Evaluasi Intensifikasi Pemungutan Pajak Reklame Guna Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Deli Serdang)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1 Kerangka Teori
Teori merupakan serangkaian asumsi, konsepsi, konstruksi, definisi dan
proposisi untuk menerapkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
hubungan antarkonsep (Singarimbun 2006:37). Kerangka teori adalah bagian dari
penelitian, tempat peneliti memberikan panjelasan tentang hal-hal yang
berhubungan dengan variabel-variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah
yang ada dalam penelitian. (Arikunto 2002:92). Kerangka teori ini diharapkan
dapat memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam
memahami masalah yang diteliti. Oleh karena itu, penulis akan mengemukakan
beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan dijadikan sebagai landasan
berpikir dalam penelitian ini.
2.1.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik bukan semata-mata hanya dipandang sebagai pelengkap
dalam hal pemerintahan. Kebijakan publik dipahami sebagai instrumen yang
dipakai pemerintah untuk menyelesaikan masalah publik. Dapat diartikan bahwa
kebijakan publik merupakan aturan yang telah dibuat oleh pemerintah dengan
melakukan pertimbangan dan memilih alternatif kebijakan guna untuk
menyelesaikan persoalan atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Pada dasarnya, kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah riil

yang terjadi pada masyarakat. Lebih lanjut lagi Chandler dan Plano (dalam

Universitas Sumatera Utara

Tangklisan 2003:01) kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap
sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah masalah-masalah publik atau
pemerintah. Dalam kenyataannya, kebijakan tersebut telah banyak membantu
para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun politisi untuk
memecahkan masalah-masalah publik.
Andaearson (dalam Tangkilisan. 2003:2) menyatakan bahwa kebijakan
publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabatpejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah: 1) kebijakan
publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang
berorientasi pada tujuan, 2) kebijakan berisi tindakan-tindakan pemerintah, 3)
kebijkan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi
bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan, 4) kebijakan
publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan
pemerintah menggenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam
arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, 5)
Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Kebijakan publik adalah rangkaian tindakan pemerintah untuk mengatasi
dan memecahkan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat guna memenuhi
kepentingan dan penyelengaraan urusan –urusan publik/masyarakat.
2.1.2 Kebijakan Perpajakan

Menurut Musgrave terdapat dua aspek dari kebijakan perpajakan yaitu
yang pertama adalah perumusan dari peraturan pajak dan kedua adalah masalah-

Universitas Sumatera Utara

masalah penting yang menyangkut administrasi perpajakan (Richard A dan Peggy
1989:35). Kebijakan pajak menurut Mansury (1999:1) terbagi dalam dua
pengertian kebijakan fiskal yaitu berdasarkan pengertian luas dan pengertian
sempit Kebijakan fiskal dalam arti luas adalah kebijakan yang mempengaruhi
produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi, dengan menggunakan
instrumen pemungutan pajak dan pengeluaran belanja negara. Sedangkan
pengertian kebijakan fiskal dalam arti sempit adalah kebijakan yang berhubungan
dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan
dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang
harus dibayar dan bagaimana tata cara pembayaran pajak terhutang.Kebijakan

fiskal berdasarkan arti sempit ini disebut juga dengan kebijakan pajak.

Menurut Marsuni (2006:37-38), kebijakan perpajakan dapat dirumuskan
sebagai:

1. Suatu pilihan atau keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam
rangka menunjang penerimaan negara dan menciptakan kondisi
ekonomi yang kondusif.
2. Suatu tindakan pemerintah dalam rangka memungut pajak guna
memenuhi kebutuhan dana untuk keperluan negara.
3. Suatu keputusan yang diambil pemerintah dalam rangka meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak untuk menyelesaikan kebutuhan
dana bagi negara.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Evaluasi Kebijakan

Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan.
Evaluasi baru dapat dilakukan kalau suatu kebijakan sudah berjalan cukup waktu.

Memang tidak ada batasan waktu yang pasti kapan sebuah kebijakan dapat
dievaluasi. Misalnya untuk dapat mengetahui outcome, dan dampak suatu
kebijakansudah tentu diperlukan waktu tertentu, misalnya 2 tahun semenjak
kebijakan itu diimplementasikan.

Menurut Ripley (dalam Tangkilisan 2003:26) mengemukakan bahwa
evaluasi yang dilakukan terhadap suatu tindakan kebijakan sesungguhnya
merupakan evaluasi terhadap implementasinya, kemudian bagaimana kepatuhan
dari kelompok-kelompok ketika proses implementasi berlangsung dan terakhir
bagaimana prospek ke depan dari dampak kebijakan tersebut. Sejalan dengan itu
pada hakekatnya suatu kebijakan publik mempunyai maksud untuk mencapai
tujuan, oleh karena itu evaluasi kebijakan pada dasarnya harus dapat memperjelas
seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat mendekati tujuan
(Bryant dan White dalam Tangkilisan 2003:26).

Adapun prosedur evaluasi menurut Umar (2002:34) bahwa proses suatu
evaluasi pada umumnya memiliki tahapan-tahapannya sendiri, walaupun tidak
selalu sama tetapi yang lebih penting adalah bahwa prosesnya sejalan dengan
fungsi evaluasi itu sendiri. Adapun proses evaluasi meliputi menemukan apa yang
akan dievaluasi, merancang desain kegiatan evaluasi, pengumpulan , pengelolahan

dan analisis data, dan

laporan hasil evaluasi. Bahkan masih dalam buku

Universitas Sumatera Utara

Tangkilisan (2003:27) dinyatakan bahwa evaluasi kebijakan publik dapat
dibedakan atas tiga bagian, yaitu:
1) Tipe evaluasi proses (process evaluation), dimana evaluasi dilakukan
dengan memusatkan perhatian pada pertanyaan bagaimana program
dilaksanakan?(How did the program operate?).
2) Tipe evaluasi dampak (impact evaluation), dimana evaluasi ini bertujuan
untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah dicapai dari
program? (What did the program do?).
3) Tipe evaluasi strategi (strategic evaluation), dimana evaluasi bertujuan
untuk mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana program dapat
dilaksanakan secara efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan
masyarakat dibanding dengan program-program lain yang ditujukan pada
masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.


2.1.3.1 Tujuan dan Alasan Evaluasi Kebijakan
Evaluasi memiliki beberapa tujuan menurut Subarsono (2005:120) yang
dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan.
2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan.
5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan.
6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Subarsono (2005:123) alasan pentingnya evaluasi kebijakan
yakni:
1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan, yakni seberapa jauh
suatu kebijakan mencapai tujuannya.
2. Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat
tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan
berhasil atau gagal.
3. Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian

kinerja

suatu

kebijakan,

maka

dapat

dipahami

sebagai

bentuk

pertanggungjawaban pemerintah kepada publik sebagai pemilik dana dan
mengambil manfaat dari kebijakan dan program pemerintah.
4. Menunjukan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tindakan
dilakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan, para stakeholders, terutama

kelompok sasaran tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah
kebijakan atau program.
5. Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya evaluasi
kebijakan

bermanfaat untuk memberikan masukan bagi proses

pengambilan kebijakan yang akan datang agar tidak mengulangi kesalahan
yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan
kebijakan yang lebih baik.

2.1.3.2 Pendekatan Evaluasi
Pendekatan evaluasi Menurut William Dunn (2003:611-612) membedakan
atas tiga pendekatan yakni:

Universitas Sumatera Utara

1. Evaluasi semu (pseudo evaluation)adalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informan yang valid dan
dapat


dipercaya

mengenai

hasil

kebijakan,tanpa

berusaha

untuk

menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasl-hasil tersebut terhadap
individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama
adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan sesesuatu yang
dapat terbukti sendiri(self evident) atau tidak kontroversial.
2. Evaluasi Formal (Formal Evaluation) merupakan pendekatan yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi

hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan
secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi
utamanya adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal
adalah merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan
program.
3. Evaluasi

keputusan

pendekatan

yang

teoritis

(decision-theoretic

menggunakan

metode-metode


evaluation)

adalah

deksriptif

untuk

menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid
mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagi
macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok antara evaluasi teoritis dengan
dua jenis pendekatan yang diatas adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis
berusaha untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari
pelaku kebijakan baik yang tersembunyi maupun yang dinyatakan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Pendekatan Evaluasi
Pendekatan

Tujuan

Asumsi

Bentuk-Bentuk
Utama

Evaluasi
semu

Menggunakan
metode deskriptif
untuk menghasilkan
informasi yang valid
tentang hasil
kebijakan

Ukuran manfaat
atau nilai terbukti
dengan sendirirnya
atau tidak
kontroversial

1. Eksprementasi
sosial
2. Akuntasi sistem
sosial
3. Pemeriksaan sosial
4. Sintesis riset dan
praktik

Evaluasi
formal

Menggunakan
metode deskriptif
untuk menghasilkan
informasi yang
terpercaya dan valid
mengenai hasil
kebijakan secara
formal diumumkan
sebagai tujuan
program- kebijakan

Tujuan dan sasaran
dari pengamil
kebijakan dan
administrator yang
secara resmi
diumumkan
merupakan ukuran
yang tepat dari
manfaat atau nilai.

1. Evaluasi
perkembangan
2. Evaluasi
eksperimental
3. Evaluasi proses
retrospektif
4. Evaluasi hasil
retrospektif

Evaluasi
keputusan
teoritis

Menggunakan
metode deskriptif
untuk menghasilkan
informasi yang valid
dan dapat dipercaya
mengenai hasil
kebijakan yang
secara eksplisit
diinginkan oleh
berbagai pelaku
kebijakan.

Tujuan dan sasaran 1. Penilaian tentang
dapat tidaknya
dari berbagai
dievaluasi
pelaku yang
2. Analisis utilitas
diumumkna secara
multiatribut.
formal ataupun
diam-diam
merupakan ukuran
yang tepat dari
manfaat atau nilai.

Sumber: William Dunn (2003)
2.1.3.3 Metode Evaluasi
Untuk

melakukan

evaluasi

terhadap

program

yang

telah

diimplementasikan ada beberapa metode evaluasi. Menurut Finsterbusch dan

Universitas Sumatera Utara

Motz dalam Indiahono (2009 : 146) untuk melakukan evaluasi terhadap program
yang telah diimplementasikan ada beberapa metode implementasi yang dapat
diplih yakni:
a. Single program after-only yaitu evaluasi dilakukan hanya mengidentifikasi
kondisi kelompok sasaran pada saat kebijakan selesai dilakukan.
b. Single

program

before-after

yaitu

evaluasi

dilakukan

dengan

membandingkan kondisi sebelum dan sesesudah dari kelompok sasaran
tanpa menggunakan kelompok pembanding.
c. Comparative

after-only

evaluasi

kebijakan

dilakukan

dengan

mengidentifikasi kondisi kelompok sasaran setelah implementasi dan
membandingkannya dengan kelompok pembanding.
d. Comparative before-after yaitu Evaluasi kebijakan dilakukan dengan
mengidentifikasi kondisi kelompok sasaran dan kelompok pembanding
sebelum dan sesudah implementasi.
Tabel 2.2
Metodologi Untuk Evaluasi
No

Jenis Evaluasi

pengukuran kondisi
kelompok sasaran
Sebelum

kelompok
pembanding

Informasi
yang
diperoleh

Sesudah

1

Single
Tidak
program afteronly

Ya

Tidak Ada

Keadaan
Kelompok
Sasaran

2

Single
program
before-after

Ya

Ya

Tidak Ada

Perubahan
Keadaan
Kelompok
Sasaran

3

Comparative
afte –only

Tidak

Ya

Ada

Keadaan
Sasaran
bukan

Universitas Sumatera Utara

Sasaran
4

Comparative
before-after

Ya

Ya

Ada

Efek
program
terhadap
kelompok
sasaran

Sumber: Finterbusch dan Motz

2.1.3.4 Kriteria Evaluasi
Untuk menilai suatu kebijakan perlu dikembangkan beberapa indikator
kerena penggunaan indikator yang tunggal akan membahayakan, dalam arti hasil
penilaiannya dapat bias dari yang sesungguhnya. Indikator atau kriteria evaluasi
yang dikembangkan oleh William N. Dunn (2003:610) mencakup enam indikator
sebagai berikut:
Tabel 2.3
Kriteria Evaluasi Kebijakan
No.

Kriteria

Penjelasan

1.

Efektivitas

Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai?

2.

Efisiensi

3.

Kecukupan

Seberapa banyak usaha diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan?
Seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat
memecahkan masalah?

4.

Pemerataan

Apakan biaya dan manfaat didistribusikan merata
kepada kelompok masyarakat yang berbeda?

5.

Responsivitas

6.

Ketepatan

Apakah hasil kebijakan memuat preferensi/nilai
kelompok dan memuaskan mereka?
Apakah hasil yang dicapai bermanfaat?

Kriteria-kriteria di atas akan dijadikan sebagai tolak ukur atau indikator
dari evaluasi kebijakan atau program. Untuk lebih jelasnya setiap indikator
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1.

Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang artinya adalah tercapainya

hasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu
berkaitan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
yang telah dicapai. Steers dalam Halim (2004:166) mendefinisikan
efektivitas bahwa sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Selanjutnya Mardiasmo (2009:132) menyatakan
bahwa efektivitas merupakan kontribusi output terhadap pencapaian tujuan
atau sasaran yang telah ditetapkan. Sedangkan Dunn (2003:429)
menyatakan bahwa efektivitas berkenaan dengan apakah suatu alternatif
mencapai hasil (akibat) yang diharapkan atau mencapai tujuan dari
diadakannya tindakan.
Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan atau program ternyata
tidak mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi, maka dapat
dikatakan

bahwa

suatu

kebijakan

tersebut

telah

gagal.

Hasil

kebijakan/program tidak langsung efektif dalam jangka waktu yang pendek,
tetapi mungkin membutuhkan jangka waktu yang cukup lama dan melalui
proses tertentu.
Mardiasmo dalam Dana (2014:2) menjelaskan bahwa indikator
efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari
keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar
kontribusi keluaran yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran
yang telah ditentukan, maka semakin efektif proses kerja yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

suatu

unit

organisasi.

Penilaian

efektivitas

dalam

penelitian

ini

menggunakan serangkaian ukuran sebagai berikut:
a. Hasil
b. Keadilan
c. Kemampuan melaksanakan
d. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah
Selanjutnya, untuk melihat tingkat efektivitas dapat diketahui dengan
hitungan sebagai berikut:

Efektivitas =

��������� ����������

������ ��������� �

× 100%

Tabel 2.4
Keriteria Penilaian Efektivitas
Presentase
Kriteria
Diatas 100%
Sangat Efektif
90%-100%
Efektif
80%-90%
Cukup Efektif
60%-80%
Kurang Efektif
Kurang dari 60%
Tidak Efektif

2.

Efisiensi
Efisiensi merupakan saah satu indikator untuk melihat suatu

keberhasilan dapat tercapai. Dikatakan efisiensi bila dalam penggunaan
sumber daya/usaha secara optimum untuk mencapai hasil atau tujuan dari
kegiatan yang dijalankan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efisiensi
adalah ketepatan cara (usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan
tidak membuang waktu, tenaga, biaya) atau kemampuan menjalankan tugas
dengan baik dan tepat (dengan tidak membuang waktu, tenaga, biaya).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Dunn (2003:430), efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah
usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu.
3.

Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang dicapai

sudah dapat dirasakan mencukupi dalam pemecahan masalah. Menurut
Dunn (2003:430) , kecukupan berkenaan dengan seberapajauh suatu tingkat
efektivitas

memuaskan

kebutuhan,

nilai

atau

kesempatan

yang

menumbuhkan adanya masalah.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kecukupan
masih sangat berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau
memprediksi seberapa jauh alternatif yang ada dapat memuaskan
kebutuhan, nilai atau kesempatan dalam meyelesaikan masalah yang terjadi.
Dalam hal ini, kriteria kecukupan menekankan pada hubungan antara
alternatif kebijakan yang diambil dengan hasil yang diharapkan, dimana
usaha-usaha yang telah diambil atau dilakukan membawa perubahan yang
ada.
4.

Pemerataan
Pemerataan dalam kebijakan publik berbicara tentang keadilan yang

diberikan dan diperoleh oleh kelompok sasaran. William N. Dunn
(2003:434) menyatakan bahwa kesamaan (equity) erat berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial dan menunjukkan pada distribusi akibat dan
usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya

Universitas Sumatera Utara

atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu kebijakan atau program dapat
dikatakan efektif, efisien dan mencukupi, namun akan bisa saja ditolak jika
biaya dan manfaat tidak merata dan adil bagi masyarakat. Kuncinya adalah
keadilan dan kewajaran.
5.

Responsivitas
Responsivitas berasal dari kata respon yang diartikan sebagai tanggap.

Maka responsivitas dalam kebijakan publik dapat dikatakan sebagai
tanggapan sasaran kebijakan atau program terhadap penerapan suatu
kebijakan. Menurut Dunn (2003:437), responsivitas berkenaan dengan
seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau
nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Bahkan lebih dalam lagi,
Dunn menyatakan bahwa kriteria responsivitas penting karena analisis yang
dapat memuaskan semua keriteria lainnya (efektif, efisien, kecukupan dan
kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari
kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
Dari pernyataan diatas, maka respositivas ini akan melihat bagaimana
kebijakan atau program yang diambil sesuai sesuai dengan kebutuhan untuk
menyelesaikan dan mengatasi masalah yang ada, bahkan mendatangkan
kepuasan tertentu terhadap kelompok sasaran.
6.

Ketepatan
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada

kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. Dunn (2003:499)
menyatakan bahwa kelayakan adalah

kriteria yang dipakai untuk

menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai

Universitas Sumatera Utara

apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan
pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan
rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan
bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Dalam kriteria ketepatan ini, program atau kebijakan yang diambil dan
ditetapkan yang dianggap dapat memecahkan masalah dapat dirasakan
bermanfaat kepada kelompok sasaran.
2.1.4

Pendapatan Asli Daerah

2.1.4.1 Tinjauan Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalahsalah satu sumber dari pendapatan
daerah. MenurutYani (2008: 51) Pendapatan asli daerah adalahpendapatan yang
diperoleh

daerah

yang

dipungutberdasarkan

peraturan

daerah

sesuai

denganperaturan perundang-undangan. Menurut Halim(2004: 96) pendapatan asli
daerah merupakansemua penerimaan daerah yang berasal darisumber ekonomi
asli daerah.Mardiasmo (2004: 125) mengemukakanbahwa, “Pendapatan Asli
Daerah adalahpenerimaan daerah dari sektor pajak daerah,retribusi daerah, hasil
perusahan milik daerah, hasilkekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lainPAD
yang sah”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)merupakan suatu pendapatan yang
menunjukkansuatu kemampuan daerah menggali sumber-sumberdana untuk
membiayai kegiatan rutinmaupun pembangunan. Jadi pengertian daripendapatan
asli

daerah

dapat

DemerintahDaerah

dikatakan
dalam

sebagaipendapatan

memanfaatkan

rutin

dari

potensi-potensisumber

usaha-usaha
keuangan

daerahnya untuk membiayaitugas dan tanggungjawabnya.Peran PAD sebagai

Universitas Sumatera Utara

sumber pembiayaanpembangunan daerah masih rendah. Kendatipunperolehan
PAD setiap tahun relatif meningkatnamun masih kurang mampu menggenjot
lajupertumbuhan ekonomi daerah.
Rendahnhya potensi PAD disebabkan olehfaktor (Erry, 2005: 51-52):
a. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar tetapi digali
oleh instansi yang lebih tinggi.
b. BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada pemerintah
daerah.
c. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan
pungutan lainnya.
d. Adanya kebocoran-kebocoran/kolusi
e. Biaya pemungutan masih tinggi
f. Adanya kebijakan pemerintah yang berakibat menghapus atau
mengurangi penerimaan PAD.
g. Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan
baik besaran tarifnya maupun sistem pemungutannya.
h. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.
Upaya

meningkatkan

kemampuanpenerimaan

daerah,

khususnya

penerimaan dalampendapatan asli daerah harus dilaksanankan secaraterus
menerus oleh semua pihak dalam pemerintahdaerah, agar pendapatan asli daerah
tersebut terusmeningkat. Pemerintah diharapkan dapatmeningkatkan PAD untuk
mengurangiketergantungan

terhadap

pembiayaan

dari

pusat,sehingga

meningkatkan otonomi dan keluasandaerah. Langkah penting yang harus
dilakukan olehpemerintah daerah untuk meningkatkanpenerimaan daerah adalah

Universitas Sumatera Utara

menghitung potensiPAD yang riil dimiliki daerah. MengoptimalisasiPAD akan
berimplikasi pada peningkatanpungutan pajak daerah dan retribusi daerah,
karenapenyumbang terbesar PAD adalah dua komponen tersebut.

2.1.4.2 Kelompok Pendapatan Asli Daerah.
Halim (2012:1001) menjelaskan bahwa kelompok pendapatan asli daerah
dipisahkan menjadi empat bagian yaitu:
a. Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah daei pajak. Terbagi atas dua
jenis yaitu:
1. Pajak provinsi.
2. Pajak kabupaten/kota
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi.
Retribusi dapat dipungut oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota
dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum
b. Retribusi Jasa Usaha
c. Retribusi Perizinan Tertentu
c. Hasil Pengelolan Kekayaan Milik Daerah Yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah.

Universitas Sumatera Utara

b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara.
c. Bagian laba atas penyertaan mosal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemerintah daerah. Transaksi ini disediakan untuk mengakunansikan
penerimaan daerah.

2.1.5 Intensifikasi Pajak
2.1.5.1 Pengertian Intensifikasi Pajak
Optimalisasi Sumber pendapatan Asli Daerah perlu dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daeah. Untuk itu diperlukan intensifikasi
terhadap objek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada. Sejalan dengan
hal tersebut, Sidik (2002:8) mendefinisikan intensifikasi sebagai upaya melakukan
efektivitas dan efisiensi sumber atau pendapatan daerah yang sudah ada.
Menurut Supramo (2010:2) Intensifikasi adalah upaya yang dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan penerimaan daerah yang ditempuh melalui
peningkatan kepatuhan subjek pajak yang telah ada.Menurut Abubakar dalam
Halim (2001: 147) intensifikasi pajak dan retribusi daerah diartikan sebagai suatu
usaha yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan
penerimaan pajak dan retribusi daerah yang biasanya diaplikasikan dalam bentuk :
1. Perubahan tarif pajak dan retribusi daerah
2. Peningkatan pengelolaan pajak dan retribusi daerah

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan

Surat

Edaran

Direktur

Jenderal

Pajak

Nomor

SE.06/PJ.9/2001 tentang pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak dan intensifikasi
pajak. Intensifikasi merupakan kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak
terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam
administrasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan dari hasil pelaksanaan
ekstensifikasi wajib pajak. Sasaranya adalah orang atau badan yang telah
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) tentunya. Tujuan dari intensifikasi
pajak adalah mengintensifkan semua usahanya dalam meningkatkan penerimaan
pajak.

2.1.5.2 Upaya Kegiatan Intensifikasi Pajak
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi
pemungutan pajak daerah dam retribusi daerah melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Memperluas basis penerimaan
2. Memperkuat proses pemungutan
3. Meningkatkan pengawasan
4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan
5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang baik
Menurut Kustiawan (2010:40) upaya intensifikasi akan mencakup aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan dan aspek personalia, yang pelaksanaannya
melalui kegiatan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Menyesuaikan/memperbaiki aspek kelembagaan/organisasi pengelola
pendapatan asli daerah (dinas pendapatan daerah) berikut perangkatnya
sesuai dengan kebutuhan yang terus berkembang, yaitu dengan cara
menerrapkan secara optimal sistem dan prosedur administrasi pajak
daerah. Dengan berlakuna sistem dan prosedur tersebut, organisasi
tidak lagi berorientasi pada sektor atau bidang pemunggutan tetapi
berorientasi pada fungsi-fungsi dalam organisasinya yaitu pendaftaran
dan pendataan, fungsi penetapan, fungsi pembukuan dan pelaporan,
fungsi

penagihan

serta

fungsi

perencanaan

dan

pengendalian

operasional.
b. Memberikan dampak kearah peningkatan pendapatan asli daerah,
karena sistem ini dapat menciptakan:
1. Peningkatan jumlah Wajib Pajak.
2. Meningkatkan cara-cara penetapan pajak.
3. Peningkatan pemungutan pajak dalam jumlah yang benar dan tepat
pada waktunya.
4. Peningkatan sistem pembukuan, sehingga memudahkan dalam hal
pencarian data tunggakan pajak maupun retribusi yang pada
akhirnya dapat mempermudah penagihannya.
c. Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan baik administrasi
maupun operasional yang meliputi:
1. Penyesuaian/penyempurnaan administrasi pungutan.
2. Penyesuaian tarif.
3. Penyesuaian sistem pelaksanaan pungutan

Universitas Sumatera Utara

d. Peningkatan pengawasan dan pengendalian yang meliputi:
1. Pengawasan dan pengendalian yuridis.
2. Pengawasan dan pengendalian teknis.
3. Pengawasan dan penggendalian penatausahaan.
e. Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD dengan cara
meningkatkan

mutu

sumber

daya

manusia/aparaturpengelola

pendapatan daerah dapat dilakukan dengan mengikutsertakan aparatnya
dalam Kursus Keuangan Daerah), juga program-program pendidikan
dan latihan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah.
f. Meningkatkan kegiatan penyuluhan masyarakat untuk menumbuhan
kesadaran masyarakat membayar pajak.

2.1.6 Konsep Pajak
2.1.6.1 Pengertian Pajak
Terdapat bermacam–macam batasan atau definisi tentang pajak yang
dikemukakan oleh para ahli, diantaranya:
1. Menurut Soemitro (dalam Mardiasmo 2009:1) pajak adalah iuran rakyat
kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
2. Menurut Sommerfeld Ray M, Anderson Herschel M dan Brock Horace R,
(dalam Rahman 2010:16) pajak adalah suatu penggalian sumber dari
sektor swasta ke sektor pemerintahan, bukan akibat pelanggaran hukum,
namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan terlebih

Universitas Sumatera Utara

dahulu, tanpa mendapatkan imbalan yang langsung dan proposional agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan.
3. Menurut UU No 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran
rakyat kepada negara berdasarkan Undang-undang yang memaksa dan tidak
medapatkan imbalan secara langsung yang dipergunakan untuk pembiayaan
pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan karakteristik pajak sebagai
berikut:
1. Harus uang (bukan barang) dari rakyat ke kas negara.
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan).
3. Tidak ada timbal balik khusus atau kontraprestasi secara langsung yang
dapat ditunjukkan.
4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran secara umum
demi kemakmuran rakyat.

Universitas Sumatera Utara

2.1.6.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiaai
semua pengeluaran.Berdasarkan hal diatas, maka pajak mempunyai beberapa
fungsi (Rahman 2010:21), yaitu:
1. Fungsi anggaran (budgetair).
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara (pembiayaan rutin) seperti belanja
pajak, belanja barang, pemeliharaan dan lain sebagainya.
2. Fungsi mengatur (regulered).
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan, misalnya seperti dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.

2.1.6.3 Asas-Asas Pemungutan Pajak
Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations (Suandy 2005:27)
mengemukakan asas-asas pemungutan pajak sebagai berikut:
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang denan
kemampuan yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya
dibawah perlindungan pemerintah. Dalam keadaan yang sama wajib

Universitas Sumatera Utara

pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan yang berbeda wajib
pajak harus diperlakukan berbeda.
2. Certainty
Pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak
mengenal kompromi. Dalam asa ini kepastian hukum yang diutamakan
adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan ketentuan
mengenai pembayarannya.
3. Convenience
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak
yaitu pada saat sedekat-dekatnya dengan saat diterimanya penghasilan
yang dikenakan pajak.
4. Economic of Collections
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat mungkin, jangan
sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu
sendiri. Karena tidak ada artinya penerimaan yang akan diperoleh.

2.1.6.4 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi atas tiga bagian yaitu:
1. Official Assessment System
Sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya yang terutang oleh wajib pajak
menurut perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
2. Self Assessment System

Universitas Sumatera Utara

Sistem pemungutan pajka yang memberi wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajka yang teruntang. Wajib pajak
menghitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak
yang harus dibayarkan.
3. With holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

2.1.6.5 Syarat-Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu rendah,
maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar tidak
menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat
sebagai wajib pajak.
3. Sanksi atas penyelenggaraan pajak diberlakukan secara umum sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran.
4. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU

Universitas Sumatera Utara

5. Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan pungutan
yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang",
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU
tentang pajak, yaitu:
a. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU
tersebut harus dijamin kelancarannya.
b. Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum.
c. Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak.
6. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu

kondisi

perekonomian,

baik

kegiatan

produksi,

perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai
merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha
masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil dan menengah.
7. Pemungutan pajak harus efesien.
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
8. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Universitas Sumatera Utara

Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak
dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran

dalam

pembayaran

pajak.

Sebaliknya,

jika

sistem

pemungutan pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.

2.1.6.6 Jenis-Jenis Pajak
Menurut Halim (2014:5) jenis pajak dikelompokkan ke dalam tiga bagian
yaitu:

1. Pajak menurut golongan
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak
dan pembebanannya tidak dilimpahkan kepada pihak lain.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain.
2. Pajak menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya dan selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berdasarkan objeknya tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
3. Pajak menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Universitas Sumatera Utara

Contoh : Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai pajak penjualan
atas barang mewah.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
1. Pajak Provinsi, contoh: pajak kendaraan bermotor, pajak bahan
bakar kendaraan bermotor dan pajak air permukaan.
2. Pajak Daerah, contoh: pajak reklame, pajak penenrangan jalan,
pajak hotel, pajak hiburan dan pajak restoran.

2.1.7 Pajak Daerah
2.1.7.1 Tinjauan Pajak Daerah
Pajak daerahsebagai salah satu komponen PAD merupakan pajak yang
dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah
yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh balas jasayang diberikan oleh
Pemerintah Daerah yang memungut pajak daerah yang dibayarkannya.
Menurut Suandy (2005:1236) pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiaya penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Kesit (2003:1) pajak
daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh PemerintahDaerah (Propinsi dan
Kabupaten/ Kota) yang diatur berdasarkan PeraturanDaerah masing-masing dan
hasil pemungutannya digunakan untukpembiayaan rumah tangga daerahnya.

Universitas Sumatera Utara

Menurut UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Pasal
1 ayat 10 menyatakan bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak,
adalahkontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orangpribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkanUndang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalansecara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerahbagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Secara spesifik, keriteria pajak daerah yang diuraikan oleh K. J.Davey
(1988) “Financing Regional Government” (Kesit 2003:2) yang terdiri dari 4 hal:
1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan
dari daerah.
2. Pajak

yang dipungut

berdasarkan

peraturan

pemerintah

pusat

tetapipenetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.
3. Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh pemerintah daerah.
4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusattetapi
pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.
Menurut Undang_undang No 23 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi daerah, jenis Pajak Daerah terdiri dari:
1. Pajak Provinsi terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
2. Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

a. Pajak Hotel.
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan.
d. Pajak Reklame.
e. Pajak Penerangan Jalan.
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
g. Pajak Parkir.
h. Pajak Air Tanah.
i. Pajak Sarang Burung Walet.
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.1.7.2 Kriteria Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan pajak daerah harus didasarkan pada peraturan daerah dan
tidak berbenturan dengan pungutan pusat, agar tidak terjadi duplikasi penungutan
yang pada akhirnya akan merugikanrakyat dikarenakan wajib pajak harus
melakukan pembayaran berulang. Untuk itu, dibutuhkan kriteria dalam
pemungutan pajak daerah yang telah diatur dalam UU No. 23 tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu:
a. Bersifat pajak bukan retribusi.
b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah Kabupatn/Kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta
hanya

melayani

masyarakat

di

wilayahKabupaten/Kota

yang

bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi atau onjek pajak
pusat.
e. Potensinya memadai.
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat.
h. Menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.8 Tinjauan Pajak Reklame
2.1.8.1 Pengertian Pajak Reklame
Menurut UU No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Pasal
1 ayat 26 dan 27 menyatakan bahwa Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau
media yangbentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial
memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian
umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca,
didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.Pajak reklame adalah pajak
atas penyelenggaraan reklame. Penyelenggaran reklame adalah orang atau badan
yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk
dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya.
Pajak reklame adalah pajak daerah yang penerimaannya diserahkan dan
digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Pajak reklame tersebut
dikenakan terhadap objek pajak yaitu reklame dan nilai sewa reklame dan
didasarkan

pada

besarnya

biaya pemasangan

reklame,

besarnya

biaya

Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan reklame, lama pemasangan reklame, nilai strategi pemasangan
reklame dan jenis reklame.

2.1.8.2 Dasar Hukum Pajak Reklame

Pemungutan Pajak Reklame di Indoensia harus memiliki payung hukum
yang jelas dan kuat sehingga dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar
hukum pemungutan pajak reklame pada satu kabupaten atau kota, terkhusus Kota
Medan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
2. Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 2 Tahun 2011 Tahun
2011 Tentang Pajak Daerah.
3. Peraturan Bupati Deli Serdang No. 435 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Bupati Deli Serdang No 471 Tahun 2011 Tentang
Petunjuk Teknis Perhitungan Nilai Sewa Reklame, Nilai Dasar
Reklame dan Nilai Strategi Daerah Kabupaten Deli Serdang.

2.1.8.3 Objek dan Bukan Objek Pajak Reklame

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 2 Tahun 2011
Tentang Pajak Daerah Kabupaten Deli Serdang Pasal 23 ayat 2 dan 3 dinyatakan
bahwa Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Objek
pajak

reklame

meliputi

reklame

papan/billboard/videotron/megatron/Neon

Box/Large Electronic Display (LED) dan sejenisnya, reklame kain, reklame
melekat, stiker, reklame selebaran, reklame berjalan termasuk pada Kendaraan,

Universitas Sumatera Utara

reklame udara, reklame apung, reklame suara, reklame film/slide dan reklame
peragaan.

Tidak termasuk Objek Pajak Reklame menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Deli Serdang No. 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Kabupaten Deli
Serdang Pasal 23 ayat 3 yaitu:

a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta berita,
warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya.
b. label/merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan,
yang berfungsi untukmembedakan dari produk sejenis lainnya.
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada
bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan
ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau profesi tersebut
tidak melebihi dari 1M2, hanya 1 Unit dan bukan Reklame
Videotron/Neon Box/Large Electronic Display (LED).
d. reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah.
e. Reklame yang diselenggarakan semata-mata memuat nama tempat
Ibadah dan tempat Panti Asuhan.
f. Reklame yang diselenggarakan untuk kegiatan Sosial, Partai Politik dan
Organisasi Kemasyarakatan.

2.1.8.4 Subyek Pajak dan Wajib Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 2 Tahun 2011
Tentang Pajak Daerah Kabupaten Deli Serdang Pasal 24 ayat 1 samp4ai yaitu:

Universitas Sumatera Utara

a. Subjek Pajak reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menggunakan reklame.
b. Wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri
secara langsung oleh orang pribadi atau Badan, wajib pajak reklame
adalah orang pribadi atau Badan tersebut. Dalam hal reklame
diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi
Wajib Pajak Reklame.

2.1.8.5 Tarif, Dasar Pengenaan dan cara Menghitung Pajak Reklame
Tarif

Pajak

Reklame

sepenuhnya

diberikan

keleluasaan

kepeda

Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menentukan tarif pajak yang dipandang sesuai
dengan kondisi di masing-masing daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan
peraturan darah. Hal ini diberikan guna agar setiap daerah kabupaten/Kota
menetapkan tarif pajak yang mungkin berbeda dari kabupaten/kota yang lain,
tetapi tidak lebih dari dua puluh lima persen dikarenakan tarif pajak yang
ditetapkan oleh UU No 23 Tahun 2008 adalah paling tinggi sebesar dua puluh
lima persen dari Nilai Sewa Reklame. Untuk itu, berdasarkan Peraturan Daerah
Kabupaten Deli Serdang No. 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Kabupaten Deli
Serdang Pasal 27 menyatakan bahwa tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25%
(dua puluh lima persen) dari nilai sewa reklame.
Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah pasal 49 dinyatakan bahwa dasar pengenaan Pajak Reklame
adalah Nilai Sewa Reklame (NSR) yaitu nilai yang ditetapkan sebagai dasar
perhitungan penetapan besarnya pajak reklame. Menurut Peraturan Daerah

Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Deli Serdang No. 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Kabupaten Deli
Serdang Pasal 25 ayat 2 menyatakan bahwa Dalam hal Reklame diselenggarakan
oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame ditetapkan berdasarkan nilai kontrak
Reklame. Dan di ayat 4 dan 5 dinyatakan bahwa Dalam hal Reklame
diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame dihitung dengan memperhatikan
faktor-faktor seperti jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu,
jangka waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media Reklame. Dalam hal
Nilai Sewa Reklame tidak dilaksanakan dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai
Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor yang diatas. Cara
Perhitungan Nilai Sewa Reklame diterapkan dengan peraturan daerah yang
dimana

ditetapkan

oleh

Bupati/Walikota

dengan

persetujuan

DPRD

kabupaten/kota yang bersangkutan. Nilai Sewa Reklame yang telah ditetapkan
dalam Peraturan Daerah No 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Kabupaten Deli
Serdang, dapat dihitung dengan rumus:
Nilai Sewa Reklame = Nilai Dasar Reklame + Nilai Strategis

.

Berdasarkan Peraturan Daerah No 2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah

Kabupaten Deli Serdang yang telah ditetapkan pada ayat 1 sampe 4 bahwa:
(1) Nilai Sewa Reklame dibedakan berdasarkan jenis Reklmae dan
dinyatakan dalam satuan Rupiah permeter persegi.
(2) Nilai Dasar Reklame dibedakan berdasarkan jenis Reklame dan
dinyatakan dalam satuan Rupiah permeter persegi.
(3) Nilai strategis dibedakan berdasarkan kelas jalan lokasi penempatan
Reklame dan dinyatakan dalam satuan Rupiah. Untuk kelas jalan dalam

Universitas Sumatera Utara

pemasangan Reklame pada Daerah Deli serdang sesuai dengan
Peraturan Bupati Deli Serdang No. 435 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Bupati Deli Serdang No 471 Tahun 2011 Tentang
Petunjuk Teknis Perhitungan Nilai Sewa Reklame, Nilai Dasar
Reklame dan Nilai Strategi Daerah Kabupaten Deli Serdang yaitu:
a) Jalan Kelas I dimulai dari Simpang kayu Besar terus kearah Kuala
Namu dan Bandara Kuala Namu sekitarnya.
b) Jalan Kelas II seluruh ruas jalan Kabupaten Deli Serdang di luar
Jalan Kelas I.
(4) Hasil perhitungan Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan keputusan
Bupati/Walikota
Nilai sewa reklame sesuai Peraturan Bupati Deli Serdang No. 435 Tahun
2014 Tentang Petunjuk Teknis Perhitungan Nilai Sewa Reklame, Nilai Dasar
Reklame dan Nilai Strategi Daerah Kabupaten Deli Serdang,

diperhitungan

dengan memperhatikan:
a. Jenis
b. Bahan yang digunakan
c. Lokasi penempatan
d. Jangka waktu penyelengaraan
e. Jumlah
f. Ukuran media reklame
Untuk Perhitungan Nilai Sewa reklame dapat dirincian dalam tabel
berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5
Perhitungan Nilai Sewa Reklame
N
O

JENIS
REKLAME

UKURAN
REKLAME

NILAI DASAR
SEWA
REKLAME
(Rp/M2/hari)

NILAI STRATEGIS
JALAN
KELAS I
(Rp/M2/

JALAN
KELAS II
(Rp/M2/

tahun)

tahun)

1

Reklame
Papan/Baliho/
Billboard/Vide
otron/Megatro
n/large
Electronic
Display (LED)
dan Sejenisnya

Lebih dari 1M

2.000

3.500.000

2.000.000

2

Bus
Seller/Reklame
Berjalan

Semua Ukuran

4.000

80.000

80.000

3

Neon Box
Outdoor

Semua Ukuran

3.000

85.000

80.000

4

PNT

Semua Ukuran

2.100

50.000

40.000

5

Vertical
Banner

Semua Ukuran

2.000

50.000

40.000

6

Merek Toko
(Lebih dari
1M) kecuali
berupa Neon
Box/LED

Semua Ukuran

1.200

40.000

40.000

7

Reklame Kain

Semua Ukuran

4.000

15.000

10.000

8

Shop Sign

Semua Ukuran

2.500

4.500

4000

9

Reklame
Peragaan

0≥2M

1.000

3.500

3.000

≥2M

1.500

3.500

3.000

0 ≤ 100 M

3.000

3.500

3.000

>100 M

3.500

3.500

3.000

0≤1M

3.000

3.500

3.000

10

11

Branding Toko

Tin Plate

Universitas Sumatera Utara

12

13

>1M

3.500

3.500

3.000

Reklame
Apung

0≤2M

1.100

3.500

3.000

>2M

1500

3.500

3.000

Neon Box
Indoor

0≤2M

1.000

3.500

3.000

>2M

1.500

3.500

3.000

Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Deli Serdang
Besarnya Pajak Reklame yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Perhitungnan ini sesuai dengan rumus
sebagai berikut:
Pajak Terutang= Tarif Pajak x nilai Sewa Reklame
2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam sub bagian ini, peneliti memaparkan tinjauan terhadap beberapa

penelitian terdahulu serta menuangkan beberapa konsep yang memiliki
keterkaitan dengan penelitian ini. Berikut beberapa hasil penelitian yang menjadi
bahan acuan dalam penelitian ini:
1. Analisis Efektifitas Pajak Reklame Terhadap Peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) di Banyuwangi.
Penelitian ini dilakukan oleh Rahayuningsih (2009) dengan tujuan untuk
menganilisis apakah efektivitas pemungut