lalu (upaya mengosongkan diri dari segala tindakan yg
tidak baik dan mengisinya dengan yg baik). Dalam hal kepemimpinan, hal
ini disebut dengan retrospeksi. Pemimpin meminta kepada bawahannya
untuk memberikan input sebanyak-banyaknya, karena bisa jadi seorang

bawahan yang melakukan kesalahan berulang-ulang adalah kesalahan
pemimpin juga, mungkin kurangnya pelatihan, atau kurang jelasnya
bahasa dan intruksi pimpinan terhadap bawahan.
b. Wara: Meninggalkan segala sesuatu yang tidak jelas atau belum jelas
hukumnya (syubhat). Dalam hal kepemimpinan, hal ini dipraktekkan
dengan sifat pemimpin yang menjauhi sifat buruk prasangka (Su’u
Zhann). Adakalanya maksud bawahan melakukan hal tersebut adalah
untuk menyenangkan hati pimpinan, akan tetapi karena keterbatasan ilmu
dan pengalaman yang dia punya maka dia berbuat sesuatu tidak pada
koridornya.
c. Zuhud: Kosongnya tangan dari kemilikan dan kosongnya hati dari
pencarian. Dalam hal kepemimpinan, hal ini diterjemahkan dengan tidak
mencari kesalahan bawahannya, yang dicari adalah problem solving yang
tepat untuk mengatasinya.
d. Faqr: Pengakuan diri tidak mempunyai apa-apa segala sesuatu milik Allah
bahkan dirinyapun milik Allah

Dalam hal kepemimpinan, pemimpin

diwajibkan untuk merendahkan hatinya di seluruh bawahannya. Adalah

6

segala sesuatunya berasal dari Allah dan atas kehendak-Nya pula segala
sesuatu itu terjadi.
e. Shabar: memilih untuk melakukan perintah Agama ketika datang desakan
nafsu.Pemimpin muslim yang melihat bawahannya melakukan kesalahan
berulang-ulang tidaklah emosi dan penuh cinta serta kasih sayang ibarat
ayah yang menasehati anaknya dikala melakukan kesalahan berulangulang dihadapi dengan kesabaran. Karena bersabar dengan bawahan lama
lebih baik dari pada mencari bawahan baru yang belum tentu lebih baik
dan berpengalaman.
f. Tawakkal: Menyerahkan dengan sepenuhnya tidak ada keraguan dan
kemasygulan tentang apapun yang menjadi keputusan Allah Pemimpin
setelah ikhtiar melakukan hal nomor 1 sampai 5 terhadap pegawainya
maka wajiblah ia bertawakal, artinya diserahkan sepenuhnya kepada Allah
(tentunya dengan pengawasan pemimpin) segala permasalahan bawahan
yang bermasalah tersebut dengan diberikan perjanjian.
g. Ridla: Kondisi kejiwaan yang senantiasa menerima dengan lapang dada
atas segala karunia yang diberikan atau bala yang ditimpakan kepadanya.
Pemimpin harus Ridha (rela) dengan keputusan Allah tentang pegawai
tersebut, apakah dia bisa berubah atau tidak dari kesalahannya, apabila dia
bisa berubah maka pemimpin mendapat dua pahala, pahala pertama dari
usahanya (taubah, wara’, zuhud, faqr, shabr, tawakkal, ridha) dan pahala
kedua adalah keberhasilannya mengubah sikap bawahannya tersebut.
Namun apabila bawahannya tidak bisa berubah maka pimpinanpun harus
siap atas ujian yang diberikan Allah dengan mem PHKnya (tentunya
setelah diberikan surat peringatan). PHK adalah jalan terakhir dan tersulit
yang harus dilakukan Pimpinan setelah melakukan ikhtiar-ikhtiar
sebelumnya.

7

2. Struktur Ahwal (keadaan)
a. Muraqabah: Kondisi kejiwaan yang sepenuhnya ada dalam keadaan
konsentrasi dan waspada. Artinya pemimpin haruslah memaksimalkan
tugas supervisor yang menjadi bawahannya untuk melihat apakah ada
lubang yang harus ditambal pada manajerialnya.
b. Mahabbah (cinta): mengandung arti keteguhan dan kemantapan, menurut
Ibnu al-'Arabi "bertemunya dua kehendak Tuhan dan kehendak manusia.
Artinya pimpinan dalam menghadapi bawahannya haruslah dipenuhi
dengan cinta dan kasih sayang. Saya yakin, sebodoh dan secerobohnya
bawahan namun apabila dihadapi dengan cinta dan kasih sayang niscaya
dia akan berubah.
c. Khauf (takut): Takut terhadap kejadian yang akan datang yaitu datangnya
sesuatu yang dibenci dan sirnanya sesuatu yang dicintai. Pimpinanpun
harus takut salah (tidak ceroboh) dalam mengahadapi bawahan dan dalam
mengambil keputusan, karena sekali pemimpin salah mengambil
keputusan maka sangat fatal akibatnya.
d. Ra’ja (harapan): keterkaitan hati dengan sesuatu yang diinginkan terjadi
pada masa yang akan datang. Pimpinan dalam menghadapi bawahannya
haruslah mempunyai harapan yang positif, jangan karena dia telah berapa
kali melakukan kesalahan lantas pimpinan mencapnya sebagai ceroboh
sehingga tidak memberikan kepercayaan sedikitpun padanya.
e. Syauq (rindu): luapan perasaan seorang individu yang mengaharapkan
untuk senantiasa bertemu dengan sesuatu yang dicintai. Artinya seorang
pemimpin haruslah ada rasa kangen terhadap bawahannya yang dengan
ikhlas membantunya selama ini, hal ini bisa diungkapkan pimpinan
dengan memberikan penghargaan/reward, bonus gaji terhadap seluruh
bawahannya, khususnya yang berprestasi.

8

f. Uns: kondisi kejiwaan di mana seseorang merasakan kedekatan dengan
Tuhan, seorang yang ada pada kondisi uns akan merasakan kebahagiaan,
kesenangan, kegembiraan serta sukacita yang meluap-luap.

Artinya,

pimpinan haruslah mengerti psikologi bawahan, apa sebab dia menjadi
sukses dan gagal mengulangi kesalahan. Apakah ada faktor keluarga,
keuangan atau keduniawian? Maka hal ini sangatlah mudah untuk diatasi,
yakni dengan adanya sedekah dari pimpinan yang dapat menarik segala
penyakit dan kesialan (Hadits Nabawi). Namun yang sulit adalah apabila
kegagalan bawahan berawal dari garis vertikal antara pegawai dan Allah,
seperti meninggalkan shalat, zakat, puasa, dan lainnya. Maka adalah
kewajiban pimpinan pula untuk memperhatikan psikologis ruhani
bawahan yang ada di bawah managerialnya. Seperti, diadakan I’tikaf
bersama pegawai dan pimpinan, shalat bersama pegawai dan pimpinan,
buka puasa bersama pegawai dan pimpinan, zakat bersama pegawai dan
pimpinan terhadap keluarga pegawai yang membutuhkan, haji/umrah
bersama pegawai dan pimpinan.
g. Tuma'ninah: Keteguhan atau ketentraman hati dari segala hal dapat
mempengaruhinya, dilaksanakan maka niscaya antara pimpinan dan
pegawai tidak ada dinding pemisah, dan tampaklah kebahagiaan,
kesenangan, kegembiraan serta sukacita yang meluap-luap dari para
pegawai yang berefek pada kinerja pegawai, dan tentunya akan
menimbulkan keteguhan dan ketentraman hati.
h. Musyahadah: kehadiran al-haqq dengan tanpa dibayangkan.

Apabila

tahap/nomor 1 s.d 7 telah dilaksanakan niscaya pimpinan dan pegawai
akan merasa musyahadah (kehadiran Allah), dan ini akan tampak dari
kedisiplinan pimpinan dan pegawai dalam hal vertikal (hubungan makhluk
dengan Allah, seperti ibadah yang baik, dll) ataupun horizontal (hubungan

9

makhluk dengan makhluk, seperti berinteraksi sesama pekerja dan
pegawai dengan cara profesional dan proporsional)
i. Yaqin: merupakan perpaduan antara 'ilm al-yaqin, 'ain al-yaqin dan haqq
al-yaqin, yaitu kepercayaan yang kuat dan tak tergoyahkan tentang
kebenaran pengetahuan yang dimiliki. Dan apabila tahap 1 s/d 8 telah
terlewati maka akan timbul keyakinan bahwasanya segala sesuatunya
(jodoh, rizki dan maut) ada di tangan Allah dan pastilah Allah akan
memberikan yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya yang saleh. Amin 4.

D. Sumber konflik
Bagaimana hubungan ini bisa menjadi dasar konflik ? Sebenarnya
hubungan tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi tindakan kolektif, apapun
bentuk dan arahnya, untuk mengejar tujuan bersama. Sementara itu kelompok
etnik, yang di dalamnya termasuk agama- selalu bersifat politik. Selalu ada elit
politik yang sangat menguasai alam pemikiran anggota kelompok tertentu
memanfaatkan solidaritas kelompok untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Hal lain yang patut diperhatikan adalah bahwa ikatan etnik selalu bersifat
multidimensional yang berhimpit dengan ras, agama, dan kepentingan politik.
Jelaslah, bahwa elit politik,
Sebagai contoh berdasarkan hasil penelitian konflik pengelolaan lembaga
pendidikan di NTB diperoleh temuan 1) bahwa intensitas konflik semakin
meningkat jika ada sumber-sumber daya yang diperebutkan, 2) adanya
penguasaan asset secara paksa (contending) dan sepihak/tanpa kompromi,
maka terjadi bentuk-bentuk konflik destruktif, 3) adanya salah satu pihak yang
berkonflik cendrung yielding (mengalah), problem solving, with drawing

4

Diktat Kuliah, Program Pasca Sarjana KIK UI, Jakarta

10

(menarik diri), inaction (diam), dan menerapkan pola fastabikul khairot, maka
terjadi konflik yang mengarah kepada konflik konstruktif, 5
Lebih lanjut, menurut Suripto (2002), sumber konflik secara umum meliputi :
1. Kebutuhan (needs), yaitu esensi terhadap kesejahteraan dan keberadaan
manusia.
2. Persepsi (perceptions), yaitu cara pandang dan pemahaman terhadap suatu
hal atau masalah.
3. Kekuasaan (power), yaitu kemampuan yang dimiliki seeorang untuk
mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendaknya.
4. Nilai (values), yaitu kepercayaan atau prinsip dasar yang dipertimbangkan
sebagai hal yang amat penting.
5. Perasaan dan Emosi (feeling and emotions), yaitu respon yang timbul dari
diri individu/kelompok dalam menghadapi konflik.
Selanjutnya ditegaskan pula bahwa potensi konflik yang berkembang di
Indonesia meliputi isu atau masalah yang terkait dengan:
1. Keterbukaan, demokratisasi, dan budaya kekerasan.
2. Kesenjangan sosial, kecemburuan sosial.
3. Dikotomi sipil-militer.
4. Suku, agama, ras, dan antar golongan
5. Hak asasi manusia, dan lain-lain.
Beberapa isu tersebut di atas atau masalah tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi
seringkali terdapat hubungan korelasi satu sama lain sehingga pengaruhnya
terhadap stabilitas keamanan dalam meluas dan mendalam. Khusus dalam kaitan
dengan otonomi daerah, dimana dalam lima tahun terakhir ini merupakan

5

Dikutip dari tulisan Fathurrahman Muhtar, tanggal 31 Desember 2010

11

persoalan yang memunculkan konflik di berbagai daerah, terdapat isu-isu sentral
yang dapat menjadi sumber konflik, meliputi :
a.

Masalah pendidikan, kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan

b.

Masalah pemekaraan wilayah dan akuntabilitas kinerja

c.

Masalah transparansi dan keadilan

d.

Masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup

e.

Masalah ketidakjelasan dan tumpang tindih kewenangan

f.

Masalah Penanganan konflik

g.

Masalah kebijakan publik

h.

Masalah korupsi

i.

Masalah Peraturan Daerah

j.

Tarik ulur kepentingan pusat-daerah dan lain-lain.

Bahwa dilihat dari segi kausanya (cause of conflict), secara garis besar konflik
dapat dibagi menjadi dua yaitu kontemporer dan laten ”. Kelompok konflik
kontemporer adalah konflik yang disebabkan karena adanya perubahan-perubahan
tata sosial, politik dan ekonomi, sedangkan kelompok konflik laten merupakan
konflik yang lahir dari konsekuensi dari masyarakat plural 6.

E. Tahapan
Perkembangan konflik sosial, mempunyai tahapannya sendiri, mulai dari
perbedaan, ketidaksepakatan, persoalan, perselisihan, pertikaian, kekerasan, dan
perang. Mulai dari tidak menggunakan kekerasan sampai menggunakan
kekerasan. Konflik sosial juga dapat berawal dari masalah yang sederhana dan
sifatnya pribadi kemudian berkembang ke masalah yang lebih kompleks dan

6

Nitibaskara, R Tubagus, 2002, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, h.234

12

melibatkan komunitas tertentu, bahwa konflik dapat dianalogkan dengan spiral.
Apabila spiral ditekan dari atas, maka akan memantul ke atas, semakin keras
ditekan akan semakin keras pula pantulannya, karena itu penyelesaiannya tidak
dapat dilakukan dengan kekerasan dan sekaligus, namun harus diselesaikan secara
bertahap dimulai dari akar permasalahannya, seperti gambar spiral sebagai
berikut 7:
Berdasarkan teori spiral di atas, perkembangan konflik dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1.

Konflik yang terjadi berawal dari adanya perbedaan seperti: perbedaan
kepentingan, ide, gagasan dan kebutuhan.

2.

Konflik harus diselesaikan dari awal, sejak adanya perbedaan karena apabila
konflik itu dibiarkan maka akan dapat menimbulkan apriori dari kedua belah
pihak.

3.

Apriori yang berkelanjutan baik secara langsung maupun tidak langsung juga
yang dapat berpengaruh kepada putusnya hubungan/komunikasi.

4.

Disharmonisasi adalah putusnya hubungan kedua belah pihak dapat
mengakibatkan hilangnya kepercayaan kedua belah pihak (satu sama lain).

5.

Sikap yang apatis antara kedua belah pihak yang cenderung mengakibatkan
masing-masing pihak berusaha mempengaruhi lingkungannya agar berpihak
kepada kepentingan masing-masing, yang pada akhirnya bertujuan untuk
membentuk komunitas sebagai kekuatan baru dari masing-masing pihak.

6.

Kecenderungan komunitas yang telah mempunyai kekuatan dalam ikatan
kelompok yang sepaham cenderung menunjukan kekuatan dan eksistensinya
baik kepada komunitas lain maupun komunitas lawan konflik.

7

Dalam kajian teori Spiral dari Marx Simmel Turner, 1991

13

7.

Sikap kepercayaan yang berlebihan, akan ditunjukan dalam bentuk warning
(peringatan) bahkan ultimatum kepada komunitas lawan konflik antara lain
dengan ancaman, tekanan dan teror.

8.

Kondisi tersebut merupakan potensi konflik yang antara komunitas baik etnis
agama, ras dan golongan yang apabila ada faktor pemicu baik dari dalam
maupun dari luar dapat menimbulkan yang lebih besar yang pada akhirnya
akan menimbulkan kerugian di kedua belah pihak, harta, infrastruktur
masyarakat dan lain-lain 8.

Perkembangan atau eskalasi terjadinya suatu konflik juga dapat dikelompokkan
menjadi empat tahapan, meliputi :
a.

Tahap Diskusi
Pada tahap ini masing-masing pihak yang terlibat konflik saling
berbeda pendapat namun masih bisa untuk bekerja sama.

Komunikasi

diantara yang bertikai masih bisa dilakukan secara langsung sehingga
perdebatan dan diskusi bisa dilakukan dimana persepsi terhadap lawan cukup
akurat.
b.

Tahap Polarisasi
Dimana kedua belah pihak mulai ambil jarak, karena komunikasi
tidak bisa langsung dan tergantung kepada interpretasi atau misinterpretasi,
persepsi terhadap lawan menjadi kaku sedang isu yang dimunculkan tidak
lagi obyektif sehingga memunculkan kecemasan psikologis.

c.

Tahap Segregasi
Tahap dimana kedua belah pihak yang sedang bertikai semakin
menjauh, sehingga komunikasi menjadi terbatas pada ancaman dan persepsi

8

Diktat Kuliah, Program Pasca Sarjana KIK UI, Jakarta

14

yang ada menjadi kita yang baik dan mereka yang jahat, isu yang ditekankan
adalah kepentingan nilai utama setiap kelompok/komunitas.
d.

Tahap Destruktif
Tahap permusuhan sepenuhnya, sehingga komunikasi yang terjadi
hanya berupa kekerasan langsung atau sama sekali tidak ada hubungan. Isuisu yang ditonjolkan hanya keselamatan kelompok terhadap agresi kelompok
lain. Kemungkinan hasil yang diharapkan adalah sama-sama kalah (loselose game) dan usaha yang dipilih hanya untuk menghancurkan kelompok
lawan.

F.Manajemen Konflik
Konflik sosial mempunyai tahapannya sendiri, mulai dari adanya
perbedaan, sikap apriori sampai dengan tahap tragedi. Mulai dari tidak
menggunakan

kekerasan

sampai

menggunakan

kekerasan.

Karena

itu

penyelesaiannya harus diupayakan sedini mungkin sebelum berkembang ke
tahapan yang lebih tinggi. Sikap menghindari konflik dengan berpura-pura tidak
terjadi apa-apa, atau menunda-nunda penyelesaian konflik, hanya akan membuat
konflik semakin parah. Sedangkan peredaman konflik tanpa menggali tuntas akar
masalahnya, hanya menghasilkan kedamaian yang semu, dan waktu-waktu akan
muncul kembali dalam bentuknya yang lebih dahsyat.
Selanjutnya, ada beberapa peran yang perlu dikaji dalam Penegak hukum
dan menghadapi konflik anatar lain:
1 : Mencari De-eskalasi Konflik
Pada tahap ini situasinya masih diwarnai oleh pertikaian keras, yang mungkin
dapat memakan korban jiwa. Dalam kondisi seperti ini peranan Penegak
hukum/pemerintah disamping melakukan penjagaan dan pengaturan, harus
berupaya untuk mencari waktu yang tepat untuk memulai (entry point)
membantu proses penyelesaian konflik.

15

2. Intervensi Kemanusiaan dan Negosiasi Politik
Pada tahap ini peran Penegak hokum/pemerintah diharapkan adalah
melakukan intervensi untuk meringankan beban penderitaan korban melalui
bantuan pengobatan dan sejenisnya, serta mulai mengawali untuk melakukan
dialog, negoisasi, atau mediasi dengan tokoh-tokoh kunci yang terlibat konflik
serta pihak-pihak lain yang terkait untuk mencari penyelesaian yang terbaik.
3. Pemecahan Masalah (Problem-solving Approach)
Pada tahap ini, peran Penegak hokum/pemerintah diarahkan untuk
menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi pihak yang bertikai untuk
melakukan transformasi terhadap permasalahan yang dihadapinya ke arah
perdamaian.
4. Menciptakan Perdamaian (Peace-building)
Pada tahap ini, peran Penegak hokum/pemerintah diharapkan mampu menjadi
ujung tombak dari upaya-upaya rekonsiliasi dan konsulidasi dengan seluruh
elemen yang terkait dengan penyelesaian konflik secara intensif dan sungguhsungguh, mengingat tahap ini merupakan tahapan terberat dan akan memakan
waktu paling lama karena terkait dengan aspek struktural maupun horisontal.
Perlu ditegaskan kembali bahwa dalam membantu menyelesaikan konflik,
peran dan fungsi utama Penegak hukum disamping sebagai mediator, negosiator,
peace keeping officer yang profesional dan proporsional, adalah kemampuan
Penegak hokum/pemerintahi untuk membantu menyelesaikannya secara cepat,
tepat, komprehensif, dan tuntas sesuai akar masalahnya, sehingga tidak berlarutlarut, berkembang ke tahapan yang lebih tinggi, memunculkan konflik susulan,
dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk memperjuangkan visi dan misinya,
atau menjadikan konflik tersebut sebagai komoditas politik guna menarik
simpati, perhatian, dan dukungan di berbagai daerah sehingga berkembang
menjadi isu nasional atau bahkan internasional.

16

G. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
a. Manajemen dan kepemimpinan sesungguhnya merupakan faktor penentu
dalam menjalankan roda organisasi karena suatu lembaga mempunyai
obyek sasaran yang akan dicapai, dan perlunya ada pemimpin yang
mempunyai kapabilitas, dan adanya pembagian wewenang yang jelas dari
masing-masing lini.
b. Kebijakan-kebijakan yang terkait dengan rekruitmen sumberdaya manusia,
dalam suatu organisasi, mobilitas vertikal maupun horizontal, dan lebih dari
itu kaitannya dengan kebijakan umum, sasaran-sasaran yang ingin dicapai
serta

pemilihan

stratregi-strategi

harus

benar-benar

dapat

diperganggungjawabkan.
c. Perlunya penerapan konsep untuk meningkatkan kinerja organisasi, seperti
dalam al Qur’an dibicarakan tentang berbagai kata untuk menggerakkan
orang atau memanaj suatu organisasi, misalnya ada qoulan balligho, qoulan
sadida, qoulan layyina, qoulan makrufa, qoulan tsaqila dan seterusnya,
sebaiknya dapat diterapkan dalam praktek nyata di dalam menjalankan
fungsi kelembagaan dalam organisasi.
d. Pengelolaan lembaga pendidikan Islam, misalnya, bagaimana kepala
sekolah membagi tugas, menempatkan orang, menghargai para stafnya,
memotivasi agar lembaga pendidikan menjadi dinamis, produktif, sehingga
lembaga mempunayi otoritas untuk menghindari konflik yang tidak
produktif.

17

2. Saran
a. Perlu diantisipasi dan dilakukan agar konflik tidak terjadi, dalam bentuk
preventif sehingga konflik tersebut tidak mencapai puncaknya timbulnya
konflik tidak meluas dan dapat diredam melalui mediasi dan dilakukan
dialog antara yang berseteru.
b. Perlunya ada pendekatan secara fenomenologi, diharapkan akan memahami
makna makna yang mempunyai nilai historis pendirian lembaga/organisasi,
terkait dengan apa saja yang terkandung dalam mengelola suatu organisasi
pendidikan yang lebih baik lagi.
c. Hindari hal-hal yang bersifat tidak professional, menempatkan orang bukan
berdasarkan keluarga, tetapi dalam menejemen harus sesuai dengan bidang
keahliannya, sehingga lembaga secara berangsur-angsur dapat menghindari
konflik dan selalu berupaya meningkatkan kinerjanya yang lebih baik lagi.

18

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., Dinamika Masyarakat Islam (dalam wawasan fikih), Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2002.
Al-Kasymiri, Faydh al-Bari Syarh al-Bukhari, Beirut: Maktabah Misykah alIslamiyah, t.t.
Bachtiar, Harsja W, 1994, Ilmu Kepolisian: Suatu cabang ilmu pengetahuan yang
baru, Jakarta : PTIK - Gramedia.
Baylley, H David, 1994, Police For The Future, Jakarta : Cipta Manunggal
Budiman, Aris, 2002, Konflik Sosial Di Pemukiman Kumuh RW 04
Kel. Manggarai Kec. Tebet Kodya Jakarta Selatan (Jurnal Polisi
Indonesia), Jakarta : KIK Press
Edward A.Thibauld, Lawrence M, lynch, R Bruce Mc Bride,2001,Proactive
Police Management,
Friedman, R Robert, 1992, Community Policing, Jakarta : Cipta Manunggal
Gunawan, Budi 2005, Polri Menuju Era Baru Pacu Kinerja
Tingkatkan Citra, Jakarta : YPKIK
Haris Peter dan Reilly Ben,2000, Demokrasi dan Konflik Yang mengakar
(Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator). International IDEA
Kelana, Momo, 2002, Memahami Undang-undang Kepolisian ( Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2002), Jakarta : PTIK Press
Laksana, D Chryshnanda, 2003, Kepolisian Komuniti (communty Policing)
Dalam Menciptakan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Jurnal
Polisi Indonesia), Jakarta : KIK Press
Muhammad bin Isma'il bin Ibrahim bin al-Mughirah Al-Ja'fi Abu 'Abdillah alBukhari,Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar el-Qalam, 1987 M Meliala,
Adrianus,
------

1999, Diktat Kuliah, Program Pasca Sarjana KIK UI, Jakarta.

19

------

2001, Bagaimana Polisi Menghadapi Kekerasan Massa dan Kaitannya
Dengan Penghormatan Terhadap Hak Asasi Manusia, Jakarta : KIK
Press

Miall Hugh, Woodhause Tom Ramsbotham Oliver, 2000, Resolusi Damai konflik
Kontemporer, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nitibaskara, R Tubagus, 2002, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, Jakarta
: PT Gramedia
Sarwono, W Sarlito, 2007, Anarkisme Tantangan Baru Bagi Polri (Jurnal Polisi
Indonesia), Jakarta : KIK Press
Simon Fisher, Jawed ludin, Steve Williams D, Richard Smith, Sue Williams,
2000, Mengelola konflik ketrampilan dan strategi untuk bertindak.
Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 2000.

Suparlan, Parsudi,
------- 2003, Pembangunan Komuniti, Konflik, dan PemolisianKomuniti, Jakarta :
KIK Press
------- 2004, Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia, Jakarta : YPKIK
------- 2004, Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan (Perspektif Antropologi
Perkotaan), Jakarta : YPKIK
------- 2005, Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku bangsa, Jakarta : YPKIK
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia

20