TEORI PERMINTAAN DAN PENAWARAN DALAM EKO
TEORI PERMINTAAN DAN PENAWARAN DALAM EKONOMI ISLAM
Dini Nur Utami
Ekonomi Syari’ah, Program Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
[email protected]
ABSTRACT
Islamic economic outlook regarding demand, supply and market mechanisms is relatively
similar to the conventional economy, but there are limitations of the individual to behave in
accordance with the rules of the economy of sharia. In the Islamic economic, and moral
norms "Islamic" which is the principle of Islam in the pro-economy, the factors that
determine an individual and society in their economic activities. This paper uses methods of
interpretation of the Qur'anic verse regarding demand and supply with ijmali interpretation
methods and concepts of supply and demand by the leaders of Islamic economic thought. The
concept of demand in Islam assess a commodity not everything can be consumed or used, to
distinguish between licit and illicit. In Islam people who have a lot of money are not allowed
to spend money arbitrarily hatinya.Batasan budget is not enough to limit consumption.
Another limitation to note is that a Muslim should not be excessive (ishrof), and should give
priority to goodness (maslahah).
Keywords : supply, demand, islamic economy
JEL : D4, D40, E3
INTRODUCTION
Secara umum tidak banyak perbedaan antara teori permintaan konvensional dengan
islam sejauh hal itu dikaitkan dengan variable atau factor yang turut berpengaruh terhadap
posisi penawaran. Bahkan bentuk kurva secara umum pada hakikatnya sama. Satu aspek
penting yang memberikan suatu perbedaan dalam perspektif ini kemungkinan besar berasal
dari landasan filosofi dan moralitas yang didasarkan pada premis nilai-nilai islam. Yang
pertama adalah bahwa islam memandang manusia secara umum, apakah sebagai konsumen
atau produsen, sebagai suatu objek yang terkait dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang paling
pokok yang didorong ole islam dalam kehidupan perekonomian adalah kesederhanaan, tidak
silau dengan gemerlapnya kenikmatan duniawi (zuhud) dan ekonomis (iqtishad). Inilah nilainilai yang seharusnya menjadi gaya hidup Islamic man. Yang kedua adalah norma-norma
islam yang selalu menemani kehidupan manusia yaitu halal dan haram. Produk-produk dan
transaksi pertukaran barang dan jasa tunduk kepada norma ini. Hal-hal yang diharamkan atas
manusia itu pada hakikatnya adalah barang-barang atau transaksi-transaksi yang berbahaya
bagi diri mereka dan kemaslahatannya.Namun demikian, bahaya yang ditimbulkan itu tidak
selalu dapat diketahui dan dideteksi oleh kemampuan indrawi atau akal manusia dalam
jangka pendek.Sikap yang benar dalam menghadapi persoalan ini adalah kepatuhan kepada
diktum disertai pencarian hikmah dibalik itu.
Dijelaskan bahwa penawaran berkorelasi positif terhadap harga. Ini berarti bahwa
semakin tinggi suatu harga produk, semakin memberikan insentif kepada produsen untuk
meningkatkan produksinya dan kemudian menawarkannya kepada konsumen yang
membutuhkan.Sebaliknya, semakin rendah suatu harga produk, semakin berkurang insentif
bagi produsen ubntuk memproduksi dan menawarkannya.Hal ini disebabkan karena makin
rendah suatu harga, makinkecil suatu keuntungan atau malah timbul kerugian. Sebagai suatu
agen ekonomiyang rasional, produsen akan memutuskan produksinya. Dengan demikian
dapatlah digambarkan dalam sebuah diagram dimana sumbu vertical adalah harga dan sumbu
horizontal adalah jumlah produk yang ditawarkan kepada masyarakat bahwa kurva
penawaran sebagai kurva yang naik ke kanan. Kedudukan kurva ini bias berpindah atau
bergeser bergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Disamping itu, ongkos produksi juga merupakan faktor penting dalam menentukan
penawaran suatu produk.Ongkos produksi pada gilirannya ditentukan oleh harga dari faktor
input. Perubahan dalam harga-harga factor input umumnya dikarenakan adanya perubahan
dalam laju pajak dan subsidi. Sekalipun diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan dalam
kebijakan fiscal pemerintah berkaitan dengan perpajakan atau subsidi, masih ada factor lain
yang sangat berperan dalam menentukan kedudukan penawaran dalam perekonomian
konvensional. Kemajuan teknologi berperan sangat penting dalam mengurangi ongkos
produksi karena perubahan dalam teknologi yang lebih maju memungkinkan dipakainya caracara produksi yang jauh lebih efisien dan tentu saja lebih murah daripada sebelumnya.
METHODS
Tulisan ini menggunakan metode penafsiran ayat Al-Qur’an mengenai permintaan
dan penawaran dengan metode tafsir ijmali dan konsep permintaan dan penawaran menurut
para tokoh pemikiran ekonomi Islam. Metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu metoda
tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. 1
Pengertian tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan
bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut
susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya
bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar
Al-Qur’an padahal yang didengarnya itu tafsirnya.
Studi tokoh merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif. Tujuannya untuk mencapai suatu
pemahaman tentang ketokohan seseorang individu dalam komunitas tertentu dan dalam bidang
tertentu, mengungkap pandangan, motivasi, sejarah hidup, dan ambisinya selaku individu melalui
pengakuannya. Dalam hal ini studi tokoh untuk menggali pikiran dan pandangan seorang tokoh
pemikiran ekonomi Islam mengenai konsep permintaan dan penawaran.
RESULT
Adapun perbedaan prinsip antara permintaan dan penawaran dalam islam dengan
konvensial yaitu menurut ekonomi konvensial titik beratnya yaitu pada harga, jika harga
tinggi maka permintaan akan turun, begitu pula sebaliknya, sedangkan dalam ekonomi islam
ini di titik beratkan pada faedah, kemaslahatan ataupun manfaat suatu barang, sedangkan
harga bukanlah tinjauan dasar dalam ekonomi islam, tapi sisi religiuslah yang menjadi
patokan utama, dimana kehalalan lebih di utamakan, bukan rendahnya harga.
1 Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah
Mawdhu’iyyah,1977), 43 – 44.
fi
al-Tafsir
al-Mawdhu’i, (Dirasat
Manhajiyyah
Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini
relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu
untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma
dan moral “islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor
yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya
sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi
konvensional.
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk
dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah
berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87 dan 88 :
ل
ل
ححح ل
ب
ه لل ي ي ح
موا ا ط لي يب بل ح
ي ولبأي بلها ٱل ل ح
ححح ب
ه ل لك يححمع وللل ت لععت لححد يووا ا إ ح ل
مححا أ ل
مينوا ا لل ت ي ل
ن ٱلل لحح ل
ل ٱلل لحح ي
ت ل
حير ي
ن لءا ل
ذي ل
ل
٨٨ ن
حل بلبل ط لي يب باا ولٱت ل ي
مؤع ح
ولك ييلوا ا ح٨٧ ن
مععت ل ح
مينو ل
ه ل
ه ٱل لذ حيو أنيتم ب حهحۦ ي
قوا ا ٱلل ل ل
م ٱلل ل ي
ما لرلزقلك ي ي
م ل
ٱلع ي
دي ل
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (87) “Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (88)
Makna yang dimaksud dapat diinterpretasikan janganlah kalian berlebih-lebihan
dalam mempersempit diri kalian dengan mengharamkan hal-hal yang diperbolehkan bagi
kalian. Demikianlah pendapat dari ulama salaf. Dapat pula diinterpretasikan sebagaimana
kalian tidak boleh mengharamkan yang halal, maka jangan pula kalian melampaui batas
dalam memakai dan mengkonsumsi yang halal, melainkan ambillah darinya sesuai dengan
keperluan dan kecukupan kalian, janganlah kalian melampaui batas.2 Allah mensyariatkan
sikap pertengahan antara yang berlebihan dan yang kikir dalam bernafkah, yakni tidak boleh
melampaui batas, tidak boleh pula menguranginya. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam
ayat lain
٣١ ن
هۥ لل ي ي ح
ح ب
ب ٱلع ي
وللل ت يسعرحفيووا ا إ حن ل ي
مسعرححفي ل
“dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.” ( Al-A’raf ayat 31)
قوا ا ل لمع ي يسعرحيفوا ا ولل لمع ي لقعت ييروا ا ول ل
ن ذ بلل ح ل
ن إح ل
٦٧ ما
ف ي
ذا لأن ل
ولٱل ل ح
كا ل
وا ب
ك قل ل
ن ب ليع ل
ذي ل
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” ( Al-Furqan ayat 67)
Oleh karena harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, maka
harga barang tidak boleh ditetapkan pemerintah, karena ketentuan harga tergantung pada
hukum supply and demand. Namun demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang
pada kondisi tertentu untuk melalukan intervensi harga (price intervention) bila para
pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen.
Di masa Khulafaur Rasyidin, para khalifah pernah melakukan intrevensi pasar, baik
pada sisi supply maupun demand. Intrevensi pasar yang dilakukan Khulafaur Rasyidin
2 http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-87-88.html. Diakses pada 30
Maret 2017
sisi supply ialah mengatur jumlah barang yang ditawarkan seperti yang dilakukan Umar bin
Khattab ketika mengimpor gandum dari Mesir untuk mengendalikan harga gandum di
Madinah. Sedang intervensi dari sisi demand dilakukan dengan menanamkan sikap sederhana
dan menjauhkan diri dari sifat konsumerisme.3 Intervensi pasar juga dilakukan dengan
pengawasan pasar (hisbah). Dalam pengawasan pasar ini Rasulullah menunjuk Said bin Said
Ibnul ‘Ash sebagai kepala pusat pasar (muhtasib) di pasar Mekkah.
Pemahaman yang berkembang ketika itu mengatakan bahwa bila tersedia sedikit
barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang, maka harga akan
murah. Pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan harga dan kuantitas hanya
memperhatikan kurva permintaan. Abu Yusuf membantah pemahaman seperti ini, karena
pada kenyataannya persediaan barang sedikit tidak selalu dikuti dengan kenaikan harga, dan
sebaliknya persediaan barang melimpah belum tentu membuat harga akan murah. Abu Yusuf
mengatakan,
رخيصة وغالية هو توفير.رخيصة ليس بسبب وفرة الغذاء ومكلفة جدا ليس بسبب ندرة الغذاء
ولكن ل تزال مكلفة وأحيانا القليل جدا ولكن الغذاء الرخيص، أحيانا الطعام وفيرة.الله.
“Murah bukan karena melimpahnya makanan,demikian juga mahal tidak disebabkan
kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang-kadang
makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit
tetapi murah.”4
Adalah benar bahwa tingkat harga tidak hanya bergantung pada penawaran semata,
namun kekuatan permintaan juga penting. Oleh karena itu kenaikan atau penurunan tingkat
harga tidak selalu harus berhubungan dengan kenaikan dan penurunan produksi saja. Dalam
mempertahankan pendapat ini Abu Yusuf mengatakan bahwa ada beberapa variabel dan
alasan lainnya yang bisa mempengaruhi, tetapi ia tidak menjelaskan secara detail, mungkin
karena alasan-alasan penyingkatan. Mungkin variabel itu adalah pergeseran dalam
permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara atau penimbunan dan penahanan
barang. Dalam konteks ini Abu Yusuf mengemukakan bahwa tidak ada batasan tertentu
tentang rendah dan mahalnya harga barang. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Murah
bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan disebabkan kelangkaan
makanan. Murah dan mahal adalah ketentuan Allah.
Sekitar lima abad sebelum kelahiran Adam Smith (1776), Ibnu Taymiyah (1258) telah
membicarakan mekanisme pasar menurut Islam, Melalui konsep teori harga dan
kekuatan supply and demand dalam karya-karyanya, seperti yang termuat dalam kitab AlHisbah.
Ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa kenaikan harga merupakan
akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari si penjual, atau mungkin
sebagai akibat manipulasi pasar, Ibnu Taymiyah langsung membantahnya. Dengan tegas ia
mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and
demand). Harga dipengaruhi dan dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan
(supply and demand). Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan dalam
produksi atau adanya penurunan impor atas barang-barang yang dibutuhkan. Dan sebaiknya
ia mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya “penurunan jumlah barang
3 Adiwarman Karim, Kajian Ekonomi Islam Kontemporer, ( Jakarta:TIII, 2003), 76.
4 Abu Yusuf, kitab al-kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979), 48.
yang tersedia” atau adanya “peningkatan jumlah penduduk” mengindikasikan terjadinya
peningkatan permintaan.5
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa naik turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh
tindakan sewenang-wenang dari penjual. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang
menurun akibat inefisiensi produksi, penurun jumlah impor barang-barang yang diminta, atau
juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sementara
penawaran menurun, maka harga barang akan naik. Begitu juga sebaliknya, jika permintaan
menurun, sementara penawaran meningkat, maka harga akan turun. (kelangkaan atau
melimpahnya barang mungkin disebabkan tindakan yang adil dan mungkin juga disebabkan
ulah orang tertentu secara tidak adil/zalim. Selanjutnya Ibnu Taymiyah menyatakan,
penawaran bisa dari produksi domestik dan impor. Terjadinya perubahan dalam penawaran,
digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan,
sedangkan perubahan permintaan (naik atau turun), sangat ditentukan oleh selera dan
pendapatan konsumen. Di sini Ibnu Taymiyah benar-benar telah berhasil mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengruhi naik turunnnya harga. Besar kecilnya kenaikan harga,
tergantung pada besar kecilnya perubahan penawaran atau permintaan. Bila seluruh transaksi
sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah
atau sunnatullah (hukum supply and demand).
Kalau Ibnu Taymiyah, yang hidup lima ratus tahun sebelum Adam Smith, sudah
membicarakan teori harga, ternyata al-Ghazali (1058-1111) yang hidup tujuh ratus tahun
sebelum Smith, juga telah membicarakan mekanisme pasar yang mencakup teori harga dan
konsep supply and demand.
Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, juga telah membahas secara detail peranan
aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan
penawaran dan permintaan. Menurutnya, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami.
Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi
modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan
permintaan. Untuk kurva penawaran “yang naik dari kiri bawah ke kanan atas”, dinyatakan
dalam kalimat, “Jika petani tidak mendapatkan pembeli barangnya, maka ia akan menjualnya
pada harga yang lebih murah.6 Pemikiran al-Ghazali tentang hukum supply and demand,
untuk konteks zamannya cukup maju dan mengejutkan dan tampaknya dia paham betul
tentang konsep elastisitas permintaan. Ia menegaskan, “Mengurangi margin keuntungan
dengan menjual pada harga yang lebih murah, akan meningkatkan volume penjualan dan ini
pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Bahkan ia telah pula mengidentifikasikan
produk makanan sebagai komoditas dengan kurva permintaan yang inelastis. Komentarnya,
“karena makanan adalah kebutuhan pokok, maka perdagangan makanan harus seminimal
mungkin didorong agar tidak semata dalam mencari keuntungan. Dalam bisnis makanan
pokok harus dihindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang
besar. Keuntungan semacam ini seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan
kebutuhan pokok.
Selain, Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah dan al-Ghazali, intelektual muslim yang juga
membahas teori harga adalah Ibnu Khaldun. Di dalam Al-Muqaddimah, ia menulis secara
khusus bab yang berjudul, “Harga-harga di Kota”. Ia membagi jenis barang kepada dua
macam, pertama, barang kebutuhan pokok, kedua barang mewah. Menurutnya, bila suatu
5 Ibnu Tamiyah, Al-Hisbah fil Islam, (Kairo: Mesir, tt), 76.
6 Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ulumuddine, (Makatbatul al-Baytul muslim. CD 7 Vol.3 Jordan: alTurats, 2000), 228.
kota berkembang dan populasinya bertambah, maka pengadaan barang-barang kebutuhan
pokok mendapat prioritas, sehingga penawaran meningkat dan akibatnya harga menjadi
turun. Sedangkan untuk barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat, sejalan
dengan perkembangan kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah
menjadi naik.7 Pada sisi permintaan demand, ia memaparkan pengaruh persaingan diantara
konsumen untuk mendapatkan barang. Sedngkan pada sisi penawaran (supply) ia
menjelaskan pula pengaruh meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutanpungutan lain dikota tersebut.
Selanjutnya ia menjelaskan pengaruh naik turunnya penawaran terhadap harga.
Menurutnya, ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik.
Namun, bila jarak antara kota dekat dan amam, maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga-harga akan turun Paparan itu
menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun sebagaimana Ibnu Taymiyah telah mengidentifikasi
kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga.
KESIMPULAN
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk
dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah
berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87 dan 88. Abu Yusuf mengemukakan bahwa tidak
ada batasan tertentu tentang rendah dan mahalnya harga barang. Hal tersebut ada yang
mengaturnya. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan
disebabkan kelangkaan makanan. Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa harga ditentukan oleh
kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand). Al-Ghazali tidak menjelaskan
permintaan dan penawaran tetapi paham akan mekanismenya. Ibnu khaldun mengatakan pada
sisi permintaan demand, ia memaparkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk
mendapatkan barang. Sedangkan pada sisi penawaran (supply) ia menjelaskan pula pengaruh
meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain dikota tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Yusuf, Yaqub bin Ibrahim. Kitab al-kharaj. Beirut: Dar al-Ma’rifah. 1979.
Al-Farmawi, Abd al-Hayy. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu’i. Dirasat Manhajiyyah
Mawdhu’iyyah. 1977.
Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya ulumuddine. Makatbatul al-Baytul muslim. CD 7 Vol.3 Jordan:
al-Turats. 2000.
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-87-88.html.
Diakses
pada 30 Maret 2017
Karim, Adiwarman. Kajian Ekonomi Islam Kontemporer. Jakarta:TIII. 2003.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Edisi Indonesia terjemahan Ahmadi Taha. Jakarta:Pustaka
Firdaus. 2000.
Taimiyah, Ibnu. Al-Hisbah fil Islam. Kairo: Mesir. tt.
7 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Edisi Indonesia terjemahan Ahmadi Taha, (Jakarta:Pustaka
Firdaus,2000), 421-423
Dini Nur Utami
Ekonomi Syari’ah, Program Pasca Sarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon
[email protected]
ABSTRACT
Islamic economic outlook regarding demand, supply and market mechanisms is relatively
similar to the conventional economy, but there are limitations of the individual to behave in
accordance with the rules of the economy of sharia. In the Islamic economic, and moral
norms "Islamic" which is the principle of Islam in the pro-economy, the factors that
determine an individual and society in their economic activities. This paper uses methods of
interpretation of the Qur'anic verse regarding demand and supply with ijmali interpretation
methods and concepts of supply and demand by the leaders of Islamic economic thought. The
concept of demand in Islam assess a commodity not everything can be consumed or used, to
distinguish between licit and illicit. In Islam people who have a lot of money are not allowed
to spend money arbitrarily hatinya.Batasan budget is not enough to limit consumption.
Another limitation to note is that a Muslim should not be excessive (ishrof), and should give
priority to goodness (maslahah).
Keywords : supply, demand, islamic economy
JEL : D4, D40, E3
INTRODUCTION
Secara umum tidak banyak perbedaan antara teori permintaan konvensional dengan
islam sejauh hal itu dikaitkan dengan variable atau factor yang turut berpengaruh terhadap
posisi penawaran. Bahkan bentuk kurva secara umum pada hakikatnya sama. Satu aspek
penting yang memberikan suatu perbedaan dalam perspektif ini kemungkinan besar berasal
dari landasan filosofi dan moralitas yang didasarkan pada premis nilai-nilai islam. Yang
pertama adalah bahwa islam memandang manusia secara umum, apakah sebagai konsumen
atau produsen, sebagai suatu objek yang terkait dengan nilai-nilai. Nilai-nilai yang paling
pokok yang didorong ole islam dalam kehidupan perekonomian adalah kesederhanaan, tidak
silau dengan gemerlapnya kenikmatan duniawi (zuhud) dan ekonomis (iqtishad). Inilah nilainilai yang seharusnya menjadi gaya hidup Islamic man. Yang kedua adalah norma-norma
islam yang selalu menemani kehidupan manusia yaitu halal dan haram. Produk-produk dan
transaksi pertukaran barang dan jasa tunduk kepada norma ini. Hal-hal yang diharamkan atas
manusia itu pada hakikatnya adalah barang-barang atau transaksi-transaksi yang berbahaya
bagi diri mereka dan kemaslahatannya.Namun demikian, bahaya yang ditimbulkan itu tidak
selalu dapat diketahui dan dideteksi oleh kemampuan indrawi atau akal manusia dalam
jangka pendek.Sikap yang benar dalam menghadapi persoalan ini adalah kepatuhan kepada
diktum disertai pencarian hikmah dibalik itu.
Dijelaskan bahwa penawaran berkorelasi positif terhadap harga. Ini berarti bahwa
semakin tinggi suatu harga produk, semakin memberikan insentif kepada produsen untuk
meningkatkan produksinya dan kemudian menawarkannya kepada konsumen yang
membutuhkan.Sebaliknya, semakin rendah suatu harga produk, semakin berkurang insentif
bagi produsen ubntuk memproduksi dan menawarkannya.Hal ini disebabkan karena makin
rendah suatu harga, makinkecil suatu keuntungan atau malah timbul kerugian. Sebagai suatu
agen ekonomiyang rasional, produsen akan memutuskan produksinya. Dengan demikian
dapatlah digambarkan dalam sebuah diagram dimana sumbu vertical adalah harga dan sumbu
horizontal adalah jumlah produk yang ditawarkan kepada masyarakat bahwa kurva
penawaran sebagai kurva yang naik ke kanan. Kedudukan kurva ini bias berpindah atau
bergeser bergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Disamping itu, ongkos produksi juga merupakan faktor penting dalam menentukan
penawaran suatu produk.Ongkos produksi pada gilirannya ditentukan oleh harga dari faktor
input. Perubahan dalam harga-harga factor input umumnya dikarenakan adanya perubahan
dalam laju pajak dan subsidi. Sekalipun diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan dalam
kebijakan fiscal pemerintah berkaitan dengan perpajakan atau subsidi, masih ada factor lain
yang sangat berperan dalam menentukan kedudukan penawaran dalam perekonomian
konvensional. Kemajuan teknologi berperan sangat penting dalam mengurangi ongkos
produksi karena perubahan dalam teknologi yang lebih maju memungkinkan dipakainya caracara produksi yang jauh lebih efisien dan tentu saja lebih murah daripada sebelumnya.
METHODS
Tulisan ini menggunakan metode penafsiran ayat Al-Qur’an mengenai permintaan
dan penawaran dengan metode tafsir ijmali dan konsep permintaan dan penawaran menurut
para tokoh pemikiran ekonomi Islam. Metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu metoda
tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. 1
Pengertian tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan
bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menurut
susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping itu penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya
bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar
Al-Qur’an padahal yang didengarnya itu tafsirnya.
Studi tokoh merupakan salah satu jenis penelitian kualitatif. Tujuannya untuk mencapai suatu
pemahaman tentang ketokohan seseorang individu dalam komunitas tertentu dan dalam bidang
tertentu, mengungkap pandangan, motivasi, sejarah hidup, dan ambisinya selaku individu melalui
pengakuannya. Dalam hal ini studi tokoh untuk menggali pikiran dan pandangan seorang tokoh
pemikiran ekonomi Islam mengenai konsep permintaan dan penawaran.
RESULT
Adapun perbedaan prinsip antara permintaan dan penawaran dalam islam dengan
konvensial yaitu menurut ekonomi konvensial titik beratnya yaitu pada harga, jika harga
tinggi maka permintaan akan turun, begitu pula sebaliknya, sedangkan dalam ekonomi islam
ini di titik beratkan pada faedah, kemaslahatan ataupun manfaat suatu barang, sedangkan
harga bukanlah tinjauan dasar dalam ekonomi islam, tapi sisi religiuslah yang menjadi
patokan utama, dimana kehalalan lebih di utamakan, bukan rendahnya harga.
1 Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah
Mawdhu’iyyah,1977), 43 – 44.
fi
al-Tafsir
al-Mawdhu’i, (Dirasat
Manhajiyyah
Pandangan ekonomi islam mengenai permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini
relatif sama dengan ekonomi konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu
untuk berperilaku ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma
dan moral “islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor
yang menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya
sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi
konvensional.
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk
dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah
berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87 dan 88 :
ل
ل
ححح ل
ب
ه لل ي ي ح
موا ا ط لي يب بل ح
ي ولبأي بلها ٱل ل ح
ححح ب
ه ل لك يححمع وللل ت لععت لححد يووا ا إ ح ل
مححا أ ل
مينوا ا لل ت ي ل
ن ٱلل لحح ل
ل ٱلل لحح ي
ت ل
حير ي
ن لءا ل
ذي ل
ل
٨٨ ن
حل بلبل ط لي يب باا ولٱت ل ي
مؤع ح
ولك ييلوا ا ح٨٧ ن
مععت ل ح
مينو ل
ه ل
ه ٱل لذ حيو أنيتم ب حهحۦ ي
قوا ا ٱلل ل ل
م ٱلل ل ي
ما لرلزقلك ي ي
م ل
ٱلع ي
دي ل
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang
telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (87) “Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya” (88)
Makna yang dimaksud dapat diinterpretasikan janganlah kalian berlebih-lebihan
dalam mempersempit diri kalian dengan mengharamkan hal-hal yang diperbolehkan bagi
kalian. Demikianlah pendapat dari ulama salaf. Dapat pula diinterpretasikan sebagaimana
kalian tidak boleh mengharamkan yang halal, maka jangan pula kalian melampaui batas
dalam memakai dan mengkonsumsi yang halal, melainkan ambillah darinya sesuai dengan
keperluan dan kecukupan kalian, janganlah kalian melampaui batas.2 Allah mensyariatkan
sikap pertengahan antara yang berlebihan dan yang kikir dalam bernafkah, yakni tidak boleh
melampaui batas, tidak boleh pula menguranginya. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam
ayat lain
٣١ ن
هۥ لل ي ي ح
ح ب
ب ٱلع ي
وللل ت يسعرحفيووا ا إ حن ل ي
مسعرححفي ل
“dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.” ( Al-A’raf ayat 31)
قوا ا ل لمع ي يسعرحيفوا ا ولل لمع ي لقعت ييروا ا ول ل
ن ذ بلل ح ل
ن إح ل
٦٧ ما
ف ي
ذا لأن ل
ولٱل ل ح
كا ل
وا ب
ك قل ل
ن ب ليع ل
ذي ل
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang
demikian.” ( Al-Furqan ayat 67)
Oleh karena harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, maka
harga barang tidak boleh ditetapkan pemerintah, karena ketentuan harga tergantung pada
hukum supply and demand. Namun demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang
pada kondisi tertentu untuk melalukan intervensi harga (price intervention) bila para
pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen.
Di masa Khulafaur Rasyidin, para khalifah pernah melakukan intrevensi pasar, baik
pada sisi supply maupun demand. Intrevensi pasar yang dilakukan Khulafaur Rasyidin
2 http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-87-88.html. Diakses pada 30
Maret 2017
sisi supply ialah mengatur jumlah barang yang ditawarkan seperti yang dilakukan Umar bin
Khattab ketika mengimpor gandum dari Mesir untuk mengendalikan harga gandum di
Madinah. Sedang intervensi dari sisi demand dilakukan dengan menanamkan sikap sederhana
dan menjauhkan diri dari sifat konsumerisme.3 Intervensi pasar juga dilakukan dengan
pengawasan pasar (hisbah). Dalam pengawasan pasar ini Rasulullah menunjuk Said bin Said
Ibnul ‘Ash sebagai kepala pusat pasar (muhtasib) di pasar Mekkah.
Pemahaman yang berkembang ketika itu mengatakan bahwa bila tersedia sedikit
barang, maka harga akan mahal dan bila tersedia banyak barang, maka harga akan
murah. Pemahaman pada zaman Abu Yusuf tentang hubungan harga dan kuantitas hanya
memperhatikan kurva permintaan. Abu Yusuf membantah pemahaman seperti ini, karena
pada kenyataannya persediaan barang sedikit tidak selalu dikuti dengan kenaikan harga, dan
sebaliknya persediaan barang melimpah belum tentu membuat harga akan murah. Abu Yusuf
mengatakan,
رخيصة وغالية هو توفير.رخيصة ليس بسبب وفرة الغذاء ومكلفة جدا ليس بسبب ندرة الغذاء
ولكن ل تزال مكلفة وأحيانا القليل جدا ولكن الغذاء الرخيص، أحيانا الطعام وفيرة.الله.
“Murah bukan karena melimpahnya makanan,demikian juga mahal tidak disebabkan
kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang-kadang
makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit
tetapi murah.”4
Adalah benar bahwa tingkat harga tidak hanya bergantung pada penawaran semata,
namun kekuatan permintaan juga penting. Oleh karena itu kenaikan atau penurunan tingkat
harga tidak selalu harus berhubungan dengan kenaikan dan penurunan produksi saja. Dalam
mempertahankan pendapat ini Abu Yusuf mengatakan bahwa ada beberapa variabel dan
alasan lainnya yang bisa mempengaruhi, tetapi ia tidak menjelaskan secara detail, mungkin
karena alasan-alasan penyingkatan. Mungkin variabel itu adalah pergeseran dalam
permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara atau penimbunan dan penahanan
barang. Dalam konteks ini Abu Yusuf mengemukakan bahwa tidak ada batasan tertentu
tentang rendah dan mahalnya harga barang. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Murah
bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan disebabkan kelangkaan
makanan. Murah dan mahal adalah ketentuan Allah.
Sekitar lima abad sebelum kelahiran Adam Smith (1776), Ibnu Taymiyah (1258) telah
membicarakan mekanisme pasar menurut Islam, Melalui konsep teori harga dan
kekuatan supply and demand dalam karya-karyanya, seperti yang termuat dalam kitab AlHisbah.
Ketika masyarakat pada masanya beranggapan bahwa kenaikan harga merupakan
akibat dari ketidakadilan dan tindakan melanggar hukum dari si penjual, atau mungkin
sebagai akibat manipulasi pasar, Ibnu Taymiyah langsung membantahnya. Dengan tegas ia
mengatakan bahwa harga ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan (supply and
demand). Harga dipengaruhi dan dipertimbangkan oleh kekuatan penawaran dan permintaan
(supply and demand). Suatu barang akan turun harganya bila terjadi keterlimpahan dalam
produksi atau adanya penurunan impor atas barang-barang yang dibutuhkan. Dan sebaiknya
ia mengungkapkan bahwa suatu harga bisa naik karena adanya “penurunan jumlah barang
3 Adiwarman Karim, Kajian Ekonomi Islam Kontemporer, ( Jakarta:TIII, 2003), 76.
4 Abu Yusuf, kitab al-kharaj, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979), 48.
yang tersedia” atau adanya “peningkatan jumlah penduduk” mengindikasikan terjadinya
peningkatan permintaan.5
Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa naik turunnya harga tidak selalu disebabkan oleh
tindakan sewenang-wenang dari penjual. Bisa jadi penyebabnya adalah penawaran yang
menurun akibat inefisiensi produksi, penurun jumlah impor barang-barang yang diminta, atau
juga tekanan pasar. Karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat, sementara
penawaran menurun, maka harga barang akan naik. Begitu juga sebaliknya, jika permintaan
menurun, sementara penawaran meningkat, maka harga akan turun. (kelangkaan atau
melimpahnya barang mungkin disebabkan tindakan yang adil dan mungkin juga disebabkan
ulah orang tertentu secara tidak adil/zalim. Selanjutnya Ibnu Taymiyah menyatakan,
penawaran bisa dari produksi domestik dan impor. Terjadinya perubahan dalam penawaran,
digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan,
sedangkan perubahan permintaan (naik atau turun), sangat ditentukan oleh selera dan
pendapatan konsumen. Di sini Ibnu Taymiyah benar-benar telah berhasil mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengruhi naik turunnnya harga. Besar kecilnya kenaikan harga,
tergantung pada besar kecilnya perubahan penawaran atau permintaan. Bila seluruh transaksi
sudah sesuai aturan, maka kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah
atau sunnatullah (hukum supply and demand).
Kalau Ibnu Taymiyah, yang hidup lima ratus tahun sebelum Adam Smith, sudah
membicarakan teori harga, ternyata al-Ghazali (1058-1111) yang hidup tujuh ratus tahun
sebelum Smith, juga telah membicarakan mekanisme pasar yang mencakup teori harga dan
konsep supply and demand.
Al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin, juga telah membahas secara detail peranan
aktivitas perdagangan dan timbulnya pasar yang harganya bergerak sesuai dengan kekuatan
penawaran dan permintaan. Menurutnya, pasar merupakan bagian dari keteraturan alami.
Walaupun al-Ghazali tidak menjelaskan permintaan dan penawaran dalam terminologi
modern, beberapa paragraf dari tulisannya jelas menunjukkan bentuk kurva penawaran dan
permintaan. Untuk kurva penawaran “yang naik dari kiri bawah ke kanan atas”, dinyatakan
dalam kalimat, “Jika petani tidak mendapatkan pembeli barangnya, maka ia akan menjualnya
pada harga yang lebih murah.6 Pemikiran al-Ghazali tentang hukum supply and demand,
untuk konteks zamannya cukup maju dan mengejutkan dan tampaknya dia paham betul
tentang konsep elastisitas permintaan. Ia menegaskan, “Mengurangi margin keuntungan
dengan menjual pada harga yang lebih murah, akan meningkatkan volume penjualan dan ini
pada gilirannya akan meningkatkan keuntungan. Bahkan ia telah pula mengidentifikasikan
produk makanan sebagai komoditas dengan kurva permintaan yang inelastis. Komentarnya,
“karena makanan adalah kebutuhan pokok, maka perdagangan makanan harus seminimal
mungkin didorong agar tidak semata dalam mencari keuntungan. Dalam bisnis makanan
pokok harus dihindari eksploitasi melalui pengenaan harga yang tinggi dan keuntungan yang
besar. Keuntungan semacam ini seharusnya dicari dari barang-barang yang bukan merupakan
kebutuhan pokok.
Selain, Abu Yusuf, Ibnu Taymiyah dan al-Ghazali, intelektual muslim yang juga
membahas teori harga adalah Ibnu Khaldun. Di dalam Al-Muqaddimah, ia menulis secara
khusus bab yang berjudul, “Harga-harga di Kota”. Ia membagi jenis barang kepada dua
macam, pertama, barang kebutuhan pokok, kedua barang mewah. Menurutnya, bila suatu
5 Ibnu Tamiyah, Al-Hisbah fil Islam, (Kairo: Mesir, tt), 76.
6 Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya ulumuddine, (Makatbatul al-Baytul muslim. CD 7 Vol.3 Jordan: alTurats, 2000), 228.
kota berkembang dan populasinya bertambah, maka pengadaan barang-barang kebutuhan
pokok mendapat prioritas, sehingga penawaran meningkat dan akibatnya harga menjadi
turun. Sedangkan untuk barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat, sejalan
dengan perkembangan kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah
menjadi naik.7 Pada sisi permintaan demand, ia memaparkan pengaruh persaingan diantara
konsumen untuk mendapatkan barang. Sedngkan pada sisi penawaran (supply) ia
menjelaskan pula pengaruh meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutanpungutan lain dikota tersebut.
Selanjutnya ia menjelaskan pengaruh naik turunnya penawaran terhadap harga.
Menurutnya, ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik.
Namun, bila jarak antara kota dekat dan amam, maka akan banyak barang yang diimpor
sehingga ketersediaan barang akan melimpah dan harga-harga akan turun Paparan itu
menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun sebagaimana Ibnu Taymiyah telah mengidentifikasi
kekuatan permintaan dan penawaran sebagai penentu keseimbangan harga.
KESIMPULAN
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk
dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah
berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87 dan 88. Abu Yusuf mengemukakan bahwa tidak
ada batasan tertentu tentang rendah dan mahalnya harga barang. Hal tersebut ada yang
mengaturnya. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan
disebabkan kelangkaan makanan. Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa harga ditentukan oleh
kekuatan penawaran dan permintaan (supply and demand). Al-Ghazali tidak menjelaskan
permintaan dan penawaran tetapi paham akan mekanismenya. Ibnu khaldun mengatakan pada
sisi permintaan demand, ia memaparkan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk
mendapatkan barang. Sedangkan pada sisi penawaran (supply) ia menjelaskan pula pengaruh
meningkatnyaa biaya produksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain dikota tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Yusuf, Yaqub bin Ibrahim. Kitab al-kharaj. Beirut: Dar al-Ma’rifah. 1979.
Al-Farmawi, Abd al-Hayy. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu’i. Dirasat Manhajiyyah
Mawdhu’iyyah. 1977.
Al-Ghazali, Abu Hamid. Ihya ulumuddine. Makatbatul al-Baytul muslim. CD 7 Vol.3 Jordan:
al-Turats. 2000.
http://www.ibnukatsironline.com/2015/05/tafsir-surat-al-maidah-ayat-87-88.html.
Diakses
pada 30 Maret 2017
Karim, Adiwarman. Kajian Ekonomi Islam Kontemporer. Jakarta:TIII. 2003.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Edisi Indonesia terjemahan Ahmadi Taha. Jakarta:Pustaka
Firdaus. 2000.
Taimiyah, Ibnu. Al-Hisbah fil Islam. Kairo: Mesir. tt.
7 Ibnu Khaldun, Muqaddimah Edisi Indonesia terjemahan Ahmadi Taha, (Jakarta:Pustaka
Firdaus,2000), 421-423