Struktur Komunitas Makrozoobentos yang Berasosiasi dengan Padang Lamun di Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Chapter III V
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian di lakukan pada Mei 2017, bertempat di Pulau Unggeh
Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Rencana Jadwal Penelitian
terlampir pada Lampiran 1. Identifikasi jenis bentos dilakukan di Laboratorium
Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Analisis sampel air di lakukan di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Medan Sumatera Utara.Analisis Sampel substrat di lakukan di Balai
Riset dan Standardisasi Industri Medan, Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan pada penelitian ini adalah Termometer, DO meter,
refraktometer, bola duga, underwater camera, GPS, stopwatch, spidol, rol meter,
pH meter, secchi disk, buku identifikasi lamun, buku identifikasi bentos, tongkat
berskala, transek 50 cm × 50 cm, kertas millimeter, sieve net, botol sampel, alat
tulis, dan meteran 100 m.Rincian Dana Penelitian terlampir pada Lampiran 2.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah software Microsoft excel,
botol sampel air, sampel lamun, sampel substrat, sampel bentos, alkohol, aquades,
kertas label dan sampel air. Rincian Alat dan Bahan terlampir pada Lampiran 3.
Deskripsi Area
Lokasi Penelitian dan Pengambilan sampel berada di Pulau Unggeh
Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Metode yang di gunakan
dalam penentuan lokasi adalah purposive sampling yang dibagi menjadi 4 stasiun
Universitas Sumatera Utara
6
yang berada pada beberapa lokasi bedasarkan kenampakan visual kerapatan
lamun. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (Skala dicetak pada kertas A4)
Stasiun I
Pada lokasi ini terdapat lamun yang memiliki karakteristik yang unik yaitu
berpencar dan tidak terlalu rapat. Stasiun I terletak pada koordinat N 1°34ꞌ
26,88ꞌꞌdan E 98°45ꞌ40,25ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun I dapat dilihat pada Lampiran 4.
Stasiun II
Stasiun ini merupakan daerah berbatu di pinggiran pantai pulau Unggeh
disini terdapat hamparan lamun yang cukup rapat. Stasiun II terletak pada
koordinat N 1°34ꞌ 32,71ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ37,38ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun 2 dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
7
Stasiun III
Stasiun III memiliki kerapatan yang tinggi apabila dilihat secara visual,
posisinya dekat dengan bagan tancap. Stasiun III terletak pada koordinat N 1°34ꞌ
24,37ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ 39,27ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun III dapat dilihat pada Lampiran 4.
Stasiun IV
Stasiun IV memiliki kerapatan yang tinggi apabila dilihat secara visual.
Stasiun IV terletak pada koordinat N 1°34ꞌ 24,22ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ 38,06ꞌꞌ. Foto lokasi
stasiun IV dapat dilihat pada Lampiran 4.
Prosedur Penelitian
Pengamatan Lamun
Berdasarkan metode yang diperkenalkan Rahmawati dkk., (2014),
pengambilan data setiap stasiun dilakukan pada tiga transek dengan panjang
masing-masing 100 m dan jarak kuadrat antara satu transek yaitu 50 m sehingga
total luasannya 100 × 100 m2. Jarak antara kuadrat satu dengan yang lainya adalah
10 m. Titik awal transek diletakan pada pertama kali lamun dijumpai dari arah
pantai.Pada penilaian tutupan lamun minimal lamun menutupi kuadrat 1/4 kotak
dan kelipatannya sampai memenuhi kotak kuadrat. Skema transek kuadrat di
padang lamun dapat dilihat pada Gambar 3.Langkah Kerja Pengambilan Sampel
Lamun, Makrozoobentos dan Pengukuran Kualitas Air terlampir pada Lampiran
4.
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 3. Skema Transek Kuadrat di Padang Lamun (Rahmawati dkk., 2014).
Analisis Data
Perhitungan kerapatan dan tutupan lamun menggunakan metode
ditetapkan Rahmawati dkk., (2014) lalu diolah menggunakan perangkat Microsoft
Excel. Dengan tahap mencari tutupan per kuadrat, per stasiun, hingga per lokasi,
begitu juga dalam menentukan kerapatan lamun.
Menghitung Penutupan Lamun dalam Satu Kuadrat
Persentase penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah menjumlah nilai
penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya dengan
jumlah kotak kecil yaitu 4. Rumus menghitung persentase tutupan lamun dalam
kotak kecil penyusun kuadrat adalah sebagai berikut (Rahmawati dkk., 2014):
Persentase penutupan lamun=
Jumlah penutupan lamun per kotak kecil
4
Tabel 2. Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Penyusun Kuadrat
Kategori
Nilai Penutupan Lamun(%)
Tutupan penuh
100
Tutupan 3/4 kotak kecil
Tutupan 1/2 kotak kecil
Tutupan 1/4 kotak kecil
Kosong
Sumber : Rahmawati dkk., (2014).
75
50
25
0
Universitas Sumatera Utara
9
Menghitung Rata-rata Penutupan Lamun per Stasiun
Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun adalah
menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada seluruh transek di dalam satu
stasiun kemudian dibagi dalam jumlah kuadrat pada stasiun tersebut. Perhitungan
penutupan
lamun
per
stasiun
menggunakan
sebagai
berikut
(Rahmawati dkk., 2014):
Jumlah penutupan lamun
seluruh transek
Rata-rata penutupan lamun(%)=
Jumlah kuadrat seluruh transek
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun merupakan jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas.
Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus (Rahmawati dkk., 2014):
Kerapatan Lamun=
Kerapatan lamun
Angka 4
Jumlah jenis
×4
Tegakan lamun
= Jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas (individu/m2)
= Konstanta untuk konversi 50 × 50 cm2 ke 1 m2
Analisis Substrat
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu :
1.
Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi
pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.
2.
Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi
presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di
titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi
presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.
Universitas Sumatera Utara
10
3.
Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang
dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat
menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
(Ritung dkk., 2007)
Pengambilan Sampel Makrozoobentos
Penentuan area sampling dengan menggunakan metode Purposive
Sampling yang didasarkan pada pertimbangan kondisi lingkungan. Pada setiap
stasiun 3 sub titik sampling (sub stasiun) yang dapat mewakili keadaan kerapatan
lamun tersebut. Pengambilan sampel makrozoobentos tiap stasiun dilakukan pada
tiap titik dengan menggunakan transek kuadrat 50 x 50 cm dengan 3 kali
pengulangan (per 30m). Skema pengambilan sampel makrozoobentos di padang
lamun dapat dilihat pada Gambar 5.Langkah Kerja Pengambilan Sampel terlampir
pada Lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 5. Skema Pengambilan Sampel Makrozoobentos di Padang Lamun
Sedimen diambil dengan menggunakan sekop yang memiliki bukaan 20
cm x 20 cm, setelah itu sampel makrozoobentos disaring dengan menggunakan
sieve net ukuran 1 mm. Organisme yang tersaring kemudian dimasukkan ke
dalam kantong sampel, sedangkan organisme yang mudah hancur seperti cacing
dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% dan dipisahkan
antara makrozoobentos dengan sedimen.
Sampel yang telah disortir kemudian akan diidentikasi menggunakan
makroskop atau lup dengan bantuan buku identifikasi makrozoobentos. Buku
identifikasi makrozoobentos adalah Carpenter dan Niem (1998).
Analisis Data
Kepadatan Makrozoobentos
Kepadatan organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan
rumus Shanon-Wiener (Odum, 1993).
�=
10000
× Σ��
��
Universitas Sumatera Utara
12
Keterangan :
K
: Kepadatan Individu (Ind/m2 )
Ʃxi
: total individu pada transek (ind)
n
: jumlah ulangan tiap stasiun (9 kali)
a
: luas transek kuadran (50 cm × 50 cm) = 2500 cm2
10000 : nilai konversi dari cm2 ke m2
Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos
Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya, dan akan menyatakan struktur komunitasnya.
Keanekaragaman makrozoobentos dapat dihitung dengan menggunakan Indeks
Shannon-Wiener (Odum, 1993).
�
Hꞌ = − � Pi ln Pi
Keterangan:
H’
: Indeks keanekaragaman jenis
Pi
: ni/N (Proporsi spesies ke-i)
ni
: jumlah individu jenis
N
: jumlah total individu
�=1
Menurut Wilhm dan Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi
dalam 3 kategori yaitu:
H’ < 1
: Kenekaragaman jenis rendah
1 < H’ < 3
: Keanekaragaman jenis sedang
H’ > 3
: Keanekaragaman jenis tinggi
Indeks Keseragaman
Indeks
keseragaman
organisme
makrozoobentos
dihitung
dengan
menggunakan rumus Evennes Indeks (Odum, 1993).
�=
�′
���
Universitas Sumatera Utara
13
Keterangan:
E
: Indeks keseragaman jenis
H’
: Indeks keanekaragaman jenis
S
: jumlah jenis organisme
Menurut Krebs (1989) besarnya indeks keseragaman jenis berkisar antara
0 sampai dengan 1.
Keterangan:
E < 0,4
: Keseragaman jenis rendah
0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis sedang
E > 0,6
: Keseragaman jenis tinggi
Indeks Dominansi
Indeks
dominasi
organisme
makrozoobentos
dihitung
dengan
menggunakan rumus (Odum, 1993).
ni 2
�= Σ� �
N
Keterangan:
C
: Indeks dominansi
ni
: jumlah individu setiap spesies
N
: jumlah total individu
Kriteria indeks dominansi menurut Odum (1993) :
0
< C < 0,5 : Tidak ada jenis yang mendominansi
0,5 < C < 1
: Terdapat jenis yang mendominansi
Hubungan Kerapatan Lamun dengan Makrozoobentos
Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk menguji seberapa besar variasi variabel
tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi
parameter tersebut signifikan atau tidak. Rumus yang digunakan Steel dan Torrie
(1980) adalah :
Universitas Sumatera Utara
14
Y = a + bx
Keterangan :
Y
: Kepadatan Makrozoobenthos
X
: Kerapatan Mangrove
a
: Konstanta
b
: Slope
Analisis Korelasi
Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi
pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi
yang sempurna). Interpretasi indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi (r)
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat lemah
0,20 – 0,399
Lemah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat kuat
Sumber : Steel and Torrie (1980)
Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengambilan data kualitas air dilakukan hanya sekali sebelum transek
lamun di lakukan. Pengukuran kualitas air dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia perairan
Parameter
Satuan
Alat
Suhu
°C
Termometer
Kedalaman
cm
Tongkat Berskala
Kecerahan
%
Secchi disc
Fisika
Substrat
Uji Laboratoriun
Salinitas
ppm
Refraktometer
Arus
m/s
Bola Duga
pH
pH meter
DO
mg/l
DO Meter
Kimia
Nitrat
mg/l
Sprektofotometri
Posfat
mg/l
Sprektofotometri
Tempat Analisis
In Situ
In Situ
In Situ
Ex Situ
In Situ
In Situ
In Situ
In Situ
Ex Situ
Ex Situ
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Spesies Lamun
Spesies lamun yang di dapatkan pada pulau Unggeh kecamatan Badiri,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara adalah:
•
Enhalus acoroides (Ea)
Morfologi Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 6.Enhalus
acoroides memiliki daun panjang seperti pita dan serabut hitam pada Rhizoma
nya.
Gambar 6.a.) Morfologi Enhalus Acoroides b.)Bentuk Buah dan Daun c.)Petak
Transek pada Pengambilan Data.
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Waycott, dkk (2004), klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Hidrocharitales
Famili
: Hydrocharitaceae
Genus
: Enhalus
Species
: Enhalus acoroides
•
Cymodocea serrulata (Cs)
Morfologi Cymodocea serrulata meliki daun ujung nya bergerigi seperti
pada Gambar 7, setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun saja.
Gambar 7.a.) Morfologi Cymodocea serrulata b.)Bentuk Daun c.)Petak Transek
pada Pengambilan Data.
Universitas Sumatera Utara
31
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Potamogetonales
Famili
: Potamogetonaceae
Genus
: Cymodocea
Species
: Cymodocea serrulata
•
Halodule pinifolia (Hp)
Morfologi Halodule pinifolia pada Gambar 8.memiliki ujung daun
membentuk bulat dan ada bekas luka di tengah nya. Setiap tegakan memiliki dua
sampai tiga helai daun.
Gambar 8. a), Morfologi Halodule pinifolia b), Bentuk Daun c), Petak Transek
pada Pengambilan Data.
Universitas Sumatera Utara
32
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Division
: Angiospermae
Class
: Liliopsida
Order
: Potamogetonales
Family
: Potamogetonaceae
Genus
: Halodule
Species
: Halodule pinifolia
Parameter Fisika-Kimia Perairan
Setiap jenis biota lamun dan makrozoobentos memiliki kisaran parameter
fisika-kimia air yang berbeda, dikarenakan faktor-faktor tersebut merupakan
faktor pendukung maupun pembatas untuk hidup lamun dan makrozoobentos itu
sendiri. Dari hasil pengukuran parameter Fisika-Kimia air yang di lakukan di
Pulau Unggeh , maka hasil pengukuran parameter tersebut dapat di lihat di Tabel
5.
Parameter Fisika yang diukur adalah Suhu, Kedalaman, Salinitas,
Kecerahan, Substrat dan Arus. Suhu yang terukur pada seluruh stasiun adalah
sebesar 32oC. Kedalaman perairan pada Stasiun I adalah sebesar 104 cm, pada
Stasiun II adalah sebesar 38 cm, pada Stasiun III adalah sebesar 71 cm, dan pada
Stasiun IV adalah sebesar 79 cm. Kecerahan yang terukur berkisar pada 100%
atau dengan kata lain dapat dengan jelas terlihat hingga ke dasar perairan.
Salinitas yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 29 ppm, pada Stasiun II
adalah sebesar 27 ppm, pada Stasiun III adalah sebesar 30 ppm, dan pada Stasiun
IV adalah sebesar 30 ppm. Arus yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 0,067
Universitas Sumatera Utara
33
m/s, pada Stasiun II adalah sebesar 0,05 m/s, pada Stasiun III adalah sebesar
0,034 m/s, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 0,025 m/s, arus terkuat berada pada
Stasiun II. Jenis substrat yang ditemukan pada empat stasiun keseluruhan
merupakan substrat berpasir. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air dapat dilihat
pada Tabel 5.
Parameter Kimia yang diukur adalah pH, DO, Nitrat dan Posfat.pH yang
terukur pada Stasiun I adalah sebesar 7,91, pada Stasiun II adalah sebesar 7,91,
pada Stasiun III adalah sebesar 7,94, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 7,99. pH
berkisar antara 7,91- 7,99. DO yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 4,7
mg/l, pada Stasiun II adalah sebesar 4,6 mg/l, pada Stasiun III adalah sebesar 4
mg/l, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 5,4 mg/l. DO berkisar antara 4-5,4 mg/l.
Nitrat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran 4,5-4,6 mg/l.
Posfat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran 5 mg/l, dan pH 7-8,5. Hal ini memperkuat bahwa kadar DO dan pH
yang terukur di perairan Pulau Unggeh masih dapat mendukung kehidupan biota
laut di ekosistem lamun. Hal ini juga diungkapkan oleh Latuconsina dkk., (2012)
yang menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan
ikan adalah di atas 5 mg/l sampai batas kompensasi.
Kadar Nitrat dan Posfat yang terukur pada setiap stasiun berkisar pada 4,54,6 mg/l untuk Nitrat dan
Waktu dan Tempat
Penelitian di lakukan pada Mei 2017, bertempat di Pulau Unggeh
Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Rencana Jadwal Penelitian
terlampir pada Lampiran 1. Identifikasi jenis bentos dilakukan di Laboratorium
Terpadu Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Analisis sampel air di lakukan di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Medan Sumatera Utara.Analisis Sampel substrat di lakukan di Balai
Riset dan Standardisasi Industri Medan, Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang di gunakan pada penelitian ini adalah Termometer, DO meter,
refraktometer, bola duga, underwater camera, GPS, stopwatch, spidol, rol meter,
pH meter, secchi disk, buku identifikasi lamun, buku identifikasi bentos, tongkat
berskala, transek 50 cm × 50 cm, kertas millimeter, sieve net, botol sampel, alat
tulis, dan meteran 100 m.Rincian Dana Penelitian terlampir pada Lampiran 2.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah software Microsoft excel,
botol sampel air, sampel lamun, sampel substrat, sampel bentos, alkohol, aquades,
kertas label dan sampel air. Rincian Alat dan Bahan terlampir pada Lampiran 3.
Deskripsi Area
Lokasi Penelitian dan Pengambilan sampel berada di Pulau Unggeh
Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Metode yang di gunakan
dalam penentuan lokasi adalah purposive sampling yang dibagi menjadi 4 stasiun
Universitas Sumatera Utara
6
yang berada pada beberapa lokasi bedasarkan kenampakan visual kerapatan
lamun. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (Skala dicetak pada kertas A4)
Stasiun I
Pada lokasi ini terdapat lamun yang memiliki karakteristik yang unik yaitu
berpencar dan tidak terlalu rapat. Stasiun I terletak pada koordinat N 1°34ꞌ
26,88ꞌꞌdan E 98°45ꞌ40,25ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun I dapat dilihat pada Lampiran 4.
Stasiun II
Stasiun ini merupakan daerah berbatu di pinggiran pantai pulau Unggeh
disini terdapat hamparan lamun yang cukup rapat. Stasiun II terletak pada
koordinat N 1°34ꞌ 32,71ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ37,38ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun 2 dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
7
Stasiun III
Stasiun III memiliki kerapatan yang tinggi apabila dilihat secara visual,
posisinya dekat dengan bagan tancap. Stasiun III terletak pada koordinat N 1°34ꞌ
24,37ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ 39,27ꞌꞌ. Foto lokasi stasiun III dapat dilihat pada Lampiran 4.
Stasiun IV
Stasiun IV memiliki kerapatan yang tinggi apabila dilihat secara visual.
Stasiun IV terletak pada koordinat N 1°34ꞌ 24,22ꞌꞌ dan E 98°45ꞌ 38,06ꞌꞌ. Foto lokasi
stasiun IV dapat dilihat pada Lampiran 4.
Prosedur Penelitian
Pengamatan Lamun
Berdasarkan metode yang diperkenalkan Rahmawati dkk., (2014),
pengambilan data setiap stasiun dilakukan pada tiga transek dengan panjang
masing-masing 100 m dan jarak kuadrat antara satu transek yaitu 50 m sehingga
total luasannya 100 × 100 m2. Jarak antara kuadrat satu dengan yang lainya adalah
10 m. Titik awal transek diletakan pada pertama kali lamun dijumpai dari arah
pantai.Pada penilaian tutupan lamun minimal lamun menutupi kuadrat 1/4 kotak
dan kelipatannya sampai memenuhi kotak kuadrat. Skema transek kuadrat di
padang lamun dapat dilihat pada Gambar 3.Langkah Kerja Pengambilan Sampel
Lamun, Makrozoobentos dan Pengukuran Kualitas Air terlampir pada Lampiran
4.
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 3. Skema Transek Kuadrat di Padang Lamun (Rahmawati dkk., 2014).
Analisis Data
Perhitungan kerapatan dan tutupan lamun menggunakan metode
ditetapkan Rahmawati dkk., (2014) lalu diolah menggunakan perangkat Microsoft
Excel. Dengan tahap mencari tutupan per kuadrat, per stasiun, hingga per lokasi,
begitu juga dalam menentukan kerapatan lamun.
Menghitung Penutupan Lamun dalam Satu Kuadrat
Persentase penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah menjumlah nilai
penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya dengan
jumlah kotak kecil yaitu 4. Rumus menghitung persentase tutupan lamun dalam
kotak kecil penyusun kuadrat adalah sebagai berikut (Rahmawati dkk., 2014):
Persentase penutupan lamun=
Jumlah penutupan lamun per kotak kecil
4
Tabel 2. Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Penyusun Kuadrat
Kategori
Nilai Penutupan Lamun(%)
Tutupan penuh
100
Tutupan 3/4 kotak kecil
Tutupan 1/2 kotak kecil
Tutupan 1/4 kotak kecil
Kosong
Sumber : Rahmawati dkk., (2014).
75
50
25
0
Universitas Sumatera Utara
9
Menghitung Rata-rata Penutupan Lamun per Stasiun
Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun adalah
menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada seluruh transek di dalam satu
stasiun kemudian dibagi dalam jumlah kuadrat pada stasiun tersebut. Perhitungan
penutupan
lamun
per
stasiun
menggunakan
sebagai
berikut
(Rahmawati dkk., 2014):
Jumlah penutupan lamun
seluruh transek
Rata-rata penutupan lamun(%)=
Jumlah kuadrat seluruh transek
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun merupakan jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas.
Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus (Rahmawati dkk., 2014):
Kerapatan Lamun=
Kerapatan lamun
Angka 4
Jumlah jenis
×4
Tegakan lamun
= Jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas (individu/m2)
= Konstanta untuk konversi 50 × 50 cm2 ke 1 m2
Analisis Substrat
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu :
1.
Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi
pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.
2.
Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi
presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di
titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi
presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.
Universitas Sumatera Utara
10
3.
Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang
dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat
menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
(Ritung dkk., 2007)
Pengambilan Sampel Makrozoobentos
Penentuan area sampling dengan menggunakan metode Purposive
Sampling yang didasarkan pada pertimbangan kondisi lingkungan. Pada setiap
stasiun 3 sub titik sampling (sub stasiun) yang dapat mewakili keadaan kerapatan
lamun tersebut. Pengambilan sampel makrozoobentos tiap stasiun dilakukan pada
tiap titik dengan menggunakan transek kuadrat 50 x 50 cm dengan 3 kali
pengulangan (per 30m). Skema pengambilan sampel makrozoobentos di padang
lamun dapat dilihat pada Gambar 5.Langkah Kerja Pengambilan Sampel terlampir
pada Lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
11
Gambar 5. Skema Pengambilan Sampel Makrozoobentos di Padang Lamun
Sedimen diambil dengan menggunakan sekop yang memiliki bukaan 20
cm x 20 cm, setelah itu sampel makrozoobentos disaring dengan menggunakan
sieve net ukuran 1 mm. Organisme yang tersaring kemudian dimasukkan ke
dalam kantong sampel, sedangkan organisme yang mudah hancur seperti cacing
dimasukkan ke dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% dan dipisahkan
antara makrozoobentos dengan sedimen.
Sampel yang telah disortir kemudian akan diidentikasi menggunakan
makroskop atau lup dengan bantuan buku identifikasi makrozoobentos. Buku
identifikasi makrozoobentos adalah Carpenter dan Niem (1998).
Analisis Data
Kepadatan Makrozoobentos
Kepadatan organisme makrozoobentos dihitung dengan menggunakan
rumus Shanon-Wiener (Odum, 1993).
�=
10000
× Σ��
��
Universitas Sumatera Utara
12
Keterangan :
K
: Kepadatan Individu (Ind/m2 )
Ʃxi
: total individu pada transek (ind)
n
: jumlah ulangan tiap stasiun (9 kali)
a
: luas transek kuadran (50 cm × 50 cm) = 2500 cm2
10000 : nilai konversi dari cm2 ke m2
Indeks Keanekaragaman Jenis Makrozoobentos
Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik tingkatan komunitas
berdasarkan organisasi biologinya, dan akan menyatakan struktur komunitasnya.
Keanekaragaman makrozoobentos dapat dihitung dengan menggunakan Indeks
Shannon-Wiener (Odum, 1993).
�
Hꞌ = − � Pi ln Pi
Keterangan:
H’
: Indeks keanekaragaman jenis
Pi
: ni/N (Proporsi spesies ke-i)
ni
: jumlah individu jenis
N
: jumlah total individu
�=1
Menurut Wilhm dan Dorris (1986), kriteria indeks keanekaragaman dibagi
dalam 3 kategori yaitu:
H’ < 1
: Kenekaragaman jenis rendah
1 < H’ < 3
: Keanekaragaman jenis sedang
H’ > 3
: Keanekaragaman jenis tinggi
Indeks Keseragaman
Indeks
keseragaman
organisme
makrozoobentos
dihitung
dengan
menggunakan rumus Evennes Indeks (Odum, 1993).
�=
�′
���
Universitas Sumatera Utara
13
Keterangan:
E
: Indeks keseragaman jenis
H’
: Indeks keanekaragaman jenis
S
: jumlah jenis organisme
Menurut Krebs (1989) besarnya indeks keseragaman jenis berkisar antara
0 sampai dengan 1.
Keterangan:
E < 0,4
: Keseragaman jenis rendah
0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis sedang
E > 0,6
: Keseragaman jenis tinggi
Indeks Dominansi
Indeks
dominasi
organisme
makrozoobentos
dihitung
dengan
menggunakan rumus (Odum, 1993).
ni 2
�= Σ� �
N
Keterangan:
C
: Indeks dominansi
ni
: jumlah individu setiap spesies
N
: jumlah total individu
Kriteria indeks dominansi menurut Odum (1993) :
0
< C < 0,5 : Tidak ada jenis yang mendominansi
0,5 < C < 1
: Terdapat jenis yang mendominansi
Hubungan Kerapatan Lamun dengan Makrozoobentos
Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk menguji seberapa besar variasi variabel
tak bebas dapat diterangkan oleh variabel bebas dan menguji apakah estimasi
parameter tersebut signifikan atau tidak. Rumus yang digunakan Steel dan Torrie
(1980) adalah :
Universitas Sumatera Utara
14
Y = a + bx
Keterangan :
Y
: Kepadatan Makrozoobenthos
X
: Kerapatan Mangrove
a
: Konstanta
b
: Slope
Analisis Korelasi
Uji korelasi yang digunakan pada penelitian ini merupakan uji korelasi
pearson (r). nilai r, berkisar antara 0,0 (ada korelasi) sampai dengan 1,0 (korelasi
yang sempurna). Interpretasi indeks korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Interpretasi Koefisien Korelasi (r)
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
Sangat lemah
0,20 – 0,399
Lemah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,000
Sangat kuat
Sumber : Steel and Torrie (1980)
Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengambilan data kualitas air dilakukan hanya sekali sebelum transek
lamun di lakukan. Pengukuran kualitas air dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengukuran Parameter Fisika-Kimia perairan
Parameter
Satuan
Alat
Suhu
°C
Termometer
Kedalaman
cm
Tongkat Berskala
Kecerahan
%
Secchi disc
Fisika
Substrat
Uji Laboratoriun
Salinitas
ppm
Refraktometer
Arus
m/s
Bola Duga
pH
pH meter
DO
mg/l
DO Meter
Kimia
Nitrat
mg/l
Sprektofotometri
Posfat
mg/l
Sprektofotometri
Tempat Analisis
In Situ
In Situ
In Situ
Ex Situ
In Situ
In Situ
In Situ
In Situ
Ex Situ
Ex Situ
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Spesies Lamun
Spesies lamun yang di dapatkan pada pulau Unggeh kecamatan Badiri,
Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara adalah:
•
Enhalus acoroides (Ea)
Morfologi Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 6.Enhalus
acoroides memiliki daun panjang seperti pita dan serabut hitam pada Rhizoma
nya.
Gambar 6.a.) Morfologi Enhalus Acoroides b.)Bentuk Buah dan Daun c.)Petak
Transek pada Pengambilan Data.
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Waycott, dkk (2004), klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Hidrocharitales
Famili
: Hydrocharitaceae
Genus
: Enhalus
Species
: Enhalus acoroides
•
Cymodocea serrulata (Cs)
Morfologi Cymodocea serrulata meliki daun ujung nya bergerigi seperti
pada Gambar 7, setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun saja.
Gambar 7.a.) Morfologi Cymodocea serrulata b.)Bentuk Daun c.)Petak Transek
pada Pengambilan Data.
Universitas Sumatera Utara
31
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Potamogetonales
Famili
: Potamogetonaceae
Genus
: Cymodocea
Species
: Cymodocea serrulata
•
Halodule pinifolia (Hp)
Morfologi Halodule pinifolia pada Gambar 8.memiliki ujung daun
membentuk bulat dan ada bekas luka di tengah nya. Setiap tegakan memiliki dua
sampai tiga helai daun.
Gambar 8. a), Morfologi Halodule pinifolia b), Bentuk Daun c), Petak Transek
pada Pengambilan Data.
Universitas Sumatera Utara
32
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Division
: Angiospermae
Class
: Liliopsida
Order
: Potamogetonales
Family
: Potamogetonaceae
Genus
: Halodule
Species
: Halodule pinifolia
Parameter Fisika-Kimia Perairan
Setiap jenis biota lamun dan makrozoobentos memiliki kisaran parameter
fisika-kimia air yang berbeda, dikarenakan faktor-faktor tersebut merupakan
faktor pendukung maupun pembatas untuk hidup lamun dan makrozoobentos itu
sendiri. Dari hasil pengukuran parameter Fisika-Kimia air yang di lakukan di
Pulau Unggeh , maka hasil pengukuran parameter tersebut dapat di lihat di Tabel
5.
Parameter Fisika yang diukur adalah Suhu, Kedalaman, Salinitas,
Kecerahan, Substrat dan Arus. Suhu yang terukur pada seluruh stasiun adalah
sebesar 32oC. Kedalaman perairan pada Stasiun I adalah sebesar 104 cm, pada
Stasiun II adalah sebesar 38 cm, pada Stasiun III adalah sebesar 71 cm, dan pada
Stasiun IV adalah sebesar 79 cm. Kecerahan yang terukur berkisar pada 100%
atau dengan kata lain dapat dengan jelas terlihat hingga ke dasar perairan.
Salinitas yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 29 ppm, pada Stasiun II
adalah sebesar 27 ppm, pada Stasiun III adalah sebesar 30 ppm, dan pada Stasiun
IV adalah sebesar 30 ppm. Arus yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 0,067
Universitas Sumatera Utara
33
m/s, pada Stasiun II adalah sebesar 0,05 m/s, pada Stasiun III adalah sebesar
0,034 m/s, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 0,025 m/s, arus terkuat berada pada
Stasiun II. Jenis substrat yang ditemukan pada empat stasiun keseluruhan
merupakan substrat berpasir. Hasil Pengukuran Fisika-Kimia air dapat dilihat
pada Tabel 5.
Parameter Kimia yang diukur adalah pH, DO, Nitrat dan Posfat.pH yang
terukur pada Stasiun I adalah sebesar 7,91, pada Stasiun II adalah sebesar 7,91,
pada Stasiun III adalah sebesar 7,94, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 7,99. pH
berkisar antara 7,91- 7,99. DO yang terukur pada Stasiun I adalah sebesar 4,7
mg/l, pada Stasiun II adalah sebesar 4,6 mg/l, pada Stasiun III adalah sebesar 4
mg/l, dan pada Stasiun IV adalah sebesar 5,4 mg/l. DO berkisar antara 4-5,4 mg/l.
Nitrat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran 4,5-4,6 mg/l.
Posfat yang terukur berdasarkan pengujian adalah pada kisaran 5 mg/l, dan pH 7-8,5. Hal ini memperkuat bahwa kadar DO dan pH
yang terukur di perairan Pulau Unggeh masih dapat mendukung kehidupan biota
laut di ekosistem lamun. Hal ini juga diungkapkan oleh Latuconsina dkk., (2012)
yang menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut yang optimal bagi pertumbuhan
ikan adalah di atas 5 mg/l sampai batas kompensasi.
Kadar Nitrat dan Posfat yang terukur pada setiap stasiun berkisar pada 4,54,6 mg/l untuk Nitrat dan