HEGEMONI BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM (1)

HEGEMONI BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM
Makalah

Disusun sebagai tugas mata kuliah
TRANSFORMASI GLOBAL (TAFSIR HADIS)
Dosen pengampu:
DR. Hasyim Muhammad, M. Ag
DR. H. Arja Imroni, M. Ag

Oleh:
Ahmad Roes (1400018064)

PROGRAM MAGISTER
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO
SEMARANG
2015

A. PENDAHULUAN
Manusia dalam kehidupannya membutuhkan sebuah interaksi, baik
dilakukan oleh individu maupun kolektif. Kedua bentuk interaksi tersebut
meniscayakan adanya pihak yang memberi dan yang diberi. Pemberian dalam

konteks interaksi tersebut dapat berupa informasi, perilaku, dan sebagainya.
Dari hal inilah, globalisasi bermula, yaitu adanya interaksi secara kolektif antar
negara/ bangsa.
Arus globalisasi sangat identik dengan mudahnya dan cepatnya transmisi
informasi dari suatu daerah ke daerah lain, seakan-akan suatu peristiwa yang
terjadi di suatu daerah juga terjadi dalam daerah lain. Di sisi lain, globalisasi
bisa jadi merupakan dampak dari kemajuan IPTEK. Kemajuan komunikasi
misalnya, meniscayakan adanya komunikasi secara audio visual antar negara
yang tentu saja meniscayakan adanya pertukaran informasi.
Barat (Eropa dan sekitarnya) sejak masa renesains sangat maju dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Mulai ditemukannya listrik, alat
transportasi super cepat, sampai yang terkini, teknologi multimedia dan
internet. Mengingat penguasaan IPTEK saat ini masih dipegang oleh Barat,
maka secara tak sadar, dunia berada pada kontrol barat, baik pada kegiatan
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.
Kontrol dan dominasi Barat itulah yang disebut dengan hegemoni. Bentuk
dominasi tersebut tidak lagi dalam bentuk fisik seperti peperangan. Ia telah
bertransformasi dalam bentuk penguasaan pikiran, ide, dan pengetahuan. Hal
itu lebih mudah dilakukan dengan telah dikuasainya media dan informasi oleh
Barat.

Fenomena terkait hegemoni barat atas dunia islam misalnya dituduhnya
Iran dan Irak atas kepemilikan senjata pemusnah massal atau nuklir. Tuduhan
tersebut kemudian didukung oleh NATO bahkan oleh PBB. Pada akhirnya,
meskipun tuduhan tidak terbukti, negara tersebut harus menjadi musuh
internasional yang boleh diinvasi oleh militer. Tuduhan semacam itu juga
mengenai negara lain di Timur tengah; Suriah, dan Libya (negara poros jahat).
Hal yang aneh, negara-negara yang mendapat tuduhan tersebut notabene
merupakan negara dengan kekayaan alam minyak terbesar di Dunia.

1

Hal yang sangat memilukan terjadi pada Palestina. Jika Barat mau benarbenar konsisten dan jujur dengan sikapnya memperjuangkan HAM, kenapa
rakyat Palestina dibiarkan tetap dijajah oleh Israel dan kenapa Israel tidak
pernah dibawa ke mahkamah HAM internasional atas tuduhan pelanggaran
HAM berat dan pengguaan senjata berbahaya dalam perang?. Inilah sebuah
ironi yang telah dilakukan oleh Barat.
Di lain sisi, krisis di timur tengah yang memunculkan arus imigrasi besarbesaran mendapat respon cukup baik oleh Jerman dan beberapa negara Eropa.
Imigran yang jumlahnya jutaan itu ditampung dan diperlakukan dengan baik
oleh Eropa. Hal ini memunculkan beberapa spekulasi, apakah barat telah
berubah sikap ataukah imigran-imigran itu justru akan dieksploitasi oleh

Eropa?.
Paper ini tidak akan membahas terlalu jauh tentang politik internasional.
Juga tidak akan membahas lebih dalam tentang tragedi kemanusiaan yang
terjadi di Timur Tengah. Tulisan singkat ini akan fokus pada hal-hal hegemoni
barat terhadap islam, secara teoritik dan cenderung mengarah pada kawasan
sejarah-sosial. Berikut beberapa masalah yang dibahas dalam makalah ini.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana konsep hegemoni?
2. Bagaimana hegemoni barat terhadap Islam?
3. Bagaimana sikap dunia Islam dalam menghadapi hegemoni barat?

C. PEMBAHASAN
1. Istilah Hegemoni, Islam, dan Barat
Berbicara tentang hegemoni, pembahasan akan mengarah pada
kajian politik-budaya, mengingat hegemoni memiliki ciri dari politik yang
berupa menguasai. Di sisi lain, hegemoni pun menunjukkan bagaimana
cara non-militansi mampu menguasai, mengontrol, dan mendominasi
manusia. Istilah hegemoni tidak bisa disamakan dengan imprealisme klasik.
Hegemoni pun berbeda dengan invansi militer. Meskipun demikian,

hegemoni bisa saja diawali oleh penguasaan wilayah melalui cara militer.

2

Hegemoni, didefinisikan “Dominant groups in society, including
fundamentally but not exclusively the ruling class,maintain their
dominance by securing the µ spontaneous consent of subordinate
groups,including the working class, through the negotiated construction of
a political and ideological consensus which incorporates both dominant
and dominated groups.“ (Strinati, 1995: 165).

Definisi di atas menjelaskan bahwa hegemoni memiliki ciri utama
“mendominasi” sekelompok orang/masyarakat. Dominasi diupayakan
melalui cara non-fisik/kekerasan namun efektif dalam mengkontrol. Dalam
hegemoni, kelompok yang mendominasi berhasil mempengaruhi kelompok
yang didominasi untuk menerima nilai-nilai moral, politik, dan budaya dari
kelompok dominan (The ruling party, kelompok yang berkuasa). Hegemoni
diterima sebagai sesuatu yang wajar, sehingga ideologi kelompok dominan
dapat menyebar dan dipraktekkan. Nilai-nilai dan ideologi hegemoni ini
diperjuangkan dan dipertahankan oleh pihak dominan sedemikian sehingga

pihak yang didominasi tetap diam dan taat terhadap kepemimpinan
kelompok penguasa. Hegemoni bisa dilihat sebagai strategi untuk
mempertahankan kekuasaan “…the practices of a capitalist class or its
representatives to gain state power and maintain it later .“(Simon, 1982:

23). Jika dilihat sebagai strategi, maka konsep hegemoni bukanlah strategi
eksklusif

milik

penguasa.

Maksudnya,

kelompok

manapun

bisa


menerapkan konsep hegemoni dan menjadi penguasa. Sebagai contoh
hegemoni, adalah kekuasaan dolar Amerika terhadap ekonomi global.
Kebanyakan transaksi internasional dilakukan dengan dolar amerika.
Berbicara tentang Islam sangat luas cakupannya, namun Islam yang
penulis maksud di sini tentu bukan Islam dalam pengertian ajaran atau
seperangkat sistem nilai, tetapi adalah Islam dalam pengertian negaranegara kawasan Islam dan negara-negara yang berpenduduk mayoritas
muslim dan dalam konteks ini termasuk juga Indonesia. Sedangkan Barat
yang dimaksud adalah Barat dalam pengertian negara-negara maju seperti
Amerika Serikat dan Eropa (Samuel P. Huntington, 2001: 51).

3

Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam dan Barat memang selalu
dihadapkan pada sisi yang berlawanan (paradox). Posisi ini merupakan
kontinuitas sejarah hubungan Islam (Timur) dan Kristen (Barat) di masa
lalu yang memang penuh dengan akar-akar konflik. Paling tidak ini sudah
ditegaskan oleh John L. Esposito, bahwa sejarah konfrontasi ini telah
melibatkan berbagai peristiwa. Penaklukan Imperium Byzantium (Romawi
Timur) oleh Islam pada abad ketujuh, rangkaian Perang Salib abad
kesebelas dan keduabelas, ekspansi dan dominasi kolonial Eropa abad

kelimabelas dan keenambelas, serta penegasan kembali identitas Islam dan
dunia politik seakan semakin mengukuhkan adanya pertentangan sepanjang
masa tersebut antara Islam di satu sisi dan Barat di sisi yang lain. (John L.
Esposito, 1996: 13)

2. Dunia Islam di Bawah Pengaruh Barat
Pasca kekalahan Turki Usmani dan terusirnya Islam dari Spanyol
tahun 1492, Islam lalu mengalami kemunduran, maka mulailah era baru
Barat untuk menguasai dunia Islam melalui kolonialisme. Hampir sebagian
besar negara yang berpenduduk Islam dikuasai oleh kolonialisme Barat,
misalnya Perancis menguasai Afrika Barat, Utara dan Tengah, Inggris di
Palestina, Irak dan teluk Arab dan anak benua India, Belanda dan Potugis
di Asia Tenggara (John L. Esposito, 1990: 56-57). Sedangkan Rusia
menguasai negara-negara Islam di Asia Tengah. Kemunduran Islam yang
dimanfaatkan Barat dengan kolonialismenya telah mampu memecah belah
umat Islam dan merampok wilayah-wilayah Islam dalam penjajahan yang
sangat lama dan menindas. Kekayaan alam Islam dikuras, pemimpinpemimpin Islam yang anti Barat dengan peran medianya dihembuskan
sebagai anti demokrasi dan pelanggar HAM (Hak Asasi Manusia). Karena
Barat menguasai Media, lewat propaganda-propaganda sesatnya dikatakan
bahwa Islam adalah agama pedang, agama teroris, menyukai kekerasan dan

anti kemapanan. Lalu, satu persatu wilayah Islam dikuasai, dengan
berbagai dalih Barat berusaha menancapkan kukunya untuk menguasai

4

kawasan Islam yang strategis secara ekonomi dan politik serta kaya sumber
alam.
Menurut analisa penulis paling tidak ada beberapa faktor yang
menyebabkan Islam dengan mudah berada dalam hegemoni Barat:
a.

Jatuhnya kekuasaan Turki Usmani yang diakibatkan kelelahan dalam
mempertahankan wilayah kekuasaannya yang sangat luas senantiasa
mendapat rongrongan dari Barat yang berambisi menguasai kembali
wilayah mereka yang pernah diraih Islam, mulai dari Asia tengah
sampai Eropa Timur (Balkan). Sementara itu dalam kekuasaan Turki
Usmani terjadi perpecahan yang berakibat makin melemahnya
kekuasaannya di dunia Islam, bahkan sama sekali hilang dengan
berdirinya Turki baru yang berbentuk republik sekuler di bawah
kepemimpinan Mustafa Kamal Attaturk.


b.

Pemimpin-pemimpin

yang

berkuasa

kemudian

tidak

mewarisi

kecakapan yang dimiliki oleh pendahulunya seperti Muhammad alFatih sang penakluk Konstantinopel dan Salahuddin al-Ayyubi yang
dikenal gagah berani melawan tentara Salib. Tidak dapat disangkal
bahwa kuatnya kekuasaan Turki Usmani di wilayah Islam pada masa
lalu karena sosok pemimpinnya yang hebat, kesatria dan berpengaruh.
Sementara pemimpin yang belakangan tidak lagi bisa mewarisi

pendahulunya tersebut.
c.

Tidak adanya idiologi etnik pemersatu antar muslim yang berasal dari
Turki dengan Arab dan bangsa muslim lainnya yang tersebar di
berbagai belahan dunia, yang muncul saat itu adalah sentimen antar
etnik. Masing-masing etnik saat itu saling membanggakan kelebihan
masing-masing, tidak lagi bisa disatukan di bawah idiologi Islam atau
bendera ukhuwwah Islamiyyah yang tanpa melihat golongan, kelompok,
atau etnis tertentu.

d.

Tidak adanya jalinan komuniksi intensif antara muslim di Asia
misalnya dengan muslim di Afrika, karena islam memang terpencarpencar melintasi batas benua dan kultur yang sangat berbeda satu sama
lain.

5

e.


Tidak adanya persatuan yang kuat yang mampu menjadi pengikat untuk
semua umat Islam yang terdiri dari berbagai kultur dan tradisi yang
tersebar di berbagai kawasan.

f.

Hampir sebagian besar masyarakat Islam berada dalam kemiskinan dan
tergantung pada Barat. Karena kemiskinannnya sangat mudah
dipengaruhi dan di adu domba. Hanya sebagian kawasan Timur Tengah
yang secara ekonomi maju, tapi secara politis tetap saja banyak
bergantung pada Barat dalam rangka mengamankan aset mereka dari
lawan-lawan politik regional.

g.

Dewasa ini umat islam sudah terbiasa dengan gaya hidup konsumtif,
sehingga kurang inisiatif untuk tidak tergantung pada bangsa lain.
Berbeda bila di bandingkan pada abad pertengahan, islam mampu
melahirkan ilmuan berkaliber Internasional seperti ahli kesehatan Ibn
Sina, sosiolog Ibn Khaldun, Filosof Ibn Rusyd, dan banyak lainnya.

Menurut Antonio Gramsci, hegemoni merupakan sebuah upaya pihak
elite penguasa yang mendominasi untuk menggiring cara berpikir, bersikap,
dan menilai masyarakat agar sesuai kehendaknya. Di sini “hegemoni”
berlangsung secara smooth, tanpa terasa, tetapi masyarakat dengan sukarela
mengikuti/menjalaninya.

Lebih lanjut Gramsci

menyatakan bahwa

“hegemoni” ini dapat terjadi melalui media massa, sekolah-sekolah, bahkan
melalui khotbah atau dakwah kaum religius, yang melakukan indoktrinasi
sehingga menimbulkan kesadaran baru bagi kaum buruh (Oky Syeiful R.
Harahap, 2006).
Bagi Gramsci proses perubahan sosial tersebut tidak semata-mata
diartikan sebagai perebutan kekuasaan politik, melainkan suatu perebutan
kekuasaan budaya dan ideologi. Demikian juga sebuah revolusi sosialis
tidak dapat dilakukan dengan sekali jadi melalui perebutan kekuasaan
politik, melainkan memerlukan waktu panjang dalam suatu perang posisi
(war of position) untuk merubah pandangan dan nilai-nilai masyarakat

sipil. Jika masyarakat sipil sudah dihegemoni maka sebenarnya secara de

6

facto kekuasaan itu sudah berada di tangan kelas buruh, dan kepemimpinan

politik bisa diambil alih secara mudah (Nurul Huda, 2006).
Masih menurut Gramsci, sebagaimana dikutip Sayful Muzani,
hegemoni juga merupakan kepemimpinan budaya, dimana cara hidup dan
pemikiran dominan digelar ke masyarakat dan mewujudkan diri dalam
bentuk kelembagaan dan penghayatan pribadi, sehingga seluruh bidang
kehidupan masyarakat kapitalis (sosial, politik, ekonomi, budaya,
keagamaan, seni, pendidikan, dsb.) selalu mengikuti dan menganggapnya
paling benar (Sayful Muzani, 1999: 276). Dengan kata lain, hegemoni
berarti universalisasi kepentingan dominan tertentu (misalnya kelas
borjuis), sehingga suatu definisi tentang realitas sosial dan teori sosial –
yang menyebar dan berpengaruh luas dalam masyarakat, termasuk
komunitas intelektual dan ilmuwan sosial– diterima secara taken for
granted, seolah-olah memang sudah seharusnya begitu. Penerimaan ini

dimungkinkan karena para intelektual terkait secara organis dan dialektis
dengan kelas yang dominan. Dalam hal ini, hegemoni berlangsung pada
tataran sipil, di mana ideologi kelas dominan dalam formasi sosial
kapitalisme maju di Barat disebarkan ke masyarakat lewat konsensus
demokratis (Sayful Muzani, 1999: 277).
Secara strategis, untuk menciptakan hegemoni, Gramsci memberikan
dua cara, yaitu melalui “war of position” (perang posisi) dan “war of
movement” (perang pergerakan). Perang posisi dilakukan dengan cara
memperoleh dukungan melalui propaganda media massa, membangun
aliansi strategis dengan barisan sakit hati, pendidikan pembebasan melalui
sekolah-sekolah yang meningkatkan kesadaran diri dan sosial.
Dalam ranah politik, peradaban Barat berusaha menghegemoni
peradaban lainnya, di mana pasca Perang Dingin (Cold war) antara Blok
Barat (yang dimotori oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat)
dan Blok Timur (yang dikomandoi oleh Uni Soviet), ternyata
memunculkan anggapan di kalangan masyarakat Barat bahwa ideologi
liberalisme demokratik telah memenangkan perang melawan sosialisme
serta menimbulkan kepercayaan diri yang luar biasa di kalangan

7

masyarakat Barat, sehingga mereka menganggap ideologinya bersifat
universal. Barat, khususnya Amerika Serikat, kemudian menjadi bangsa
“misionaris” yang “memaksa” bangsa-bangsa non-Barat mau menerapkan
nilai-nilai demokrasi Barat, pasar bebas, pemerintahan yang terbatas,
menjunjung tinggi HAM, individualisme, aturan hukum, serta pemisahan
agama dan negara. Padahal, nilai-nilai tersebut acapkali tak bergaung
dalam budaya Islam, Konghucu, Jepang, Hindu, Budha, ataupun Ortodoks
(Samuel P Huntington, 1996: 336).
Berangkat dari kenyataan tersebut di atas, dalam latar global masa
kini, nampaknya hegemoni juga dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang ada
kaitannya dengan imperialisme dengan berbagai bentuknya yang baru.
Bangsa-bangsa Asia, Amerika Latin, dan Afrika kontemporer secara politis
memang merdeka tetapi dalam banyak hal “terkuasai” dan mengalami
“ketergantungan” dengan kekuatan-kekuatan yang berasal dari peradaban
Barat (Edward W. Said, 1996: 52). Hal ini berarti bangsa-bangsa tersebut,
disadari ataupun tidak telah terhegemoni oleh peradaban Barat.
Hegemoni dapat juga berwujud truth claim yang universal dan mutlak
atas segala ilmu yang berkembang yang bukan berasal dari tradisi Barat.
Hal ini dapat dilihat sejak abad pencerahan, di mana sejak saat itu
representasi

kebudayaan

Barat

yang

dominan

cenderung

menyubordinasikan apa yang bisa disebut sebagai aspek-aspek kebudayaan
dan tradisi “Dionysian” (lawan Appolonian), yakni suatu kecenderungan
yang dipahami sebagai puitis, mistis, irasional, tidak beradab, dan feminin.
Hegemoni seperti itu telah memberi karakteristik stereotip tentang Barat
versus Timur dalam berbagai ranah kehidupan, khususnya dalam bidang
otoritas kebenaran atas klaim saintis, di mana mereka tidak mengakui atau
meragukan kesahihan sains yang berkembang dari teks agama. Pandangan
ini masih dipegang teguh oleh para penganutnya sehingga dengan klaim
sains yang ilmiah dan obyektif serta rasional telah menimbulkan sikap
dominasi kebenaran “obyektif” atas bidang keilmuan yang berkembang di
berbagai belahan dunia akhir-akhir ini (I Nengah Duija, 2005).

8

Dari semua hal tersebut di atas, sebenarnya kepentingan global Barat
adalah dominasi ekonomi dan politik atas seluruh negara non-Barat. Dan
untuk melancarkan kepentingannya itu, Barat memakai banyak cara, dari
yang paling halus sampai yang paling berdarah-darah. Cara halus yang
dilakukan Barat untuk mengukuhkan hegemoninya antara lain melalui
“rezim pengetahuan”. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat tidak
memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang.
Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa
menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara
berfikir saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.
Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di
negara berkembang dengan setia dan tidak sadar menyebarkan dan
membela nilai-nilai dan institusi Barat seperti demokrasi, civil society, hak
asasi manusia. Semua yang datang dari Barat diterima sebagai nilai-nilai
universal yang merupakan produk peradaban terbaik yang harus diikuti.
Ancaman hegemoni dalam dunia pendidikan juga datang dari
hegemoni neoliberalisme yang menampilkan wajah hegemoniknya lewat
simulacra (pembangunan citra, image) yang dikemas dalam bentuk iklan-

iklan, icon (lambang), merek, termasuk secara sistemik membangun
kekuatan antar negara/kawasan dalam perekonomian liberal. Dalam dunia
pendidikan neoliberalisme melancarkan hegemoni dengan melakukan
kapitalisasi pendidikan, yaitu pendidikan dijadikan sebagai barang
dagangan, tanpa melihat lagi misi mulia pendidikan yang manusiawi.
Implikasi dari sekian lamanya neoliberalisme menghegemoni dunia
pendidikan, dengan gampang ditemukan lewat kesadaran palsu, yaitu
pandangan bahwa kesuksesan dan derajat kemuliaan seseoarang diukur dari
kuliah, lulus secepatnya dengan nilai tinggi, kerja pada tempat yang paling
banyak menghasilkan uang. Implikasinya, masyarakat pun cenderung
menilai orang dari mobil yang dipakai, seberapa besar rumahnya, dll. Jiwa
dan sikap intelektualitas, suka mengkaji suatu fenomena, memiliki rasa
keingintahuan dan naluri penyelidikan yang tinggi, memegang prinsip

9

kebenaran ilmiah dan rasa keadilan, justru merupakan "musuh" bagi
neoliberalisme (Oky Syeiful R. Harahap, 2004).
Dengan demikian, bentuk-bentuk hegemoni barat terhadap dunia Islam
antara lain:
a. Hegemoni Barat di bidang Ekonomi diupayakan dengan; membentuk
Lembaga-lembaga Ekonomi Internasional seperti World Bank, IMF.
Memposisikan Mata uang Dollar sebagai mata uang global yang
dipakai dalam transaksi di seluruh dunia. Menggeser pemakaian sistem
standar emas yang membatasi pencetakan mata uang suatu Negara yang
harus selalu disesuaikan dengan jumlah emas yang dimiliki.
Dengan sistem ini dolar AS, dan bukan lagi emas, menempati posisi
sebagai alat tukar perdagangan internasional. Dengan pengaruh
kekuasaanya sering menerapkan Sanksi ekonomi kepada Negara-negara
yang tidak memenuhi peraturan yang ditetapkan oleh Negara Barat
melalui wadah PBB.
b. Hegemoni Barat di bidang sosial dan Budaya. Kebiasaan anak-anak
muda di berbagai Negara saat ini merayakan Valentine Day adalah
merupakan salah satu bentuk pengaruh hegemoni budaya barat begitu
juga dengan kebiasaan merayakan April Mop, selai itu Barat juga
menunjukkan dominasinya melalui penyebaran produk-produk hiburan,
mainan dan makanan ala barat di seluruh dunia : seperti Boneka Berbie,
Winni The Pooh, Sponge Bob, film-film Hollywood, KFC, Coca-cola,
Pepsi dll.
c. Hegemoni Barat di bidang politik. Salah satu bukti adanya hegemoni
Barat di bidang politik adalah dengan adanya Hak Veto dalam PBB
hanya dimiliki oleh Negara-negara Maju, seperti : Amerika Serikat,
Inggris, Prancis dan Rusia. Dari lima negara pemegang hak veto di DK
PBB, hanya China yang mewakili negara berkembang yang punya hak
veto. Secara geografis pun hak veto didominasi negara Barat. Cuma
RRC yang berasal dan mewakili Asia. Sedangkan Afrika dan Amerika
Latin sama sekali tidak terwakili. Dengan demikian, keberadaan DK

10

PBB (terutama terkait keanggotaan negara pemegang hak veto) tidak
cukup representatif.
d. Hegemoni Barat di bidang pemikiran (filsafat). Mengingat filsafat
adalah induk dari pengetahuan atau ilmu, maka penguasaan atas bidang
akan sangat mempengaruhi dunia pemikiran. Penguasaan bidang ini,
dapat diusahakan melalui dua cara. Pertama, penguasaan atas institusi
pendidikan yang berpengaruh di Dunia. Kedua, penyebaran ajaran atau
keilmuan tertentu secara massif dan terstruktur melalui tokoh-tokoh
yang berpengaruh atau yang cukup vokal.

3. Sikap Dunia Islam terhadap Hegemoni Barat
Apapun motif, model, dan pihak yang terlibat konflik, realitas dunia
yang penuh konflik menimbulkan bencana kemanusiaan yang dahsyat,
dimana negara-negara berkembang – termasuk Muslim – adalah
korbannya. Konflik yang dipicu oleh semangat imperialisme telah
membuat jurang yang semakin lebar antara kelompok dominan dan yang
didominasi. Dunia tentu tidak boleh terlalu lama dibiarkan terpolarisasi atas
dua kelompok itu, di mana kelompok dominan sebagai the first class, bisa
berbuat sewenang-wenang atas kelompok yang didominasi. Jalan keluar
dari kemelut ini ada dua yang ditawarkan beberapa kalangan, dialog atau
melawan hegemoni.
Dialog adalah model penyelesaian yang dinilai paling sedikit
menanggung resiko. Dialog ini mengasumsikan antara pihak yang terlibat
konflik (Barat dan non-Barat –Islam-) berada dalam posisi yang sejajar
untuk mau saling mengerti satu sama lain. Negara-negara Barat harus mau
mengakhiri sikap imperialis dalam segala bentuknya, termasuk proyekproyek pos-kolonialismenya, dan mulai membangun relasi setara dan
bersahabat. Kerjasama dan partisipasi hanya akan bermakna bila
didasarkan keseimbangan kepentingan dan bebas dari hegemoni.
Orang yang mengidealkan cara dialog untuk menyelesaikan konflik
peradaban atau kepentingan mungkin lupa bahwa syahwat hegemoni Barat
adalah sesuatu yang sudah laten dalam tradisi relasi Barat – non-Barat.

11

Keinginan untuk mengajak Barat bersikap lebih adil adalah utopia di
tengah nafsu serakah Barat yang ingin menguasai dunia.
Setelah cara dialog adalah model utopis, maka jalan lain yang tidak
boleh dihindari oleh negara-negara non-Barat (berkembang atau Muslim)
adalah melawan hegemoni itu dengan potensi kekuatan yang ada. Cara
melawan hegemoni yang paling fundamental adalah bersikap kritis
terhadap berbagai pengetahuan yang dikembangkan oleh dan untuk
kepentingan Barat. Umat Islam yang secara sukarela belajar demokrasi,
lalu mengintegrasikan dalam ajaran Islam dan menerapkan dalam
kehidupan politik adalah salah satu bentuk menerima untuk dijajah. Belum
lagi ketika belajar dan menerima peradaban, modernitas, dan civil society
hampir tanpa reserve. Padahal nenurut James Petras dan Henry Veltmeyer
(2002 : 217), wacana tentang itu semua sesungguhnya dipakai untuk
melegitimasi perbudakan, genosida, kolonialisme, dan semua bentuk
eksploitasi terhadap manusia.
Sudah saatnya kaum Muslim di negara-negara berkembang bersikap
kritis untuk melawan wacana global yang diproduksi Barat. Termasuk
wacana globalisasi yang selama ini diterima sebagai sesuatu yang niscaya,
harus dikritisi karena tersembunyi sebuah ideologi (hidden ideology) yakni
neo-liberalisme yang dampaknya terhadap pembunuhan ekoniomi rakyat
sangat luar biasa.

D. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan; Pertama, hegemoni
adalah usaha untuk mendominasi pihak tertentu melalui cara yang halus namun
efektif. Kedua , hegemoni Barat terhadap Islam diupayakan dengan penguasaan
pada bidang ekonomi (terutama sistem ekonomi), budaya, politik, dan pendidikan
(pemikiran). Ketiga, sikap yang tepat dalam menghadapi hegemoni adalah
melawannya melalui sikap kritis dan penguatan local wisdom.

12

DAFTAR PUSTAKA
Adian Husaini, et. al., Filsafat Ilmu, Perspektif Barat dan Islam, Jakarta, Gema
Insani, 2013
Edward W. Said, Kebudayaan dan Kekuasaan; Membongkar Mitos Hegemoni
Barat, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Mizan, Cet. II, 1996,

John L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? Terj. Alwiyah
Abdurrahman dan Missi, (Bandung: Mizan, 1996)
John L. Esposito, Islam dan Politik, terj. H.M. Yosoef Soeyb, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1990),
Samuel P. Huntington, Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik
Dunia , (Yogyakarta: al-Qalam, 2001)

Sayful Muzani, “Islam dalam Hegemoni Teori Modernisasi”, dalam Edy A.
Effendy (ed), Dekontruksi Islam Madzhab Ciputat, Bandung: Zaman
Wacana Ilmu, 1999,
Ulya, Berbagai Pendekatan Studi al Quran , Yogyakarta, Idea Press, 2010,
Umar Faruq Thohir dkk., Etika Islam dan Transformasi Global , Yogyakarta,
Pustaka Ilmu, 2013

Internet:
Oky Syeiful R. Harahap, “Pengaruh Hegemoni dalam Dunia Pendidikan” dalam
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/02/1106.htm
Nurul

Huda,

“Perihal

Hegemoni

dan

Perang

Posisi”

dalam

http://nurulhuda.wordpress.com /2006/11/21/perihal-hegemoni-dan-perang-posisi
“Pengantar Hegemoni” dalam
http://synaps.wordpress.com/2005/12/01/pengantar-hegemoni
I Nengah Duija, “Hegemoni Orientalis dan Pengembangan Ilmu
Kemanusiaan”

dalam

http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0305/10/opini/288298.htm

13