Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 439 K Pid 2010 Atas Tuduhan Penipuan Yang Dilakukan Oleh Oknum Notaris

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak
masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. hubungan antara masyarakat dan hukum
diungkapkan dengan sebuah adagium yang sangat terkenal dalam ilmu hukum yaitu
ubi societes ibi ius (dimana ada masyarakat di sana ada hukum).1
Melihat perkembangan masyarakat, maka akan ditemukan bahwa peranan
hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat mengalami perubahan dan perbedaan
dari suatu kurun waktu ke waktu lain. Dalam masyarakat yang sederhana, hukum
berfungsi untuk menciptakan dan memelihara keamanan serta ketertiban. Fungsi ini
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat itu sendiri yang meliputi
berbagai aspek kehidupan masyarakat yang bersifat dinamis yang memerlukan
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan
keadilan.
Kehidupan masyarakat yang memerlukan kepastian hukum memerlukan
sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang seiring meningkatnya
kebutuhan masyarakat atas pelayanan jasa. Hal ini berdampak pula pada peningkatan
di bidang jasa Notaris. Peran Notaris dalam sektor pelayanan jasa adalah sebagai


1

Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung : Sinar Baru, 1983), hlm.127.

1

Universitas Sumatera Utara

2

pejabat yang diberi wewenang oleh negara untuk melayani masyarakat dalam bidang
perdata khususnya pembuatan akta otentik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN)
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.”
Landasan filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan melalui akta yang
dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat

pengguna jasa Notaris.2
Tugas pokok Notaris dalam hal membuat akta otentik, yang menurut Pasal
1870 KUHPerdata akta otentik itu memberikan kepada pihak-pihak yang
membuatnya suatu pembuktian yang mutlak. Notaris oleh undang-undang diberi
wewenang untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam pengertian bahwa
apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada pokoknya dianggap benar. Hal ini
sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk keperluan,
baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan suatu usaha. Kepentingan
pribadi misalnya membuat testament, mengakui anak yang dilahirkan di luar
perkawinan yang sah, memberikan dan menerima hibah, mengadakan pembagian
warisan, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud untuk kepentingan suatu usaha

2

Hasbullah, Notaris dan Jaminan Kepastian Hukum, http://www.wawasanhukum.blogspot.com/,
terakhir diakses tanggal 23 Juli 2013

Universitas Sumatera Utara

3


ialah akta-akta yang dibuat untuk kegiatan di bidang usaha, antara lain akta-kata
mendirikan perseroan terbatas, firma, comanditair venootschap (CV) dan
sebagainya.3
Notaris sebagai pejabat umum kepadanya dituntut tanggung jawab terhadap
akta yang dibuatnya. Apabila akta yang dibuat ternyata di belakang hari mengandung
sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan
Notaris atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen dengan
sebenarnya dan para pihak memberikan keterangan yang tidak benar diluar
sepengetahuan Notaris ataukah adanya kesepakatan yang dibuat antara Notaris
dengan salah satu pihak yang menghadap. Apabila akta yang dibuat Notaris
mengandung cacat hukum karena kesalahan Notaris baik karena kelalaian maupun
karena kesengajaan Notaris itu sendiri, maka Notaris itu harus memberikan
pertanggungjawaban baik secara moral maupun secara hukum.
Perbuatan hukum yang tertuang dalam suatu akta Notaris bukanlah perbuatan
hukum dari Notaris, melainkan akta tersebut memuat perbuatan hukum dari para
pihak yang meminta atau menghendaki secara mufakat perbuatan hukum tersebut
untuk dituangkan dalam suatu akta otentik.4 Pihak dalam akta itulah yang terikat pada
isi dari suatu akta otentik. Jika dalam suatu akta lahir suatu hak dan kewajiban, maka
suatu pihak wajib memenuhi materi apa yang diperjanjikan dan pihak lain berhak


3

Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 1982), hlm.9.
4
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta: Erlangga, 1999), hlm.39.

Universitas Sumatera Utara

4

untuk menuntut. Notaris hanyalah pembuat untuk lahirnya suatu akta otentik.5 Jika
terjadi suatu sengketa mengenai apa yang diperjanjikan dalam suatu akta Notaris,
Notaris tidak terlibat sama sekali dalam pelaksanaan suatu kewajiban atau dalam hal
menuntut suatu hak. Notaris berada diluar hukum para pihak.6
Namun demikian, dalam prakteknya Notaris sering dilibatkan jika terjadi
perkara antara para pihak, padahal sengketa yang terjadi bukanlah antara para pihak
dengan Notaris mengingat Notaris bukan pihak dalam akta yang dibuatnya, namun
Notaris sering harus berurusan dengan proses hukum baik di tahap penyelidikan,

penyidikan maupun persidangan untuk mempertanggungjawabkan akta yang
dibuatnya. Tetapi, tidak dapat dipungkiri, bahwa ada kalanya Notaris dalam
melakukan pembuatan akta juga dapat melakukan suatu kesalahan atau kelalaian.
Notaris rentan mendapat gugatan dari para pihak yang merasa dirugikan
dalam pembuatan suatu akta. Kesalahan Notaris dalam melaksanakan jabatannya,
disebabkan kekurangan pengetahuan, pengalaman dan pengertian mengenai
permasalahan hukum yang melandasi dalam pembuatan suatu akta, bertindak tidak
jujur, lalai/tidak hati-hati serta memihak salah satu pihak.7 Oleh karena itu, seorang
Notaris yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesi
jabatannya dapat dikenakan sanksi baik berupa sanksi pidana, perdata maupun sanksi
administratif.
5

Ibid.
Irfan Fachruddin, ”Kedudukan Notaris dan Akta-Aktanya Dalam Sengketa Tata Usaha
Negara”, Varia Peradilan Nomor 111, Desember 1994, hlm.144.
7
Soetrisno, ”Pertanggungan Jawab Profesi (Professional Liability) Ditinjau Dari Hukum
Perdata”, Varia Peradilan nomor 143, Agustus 1997, hlm.142.
6


Universitas Sumatera Utara

5

Salah satu kasus penjatuhan sanksi pidana kepada Notaris tampak dalam
perkara kasus penipuan yang dituduhkan pada BN, Notaris Pejabat Pembuat Akta
Tanah di Kabupaten Dumai, Propinsi Riau. Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor
439 K/Pid/2010 tertanggal 20 Juli 2010, yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, permohonan kasasi dari terdakwa Notaris BN ditolak oleh Mahkamah Agung
karena terdakwa dianggap telah melakukan perbuatan pidana berupa penipuan yang
menimbulkan kerugian bagi AWL dan rekan-rekannya. Kasus penipuan yang
dituduhkan kepada Notaris BN bermula ketika seseorang bernama ICHK
menawarkan sebidang tanah milik BS seluas 7.150 meter persegi dengan harga 400
ribu rupiah permeter persegi kepada AWL dan kawan-kawan. ICHK tersebut telah
mendapat Surat Kuasa Jual Beli dari pemilik tanah yaitu BS tersebut.8
Setelah harga disepakati para pihak, maka dilakukanlah pengikatan jual beli di
hadapan Notaris BN. Selanjutnya pihak pembeli, AWL mentransfer sejumlah dana
uang muka yang disepakati kepada pihak ICHK. Selanjutnya setelah pembayaran
yang disepakati dibayarkan pihak pembeli yaitu AWL, maka Notaris BN beserta

ICHK berangkat ke Jakarta bertemu dengan pemilik tanah BS untuk menandatangani
Akta Jual Beli dengan disetujui istri pemilik tanah yaitu RT. Setelah Akta Jual Beli
ditandatangani pemilik tanah, maka pihak AWL melunasi sisa pembayaran atas
pembelian tanah tersebut kepada ICHK, yang ternyata sejumlah dana tersebut tidak
disetorkannya kepada pihak penjual BS. Karena itu akhirnya pihak BS menarik

8

Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Agung Nomor 439 K/Pid/2010 tanggal 20 Juli
2010, hlm.3-10.

Universitas Sumatera Utara

6

kembali sertipikat hak atas tanah yang dititipkannya kepada Notaris BN, yang
menyebabkan proses jual beli beserta balik nama ke atas nama pembeli AWL dan
kawan-kawan tidak dapat dilanjutkan, karena itu pihak AWL yang merasa telah
membayar lunas dana pembelian tanah tersebut melaporkan pihak ICHK dan Notaris
BN kepada pihak berwajib dengan alasan Notaris BN telah melakukan tindak pidana

yang melakukan, yang menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
atapun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain menyerahkan barang sesuatu
kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
Pengadilan Negeri Dumai dalam putusannya memvonis Notaris BN telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara
bersama-sama melakukan penipuan serta menjatuhkan pidana penjara kepada Notaris
BN selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan. Selanjutnya Pengadilan Tinggi Riau
menguatkan serta memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Dumai dengan
menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Lebih lanjut Mahkamah Agung
dalam putusannya menolak kasasi dari Notaris BN, sehingga dengan demikian
Notaris BN terbukti bersalah di pengadilan dan menjadi terpidana dalam kasus tindak
pidana yaitu secara bersama-sama melakukan penipuan.
Penjatuhan pidana penjara terhadap Notaris BN karena terbukti melakukan
tindak pidana secara bersama-sama melakukan penipuan tersebut menimbulkan
kerancuan, mungkinkah seorang Notaris secara sengaja (culpa) atau khilaf (alpa)

Universitas Sumatera Utara


7

bersama-sama para penghadap/para pihak untuk membuat suatu akta yang sejak awal
diniatkan untuk melakukan tindak pidana. Dalam praktek Notaris seringkali ditarik
sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan suatu tindak
pidana, apabila dalam pelaksanaan perjanjian yang dibuat para pihak terjadi
wanprestasi yang menyebabkan kerugian kepada salah satu pihak dalam perjanjian.
Seharusnya seorang Notaris yang menjalankan jabatan Notaris tidak dapat
dihukum oleh karena atau berdasarkan perbuatan yang dilakukannya menurut
undang-undang yaitu melakukan perbuatan mengkonstatir maksud/kehendak dari
pihak-pihak yang menghendaki perbuatan hukum yang mereka lakukan dapat
dibuktikan dengan akta otentik, sepanjang dalam melaksanakan jabatannya telah
mengikuti prosedur yang ditentukan oleh Undang-undang (lihat khususnya Pasal 16
dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang berkaitan dengan
kewajiban dan larangan).9
Dalam kasus penipuan yang melibatkan seorang Notaris tersebut di atas,
tampak bahwa permasalahan penipuan yang diajukan oleh AWL bermula ketika
ICHK tidak membayarkan sejumlah uang pelunasan harga jual beli tanah yang telah
disepakati kepada pemilik tanah yang menyebabkan pihak pemilik tanah BS
membatalkan perjanjian dengan tidak mau menyerahkan sertipikat hak atas tanahnya

untuk dilakukan proses balik nama ke atas nama pembeli AWL dan kawan-kawan
sehingga tidak dapat diproses sampai selesai oleh Notaris BN. Jadi permasalahan

9

Jusuf Patrianto Tjahjono, Apakah Notaris Tunduk Pada Prinsip Equality Before The Law?,
http://www.notarissby.blogspot.com/2008_03_01_archieve.html, terakhir diakses 05 Januari 2013.

Universitas Sumatera Utara

8

timbul bukan pada prosedur atau pembuatan aktanya namun pada tindakan
penggelapan atau penipuan yang dilakukan ICHK yang menyebabkan terkendalanya
proses pelaksanaan perjanjian.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut
mengenai tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh Notaris yang akan dituangkan
ke dalam judul tesis “Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 439 K/Pid/2010
Atas Tuduhan Penipuan Yang Dilakukan Oleh Oknum Notaris”.
B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini adalah:
1.

Bagaimana bentuk-bentuk perbuatan Notaris yang dapat dikelompokkan sebagai
tindak pidana penipuan?

2.

Bagaimana pertimbangan Mahkamah Agung dalam putusan No. 439 K/Pid/2010
atas tuduhan penipuan yang dilakukan oleh Notaris?

3.

Bagaimana perlindungan hukum bagi Notaris atas tuduhan penipuan yang
dilakukan Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.

Untuk mengetahui bentuk-bentuk perbuatan Notaris yang dapat dikelompokkan
sebagai tindak pidana penipuan.

Universitas Sumatera Utara

9

2.

Untuk mengetahui benar atau tidaknya pertimbangan Mahkamah Agung dalam
putusan No. 439 K/Pid/2010 atas tuduhan penipuan yang dilakukan oleh Notaris.

3.

Untuk perlindungan hukum bagi Notaris atas tuduhan penipuan yang dilakukan
Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

D. Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1.

Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur
mengenai tuduhan penipuan terhadap Notaris dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar
bagi penelitian pada bidang yang sama.

2.

Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah tuduhan penipuan
terhadap Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang
ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister
Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum
ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Analisis Kasus Putusan Mahkamah Agung
No. 439 K/Pid/2010 Atas Tuduhan Penipuan Yang Dilakukan Oleh Notaris”. Akan

Universitas Sumatera Utara

10

tetapi ada beberapa penelitian yang menyangkut masalah tugas dan kewenangan
Notaris, antara lain penelitian yang dilakukan oleh :
1. Saudari Maria Magdalena Barus (NIM. 087011069), Mahasiwa Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Pelanggaran
Hukum Pidana Yang Dilakukan Oleh Notaris Dalam Membuat Akta Otentik”,
dengan permasalahan yang diteliti adalah:
a. Bagaimana bentuk pelanggaran hukum pidana yang dilakukan oleh Notaris
dalam membuat akta otentik?
b. Bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana yang
dilakukan oleh Notaris dalam membuat akta otentik?
c. Bagaimana upaya hukum dalam mengatasi perbuatan tindak pidana yang
dilakukan oleh Notaris dalam membuat akta otentik?
2. Saudari Berlian (NIM. 027005005), Mahasiwa Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Perlindungan Hak Asasi Manusia
Terhadap Saksi Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Penipuan di Wilayah
hukum Polres Tanah Karo”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:
a. Bagaimana hak asasi manusia terhadap seorang saksi dalam proses penyidikan
tindak pidana penipuan harus dilindungi?
b. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia terhadap saksi?
c. Apa yang menjadi hambatan polisi dalam penegakkan hak asasi manusia
terhadap saksi dalam proses penyidikan tindak pidana penipuan di wilayah
hukum Polres Tanah Karo?

Universitas Sumatera Utara

11

3. Saudara Wimphy Lasamana (NIM. 077011074), Mahasiwa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Hukum Terhadap
Keterlibatan Notaris Dalam Perkara Pidana”, dengan permasalahan yang diteliti
adalah:
a. Apa yang menyebabkan Notaris terlibat dalam perkara pidana?
b. Bagaimana prosedur pemeriksaan Notaris yang diduga terlibat dalam perkara
pidana?
c. Bagaimana pertanggung jawaban Notaris yang terbukti secara sah dan
meyakinkan terlibat dalam perkara pidana?
4. Saudara Mirza Baharsan (NIM. 047011045), Mahasiwa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Identifikasi Faktor-Faktor
Penyebab Terjadinya Sengketa Atas Akta Jual Beli Yang Dibuat Oleh Notaris
(Kajian Putusan Suatu Penelitian di Pengadilan Negeri Medan)”, dengan
permasalahan yang diteliti adalah:
a. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya sengketa atas akta jual
beli yang dibuat di hadapan Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah?
b. Apa akibat hukum bagi Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah setelah
perkaranya diputus oleh Pengadilan Negeri Medan?
c. Bagaimana cara mencegah terjadinya sengketa atas akta jual beli yang dibuat
di hadapan Notaris/ Pejabat Pembuat Akta Tanah?
5. Saudari Agustining (NIM. 087011001), Mahasiwa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tanggung Jawab Notaris

Universitas Sumatera Utara

12

Terhadap Akta Otentik yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana”, dengan
permasalahan yang diteliti adalah:
a. Faktor apakah yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam
pemeriksaan perkara pidana?
b. Bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum terhadap akta
otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana?
c. Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap
pemanggilan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana?
6. Saudara Andi Mulia Azmi (NIM. 097011010), Mahasiswa Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Bagi
Notaris Terhadap Akta Yang Dijadikan Dasar Pemeriksaan Polisi”, dengan
permasalahan yang diteliti adalah :
a. Bagaimana kriteria akta Notaris yang dapat diberikan MPD untuk dapat
diperiksa polisi ?
b. Bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi Notaris yang aktanya
menjadi dasar pemeriksaan oleh polisi?
c. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris terhadap
keputusan MPD yang telah menyetujui Notaris untuk diperiksa oleh penyidik?
Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian-penelitian tersebut
berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan
demikian penelitian ini adalah asli baik dari segi substansi maupun dari
permasalahan, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.

Universitas Sumatera Utara

13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
terjadi.10 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori
dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum. Satu konsep yang berhubungan
dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa
seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa
dia memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab
atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.11
Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara
tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kewenangan Notaris berdasarkan
UUJN yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya
adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para
pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung
jawabkan secara pidana. Pertanggung jawaban secara pidana berarti berkaitan dengan
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,
1986, hal. 122
11
Hans Kelsen (Alih Bahasa oleh Somardi), General Theory Of Law and State,Teori Umum
Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik,
(Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), hlm.81.

Universitas Sumatera Utara

14

delik. Dari sudut pandang ilmu hukum murni, delik dikarakterisasi sebagai kondisi
dari sanksi. Menurut pengertian ilmu hukum delik adalah perbuatan seseorang
terhadap siapa sanksi sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan.12
Definisi delik sebagai perbuatan seseorang individu terhadap siapa sanksi
sebagai konsekuensi dari perbuatannya itu diancamkan, mensyaratkan bahwa sanksi
itu diancamkan terhadap seseorang individu yang perbuatannya dianggap oleh
pembuat undang-undang membahayakan masyarakat, oleh karena itu oleh pembuat
undang-undang diberikan sanksi untuk mencegahnya. Menurut ketentuan hukum
pidana sanksi biasanya ditetapka hanya untuk kasus-kasus dimana akibat yang tidak
dikehendaki oleh masyarakat telah ditimbulkan baik secara sengaja maupun tidak.
Menurut Hans Kelsen:
Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut
"kekhilapan" (negligence); dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu
jenis lain dari "kesalahan" (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang
terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud
jahat, akibat yang membahayakan.13
Adanya kewenangan Notaris yang diberikan oleh undang-undang Jabatan
Notaris, berkaitan dengan kebenaran materiil atas akta otentiknya, jika dilakukan
tanpa kehati-hatian sehingga membahayakan masyarakat dan atau menimbulkan
kerugian baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak dan perbuatan tersebut
diancam dan atau memenuhi unsur-unsur tindak pidana, maka Notaris harus
mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut secara pidana.

12
13

Ibid., hlm.66.
Ibid., hlm.83.

Universitas Sumatera Utara

15

Konsep ini menunjukkan adanya kompromi antara hukum yang bersifat
tertulis sebagai suatu kebutuhan masyarakat hukum demi kepastian hukum dan living
law sebagai wujud dari pembentukan dari pentingnya peranan masyarakat dalam
pembentukan dan orientasi hukum.14 Aktualisasi dari living law tersebut bahwa
hukum tidak dilihat dalam wujud kaidah melainkan perkembangannya dalam
masyarakat itu sendiri.
Lembaga notariat merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang
diperlukan masyarakat untuk ikut serta menjaga tetap tegaknya hukum, sehingga
Notaris diharapkan dapat membantu dalam menciptakan ketertiban, keamanan dan
menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat.
Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang
menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani
kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik
hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat meminta jasa
Notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai perilaku profesi yang
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:15
a. Memiliki integritas moral yang mantap;
b. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri;
c. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

14

Lili Rasjidi dan I. B. Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu System, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1986), hlm.79.
15
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi dan Profesi Hukum, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003),
hlm.93.

Universitas Sumatera Utara

16

d. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.
Notaris dalam menjalankan jabatannya harus memperhatikan dan tunduk pada
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris disingkat UUJN dan
Kode Etik Notaris yang merupakan peraturan yang berlaku bagi pedoman moral
profesi Notaris.
Kewenangan Notaris sebagai penjabaran dari Pasal 1 angka 1 UUJN terdapat
dalam Pasal 15 UUJN:16
(1)Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.
(2)Notaris berwenang pula :
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di
bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c. membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat akta risalah lelang.
(3)Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundangundangan.

16

Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jabatan Notaris dilengkapi
Putusan Mahkamah Konstitusi & AD, ART dan Kode Etik Notaris, (Jakarta: Harvarindo, 2006),
hlm.44-45.

Universitas Sumatera Utara

17

Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan Notaris selain
untuk membuat akta otentik juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan
mengesahkan (waarmerken dan legaliseren)17 surat-surat/akta-akta yang dibuat
dibawah tangan serta memberikan nasehat/penyuluhan hukum dan penjelasan
mengenai undang-undang terutama yang berkaitan dengan isi dari akta yang dibuat
para pihak di hadapan Notaris.
Dari definisi dan kewenangan Notaris berdasarkan UUJN tersebut,
selanjutnya Sutrisno dalam bukunya Komentar Atas UU Jabatan Notaris, berpendapat
bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik,
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.18
Notaris sebagai pejabat umum karena Notaris diangkat dan diberhentikan oleh
kekuasaan pemerintah dan diberikan wewenang serta kewajiban untuk melayani
publik (kepentingan umum) dalam hal-hal tertentu, oleh karena itu Notaris ikut
melaksanakan kewibawaan pemerintah.
17
Waarmerking, yaitu membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus, sedangkan Legalisasi adalah mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian
tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
18
Sutrisno, Diktat Kuliah, Komentar Atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Medan, 2007,
hlm.117.

Universitas Sumatera Utara

18

Notaris sebagai pejabat umum melaksanakan bentuk pelayanan Negara
kepada rakyatnya yaitu Negara memberikan kesempatan kepada rakyatnya untuk
memperoleh tanda bukti atau dokumen hukum yang berkaitan dengan perbuatan
hukum dalam lingkup hukum perdata. Untuk keperluan tersebut diberikan
kewenangan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh Notaris, dan minuta atas akta
tersebut menjadi milik Negara yang harus disimpan dan dijaga oleh Notaris sampai
batas waktu yang ditentukan.
Sebagai bentuk menjalankan kekuasaan Negara maka yang diterima oleh
Notaris dalam kedudukan sebagai Jabatan (bukan profesi), karena menjalankan
jabatan seperti itu, maka Notaris memakai lambang Negara, yaitu Burung Garuda.
Dengan kedudukan seperti tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa Notaris
menjalankan sebagian kekuasaan Negara dalam bidang hukum perdata, yaitu untuk
melayani kepentingan rakyat yang memerlukan bukti atau dokumen hukum berbentuk
akta otentik yang diakui oleh Negara sebagai bukti yang sempurna. Sebagai pejabat
umum Notaris mempunyai tugas yang berat yaitu memberikan pelayanan hukum
kepada masyarakat yaitu pembuatan akta otentik guna tercapainya kepastian hukum.
Dalam PJN dan KUHPerdata umumnya diatur ketentuan-ketentuan tentang
pelaksanaan jabatan Notaris. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk
membebaskan anggota masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu
memberikan kepastian terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk

Universitas Sumatera Utara

19

kepentingan tersebut diperlukan tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain
juga mempertahankan kedudukan akta-akta otentik khususnya akta-akta Notaris.19
Dari batasan pengertian dan kewenangan Notaris tersebut jelas bahwa produk
akta yang dibuat oleh Notaris adalah merupakan alat bukti otentik yang kuat dan
penuh. Agar akta tersebut berfungsi sesuai tujuannya yaitu sebagai alat bukti otentik
hendaknya akta tersebut dapat dibuktikan keotentikannya, sehingga akta tersebut
secara yuridis dapat menjamin adanya kepastian hukum. Untuk itu hendaknya dalam
pembuatan akta tersebut harus memenuhi ketentuan pembuatan dan persyaratan yang
ditentukan oleh undang-undang baik secara formil maupun materiil bahwa isinya
tidak bertentangan dengan undang-undang. Untuk membuat akte otentik, seseorang
harus mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum. Di Indonesia, seorang advokat,
meskipun ia seorang yang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk
membuat akte otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum,
sebaliknya seorang Pegawai Catatan Sipil meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak
membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akte
kelahiran atau akte kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-undang ditetapkan
sebagai pejabat umum dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.20
Seharusnya seorang Notaris yang menjalankan jabatan Notaris tidak dapat
dihukum berdasarkan perbuatan yang dilakukannya menurut undang-undang yaitu
melakukan perbuatan mengkonstatir maksud/kehendak dari pihak-pihak yang
19

Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, (Bandung: Sinar Baru, 1985), hlm.45.
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), (Jakarta: PT.
Grafindo, 1993), hlm.43.
20

Universitas Sumatera Utara

20

menghendaki perbuatan hukum yang dituangkan ke dalam akta otentik, namun dalam
prakteknya Notaris seringkali ditarik sebagai pihak yang turut serta melakukan atau
membantu melakukan suatu tindak pidana, apabila dalam pelaksanaan perjanjian
terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.21
Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok atau individu tertentu.22
Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
a.

Konsekuensi Hukum adalah akibat hukum yang timbul dari adanya suatu
perbuatan/peristiwa.

b.

Tindak Pidana adalah tindakan kriminal yaitu tindakan yang berkaitan dengan
kejahatan atau pelanggaran hukum yang dapat dihukum menurut undang-undang
hukum pidana.

c.

Penipuan adalah segala perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu dan
membohongi orang lain.
21
22

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1998), hlm.31.
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm.19.

Universitas Sumatera Utara

21

d.

Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris.23

e.

akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa
untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya

G. Metode Penelitian
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif

analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci
dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat
untuk menjawab permasalahan.24
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum yuridis normatif,
yang disebabkan karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang
disebut juga penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau
ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.25
Meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan
perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat menganalisis
23
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal
1 angka (1)
24
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni,
Bandung, 1994, hal. 101
25
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal. 13

Universitas Sumatera Utara

22

permasalahan yang dibahas,26 serta menjawab pertanyaan sesuai permasalahanpermasalahan dalam penulisan tesis ini.
2.

Sumber Data/Bahan Hukum
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a). Bahan hukum primer.27
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun
1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta peraturan
pelaksanaannya, serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan ketentuan jabatan
dan kode etik Notaris di Indonesia.
b). Bahan hukum sekunder.28
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti
hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari para ahli hukum, serta
dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan masalah tuduhan tindak pidana
penipuan yang dilakukan Notaris.
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13
27
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1990, hal. 53
28
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

23

c). Bahan hukum tertier.29
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, surat kabar, makalah yang
berkaitan dengan objek penelitian.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga
digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara
dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan

melalui tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut :
a.

Studi Kepustakaan (Library Research).
Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian ini.

b.

Wawancara.
Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam
penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan
sebagai informan atau narasumber yang dianggap mengetahui kaidah-kaidah
serta etika profesi Notaris terkait masalah tuduhan tindak pidana penipuan yang
dilakukan Notaris yaitu pihak Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas
Wilayah Notaris.

29

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

24

Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman wawancara
sehingga data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan lebih mendalam
sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan dalam tesis ini.
4.

Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman).30
Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research) disusun secara berurutan dan sistematis dengan menggunakan
metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan
fakta yang terdapat dalam masalah konsekuensi hukum tindak pidana penipuan yang
dilakukan Notaris. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode
berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk
selanjutnya menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan
berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip
dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta
yang bersifat khusus,31 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini.

30

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53
31
Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 109

Universitas Sumatera Utara