ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PABRIK KELA

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PABRIK KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam) SKRIPSI

  MUKTI A14103691

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RINGKASAN

  MUKTI. Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus

  Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam). Di bawah bimbingan RITA

NURMALINA SURYANA.

  Kelapa sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi salah satu penghasil devisa non-migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri kelapa sawit secara terintegratif (agroindustri). Pengembangan industri kelapa sawit sebagai proses untuk meningkatkan added value bagi produk-produk yang berbasiskan kelapa sawit, didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah seperti program revitalisasi perkebunan 2006-2010 (Departemen Pertanian,2006) dan subsisdi investasi untuk perkebunan (Departemen Keuangan,2006).

  Kabupaten Aceh Utara yang merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan industri kelapa sawit dengan luas areal perkebunan 29.187 ha dan produksi 399.193 ton (2006). Pengembangan industri kelapa sawit baik perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas menyebabkan meningkatnya total produksi tandan buah segar (TBS) sehingga membutuhkan pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS). Berdasarkan luas areal dan total produksi, Kabupaten Aceh Utara sudah memenuhi syarat untuk pembangunan pabrik kelapa sawit sebagaimana yang telah direkomendasi oleh pemerintah terkait dengan paket program kebun kredit koperasi primer (KKPA) dan peraturan perizinan pembangunan pabrik kelapa sawit (Peraturan Menteri Pertanian No. 26PermentanOT.14022007). Sehingga diperlukan penelitian tentang studi kelayakan pembangunan pabrik kelapa sawit sebagai referensi layak atau tidaknya pembangunan pabrik kelapa sawit untuk dilaksanakan.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Menganalisis kelayakan investasi pembangunan pabrik kelapa sawit berdasarkan aspek teknis, institusional, pasar, sosial dan lingkungan (non-finansial). (2) Menganalisis tingkat kelayakan investasi pabrik kelapa sawit berdasarkan aspek finansial, serta (3) Menganalisis sensitivitas kelayakan pabrik kelapa sawit terhadap perubahan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi. Penelitian dilakukan pada Agustus-September 2008. Data yang digunakan merupakan data primer dan sekunder yang diperoleh melalui observasi langsung serta studi literatur. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif serta di kelompokkan menjadi dua skenario, skenario I menggunakan dana sendiri sementara skenario II menggunakan dana pinjaman kredit perbankan. Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif melalui observasi dan studi literatur sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode analisis finansial berdasarkan kriteria NPV, IRR, BC Ratio, Payback Period serta analisis sensitivitas mengunakan indikator kenaikan biaya produksi sebesar 10 persen dan penurunan kapasitas produksi 10 persen.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perspektif aspek non-finansial pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBSjam di Kabupaten Aceh Utara layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, institusional, sosial dan lingkungan tidak terdapat kendala yang dapat menggangu proses operasional maupun tujuan yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari perspektif aspek non-finansial pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBSjam di Kabupaten Aceh Utara layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, institusional, sosial dan lingkungan tidak terdapat kendala yang dapat menggangu proses operasional maupun tujuan yang

  I (dana sendiri) layak dilaksanakan dengan nilai NPV Rp. 106.698.657.000, IRR 22,34, BC 2,30, PP 3 tahun 8 bulan. Sementara skenario II (pinjaman) tidak layak untuk dilaksanakan secara finansial menurut hasil penilaian NPV (-Rp. 30.727.367.000, IRR 9,03, BC 0,63, PP 6 tahun 4 bulan. Total investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit sebesar Rp.82.368.421.000. Hasil analisis sensitivitas dengan indikator kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi, skenario I (dana sendiri) masih memungkinkan untuk dilaksanakan sedangkan pada skenario II (pinjaman) pembangunan pabrik kelapa sawit tidak layak untuk dilaksanakan.

  Saran dari hasil penelitian ini adalah (1) berdasarkan rekomendasi Pemerintah dan Peraturan menteri Pertanian No.26PermentanOT.14022007, idealnya Kabupaten Aceh Utara membutuhkan 2 unit Pabrik dengan Kapasitas 30 ton TBS per jam. (2) Pembangunan pabrik kelapa sawit di Kabupaten Aceh Utara penting untuk dilaksanakan untuk menampung lonjakan produksi dan peran aktif Pemerintah Daerah sangat diperlukan. (3) Untuk melindungi petani perkebunan rakyat, sebaiknya pemerintah daerah kabupaten Aceh Utara membentuk BUMD untuk pembangunan pabrik kelapa sawit, dengan pertimbangan luasan lahan dan modal yang dimiliki oleh perkebunan rakyat tidak memadai dan memenuhi syarat untuk perizinan pembangunan pabrik kelapa sawit.

ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI PABRIK KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam)

  MUKTI A14103691

  Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

  Judul : Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit (Studi Kasus

  Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam)

  Disetujui, Pembimbing

  Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS. NIP.19550713 198703 2 001

  Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian

  Prof.Dr.Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 19571222 198203 1 002

  Tanggal Lulus Ujian:

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul”Analisis Kelayakan Investasi Pabrik kelapa Sawit, Studi Kasus kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

  Bogor, Agustus 2009

MUKTI

  A 14103691

RIWAYAT HIDUP

  Penulis dilahirkan di Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 30 Mei 1980. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Wahi dan Djuharen. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 1 Samakurok Aceh Utara (1992), SMPN 1 Samakurok Aceh Utara (1995) dan SMUN 1 Lhokseumawe (1998). Diploma III Program Studi Teknisi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 selasai tahun 2003. Kemudian tahun 2004 melanjutkan Strata I esktensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Investasi Pabrik Kelapa Sawit Kapasitas 30 ton TBSjam (Studi Kasus Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam)” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pertanian pada fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat kelayakan Investasi pembangunan Pabrik Kelapa sawit (PKS) yang meliputi aspek financial dan non-finansial serta analisis sensitivitas terhadap perubahan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi. Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Utara Naggroe Aceh Darussalam.

  Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis, kritik dan saran sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

  Bogor, Agustus 2009

  Mukti

UCAPAN TERIMA KASIH

  Syukur Alhamdulillah, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses penyusunan skripsi ini:

  1. Keluarga penulis, atas segala pengorbanan dan ketabahan dalam mendidik penulis.

  2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, atas segala bimbingan, arahan, dorongan moral dan pengorbanan waktu yang telah diberikan dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

  3. Tanti Novianti, SP, M.Si, selaku dosen penguji utama serta dosen evaluator kolokium atas kritik dan saran yang telah diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

  4. Arif Karyadi Uswandi, SP, selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan atas koreksi dan saran yang telah diberikan.

  5. Pimpinan beserta staff esktensi Manajemen Agribisnis.

  6. Yosep Fernando selaku pembahas dalam seminar Skripsi.

  7. Rekan dan sahabat, atas segala bantuannya.

  8. Unit khusus bantuan korban bencana tsunami IPB, atas batuan biaya pendidikan.

  9. Fredericus Damianus, Direktur Utama PT. Bumi Maju Sawit, Sulawesi Selatan.

  10. Ir. Hasballah, Manager Pengembangan Bisnis PT. PDPA, Nanggroe Aceh Darussalam.

  11. Pengurus dan Penghuni Asrama Mahasiswa Aceh Leuser. Bogor

  12. Pengurus Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Bogor.

  13. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kelapa sawit sebagai penghasil minyak kelapa sawit (Crude palm oil) dan inti kelapa sawit (Kernel Palm Oil) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh permintaan dan harga produk CPO di pasar dunia meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi terhadap produk-produk turunan dari kelapa sawit yang dapat digunakan sebagai bahan baku beberapa sektor industri lain (industri hilir).

  Berkembangnya industri hilir (downstream industry), dan cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri kelapa sawit secara terintegratif (agroindustri). Pengembangan industri kelapa sawit secara terintegratif dengan cara mensinergikan berbagai potensi yang ada dilakukan untuk dapat menciptakan added value bagi produk-produk yang berbasiskan kelapa sawit. Selain itu, Pengembangan industri kelapa sawit secara terintegratif akan mendorong pertumbuhan pembangunan, terciptanya lapangan pekerjaan baru, penurunan angka pengangguran dan kemiskinan serta mempercepat proses alih tehnologi kepada masyarakat (petani).

  Pengembangan industri kelapa sawit juga tidak terlepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, seperti program revitalisasi perkebunan 2006 – 2010 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. Selain dari itu kemudahan dalam hal perizinan Pengembangan industri kelapa sawit juga tidak terlepas dari adanya kebijakan pemerintah yang memberikan berbagai insentif, seperti program revitalisasi perkebunan 2006 – 2010 yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. Selain dari itu kemudahan dalam hal perizinan

  117PMK.062006 tentang kredit untuk perkembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan (KPEN – RP). Penyebaran dan rencana pengembangan industri kelapa sawit (perkebunan kelapa sawit) di Indonesia sebagian besar berada di wilayah Sumatera, Kalimatan, Sulawesi dan Papua.

  Dalam beberapa dekade terakhir luas areal perkebunan kelapa sawit terus meningkat dari 290 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi 5,9 juta hektar pada tahun 2006 (Dirjen. Perkebunan, 2007). Bertambahnya luas perkebunan kelapa sawit, menyebabkan total produksi minyak kelapa sawit Indonesia meningkat pesat, dari 1,71 juta ton (1988) menjadi 5,38 juta ton pada tahun 1997. Tahun 1998, produksi minyak kelapa sawit mengalami penurunan menjadi 5 juta ton, karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Tahun selanjutnya (1999) kembali mengalami peningkatan sampai dengan awal tahun 2008, produksi minyak kelapa sawit Indonesia mencapai angka 18 juta ton melampaui total

  produksi Malaysia (GAPKI, 2008) 1 .

  Aceh Utara yang merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan kelapa sawit di Indonesia baik dari segi luas areal maupun produksi. Pada tahun 2006 luas tanaman kelapa sawit telah mencapai 29.187 ha dan total produksi 399.193 ton yang terdiri dari perkebunan rakyat 14.834 ha dengan produksi sejumlah 155.192 ton dan perkebunan besar seluas 14.353 ha dengan produksi sejumlah 244.001 ton dan diperkirakan akan terus meningkat dimasa yang akan datang (Tabel .1).

  Tabel 1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit kab. Aceh Utara

  Tahun Luas Areal(Ha)

  (Ha)

  (ton)

  Perkebunan Rakyat

  Perkebunan Besar

  Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Utara (2007)

  Peningkatan produksi dan perluasan areal perkebunan kelapa sawit yang terus meningkat tidak dibarengi dengan pembangunan pabrik kelapa sawit di sekitar areal perkebunan. Berdasarkan Dinas perkebunan Nanggroe Aceh Darussalam (Tabel.2), saat ini di Kabupaten Aceh Utara hanya terdapat satu pabrik kelapa sawit yang merupakan milik PT. Perkebunan Nusantara I yang berkapasitas produksi 45 ton TBS per jam, dengan kapasitas pengolahan 80 dari kapasitas terpasang sehingga hanya mampu mengolah tandan buah segar (TBS) milik perkebunan sendiri menjadi crude palm oil (CPO) dan palm kernel oil (PKO).

  Berdasarkan luas areal perkebunan dan hasil produksi, Kabupaten Aceh Utara sudah memenuhi aspek syarat perlu dan aspek syarat cukup untuk pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBS per jam, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh pemerintah terkait dengan paket program kebun kredit koperasi primer untuk anggota (KKPA) dengan luasan lahan 6000 ha ke atas (PPKS, 2002). Selain itu kontinuitas kecukupan pasokan TBS bagi pabrik kelapa sawit sudah sesuai dengan peraturan perizinan pembangunan

  Menteri Pertanian

  No.26PermentanOT.14022007) yang mengharuskan kapasitas olah terpasang No.26PermentanOT.14022007) yang mengharuskan kapasitas olah terpasang

  Tabel 2. Pabrik Kelapa Sawit di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

  Nama Perusahaan

  Kapasitas Produksi (tonjam)

  PKS Anugrah

  PKS Simpang Kiri

  PKS Alue Gantung

  PKS Alue Manis

  PKS Sucofindo Sungai Liput

  PT. Para Sawita Suruwai

  PT. Truban

  PTPN 1 Seumentok

  PTPN 1 Pulo Tiga

  PT. Mapoli Raya

  PKS Alue Nireh

  PT. Wira Peraca Peurelak

  PTPN 1 Cot Girek

  PKS Delima Makmur

  PT. Astra

  PKS Sucofindo Rimo

  PKS Pemda Aceh Selatan

  PKS Fajar Baizuri Meulaboh

  PKS Sucofindo Semayam

  PKS Sucofindo scu dagan

  PKS Karya Tanah Subur

  PKS Mapoll Raya

  Sumber : Dinas Perkebunan NAD (2007)

1.2 Perumusan Masalah

  Pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan bagian integral dari pembangunan industri kelapa sawit. Tanpa pabrik kelapa sawit, pengembangan industri hulu (kebun kelapa sawit) baik perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas di daerah-daerah, seperti Aceh Utara akan sia-sia. Karena sifat dari produk TBS yang jumlahnya banyak dan mudah rusak, sehingga memerlukan pengolahan yang cepat. Kehadiran pabrik kelapa sawit pada daerah-daerah sentral Pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) merupakan bagian integral dari pembangunan industri kelapa sawit. Tanpa pabrik kelapa sawit, pengembangan industri hulu (kebun kelapa sawit) baik perluasan lahan maupun perbaikan produktivitas di daerah-daerah, seperti Aceh Utara akan sia-sia. Karena sifat dari produk TBS yang jumlahnya banyak dan mudah rusak, sehingga memerlukan pengolahan yang cepat. Kehadiran pabrik kelapa sawit pada daerah-daerah sentral

  kebun yang di usahakannya. Selama ini petani harus menambah biaya transportasi untuk pengangkutan TBS ke pabrik kelapa sawit lain di wilayah (Kab. Aceh Timur, Tamiang atau Prov.Sumatra Utara) yang jaraknya lebih jauh dari areal perkebunan. Oleh karena itu tidak sedikit TBS yang dihasilkan dari kebun, terlantar dan membusuk di sekitar tempat pengumpulan.

  Lambatnya proses penanganan terhadap TBS tentu saja menyebabkan penurunan kualitas dan harga jual TBS menjadi rendah. Selain itu terjadi perpindahan sumber pendapatan daerah ke daerah lain (Kab. Aceh Timur, Tamiang atau Prov. Sumatra Utara) dari proses penciptaan nilai tambah produk kelapa sawit yang dihasilkan oleh sektor perkebunan rakyat Kabupaten Aceh Utara. Untuk mengantisipasi lonjakan produksi TBS perkebunan rakyat dan hilangnya potensi sumber pendapatan daerah, maka diperlukan pembangunan pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam.

  Investasi pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBS per jam di Kabupaten Aceh Utara selain memberikan manfaat juga menimbulkan biaya dan resiko. Hal ini menuntut perlunya perencanaan yang tepat dan objektif untuk menganalisis manfaat dan resiko atas kegiatan investasi tersebut. Salah satu analisis yang diperlukan adalah studi kelayakan investasi. Analisis ini dilakukan untuk melihat layak atau tidaknya investasi dilakukan berdasarkan aspek aspek yang dikaji sehingga dapat memberikan gambaran tepat kepada para investor yang berminat dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi di Kabupaten Aceh Utara.

  Dengan adanya pembangunan pabrik kelapa sawit, akan menciptakan kawasan ekonomi baru dengan tumbuhnya sektor formal dan informal seperti

  sekolah, pasar, sarana kesehatan, tranportasi dan telekomunikasi. Hal ini tentu saja akan menimbulkan dampak yang lebih baik bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak pihak lain yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan perekonomian di Kabupaten Aceh Utara.

  Berdasarkan gambaran kondisi di atas, maka di dapat perumusan masalah yang akan di kaji dalam penelitian ini, yaitu:

  1. Seberapa besar kelayakan investasi untuk pembangunan pabrik kelapa sawit

  kapasitas 30 ton TBS per jam.

  2. Bagaimana kelayakan investasi dilihat dari aspek teknis, sosial, intitusional,

  finansial dan pasar.

  3. Bagaimana sensitivitas investasi pembangunan pabrik kelapa sawit terhadap

  perubahan biaya dan kapasitas produksi.

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Menganalisis kelayakan non finansial pembangunan pabrik kelapa sawit yang meliputi aspek teknis, institusional, pasar,sosial dan lingkungan.

  2. Menganalisis kelayakan finansial pembangunan pabrik kelapa sawit.

  3. Menganalisis sensitivitas investasi pembangunan pabrik kelapa sawit terhadap perubahan biaya dan kapasitas produksi.

1.4 Kegunaan Penelitian

  Beberapa manfaat penelitian yang diharapkan segera dari hasil penelitian ini adalah:

  1. Diperolehnya bahan informasi untuk investasi pembangunan pabrik kelapa sawit bagi pemerintah atau pihak pihak yang ingin menanamkan investasi pada bidang agroindustri.

  2. Mengetahui manfaat dan kendala sosial dari pembangunan pabrik kelapa sawit bagi petani perkebunan rakyat dan masyarakat lokal.

  3. Peneliti, mahasiswa, dan pihak-pihak lain yang memerlukan informasi tentang pabrik kelapa sawit kapasitas 30 ton TBS per jam.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Buah Segar (TBS)

  Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guineeensis Jacq.), tergolong jenis palma yang buahnya kaya akan minyak nabati. Kelapa sawit yang dikenal adalah jenis Dura, Psifera, dan Tenera, merupakan tanaman tropis yang termasuk kelompok tanaman tahunan. Tenera ( Dura x Psifera ) merupakan tanaman yang saat ini banyak dikembangkan. Buahnya mengandung 80 persen daging buah dan 20 persen biji yang batok atau cangkangnya tipis dan menghasilkan minyak 34 - 40 persen terhadap buah.

  Buah yang dipanen dalam bentuk tandan disebut dengan tandan buah segar (TBS). Bentuk, susunan, dan komposisi tandan sangat ditentukan oleh jenis tanaman dan kesempurnaan penyerbukan. Buah sawit yang berukuran 12-18 gr butir, dapat dipanen setelah berumur enam bulan terhitung sejak penyerbukan (PPKS dalam Mangoensoekarjo,2003).

2.2 Mutu Tandan Buah Segar

  TBS, yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak CPO dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di tempat penampungan (loading ramp). Menurut Siregar (2003), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan mutu TBS yang akan dimasukkan ke dalam pabrik antara lain: Sortasi Panen, penimbangan TBS di Loading Ramp dan Material Passing Digester (MPD).

2.3 Perkebunan Kelapa Sawit

  Secara garis besar ada tiga bentuk utama usaha perkebunan, yaitu perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara.

  Bentuk lain yang relatif baru, yaitu bentuk perusahaan inti rakyat (PIR), yang pola dasarnya merupakan bentuk gabungan antara perkebunan rakyat dengan perkebunan besar negara atau perkebunan besar swasta, dengan tata hubungan yang bersifat khusus.

  Produktivitas perkebunan kelapa sawit dipengaruhi oleh kelas lahan, tanaman, umur dan jenis bibit yang digunakan. Lubis (1992) membedakan kelas lahan pengembangan kelapa sawit ke dalam empat kelas dengan produktivitas rata-rata untuk kelas I, II, III dan IV pada umur 4 – 25 tahun berturut-turut sebesar 25,10 ton TBShatahun; 22,95 ton TBShatahun; 20,86 ton TBShatahun; dan 17,71 ton TBShatahun. Untuk semua kelas lahan, produktivitas meningkat antara umur 15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua pada umur 22 tahun. Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (Lubis,1992):

  a. Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun.

  b. Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4 – 25 tahun.

  • Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4 – 8 tahun. • Tanaman dewasa menghasilkan I (TDM I) berumur 9 – 14 tahun. • Tanaman dewasa menghasilkan II (TDM II) berumur 15 – 21 tahun. • Tanaman tua menghasilkan (TTM) berumur 20 – 25 tahun.

2.4 Pengolahan Kelapa Sawit

  Dalam sistem pengolahan kelapa sawit dikenal dua jenis proses sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Pertama adalah proses pengolahan untuk

  menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dan kedua adalah proses pengolahan untuk menghasilkan Palm Kernel Oil (PKO). Pada prinsipnya proses pengolahan kelapa sawit adalah proses ekstraksi CPO secara mekanis dari TBS yang diikuti dengan proses pemurnian. Secara keseluruhan proses tersebut terdiri dari beberapa tahapan proses yang berjalan secara seimbang dan terkait satu sama lain. Tahapan pengolahan TBS menjadi CPO menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2002) dapat dilihat pada Gambar 1.

  Gambar 1. Alur Proses Pabrik Kelapa Sawit Kapasitas 30 Ton TBSjam Sumber: Pusat Penelitian kelapa Sawit (2002)

2.5 Penelitian Terdahulu

  Berdasarkan penelitian Harahap (2003) mengenai Prospek Pembangunan Pabrik Mini CPO Untuk Meningkatkan Ekonomi Lokal di kota Dumai provinsi

  Riau. Hasil dari analisis kelayakan investasi pada tingkat suku bunga 20 persen menunjukkan bahwa pendirian pabrik pengolahan sawit (PKS) mini CPO kapasitas 5 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Sementara melalui analisis sensitivitas menunjukkan bahwa batas toleransi perubahan harga TBS untuk PKS mini CPO ini adalah Rp 575 per kg.

  Dampak yang dirasakan dari pembangunan PKS mini CPO kapasitas 5 ton TBS per jam secara analisis kualitatif dapat dirasakan, seperti terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat setempat, terciptanya pembangunan sarana dan prasarana fisik dan timbulnya industri-industri kecil dari hasil produk kelapa sawit beserta turunannya. Akan tetapi secara kuantitatif seperti berapa besar tingkat pendapatan masyarakat setempat sebagai dampak pembangunan PKS mini CPO tidak dapak dibuktikan. Pola yang paling tepat untuk membangun PKS mini CPO di kota Dumai provinsi Riau adalah melalui pola koperasi usaha perkebunan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat setempat selaku anggota koperasi.

  Hasil penelitian Hartopo (2005) tentang Analisis Kelayakan Finansial Pabrik Kelapa Sawit Mini, Studi Kasus Pabrik Kelapa Sawit Aek Pancur,Tanjung Merawa, Medan, Sumatera Utara. Bedasarkan hasil uji kelayakan, kegiatan investasi pembangunan industri PKS Mini kapasitas olah 5 ton TBS per jam dinyatakan layak dari semua kriteria investasi. Hasil kriteria investasi yang digunakan berturut-turut sebagai berikut : NPV = Rp 1.711.942.000 ; IRR = 28,22 persen ; Net BC Ratio = 1,827 dan Payback period Sembilan tahun.

  Analisis sensitivitas PKS mini pada skenario pertama yang menggunakan harga beli TBS sebesar Rp 508,17 per kg TBS dengan rendemen minyak 19

  persen dan rendemen inti 3,5 persen, menurut kriteria kelayakan dinyatakan layak. Dalam skenario tersebut, PKS mini dapat beroperasional dengan baik pada NPV = Rp. 483.478.000 ; IRR = 17,19 persen; Net BC Ratio = 1,181 dan PP 10 tahun. Sedangkan skenario dua tiga menurut kriteria investasi usaha pembangunan PKS mini dinyatakan tidak layak sama sekali. Skenario dua menggunakan harga beli TBS sebesar Rp 713 per kg dengan rendemen 21 persen dan rendemen inti 4 persen, skenario tiga menggunakan harga beli TBS sebesar Rp. 643,25 per kg dengan rendemen minyak 19 persen dan rendemen inti 3,5 persen. Hal ini dapat disimpulkan bahwa harga beli TBS dan kualitas rendemen sangat berpengaruh terhadap kelayakan PKS mini.

  Hasil analisis eksternalitas atau dampak adanya PKS mini menimbulkan eksternalitas positif maupun negatif bagi lingkungan sekitar. Eksternalitas positif yang ditimbulkan, yaitu 1) sarana dan prasarana pendukung yang lebih baik seperti listrik, telepon, dan jalan raya; 2) biaya transportasi TBS yang dimiliki oleh kebun rakyat dan swasta lebih rendah dan pendapatan masyarakat menjadi meningkat. Eksternalitas negatif antara lain 1) kerusakan yang ditimbulkan PKS mini seperti air sungai yang jelek, kebisisngan mesin PKS yang bekerja 20 jam per hari dan kendaraan angkut minyak CPO maupun TBS, dan polusi udara; 2) keamanan dari lingkungan di kebun rakyat dan swasta seperti pencurian TBS; 3) penyelewengan yang dilakukan oleh pihak pabrik (masalah timbangan TBS yang masuk ke pabrik).

  Ilyas (2006) melakukan penelitian mengenai Program Pengembangan Agroindutsri Pengolahan Minyak Kelapa Sawit Dalam Menunjang Perekonomian

  Kota Dumai Propinsi Riau, menunjukkan bahwa agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian kota Dumai, karena mempunyai efek multipler terhadap tenaga kerja sebesar 1,51 dengan pertumbuhan kesempatan kerja 4,68 persen. Selain itu memberi efek multipler pendapatan terhadap daerah sebesar 27,02. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan dari luar wilayah kota Dumai terhadap produk agroindustri pengolahan minyak kelapa sawit cukup besar.

  Nugroho (2008) tentang Kelayakan Usaha Pembibitan Pre-nursery Kelapa Sawit (Elaeis guneensis Jacq.) pada PT. Socfin Indonesia (Socfindo) Medan, Sumatra Utara, menunjukkan bahwa usaha tersebut layak untuk dilaksanakan secara finansial dan non finansial berdasarkan kriteria kriteria yang digunakan. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan dua skenario yaitu kelayakan finansial tanpa memperhitungkan inflasi dan kelayakan finansial dengan memperhitungkan inflasi.

  Noviayanti (2008) tentang Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis finansial dan non finansial usaha tersebut layak untuk dilaksanakan sesuai dengan kriteria investasi yang digunakan. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua skenario yaitu pengolahan tapioka dengan bahan baku ubi kayu belum dikupas dan pengusahaan tapioka dengan bahan baku ubi kayu sudah dikupas. Analisis Noviayanti (2008) tentang Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Tapioka (Studi Kasus Pengrajin Tapioka Uhan di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor) menunjukkan bahwa berdasarkan analisis finansial dan non finansial usaha tersebut layak untuk dilaksanakan sesuai dengan kriteria investasi yang digunakan. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua skenario yaitu pengolahan tapioka dengan bahan baku ubi kayu belum dikupas dan pengusahaan tapioka dengan bahan baku ubi kayu sudah dikupas. Analisis

  

  Pada penelitian terdahulu (Harahap dan Hartopo) sama-sama menganalisis pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 5 ton TBS per jam (mini) dengan alat analisis yang sama. Sedangkan pada penelitian kali ini yang dianalisis adalah pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton TBS per jam (kapasitas sedang) serta berbeda dalam pendekatan penggunaan indikator sensitivitas yang digunakan dalam penelitian. Sementara pada penelitian (Ilyas) persamaannya berhubungan dengan komoditi penelitian yang dipilih sedangkan perbedaannya berkaitan dengan maksud dan tujuan dari penelitian. Kemudian pada penelitian Nugroho dan Noviayanti persamaannya terkait dengan alat analisis yang digunakan, sementara perbedaannya terletak pada objek penelitian.

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Investasi

  Investasi dapat diartikan sebagai penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha (Kasmir,2003). Oleh karena itu, investasi dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:

  a. Investasi nyata (real investment) Investasi nyata merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin.

  b. Investasi finansial (financial investment) Investasi finansial merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian saham, obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.

3.1.2 Studi Kelayakan Proyek

  Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan secara logika merupakan wadah untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Proyek merupakan elemen operasional yang paling kecil yang disiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah dalam suatu perencanaan menyeluruh perusahaan, perencanaan nasional atau program pembangunan pertanian (Gittinger,1986). Berdasarkan definisi tersebut maka proyek dapat diartikan sebagai suatu aktifitas yang mengeluarkan biaya untuk mendapatkan manfaat.

  Kasmir (2003) menyimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau

  usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha dijalankan. Umar (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu.

  Pemilihan proyek sebagian didasarkan kepada indikator, nilai dan hasilnya. Manfaat suatu proyek didefenisikan sebagai segala sesuatu yang membantu suatu tujuan. Sedangkan biaya suatu proyek merupakan segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan (Gittinger,1986). Paling tidak ada lima tujuan mengapa sebelum proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan (Kasmir,2003) yaitu: (1) menghindari resiko, (2) memudahkan perencanaan, (3) memudahkan pelaksanaan pekerjaan, (4) memudahkan pengawasan, dan (5) memudahkan pengendalian.

3.1.3 Aspek-aspek Analisis Kelayakan

  Dalam menganalisis dan merencanakan suatu proyek harus mempertimbangkan banyak aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang dapat diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Masing-masing aspek saling berhubungan dan saling mempengaruhi dengan yang lainnya. Menurut Gittinger (1986) aspek-aspek tersebut terdiri dari aspek teknis, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek ekonomi. Pada penelitian ini aspek yang dipertimbangkan dan dianalisis yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek finansial, dan aspek sosiallingkungan.

  Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan tergantung dari kesiapan penilai dan kelengkapan data yang yang ada. Tentu saja dalam hal ini

  dengan mempertimbangkan prioritas mana yang harus didahulukan lebih dahulu dan mana yang berikutnya.

3.1.3.1 Aspek Teknis

  Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa (Gittinger,1986). Aspek teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi proyek, kapasitas produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses produksi serta teknologi yang digunakan.

3.1.3.2 Aspek Pasar

  Aspek-aspek pasar dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek (Gittinger,1986). Analisis pemasaran penting dilakukan untuk mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan dari pelaksanaan proyek. Atau dengan kata lain, seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk atau jasa yang ditawarkan dan seberapa besar market share yang dikuasai oleh para pesaing. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk menangkap peluang pasar dan pasar potensial yang ada.

3.1.3.3 Aspek Institusional-Organisasi-Manajerial

  Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya-sumberdaya yang terlibat dalam pelaksanaaan proyek. Analisis dilakukan berkenaan dengan model dan personal manajerial yang digunakan Aspek ini berkaitan dengan pengorganisasian dan pengelolaan sumberdaya-sumberdaya yang terlibat dalam pelaksanaaan proyek. Analisis dilakukan berkenaan dengan model dan personal manajerial yang digunakan

3.1.3.4 Aspek Sosial dan Lingkungan

  Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Gittinger,1986). Sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara inplisit dan eksplisit terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu analisis juga perlu mempertimbangkan pengaruh negatif dari pelaksanaan proyek terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan akibat adopsi tehnologi atau penerapan alat-alat mekanis yang mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia.

  Kualitas hidup masyarakat haruslah merupakan bagian dari rancangan proyek. Analisis proyek juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang merugikan dari proyek yang direncanakan. Pembangunan proyek mungkin saja akan merusak sumber-sumber air bersih dari limbah yang dihasilkan oleh proyek. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk menghindari rusaknya kelestarian lingkungan.

3.1.3.5 Aspek Finansial

  Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap pihak- pihak yang terlibat di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial adalah untuk menentukan proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap pihak- pihak yang terlibat di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial adalah untuk menentukan proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien

  Rencana anggaran dari suatu proyeksi analisis finansial dilakukan untuk mengetahui berapa besar investasi yang dibutuhkan dan sumber dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan proyek. Analisis finansial dapat juga digunakan sebagai pertimbangan dalam permohonan kredit investasi dan kredit modal kerja serta penjadwalan pelunasan kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan proyek. Dalam analisis ini kriteria-kriteria yang digunakan adalah payback period, net present value (NPV), internal rate return (IRR), profitability index serta rasio-rasio keuangan.

3.1.4 Analisis Sensitivitas

  Salah satu keuntungan analisis proyek secara finansial ataupun ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Gittinger (1986) mengemukakan bahwa analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Sementara menurut Kadariah (1978), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau sensitivitas adalah suatu teknis analisis untuk menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang di buat dalam perencanaan.

  Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang Gittinger (1986) menambahkan proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang

  dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value), dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol.

3.1.5 Arus Kas (Cash flow)

  Cash flow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu peride tertentu. Dalam cash flow semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir,2003). Cash flow mempunyai tiga komponen utama yaitu Initial Cash flow yang berhubungan dengan pengeluaran investasi, Operasional cash flow berkaitan dengan operasional usaha dan Terminal cash flow berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar, 2007).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

  Industri hulu dan industri hilir kelapa sawit memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam perkembangan industri kelapa sawit. Di antara kedua industri tersebut terdapat industri perantara yaitu pabrik kelapa sawit (PKS). Penelitian tentang analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit didasari oleh meningkatnya luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit yang tidak dibarengi dengan penambahan jumlah pabrik kelapa sawit. Lonjakan hasil Industri hulu dan industri hilir kelapa sawit memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam perkembangan industri kelapa sawit. Di antara kedua industri tersebut terdapat industri perantara yaitu pabrik kelapa sawit (PKS). Penelitian tentang analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit didasari oleh meningkatnya luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit yang tidak dibarengi dengan penambahan jumlah pabrik kelapa sawit. Lonjakan hasil

  harus menambah biaya transportasi untuk mengangkut TBS ke pabrik pengolahan yang jaraknya jauh dari areal perkebunan yang diusahakan.

  Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan pembangunan pabrik kelapa sawit untuk memaksimalkan potensi yang ada secara optimal. Sebelum pembangunan pabrik kelapa sawit maka diperlukan studi kelayakan untuk menilai aspek-aspek yang terkait agar investasi yang dilakukan bisa memberikan manfaat serta untuk menghindari resiko–resiko yang ditimbulkan oleh pembangunan pabrik kelapa sawit.

  Studi kelayakan investasi dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan kriteria-kriteria investasi. Hasil perhitungan kriteria investasi digunakan untuk menentukan layak atau tidak investasi pabrik kelapa sawit dilaksanakan. Hasil analisis diharapkan dapat membantu dalam pengabilan keputusan untuk pembangunan pabrik kelapa sawit. Secara lebih rinci alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.

  Perkebunan Kelapa sawit

  Peningkatan Produksi dan perluasan lahan sehingga Membutuhkan Tambahan Kapasitas Pengolahan

  Pabrik Kelapa sawit

  Manfaat dan Biaya

  Aspek

  Aspek

  Aspek Finansial, NVP,

  Aspek Sosial

  IRR, NET BC,

  dan

  Pasar

  Payback Periot,

  lingkungan

  Analisis sensitivitas

  Tidak Layak

  Layak

  Pengembangan Pembangunan Pabrik Kelapa sawit

  Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit.

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Utara Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu wilayah potensial dari segi luas areal dan jumlah produksi untuk pengembangan industri kelapa sawit. Waktu pengambilan data dimulai dari bulan Agustus sampai dengan September 2008.

4.2 Jenis dan Sumber Data

  Data dan informasi dikumpulkan untuk keperluan analisis aspek-aspek yang berkaitan dengan proses pembangunan pabrik kelapa sawit. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui observasi di daerah penelitian. Data sekunder diperoleh dari informasi dan data yang telah ada, penelusuran melalui internet, buku, jurnal, balai penelitian, instansi-instansi pemerintah, dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.

4.3 Metode Analisis

  Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek kelayakan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) yang dilakukan di Kabupaten Aceh Utara yang meliputi aspek teknis, aspek pasar, aspek institusional-organisasi-manajerial, aspek sosial, dan aspek finansial.

  Data kuantitatif yang diperoleh diolah dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan kalkulator kemudian ditampilkan dalam bentuk tabulasi

  untuk memudahkan pembacaan dan interpretasi secara deskriptif. Analisis kuantitatif meliputi analisis finansial pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan menggunakan kriteria-kriteria kelayakan investasi yaitu; Net present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net BC), Payback Period dan analisis sesitivitas.

4.4 Kriteria Kelayakan Investasi

a. Net Present Value (NPV)

  NPV suatu proyek adalah manfaat bersih yang diperoleh selama umur proyek. Di dapat dari selisih antara total PV (Present Value) manfaat dan biaya pada setiap tahun kegiatan usaha dimasa yang akan datang. Kriteria dan keputusan dalam analisis ini adalah layak jika NPV > 0 sedangkan bila NPV < 0, usaha tersebut tidak layak untuk di usahakan (Kadariah, 1978). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

  keterangan: B t = Manfaat pada tahun t

  t = Biaya pada tahun t C

  i = Tingkat suku bunga n = Umur ekonomis proyek t = Waktu

b. Internal Rate Return (IRR)

  Internal Rate Return (IRR) adalah tingkat pengembalian internal selama umur proyek. IRR merupakan discount rate yang menjadikan manfaat bersih Internal Rate Return (IRR) adalah tingkat pengembalian internal selama umur proyek. IRR merupakan discount rate yang menjadikan manfaat bersih

  lebih kecil dari discount rate yang telah ditentukan, maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1978). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

  Keterangan : i 1 = Discount rate yang menghasilkan NPV positif

  2 I = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif

  1 NPV

  = NPV yang bernilai positif

  2 = NPV yang bernilai negatif NPV

c. Net Benefit Cost Ratio (Net BC)

  Net BC merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih terhadap total dari biaya bersih (Kadariah, 1978). Metode ini diguna untuk melihat berapa besar maanfaat bersih yang dapat diterima suatu proyek untuk setiap investasi yang dikeluarkan. Bila Net BC lebih besar sama dengan 1 usaha dianggap layak untuk dilaksanakan dan jika BC kurang dari 1 maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

  n B − C

  (untuk B − C > 0 )

  t 0 (1 + i)

  Net BC = n

  C − B

  (untuk B − C < 0)

  t = 0 (1 + i)

  Dimana, B t = total penerimaan pada tahun ke-t

  t

  = total biaya pada tahun ke-t C

  i = tingkat diskonto yang berlaku n = umur ekonomi proyek

d. Payback Period

  Payback Period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu investasi, yang digunakan untuk mengukur periode pengembalian modal.

  Dasar yang digunakan untuk perhitungan adalah aliran kas (Net Cashflow). Semakin kecil angka yang dihasilkan mempunyai arti semakin cepat tingkat

  pengembalian investasinya, maka usaha tersebut semakin baik untuk dilaksanakan (Kasmir, 2003). Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut:

e. Analisis Sensitivitas

  Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari perubahan-perubahan kondisi di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada saat perencanaan. Pada penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan pendekatan perubahan akibat kenaikan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10 persen. Penentuan kenaikan biaya produksi sebesar 10 persen merujuk pada data inflasi rata-rata Indonesia dalam satu dekade terakhir yangg tidak lebih dari 10 persen per tahun. Sedangkan penentuan penurunan kapasitas produksi sebesar 10 persen merupakan tingkat toleransi yang dianggap wajar untuk kebutuhan pasokan bahan baku yang disebabkan oleh faktor-faktor non teknis yang mungkin terjadi.

4.5 Asumsi Dasar yang Digunakan

  Sebagai dasar perhitungan finansial dalam studi kelayakan investasi, asumsi-asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

  1. Umur ekonomis proyek 15 tahun, ditentukan berdasarkan umur teknis bangunan pabrik.

  2. Kapasitas terpasang pabrik 30 ton TBS per jam.

  3. Jumlah jam operasional, 12 jamhari, ditentukan berdasarkan jam operasional rata-rata pabrik kelapa sawit di Sumatra Utara dan Riau pada kondisi normal.

  Sedangkan di NAD dalam satu dekade terakhir kondisinya tidak normal karena faktor keamanan sehingga tidak dijadikan sebagai tolok ukur.

  4. Jumlah hari kerja, 25 hari per bulan, 300 hari per tahun, dengan asumsi hari minggu libur serta hari libur nasional dan hari besar keagamaan.

  5. Kebutuhan bahan baku TBS akan dipenuhi dari kebun rakyat dan kebun swasta yang ada di Kab. Aceh Utara dan daerah sekitarnya berdasarkan proyeksi ketersedian bahan baku per tahun.

  6. Analisis di kelompokkan menjadi dua skenario berdasarkan struktur pendanaan (sumber modal). Dengan komposisi pendanaan sebagai berikut :

  • Skenario I: seluruh biaya investasi menggunakan dana sendiri. • Skenario II: seluruh biaya investasi menggunakan fasilitas kredit

  perbankan.

  7. Jangka waktu pinjaman kredit selama 10 tahun.

  8. Tingkat suku bunga kredit investasi 15 persen per tahun, berdasarkan suku bunga kredit investasi yang berlaku pada Bank BPD untuk kredit investasi yaitu sebesar 15 persen, tanggal 8 juli 2008.

  9. Rendemen CPO 21 persen dan Kernel 4 persen. Asumsi ini berdasarkan potensi rata- rata rendemen CPO dan Kernel di Indonesia ( Lubis, 1992 ).