Implementasi Peraturan Daerahnomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir Di Kota Medan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bambang, Kesit Prakoso. 2003. Pendapatan Dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: Ull Press.

Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hamidi. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press.

Henratno, Edie Toet. 2009. Negara Kesatuan, Desentralisasi & Federalisasi. Jakarta: Graha Ilmu.

Nawawi, Hadari. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nugroho, Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-Negara Berkembang

(Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: Elex Media

Komputindo.

Said, Mas’ud. 2008. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Siahaan, Marihot Pahala. 2010. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.

Subarsono, A.G.. 2005. Analisis Kebijakan Publik; Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suyanto. 2005. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Tangkisan, Hessel Nogi. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.

Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(2)

Winarno, Budi. 2004. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.

Sumber PerUndang-Undangan

Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan Undang-UndangNomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Sumber Internet

18:34

23:13


(3)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Kota Medan

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh suku- suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi


(4)

penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angkola, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

3.2 Sejarah Dinas Pendapatan Kota Medan

Pada mulanya Dinas Pendapatan Kota Medan adalah suatu sub bagian pada bagian keuangan yang mengelola bidang penerimaan dan pendapatan daerah. Pada sub bagian ini belum terdapat Sub Seksi, karena pada saat itu wajib pajak/wajib retribusi yang berdomisili di daerah Kota Medan belum begitu banyak.

Dengan memepertimbangkan perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk di Kota Medan melalui peraturan daerah sub bagian keuangan tersebut dirubah menjadi bagian pendapatan. Pada bagian pendapatan dibentuklah beberapa seksi yang mengelola penerima pajak dan retribusi daerah yang merupakan kewajiban para wajib pajak/wajib retribusi di dalam daerah Kota Medan, yang terdiri dari 21 kecamatan diantaranya kecamatan Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Tembung, Medan Timur, Medan Kota, Medan Area, Medan Baru, Medan Polonia, Medan Maimun, Medan Selayang, Medan sunggal dan lainnya.


(5)

Sehubungan dengan instruksi Menteri Dalam Negeri KUPD No. 7/12/41 – 10 tentang Penyeragaman Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah no. 12 Tahun 1978 menyesuaikan dan membentuk struktur organisasi Dinas Pendapatan yang baru. Di dalam struktur organisasi Dinas Pendapatan yang baru ini dibentuklah seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan, juga dibentuk Bagian Tata Usaha yang membawahi 2 (tiga) Kepala Sub Bagian yaitu sub sektor perpajakan, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya yang merupakan kontribusi yang cukup pentinga bagi pemerintah daerah dalam mendukung serta memelihara pembangunan dan di dalam peningkatan penerimaan pendapatan daerah.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, maka Pemerintah Kota Medan melakukan Penataan Organisasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan, salah satu diantaranya adalah Dinas Pendapatan Kota Medan.

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan

1. Dinas

Dinas merupakan Unsur Pelaksana pemerintah daerah, yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui sekretaris Daerah. Dinas mempunyai tugas dan pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah di bidang pendapatan daerah berdasarkan asas ekonomi dan tugas pembantuan.


(6)

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, Dinas Pendapatan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang

pendapatan

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendapatan

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup kesekretariatan melalui pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.

Dalam melaksanakan tugas pokok sekretariat menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan kesekretariatan b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program Dinas

c. Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan asministrasi kesekretariatan Dinas yang meliputi administrasi umum, keuangan, kepegawaian dan kerumatanggaan Dinas

d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan

organisasi dan ketatalaksanaan

e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Dinas f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian


(7)

g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kesekretariatan

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Kesekretariatan terdiri dari:

1) Sub Bagian Umum, menyelenggarakan fungsi:

a) Penyusun rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Umum b) Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum

c) Pengelolaan administrasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah dinas, penataan kearsipan, perlengkapan dan penyelenggaraan kerumahtanggaan Dinas

d) Pengelolaan administrasi kepegawaian

e) Penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kelembagaan

ketatalaksanaan dan kepegawaian

f) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian

g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai tugas dan

fungsinya.

2) Sub Bagian Keuangan, menyelenggarakan fungsi:

a) Penyusunan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Keuangan b) Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi keuangan

c) Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan meliputi keuangan

kegiatan penyusunan rencana, penyusunan bahan. Pemrosesan, pengusulan dan verifikasi


(8)

d) Penyiapan bahan/pelaksanaan koordinasi pengelolaan administrasi keuangan

e) Penyusunan laporan keuangan Dinas

f) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian

g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas h) Pelakasnaan tugas laing yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan

tugas dan fungsinya

3) Sub Bagian Penyusunan Program, menyelenggarakan fungsi:

a) Penyusunan rencana, program dan kegiatan Sub Bagian Penyusunan

Program

b) Pengumpulan bahan petunjuk teknis lingkup penyusunan rencana dan

program Dinas

c) Penyiapan bahan penyususnan rencana dan program Dinas d) Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian

e) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris sesuai dengan tugas

dan fungsinya

3. Bidang Pendataan dan Penetapan

Bidang Pendataan dan Penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapatan dan pengelolaan data dan informasi.

Dalam melaksanakan tugas pokok seksi Pendataan dan Penetapan menyelenggarakan fungsi:


(9)

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Pendataan dan Penetapan b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pendataan, pendaftaran, pemerinksaan

penetapan dan pengolahan data dan informasi

c. Melaksanakan pendafataran dan pendataan seluruh wajib pajak, wajiba

retribusi dan pendataan daerah lainnya

d. Pelaksanaan pengolajan dan informasi baik dari Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surata Pemberitahuan Retribusi Daerah (SPTRD), hasil pemeriksaan dan informasi dari instansi yang terkait.pelaksanaan proses penetapan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya

e. Perencanaan dan penatausahaan hasil pemeriksaan terhadap wajib pajak dan wajiba retribusi

f. Pelaksanaan monitorig, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang pendataan dan penetapan

g. Pelaksanaan tugas laing yang diberikan ileh Kepala Dinas sesuai dengab tugas dan fungsinya

Bidang Pendataan dan Penetapan terdiri dari:

1) Seksi Pendataan dan Pendaftaran menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pendataan dan

Pendaftaran

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pendataan dan pendaftaran c. Pelaksanaan pendataan objek pajak daerah/retribusi daerah dan pendapatan

daerah lainnya melalui Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dan Surat Pemberitahuan retribusi Daerah (SPTRD)


(10)

d. Pelaksanaan pendaftaran wajiba pajak/wajib retribusi daerah melalui formulir pendaftaran

e. Penyimpanan, pendistribusian, pemeberian Nomor Pokok Wajib Pajak

Daerah/Wajiba Retribusi Daerah serta penyimpanan surat perpajakan lainnya yang berkaitan dengan pendatafran dan pendataan

f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai denga

tugas dan fungsinya

2) Seksi Pemeriksaan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan seksi pemeriksaan b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pemeriksaan

c. Penyusunan laporan hasil pemeriksaan dan unit pemeriksa/tim pemeriksa d. Penatausahaan hasul pemeriksaan lapangan atas objek dan subjek pajak e. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas

dan fungsinya.

3) Seksi Penetepan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan seksi penetapan b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penetapan

c. Penyiapan bahan dan data perhitungan penetapan pokok pajak

daerah/pokok retribusi daerah

d. Penyiapan penertiban, pendistribusian serta penyimpanan arsip surat perpajakan daerah/retribusi daerah yang verkaitan dengan penetapan


(11)

e. Pelaksanaan perhitungan jumlah angsuran pembayaran/penyetoran atas permohonan wajib pajak

f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas

dan fungsinya.

4) Seksi Pengolahan Data dan Informasi menyelenggarakan fungsi: a. Penyiapan rencana, program dan kegiatan seksi data dan informasi b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pendataan dan informasi c. Pengumpulan dan pengolahan data objek pajak daerah/retribusi daerah d. Penuangan hasil pengolahan data dan informasi data ke dalam kartu data e. Pengiriman kartu data kepada Seksi Penetapan

f. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas

dan fungsinya.

4. Bidang Penagihan

Bidang penagihan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang penagihan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup pembukuan, verifikasi, penagihan, perhitungan, pertimbangan dan restitusi.

Dalam melaksanakan tugas pokok bidang penagihan menyelenggarakan fungsi:


(12)

b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup pembukuan, verifikasi, penagihan, perhitungan, pertimbangan dan restitusi

c. Pelaksanaan pembukuan dan verifikasi atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya

d. Pelaksanaan penagihan atas tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya

e. Pelaksanaan perhitungan restitusi dan atau pemindahbukuan atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya

f. Pelaksanaan telaahan dan saran pertimbangan terhaddapa kebertan wajib pajak atas permohonan wajib pajak

g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang penagihan h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai tugas dan

fungsinya.

Bidang Penagihan terdiri dari:

a. Seksi Pembukuan dan Verifikasi, yang menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pembukuan dan

Verifikasi

b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pembukuan dan verifikasi c) Pelaksanan pembukuan dan verifikasi tentang penetapan dan penerimaan

pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daeraha lainnya

d) Pelaksanaan pembukuan dan verifikasi penerimaan dan pengeluaran benda berharga serta pencatatan uang dari hasil pungutan benda berharga ke dalam kartu persediaan benda berharga


(13)

e) Penyiapan bahan dan data laporan tentang realisasi penerimaan dan tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya f) Penyiapan bahan dan data laporan realisasi penerimaan, pengeluaran dan

sisa persediaan benda berharga secara berkala

g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas

dan fungsinya.

b. Seksi Penagihan dan Perhitungan menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Penagihan dan

Perhitungan

b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penagihan dan perhitungan

c) Penyiapan bahan dan data pelaksanaan penagihan atas tunggakan

pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya

d) Penyiapan bahan dan data penerbitan dan pendistribusian dan

penyimpanan arsip surat perpajakan daerah/distribusi daerah yang berkaitan dengan penagihan

e) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

tugas

f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya.

c. Seksi Pertimbangan dan Restitusi menyelenggarakan fungsi:

a) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pertimbangan dan restitusi

b) Penerimaan permohonan restitusi dan pemindahbukuan dari wajib


(14)

c) Penelitian kelebihan pembayaran pajak daerah/retribusi daerah yang dapat diberikan restitusi dan atau pemindahbukuan

d) Penyiapan syrat keputusan Kepala Dinas tentang pemberian restitusi dan atau pemindahbukuan

e) Penerimaan surat keberatan dari wajib pajak/retribusi f) Penelitian surat keberatan dari wajib pajak/reribusi

g) Pembuatan pertimbangan atas surat keberatan wajib pajak/retribusi h) Penyiapan bahan dan data penerbtan surat keputusan Kepala Dinas

tentang persetujuan atau penolakan atas keberatan

g) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan

tugas

i) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan

Bidang Bagi Hasil Pendapatan dipimpin oleh Kepala Bidang yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidanga Bagi Hasil Pendapatan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas lingkup bagi hasil pajak dan bukan pajak, penatausahaan bagi hasil dan perUndang-Undangan dan pengkajian pendapatan.

Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Bagi Hasil Pendapatan menyelenggarakan fungsi:


(15)

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bagi hasil pajak dan bukan pajak, penatausahaan bagi hasil perUndang-Undangan dan pengkajian pendapatan c. Pelaksanaan penatausahaan bagi hasil pajak dan bukan pajak, DAU, DAK dan

lain-lain pendapatan yang sah

d. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi pemebri dari dana bagia hasil

pajak/bukan pajaka provinsi dan dana bagi ahasil pajak/bukan pajak pusat, DAU, DAK dan lain-lain pendapatan yang sah

e. Pelaksanaan perhitungan penerimaan dari dana bagi hasil pajak/bukan pajak provinsi dan dana bagi hasil pajak/bukan pajak pusat, DAU, DAK dan lain-lain pendapatan yang sah

f. Pelaksanaan pengkajian pelaksanaan peraturan perUndang-Undangan dan

pengkajian hasil pendapatan daerah di bidang dan aperimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah

g. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

Bidang Bagi Hasil Pendapatan terdiri dari:

a. Seksi Bagi Hasil Pendapatan menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Bagi Hasil Pajak b) Penyususnan bahan petunjuk teknis dan kegian Seksi Bagi Hasil Pajak

c) Penerimaan dan pendistribusian Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang

(SPPT) dan Daftar Himpunan Pokok Pajak (DHPP)/ Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP), Pajak Bumi dan Bangunan


(16)

d) Pelaksanaan perhitungan penerimaan bagi hasil pajak lainnya, membantu menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Pajak Bumi dan Bangunan kepada wajib pajak, penerimaan kembali hasil pengisisan SPOP dan mengirimkannya kepada Kantor Pelayanan PBB

e) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas

dan fungsinya

b. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup bagai hasil bukan pajak

c) Pelaksanaan perhitungan dan penerimaan dan hasil pajak provinsi, dana bagi hasil bukan pajak pusat, DAU, DAK dan lain-lain pendapatan yang sah

d) Penyiapan bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas

dan fungsinya

c. Seksi Penatausahaan Bagi Hasil menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Penatausahaan Bagi Hasil b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup penatausahaan bagi hasil

c) Pelaksanaan panatausahaan surat-surat ketetapan Pajak Bumi dan

Bangunan

d) Pelaksanaan penatausahaan bagi hasil pajak san bukan pajak DAU, Dak dan lain-lain pendapatan yang sah


(17)

f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

d. Seksi Peraturan PerUndang-Undangan dan Pengkajian Pendapatan

menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Peraturan PerUndang-Undangan

b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup peraturan

perUndang-Undangan dan pengkajian pendapatan

c) Penyiapan bahan dan data pelaksanaan koordinasi dengan unit terkait tentang pelaksanaan peraturan perUndang-Undangan dan pengkajian atas penerimaan pendapatan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah

d) Penyiapan bahan monitoring dan evaluasi pelaksanaan peraturan

perUndang-Undangan di bidang dana perimbangan

e) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah

Bidang Pengembangan Pendaoatan Daearh dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Lingkup pengembangan pajak, retribusi dan pendapatan lain.


(18)

Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Pengembangan

Pendapatan Daerah

b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan pajak, retribusi dan pendapatan lain-lain

c. Pelaksanaan pengkajian potensi pajak daerah, retribusi dan pendapatan

lainnya

d. Perhitungan potensi pajak dan retribusi daerah

e. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang

pengembangan pendapatan daerah

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya.

Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah terdiri dari:

a. Seksi Pengembangan Daearah terdiri dari:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pengembangan pajak b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan pajak

c) Penyiapan bahan dan data penyusunan rencana potensi pendapatan

daerah di bidang pajak daerah

d) Penyiapan bahan dan data pengkajian pengembangan potensi pajak

daerah


(19)

f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

b. Seksi Pengembangan Retribusi menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pengembangan Retribusi b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup pengembangan retribusi

c) Penyiapan bahan dan data penyusunan rencana potensi pendapatan daerah di bidanga retribusi daerah

d) Penyiapan bahan dan data pengkajian pengembangan potensi retribusi

daerah

e) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang

pengembangan pendapatan daerah

f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang sesuai tugas dan fungsinya

c. Seksi Pengembangan Pendapatan Lain-Lain menyelenggarakan fungsi:

a) Penyiapan rencana, program dan kegiatan Seksi Pengembangan

Pendapatan Lain-Lain

b) Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup Pengembangan Pendapatan Lain-Lain

c) Penyiapan bahan dan data penyususunan rencana potensi pendapatan daerah di bidang pendapatan lain-lain

d) Penyiapan bahan dan data pengkajian pengemebnagan potensi


(20)

3.4 Visi dan Misi Dinas Pendapatan Kota Medan

1. Visi : “Mewujudkan Masyarakat Kota Medan Taat Pajak dan Retribusi" 2. Misi :

a. Meningkatkan pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Medan.

b. Memberdayakan SDM Pegawai Dinas Pendapatan Daerah Kota

Medan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan diluar Dinas aktif meningkatkan kebersihan Kota Medan.

c. Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat/Wajib Pajak

Daerah dan Wajib Retribusi Daerah.

d. Mengintensifkan Pungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

e. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja pengelola PAD lainnya.

f. Mencari terobosan dalam menggali sumber-sumber PAD yang baru di luar PAD yang sudah ada.

3.5 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Kota Medan

Berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 tahun 2009 khusus untuk Dinas Pendapatan Kota Medan telah ditetapkan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan beserta Struktur Organisasi melalui Surat Keputusan Walikota No. 1 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.

Adapun struktur organisasi Dinas Pendapatan Kota Medan adalah sebagai berikut:


(21)

2. Sekretariat terdiri dari:

a. Sub Bagian Umum

b. Sub Bagian Keuangan

c. Sub Bagian Penyusunan Program

3. Bidang Pendataan dan Penetapan terdiri dari: a. Seksi Pendataan dan Pendaftaran

b. Seksi Pemeriksaan c. Seksi Penetapan

d. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 4. Bidang Penagihan terdiri dari:

a. Seksi Pembukuan dan Verifikasi b. Seksi Penagihan dan Perhitungan c. Seksi Pertimbangan dan Restitusi 5. Bidang Bagi Hasil Pendapatan terdiri dari:

a. Seksi Bagi Hasil Pajak

b. Seksi Bagi Hasil Bukan Pajak c. Seksi Penatausahaan Bagi Hasil

d. Seksi Peraturan PerUndang-Undangan dan Pengkajian Pendapatan 6. Bidang Pengembangan Pendapatan Daerah terdiri dari:

a. Seksi Pengembangan Pajak b. Seksi Pengembangan Retribusi

c. Seksi Pengembangan Pendapatan Lain-Lain 7. Unit Pelaksana Teknis (UPT)


(22)

BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini penulis akan menyajikan data-data hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dan dianalisis sesuai dengan kelompok masalah yang dikaji peneliti dari indikator-indikator yang digunakan. Dari hasil temuan peneliti di lapangan, maka peneliti akan menyajikan analisis data yang sudah terkumpul. Penelitian memerlukan analisis adalah untuk mengatur, mengurutkan dan mengelompokkan data-data atau informasi yang telah didapatkan selama penelitian di lapangan sehingga diperoleh temuan, baik temuan formal maupun temuan substansif yang dapat menjawab fokus atau masalah penelitian. Sehingga nantinya akan menghasilkan kesimpulan tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan.

4.1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan merupakan kebijakan yang memiliki pola top downer karena pada hakekatnya Peraturan Daerah ini merupakan Kebijakan yang berpola pada pelaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk rakyat atau publik dan partisipasi yang ada berbentuk mobilisasi. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan ini dapat dilihat dari model implementasi Van Meter Dan Van Horn, yang dilihat melalui variabel-variabel di bawah ini :


(23)

4.1.1 Standar Dan Sasaran Kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan merupakan sesuatu yang harus diterapkan dalam setiap proses implementasi sebuah kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Standar dan sasaran kebijakan tersebut juga harus dipahami dengan baik oleh para pelaksana kebijakan (implementors), sebab kejelasan standar dan sasaran kebijakan publik dapat pula memberikan kejelasan bagi agen pelaksana dalam proses pelaksanaan kebijakan publik. Untuk itu, perlu pemahaman yang baik tentang maksud umum atas ukuran dan tujuan kebijakan oleh para implementor kebijakan agar tidak terjadi kesalahan interpretasi yang menimbulkan kegagalan.

Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa kejelasan standar dan sasaran dari Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan sama dengan Peraturan Daerah lainnya yang berkenaan dengan Pajak Daerah. Dalam hal ini tujuan serta sasaran Pajak Daerah tersebut sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dinyatakan bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pembangunan Kota dan meningkatkan kemandirian daerah. Dengan demikian, Pajak Parkir, sebagai salah satu bagian dari Pajak Daerah, juga memiliki tujuan dan sasaran membiayai pemerintahan daerah yang dalam hal ini adalah pemerintahan Kota Medan, dengan memenuhi Pendapatan Asli Daerahnya. Oleh karena itu, Peraturan Daerah


(24)

Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir ini juga bertujuan untuk memenuhi Anggaran Daerah melalui pemungutan pajak parkir di Kota Medan.

Dalam hal ini, Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan mewujudkan sasaran tersebut dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan melalui peningkatan target penerimaan pajak parkir. Dinas Pendapatan Kota Medan berupaya meningkatkan pendaftaran oleh para pihak penyelenggara parkir, yang nantinya akan mempengaruhi tingkat pemasukan pajak parkir dengan sanksi tidak memberi izin mendirikan usaha melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) jika tidak mendaftar. Hal ini menyababkan wajib pajak sebagai pemilik usaha harus mendaftar terlebih dahulu jika ingin membuka usaha. Namun, dikarenakan sistem perhitungan pajak yang self assessment, kesadaran wajib pajak untuk membayar pajaknya, sangatlah mempengaruhi terjadinya peningkatan penerimaan pajak parkir ini.

Pada target dan realisasi penerimaan pajak parkir dari tahun 2008 sampai 2014, target penerimaan pajak parkir selalu ditingkatkan di tiap tahunnya, namun pada realisasinya mengalami penurunan tiap tahunnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa, target atau sasaran dari kebijakan pajak parkir tersebut belum dapat diwujudkan, sebab tidak terjadi peningkatan penerimaan pajak parkir ditiap tahunnya dan masih banyak wajib pajak yang melakukan penunggakan pembayaran pajak parkir.

Selain Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, informan juga menambahkan bahwa ada Peraturan Walikota Nomor 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang


(25)

Pajak Parkir. Melalui Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perda Nomor 10 Tahun 2011 tersebut, Dispenda yang dalam hal ini bagian Penagihan dan Perhitungan memiliki kejelasan dalam melaksanakan Perda Nomor 10 Tahun 2011 tersebut.

4.1.2 Sumber Daya

Disamping standar dan sasaran implementasi peraturan daerah, yang perlu mendapat perhatian dalam proses implementasi adalah masalah sumber daya. Karena sumber daya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu kebijakan. Tak terkecuali dengan dana yang dibutuhkan, peralatan yang akan digunakan selama proses implemetasi hingga sumber daya manusia yang tergolong mampu dan cakap dalam melaksanakan tugas serta tanggungjawabnya.

Ketersediaan sumber daya manusia dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan merupakan hal yang sangat penting. Meskipun demikian perlu juga diketahui bahwa jumlah manusia (pegawai) tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi suatu kebijakan. Hal ini berarti bahwa jumlah pegawai yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil. Ini juga dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh pegawai, namun di sisi lain kurangnya pegawai juga akan menimbulkan persoalan menyangkut implementasi kebijakan yang efektif. Artinya kebutuhan akan sumber daya manusia dalam melaksanakan suatu kebijakan harus terpenuhi secara kualitas dan kuantitasnya.

Melalui hasil wawancara, Kepala Pengembangan yang membawahi Bidang Penagihan, menyatakan bahwa jumlah pegawai yang mengurusi pajak


(26)

parkir sudah cukup memadai. Jika dilihat dari segi kualitas, juga sudah cukup memdai, sebab tidak terlihat kesulitan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Namun, Dispenda masih berupaya meningkatkan kemampuan pegawai dengan melakukan pelatihan pemeriksaan pajak yang dipandu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan saat ini sedang mengajukan permohonan ke DPRD untuk melakukan pelatihan ke Surabaya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pengimplementasian kebijakan pajak parkir ini, Bidang Penagihan tidak mengalami kesulitan baik dari segi jumlah maupun kualitas.

Sama halnya dengan sumber daya manusianya, sumber daya non manusianya yaitu berupa sarana dan prasarananya juga sudah cukup memadai, terlihat dari fasilitas komputer yang sudah merata, kendaraan juga tersedia untuk melakukan penagihan tunggakan, pemeriksaan dan aktifitas lainnya yang membutuhkan perjalanan ke lapangan langsung. Hanya saja, sistem pajak parkir saat ini di Kota Medan masih manual, untuk itulah Dispenda mengajukan izin pelatihan ke Surabaya, untuk studi banding tentang sistemnya yang sudah online. Dan untuk sumber dana sendiri sudah jelas, sebab berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Dalam menjalankan Perda Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 ini, informan dari Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan menyatakan telah memiliki sumber daya yang cukup dan tepat. Menurut informan, jumlah pegawai sudah memadai dan cukup untuk menjalankan Perda ini, serta pegawai yang ditempatkan pada Bagian Penagihan sudah sesuai dengan keahlian dan pendidikannya. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja dan pengetahuan pegawai,


(27)

Dispenda melaksanakan pelatihan pemeriksaan pajak yang dipandu oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dari segi fasilitas, yaitu sarana dan prasana dalam menjalankan Perda ini, menurut informan juga sudah memadai sebab tidak menyulitkan para pegawai dalam pemungutan pajak parkir atau kegiatan lainnya, seperti salah satunya adalah kendaraan yang digunakan untuk melakukan penagihan tunggakan, pemerikasaan dan aktifitas lain ke lapangan. Selain itu, disediakan juga Tim Pemeriksaan dan Tunggakan serta Tim Terpadu untuk melakukan pemeriksaan langsung. Dan untuk sumber dana pelaksanaan Perda Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 ini, diambil dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Walikota N0. 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir.

4.1.3 Komunikasi

Van Meter dan Van Horn mengatakan bahwa komunikasi yang baik pada setiap implementor dalam pelaksanaan sebuah kebijakan publik sangat berpengaruh terhadap hasil pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Para implementor kebijakan harus memperoleh informasi melalui pengkomunikasian secara konsisten dan seragam. Hal ini bertujuan untuk memberi pemahaman bagi para implementor tentang tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Sebelum sebuah kebijakan diimplementasikan, pelaksanaan kebijakan harus menyadari bahwa suatu keputusan yang telah dibuat dan perintah untuk melaksanakannya telah dikeluarkan, sehingga mereka bekerja dengan memiliki


(28)

wewenang masing-masing. Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi yang telah dilakukan apakah koordinasi horizontal, vertikal.

Melalui wawancara, penulis mendapati bahwa komunikasi dan koordinasi internal yang terjalin di Dinas Pendapatan Daerah Medan khususnya pada Bagian Penagihan sudah berjalan baik. Hal ini terlihat dari adanya pembagian tugas yaitu pembagian Tim yang jelas, seperti Tim Verifikasi dan Tim Tunggakan, sehingga setiap pegawai tentunya sudah mengetahui arah komunikasi dan koordinasi yang seharusnya untuk melaksanakan tugas dalam hal menjalankan Perda tersebut.

Selanjutnya, untuk komunikasi pihak Dispenda, yang dalam hal ini Bagian Penagihan, dengan pihak eksternal atau instansi terkait lainnya berjalan seperti standar dan prosedur yang berlaku. Misalnya saja dengan pihak penyelenggara parkir, komunikasi terjadi ketika sosialisasi tentang Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini dengan memberikan pengarahan tentang perhitungan pajak parkir, memberikan majalah atau cendramata untuk kegiatan sosialisasinya. Bentuk lain komunikasi dengan pihak penyelenggara parkir atau wajib pajak adalah dengan melakukan pemeriksaan dan pengawasan perhitungan pajak parkir oleh Tim yang tersedia. Hal ini dikarenakan perhitungan pajak parkir menggunakan sistem self

assessment, yaitu wajib pajak sendirilah yang menghitung dan melaporkan

pajaknya, untuk itu dilakukan pemeriksaan untuk melihat kesuaian perhitungan yang dilakukan wajib pajak dengan yang sebenarnya. Jika ditemukan ketidaksesuaian maka wajib pajak akan dikenakan sanksi administratif. Adapun proses pemerikasaan itu adalah proses pemeriksaan yang terdiri dari Pemeriksaan Perhitungan Pajak untuk menyesuaikan perhitungan pajak wajib pajak dengan


(29)

kenyataannya, dan Pengawasan Menghitung Potensi yaitu potensi pajak parkir dilihat dari jenis usaha yang dilakukan oleh pihak penyelenggara parkir. Kemudian Tim yang tersedia adalah seperti Tim Verfikasi yang kadang kala melakukan kerjasama dengan BPKP, dan Tim Tunggakan Pajak Daerah yang diturunkan sekali dalam satu tahun.

Salah satu komunikasi yang baik antara pelaksana dengan pihak yang terkait dengan pelaksanaan Perda ini adalah dengan sosialisasi yang baik pula mengenai Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini. Hal ini bertujuan agar pihak yang terkait, yaitu pihak penyelenggara jasa parkir mengetahui dan memahami peraturan tersebut, sehingga dapat dilaksanakan dilapangan sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam hal ini, Dinas Pendapatan Kota Medan juga melakukan sosialisasi tersebut dengan mengikutsertakan para penyelenggara parkir dalam rapat yang dilaksanakan pada Maret 2013 lalu di Sun Plaza, serta juga turut memberikan pengarahan tentang prosedur pemabayaran pajak parkir.

4.1.4 Karakteristik Agen Pelaksana

Karakteristik Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semua hal tersebut akan mempengaruhi proses perumusan suatu kebijakan. Van Meter dan Van Horn menyatakan bahwa selain kejelasan standar dan tujuan kebijakan, kesiapan sumber daya dan komunikasi yang baik antara para agen pelaksana kebijakan, karakteristik agen pelaksana juga menjadi hal yang sangat berperan dalam menentukan berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan publik. Untuk mengimplementasikan suatu kebijakan diperlukan karakteristik yang baik dari


(30)

para agen pelaksana kebijakan tersebut. Karakteristik tersebut mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan SOP (Standard Operating Procedures).

Struktur organisasi Bidang Penagihan tidak dijelaskan secara rinci ketika wawancara berlangsung dengan Kepala Seksi Bidang Penagihan dan Perhitungan, sementara pembagian tugas dan wewenang, informan menyatakan bahwa sudah ditetapkan dalam Peraturan Walikota Nomor 57 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir. Selanjutnya, nilai-nilai yang diterapkan oleh pelaksana adalah dengan selalu mengikuti peraturan, pembagian tugas serta prosedur yang ada, tidak ada nilai-nilai khusus dalam melaksanakan tugas. Proses pelaksanaan pemungutan pajak sendiri tidak mengalami gangguan dari pihak internal, sebab Bidang Penagihan hanya menerima dari wajib pajak langsung untuk pembayaran pajak, hanya saja wajib pajak yang sering tidak taat dalam membayar pajak.

4.1.5 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan dapat memberikan dukungan bagi perumusan kebijakan, karakteristik para partisipan yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan dan apakah elit politik mendukung perumusan kebijakan. Sama halnya dengan keberhasilan atau kegagalan implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir di Medan dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi dan politik Kota Medan.


(31)

Melalui wawancara, peneliti mendapati bahwa keadaan sosial ekonomi masyarakat kota Medan cukup mempengaruhi proses implementasi kebijakan ini. Hal ini dikarena Kota Medan yang memiliki pusat-pusat perbelanjaan dan perhotelan sebagai tujuan pemberhentian masyarakat, sehingga masyarakat yang memiliki kendaraan akan menggunakan jasa parkir yang tersedia dan aktifitas parkir pun terjadi. Kondisi tersebut mempengaruhi jumlah pajak parkir yang akan disetor oleh penyelenggara parkir ke Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan. Selain itu, para penyelenggara parkir sebagai wajib pajak juga memiliki pengaruh pada implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini, yaitu kondisi usaha yang dijalankan oleh pihak penyelenggara parkir tersebut yang akan banyak mempengaruhi jumlah pajak parkir itu sendiri, sebab besarnya keuntungan wajib pajak dalam usahanya dapat mempengaruhi jumlah pajak parkir yang disetor. Hal ini selaras dengan penyataan informan, yang menyatakan bahwa salah satu restoran yang bangkrut dan tidak mampu membayarkan pajak parkirnya, yaitu Restoran Papa Ron’s yang mengalami kerugian hingga bangkrut. Keadaan perekonomian wajib pajak seperti ini tentu mempengaruhi penerimaan pajak parkir dan pencapaian sasaran atau target kebijakan pajak parkir.

Kesadaran dan kemauan wajib pajak membayar pajak juga merupakan kondisi yang penting dalam melaksanakan Perda tersebut. Namun, berdasarkan wawancara, peneliti mendapati bahwa banyaknya wajib pajak yang tidak lagi menggunakan ketentuan tarif parkir yang berlaku dalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011. Wajib pajak menentukan tarif parkir di lapangan dengan ketentuan mereka sendiri. Hal ini disebabkan banyaknya penolakan wajib pajak terhadap tarif parkir yang ditetapkan dalam Perda tersebut, yang dirasakan oleh


(32)

penyelenggara parkir terlalu kecil dan memberatkan wajib pajak untuk melakukan penyetoran. Penolakan tersebut ditanggapi oleh Dispenda dengan mengajukan peninjauan kembali terhadap tarif parkir kepada DPRD Kota Medan, agar ditingkatkan dan disesuaikan dengan yang sudah dijalankan di lapangan oleh penyelenggara parkir.

4.1.6 Disposisi Implementor

Disposisi merupakan kecenderungan-kecenderungan yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan. Kecenderungan yang dimaksud disini adalah watak dan karakteristik implementor seperti kejujuran, keikhlasan, komitmen, tanggung jawab, netral atau tidak pilih kasih dan demokratis. Selain itu disposisi implementor juga meliputi pemahaman para pelaksana kebijakan terhadap kebijakan yang mereka jalankan. Kecenderungan-kecenderungan implementor bisa menjadi penghambat, tetapi apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka ia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

Kecakapan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) ini saja tidak mencukupi, diperlukan kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan Peraturan Daerah tersebut. Respon dari para agen pelaksana terhadap Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir cenderung positif dan menerima diterapkannya Perda tersebut, dengan alasan guna meningkatkan penerimaan pajak parkir. Sebagai pelaksana Perda ini, Bidang Penagihan sebagai pelaksana sudah memahami isi dari kebijakan tersebut. Hal ini diakui oleh Kepala Bidang Penagihan, dengan menjelaskan bahwa isi dari kebijakan pajak parkir tersebut


(33)

sudah tertuang dalam tugas yang diberikan terhadap bagiannya masing-masing, serta penjelasan tentang pajak parkir, wajib pajak/pihak ketiga/penyelenggara parkir, subjek pajak parkir, tarif parkir, tata cara pemungutan dan lainnya yang terkait dengan proses pembayaran pajak yang dijelaskan didalam Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tersebut sudah merupakan tugas sehari-hari yang dijalankan oleh pegawai di Bidang Penagihan, sehingga setiap pegawai (sebagai pelaksana Perda) sudah tentu memahami Perda tersebut, dan lebih lengkapnya lagi ditulisakan dalam Perwal Nomor 57 Tahun 2011 sebagai petunjuk teknisnya. Kemauan menjalankan kebijakan ini juga ditunjukkan pelaksana dengan upaya mencapai target penerimaan pajak parkir tiap tahunnya dengan meningkatkan pendaftaran wajib pajak. Hanya saja, dengan menilhat respon wajib pajak terhadap Peraturan Daerah ini terutama dari tarif parkirnya, Perda ini perlu ditinjau kembali oleh DPRD agar sesuai dengan tarif yang berlaku di lapangan. Sehingga sasaran atau tujuan dari pajak parkir ini sendiri dapat tercapai.

4.3 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Proses Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011

Implementasi sebuah kebijakan tentu memiliki faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi proses implementasi itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Begitu juga dengan implementasi Pertauran Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yang memiliki kendala atau hambatan serta faktor-faktor yang mendukung terlaksananya kebijakan ini. Melalui hasil wawanacara, peneliti menganalisis bahwa Dispenda sebagai pelaksana Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini tidak memiliki kendala dari pihak internalnya. Segala fasilitas termasuk juga pegawai sebagai sumber


(34)

daya manusianya tidak menjadi penghambat terlanksananya kebijakan ini. Salah satu yang perlu ditingkatkan, namun tidak menjadi kendala adalah sistem yang masih manual, agar dijadikan online, sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan dalam perhitungan.

Faktor penghambat dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini, cenderung terjadi dari eksternal pelaksana kebijakan ini. Hal ini dapat dilihat dari minimnya kesadaran serta kemauan wajib pajak untuk membayar pajak, serta kesalahan yang sering terjadi dalam perhitungan pajak parkir yang tidak sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Namun, kondisi tersebut terjadi akibat terlalu rendahnya tarif parkir yang berlaku di Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir, sehingga wajib pajak mengalami kesulitan dalam membayarkan pajaknya.


(35)

BAB V PENUTUP

1.1Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Dinas Pendapatan Kota Medan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak

Parkir di Kota Medan di Dinas Pendapatan Kota Medan masih memerlukan sumber daya non manusia yang lebih baik, komunikasi serta sosialisasi yang baik dengan pihak ketiga, karakteristik agen pelaksana yang baik, kondisi sosial,ekonomi dan politik yang mendukung, dan respon yang positif dari para implementor.

2. Ketentuan tarif parkir yang berlaku pada Peraturan Daerah Nomor 10

Tahun 2011 tentang Pajak Parkir masih belum sesuai dengan tarif yang ada di lapangan.

3. Terdapat kendala dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir yaitu wajib pajak yang masih sering menunggak pembayaran pajak serta belum adanya kesadaran wajib pajak untuk mendaftarkan usaha parkirnya.

1.2Saran

Saran yang diberi peneliti atas Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir ini adalah :


(36)

1. Diperlukan sosialisasi atau komunikasi yang lebih intens lagi dengan wajib pajak agar wajib pajak lebih mengetahui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir ini, serta lebih memiliki kesadaran dalam pembayaran pajak parkir.

2. Perlunya menyesuaikan ketentuan tarif parkir dengan yang ada

dilapangan, untuk itu, diperlukan pemeriksaan dan sanksi yang ketat untuk peningkatan tarif parkir sendiri oleh wajib pajak.

3. Sanksi berat untuk penunggakan seperti denda tinggi, tidak hanya sekedar surat peringatan, agar wajib pajak taat dalam membayar pajak.


(37)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitan ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitan dilakukan atau bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan rasional yang akurat.39

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membahas generalisasi dari hasil penelitiannya.Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan dengan sengaja, subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan.

Berdasarkan pemahaman tersebut, penelitian ini menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan bagaimana implementasi kebijakan pajak parkir sebagai sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Medan.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Kota Medan yang terletak di Jalan Jenderal Abdul Haris Nasution No. 32 Medan.

2.3 Informan Penelitian

40

39 Hadari Nawawi. 1992. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.,hal. 60 40


(38)

Dalam informasi ini, penulis menggunakan informan kunci (key informan) dan informan utama. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, sedangkan informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.41

1. Informan kunci adalah Kepala Bidang Pengembangan Dinas Pendapatan Kota Medan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menggunakan informan penelitian sebagai berikut:

2. Informan utama adalah Kepala Seksi Penagihan dan Perhitungan Dinas

Pendapatan Kota Medan.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data atau keterangan yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Metode pengumpulan data primer, yaitu teknik pengumpulan data yang

dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara. Metode wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari responden melalui suatu peercakapan yang sistematis dan terorganisasi. Karena itu, wawancara merupakan percakapan yang berlangsung secara sistematis dan teorganisasi yang dilakukan oleh peneliti sebagai pewawancara dengan sejumlah orang sebagai responden


(39)

untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.42

2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu pengumpulan data yang

dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data-data primer, yang dilakukan dengan instrumen:

a. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menggunakan

catatan atau foto-foto dan rekaman video yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

b. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan

menggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah dan lainnya yang berkenaan dengan penelitian ini.

2.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh dilapangan dari para informan kunci (key informan). Teknik analisis data ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan informasi, kemudian data yang diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian dan kemudian dapat menarik kesimpulan.


(40)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan. Intinya adalah kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan dengan merata dan tidak hanya terealisasi di sebagian daerah saja. Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa itu, Pemerintah menjalankan fungsi pemerintahan, sehingga proses menuju tujuan NKRI tersebut berjalan. Namun, mewujudkan masyarakat adil dan makmur di Indonesia sebagai salah satu negara yang besar, luas serta memiliki penduduk yang besar, merupakan sebuah tantangan bangsa ini sehingga kesejahteraan yang adil tersebut benar-benar terjadi.

Salah satu jawaban untuk mencapai keadilan masayarakat Indonesia dalam hal kemakmuran adalah otonomi daerah. Otonomi daerah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebelumnya, Indonesia menerapkan sistem sentralisasi yang membuat segala urusan pusat dan daerah diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah dalam mengurus daerahnya masih harus bergantung dari pemerintah pusat untuk semua aspek kebutuhan daerah. Hal ini tentu sulit menciptakan cita-cita bangsa yaitu adil


(41)

dan makmur. Sebab, Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar, dengan masyarakat yang juga dengan jumlah besar dan heterogen (dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda). Pemerintah pusat tentu sulit mengatur setiap provinsi, kota/kabupaten bahkan sampai ke desa-desa. Sehingga tidak semua masyarakat dapat terjangkau dan tidak semua daerah menerima pembangunan. Selain itu, kebutuhan setiap daerah berbeda-beda, sehingga dalam hal ini pemerintah daerahlah yang akan lebih mengetahui kebutuhan masyarakat di daerah tersebut. Oleh sebab itu, otonomi daerah merupakan salah satu solusi yang tepat untuk menciptakan pemerataan pembangunan daerah serta mewujudkan keadilan sosial.

Lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah menyebabkan perubahan mendasar dalam pengaturan hubungan pusat dan daerah khususnya dalam bidang administrasi pemerintah maupun dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini merupakan wujud nyata dari langkah pengalokasian kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan serangkaian proses, mekanisme dan tahapan perencanaan yang dapat menjamin keselarasan pembangunan antar daerah tanpa mengurangi kewenangan yang diberikan.

Penerapan Otonomi Daerah diharapkan dapat mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerahnya demi pembangunan daerahnya masing-masing. Otonomi Daerah juga diharapkan mampu mendorong perbaikan pengelolahan sumber daya yang dimiliki setiap daerah. Dengan diberikannya


(42)

wewenang kepada daerah otonom, menyebabkan daerah tidak dapat sepenuhnya menggantungkan diri pada pasokan dana dari pemerintah pusat, sebaliknya daerah di dorong untuk lebih mandiri dalam membiayai pembangunannya. Otonomi daerah juga diharapkan mampu mendorong pemerintahan daerah untuk meningkatkan daya saing daerah dalam meningkatkan pembangunan perekonomian di daerah. Dengan diberikannya kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah dapat lebih mendekatkan pelayanannya kepada masyarakat, serta memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi.

Sejalan dengan kewenangan melalui otonomi daerah tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali dan mengelolah sumber-sumber pendapatan daerah khususnya untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, kesejahteraan masyarakat di daerah dan pembangunan di daerahnya dengan lebih mengoptimalkan potensi-potensi daerah yang dimiliki, termasuk melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 antara lain : a) pajak daerah; b) retribusi daerah; c) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Sumber pendapatan tersebut merupakan potensi yang benar-benar berasal dari daerah masing-masing dan digunakan untuk keberlangsungan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Selain Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah dapat dikatakan sebagai penyumbang terbesar pemasukan daerah, dikarenakan


(43)

sumbernya yang beragam tergantung potensi yang ada di setiap daerahnya masing-masing. Semakin banyak potensi daerah yang dapat dimanfaatkan atau dikelola sebagai sumber pendapatan daerah itu, maka semakin besar pula pemasukan daerahnya sehingga pembangunan daerah pun meningkat. Namun, dari sekian banyak sumber pemasukan PAD, terbukti hingga saat ini sebagian besar masih berasal dari sektor pajak dan retribusi daerah. Sehingga optimalisasi pengelolahan pajak dan retribusi haruslah ditingkatkan.

Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), perlu diakui bahwa pajak cukup penting dan berpengaruh terhadap PAD itu sendiri, selain retribusi daerah. Pendapatan malalui pajak yang merupakan salah satu sumber pemasukan yang besar ini, bukan saja berdampak di daerah namun juga untuk pendapatan nasional sendiri. Pemerintah daerah dalam hal ini, memanfaatkan potensi alam daerahnya atau potensi lain untuk dijadikan sumber pajak melalui pengguna jasa potensi daerah tersebut, sehingga dapat memberikan peningkatan hasil PAD daerah tersebut. Dalam Undang-UndangNomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sudah ditetapkan bahwa sumber pajak kabupaten/kota terdiri dari pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak aor permukaan, pajak rokok, pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

Salah satu perolehan PAD yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah adalah Pajak Parkir yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar


(44)

badan jalan oleh orang pribadi atau badan. Berbeda dengan Retribusi Parkir yang dikenakan kepada pemakai jika memanfaatkan sebagian dari badan jalan yang merupakan fasilitas milik Negara, Pajak Parkir dikenakan terhadap pemilik perorangan atau badan swasta yang memiliki lahan parkir diluar tanah milik Negara. Meskipun pendapatan melalui pajak parkir tidaklah sebesar pajak reklame dan pajak kendaraan bermotor, namun pajak parkir tetap memiliki kontribusi pada PAD yang sebenarnya perlu dipertimbangkan.

Pajak parkir di Kota Medan sendiri tidak menjadi sumber terbesar untuk Pendapatan Asli Daerah Kota Medan. Kota Medan merupakan salah satu kota metropolitan yang terbesar di Pulau Sumatera dengan luas 26.510 hektar atau setara dengan 265,10 km² serta jumlah penduduk sebesar 2.121.053 jiwa pada tahun 2009.1

Dalam rangka penertiban dan peningkatan pendapatan daerah kota Medan terutama dari pajak daerah, maka kepala daerah dalam hal ini Walikota bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Medan menetapkan

Medan memiliki tempat yang strategis sebab berada pada jalur pelayaran Selat Malaka. Dengan demikian, kota ini menjadi pintu gerbang kegiatan ekonomi domestik dan mancanegara yang melalui Selat Malaka. Selain itu, Medan juga berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan juga beberapa daerah kaya sumber daya alam, mempengaruhi kemampuan Medan dalam hal ekonomi sehingga memiliki hubungan kerjasama yang saling memperkuat dengan daerah sekitarnya. Dengan kondisi seperti itu, banyak kegiatan ekonomi yang berlangsung dan masyarakat dari daerah lain yang datang untuk berdagang dan bekerja di Kota Medan, hal ini didukung dengan banyaknya pusat-pusat perbelanjaan, perhotelan dan restoran di Kota Medan.


(45)

Peraturan Daerah tentang Pajak Parkir yang diatur dalam Perda Nomor 10 Tahun 2011. Peraturan daerah tersebut sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah lain dan peraturan perUndang-Undangan yang lebih tinggi. Dalam hal ini Perda Nomor 10 Tahun 2011 merujuk pada Undang-UndnagNomor 28 Tahun 2009. Namun, dalam pelaksanaan Perda ini tersbut terdapat permasalahan seperti masih adanya pusat perbelanjaan dan perhotelan yang belum menjalankan Perda pajak parkir tersebut, serta penolakan terhadap diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 ini.2

1.2Perumusan Masalah

Ketidaksesuaian yang terjadi antara Perda ini dengan yang terjadi di lapangan menimbulkan ketertarikan penulis dalam memilih penelitian terkait pajak parkir dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan”.

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan permasalahan pokok penelitian ini adalah: “Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan?”


(46)

1.3Tujuan Penelitian

Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian, serta menunjukkan kualitas dari penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 10

Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi

dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir di Kota Medan.

1.4Manfaat Penelitian

Suatu penelitian tentunya diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Subjektif

Sebagai suatu proses untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya tulis ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Manfaat Praktis

Sebagai upaya untuk memperkaya hasil penelitian tentang dunia pajak khususnya yang berhubungan dengan kontribusi pajak parkir terhadap pendapatan daerah di Kota Medan, sehingga di harapkan penelitian ini dapat dipakai untuk pengembangan pengelolahan pajak parkir. Sekaligus


(47)

sebagai masukan bagi Pemerintah daerah setempat tertutama dalam pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang guna meningkatkan pendapatan daerah melalui pajak parkir dan sebagai tolak ukur dalam menilai peran pajak parkir dalam menunjang pendapatan daerah.

3. Manfaat Akademis

Sebagai refrensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik di dalam bidang ini.

1.5Kerangka Teori

Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan permasalahan perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu.Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah tersebut disoroti. Menurut Kerlinger (dalam Singarimbun), teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proporsisi unutk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.3

1.5.1 Kebijakan Publik

Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani “polis” berarti negara kota yang kemudian masuk ke dalam bahasa Latin menjadi “politia” yang berarti negara. Akhirnya masuk ke dalam bahasa Inggris “policie”


(48)

yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah atau administrasi pemerintahan.4

Ada banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti dari kebijakan. Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Definisi kebijakan publik dari Thomas R. Dye ini mengandung makna bahwa: a) kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasta; b) kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

Artinya kebijakan (policy) tersebut dilakukan untuk

menyelesaikan masalah yang ada atau menjadi solusi dari suatu masalah.

5

James E. Anderson (1975) memberikan definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang dimaksudkan untuk dilakukan; kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti Kebijakan menurut Dye tersebut mengandung makna yang luas, sebab Dye juga mengartikan bahwa pemerintah yang memilih tidak melakukan sesuatu adalah merupakan kebijakan pemerintah. Sehingga, ketika ada permasalahan yang tidak mendapat solusi atau keputusan untuk menyelesaikannya, juga sudah diartikan sebagai suatu kebijakan.

4 William Dunn. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gajah Mada University Press, hal. 22-25 5 A.G Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hal. 2


(49)

merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada peraturan

perUndang-Undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.6 Definisi dari

Anderson ini memiliki kemiripan dengan Dye, namun Anderson menambahkan bahwa pilihan pemerintah tersebut memiliki tujuan. Hal ini juga didukung oleh Hugh Helgo yang menyebutkan bahwa kebijakan sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu.7

1. Goals atau tujuan yang diinginkan

Defenisi Helgo ini selanjutnya diuraikan oleh Charles O. Jones (1977) dalam kaitannya dengan beberapa isi kebijakan publik yang terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut:

2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai

tujuan

3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan

4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan , membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program

5. Efek, yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau skunder).8

Hogwood dan Gunn menjelaskan definisi kebijakan dengan sepuluh istilah kebijakan dalam pengertian modern yaitu:

1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktifitas

2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktifitas negara yang diharapkan

6 Hessel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi.Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI, hal. 2 7 Said Zainal Abidin. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah., hal 21


(50)

3. Sebagai proposal spesifik 4. Sebagai keputusan pemerintah 5. Sebagai otorisasi formal 6. Sebagai sebuah program 7. Sebagai output

8. Sebagai hasil (outcome) 9. Sebagai teori dan model 10.Sebagai sebuah proses

Pengertian-pengertian diatas menyatakan bahwa kebijakan selalu dibuat oleh pemerintah dengan tujuan-tujuan tertentu. Pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh lingkungan ekternal maupun internal dan kondisi ketika kebijakan tersebut dibuat. Carl Friedrich mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan tertentu.9

Dari berbagai definisi kebijakan publik (public policy) di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah tindakan-tindakan yang dilakukan dengan serangkaian proses oleh badan-badan atau pejabat pemerintah sebagai pembuat dan pelaksana dari tindakan tersebut yang memiliki tujuan tertentu.

Maka kebijakan sebagai suatu produk dari pemerintah terkait dengan kepentingan publik, harus dibuat berdasarkan pada tujuan yang menyelesaikan masalah publik atau kepentingan masyarakat dan negara.


(51)

1.5.1.2Tahapan Kebijakan Publik

Dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kebijakan publik, Dunn10

1. Agenda setting adalah proses pengumpulan isu-isu dan masalah publik

yang mencuat ke permukaan melalui proses problem structuring. Menurut Dunn problem structuring memiliki empat fase yaitu: pencarian masalah, pendefenisian masalah, spesifikasi masalah, dan pengenalan masalah. Woll mengatakan bahwa suatu isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

a) Memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat,

b) Membuat analog dengan cara memancing dengan kebijakan publik yang pernah dilakukan,

c) Isu tersebut mampu dikaitkan dengan simbol-simbol nasional atau politik yang ada,

d) Terjadinya kegagalan pasar, dan

e) Tersedianya teknologi atau dana untuk menyelesaikan masalah

publik.

2. Policy formulation adalah mekanisme proses untuk menyelesaikan

masalah publik, dimana pada tahap ini para analis mulai menerapkan beberapa teknik untuk menentukan sebuah pilihan yang terbaik yang akan dijadikan kebijakan. Dalam menentukan kebijakan tersebut, aktor

10 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi Pikiran George Edward III.


(52)

kebijakan dapat menggunakan analisis biaya dan manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil tidak ditentukan dengan informasi yang serba terbatas. Para aktor kebijakan tersebut harus mengidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui psoses peramalan (forecasting)untuk memecahkan masalah yang didalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

3. Policy adoption adalah penetapan keputusan yang sudah ditetapkan untuk

menjadi solusi dari masalah publik tersebut. Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa depan yang diinginkan dan merupakan langkah terbaik dalam mencapai tujuan tertentu bagi kemajuan masyarakat luas.

b) Pengidentifikasian kriteria-kriteria tertentu dan dipilih untuk menilai alternatif yang akan direkomendasikan.

c) Mengevaluasi alternatif-alternatif tersebut dengan menggunakan kriteria yang relevan agar efek posisi alernatif lebih besar dari efek yang terjadi.

4. Policy implementation adalah proses pelaksanaan kebijakan yang sudah

ditetapkan tersebut oleh unit-unit eksekutor tertentu dengan memobilisasi sumber dana dan sumber daya lainnya dan pada tahap ini proses monitoring sudah dapat dilakukan. Tahapan implementasi kebijakan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah


(53)

suatu kebijakan ditetapkan dengan menghasilkan output yang jelas dan dapat diukur.

5. Policy assessment atau penilaian kebijakan: pada tahap ini semua proses

implementasi dinilai apakah sudah sesuai dengan rencana dalam program kebijakan dengan ukuran kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Proses penilaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu monitoring dan evaluasi. Monitoring dilakukan sewaktu proses pelaksanaan kebijakan masih berjalan dan bertujuan untuk melihat bagaimana program tersebut berjalan, biasanya dalam bentuk penelitian/ riset dan rekomendasi. dan evaluasi dilakukan setelah kebijakan tersebut telah selesai dilakukan. Evaluasi dilakukan terhadap program yang sudah selesai dan bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil dari program tersebut apakah mencapai sasaran.

1.5.2 Implementasi Kebijakan

1.5.2.1Pengertian Implementasi Kebijakan

Dalam penjelasan mengenai kebijakan publik diatas, beberapa ahli menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dalam mencapai tujuan tersebut, sudah disusun rencana dan proses yang terkait dengan pencapaian tujuan tersebut. Pada saat suatu kebijakan sudah dibuat maka kebijakan haruslah dilaksanakan atau diterapkan. Pelaksanaan kebijakan tersebutlah yang disebut implementasi kebijakan. Seperti yang dikemukakan oleh Lineberry bahwa pengambilan kebijakan (policy making) tidaklah berakhir ketika kebijakan dikemukakan atau


(54)

diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas dari pembuatan kebijakan. Ketika kebijakan selesai dirumuskan maka proses implementasi dimulai, dengan melalui cara-cara lain.11

Dalam pengertian yang luas, implementasi mempunyai makna pelaksanaan Undang-Undang dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya meraih tujuan-tujuan kebijakan dan program-program.

Implementasi kebijakan dapat dikatakan sebagai tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik, sebab suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak, makna dan tujuan yang diinginkan. Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elite, jika program tersebut tidak pernah diimplementasikan. Oleh karena itu, dapat dikatakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan suatu kebijakan terletak pada proses implementasinya. Namun, implementasi kebijakan tidak dapat terpisah dengan formulasinya. Keberhasilan suatu kebijakan itu sangat tergantung tatanan kebijakan itu sendiri.

12

Konsep mengenai implementasi ini lebih lanjut dikemukakan oleh Van Meter Van Horn, yang menyatakan bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan individu-individu, kelompok-kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran, yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya.13

11Fadillah Putra. 2001. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan (Perubahan dan Inovas Kebijakan Publik dan Ruang

Partisipasi Masyarakat dalan Proses Kebijakan Publik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hal. 82

12 Riant Nugroho.2006. Kebijakan untuk Negara-Negara Berkembang (Model-model Perumusan Implementasi dan

Evaluasi). Jakarta: Elex Media Komputindo., hal. 31


(55)

Sementara implementasi kebijakan menurut Patton dan Sawicki adalah berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program dimana posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, mengiterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang sudah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program serta melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat dan petunjuk yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan.14

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu.15

Jadi tahap implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perUndang-Undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktifitas atau kegiatan dari program pemerintah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu rangkaian aktivitas

14 Tangkilisan. Op.Cit., hal. 9 15


(56)

dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Proses ini berlangsung dan sangat menentukan bagaimana sebuah solusi dari permasalan yang ada dikerjakan sehingga benar-benar memberikan dampak sesuai dengan yang diharapkan sejak awal.

1.5.2.2Model-Model Implementasi Kebijakan

Kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy maker, bukan menjadi jaminan bahwa kebijakan tersebut akan berhasil untuk diimplementasikan. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan baik yang bersifat individual maupun kelompok/institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran.

Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel, baik variabel yang individual maupun organisasional dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain.

1. Model George C. Edward III16

Edward memberikan empat variabel yang menunjukkan peran penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi, yaitu sebagai berikut:

1. Komunikasi

Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Menurut


(57)

Edwards, prasyarat pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan itu dapat diikuti. Tentu saja komunikasi-komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana. Berikut akan dijelaskan lebih rinci unsur dari komunikasi, yaitu:

a. Transmisi

Faktor utama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan satu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukan keputusan-keputusan tersebut diabaikan atau jika tidak demikian, seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan-keputusan yang dikeluarkan.

Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah implementasi. 1) Pertentangan pendapat antara para pelaksana dengan perintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Pertentangan terhadap kebijakan ini akan menimbulkan hambatan atau distorsi seketika terhadap komunikasi kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaan yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah umum. 2)Informasi melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi. Penggunaan


(58)

sarana komunikasi yang tidak langsung mungkin juga mendistorsikan perintah-perintah pelaksana.

b. Kejelasan.

Jika kebijakan-kebijakan diimpelentasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas. Namun demikian, ketidakjelasan pesan komunikasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi. Pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Edwards mengidentifikasikan enam faktor yang mendorong terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan, yaitu: kompleksitas kebijakan publik, keinginan untuk tidak mengganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan-tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.

c. Konsistensi.

Jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten. Perintah-perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Bila hal ini terjadi maka akan berakibat pada ketidakefektivan implementasi kebijakan. Menurut Edwards dengan menyelidiki hubungan antara komunikasi dan


(59)

implementasi maka kita dapat mengambil generalisasi, yakni bahwa semakin cermat keputusan-keputusan dan perintah-perintah pelaksanaan diteruskan kepada mereka yang harus melaksanakannya, maka semakin tinggi probabilitas keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah pelaksanaan tersebut dilaksanakan.

2. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Dengan demikian, sumber-sumber dapat menjadi faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting meliputi staff yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menterjemahkan usul-usul di atas kertas guna pelaksakan pelayanan publik.

a. Staf.

Barangkali sumber yang paling penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Satu hal yang harus diingat adalah bahwa jumlah tidak selalu mempunyai efek positif bagi implementasi kebijakan. Kasus rendahnya pelayanan birokrasi di Indonesia menjadi contoh kasus yang dapat digunakan untuk menjelaskan proporsi ini. Pelayanan publik di Indonesia sering kali dinyatakan lamban dan cenderung tidak efesien. Penyebabnya bukan terletak pada jumlah staf yang menangani pelayanan publik tersebut, tetapi lebih pada kurangnya sumber daya


(1)

5. Kepada Bapak Arifin Nasution, S.Sos, M.Siselaku dosen pembimbing skripsi yang selalu meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang telah memberikan banyak ilmu selama perkuliahan.

7. Staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, khusus untuk Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.

8. Untuk BapakKepala Seksi Penagihan dan Perhitungan Kota Medan yang juga telah banyak memberikan bantuan dan informasi kepada penulis selama penelitian.

9. Untuk seluruh Pegawai Dispenda Kota Medan yang sangat ramah dan berbaik hati dalam memberikan setiap data dan informasi yang dibutuhkan peneliti.

10. Untuk kedua orang tua saya Bapak S. Tampubolon dan Ibu L. Pakpahan, terima kasih sedalam-dalamnya untuk semua doa, nasehat dan dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih untuk cinta dan kasih sayang yang kalian berikan untukku, terima kasih untuk pengorbanan kalian yang tiada habisnya. Doa kalian yang mengantarku ke jalan kesuksesan. Semoga Bapak dan Mamak selalu diberikan kesehatan dan perlindungan dari Tuhan Yesus Kristus. Amin.

11. Untuk abangku Batara Tampubolon dan adikku Todo Tampubolon terima kasih untuk dukungan kalian selama ini dalam hal apapun dan semoga sukses buat kita semua. Amin.

12. Untuk sahabat-sahabatku: Hanna Lubis, Windy Sitohang, Lasmaida Panjaitan, Chyintia Wulandari, Reina Sirait, Erap Nainggolan, Meylan


(2)

Medan, 2014 Penulis,


(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Masalah ... 7

1.4Manfaat Penelitian ... 7

1.5Kerangka Teori... 8

1.5.1 Kebijakan Publik ... 8

1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik ... 8

1.5.1.2Tahapan Kebijakan Publik ... 12

1.5.2 Implementasi Kebijakan... 14

1.5.2.1Pengertian Implementasi Kebijakan ... 14

1.5.2.2Fungsi Implementasi Kebijakan ... 17

1.5.2.3Model-Model Implementasi Kebijakan ... 18


(4)

1.5.6 Pajak Parkir ... 60

1.6Defenisi Konsep ... 67

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 71

2.2 Lokasi Penelitian ... 71

2.3 Informan Penelitian ... 71

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 72

2.5 Teknik Analisis Data ... 73

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 75

3.2 Sejarah Dinas Pendapatan Kota Medan ... 76

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan ... 77

3.4 Visi dan Misi Dinas Pendapatan Kota Medan ... 92


(5)

BAB V PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

5.1 Implementasi Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir ... 108

5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Proses Implementasi Perda Nomor 10 Tahun 2011 ... 117

BAB V PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 119

6.2 Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ...


(6)

ABSTRAKSI

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

Diterbitkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Paerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah, salah satu jenisnya adalah pajak parkir. Guna mengatur pengelolaan pajak parkir, dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir dan untuk mengatur pelaksanaan teknisnya, dikeluarkanlah Peraturan Walikota Medan Nomor 57 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir, yang dijalankan oleh Dinas Pendapatan Kota Medan.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir, kedua, untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Perda tersebut. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci dan informan utama dari penelitian ini berasal dari Dinas Pendapatan Kota Medan.

Kesimpulan penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pajak Parkir belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, karena masih banyak terdapat kekurangan dan kendala, seperti dari segi komunikasi dengan pihak ketiga, sumber daya non manusia, serta kondisi sosial ekonomi yang mempengaruhi pelaksanaan Perda tersebut. Sehingga masih dibutuhkan perbaikan-perbaikan dalam melaksanakan Peraturan Daerah ini.

Kata Kunci : Implementasi, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Pajak Parkir