Efektivitas Terhadap Pengutipan Pajak Parkir dalam Hubungannya dengan Peningkatan Pendapatan Daerah di Kota Medan menurut Perda Kota Medan No. 10 Tahun 2011

37

BAB II
METODE PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR TERHADAP
PENINGKATAN PENDAPATAN DAERAH DI KOTA MEDAN

A. Tinjauan Umum Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Pasal 1 angka 18 Undang-undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD
merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang juga berasal dari hasil
pengelolaan kekayaan daerah, di mana penerimaan daerah itu juga meliputi dana
perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana perimbangan dan lain-lain pendapatan
akan dibahas dalam sub bab selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

38

PAD berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memiliki tujuan yakni “memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai
perwujudan Desentralisasi”. Wujud dari desentralisasi adalah pemberian sumbersumber penerimaan bagi daerah yang dapat digunakan sendiri sesuai dengan potensi
daerah. Kewenangan daerah untuk memungut pajak dan retribusi diatur dalam
undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No.66
Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Peraturan pelaksanaan dari Undang–undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah selain Peraturan
Pemerintah Nomor 91 Tahun 20102tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut
Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak hingga
saat ini belum diterbitkan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, daerah diberikan kewenangan untuk
memungut 11 jenis pajak dan 28 jenis retribusi. Pungutan pajak dan retribusi daerah
yang berlebihan dalam jangka pendek dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah,
namun dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada
akhirnya akan menyebabkan menurunnya Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi


Universitas Sumatera Utara

39

beberapa jenis: 24
1. Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
2. Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi
daerah.
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah
yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil
Perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Berikut ini akan dijabarkan pajak daerah dan retribusi daerah sebagai sumber
penerimaan daerah sekaligus merupakan pendapatan asli daaerah.
a. Pajak Daerah
Ada beberapa defenisi pajak yang diungkapkan oleh sarjana yang ahli
dibidang perpajakan, seperti pendapat Adrian sebagaimana dikutip oleh Bohari
memberikan definisi yang berbunyi sebagai berikut:25
Pajak ialah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi
kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
pemerintah.
Selain itu Smeeths juga memberikan definisi pajak yakni “Pajak adalah
prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat
dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal
membiayai pengeluaran pemerintah”. 26
Pajak daerah sebagai bagian dari sumber pendapatan asli daerah merupakan
kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
24

Abdul Halim, Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3. (Jakarta:
Salemba, 2007), hal. 107.
25
H. Bohari. Pengantar Hukum Pajak.(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 8.
26
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

40


bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Hal ini tertuang dalam pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Ketentuan mengenai pajak tersebut merupakan amanat dari Pasal 23A UUD
1945, di mana pasal tersebut menyatakan bahwa: “Pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Ketentuan
lebih lanjut mengenai undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor
28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Dalam urusan pajak
daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengurus daerahnya masingmasing termasuk didalamnya untuk urusan keuangan daerah (termasuk di dalamnya
pajak daerah) sebagaimana ditentukan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewenangan tersebut sesuai dengan asas
desentralisasi. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, yang menjadi
kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu jenis pajak daerah yang dimaksud tersebut adalah pajak parkir.
Pajak parkir berdasarkan Pasal 1 Angka 31 Undang-undang 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah “pajak atas penyelenggaraan tempat parkir
di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang

Universitas Sumatera Utara

41

disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor”.
Pajak parkir diharapkan dapat memiliki peranan yang berarti dalam
pembiayaan pembangunan daerah. Parkir pada saat ini sangatlah diperlukan karena
untuk menjaga keamanan kendaraan. Bukan hanya untuk menjaga keamanan saja
tetapi juga untuk keteraturan dan kenyamanan suatu tempat.
Objek pajak parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,
baik yang disediakan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor
yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan
pajak parkir adalah:27
1)
2)

3)
4)
5)

Gedung Parkir
Peralatan Parkir
Garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran
Tempat penitipan kendaraan bermotor
Bukan objek pajak parkir
Pada pajak parkir, tidak semua penyelenggaraan parkir dikenakan pajak. Ada

beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak berdasarkan Pasal 3 ayat (2)
Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yaitu :
1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah
penyelenggaraan tempat parkir oleh BUMN dan BUMD dikecualikan sebagai
objek pajak parkir.
2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kendaraan, konsulat, perwakilan negara
asing, dan perwakilan lembaga internasional dengan asas timbal balik.
3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan peralatan daerah,
27


http://share.pdfonline.com/dbfb3928326b428e9cf701a856268cb0/Pajak%20Parkir%20acak
%27n.htm, diakses tanggal 12 Juli 2013.

Universitas Sumatera Utara

42

antara lain penyelenggaraan tempat parkir ditempat peribadatan dan sekolah dan
'tempat-tempat lainnya yang diatur lebih lanjut oleh bupati dan walikota.
Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang
seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir. Dasar pengenaan pajak
didasarkan pada klasifikasi tempat parkir, daya tampung dan frekwensi kendaraan
bermotor, setiap kendaraan bermotor yang parkir ditempat parkir diluar badan jalan
akan dikenakan tarif parkir yang ditetapkan oleh pengelola.
Tarif parkir ini merupakan pembayaran yang harus diserahkan oleh pengguna
tempat parkir untuk pemakaian tempat parkir. Tarif parkir yang ditetapkan oleh
pengelola tempat parkir diluar badan jalan yang memungut bayaran disesuaikan
dengan tarif parkir yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dalam hal ini kota Medan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak

Parkir.
b. Retribusi Daerah
Walaupun sama-sama memungut uang dari masyarakat, pada prinsipnya pajak
dan retribusi itu tidak sama. Retribusi Daerah berdasarkan Pasal 1 Angka 64 Undangundang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau Badan.
Defenisi tersebut menunjukkan adanya timbal balik langsung antara pemberi
dan penerima jasa. Hal ini berbeda dengan pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

43

oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Berdasarkan perbedaan dalam definisi antara pajak daerah dan retribusi
daerah tersebut dapat dicontohkan perbedaan aplikasinya, jika seseorang adalah
pemilik kendaraan bermotor (misalkan mobil atau motor), harus tetap membayar

Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) walaupun pemerintah daerah tidak memperbaiki
jalan yang rusak, tidak memperbaiki sarana dan prasarana lalu lintas. Juga tetap harus
membayar PKB walaupun dalam setahun kendaraan tidak berjalan dan tetap berada di
rumah.
Sebaliknya dalam retribusi terjadi timbal balik langsung antara pemberi dan
penerima jasa, seseorang pribadi atau badan yang telah menggunakan atau menerima
jasa yang diberikan oleh pemerintah wajib untuk membayar pungutan retribusi yang
telah ditetapkan. Aplikasinya, dalam pungutan retribusi parkir hanya pemilik
kendaraan bermotor yang memarkirkan kendaraannya yang wajib untuk membayar
parkir. Jika memiliki kendaraan dan selama bertahun-tahun tidak pernah berjalan
(tidak pernah parkir), tidak wajib untuk dipungut retribusinya. Jika parkir di halaman
rumah sendiri, tidak dikenakan retribusi.
Berdasarkan defenisi dan contoh di atas dapat diketahui bahwa terdapat
perbedaan antara pajak daerah dan retribusi daerah yakni:
1) Pajak daerah tidak memperoleh timbal balik secara langsung, sedangkan
retribusi memperoleh timbal balik secara langsung.

Universitas Sumatera Utara

44


2) Pajak daerah dapat dipaksakan, sedangkan retribusi tidak.
Retribusi tidak lain merupakan pemasukan yang berasal dari usaha-usaha
Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang ditujukan untuk
memenuhi kepentingan warga masyarakat baik individu maupun badan atau korporasi
dengan kewajiban memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas
daerah. Adanya izin dari pemerintah daerah terkait dengan parkir, maka pemerintah
daerah berhak untuk menerima retribusi dari masyarakat sebagai pengguna parkir,
sehingga dengan demikian masyarakat selain mendapatkan haknya untuk
mendapatkan layanan jasa parkir juga memiliki kewajiban untuk memberikan
retribusi. Daerah kabupaten/kota diberi peluang dalam menggali sumber-sumber
keuangannya dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan di dalam
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
Retribusi dapat digolongkan atas tiga golongan, yaitu Retribusi Jasa Umum;
Retribusi Jasa Usaha; dan Retribusi Perizinan Tertentu.28
1) Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum
serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis Retribusi Jasa

Umum antara lain; Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan
Kebersihan/Persampahan; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu
Penduduk dan Akte Catatan Sipil dan lain-lain.
2) Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh
28

Suparman Zen Kemu. Analisis Usulan Pembentukan Perda Mengenai Retribusi Perizinan
Pembuangan Limbah Cair Sebagai Langkah Pencegahan Polusi Limbah Cair di Daerah. Jurnal
Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol.9 No.4. hal. 96. Desember 2005.

Universitas Sumatera Utara

45

Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Jenis retribusi jasa usaha antara lain;
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Pasar Grosir dan/atau
Pertokoan; Retribusi Tempat Pelelangan dan lain-lain.
3) Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah
Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang
dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan,
atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumberdaya alam, sarana,
prasarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan
menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu terdiri
dari; Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan
Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Gangguan; dan Retribusi Izin Trayek.
Sejak diterbitkannya PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, daerah
dapat menerapkan berbagai jenis retribusi lainnya sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan dalam undang-undang. Jenis retribusi lainnya tersebut misalnya adalah
penerimaan negara bukan pajak yang telah diserahkan kepada daerah. Ketentuan
inilah yang membuka peluang bagi daerah untuk menerbitkan peraturan daerah
mengenai jenis retribusi yang pada akhirnya dibatalkan oleh Pemerintah Pusat karena
dianggap mengganggu iklim investasi di daerah dan memberatkan pelaku usaha. 29
Pelaku usaha yang melakukan kegiatan investasi di daerah dibebani dengan retribusi
atas izin usaha yang mereka peroleh yang memberatkan pelaku usaha tersebut.
Retribusi daerah memberikan peranan yang terbesar dalam pembentukan
pendapatan asli daerah. Obyek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan daerah atau
jasa usaha tertentu yang disediakan oleh pemberintah daerah. Jasa pelayanan yang
dipungut retribusinya hanya jenis-jenis jasa pelayanan menurut pertimbangan sosial
ekonomi layak untuk dijadikan obyek retribusi.
29

Ahmad Yani. Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia.
(Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2002), hal. 63.

Universitas Sumatera Utara

46

1. Perimbangan Keuangan
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
berdasarkan Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah adalah
suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan,
dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan
memper-timbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan
penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Salah satu penerimaan
daerah dalam rangka penyelengaraan desentralisasi adalah pendapatan daerah.
Selanjutnya pendapatan daerah juga meliputi Dana Perimbangan. Dana
perimbangan berdasarkan Pasal 1 angka 19 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana
perimbangan tersebut diperuntukkan untuk: (i) menjamin terciptanya perimbangan
secara vertikal di bidang keuangan antar tingkat pemerintahan; (ii) menjamin
terciptanya perimbangan horizontal di bidang keuangan antar pemerintah di tingkat
yang sama; (iii) dan menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah
yang sejalan dengan kepentingan nasional. 30 Dana Perimbangan terdiri atas Dana

30

Deny Rizky Kurniawan. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)
Kota Surabaya,

Universitas Sumatera Utara

47

Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
2. Pinjaman
Menurut Pasal 169 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan

Daerah, untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah,

pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan
masyarakat. Pinjaman yang bersumber dari pemerintah sesuai dengan Pasal 10 ayat
(2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman
Daerah diberikan melalui Menteri, yang berasal dari APBN termasuk dana investasi
Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar
Negeri.
Pinjaman Daerah berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah adalah “semua transaksi yang
mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang
bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar kembali”. Selanjutnya Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah menentukan bahwa “pinjaman daerah
merupakan alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit
APBD, pengeluaran pembiayaan dan/atau kekurangan arus kas, di mana pinjaman
daerah tersebut menurut Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011
http://denyrizkykurniawan.wordpress.com/2012/11/29/dana-alokasi-umum-dau-dana-alokasi-khususdak-dan-pendapatan-asli-daerah-pad-kota-surabaya/, diakses tanggal 12 September 2013, jam 15.00
Wib.

Universitas Sumatera Utara

48

tentang Pinjaman Daerah merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka
melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jenis Pinjaman Daerah menurut Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah terdiri atas Pinjaman Jangka Pendek, Jangka
Menengah dan Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek tersebut dalam Pasal 12
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan
Pinjaman Daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran, dimana
kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban
lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan serta
bersumber dari Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga
keuangan bukan bank, yang digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas.
Selanjutnya Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang
Pinjaman Daerah menentukan bahwa:
“pinjaman jangka menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka
waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, dimana kewajiban pembayaran
kembali meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya
seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa
jabatan gubernur, bupati, atau walikota yang bersangkutan serta bersumber
dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan
lembaga keuangan bukan bank yang digunakan untuk membiayai pelayanan
publik yang tidak menghasilkan penerimaan”,
Sedangkan Pinjaman Jangka Panjang menurut Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor
30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah merupakan:
“Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun anggaran di
mana kewajiban pembayaran kembali meliputi pokok pinjaman, bunga,

Universitas Sumatera Utara

49

dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran
berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan
serta bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan
bank, lembaga keuangan bukan bank dan masyarakat.
3. Pendapatan Daerah yang lain
Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi yaitu
terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri,
mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.
Pembangunan Daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional,
maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan dana untuk membiayai pembangunan.
Untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan dan mengurus rumah
tangganya sendiri, maka Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk menggali
sumber-sumber keuangan yang ada di daerah. Untuk

itu Pemerintah Pusat

memberikan wewenang kepada Pemerintah daerah (Desentralisasi). Sejalan dengan
desentralisasi

tersebut,

aspek

pembiayaannya

juga

ikut

terdesentralisasi.

Implikasinya, daerah dituntut untuk dapat membiayai sendiri biaya pembangunannya.
Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga
Pendapatan Daerah yang lain yang dapat diperoleh antara lain melalui sumbangan,
hibah dan dana darurat. Berikut ini akan dijabarkan ketiga hal tersebut.
a. Sumbangan
Pertumbuhan

dan

perkembangan

pembangunan

dikota

medan

perlu

Universitas Sumatera Utara

50

ditingkatkan sesuai sengan semangat otonomi daerah, sehingga diperlukan upaya
untuk menggali potensi pendapatan asli daerah melalui partisipasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat tersebut dapat berbentuk sumbangan pihak ketiga. Sumbangan
pihak ketiga menurut Pasal 1 Huruf i Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun
2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah adalah
“pemberian pihak ketiga kepada daerah secara ikhlas, dan tidak mengikat, berupa
uang atau disamakan dengan uang maupun barang, baik bergerak maupun tidak
bergerak yang diperolehnya oleh pihak ketiga tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Pemerintah daerah menurut Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga
Kepada Daerah dapat menerima sumbangan dari pihak ketiga yang dapat berupa
pemberian donasi, wakaf, hibah, infaq. Sumbangan pihak ketiga yang diterima oleh
pihak pemerintah daerah dipergunakan untuk kepentingan daerah, khususnya untuk
pembangunan daerah sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Penerimaan Sumbangan Pihak Ketiga Kepada Daerah.
b. Hibah
Pendapatan hibah berdasarkan Pasal 44 ayat (1) Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah Daerah
menurut Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah
Daerah adalah “pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau

Universitas Sumatera Utara

51

pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya dan dilakukan melalui perjanjian”.
Hibah Daerah di dalam Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2012 tentang Hibah Daerah meliputi:
1) Hibah kepada Pemerintah Daerah;
2) Hibah dari Pemerintah Daerah.
Hibah kepada Pemerintah Daerah merupakan salah satu sumber penerimaan Daerah
untuk mendanai penyelenggaraan urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012
tentang Hibah Daerah. Hibah dari Pemerintah Daerah menurut Pasal 1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah dapat diberikan
kepada:
1) Pemerintah;
2) Pemerintah Daerah lain;
3) badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau
4) badan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum
Indonesia.
c. Dana Darurat
Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar
biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber

Universitas Sumatera Utara

52

APBD sesuai dengan Pasal 46 ayat (1) Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Selanjutnya Dana Darurat menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2012 Tentang Dana Darurat adalah “dana yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami
bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa”.
Dana darurat digunakan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pada tahap pascabencana yang menjadi kewenangan Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, dimana kegiatan tersebut adalah untuk pemulihan
fungsi Pelayanan Publik yang dilakukan badan usaha milik daerah, Dana Darurat
dapat diteruskan oleh Pemerintah Daerah kepada badan usaha milik daerah yang
melaksanakan fungsi Pelayanan Publik, hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor

44 Tahun 2012 Tentang Dana Darurat.

Pemerintah Daerah yang daerahnya mengalami Bencana Nasional dan/atau Peristiwa
Luar Biasa berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2012
Tentang Dana Darurat dapat mengajukan permintaan Dana Darurat kepada Menteri
dengan melampirkan paling sedikit Kerangka Acuan Kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana beserta Rencana Anggaran Biaya.

B. Sistem Pemungutan Pajak Parkir
Sistem Pemungutan pajak menurut Rimsky K. Judisseno secara umum ada

Universitas Sumatera Utara

53

empat, yaitu: 31
1. Official Assessment System
2. Semi Self Assessment System
3. Full Self Assessment System
4. Withholding System
Adapun penjelasan di atas adalah sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pemungut pajak.
Sistem ini pada umumnya diterapkan pada pengenaan pajak langsung. Dalam hal ini
wajib pajak bersifat pasif karena utang pajak baru timbul setelah dikeluarkan surat
ketetapan pajak oleh fiskus. Dan dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.
Sistem diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB), dimana
KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terutang
setiap tahun. Jadi wajib pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar
PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan olek
KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar.
Dalam system ini wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus
berhak menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan
mengeluarkan surat ketetapan pajak, yang merupakan bukti timbulnya suatu utang

31

Rimsky K. Judisseno, Pajak & Strategi Bisnis: Suatu Tinjauan tentang Kepastian Hukum
dan Penerapan Akuntansi di Indonesia. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2005), hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

54

pajak.
2. Semi Self Assessment System
Semi self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada
pada kedua belah pihak yaitu Wajib Pajak dan Fiskus.
3.

Full Self Assessment System

Sistem pembayaran yang berlaku saat ini dilandasi oleh sistem pemungutan
dimana Wajib Pajak boleh menghitung dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang
harus disetorkan, sistem ini dikenal dengan sebutan full self assessment system. dari
pengertian ini jelas penekanannya adalah Wajib Pajak harus aktif menghitung dan
melaporkan jumlah pajak terutangnya tanpa campur tangan dari fiscus.
4. Withholding System
Withholding system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pihak
ketiga dan bukan fiscus maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri. 32 Dalam sistem ini
wajib pajak sifat aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri,
sedangkan fiskus hanya memberi penerangan, atau sebagai verifikasi.
Sedangkan menurut Yusdianto Prabowo di dalam sistem pemungutan pajak di
Indonesia terdapat dua sistem, adalah sebagai berikut:33
1. Official Assessment System
32

Ibid.
http://katahatiku2012.blogspot.com/2013/03/definisi-pajak.html.,
Agustus 2013.
33

diakses

tanggal

27

Universitas Sumatera Utara

55

2. Self Assessment System
Adapun penjelasan di atas ialah sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
(WP).
Ciri-cirinya adalah:
a.

Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus

b.

Wajib pajak bersifat pasif

c.

Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciricirinya ialah sebagai berikut:
a.

Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.

b.

Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.

c.

Fiskus tidak menentukan besarnya pajak terutang, tetapi bersifat
mengawasi dan mengoreksi perhitungan yang disajikan oleh Wajib Pajak.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dalam pemungutan pajak parkir di Kota
Medan digunakan kebijakan self assessment system yang diharapkan dapat

Universitas Sumatera Utara

56

memudahkan wajib pajak dalam memungut pajaknya yang terhutang. Kebijakan self
assessment system yaitu membebaskan warga untuk menghitung sendiri tanggungan
pajaknya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun
2011 tentang Pajak Parkir. Setiap wajib pajak melaporkan/menyampaikan pajaknya
setelah mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) kepada walikota

34

yang

selanjutnya diawasi penyetorannya oleh aparat pemungut pajak/fiskus. 35Tarif pajak
parkir yang harus dibayarkan oleh wajib pajak parkir tersebut ditetapkan paling tinggi
sebesar 20% (dua puluh persen) 36 dan ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten /
kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan pemberian keleluasaan kepada
pemerintah kabupaten / kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai
dengan kondisi misalnya daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah
kota/kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang
mungkin berbeda dengan kota / kabupaten lainnya, asalkan tidak lain dari 20%.37

C. Mekanisme Pengelolaan Pajak Parkir dalam Peningkatan
Daerah di Kota Medan

Pendapatan

1. Pengelolaan Pajak Parkir Oleh Pemerintah Kota Medan
Pengelolaan sebagai kaitan dari fungsi manajemen dalam kaitannya dengan
pengelolaan pajak parkir yaitu menyangkut perencanaan, pelaksanaan dan
34

Pasal 11 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak

35

Pasal 1 Angka 13 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak

Parkir.
Parkir.
36

Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
Pajak Parkir http://share.pdfonline.com/ dbfb3928326b428e9cf7 01a856268cb0/
Pajak%20Parkir%20acak'n.htm, diakses tanggal 20 Mei 2013. Lihat juga Pasal 6 ayat (1), (2) dan ayat
(3) Perda Walikota Medan No. 10 Tahun 2011.
37

Universitas Sumatera Utara

57

pengawasan. Pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan perencanaan adalah
kegiatan dalam menentukan target yang ingin dicapai dari pajak daerah dalam satu
tahun anggaran, dengan indikator yaitu pendaftaran, pendataan dan penetapan.
Kemudian pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pelaksanaan adalah kegiatan
merealisasikan target yang telah ditetapkan atau memungut dana dari beberapa jenis
pajak daerah yang telah menjadi hak daerah.
Indikator yang menjadi ukuran dari kegiatan tersebut adalah kegiatan
penyetoran, pembukuan dan pelaporan, serta kegiatan penagihan. Sedangkan
pengelolaan yang dimaksud dalam kegiatan pengawasan adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah atau menghindari penyimpangan yang terjadi sehubungan
dengan rencana yang telah dibuat. Indikator yang menjadi ukuran adalah pengawasan
melekat dan pengawasan langsung.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya mengenai pengelolaan pajak
parkir harus mencakup aspek-aspek sebagai berikut : perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan. Aspek-aspek ini harus dilihat sebagai suatu kesatuan mengingat
keterikatannya satu sama lain sehingga sebuah pembahasan tentang pengelolaan
pajak daerah dengan sendirinya harus memasukkan ketiga aspek ini.
a. Perencanaan
Sebagai langkah awal pengelolaan pajak daerah maka kegiatan perencanaan
sangat menentukan upaya pengelolaan pajak daerah. Hal ini mudah dipahami karena
kegiatan tersebut akan menjadi dasar melakukan kegiatan selanjutnya. Sebagai dasar
untuk melakukan kegiatan selanjutnya maka berhasil tidaknya peningkatan pajak

Universitas Sumatera Utara

58

daerah sangat tergantung pada kegiatan perencanaan.
Kegiatan perencanaan yang dimaksud adalah kegiatan menentukan besarnya
target yang ingin dicapai dari pajak daerah untuk satu tahun anggaran. Seperti yang
telah diuraikan terdahulu bahwa untuk mengukur kegiatan perencanaan maka
indikator yang digunakan adalah kegiatan pendaftaran, pendataan dan kegiatan
penetapan.
1) Pendaftaran
Dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pajak, maka
langkah pertama yang perlu dilakukan dalam prosedur pendaftaran adalah menyusun
Daftar Induk Wajib Pajak yang memuat nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak
Daerah (NPWPD).
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun daftar induk wajib
pajak adalah diadakan penjaringan wajib pajak, disusun serta melakukan pengukuhan
dan penggolongan wajib pajak. Kemudian, kepada setiap wajib pajak yang telah
didaftar dan dikukuhkan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD)
yang secara permanen menjadi identitas wajib pajak yang bersangkutan dan berlaku
untuk semua jenis pajak daerah yang menjadi kewajibannya.
Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) merupakan identitas yang
diperlukan oleh setiap wajib pajak. Dengan identitas ini, wajib pajak dapat dengan
mudah menyelesaikan segala urusan yang berkaitan dengan pemenuhan segala urusan
yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakannya, baik mengenai
pembayaran pajak, kepindahan lokasi usaha ataupun kegiatan lain yang

Universitas Sumatera Utara

59

dipersyaratkan memiliki identitas perpajakan.

2) Pendataan
Kegiatan pendataan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
kegiatannya dengan pajak daerah dalam penerimaan pendapatan asli daerah, Karena
dari hasil pendataan dapat diketahui berapa besar jumlah potensi yang ada di
lapangan. Dengan data tersebut para pengambil kebijakan dapat membuat estimasi
dasar dalam menentukan berapa besar target penerimaan yang akan direncanakan
sebagai penerimaan daerah.
Pelaksanaan kegiatan pendataan merupakan kelanjutan dari kegiatan
pendaftaran, sehingga apa yang menjadi output dari kegiatan pendaftaran senantiasa
menjadi input pelaksanaan pendataan. Formulir pendaftaran yang telah diisi oleh
wajib pajak merupakan data yang diperlukan untuk menetapkan besarnya target
penerimaan per jenis pendapatan.
Pendataan ini berdasarkan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir dilakukan dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) yang diterima dan diisi
oleh wajib pajak. Untuk menjaga kelancaran kegiatan pendataan maka setiap wajib
pajak diberikan batas waktu (selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah
berakhirnya masa pajak) pengembalian SPTPD kepada DPPKAD (Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), apabila dalam jangka waktu tersebut wajib

pajak belum juga mengembalikan surat pemberitahuan (SPT), maka DPPKAD

Universitas Sumatera Utara

60

menempuh cara mulai dari pemberian surat peringatan kemudian dilanjutkan dengan
surat teguran sampai dengan penetapan secara jabatan dan apabila belum ada reaksi
maka akan dilakukan jemput paksa oleh Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Adapun data yang akan dijadikan dasar dalam menetapkan besarnya jumlah
penerimaan daerah, diperoleh dengan cara :
a.

Menyampaikan surat pemberitahuan (SPT), kepada seluruh wajib pajak yang
telah mendaftar

b. Melakukan pemeriksaan lapangan berdasarkan rencana pemeriksaan lapangan
yang telah ditentukan sebelumnya
c. Memanfaatkan data yang tercantum dalam daftar surat teguran sebagai hasil
pemantauan pembayaran pajak sesuai dengan batas waktu pembayaran yang telah
ditentukan dalam surat ketetapan pajak.
3) Penetapan
Setelah semua tahap dilaksanakan maka langkah selanjutnya adalah
menentukan target penerimaan. Data yang telah diperoleh dari kegiatan pendataan,
dicatat dalam kartu data sebagai hasil akhir yang akan dijadikan dasar bagi seksi
penetapan dalam menghitung besarnya target penerimaan pengelolaan pajak daerah.
Penentuan target penerimaan pendapatan pengelolaan pajak daerah didasarkan
atas perhitungan jumlah penerimaan sumber pajak daerah yang sebelumnya telah
dibuat kesepakatan antara pihak pengusaha dengan dinas pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset daerah.

Universitas Sumatera Utara

61

b. Pelaksanaan
Kegiatan pelaksanaan yang dimaksud adalah kegiatan mengaplikasikan target
yang telah ditetapkan melalui pemungutan pajak daerah. Untuk mengetahui sejauh
mana pelaksanaan kegiatan tersebut maka indikator yang digunakan adalah kegiatan
penyetoran, pembukuan dan pelaporan serta penagihan.
1) Penyetoran
Mekanisme pembayaran pajak yang diterapkan oleh DPPKAD Kota Medan
yaitu untuk menjamin kelancaran pembayaran pajak oleh para wajib pajak, maka
DPPKAD menugaskan petugas untuk turun langsung kelapangan guna memungut
pajak dari masyarakat.
Pajak yang telah dikumpulkan selanjutnya disetor kepada bendahara
DPPKAD. Bendahara inilah yang kemudian menyetor hasil pajak daerah di kas
daerah. Bendahara DPPKAD mempunyai tugas rutin yakni setiap akhir bulan
menyiapkan laporan realisasi penerimaan dan penyetoran uang untuk keperluan
pemeriksaan keuangan sehingga dapat dibandingkan dengan laporan keuangan yang
dibuat oleh seksi pelaporan.
Berikut ini sekedar untuk mengetahui perhitungan pajak parkir yang harus
dibayar/disetor oleh wajib pajak kepada DPPKAD berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir adalah sebagai berikut:
Tarif pajak parkir menurut Pasal 6 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun
2011 tentang Pajak Parkir ditetapkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

62

a) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima
jasa parkir dengan menggunakan tarif sewa parkir tetap dikenakan tarif
sebesar 20% (dua puluh persen) dari pembayaran;
b) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima
jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir progresif dikenakan pajak
parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pembayaran;
c) penyelenggara tempat parkir yang memungut sewa parkir kepada penerima
jasa parker dengan menggunakan tarif sewa parkir vallet dikenakan pajak
parkir sebesar 30% (tiga puluh persen) dari pembayaran.
Selanjutnya di dalam Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011
tentang Pajak Parkir ditentukan cara perhitungan pajak parkir:

a) Roda empat
1) untuk parkir tetap tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000;
2) untuk parkir progresif, tarif dasar maksimal adalah sebesar Rp 2.000 untuk
lima jam pertama, dan penambahan sebesar Rp 1.000 per satu jam
berikutnya;
3) untuk parkir vallet tarif dasar maksimal sebesar Rp 25.000;
b) Roda Dua tarif dasar tetap maksimal sebesar Rp 1.000.

2) Pembukuan dan Pelaporan
Kegiatan selanjutnya setelah penyetoran adalah pembukuan dan pelaporan.
Kegiatan pelaporan merupakan pekerjaan lanjutan setelah pembukuan dan
dilaksanakan setiap akhir periode bulanan, triwulan, semester, dan akhir tahun.
Seksi pembukuan selaku pelaksana akan menerima formulir atau daftar
sebagai dokumen yang akan dijadikan dasar dalam pencatatan dari seksi penetapan.
Dari hasil pencatatan tersebut akan diketahui jumlah penerimaan perjenis pajak,
begitu pula jumlah tunggakan baik perjenis pajak maupun perwajib pajak.

3) Penagihan

Universitas Sumatera Utara

63

Penagihan yang dimaksud disini adalah pelaksanaan penegakan hukum
terhadap wajib pajak yang tidak menaati peraturan, dalam hal ini belum melunasi
pajak yang terutang sampai dengan batas waktu yang sudah ditentukan dalam surat
ketetapan. Kegiatan penagihan dibedakan atas penagihan pasif dan penagihan aktif.
Penagihan pasif dimulai dari peringatan, teguran pertama, teguran kedua sampai pada
teguran ketiga, sedangkan penagihan aktif berupa proses paksa, penyitaan sampai
dengan lelang sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
85/PMK.03/2010 tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan
pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus.
c. Pengawasan
Pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kegiatan
bersama yang bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpanganpenyimpangan, pemborosan-pemborosan dan kegagalan-kegagalan dalam pencapaian
tujuan organisasi. Dalam kegiatan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Medan yang berusaha untuk memasukkan uang kedalam kas daerah dan
menutupi pengeluaran-pengeluaran daerah, termasuk di dalamnya penerimaan dari
Pajak Daerah. Apabila pengawasan dapat dilaksanakan dengan baik dalam
pengelolaan pajak daerah maka akan mewujudkan efesiensi, efektifitas dan
kehematan serta ketertiban.
Pengawasan pajak daerah merupakan tindakan yang sangat penting untuk
menghindari penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan yang ditetapkan dalam
memenuhi target yang direncanakan dalam Anggaran Pengelolaan Keuangan Belanja

Universitas Sumatera Utara

64

Daerah Kota Medan. Untuk itu Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kota Medan sebagai salah satu dinas otonom yang diserahi tugas mengelola
keuangan daerah dituntut untuk bekerja dengan sungguh-sungguh agar pemasukan
dari sektor Pengelolaan Keuangan daerah khususnya pajak daerah dapat meningkat
dari tahun ke tahun.
Pengawasan pajak daerah dalam bidang pajak parkir di kota Medan,
berdasarkan

hasil

wawancara,

diperlukan

pengawasan

dalam

pelaksanaan

pemungutan pajak parkir. Pengawasan pajak tersebut berguna agar diketahui omset
atau pendapatan yang sesungguhnya. Setelah dilakukan pengawasan, dilakukan
verifikasi untuk membantu target pajak parkir dan di dalam verifikasi itulah ada
temuan-temuan kurang bayar. Misalnya, dilaporkan Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah),
dengan self assesement maka dicek apakah benar. Ternyata pajak yang wajib disetor
Rp 6.000.000.- (enam juta rupiah), maka selisih Rp 3.000.000.- (tiga juta rupiah)
disebut pajak kurang bayar. 38
Bentuk pengawasan pajak daerah yang dilakukan oleh DPPKAD Kota Medan
sebagai berikut:
1) Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat yaitu serangakaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap
bawahannya baik secara preventif maupun represif. Pengawasan ini dilakukan mulai

38

Hasil wawancara dengan Bapak Sutan Partahi, Kepala Bagian Pajak Dinas Pendapatan
Kota Medan, tanggal 19 April 2013.

Universitas Sumatera Utara

65

dari Kepala DPPKAD sampai kepada Subseksi, Kepala UPTD, camat dan unit-unit
kerja yang terkait baik sistem pengelolaan maupun mekanisme penyetoran
berdasarkan fungsi dan tugasnya masing-masing.
2) Pengawasan Langsung
Pengawasan langsung yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau
aparat

penugasan

fungsional

dengan

mendatangi

langsung

objek

(tempat

penyelenggaraan parkir) yang diawasi baik pada waktu kegiatan yang sedang
berlangsung maupun sesudah kegiatan dilaksanakan.
2. Pengelolaan Pajak Parkir Melalui Perjanjian
Pemungutan pajak parkir tidak dapat diborongkan artinya seluruh proses
kegiatan pemungutan pajak parkir tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga,
walaupun demikian dimungkinkan antara lain pencetakan formulir perpajakan,
pengiriman suratnya kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek dan subjek
pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan
perhitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran pajak dan
penagihan pajak.
Terhadap pengelolaan perparkiran, biasanya kontrak pengelolaan perparkiran
dilakukan dalam bentuk perjanjian kerjasama. Diawali dengan kontrak penawaran
yang dilakukan oleh perusahaan pengelola, misalnya dengan konsep sebagai berikut:
Konsep kerja sama yang dilakukan dengan pemilik properti/ Gedung adalah dengan
sistem kemitraan. Oleh karena itu, dapat diberikan sejumlah nilai tambah dan
pendapatan yang maksimum dari hasil pengelolaan parkir ini kepada suatu gedung/

Universitas Sumatera Utara

66

perkantoran, pusat perbelanjaan, atau hotel.
Sistem yang ditawarkan kepada pemilik property/ gedung dengan berbagai
cara, antara lain: profit sharing, memberikan fix income senilai kontrak yang
disepakati kepada pemilik property/ gedung, atau dengan cara lainnya yang bisa
dirundingkan dalam kerjasama.39
Berdasarkan hasil wawancara, sesungguhnya tidak ada peraturan khusus
mengenai pendapatan yang akan di dapat pengelola parkir. Pada umumnya perjanjian
dibuat dalam sebuah surat perjanjian dengan materi si pengelola parkir akan
memberikan setoran secara berkala kepada Pemerintah.40
Pengelola parkir bukan perusahaan asuransi, melainkan perusahaan jasa yang
mengelola lahan perparkiran di suatu area property, dengan cara bekerjasama dengan
pemilik lahan area tersebut, sebagian besar pengelola parkir mengelola parkir di suatu
pusat perbelanjaan, perkantoran ataupun gedung atau pelataran parkir. Pengelola
parkir ini dibayar atas dasar jumlah transaksi yang dilakukan ataupun berdasarkan
persentase pendapatan (fee).
Pengelolaan yang tidak efisien mengakibatkan pengelolaan pada akhirnya
mulai diarahkan pada kerjasama dengan perusahaan swasta, seperti yang banyak
ditemukan saat ini diberbagai lokasi parkir umum. Perusahaan biasanya
menggunakan alat bantu pencatatan dan perhitungan biaya yang dikelola dengan

39

Contoh surat penawaran Pengelolaan Perparkiran http://reksakaryamandiri
.indonetwork.co.id/621129/pengelolaan-parkir.htm. diakses tanggal 10 Maret 2013.
40
Hasil wawancara dengan Bapak Sutan Partahi, Kepala Bagian Pajak Dinas Pendapatan
Kota Medan, tanggal 19 April 2013.

Universitas Sumatera Utara

67

bantuan komputer basis data, sehingga kekeliruan pecatatan dapat dihilangkan serta
mempersulit pencurian kendaraan, dan bila memungkinkan menerapkan asuransi bagi
kendaraan yang diparkir.
Walaupun demikian kritik masih saja berdatangan berkaitan dengan
profesionalisme pengelolaan parkir, sehingga diperlukan perlengkapan yang biasanya
digunakan dalam melaksanakan pengelolaan perparkiran, seperti:41
1.

2.
3.
4.
5.

6.
7.

Basis data komputer untuk mengelola administrasi kendaraan yang masuk dan
keluar, karakteristik parkir, tarif yang akan dikenakan kepada masing-masing
kendaraan, laporan keuangan.
Dapat menggunakan media transaksi seperti karcis, ataupun kartu seperti Kartu
pintar (Smart Card), RFID, Magnetic Card dan lain-lain.
Pembayaran dapat menggunakan kartu debit, Kartu Flash.
Dapat ditambahkan Fasilitas Foto kendaraan, plat nomer dan pengemudi di pintu
masuk dan pintu keluar.
Dapat ditambahkan Fasilitas televisi sirkuit tertutup (CCTV), dimana Camera
dapat merekam non stop hingga 24 jam di pos masuk dan di pos keluar serta di
beberapa tempat yang dianggap perlu.
Dapat ditambahkan Fasilitas suara “Selamat datang” yang ramah pada pintu
masuk dan besaran tarif parkir di pintu keluar.
Dapat juga menyediakan Fasilitas Bomb Detector guna menanggulangi secara
optimal kejahatan yang bersifat bahan peledak.

Problematika lain yang menghambat pengelolaan perpakiran adalah sulitnya
koordinasi dengan pihak ketiga (kelompok tertentu) yang sudah lama menguasai
wilayah-wilayah perparkiran. Hal ini menimbulkan tingkat kerugian pendapatan dan
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. Secara langsung berdampak terhadap
pengurangan tingkat kesejahteraan penduduk Kota Medan.
Membuka toko serba ada (toserba) atau mall merupakan satu paket dengan
41

http://ikhsanismafauzy.blogspot.com/2012/01/makalah-teknonogi-komunikasi-dan.html,
diakses tanggal 19 Agustus 2013.

Universitas Sumatera Utara

68

penyediaan tempat parkir, tetapi masih ada toserba dan mall yang belum memenuhi
ketersediaan tempat parkir yang memadai, sehingga parkir dilakukan di pinggir jalan,
terlebih jalan yang arus lalu lintasnya ramai, seperti jalan protokol. Masyarakat
sebagai konsumen yang ingin berbelanja di toserba atau mall

menginginkan

keamanan kendaraan dengan memperhatikan ketersediaan area parkir di tempat
perbelanjaan tersebut. Jika toserba atau mall tidak memiliki area parkir yang
memadai maka akan mempengaruhi jumlah peminat yang berkinjung ke toserba
dan/atau mall tersebut. Karena itu masalah perparkiran dengan melihat ketersediaan
yang minim akan area parkir pada toserba ataupun mall tersebut perlu disesuaikan
dengan Peraturan Daerah (Perda) kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak
Parkir.
Pemerintah melalui perda tersebut perlu segera menertibkan masalah
perparkiran dengan jalan peningkatan persuasif dan edukatif pada pihak ketiga. Perlu
adanya penyadaran dengan pendekatan sosial. Dalam hal inilah Peraturan Daerah
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir berperan.
Untuk mewujudkan pelayanan jasa perparkiran yang tertib, teratur, aman dan
nyaman, maka diperlukan pembenahan melalui penyesuaian perparkiran terhadap
peraturan yang berlaku. Semua berharap agar kualitas pelayanan jasa perparkiran
berkualitas. Peningkatan kinerja aparatur dalam menertiban perparkiran sangat
diperlukan sehingga cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat akan pelayanan
jasa perparkiran dapat ditangani dengan baik. Dengan demikian akan tercipta
koordinasi yang harmonis dengan instansi terkait serta mendorong terciptanya

Universitas Sumatera Utara