RESIKO KREDIT PADA BANK SYARIAH DI INDON
RESIKO KREDIT PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2015-2016
Cahyani, Evi Dwi
Universitas Trilogi
Rabu, 13 Desember 2017
I.
Latar Belakang
Perbankan merupakan penggerak roda perekonomian bagi suatu negara sehingga bank
mempunyai peranan yang penting bagi dunia bisnis yang dijalankan oleh para pelaku usaha
baik secara makro ataupun secara mikro agar pelaku usaha tersebut dapat menjalankan,
memperluas, dan mengembangkan kegiatan usahanya (Abdul Ghafur Anshori, 2008: 312).
Lahirnya undang-undang no. 10 tahun 1998, tentang perubahan atas undang-undang no.
7 tahun 1992 tentang perbankan, pada bulan November 1998 telah memberi peluang yang
sangat besar bagi tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia. Undang-undang tersebut
memungkinkan bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau membuka cabang khusus
syariah (unit syriah).
Bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary institution) tidak hanya
mempunyai tugas menghimpun dana (funding) dari masyarakat, akan tetapi bank harus juga
menyalurkan dana (landing) yang diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembiayaan (financing) sebagai tugas pokoknya, pelaksanaan tugas pokok ini diwujudkan
dalam penyediaan dana bagi pihak-pihak deficit unit (membutuhkan dana) (2008, 176). II.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Bank Syariah.
2. Untuk mengetahui pengertian risiko Kredit.
3. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Risiko Kredit terhadap Jenis Risiko Lainnya.
4. Untuk mengetahui Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
III.
Pembahasan 1. Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang,
dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi
perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional
yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional
memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank
konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.
2. Pengertian Risiko Kredit
Adalah risiko dimana nasabah / debitur atau counterpart tidak mampu memenuhi
kewajiban keuangannya sesuai kontrak /kesepakatan yang telah dilakukan.
Definisi ini dapat diperluas yaitu bahwa risiko kredit adalah risiko yang timbul
dikarenakan kualitas kredit semakin menurun. Memang penurunan kualitas kredit dimaksud
belum tentu berimplikasi pada terjadinya default, namun paling tidak kemungkinan terjadinya
default akan semakin besar.
Hal-hal yang termasuk dalam Risiko Kredit adalah :
a) Lending Risk, yaitu risiko akibat nasabah/debitur tidak mampu melunasi
fasilitas yang telah diberikan oleh bank, baik berupa fasilitas kredit langsung
maupun tidak langsung (cash loan maupun non cash loan)
b) Counterparty Risk, risiko dimana counterpart tidak bisa melunasi kewajibannya
ke bank baik sebelum tanggal kesepakatan maupun pada saat tanggal
kesepakatan.
c) Issuer Risk, risiko dimana penerbit suatu surat berharga tidak bisa melunasi
kepada bank sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank.
3. Ruang Lingkup Risiko Kredit terhadap Jenis Risiko Lainnya
Ruang lingkup risiko kredit tidak dapat dipisahkan secara jelas dan tegas dengan jenis
risiko lainnya (risiko operasional, risiko pasar dan risiko likuiditas) dan keempat jenis risiko ini
saling terkait.
Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko pasar terlebih dahulu.
Sebagai contoh, nilai kredit nasabah menjadi sangat besar, dikarenakan kredit diberikan dalam
dominasi valas dan nilai tukar Rupiah melemah.
Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko operasional terlebih
dahulu. Sebagai contoh, petugas Bank telah lalai dalam melaksanakan taksasi jaminan dan
pengikatannya
4. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan
eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer
bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya
bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan
bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya.
Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu
dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya
ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga
saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya
cukup menggembirakan. Disamping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik
pemerintah sperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah
sebagai cabang dari Bank Konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan BPD
Jabar. Bank-bank syariah lain yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank
Niaga, dan Bank Bukopin.
Kehadiran Bank Syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, tetapi
juga bank milik non muslim. Saat ini bank islam sudah tersebar di berbagai Negaranegara
Muslim dan Non Muslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan
banyakperusahaan Dunia seperti ANZ, Chase Chemical Bank, dan Citibank telah memebuka
cabang yang berdasarkan syariah
IV.
Rekomendasi Terhadap Manajemen Risiko Bank Syariah
Menurut hasil penelitian Bank Indonesia (2008) kerjasama dengan Ernst dan Young yang
dibahas dalam seminar akhir tahun 2008 di Bank Indonesia, salah satu masalah utama dalam
implementasi manajemen resiko di perbankan syariah adalah peran Dewan Pengawas Syariah
yang belum optimal. Peran DPS yang belum optimal tersebut disimpulkan para peneliti sebagai
kesenjangan utama manajemen risiko yang harus diperbaiki di masa depan.
Jenis manajemen risiko yang terkait erat dengan peran DPS adalah risiko reputasi yang
selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti resiko likuiditas dan resiko
lainnya. Jika peran DPS tidak optimal dalam melakukan pegawasan syariah terhadap praktik
syariah sehingga berakibat pada pelanggaran syariah complience, maka citra dan kredibilitas
bank syariah di mata masyarakat menjadi negatif, sehingga dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat kepada bank syariah bersangkutan. Hal inilah yang dikatakan oleh Shanin
A.Shayan CEO and Board Member of Barakat Foundation“ menurutnya resiko terbesar
menghadapi system keuangan global bukanlah kesalahan tentang kemampuan menciptakan
laba, tetapi yang lebih penting adalah kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang
bagaimana operasional kerjanya’’
Di sinilah, peran DPS perlu dioptimalkan, agar mereka bisa memastikan segala produk
dan sistem operasinal bank syariah benar-benar sesuai syariah. Untuk memastikan setiap
transaksi sesuai dengan hukum Islam, anggota DPS harus memahami ilmu ekonomi dan
perbankan dan berpengalaman luas di bidang hukum Islam. Dengan demikian kualifikasi
menjadi anggota DPS mestilah memahami ilmu ekonomi dan keuangan serta perbankan.
Namun, sangat disayangkan, masih banyak DPS yang belum memahami ilmu ekonomi
keuangan dan perbankan. Selain mereka tidak memahami ilmu tersebut, mereka juga masih
banyak yang tidak melakukan supervisi dan pemeriksaan akad-akad yang ada di perbankan
syariah. Padahal menurut ketentuannya, Dewan Pengawas Syariah bekerja secara independen
dan bebas untuk meninjau dan komentar pada semua kontrak dan transaksi
V.
Kesimpulan
Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan
Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank konvensional,
bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk
perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga,
baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu
sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
VI.
Referensi
Kisman, Z ., & Shintabelle Restiyani , M. The Validity of Capital Asset Pricing Model
(CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks in Indonesia
Stock Exchange. American journal of economic and management Vol 1, No 3, 2015, pp.184189
DPS dan Manajemen Risiko Perbankan Syari’ah, Dikutip dari
http://agustianto.niriah.com/2008/12/21/dps-dan-manajemen-risiko-bank-syariah/
http://plenoinfo.blogspot.co.id/2016/08/makalah-sistem-perbankan-syariah_1.html
Cahyani, Evi Dwi
Universitas Trilogi
Rabu, 13 Desember 2017
I.
Latar Belakang
Perbankan merupakan penggerak roda perekonomian bagi suatu negara sehingga bank
mempunyai peranan yang penting bagi dunia bisnis yang dijalankan oleh para pelaku usaha
baik secara makro ataupun secara mikro agar pelaku usaha tersebut dapat menjalankan,
memperluas, dan mengembangkan kegiatan usahanya (Abdul Ghafur Anshori, 2008: 312).
Lahirnya undang-undang no. 10 tahun 1998, tentang perubahan atas undang-undang no.
7 tahun 1992 tentang perbankan, pada bulan November 1998 telah memberi peluang yang
sangat besar bagi tumbuhnya bank-bank syariah di Indonesia. Undang-undang tersebut
memungkinkan bank beroperasi sepenuhnya secara syariah atau membuka cabang khusus
syariah (unit syriah).
Bank sebagai perantara keuangan (financial intermediary institution) tidak hanya
mempunyai tugas menghimpun dana (funding) dari masyarakat, akan tetapi bank harus juga
menyalurkan dana (landing) yang diwujudkan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan
pembiayaan (financing) sebagai tugas pokoknya, pelaksanaan tugas pokok ini diwujudkan
dalam penyediaan dana bagi pihak-pihak deficit unit (membutuhkan dana) (2008, 176). II.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Bank Syariah.
2. Untuk mengetahui pengertian risiko Kredit.
3. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Risiko Kredit terhadap Jenis Risiko Lainnya.
4. Untuk mengetahui Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
III.
Pembahasan 1. Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar
prinsip syariah.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang,
dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi
perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional
yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional
memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank
konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.
2. Pengertian Risiko Kredit
Adalah risiko dimana nasabah / debitur atau counterpart tidak mampu memenuhi
kewajiban keuangannya sesuai kontrak /kesepakatan yang telah dilakukan.
Definisi ini dapat diperluas yaitu bahwa risiko kredit adalah risiko yang timbul
dikarenakan kualitas kredit semakin menurun. Memang penurunan kualitas kredit dimaksud
belum tentu berimplikasi pada terjadinya default, namun paling tidak kemungkinan terjadinya
default akan semakin besar.
Hal-hal yang termasuk dalam Risiko Kredit adalah :
a) Lending Risk, yaitu risiko akibat nasabah/debitur tidak mampu melunasi
fasilitas yang telah diberikan oleh bank, baik berupa fasilitas kredit langsung
maupun tidak langsung (cash loan maupun non cash loan)
b) Counterparty Risk, risiko dimana counterpart tidak bisa melunasi kewajibannya
ke bank baik sebelum tanggal kesepakatan maupun pada saat tanggal
kesepakatan.
c) Issuer Risk, risiko dimana penerbit suatu surat berharga tidak bisa melunasi
kepada bank sejumlah nilai surat berharga yang dimiliki bank.
3. Ruang Lingkup Risiko Kredit terhadap Jenis Risiko Lainnya
Ruang lingkup risiko kredit tidak dapat dipisahkan secara jelas dan tegas dengan jenis
risiko lainnya (risiko operasional, risiko pasar dan risiko likuiditas) dan keempat jenis risiko ini
saling terkait.
Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko pasar terlebih dahulu.
Sebagai contoh, nilai kredit nasabah menjadi sangat besar, dikarenakan kredit diberikan dalam
dominasi valas dan nilai tukar Rupiah melemah.
Risiko kredit dapat timbul dikarenakan telah terjadinya risiko operasional terlebih
dahulu. Sebagai contoh, petugas Bank telah lalai dalam melaksanakan taksasi jaminan dan
pengikatannya
4. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan
eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer
bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya
bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan
bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya.
Sementara perbankan yang menerapkan system syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Bank Syariah pertama di Indonesia merupakan hasil kerja tim perbankan MUI, yaitu
dengan dibentuknya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akte pendiriannya
ditandatangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga
saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar di beberapa kota besar seperti
Jakarta, Surabaya, Bandung, Makasar, dan kota lainnya.
Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syariah di Indonesia khususnya
cukup menggembirakan. Disamping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syariah milik
pemerintah sperti Bank Syariah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri Bank Syariah
sebagai cabang dari Bank Konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan BPD
Jabar. Bank-bank syariah lain yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank
Niaga, dan Bank Bukopin.
Kehadiran Bank Syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, tetapi
juga bank milik non muslim. Saat ini bank islam sudah tersebar di berbagai Negaranegara
Muslim dan Non Muslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan
banyakperusahaan Dunia seperti ANZ, Chase Chemical Bank, dan Citibank telah memebuka
cabang yang berdasarkan syariah
IV.
Rekomendasi Terhadap Manajemen Risiko Bank Syariah
Menurut hasil penelitian Bank Indonesia (2008) kerjasama dengan Ernst dan Young yang
dibahas dalam seminar akhir tahun 2008 di Bank Indonesia, salah satu masalah utama dalam
implementasi manajemen resiko di perbankan syariah adalah peran Dewan Pengawas Syariah
yang belum optimal. Peran DPS yang belum optimal tersebut disimpulkan para peneliti sebagai
kesenjangan utama manajemen risiko yang harus diperbaiki di masa depan.
Jenis manajemen risiko yang terkait erat dengan peran DPS adalah risiko reputasi yang
selanjutnya berdampak pada displaced commercial risk, seperti resiko likuiditas dan resiko
lainnya. Jika peran DPS tidak optimal dalam melakukan pegawasan syariah terhadap praktik
syariah sehingga berakibat pada pelanggaran syariah complience, maka citra dan kredibilitas
bank syariah di mata masyarakat menjadi negatif, sehingga dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat kepada bank syariah bersangkutan. Hal inilah yang dikatakan oleh Shanin
A.Shayan CEO and Board Member of Barakat Foundation“ menurutnya resiko terbesar
menghadapi system keuangan global bukanlah kesalahan tentang kemampuan menciptakan
laba, tetapi yang lebih penting adalah kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang
bagaimana operasional kerjanya’’
Di sinilah, peran DPS perlu dioptimalkan, agar mereka bisa memastikan segala produk
dan sistem operasinal bank syariah benar-benar sesuai syariah. Untuk memastikan setiap
transaksi sesuai dengan hukum Islam, anggota DPS harus memahami ilmu ekonomi dan
perbankan dan berpengalaman luas di bidang hukum Islam. Dengan demikian kualifikasi
menjadi anggota DPS mestilah memahami ilmu ekonomi dan keuangan serta perbankan.
Namun, sangat disayangkan, masih banyak DPS yang belum memahami ilmu ekonomi
keuangan dan perbankan. Selain mereka tidak memahami ilmu tersebut, mereka juga masih
banyak yang tidak melakukan supervisi dan pemeriksaan akad-akad yang ada di perbankan
syariah. Padahal menurut ketentuannya, Dewan Pengawas Syariah bekerja secara independen
dan bebas untuk meninjau dan komentar pada semua kontrak dan transaksi
V.
Kesimpulan
Perbankan Syari’ah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syari’ah dan
Unit Usaha-Usaha Syari’ah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usaha lainnya.Sama seperti halnya dengan bank konvensional,
bank syariah juga menawarkan nasabah dengan bank konvensional adalah dalam produk
perbankan. Hanya saja bedanya denga bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga,
baik terhadap harga jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu
sangat Islami., termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.
VI.
Referensi
Kisman, Z ., & Shintabelle Restiyani , M. The Validity of Capital Asset Pricing Model
(CAPM) and Arbitrage Pricing Theory (APT) in Predicting the Return of Stocks in Indonesia
Stock Exchange. American journal of economic and management Vol 1, No 3, 2015, pp.184189
DPS dan Manajemen Risiko Perbankan Syari’ah, Dikutip dari
http://agustianto.niriah.com/2008/12/21/dps-dan-manajemen-risiko-bank-syariah/
http://plenoinfo.blogspot.co.id/2016/08/makalah-sistem-perbankan-syariah_1.html