PENGARUH KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS EL (1)

PENGARUH KONVERSI MINYAK
TANAH KE GAS ELPIJI BAGI
MASYARAKAT INDONESIA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya.
Penulisan makalah yang berjudul “Pengaruh Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji terhadap
Kehidupan Masyarakat Indonesia” ini, bertujuan untuk mengetahui pengaruh konversi
gas terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat menengah kebawah
pada khususnya.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu dikarenakan
kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat bantuan dan dorongan serta
bimbingan dari Ibu dosen mata kuliah sosiologi, dan rekan-rekan dari administrasi negara
serta berbagai bantuan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis berharap dengan penulisan makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan bagi para pembaca umumnya serta semoga dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk mengembangkan dan meningkatkan prestasi di masa yang akan
datang.


Malingping, 30 Oktober 2011
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Konversi…………………………………………………………………….5
2.2. Penyebab Pemerintah Melakukan Kebijakan Konversi …………………..5
2.3. Kinerja Pemerintah Dalam Melakukan Konversi……………………………6
2.4. Reaksi Masyarakat Terhadap Kebijakan Konversi…………………………..8
2.5. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Masyarakat……………………………..10
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan…………………………………………………………………………………………..12
3.2. Saran……………………………………………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………….14


PENGARUH KONVERSI MINYAK TANAH KE GAS ELPIJI
BAGI MASYARAKAT INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Dengan semakin bertambahnya populasi penduduk dunia, menyebabkan kebutuhan
akan sumber daya alam, terutama minyak bumi semakin meningkat. Hal ini berdampak
langsung terhadap perekonomian Indonesia.
Beberapa bulan terakhir ini masyarakat kembali harus mengantri minyak tanah.
Meskipun negeri ini adalah penghasil minyak bumi dan sudah merdeka 62 tahun, namun
masalah kebutuhan rumah tangga yang sangat vital ini ternyata belum bisa dipecahkan.
Kondisi ini sangat memprihatinkan. Nyaris setiap tahun terjadi ‘krisis BBM’, khususnya
minyak tanah. Setiap kali terjadi antrian BBM di pompa bensin atau di agen/pangkalan
minyak tanah, para pejabat terkait selalu berkelit seraya menjelaskan berbagai alasan.
Alasan tersebut mulai dari adanya perbaikan/kerusakan kilang minyak, kapal tanker yang

tidak bisa merapat karena gelombang laut atau alur laut yang dangkal, terjadinya
penyelundupan BBM keluar, dan pembelokan BBM ke industri.

Kebijakan yang diambil pemerintah salah satunya dengan konversi minyak tanah ke gas
elpiji. Hal ini erat kaitannya dengan naiknya harga minyak dunia yang mencapai US$82
per barel. Oleh karena itu pemerintah ingin menghemat anggaran APBN melalui subsidi
minyak tanah yang dikonversikan ke gas elpiji.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konversi
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konversi adalah (1) perubahan di satu sistem
pengetahuan ke sistem yang lain; (2) perubahan pemilikan atas suatu benda, tanah, dan
sebagainya; (3) perubahan suatu bentuk (rupa, dsb) kebentuk (rupa, dsb) yang lain.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa konversi minyak tanah ke
gas elpiji berarti pengalihan pemakaian bahan bakar minyak tanah ke gas elpiji.

2.2. Penyebab Pemerintah Melakukan Kebijakan Konversi
Sudah hampir enam bulan minyak tanah menjadi barang langka yang selalu
diperebutkan. Kelangkaan ini diakibatkan adanya kebijakan pemerintah yang akan
mengganti minyak tanah dengan gas elpiji yang lebih ekonomis yang dapat menghemat
pengeluaran negara sampai Rp. 30 triliun. Dalam jangka

panjang, program ini lebih menjamin pasokan kebutuhan energi rumah tangga, jauh
lebih terjamin menggunakan gas elpiji daripada menggantungkan pada BBM, khususnya
minyak tanah.
Pasalnya, cadangan gas di perut bumi jauh lebih besar dibandingkan minyak bumi.
Cadangan yang ada terbukti bahwa minyak bumi sekitar 4,5 miliar barel, sedangkan gas
sekitar 188 TCF (trillion cubic feet). Apabila misalnya, cadangan minyak dan gas bumi
tidak ditemukan lagi, dengan tingkat produksi sekitar 350 juta barel minyak dan 3 TCF
gas, diperkirakan minyak akan habis dalam waktu 13 tahun. Sementara itu, gas baru
habis dalam waktu yang jauh lebih lama, sekitar 60 tahun lagi.
Komposisi konsumsi energi (energy mix) dunia ke depan secara pasti juga akan
mengurangi porsi minyak dan akan meningkatkan porsi gas elpiji. Hal ini karena gas jauh
lebih bersih dan ramah lingkungan dibandingkan minyak, sehingga kebutuhan energi
tidak boleh terlalu tergantung pada minyak.

Selain itu, pemakaian elpiji untuk rumah tangga lebih praktis, efisien, lebih bersih, dan
lebih menyenangkan. Upaya mendorong masyarakat, khususnya lapisan menengah
bawah untuk memakai elpiji dapat juga dilihat sebagai upaya meningkatkan mutu
kehidupan masyarakat. Masyarakat yang bisa menikmati jenis energi yang bersih ini
tentu tidak hanya mereka dari kelompok menengah atas, tetapi juga kelompok
menengah ke bawah.

2.3. Kinerja Pemerintah dalam Pelaksanaan Kebijakan Konversi
Pemerintah memutuskan membantu kelompok masyarakat yang secara ekonomi masih
kurang mampu dengan memberikan kompor dan tabung elpiji 3 kg secara gratis.
Di lain pihak, pemerintah mengharapkan akan terjadi penghematan
subsidi BBM akibat proses substitusi massal dari minyak tanah ke elpiji.
Pemerintah juga mengurangi pasokan minyak tanah. Untuk wilayah yang sudah
memperoleh kompor dan botol 3 kg, pasokan minyak tanah dikurangi hingga 70%.
Pemerintah mengawasi secara ketat produksi tabung dan kompor gas. Hal ini dilakukan
agar tabung gas yang diberikan kepada masyarakat tidak mudah bocor dan terbakar.
Pemerintah juga mengawasi secara ketat pasokan minyak tanah ke masyarakat agar
tidak terjadi penimbunan minyak tanah.
Namun, implementasinya ternyata menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat
merugikan masyarakat. Konversi minyak tanah ke elpiji (liquefied petroleum gas)
ternyata banyak terjadi penyimpangan Daerah-daerah yang
menjadi target konversi mengeluh karena tiba-tiba minyak tanah menghilang. Jikapun
ada, harganya mahal, sekitar Rp 6.000-an, karena tak ada lagi subsidi. Di berbagai
wilayah di Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, banyak rakyat miskin dan pedagang kecil
kelabakan karena depo minyak menghilang. Padahal minyak tanah masih sangat
dibutuhkan rakyat miskin yang tak mampu membeli gas, meski tabung gas berisi tiga
kilogram elpiji sudah diberikan gratis oleh pemerintah.

masyarakat kecil niscaya akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini terjadi karena
beberapa alasan. Pertama, dari aspek fisik. Minyak tanah bersifat cair sehingga
transportasinya mudah, pengemasannya mudah, dan penjualan sistem eceran pun
mudah.
Masyarakat kecil, misalnya, bisa membeli minyak tanah hanya 0,5 liter (katakanlah Rp
1.500 dengan harga subsidi) dan mereka dapat membawanya sendiri dengan mudah.
Minyak tanah 0,5 liter bisa juga dimasukkan ke plastik. Kondisi ini tak mungkin bisa
dilakukan untuk pembelian elpiji. Ini karena elpiji dijual per tabung, yang isinya 3 kg,
dengan harga Rp 14.500-15.000. Masyarakat jelas tidak mungkin bisa membeli elpiji
hanya 0,5 kg, lalu membawanya dengan plastik atau kaleng susu bekas. Kedua, dari
aspek kimiawi. Elpiji jauh lebih mudah terbakar (inflammable) dibanding minyak tanah.

Melihat perbedaan sifat fisika dan kimia (minyak tanah dan elpiji) tersebut, kita memang
layak mempertanyakan sejauh mana efektivitas dan keamanan kebijakan konversi
tersebut.
Dari aspek ini, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji akan menimbulkan berbagai
konflik sosial. Konflik merupakan proses sosial yang dilakukan oleh perorangan atau
kelompok yang berusaha memenuhi tujuannya disertai ancaman dan kekerasan. Faktorfaktor penyebab terjadinya konflik adalah karena adanya :
1. Perbedaan Antarindividu, yaitu perbedaan pendirian dan perasaan memungkinkan
timbulnya bentrokan-bentrokan antarindividu atau antar kelompok.

2. Perbedaan Kebudayaan, yaitu perbedaan kepribadian seseorang bergantung pada pola
kehidupan yang menjadi latar belakang pembentukan dan perkembangan kepribadian.
3. Perkembangan Kepentingan, yaitu perbedaan kepentingan antarindividu dan kelompok
merupakan sumber lain dari pertentangan. Wujud kepentingan yang berbeda, misalnya
perbedaan kepentingan ekonomi dan politik
4. Perubahan Sosial, yaitu perubahan sosial yang berlangsung cepat untuk
sementara waktu akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Pemerintah kurang peka melihat kondisi masyarakat Indonesia yang sebagian besar
penghasilannya pas-pasan. Mestinya, kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan
secara selektif. Masyarakat kecil tetap dibiarkan memilih untuk sementara waktu, apakah
menggunakan minyak tanah atau elpiji, yang kedua-duanya disubsidi. Sementara itu,
masyarakat yang mampu diharuskan memakai elpiji. Untuk itu, perlu ada pendataan
penduduk miskin yang akurat di tiap-tiap wilayah agar pemberian subsidi tersebut tepat
sasaran.
2.5. Dampak Sosial Ekonomi Terhadap Masyarakat
Banyak sekali dampak terhadap masyarakat yang disebabkan oleh konversi minyak
tanah ke gas. Salah satunya adalah naiknya harga barang-barang kebutuhan bahan
pokok disebabkan oleh langkanya minyak tanah di pasar.
Naiknya harga barang-barang di pasar menyebabkan masyarakat menengah ke
bawah merasa tercekik oleh kebijakan konversi tersebut.

Banyak warga masyarakat yang kembali memakai kompor minyak tanah
setelah elpiji 3 kg itu habis.

Ada yang bahkan kembali ke minyak tanah, karena takut menggunakan kompor elpiji.
Apalagi sempat diberitakan ada kompor dan botol elpiji 3 kg yang bocor, sehingga
menimbulkan kecelakaan.
Sejumlah warga mengkhawatirkan program konversi minyak tanah ke gas elpiji tidak
akan berjalan dengan baik karena dampak yang ditimbulkan sangatlah banyak terutama
dampak ekonomi yang semakin menyulitkan saja masyarakat kecil yang nantinya akan
berimbas pada kehidupan sosial yang semakin tidak menentu.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setelah kami membaca, meneliti dan menganalisa, kami menyimpulkan bahwa kebijakan
pemerintah untuk menjalankan program konversi minyak tanah ke gas elpiji ini belum
saatnya untuk dilakukan karena masyarakat kita belum siap untuk menerima kebijakan
ini secara menyeluruh, masyarakat beranggapan bahwa pengunaan gas elpiji ini tidak
memihak masyarakat miskin tetapi hanya menguntungkan negara saja sedangkan aspek

sosial dan ekonomi yang berimbas pada sebagian masyarakat miskin tidak pemerintah
perhatikan sama sekali.
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dengan adanya kebijakan ini seharusnya
pemerintah lebih bersikap bijak, jangan hanya ingin menang sendiri. Proses sosialisasi
terhadap penggunaan kompor gas elpiji juga dirasakan sangat kurang oleh masyarakat.,
seharusnya apabila pemerintah tetap ingin menjalankan kebijakan ini proses sosialisasi
harus didahulukan pertama kali dengan tahap awal pembentukan opini publik melalui
media massa bahwa menggunakan elpiji lebih banyak memberikan keuntungan daripada
menggunakan minyak tanah setelah itu
barulah mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat secara menyeluruh cara
memakai kompor gas elpiji sehingga masyarakat tidak takut untuk menyalakannya.
Memang semuanya membutuhkan proses dan bertahap tidak mungkin langsung secara
menyeluruh tetapi kuncinya satu yaitu harus adanya proses sosialisasi yang mantap dan
terarah serta berkesinambungan dalam menjalankan kebijakan konversi yang menjadi
kontroversi ini.

Konversi Minyak Tanah ke LPG Kebijakan
Salah Kaprah?
Hampir di semua rumah tangga, sekarang menggunakan gas LPG untuk

memasak. Minyak tanah sudah jarang kita temui. Kebijakan konversi dari
minyak tanah ke tabung LPG ini dimulai tahun 2006 yang dikomandoi
oleh Wapres Jusuf Kalla. Saat itu harga minyak mentah dunia sudah
mencapai USD 147/barel. Subsidi Minyak membengkak sampai Rp.25
triliun.
Sejak dilakukan konversi tersebut, kebutuhan akan LPG semakin lama
semakin meningkat. Tahun 2013 kebutuhannya sudah mencapai sekitar 5
juta ton sebagai bahan bakar industri, perhotelan, rumah sakit, apartemen,
restoran, pedagang kaki lima, dan rumah tangga. Sebenarnya
menggunakan LPG lebih menguntungkan, walaupun sebenarnya selisih
untungnya relatif kecil saja. Sementara harga LPG meningkat terus. Saat
ini kebutuhan LPG 5 juta ton pertahun, produksi LPG dalam negeri
hanya 2 juta ton per tahun, 3 juta ton harus impor.
Investasi untuk tabung LPG ini tidak sedikit. Pemerintah harus
menyediakan paling tidak 140 juta tabung berikut aksesorisnya,
membangun infrastruktur seperti terminal penampung, kapal penampung
LPG beserta depo nya. Di berbagai negara, LPG sering digunakan untuk
bahan baku petrokimia, plastik, nilon tekstil, cat, dll. Menurut saya,
seharusnya pemerintah melakukan konversi energi dari minyak tanah ke
gas alam, yang jauh lebih murah, ketimbang menggunakan LPG.

Jika pemerintah memilih untuk menggunakan gas alam, Pertamina dan
PGN harus membangun infrastruktur gas untuk pendistribusian ke rumah
tangga, perhotelan, kawasan industri, dsb. Pemerintah tidak perlu memberi
subsidi untuk LPG lagi. Gas alam itu jauh lebih murah dari LPG dan
ketersediaannya berlimpah di negeri ini.
Kebijakan pengelolaan migas oleh Pemerintah dinilai sebagian kalangan
sebagai kebiijakan yang salah kaprah. Indonesia yang kaya akan gas
alam, tapi tidak bisa memaksimalkan kekayaannya untuk sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyatnya.
Maka jika tidak mau Indonesia terkena krisis energi yang akan
berpengaruh kepada emak-emak dapur, kebijakan konversi minyak tanah
ke LPG harus ditinjau kembali, Jusuf Kalla sebagai penggagas konversi
LPG ini harus ditarik kembali ke dalam pemerintahan, karena sampai saat
ini tidak ada pejabat yang berani ambil keputusan besar seperti Jusuf
Kalla. Presiden SBY pun tidak.