113 406 2 PB

11
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

IKLIM ORGANISASI, REMUNERASI, MUTASI PERSONAL,
KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI
(STUDI PADA KPP PRATAMA BADUNG SELATAN)
Farid Su’udin1, AAN Oka Suryadinatha Gorda2
ABSTRACT

State Budget (APBN) is an instrument to regulate state revenue and expenditure in
order to finance the activites of governance and country development, achieve economic
growth, increase national income, achieve economic stability and determine the direction
and priorities of development. As an dominant element of the state revenues, revenues from
taxes are expected to meet the targets set annually. Target employee performance South
Badung Small Tax Office each year to be increased along with the increase of economic
growth in the working area. Management of human resources to create high-performance is
expected to improve overall organizational performance. Companies need employees who
have a good performance. Performance of employees influence by organizational climate,
remuneration, personal transfer and job satisfaction in the company required as an
important role that must be considered, so as to create a solid team work in support of the

company's performance.
Data collection techniques using questionnaires and conducted census method is to
give the questionnaire to the entire population. Analysis of data using statistical methods
Structural Equation Model (SEM) and processed by SPSS 16.0 and AMOS 21.0. By using
data normality test, Confirmatory Factor Analysis (CFA) test and the analysis of the
influence through SEM indicated that the influence of the organizational climate (X1),
remuneration (X2) and personal transfer (X3) against the job satisfaction (Y1) that there was
a positive influence; the influence of the organizational climate (X1), remuneration (X2) and
personal transfer (X3) against the performance of employees (Y2) that there was a positive
influence. The influence of job satisfaction (Y1) against the performance of employees (Y2)
that there was a positive influence.
Keywords: organizational climate, remuneration, personal transfer, job satisfaction and
employee performance.

PENDAHULUAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam suatu negara merupakan
suatu instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum (Undang-Undang No. 17 Tahun

2003). Jumlah keseluruhan penerimaan dan pengeluaran pemerintah akan disajikan secara
jelas dan terperinci dalam APBN. Pendapatan dari sektor pajak yang merupakan unsur
penerimaan negara yang paling dominan diharapkan mampu memenuhi target yang telah
ditetapkan yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun.
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2015 yang merupakan Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2015 diketahui bahwa penerimaan dari sektor perpajakan mencapai 84,5%
dari total penerimaan yang harus dicapai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Perubahan Tahun Anggaran 2015. Kontribusi penerimaan negara dari sektor pajak tersebut
selalu mengalami peningkatan setiap tahun. Mengingat pentingnya pajak sebagai tulang
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

12
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

punggung penerimaan negara, maka kinerja sektor perpajakan diharapkan selalu mampu
memenuhi porsi realisasi penerimaan negara secara signifikan.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu unit eselon I terbesar dibawah

Kementerian Keuangan merupakan unit eselon I yang paling sering disorot kinerjanya oleh
masyarakat karena kontributor terbesar penerimaan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) dari sektor pajak. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung
Selatan merupakan salah satu unit eselon III pada Direktorat Jenderal Pajak yang berada
dalam lingkungan kerja Kantor Wilayah DJP Bali. Target kinerja pegawai KPP Pratama
Badung Selatan setiap tahun terus ditingkatkan seiring dengan meningkatnya pertumbuhan
ekonomi di wilayah kerjanya. Kinerja pegawai KPP Pratama Badung Selatan dalam rentang
tahun 2009 - 2012 dapat dikatakan baik. Hal tersebut tercermin dari realisasi penerimaan
pajak KPP Badung Selatan untuk rentang tahun tersebut telah melampaui target dengan
pencapaian di atas 100%. Namun, pencapaian tersebut sangat kontras dengan kinerja pegawai
KPP Badung Selatan pada tahun 2013 dan 2014 dimana realisasi penerimaan pajak tidak
mencapai 100%. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa untuk mencapai
target penerimaan bahkan melampaui target penerimaan pajak yang telah ditetapkan kepada
KPP Pratama Badung Selatan memang harus didukung oleh kinerja yang baik dari seluruh
elemen pegawai KPP Pratama Badung Selatan.
Pengelolaan untuk menciptakan sumber daya manusia yang memiliki kinerja tinggi
diharapkan dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Kinerja sebenarnya
merupakan konsep yang kompleks dan memiliki sifat multidimensional baik secara definisi
maupun pengukuran yang sering menjadi tantangan bagi setiap peneliti teori manajemen dan
perilaku organisasi dari masa ke masa. Hal ini mengakibatkan pengukuran kinerja hendaknya

menginteraksikan dimensi pengukuran yang beragam
Berdasarkan uraian yang dikemukakan tersebut di atas, Peneliti terdorong untuk
melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh iklim organisasi, remunerasi, mutasi
personal terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai pada KPP Pratama Badung Selatan.
TELAAH PUSTAKA
Iklim Organisasi
Sampai saat ini belum adanya keseragaman dalam definisi iklim organisasi. Namun,
secara prinsip materi atau isi tidak terdapat perbedaan yang siginifikan. Istilah iklim
organisasi (organizational climate) dipergunakan pertama kali pada tahun 1930-an oleh Kurt
Lewin yang pada waktu itu masih menggunakan istilah iklim psikologi (psychological
climate). Robbins, et al (2010) menyatakan bahwa iklim kerja adalah persepsi pekerja
terhadap lingkungan kerjanya di suatu organisasi yang menggambarkan persepsi pegawai
terhadap lingkungan kerja mereka sehingga memungkinkan semua pegawai dalam suatu
tempat kerja dapat menilai tempat kerjanya sebagai tempat yang menyenangkan untuk
bekerja.
Wirawan (2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai suatu koleksi dan pola
lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang
dapat diterima akal atau dinilai sehingga memiliki pengaruh langsung terhadap kinerja
anggota organisasi. Sedangkan Stringer (2002) berpendapat bahwa iklim organisasi adalah
suatu konsep yang menerangkan kualitas lingkungan organisasi yang dapat dirasakan dan

dialami oleh anggota organisasi serta dapat diukur dengan menggunakan kuesioner yang
tepat. Lebih lanjut dijelaskan, iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal
organisasi yang dialami oleh anggotanya, memengaruhi tingkah laku mereka dan dapat
diterangkan dari nilai karakteristik atau atribut tertentu dari organisasi bersangkutan dan
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

13
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

iklim organisasi merupakan suatu konsep yang melukiskan sifat subjektif atau kualitas
lingkungan organisasi.
Steers (2005) menyebutkan bahwa iklim organisasi dapat dipandang sebagai
kepribadian organisasi yang dicerminkan oleh anggota-anggotanya. Lebih lanjut, Steers
mengemukakan bahwa iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat dan dirasakan oleh
pegawainya, yang dalam hal ini tidak selalu berupa iklim yang sebenarnya dan iklim yang
terlihat dan dirasakan dalam organisasi merupakan faktor pokok yang menentukan perilaku
pegawai. Persepsi tiap pegawai terhadap iklim organisasi akan berbeda-beda seperti halnya
setiap individu berbeda dalam mengamati dunianya. Hal yang sama diungkapkan oleh Davis,

et al (2008), iklim organisasi adalah lingkungan manusia yang di dalamnya terdapat
sekumpulan para pegawai suatu organisasi melakukan pekerjaaan mereka. Berdasarkan
pengertian tersebut di atas tampak bahwa iklim organisasi menyangkut semua lingkungan
yang ada dan dihadapi oleh pegawai yang berada dan berinteraksi dalam suatu organisasi dan
memengaruhi pegawai dalam melaksanakan tugas keorganisasiannya.
Remunerasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online (http://kbbi.web.id/) menerangkan bahwa yang
dimaksudkan dengan remunerasi adalah pembelian hadiah (penghargaan atas jasa dsb);
/imbalan. Sedangkan menurut Sofa (2008) mengemukakan bahwa remunerasi merupakan
imbalan atau balas jasa yang diberikan kepada tenaga kerja atau pegawai sebagai akibat dari
prestasi yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Juliantoro (2010)
mengemukakan bahwa remunerasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh
perusahaan kepada tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan tenaga kerja yang bersangkutan
telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Mutasi Personal
Hasibuan
(2007)
mendefinisikan
mutasi

sebagai
suatu
perubahan
posisi/jabatan/tempat/pekerjaan yang dilakukan baik secara horizontal maupun vertikal di
dalam satu organisasi. Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2005), mutasi adalah kegiatan
ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan
status ketenagakerjaan tenaga kerja ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang
bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi
kerja semaksimal mungkin kepada perusahaan. Menurut Dessler (2011), mutasi adalah
beralih dari satu jabatan ke jabatan lain, biasanya tanpa perubahan gaji atau tingkat. Mutasi
adalah terjadi bila pegawai dipindahkan dari satu jabatan ke jabatan lain yang secara relatif
seimbang dalam hal gaji, tanggungjawab dan level organisasi (Silalahi, 2011).
Menurut Manullang (2009), mutasi jabatan merupakan pemindahan pegawai dari
jabatan satu ke jabatan lainnya, baik jabatan tersebut sama dalam hal tingkatan upahnya
ataupun lebih rendah dari semula. Lebih lanjut, Wahyudi (2002) mengemukakan bahwa
mutasi adalah suatu perubahan posisi/pekerjaan/tempat kerja dari seorang pegawai yang
dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal. Mutasi jabatan merupakan bentuk mutasi
personal yang dilakukan secara horizontal (perpindahan posisi /jabatan/pekerjaan/tempat
pada tingkat yang sama) tanpa diikuti dengan perubahan tanggung jawab, tingkat wewenang,
kekuasaan, status dan pendapatannya dengan tujuan untuk menambah pengetahuan tenaga

kerja dan menghindari kejenuhan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mutasi adalah perpindahan
seorang pegawai baik secara vertikal maupun horizontal yang tujuannya untuk memperoleh
kepuasan kerja yang maksimal kepada perusahaan.

@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

14
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

Kepuasan Kerja
Robbins, et al (2010) mendefinisikan kepuasan kerja adalah suatu sikap umum
seseorang individu terhadap pekerjaannya, selisih antara banyaknya reward yang diterima

seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Penilaian
seorang pegawai terhadap puas atau tidak puas akan pekerjaannya merupakan penjumlahan
yang rumit dari sejumlah unsur pekerjaaan yang terpisah satu sama lain. Kepuasan kerja
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain kerja yang secara mental menantang, kondisi

kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung serta kesesuaian antara kepribadian
dengan pekerjaan. Persepsi seseorang mungkin bukanlah merupakan refleksi konkrit yang
lengkap tentang pekerjaan, dan masing-masing individu dalam situasi yang sama dapat
memiliki pandangan yang berbeda.
Lebih lanjut, kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai bagaimana orang merasakan
pekerjaan dan segala aspek aspeknya. Ada beberapa alasan mengapa perusahaan harus benarbenar memperhatikan kepuasan kerja, yang dapat dikategorikan sesuai dengan fokus pegawai
atau perusahaan, yaitu: (1) Manusia berhak diberlakukan secara adil dan hormat, (2)
Perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang
memengaruhi fungsi fungsi perusahaan (Armanu, et al., 2012). Sedangkan Sopiah (2008)
memaparkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang
terhadap situasi dan kondisi kerja. Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas atau tidak
puas. Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak
maka berarti pegawai tidak puas.
Handoko (2008) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan berdasarkan cara para pegawai memandang
pekerjaan mereka.
Kinerja Pegawai
Rivai (2011) mendefinisikan kinerja sebagai hasil atau tingkatan keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama jangka waktu tertentu dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah

ditentukan dan telah disepakati bersama. Lebih lanjut, Rivai menyatakan bahwa kinerja
tidaklah berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan kompensasi serta
dipengaruhi oleh ketrampilan, kemampuan dan sifat individu pegawai. Dengan kata lain,
kinerja ditentukan oleh kemampuan, keinginan dan lingkungan. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan kinerja yang baik, seseorang harus mempunyai keinginan dan semangat yang
tinggi untuk mengerjakan dan menguasai pekerjaannya serta dapat ditingkatkan apabila ada
kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan. Robbins, et al (2010) mendefinisikan kinerja
sebagai suatu hasil yang dicapai oleh pegawai dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu
yang berlaku untuk suatu pekerjaan.
Dessler (2011) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja yaitu perbandingan antara
prestasi aktual pegawai dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari pegawai. Dengan
demikian kinerja memfokuskan pada hasil kerjanya. Menurut Simamora (2006), kinerja
diartikan sebagai pencapaian persyaratan pekerjaan tertentu yang akhirnya secara langsung
dapat dinilai berdasarkan output yang dihasilkan. Output yang dihasilkan tersebut terkait
dengan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan yang bersifat material maupun non material.
Sehingga Simamora berpendapat apabila dikaitkan dengan organisasi yang menghasilkan
produk berdasarkan kuantitas, pengukuran kinerja mudah dilakukan. Namun, tidak demikian
halnya suatu organisasi yang berkaitan dengan pekerjaan pelayanan atau jasa dan
mengutamakan kerja secara kelompok, kinerja pegawai secara perorangan agak sulit
diidentifikasi. Lebih lanjut, Simamora menjelaskan bahwa untuk menilai kinerja pegawai

dapat dilihat dari indikator-indikator: (1) kepatuhan terhadap seluruh aturan yang telah
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

15
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

ditetapkan dalam perusahaan, (2) dapat melaksanakan tugas tanpa kesalahan atau dengan
tingkat kesalahan minimal dan (3) ketepatan dalam menjalankan tugasnya.
Secara umum kinerja (performance) didefinisikan sebagai tingkat keberhasilan
seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya. Hariandja (2009) berpendapat bahwa
kinerja merupakan suatu hasil pekerjaan yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata
yang ditampakkan sesuai peranan dalam organisasi. Kinerja juga dapat diartikan hasil yang
dicapai seorang pegawai yang meliputi hasil secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan
beban dan tanggung jawab yang diberikan. Hasil pekerjaaan seorang pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung akan memberikan umpan balik bagi pegawai itu sendiri
untuk selalu aktif melakukan pekerjaannya secara baik yang pada akhirnya diharapkan akan
menghasilkan mutu pekerjaan yang baik pula.
Iklim Organisasi dan Kepuasan Kerja
Davis et al. (2008) mengemukakan bahwa iklim organisasi berpengaruh pada kepuasan
kerja pegawai. Hal tersebut dikarenakan iklim organisasi menyangkut lingkungan yang ada
atau yang dihadapi oleh manusia yang berada dalam suatu organisasi yang memengaruhi
seseorang untuk melakukan tugas atau bekerja. Davis menggambarkan iklim organisasi
sebagai lingkungan manusia dimana mereka sebagai pegawai melakukan pekerjaannya.
pekerjaan dapat dikatakan bukan hanya sekadar tempat untuk mendapatkan penghasilan,
melainkan juga tempat dimana seorang pegawai menemukan jati diri, merasa berarti, berada
dalam suatu komunitas dan mencapai kepuasan kerja.
Waridin dan Masrukhin (2006) mengemukakan pendapat Wexley dan Yulk yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya. Semakin banyak aspek yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka
semakin tinggi kepuasan kerjanya. Apabila iklim organisasi yang dijaga dengan baik
sehingga mendukung individu atas pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi, maka
semakin tinggi kepuasan kerja individu yang bersangkutan.
Penelitian yang dilakukan oleh Kosasih (2002) menunjukkan bahwa iklim
organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan kerja. Demikian pula
penelitian yang dilakukan oleh Affandi (2002) menghasilkan kesimpulan bahwa secara
keseluruhan iklim organisasi mampu memberikan pengaruh yang signifikan kepada
kepuasan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 1 : Semakin baik iklim organisasi, maka semakin tinggi tingkat kepuasan kerja
pegawai.
Remunerasi dan Kepuasan Kerja
Robbins, et al (2010) mengemukakan bahwa kompensasi (remunerasi) adalah salah

satu dari aspek yang memengaruhi kepuasan kerja di samping promosi, pengawasan,
lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Istilah kepuasan kerja (job satisfaction)
merupakan suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
sebuah evaluasi karakteristiknya.. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi memiliki
perasaan positif tentang pekerjaan tersebut.
Pemberian remunerasi yang baik adalah yang mampu menjamin kepuasan para anggota
organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan
mempekerjakan sejumlah pegawainya yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif
bekerja dengan produktif bagi kepentingan organisasi. Namun, seandainya para pegawai
diliputi perasaan tidak puas atas kompensasi yang diterimanya, hal ini tentu berdampak bagi
organisasi secara negatif. Jika ketidakpuasan tersebut tidak terselesaikan dengan baik,
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

16
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

merupakan hal yang wajar apabila para anggota organisasi menyatakan keinginannya untuk
memperoleh penghasilan yang adil (Siagian, 2008).
Pada kenyataannya, kepuasan kerja dipengaruhi oleh lima aspek yaitu kerja itu
sendiri, penghasilan, kenaikan jabatan, pengawasan dan rekan kerja. Lawler dalam Robbins,
et al (2010) menjelaskan sebab kepuasan dan ketidakpuasan pegawai terhadap penghasilan.
Menurut Lawler, perbedaan terhadap jumlah yang diterima oleh pegawai dan jumlah yang
mereka duga diterima oleh orang lain merupakan penyebab langsung kepuasan atau
ketidakpuasan atas penghasilan. Apabila mereka menyimpulkan bahwa mereka dibayar
terlalu sedikit, mereka mungkin akan sering absen atau mengundurkan diri. Sekiranya para
pegawai menyadari bahwa mereka ternyata dibayar terlalu mahal, mereka mungkin akan
bosan atau mengkompensasikannya dengan bekerja lebih keras.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Firmansyah (2010), remunerasi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di KPP Pratama
Karangpilang Surabaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 3 : Semakin sesuai tingkat remunerasi yang diterima, maka semakin tinggi
kepuasan kerja pegawai
Mutasi Personal dan Kepuasan Kerja

Sastrohadiwiryo (2005) mengemukakan bahwa mutasi mempunyai pengaruh terhadap
kepuasan kerja. Mutasi merupakan bagian dari kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan
dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan tenaga kerja
ke situasi tertentu dengan tujuan agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan
kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja semaksimal mungkin kepada
perusahaan.
Hasibuan (2007) berpendapat bahwa mutasi dapat mempengaruhi kepuasaan kerja karena
kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) balas jasa yang adil dan layak;
2) penempatan dan mutasi yang tepat sesuai keahlian; 3) berat ringannya pekerjaan; 4) suasana
dan lingkungan pekerjaan; 5) peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan; 6) sikap
pimpinan dalam kepemimpinannya; 7) sifat pekerjaan monoton atau tidak. Hal yang sama juga
disampaikan As’ad (2012) yang menyatakan bahwa pengaturan perputaran pegawai merupakan
faktor yang menentukan kepuasan kerja bagi pegawai.
Penelitian dari Reginaldi (2014) mengenai “Analisis Pengaruh Remunerasi, Mutasi,
Whistleblowing System, Motivasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja dengan
Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Lubuk Pakam)” dan penelitian dari Dodi (2014) mengenai “Pengaruh
Mutasi, Kompensasi dan Motivasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di PT. PLN
(Persero) Wilayah Sumatera Barat Area Solok” membuktikan bahwa secara empiris mutasi
personal mempunyai pengaruh yang positif terhadap kepuasan kerja. Pengaruh yang positif
ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara mutasi personal dengan kepuasan
kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 3 : Semakin baik mutasi personal yang dilaksanakan, maka semakin tinggi
kepuasan kerja pegawai.

@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

17
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

Iklim Organisasi dan Kinerja Pegawai

Menurut Timple (2011), iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
Kinerja seseorang dipengaruhi faktor internal dan eksternal dimana faktor internal
menyangkut sifat-sifat seseorang seperti kemampuan dan keterampilan pegawai yang
bersangkutan. Sedangkan faktor eksternal menyangkut segala sesuatu yang berasal dari
lingkungan seperti: perilaku, sikap, dan tindakan rekan kerja, fasilitas kerja, iklim organisasi,
kepemimpinan, etos dan budaya kerja, pola pengawasan, undang-undang dan imbalan.
Robbins, et al (2010) berpendapat bahwa iklim organisasi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja. Iklim organisasi dipandang sebagai persepsi pekerja terhadap
lingkungan kerjanya di suatu organisasi yang memungkinkan semua pegawai dalam satu
tempat kerja dapat memandang tempat kerja sebagai tempat yang menyenangkan atau tidak
untuk bekerja sehingga dapat memengaruhi kinerja pegawai yang bersangkutan. Menurut
Hood (1991), kinerja organisasi ditentukan oleh kinerja individu dimana faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja individu tersebut adalah iklim organisasi, kepemimpinan struktur
organisasi, pilihan strategi, teknologi, kultur organisasi dan proses.
Penelitian dari Yani (2012) mengenai “Pengaruh Iklim Organisasi dan Imbalan
Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun
2011” dan penelitian dari H. Ridwan (2012) mengenai “Pengaruh Gaya Kepemimpinan
dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Staf Kantor Kemeterian Agama Kabupaten
Lombok Barat”, serta penelitian dari Edy Suharta (2010) dan Risetiawan (2002)
membuktikan bahwa secara empiris iklim organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap kinerja pegawai. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya
pengaruh yang searah antara iklim organisasi dengan kinerja pegawai, atau dengan kata lain
dengan iklim organisasi tercipta baik maka kinerja pegawai tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 4 : Semakin baik iklim organisasi, maka semakin tinggi kinerja pegawai.
Remunerasi dan Kinerja Pegawai
Kajian tentang Sistem Remunerasi PNS Penyempurnaan Kebijakan Sistem Remunerasi
PNS: Menuju Good Governance yang disusun oleh Direktorat Aparatur Bappenas (2004)
menunjukkan keterkaitan antara persepsi remunerasi pegawai, motivasi kerja dan disiplin
kerja terhadap kinerja pegawai sebagai berikut: 1) Keterkaitan remunerasi dengan kualitas,
yang terdiri dari: a) Remunerasi dapat memotivasi pegawai untuk mencapai kualitas kinerja
yang sebaik-baiknya; b) Remunerasi dapat menjadi motivator bagi para pegawai untuk
melakukan perbaikan terus menerus; c) Remunerasi dapat menjadi acuan untuk
meningkatkan kemampuan individu. 2. Kepuasan pegawai, pelanggan dan stakeholders,
karena: pertama, sistem remunerasi memberikan informasi kepada para pimpinan-pimpinan
unit kerja yang diperlukan untuk mengarahkan bawahan dalam mencapai sasaran yang
diinginkan. Kedua, remunerasi dapat mendorong terjadinya kinerja yang lebih baik.
Menurut Gibson, et al (2012), terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
antara lain: 1) Faktor individu: kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga,
pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang; 2) Faktor psikologis: persepsi,
peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; 3) Faktor organisasi: struktur
organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan dan sistem penghargaan (reward system).
Remunerasi merupakan salah satu dari bentuk sistem penghargaan (reward system) yang
diselenggarakan oleh Pemerintah untuk Pegawai Negeri Sipil.
Penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2011) mengemukakan bahwa remunerasi
memengaruhi kinerja pegawai KPP Malang Selatan. Variabel tunjangan dan gaji secara
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

18
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

simultan memengaruhi kinerja dan variabel tunjangan mempunyai pengaruh yang
dominan terhadap kinerja pegawai. Boedianto (2012) menemukan bahwa pemberian
remunerasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar memberikan pengaruh
dan sangat signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian dari Azis (2012)
mengenai “Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Tuban” menunjukkan bahwa remunerasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Palagia
(2012) yang menyatakan bahwa remunerasi berpengaruh positif terhadap kinerja
pegawai pada kantor pajak di Kota Makassar.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 6 : Semakin sesuai tingkat remunerasi yang diterima, maka semakin tinggi
kinerja pegawai.
Mutasi Personal dan Kinerja Pegawai

Saksono (2003) mengemukakan bahwa mutasi mengandung segi positif, yaitu: (1) mutasi
adalah usaha menempatkan pegawai pada pekerjaan dan jabatan yang sesuai dengan kecakapan
dan kemampuannya; (2) mutasi adalah salah satu usaha menciptakan persaingan yang sehat di
antara para pegawai; dan (3) mutasi adalah usaha meningkatkan semangat dan kinerja pegawai.
Menurut Hasibuan (2007), dijelaskan bahwa salah satu tujuan mutasi pegawai adalah
meningkatkan produktivitas dan kinerja pegawai. Sedangkan menurut Siagian (2008) manfaat
diadakannya mutasi adalah perolehan pengetahuan dan keterampilan baru, persiapan untuk
menghadapi tugas baru, motivasi, kepuasan kerja dan kinerja yang lebih tinggi berkat
tantangan dan situasi baru yang dihadapi.
Penelitian dari Nurhadis (2012) mengenai “Pengaruh Mutasi dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Guru SD (Studi Kasus pada Kecamatan Pelepat dan
Kecamatan Pelepat Ilir Kabupaten Bungo)” dan Surasmi (2009) mengenai “Pengaruh
Mutasi Pegawai dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I” membuktikan bahwa secara empiris mutasi personal
mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja pegawai. Pengaruh yang positif ini
menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara mutasi personal dengan kinerja pegawai.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 6 : Semakin baik mutasi personal yang dilaksanakan, maka semakin tinggi
kinerja pegawai.
Kepuasan Kerja dan Kinerja Pegawai
Robbins, et al (2010) menyatakan secara ringkas bahwa hubungan kepuasan kerja

dengan kinerja pegawai adalah pernyataan: “Seorang pekerja yang bahagia adalah seorang
pekerja yang produktif” (bagi individu). Jika diterapkan dalam suatu organisasi maka dapat
dikatakan organisasi dengan pegawai yang terpuaskan cenderung lebih efektif sehingga
kinerjanya semakin meningkat.
Menurut Dessler (2011), kepuasan kerja antara lain mempunyai peran untuk
mencapai produktivitas kerja dan kualitas standar yang lebih baik, menghindari
terjadinya kemungkinan membangun kekuatan kerja yang lebih stabil serta penggunaan
sumber daya manusia yang lebih efisien. Tinggi rendahnya produktivitas kerja individu
merupakan suatu ukuran pencapaian kinerja.
Hasibuan (2007) menyatakan bahwa kinerja perlu dinilai melalui penilaian prestasi
yaitu kegiatan manajemen untuk mengevaluasi prestasi kerja pegawai serta menetapkan
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

19
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

kebijakan. Prestasi kerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan
dipengaruhi oleh kepuasan kerja, tingkat imbalan, kondisi yang kondusif dan sistem yang
relevan. Dengan kata lain, faktor individu, organisasi dan lingkungan eksternal dapat
memengaruhi prestasi kerja pegawai.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Handoko (2008) yang menyebutkan bahwa
terdapat banyak faktor yang memengaruhi kinerja pegawai. Pegawai bekerja dengan
produktif atau tidak tergantung pada motivasi, kepuasan kerja, tingkat stres, kondisi fisik
pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek ekonomis, teknis serta
keperilakuan lainnya.
Hasil penelitian dari Wahyuningrum (2008) menunjukkan hubungan positif antara
kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Demikian pula penelitian yang dilakukan
Mahardika (2006), Cahyani (2007) dan Prawirodirdjo (2007) menunjukkan hal yang
sama yaitu kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja pegawai. Dalam
penelitian tersebut memberikan hasil bahwa semakin tinggi kepuasan kerja pegawai akan
semakin tinggi pula kinerja yang dihasilkannya
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah:
H 7 : Semakin tinggi kepuasan kerja, maka semakin tinggi kinerja pegawai.
KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan telaah pustaka diatas maka sebuah model konseptual atau kerangka
pemikiran teoritis dapat dikembangkan seperti yang disajikan dalam diagram berikut:

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini

DATA DAN METODOLOGI
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan
metode survei melalui pengisian kuisioner berskala semantic differential dengan obyek
penelitian adalah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Badung Selatan.
Berdasarkan data yang diperoleh akan dilakukan pengkajian tentang karakteristik
dari responden sehingga dapat diketahui deskripsi dari masing-masing variabel penelitian
dan hubungan antar variabel. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah iklim
organisasi, remunerasi dan mutasi personal sebagai variabel bebas, kepuasan kerja
sebagai variabel intervening dan kinerja pegawai sebagai variabel terikat.
Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan menggunakan metode kuesioner yaitu dengan memberikan
daftar pertanyaan atau kuesioner secara langsung kepada para responden. Kuesioner
tersebut merupakan angket tertutup yang terdiri dari dua bagian yaitu: bagian pertama yang
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

20
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

terdiri atas pertanyaan untuk memperoleh data pribadi responden dan bagian kedua yang
terdiri atas pertanyaan untuk mendapatkan data tentang dimensi dari konstruk yang
dikembangkan dalam penelitian. Disamping itu terdapat pertanyaan terbuka sebagai kontrol atas
jawaban responden. Pernyataan-pernyataan dalam angket tertutup dibuat dengan
menggunakan skala 1-10 untuk mendapatkan data yang bersifat interval dan diberi nilai
atau skor, misalnya untuk kategori pernyataan dengan jawaban sangat tidak setuju atau sangat
setuju.
Metode Analisis Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai KPP Pratama Badung Selatan
yang saat penelitian dilakukan berjumlah 90 orang.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah Structural Equation Modeling
(SEM). Menurut Solimun (2002), beberapa pedoman penentuan besarnya sample size untuk
SEM diberikan sebagai berikut :
1. Bila pendugaan parameter menggunakan metode kemungkinan maksimum (maximum
likelihood estimation) besar sampel yang disarankan adalah antara 100 hingga 200.
2. Sebanyak 5 hingga 10 kali parameter yang ada di dalam model.
3. Sama dengan 5 hingga 10 kali jumlah variabel manifest (indikator) dari keseluruhan
variabel laten.
Hair et al. dalam Ferdinand (2014) menemukan bahwa ukuran sampel yang sesuai
adalah antara 100-200. Sedangkan untuk ukuran sampel minimum adalah sebanyak 5
(lima) estimasi parameter. Bila estimated parameter-nya berjumlah 15, maka jumlah
sampel minimum adalah 75.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
1. Evaluasi atas Asumsi-asumsi SEM
a. Evaluasi terhadap Normalitas Data
Uji normalitas dilakukan untuk data setiap variabel laten, yaitu data variabel iklim
organisasi, remunerasi, mutasi personal, kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Menurut
Suharyadi (2003), data memiliki penyebaran yang menceng/ condong bila nilai kritis (c.r.)
untuk skewness berada diatas ± 3,00, data memiliki penyebaran yang runcing bila nilai kritis
(c.r.) untuk kurtosis berada diatas > 3,00.
Dengan terpenuhinya normalitas semua sebaran data untuk setiap variabel, maka uji
parametrik berupa Analisis Faktor Konfirmatori (CFA) dapat dilakukan.
b. Hasil Pengujian Analisis Faktor Konfirmatori (CFA)
Analisis faktor konfirmatori digunakan untuk menguji unidimensionalitas dari
dimensi yang menjelaskan variabel laten dari model tersebut, apakah seluruh indikator yang
dipakai dalam penelitian merupakan pembentuk variabel laten iklim organisasi, remunerasi,
kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Analisis faktor konfirmatori ini juga dimaksudkan untuk
menganalisis tingkat validitas dari data yang ada dalam penelitian ini. Artinya, apakah
indikator yang digunakan memiliki kebermaknaan yang cukup untuk mendefinisikan variabel
laten yang dibentuk. Menurut Ferdinand (2014) sebuah indikator signifikan mendefinisikan
variabel laten jika memiliki koefisien lamda () ≥ 0,5 dan nilai kritis (C.R) ≥ 2,00 serta nilai
probabilitas < 0,05.
Berdasarkan hasil analisis faktor konfirmatori terhadap indikator setiap variabel laten
iklim organisasi, remunerasi, kepuasan kerja dan kinerja pegawai, diketahui bahwa
Standardized Regression Weight () untuk semua indikator adalah lebih besar dari 0,50 dan
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

21
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

C.R. lebih besar dari 2,00 serta nilai probabilitas ketiga indikator tersebut lebih kecil dari 0,05
(***).
Dari hasil analisis normalitas dan CFA untuk setiap variabel laten di atas, maka dapat
diketahui bahwa semua dari indikator variabel layak untuk diikutkan pada analisis lanjut.
2.

Analisis Pengaruh Dengan SEM

Gambar 2 : SEM: Iklim Organisasi, Remunerasi, Mutasi Personal Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja
Pegawai
Sumber : Dikembangkan dalam penelitian ini

a. Analisis Pengujian Model Pengukuran dengan Parameter Lamda (i)
Dari hasil pengujian model dapat disimpulkan bahwa semua indikator variabel latent
memiliki standardized estimate (regression weight) berupa loading factor atau lamda (i) >
0,50, nilai kritis C.R > 2,00 serta memiliki probabilitas lebih kecil dari 0,05 (***). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa semua loading factor atau lamda (i) indikator tersebut
adalah valid/signifikan.
b. Analisis Goodness of Fit
Memperhatikan nilai cut-of-value dan goodness of fit hasil model, terlihat lima kriteria
yang terpenuhi dari delapan kriteria yang dipakai. Kriteria yang terpenuhi adalah Relatitive
Chi-square (2/df) (1,232), Probability (0,078), RMSEA (0,053), TLI (0,970) dan CFI
(0,977) serta yang kurang baik adalah Chi-square (2) (98,571), GFI (0,874) dan AGFI
(0,811). Karena telah lima kriteria terpenuhi dari delapan kriteria yang disyaratkan, maka
model di atas dapat dinyatakan sebagai model yang baik dan tidak perlu diadakan modifikasi
model (Solimun, 2006).
c.

Analisis Model Persamaan Struktural
Berdasarkan analisis model persamaan strusktural dapat dinyatakan bahwa pengaruh
iklim organisasi (X1) terhadap kepuasan kerja (Y1) terdapat pengaruh positif sebesar 0,529;
pengaruh remunerasi (X2) terhadap kepuasan kerja (Y1) terdapat pengaruh positif sebesar
0,101; pengaruh mutasi personal (X3) terhadap kepuasan kerja (Y1) terdapat pengaruh positif
sebesar 0,167; pengaruh iklim organisasi (X1) terhadap kinerja pegawai (Y2) terdapat
pengaruh positif sebesar 0,095; pengaruh remunerasi (X2) terhadap kinerja pegawai (Y2)
terdapat pengaruh positif sebesar 0,096; pengaruh mutasi personal (X3) terhadap kinerja
pegawai (Y2) terdapat pengaruh positif sebesar 0,074; dan pengaruh kepuasan kerja (Y1)
terhadap kinerja pegawai (Y2) terdapat pengaruh positif sebesar 0,724. Berdasarkan hasil
tersebut terlihat bahwa varibel yang paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai (Y2)
adalah variabel kepuasan kerja (Y1) yaitu 0,724.
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

22
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

Berdasarkan evaluasi dan analisis yang dilakukan di atas dapat disimpulkan bahwa
semua hipotesis yang diuji telah terbukti kebenarannya.
PEMBAHASAN
1. Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
Berdasarkan atas hipotesis yang diajukan dengan hasil penelitian yang diperoleh dapat
diketahui bahwa ada pengaruh positif antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja adalah
teruji kebenarannya karena terlihat dari hasil penelitian di atas menunjukkan adanya
pengaruh positif iklim organisasi terhadap kepuasan kerja sebesar 0,529 atau 52,9%. Adanya
pengaruh positif tersebut menunjukkan iklim organisasi secara langsung mampu memberikan
sumbangan berarti untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Badung
Selatan.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan pendapat Davis et al. (2008) yang menyatakan
bahwa iklim organisasi berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai. Hal tersebut dikarenakan
iklim organisasi menyangkut lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia yang
berada dalam suatu organisasi yang memengaruhi seseorang untuk melakukan tugas atau
bekerja. Demikian pula menurut Wexley dan Yulk dalam Waridin dan Masrukhin (2006)
yang menyatakan kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaanya. Semakin banyak aspek yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka
semakin tinggi kepuasan kerjanya. Apabila iklim organisasi yang dijaga dengan baik
sehingga mendukung individu atas pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi, maka
semakin tinggi kepuasan kerja individu yang bersangkutan. Dari dua keterkaitan
hubungan antara iklim organisasi dan kepuasan kerja dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa apabila iklim organisasi yang diterapkan dapat dengan tepat mengarahkan tujuan
organisasi dengan aspek-aspek dan tujuan yang diharapkan individu atas pekerjaannya,
maka semakin tinggi kepuasan kerjanya.
Hasil penelitian ini didukung pula dengan penelitian Kosasih (2002) yang
menunjukkan bahwa iklim organisasi mempunyai hubungan yang positif dengan
kepuasan kerja. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Affandi (2002) yang
menghasilkan kesimpulan bahwa secara keseluruhan iklim organisasi mampu
memberikan pengaruh yang signifikan kepada kepuasan kerja.
2. Pengaruh Remunerasi terhadap Kepuasan Kerja Pegawai
Berdasarkan atas hasil penelitian di atas bahwa terdapat pengaruh positif variabel
remunerasi terhadap kepuasan kerja pegawai sebesar 0,101 atau 10,1%. Adanya pengaruh
positif tersebut menunjukkan pimpinan mampu meremunerasi para pegawainya sehingga
kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Badung Selatan menjadi tinggi, mengingat
kepuasan kerja merupakan salah satu dari bagian kepuasan hidup pegawai yang nilainya
tergantung pada bagaimana tindakan seorang individu dalam menemukan saluran yang sesuai
untuk mewujudkan minat, kemampuan dan ciri nilai pribadi masing-masing.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan pendapat Robbins, et al (2010) yang
mengemukakan bahwa kompensasi (remunerasi) merupakan salah satu dari aspek yang
memengaruhi kepuasan kerja di samping promosi, pengawasan, lingkungan kerja dan
pekerjaan itu sendiri. Demikian pula pendapat menurut Siagian (2008), pemberian remunerasi
yang baik adalah yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada
gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah
pegawainya yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif bagi
kepentingan organisasi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Lawler dalam Robbins, et al
(2010) menjelaskan sebab kepuasan dan ketidakpuasan pegawai terhadap penghasilan.
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

23
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

Menurut Lawler, perbedaan terhadap jumlah yang diterima oleh pegawai dan jumlah yang
mereka duga diterima oleh orang lain merupakan penyebab langsung kepuasan atau
ketidakpuasan atas penghasilan.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Firmansyah (2010)
yang menunjukkan remunerasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
kerja pegawai di KPP Pratama Karangpilang Surabaya.
3.

Pengaruh Mutasi Personal terhadap Kepuasan Kerja
Berdasarkan atas hasil penelitian di atas bahwa terdapat pengaruh positif variabel
mutasi personal terhadap kepuasan kerja sebesar 0,167 atau 16,7%. Adanya pengaruh positif
tersebut menunjukkan mutasi personal secara langsung mampu memberikan sumbangan
berarti untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai KPP Pratama Badung Selatan.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan pendapat Sastrohadiwiryo (2005) dan Hasibuan
(2007) yang mengemukakan bahwa mutasi mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja.
Demikian pula pendapat As’ad (2012) yang menyatakan bahwa pengaturan perputaran pegawai
merupakan faktor yang menentukan kepuasan kerja bagi pegawai. Hal yang sama dikemukakan
oleh Dodi (2014) bahwa mutasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja dikarenakan mutasi
merupakan perpindahan atau penempatan seorang pegawai dari satu jabatan ke jabatan
lainnya pada level atau tingkat yang sama dan dalam lokasi yang sama pula dengan tujuan
untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta menghindari kejenuhan agar pekerjaan
dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien sehingga pada akhirnya tercapai kepuasan
kerja.
Hasil penelitian ini didukung pula dengan penelitian dari Reginaldi (2014)
mengenai “Analisis Pengaruh Remunerasi, Mutasi, Whistleblowing System, Motivasi dan
Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi Kerja dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel
Moderasi (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam)” dan
penelitian dari Dodi (2014) mengenai “Pengaruh Mutasi, Kompensasi dan Motivasi
terhadap Kepuasan Kerja Pegawai di PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Barat Area
Solok” yang membuktikan bahwa secara empiris mutasi personal mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kepuasan kerja. Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya pengaruh
yang searah antara mutasi personal dengan kepuasan kerja.
4.

Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan atas hasil penelitian di atas bahwa terdapat pengaruh positif variabel
iklim organisasi terhadap kinerja pegawai sebesar 0,095 atau 9,5%. Adanya pengaruh positif
tersebut menunjukkan iklim organisasi secara langsung mampu memberikan sumbangan
berarti untuk meningkatkan kinerja pegawai KPP Pratama Badung Selatan.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Timple (2011)
bahwa iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Kinerja seseorang dipengaruhi
faktor internal dan eksternal dimana faktor internal menyangkut sifat-sifat seseorang seperti
kemampuan dan keterampilan pegawai yang bersangkutan. Demikian pula pendapat
Robbins, et al (2010) yang menjelaskan bahwa iklim organisasi salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap kinerja. Hal yang sama dikemukakan oleh Hood (1991) dimana kinerja
organisasi ditentukan oleh kinerja individu dimana faktor-faktor yang memengaruhi kinerja
individu tersebut adalah iklim organisasi, kepemimpinan struktur organisasi, pilihan strategi,
teknologi, kultur organisasi dan proses.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yani (2012)
mengenai “Pengaruh Iklim Organisasi dan Imbalan Terhadap Kinerja Perawat di Rumah
Sakit Umum Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2011” dan penelitian dari H. Ridwan
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

24
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

(2012) mengenai “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi Terhadap
Kinerja Staf Kantor Kemeterian Agama Kabupaten Lombok Barat”, serta penelitian dari
Suharta (2010) dan Risetiawan (2002) yang membuktikan bahwa secara empiris iklim
organisasi mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
Pengaruh yang positif ini menunjukkan adanya pengaruh yang searah antara iklim organisasi
dengan kinerja pegawai, atau dengan kata lain dengan iklim organisasi tercipta baik maka
kinerja pegawai tinggi.
5.

Pengaruh Remunerasi terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan atas hasil penelitian di atas bahwa terdapat pengaruh positif variabel
remunerasi terhadap kinerja pegawai sebesar 0,096 atau 9,6%. Adanya pengaruh positif
tersebut menunjukkan remunerasi secara langsung mampu memberikan sumbangan berarti
untuk meningkatkan kinerja pegawai KPP Pratama Badung Selatan.
Dalam hal ini semakin kuat dorongan atau remunerasi dan semangat akan semakin
tinggi kinerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Gibson, et al (2012), yang menyatakan
bahwa terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap kinerja antara lain: 1) Faktor individu:
kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan
demografi seseorang; 2) Faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan
kepuasan kerja; 3) Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan dan
sistem penghargaan (reward system). Remunerasi merupakan salah satu dari bentuk sistem
penghargaan (reward system) yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk Pegawai Negeri
Sipil. Hal yang sama juga ditemukan berdasarkan Kajian tentang Sistem Remunerasi PNS
Penyempurnaan Kebijakan Sistem Remunerasi PNS: Menuju Good Governance yang disusun
oleh Direktorat Aparatur Bappenas (2004) menunjukkan keterkaitan antara remunerasi
pegawai terhadap kinerja pegawai.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yeni (2011) yang mengemukakan
bahwa remunerasi memengaruhi kinerja pegawai KPP Malang Selatan. Variabel tunjangan
dan gaji secara simultan memengaruhi kinerja dan variabel tunjangan mempunyai
pengaruh yang dominan terhadap kinerja pegawai. Boedianto (2012) menemukan bahwa
pemberian remunerasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar memberikan
pengaruh dan sangat signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian yang
dilakuakan oleh Azis (2012) mengenai “Pengaruh Remunerasi Terhadap Kinerja Pegawai
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tuban” juga menunjukkan bahwa remunerasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Palagia (2012) yang menyatakan bahwa remunerasi
berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada kantor pajak di Kota Makassar.
6. Pengaruh Mutasi Personal terhadap Kinerja Pegawai
Berdasarkan atas hasil penelitian di atas bahwa terdapat pengaruh positif variabel
mutasi personal terhadap kinerja pegawai sebesar 0,074 atau 7,4%. Adanya pengaruh positif
tersebut menunjukkan mutasi personal secara langsung mampu memberikan sumbangan
berarti untuk meningkatkan kinerja pegawai KPP Pratama Badung Selatan.
Hasil penelitian di atas sesuai dengan pendapat Saksono (2003) yang mengemukakan
bahwa mutasi merupakan usaha meningkatkan semangat dan kinerja pegawai. Demikian halnya
pendapat Hasibuan (2007), dijelaskan bahwa salah satu tujuan mutasi pegawai adalah
meningkatkan produktivitas dan kinerja pegawai. Pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Siagian (2008) bahwa manfaat diadakannya mutasi adalah perolehan pengetahuan dan
keterampilan baru, persiapan untuk menghadapi tugas baru, motivasi, kepuasan kerja dan
kinerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi.
@JMB 2016
http://journal.undiknas.ac.id/index.php/magister-manajemen/issue/archive

25
Jurnal Manajemen & Bisnis
ISSN : 1892-8486, Volume 13 Nomor 3 Juni 2016

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhadis (2012)
mengenai “Pengaruh Mutasi dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Guru SD (Studi
Kasus pada Kecamatan Pelepat dan Kecamatan Pelepat Ilir Kabupaten Bungo)” dan
Surasmi (2009) mengenai “Pengaruh Mutasi Pegawai dan Kepuasan Kerja Terh